Anda di halaman 1dari 4

Hubungan Industrial

Kelompok 2 :

Esah Maesaroh Putri Nur Anggraeny


Diana Putri Pakpahan Nenden Yuniasti

FILOSOFI DAN HISTORI HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. FILOSOFI HUBUNGAN INDUSTRIAL


Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos
dan sophia. Philos di artikan dengan istilah senang, gemar atau cinta sedangkan
sophia di artikan dengan bijaksana atau dalam bahasa inggris di katakan dengan
wisdom.
Berfilsafat merupakan pola pikir yang senantiasa berusaha untuk dapat mengetahui
segala sesuatu secara mendalam mengenai makna, hakekat, tujuan, manfaat, ciri –
ciri, fungsi, kebaikkan dan keburukkannya, masalah masalahnya, serta solusi terhadap
masalah tersebut ( Sondang, Siagian, 1982,2)
Karakteristik berpikir filsafat sebagaimana di kemukakan oleh Suriasumantri
 Bersifat menyeluruh
 Bersifat mendasar
 Bersifat spekulatif

Filsafat hubungan industrial merupakan pola kerja pikiran yang mengarah pada
pencarian kebenaran tentang hubungan industrial, untuk mendapatkan pemahaman
yang mendalam tentang arti, makna, hakekat, sifat, arah, tujuan, manfaat, cara, fungsi,
tugas, masalah masalah yang di hadapi dan solusi yang di gunakan dalam
melaksanakan hubungan industrial.

2. FILOSOFI HUBUNGAN INDUSTRIL DI TATARAN INTERNASIONAL


Konsep dasar hubungan industrial dipicu oleh terjadinya 3 peristiwa yang saling
berhubungan di sekitar akhir abad 18 dan awal abad 19, yaitu: revolusi industri
(industrial revolution), revolusi demokrasi (democratic revolution) dan revolusi
kapitalis (capitalist revolution) (Kaufman, 2004; 1-15).
 Revolusi industri
Waktu yang tepat untuk menentukan kapan terjadinya peristiwa ini, sering
menjadi perdebatan diantara para ahli sejarah. Tetapi pada umumnya mereka
sepakat untuk memperkirakan sekitar tahun 1769, yaitu dengan ditemukannya
dua jenis mesin produksi yang sangat mempengaruhi terhadap proses
produksi, yaitu mesin pesawat uap (steam engine) oleh James Watt, serta
mesin pemintalan kapas (cotton spinning) oleh Richard Arkwirght
(Kindleberger, 1990; 104). Hal yang tidak banyak diperdebatkan oleh para
sejarawan adalah tentang tempatnya, karena penemuan dan penggunaan kedua
alat produksi tersebut terjadi di Inggris, maka Inggris merupakan negara yang
disepakati sebagai awal lahirnya konsep hubungan industrial.
 Revolusi demokrasi
revolusi demokrasi yang ditandai dengan peristiwa pernyataan kemerdekaan
(declaration of independence) pada tahun 1776, yang diikuti dengan
ditetapkannya declaration of human right yang berisikan doktrin baru, yang
terdiri:
1) penegakan hak atas pribadi
2) kedudukan yang sejajar bagi setiap orang
3) hak untuk bertindak bebas bagi setiap orang dalam memperoleh kehidupan,
kemerdekaan dan kebahagiaannya
4) pemerintah mempunyai tugas untuk melindungi dan menjaga hak-hak asasi
manusia.
 Revolusi kapitalis
Revolusi ketiga yang berhubungan erat dengan sejarah perjalanan panjang
hubungan industrial adalah dalam bentuk revolusi kapitalis yang terjadi pada
awal abad ke 18, yaitu dengan muncul dan meningkatnya faham kapitalisme,
serta marak dan meluasnya faham ekonomi pasar (market economy)

3. FILOSOFI HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA


Fenomena hubungan industrial saat itu masih sangat sederhana dan terbatas, paling
terkonsentrasi di sektor perkebunan serta industri gula yang tersebar di beberapa
tempat khususnya di pulau jawa. Namun demikian, pola hubungannya sudah diwarnai
oleh politik dan ideologi negara yang diadopsi dari kerajaan Belanda, yaitu kapitalis
liberalis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari produk perundang-undangan yang
mengatur perburuhan dan hubungan industrial yang cenderung diwarnai oleh
kebijakan untuk melindungi para pemilik modal. Setelah kemerdekaan, kondisi
hubungan industrial makin diwarnai oleh dinamika dan perkembangan politik negara.
Ditandai dengan bermunculannya serikat buruh/pekerja yang pada umumnya
berafiliasi pada organisasi partai politik, yaitu partai nasionalis, partai agamis dan
partai komunis, yang ketiganya menjadi poros politik di Indonesia dalam tag line
NASAKOM, pada masa demokrasi terpimpin (1960 -1965). Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh Soetarto, Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga
Kerja, bahwa serikat-serikat buruh di Indonesia merupakan alat partai politik,
sebagaimana dikemukakan oleh pemerintah orde lama, dengan kebijakannya bahwa
hanya serikat buruh yang berafiliasi pada partai-partai politik Nasakom saja yang
diakui eksistensinya. Perjuangan buruh telah mengalami pergeseran dari perjuangan
ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan, menjadi alat politik untuk mencapai
tujuan yang lebih luas, yang ditetapkan oleh partai politik. Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh Hawkins dalam Vedi R. Hadidz:

“The difference in ideology between the communist, who stress the class struggle,
and the muslim, who talk about the principle of sharing wealth with the poor, in
significant in labour relation in Indonesia. Since some of moslem unions tend to talk
in terms of the Islamic faith instead of the class struggle, they sometime refuse to join
in certain strikes and care considered more moderate”.

(Perbedaan perjuangan ideologi antara komunis yang menekankan perjuangan kelas,


dengan muslim yang berbicara tentang prinsip pembagian kekayaan dengan kaum
miskin, jelas tampak nyata di Indonesia. Karena beberapa serikat buruh muslim
cenderung berbicara dalam kaitannya dengan kepercayaan Islam dan bukannya
perjuangan kelas. Mereka sering kali menolak ikut serta dalam pemogokan tertentu
dan dipandang lebih moderat).

Pada tahun 1966 terjadi peristiwa makar yang dimotori oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) dengan massa pendukungnya, sehingga mengakibatkan terbunuhnya
beberapa jenderal Angkatan Darat. Sejak saat itu terjadi peralihan kekuasaan dari orde
lama ke orde baru, dimana salah satu keputusan politiknya adalah PKI dan massa
pendukungnya dibekukan dan dinyatakan terlarang di Indonesia, karena dianggap
terlibat dalam peristiwa tersebut. Terjadi pembaharuan politik yang salah satunya
berimbas pada kalangan serikat buruh, yaitu dengan dibentuknya Majelis
Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) pada tanggal 1 November 1969 yang
diresmikan oleh Presiden Soeharto dan mewadahi 21 serikat pekerja.

STUDI KASUS HUBUNGAN INDUSTRIAL


Perselisihan bermula ketika Sally Fabiola selaku pengugat, pada tanggal 15 Desember
2015, tergugat PT. Dewata Seminyak melakukan tindakan yaitu penurunan jabatan
atau demosi terhadap penggugat dengan alasan pengugat tidak dapat mencapai target
yang dibebankan perusahaan padahal penggugat merasa telah mencapai target yang
dibebankan. Demosi yang dilakukan yaitu dari Director Of Sales Marketing denagan
gaji sebesar Rp.18.000.000 menjadi Front Desk Assisten dengan gaji sebesar
Rp.2000.000, pada tanggal 7 Desember 2015, tergugat juga memberikan surat
peringatan ke II kepada penggugat dan pada tanggal 29 maret 2016 tergugat melalui
Ass.Human Resources Manager memberikat surat pemutusan hubungan kerja (PHK)
tanpa alasan yang jelas padahal kontrak kerja baru akan berakhir pada 30 september
2016. Gaji dibayar tergugat namun tidak seluruhnya dan tanpa tunjangan seperti yang
telah disepakati kedua belah pihak berdasarkan perjanjian kerja. Merasa penurunan
jabatan tersebut tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati oleh PT.Dewata
Seminyak. Penggugat pun mengajukan gugatan atas perselisihan yang terjadi antara
dirinya dengan PT.Dewata seminyak ke Pengadilan Hubungan Industrial Denpasar,
putusan majelis hakim beserta hakim anggota yaitu mengabulkan sebagian gugatan
penggugat SALLY FABIOLA YVETTE terhadap tegugat PT.Dewata Seminyak.

Sumber : https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/38580/23413

Anda mungkin juga menyukai