Anda di halaman 1dari 7

Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya yang beragam berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Konsep pandangan
ini diterapkan sebagai upaya menyatukan keberagaman yang ada dengan mengutamakan
persatuan bangsa dan kesatuan wilayah untuk menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara agar tujuan nasional dapat tercapai. Selaras dengan definisi
wawasan nusantara yang dituturkan dalam GBHN 1998 yaitu cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia terkait diri dan lingkungannya dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Tujuan Wawasan Nusantara


Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan yang disusun oleh Fidya Arie Pratama, tujuan
wawasan nusantara adalah:
1. Terwujudnya nasionalisme tinggi di setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesi.
2. Meningkatkan rasa paham dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia
3. Mendahulukan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok
golongan, atau suku bangsa
4. Kepentingan kelompok, golongan lainnya harus dihormati dan diikuti selama tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional
5. Tercapainya pembangunan nasional yang meliputi perwujudan wilayah nusantara
sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Asas Wawasan Nusantara
Adapun asas wawasan nusantara adalah sebagai berikut:
1. Kepentingan yang sama yaitu tercapainya kesejahteraan dan rasa aman yang lebih
baik daripada sebelumnya.
2. Keadilan yaitu kesetaraan dalam pembagian hasil dengan adil, jerih payah dari
kegiatan baik perorangan, golongan, kelompok maupun daerah.
3. Kejujuran yaitu keberanian berpikir, berkata, dan bertindak sesuai realita.
4. Solidaritas yaitu sikap saling percaya, saling memberi, dan berkorban bagi orang lain
tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
5. Kerja sama yaitu sikap saling berkoordinasi dan saling membantu yang didasarkan
atas kesetaraan.
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama yaitu sebagai tonggak terciptanya persatuan
dan kesatuan dalam kebhinekaan nusantara.
Implementasi Wawasan Nusantara
Fungsi wawasan nusantara adalah sebagai arahan, pedoman, acuan dan tuntutan bagi
setiap rakyat Indonesia untuk menjaga kesatuan NKRI. Maka hal tersebut harus
diimplementasikan atau diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Implementasi wawasan nusantara dapat tercermin lewat pola pikir, sikap, dan tindakan
masyarakat. Selain itu penerapannya berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah
Tanah Air secara menyeluruh.
1. Politik
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan
iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal ini ditunjukkan dengan
wujud pemerintahan yang kuat, aspiratif, dan dipercaya memegang kedaulatan rakyat.
2. Ekonomi
Menciptakan kehidupan ekonomi yang terjamin pemenuhan dan
meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat dengan merata dan adil.
Implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi dapat dicerminkan melalui
tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam dan memperhatikan kebutuhan
masyarakat juga kelestarian sumber daya itu sendiri
3. Kehidupan Sosial Budaya
Penerapan wawasan nusantara di bidang sosial budaya akan menciptakan
sikap saling menerima dan menghormati segala perbedaan. Dengan begitu, akan
tercipta kehidupan masyarakat yang bersatu tanpa membeda-bedakan suku, daerah,
agama, atau golongan lainnya.
4. Pertahanan Keamanan (Hankam)
Wawasan nusantara dapat menumbuhkan kesadaran cinta Tanah Air dan
bangsa yang tercermin dari sikap bela negara. Ini akan menjadi modal utama yang
akan menggerakkan partisipasi setiap warga negara Indonesia dalam menanggapi
setiap bentuk ancaman atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa
dan kedaulatan negara.

Orde baru

Latar belakang
Lahirnya Orde Baru ditandai Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura yang terdiri dari
tiga tuntutan, yakni pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan
harga. Akan tetapi sikap Presiden Soekarno bertolak belakang dengan aksi-aksi
mereka. Hingga terjadi peristiwa G30S/PKI yang membuat rakyat Indonesia
menurunkan kepercayaannya terhadap pemerintahan Soekarno. Peristiwa G30S/PKI
adalah salah satu penyebab menurunnya kredibilitas Soekarno. Hal itu membuatnya
mengeluarkan Surat Perintah kepada Letjen Soeharto yang disebut Surat Perintah 11
Maret 1966 (Supersemar). Supersemar menjadi titik awal berkembangnya kekuasaan
Orde Baru. Dalam Surat Perintah tersebut Soekarno menunjuk Soeharto untuk
melakukan segala tindakan demi keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik.
Sistem pemerintahan
Di masa Orde Lama, komunisme dan gagasan yang bertolak belakang dengan
Pancasila sempat meluas. Hal ini membuat Soeharto di masa jabatannya melakukan
indoktrinasi Pancasila. Beberapa metode indoktrinasi yang dilakukannya yaitu:
 Menerapkan pengajaran P4 (Pelaksanaan, Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila) di sekolah.
 Soeharto mengizinkan masyarakat membentuk organisasi dengan syarat
menggunakan asas pancasila.
 Melarang kritikan yang menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas
negara.
Sistem pemerintahan Orde Baru menggunakan konsep Demokrasi Pancasila.
Visi utamanya adalah menerapkan nilai Pancasila dan UUD 1945, secara
murni serta konsekuen dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru adalah presidensial dengan bentuk
pemerintahan Republik dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi yang berlaku. Dalam
periode masa Orde Baru, terjadi banyak perubahan-perubahan politik dan ekonomi.
Perekonomian Indonesia berkembang pesat walaupun dibarengi dengan praktik
korupsi yang merajalela. Melalui beberapa kebijakannya, politik dan ekonomi negara
juga semakin kuat. Namun kondisi ini menurun ketika terjadi krisis moneter pada
1997. Krisis inilah yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat
sehingga Soeharto sebagai presiden mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998
yang mengakhiri kekuasaan Orde Baru.

Penyebab jatuhnya Orde Baru


Perekonomian Indonesia yang melaju pesat dan pembangunan infrastruktur yang
merata untuk masyarakat di masa Orde Baru diikuti dengan praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap Presiden
Soeharto dan memicu aksi demo mahasiswa dan masyarakat umum. Demonstrasi
semakin gencar setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar di tanggal 4 Mei
1998. Terjadi juga Tragedi Trisakti yaitu tertembaknya empat mahasiswa di depan
Universitas Trisakti yang semakin mendorong masyarakat menentang kebijakan
pemerintah. Tahun 1997-1998 merupakan periode Orde Baru yang menjadi masa
kelam bagi rakyat Indonesia. Perekonomian yang tadinya melesat langsung
mengalami penurunan disusul dengan berakhirnya rezim Orde Baru. Setelah tiga
dasawarsa lebih menjabat, Orde Baru ambruk akibat krisis ekonomi yang melanda
sejak tahun 1997. Ditambah besarnya gelombang demonstrasi di berbagai daerah
membuat Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998.

Reformasi
Lahirnya Era Reformasi
Lengsernya Soeharto dari jabatan presiden di tahun 1998 adalah pertanda Orde
Baru telah berakhir dan disusul dengan lahirnya era Reformasi. Pada era Reformasi
ini, masih ada beberapa pejabat yang beranggap bahwa Orde Baru belum berakhir,
karenanya era Reformasi disebut juga dengan era pasca Orde Baru. Adapun asal kata
reformasi sendiri tersusun atas dua kata, yakni re yang berarti kembali, dan formasi
berarti susunan. Maka era Reformasi dapat dikatakan sebagai era yang menyusun
kembali. Perihal yang disusun kembali dalam era ini adalah sistem pemerintahan
Negara Indonesia. Lahirnya era Reformasi ini bertujuan untuk mengubah segala
bidang yang menyimpang pada masa Orde Baru atau sebelum tahun 1998. Era ini
lahir tepat setelah presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan
kemudian digantikan oleh wakil presidennya, yakni B.J. Habibie.

Latar Belakang Lahirnya Reformasi


Krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997 atau yang lebih dikenal dengan
krisis moneter, menjadi faktor utama yang melatarbelakangi lahirnya era Reformasi
dan runtuhnya Orde Baru. Tidak hanya itu, Indonesia juga dilanda kemarau dan
didukung dengan jatuhnya komoditas ekspor. Permasalahan-permasalahan tersebut
sangat memporak-porandakan negara Indonesia pada masa itu. Krisis finansial Asia
yang turut melanda Indonesia menjadikan rakyat Indonesia tidak puas atas
kepemimpinan presiden Soeharto. Gerakan mahasiswa yang terjadi di seluruh
Indonesia pun menjadi pemicu demonstrasi besar-besaran. Dikarenakan desakan dari
dalam dan luar negeri, Soeharto pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Melansir buku berjudul Implikasi Tata Kelola Sektor
Publik Era Reformasi karya Muslim Afandi dkk, ada begitu banyak krisis yang
melanda Indonesia pada saat itu, yakni krisis ekonomi, krisis politik, krisis hukum,
krisis keamanan dan sosial budaya serta krisis kepercayaan. Namun krisis ekonomi
menjadi faktor utama runtuhnya Orde Baru dan lahirnya era Reformasi.
Tujuan Era Reformasi
Dijelaskan juga oleh Muslim Afandi dalam bukunya bahwa menurut
Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998, reformasi bertujuan mewujudkan
pembaharuan di segala bidang pembangunan nasional, terkhusus bidang ekonomi,
politik, hukum, dan agama serta sosial budaya. Berikut tujuan reformasi secara rinci:
1. Menangani krisis ekonomi dalam waktu sesingkat mungkin, terkhusus untuk
menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global serta
pemulihan aktivitas usaha nasional.
2. Mewujudkan kedaulatan rakyat di seluruh sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara melalui peningkatan dan perluasan partisipasi politik
rakyat secara tertib guna mewujudkan stabilitas nasional.
3. Menegakkan hukum sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan HAM
menuju terciptanya ketertiban umum dan perbaikan sikap mental.
4. Meletakkan dasar-dasar kerangka dan kegiatan reformasi pembangunan agama
dan sosial budaya dalam mewujudkan masyarakat madani.

Dampak

1. Kebebasan Menyampaikan Pendapat 


Setelah reformasi, orang-orang bebas untuk mengemukakan pendapatnya. 
Presiden BJ Habibie memberikan ruang bagi siapapun yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. 
Namun, bagi mahasiswa yang akan melakukan aksi unjuk rasa, terlebih dulu
diharuskan untuk mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan lokasi
di mana demonstrasi dilakukan. Hal ini dilakukan karena mengacu dengan UU
No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 
2. Masalah Dwifungsi ABRI 
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di perwakilan rakyat DPR
mulai dikurangi secara bertahap, yaitu dari yang tadinya berjumlah 75 orang
menjadi 38 orang.  Dahulu, ABRI terdiri dari empat angkatan, yakni Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian RI.  Namun, sejak
tanggal 5 Mei 1999, Polri telah memisahkan diri dari ABRI dan berganti nama
menjadi Kepolisian Negara, istilah ABRI juga berubah menjadi TNI. 
3. Reformasi Bidang Hukum 
Pada masa pemerintahan BJ Habibie dilakukan reformasi di bidang
hukum, di mana reformasi hukum ini disesuaikan dengan aspirasi yang
berkembang di masyarakat.  Tindakan BJ Habibie terkait reformasi hukum ini
pun disambut dengan baik oleh masyarakat luas, karena reformasi hukum ini
mengarah kepada tatanan yang diharapkan masyarakat. Selama masa Orde Baru,
karakter hukum yang berlaku di Indonesia cenderung bersifat konservatif,
ortodoks, dan elitis.  Hukum ortodoks sendiri merupakan hukum yang bersifat
tertutup, sehingga masyarakat tidak memiliki peran sama sekali di dalamnya. 
Hukum pada masa Orde Baru ini pun kemudian dianggap sebagai bentuk hukum
yang mengebiri Hak Asasi Manusia (HAM).  Oleh karena itu, hukum di era Orde
Baru tidak lagi diterapkan pada masa reformasi, karena di era ini, BJ Habibie
ingin menciptakan hukum yang dapat menjamin keamanan perlindungan HAM. 
Globalisasi
Globalisasi adalah tersebarluasnya pengaruh ilmu pengetahuan dan kebudayaan
yang ada di setiap penjuru dunia ke penjuru dunia yang lain sehingga tidak jelas lagi
batas-batas yang jelas dari suatu negara. Globalisasi adalah proses integrasi
internasional yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, produk,
pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Adanya kemajuan infrastruktur
transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet,
merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.

Banyak pihak berpendapat globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar


lainnya bahkan berhasil melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan
Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat globalisasi bisa
jadi mulai muncul di milenium ketiga sebelum Masehi.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya
dunia berlangsung sangat cepat. Istilah globalisasi makin sering bergaung sejak
pertengahan tahun 1980-an dan lebih sering lagi sejak pertengahan 1990-an.

Pada tahun 2000, Dana Moneter Internasional (IMF) Mengelompokan empat


aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi,
migrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan. Selain itu,
tantangan-tantangan lingkungan seperti terjadinya perubahan iklim, polusi air dan
udara lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada
hubungannya dengan globalisasi. Proses globalisasi pada akhirnya mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi, sumber daya sosial-budaya, dan
lingkungan alam.

Anda mungkin juga menyukai