Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA

Sistem Sosial Budaya Indonesia


Dosen Pengampu : Dr. Argyo Demartoto

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Hubungan Industrial di Indonesia

I.Hubungan Industrial
A. 1. Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk di antara
para pelaku proses produksi barang dan jasa. Namun, hubungan industrial tidak dapat
dilihat hanya sekedar sistem hubungan di antara para pelaku di tempat kerja tetapi
meliputi sekumpulan fenomena, baik di dalam maupun di luar tempat kerja yang
berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan. Bahkan dalam
perkembangan hubungan industrial tidak lepas dari hubungan sosial, ekonomi, dan
politik yang lebih luas (Smeru, 2002).

2. Tujuan Hubungan Industrial


Sementara itu, tujuan dari hubungan industrial adalah meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan pekerja dan pengusaha. Produktivitas dan
kesejahteraan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi.
Untuk mencapai tujuan hubungan industrial bukanlah perkara yang mudah dan
diperlukan komitmen sungguh-sungguh dari masing-masing pihak dan sarana
hubungan industrial yang bersifat kolektif.

B. Pelaku Hubungan Industrial


Dalam hubungan industrial, sekurang-kurangnya ada tiga pelaku yang saling
berinteraksi, yaitu Pekerja/buruh, Pengusaha (manajemen), dan Pemerintah.
1. Pengusaha (Manajemen)
Manajemen sekurang-kurangnya mencakup tiga kelompok, Para pemilik dan
pemegang saham, Perusahaan, dan Jajaran Departemen (HRD) dan hubungan
industrial yang bertanggung jawab khusus dalam mengatur hubungan antara
perusahaan engan buruh dan serikat buruh.
2. Pekerja/Buruh
Istilah buruh meliputi para pekerja dan serikat buruh yang mewakili mereka. Yang
dimaksud dengan buruh dalam konteks Indonesia adalah mereka yang termasuk
dalam angkatan kerja, atau orang-orang yang sudah bekerja dan sedang mencari
pekerjaan.
3. Pemerintah
Yang termasuk dalam istilah Pemerintah adalah 1) pemerintah lokal dan pemerintah
pusat, 2) Lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam membuat
dan merubah kebijakan-kebijakan publik yang dapat mempengaruhi hubungan
industrial, 3) pemerintah sebagai representasi dari berbagai kepentingan publik.

C. Asal Usul dan Perkembangan Hubungan Industrial


Hubungan industrial mulai dikenal di Eropa pada pertengahan abad 18 seiring
dengan munculnya revolusi industri. Pada awalnya, hubungan industrial merupakan
hubungan yang bersifat personal antara buruh dan pengusaha, bahkan hubungan yang
terjadi bersifat kekeluargaan dan ketetanggan. Seiring dengan pekembangan teknologi
bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan yang muncul antara
pekerja dengan pengusaha maka dirasakan perlunya membuat aturan hak dan
kewajiban yang harus dipatuhi.
Pasca revolusi industri sampai akhir abad 19, akibat pengaruh paham
liberalisme terhadap hubungan industrial adalah munculnya pandangan bahwa buruh
merupakan benda atau objek ekonomi. Sehingga tidak mengherankan apabila buruh
selalu menjadi pihak yang tertindas dan mengalami kondisi yang menyedihkan.
Ketertindasan dan posisi lemah buruh membuat para buruh berupaya memperkuat diri
mereka dengan cara menghimpun diri dalam suatu organisasi.
Pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20 terjadi pergeseran pandangan dalam
hubungan industrial. Muncul pendekatan baru dalam bidang manajeman yang dikenal
dengan scientific management yang dipopulerkan oleh F.W. Taylor, dalam pandangan
ini para pekerja mulai dipandang sebagai individu dan juga makhluk sosial yang
berinteraksi dengan sesama.

D. Perspektif- Perspektif dalam Hubungan Industrial


Berbagai perspektif dikemukakan oleh para ilmuwan dalam membahas hubungan
industrial.
1. Anantaraman mengembangkan dua pendekatan dalam membahas hubungan
industrial, yaitu perspektif unitary dan class conflict. Dalam perspektif unitary,
hubungan industrial adalah suatu hubungan kerja sama antar pihak manajeman dan
buruh yang bersifat harmonis. Sementara itu, perspektif class conflict memandang
pihak manajemen dan buruh sebagai pihak yang memiliki kepentingan yang
berbeda dan cenderung bersifat antagonis.
2. Stephen J. Deery dan David H. Plowman mengemukakan dua pendekatan yang
dapat digunakan dalam melihat hubungan industrial, yaitu perspektif pluralist dan
marxist. Pluralist adalah perspektif yang memandang bahwa suatu organisasi kerja
meliputi berbagai kelompok dengan kepentingan, tujuan dan aspirasi yang
beragam. Berdasarkan pendekatan ini, konflik dalam hubungan kerja merupakan
hal yang tidak bisa dihindari. Sementara itu, marxist bertolak dari pemikiran bahwa
dalam masyarakat industri selalu muncul konflik yang berdasarkan kelas.
E. Perselisihan Industrial
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa hubungan industrial berkaitan
dengan perbedaan kepentingan di antara para pelaku industrial, pekerja dan pengusaha.
Perbedaan pendapat dan kepentingan di antara pelaku industrial sering kali
mengakibatkan perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja atau serikat pekerja.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh lembaga SMERU (2002) menyimpulkan
empat penyebab utama perselisihan industrial, yaitu :
1. Tuntutan non-normatif, yaitu suatu tuntutan yang berhubungan dengan hal-
hal yang tidak diatur dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB. Misalnya
belum adanya uang makan, uang transportasi, pakaian seragam, dana rekreasi,
cuti haid, dan hal lain-lain.
2. Tuntutan normatif, yaitu tuntutan terhadap hak-hak yang telah diatur dalam
peraturan perundangan dan hak-hak yang telah disepakati dalam PKB/KKB,
maupun penyesuaian terhadap kebijakan pemerintah baru. Misalnya,
pelaksanaan Upah Minimum Regional (UMR) atau upah yang telah disepakati
bersama (tripartit), uang lembur, cuti melahirkan, tunjangan perkawinan dan
melahirkan, bonus, Tunjangan Hari Tua (THT) , Tunjangan Hari Raya (THR)
, dan Pemberian Pesangon.
3. Provokasi oleh pihak ketiga di luar perusahaan, misalnya oleh pekerja dari
perusahhan lain atau serikat pekerja afiliasi lain yang menuntut pemberlakuan
upah minimum, kenaikan uang transportasi dan uang makan.
4. Tekanan dari beberapa pekerja di dalam perusahhan yang memaksa pekerja
lain agar ikut berunjuk rasa.

Berdasarkan temuan penelitian SMERU, perselisihan industri dapat dibagi ke


dalam empat kategori utama menurut intensitas dan cakupannya, yaitu : pertama,
perselisihan ringan, yakni perselisihan industrial tanpa mogok kerja dan melibatkan
lebih dari satu pekerja yang dapat diselesaikan secara bipatrit; kedua, perselisihan
sedang, yaitu perselisihan dengan mogok kerja dan melibatkan lebih dari satu pekerja;
ketiga, perselisihan berat, yaitu perselisihan tanpa mogok kerja yang dapat
diselesaikan di tingkat tripartit dan P-4D/P-4P ; keempat, perselisihan sangat berat
yaitu perselisihan dengan mogok kerja dan melibatkan lebih dari satu pekerja yang
belum atau dapat diselesaikan di tingkat tripartit.

II. Hubungan Industrial di Indonesia


A. Perkembangan Hubungan Industrial Di Indonesia
1. Periode Kolonial
Hubungan industrial di Indonesia mulai dikenal bersamaan dengan
pertumbuhan modal swasta di Indonesia. Pertumbuhan modal ini membuka
peluang bagi orang-orang Eropa untuk bekerja di perusahaan-perusahaan
swasta dan bidang-bidang tertentu dalam sistem birokrasi kolonial.
Pada masa itu hubungan industrial lebih mencerminkan hubungan antara para
buruh Eropa dengan perusahan-perusahaan swasta Eropa dan pemerintah
Belanda. Sementara itu, kaum buruh bumiputera ditempatkan pada status yang
paling rendah sehingga hubungan antara kaum buruh bumiputera dengan
manajemen perusahaan swasta Eropa lebih mencerminkan hubungan antara
majikan dan budak atau pihak penjajah dengan pihak yang dijajah.

2. Periode Awal Kemerdekaan dan Demokrasi Terpimpin


Pada permulaan kemerdekaan hubungan industrial tidak mengalami
perubahan yang signifikan, yaitu masih diwarnai dengan orientasi politik.
Setelah Proklamasi kemerdekaan, terbentuklah Barisan Buruh Indonesia yang
diprakarsai oleh para tokoh buruh dalam rangka mempertahankan
kemerdekaan.
Pada dekade lima puluhan (1950), terutama pada masa pemerintahan
Perdana Mentri M.Nasir, gerakan buruh sulit dipisahkan dari gerakan politik.
Pada era demokrasi Terpimpin ini, partai komunis memegang peranan penting.
Sejalan dengan itu, hubungan industrial yang berdasarkan Marxisme juga
berkembang pesat. Praktek-praktek hubungan industrial yang bersifat
antagonistis dan konfrontatif makin menonjol.

3. Periode Pemerintahan Orde Baru


Pada masa ini, terjadi gerak balik perkembangan hubungan industrial
kembali seperti pada masa kolonial di mana pemerintah terlibat jauh dalam
penataan hubungan industrial. Dengan kata lain, kalau pada masa Orde Lama
gerakan buruh menjadi riuh rendah dengan politik, maka pada masa Orde Baru
gerakan-gerakan buruh menjadi sepi secara politik. Bahkan buruh diasingkan,
diabaikan dari politik serta dibatasi di bawah wadah tunggal serikat buruh
political labor union.
Namun pada dekade 1990-an, ketika rezim Orde Baru mulai mengalami
keletihan, cengkraman Orde Baru atas gerakan buruh mulai menggendur.
Gejala ini ditandai dengan munculnya fenomena serikat-serikat buruh di luar
serikat buruh “resmi”. Fenomena pemogokan buruh menjelang akhir Orde
Baru juga menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan hubungan kelas : buruh-
modal-negara.

B. Hubungan Industrial Pasca Orde Baru


Kejatuhan rezim Orde Baru dan pelaksanaan otonomi daerah sangat
mempengaruhi perkembangan hubungan industrial di Indonesia. Perubahan nyata
kelola pemerintahan dari sistem sentralistik ke desentralistik telah merubah pula
mekanisme pengambilan keputusan mengenai sistem hubungan industrial, yaitu
mulai bersifat desentralistik dan dialogis. Salah satu perubahan penting ini adalah
munculnya sistem hubungan industrial yang memungkinkan para buruh bebas
mendirikan serikat pekerja pada tingkat perusahaan sesuai dengan UU No.
21/2000. Di samping itu, pemerintah juga telah meratifikasi beberapa konvensi
ILO (International Organization – PBB).
Hubungan industrial pasca Orde Baru dihadapkan pada persoalan penetapan
Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Provinsi(UMP). Keberatan
pihak pengusahan yang mencoba menunda dan atau menolak kebijakan ini telah
memicu timbulnya unjuk rasa buruh. Selain itu, hubungan industrial diuji dengan
adanya ketidaksepakatan antara pengusaha dan buruh tentang Kepmenaker No.
Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No.
21 Tahunn 2000, serta RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(PPHI).
Berbagai gejolak industrial yang muncul pasca kejatuan rezim Orde Baru tidak
semata-mata dipicu oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusahan
dengan buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau kesalahpahaman,
termasuk kesalahpahaman dalam memahami peraturan pemerintah maupun
peraturan perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha berusaha
menekan biaya produksi, dan buruh melalui serikat buruh menilai pengusaha
tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa berkuasa, dan kurang memperhatikan
nasib buruh sehingga buruh kehilangan kepercayaan.
Selain disebabkan oleh faktor internal perusahaan, beberapa kasus
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sering menjadi pemicu terganggunya
hubungan industrial. Buruh menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada
buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut sering tidak melibatkan buruh. Oleh
karena itu hubungan industrial tidak dapat diciptakan secara sepihak, baik oleh
Pemerintah, Pengusaha, atau Buruh.
Berdasarkan penelitian SMERU (2002) suatu hubungan industrial yang
harmonis adalah hubungan kerja yang didasari oleh rasa saling percaya, saling
menghargai dan dihargai, dan saling memberi.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Jurusan Sosiologi UT-UI. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta.
Penerbit Universitas Terbuka.

Harun, Harli.2014.”Apa itu Hubungan Industrial.” Diunduh dari


http://www.economy.wordpress.com tanggal 02 Maret 2017 pukul 15.00 WIB.

Irwan. 2013.”Hubungan Industrial.” Diunduh dari http://irwan-


adab.blogspot.com/2013/12/hubunganindustria.com tanggal 02 Maret 2017 pukul
16.00 WIB.

Laila. Devi. 2015. “Hubungan Industrial di Indonesia.” Diunduh dari


http://sosialbudayaindonesia.blogspot.co.id/2015/01/normal=0=false-false-false-en-
us-x-none.html tanggal 03 Maret 2017pukul 15.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai