Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam suatu organisasi hal yang tidak dilupakan ialah hubungan industrial.
Hubungan di antara berbagai pihak dalam hubungan industrial tersebut
meliputi pengusaha, pekerja, pemerintah, dan masyarakat. Pengusaha,
pekerja, dan pemerintah serta masyarakat pada umumnya masing-masing
mempunyai kepentingan bersama atas keberhasilan dan kelangsungan hidup
perusahaan. Pengusaha dan pekerja harus secara bersama-sama memberikan
upaya yang optimal melalui pelaksanaan tugas sehari-hari untuk menjaga
kelangsungan hidup perusahaan dan meningkatkan keberhasilan perusahaan.
Pekerja dan serikat pekerja harus membuat kesan bahwa perusahaan hanya
untuk kepentingan pengusaha. Pengusaha juga harus membuang sikap yang
memperlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.

1.2. Rumusan Masalah


Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana
perkembangan hubungan industrial yang ada Indonesia?

1.3. Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
perkembangan hubungan industrial yang ada di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hubungan Industrial
2.1.1 Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk di antara para pelaku proses produksi barang dan jasa.
Namun, hubungan industrial tidak dapat dilihat hanya sekedar sistem
hubungan di antara para pelaku di tempat kerja tetapi meliputi
sekumpulan fenomena, baik di dalam maupun di luar tempat kerja
yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan
ketenagakerjaan. Bahkan dalam perkembangan hubungan industrial
tidak lepas dari hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih
luas (Smeru, 2002).
2.1.2 Tujuan Hubungan Industrial
Tujuan dari hubungan industrial adalah meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan pekerja dan pengusaha. Produktivitas
dan kesejahteraan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat dan
saling mempengaruhi. Untuk mencapai tujuan hubungan industrial
bukanlah perkara yang mudah dan diperlukan komitmen sungguh-
sungguh dari masing-masing pihak dan sarana hubungan industrial
yang bersifat kolektif.
2.1.3 Pelaku Hubungan Industrial
Dalam hubungan industrial, sekurang-kurangnya ada tiga pelaku
yang saling berinteraksi, yaitu Pekerja/buruh, Pengusaha
(manajemen), dan Pemerintah.
1. Pengusaha (Manajemen)
Manajemen sekurang-kurangnya mencakup tiga kelompok,
Para pemilik dan pemegang saham, Perusahaan, dan Jajaran
Departemen (HRD) dan hubungan industrial yang bertanggung
jawab khusus dalam mengatur hubungan antara perusahaan engan
buruh dan serikat buruh.

2
2. Pekerja/Buruh
Istilah buruh meliputi para pekerja dan serikat buruh yang
mewakili mereka. Yang dimaksud dengan buruh dalam konteks
Indonesia adalah mereka yang termasuk dalam angkatan kerja, atau
orang-orang yang sudah bekerja dan sedang mencari pekerjaan.
3. Pemerintah
Yang termasuk dalam istilah Pemerintah adalah 1) pemerintah
lokal dan pemerintah pusat, 2) Lembaga-lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab dalam membuat dan merubah kebijakan-
kebijakan publik yang dapat mempengaruhi hubungan industrial,
3) pemerintah sebagai representasi dari berbagai kepentingan
publik.
2.2. Asal-Usul dan Perkembangan Hubungan Industrial
Hubungan industrial mulai dikenal di Eropa pada pertengahan
abad 18 seiring dengan munculnya revolusi industri. Pada awalnya,
hubungan industrial merupakan hubungan yang bersifat personal antara
buruh dan pengusaha, bahkan hubungan yang terjadi bersifat kekeluargaan
dan ketetanggan. Seiring dengan pekembangan teknologi bersamaan
dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan yang muncul antara
pekerja dengan pengusaha maka dirasakan perlunya membuat aturan hak
dan kewajiban yang harus dipatuhi.
Pasca revolusi industri sampai akhir abad 19, akibat pengaruh paham
liberalisme terhadap hubungan industrial adalah munculnya pandangan
bahwa buruh merupakan benda atau objek ekonomi. Sehingga tidak
mengherankan apabila buruh selalu menjadi pihak yang tertindas dan
mengalami kondisi yang menyedihkan. Ketertindasan dan posisi lemah
buruh membuat para buruh berupaya memperkuat diri mereka dengan cara
menghimpun diri dalam suatu organisasi.
Pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20 terjadi pergeseran
pandangan dalam hubungan industrial. Muncul pendekatan baru dalam
bidang manajeman yang dikenal dengan scientific management yang

3
dipopulerkan oleh F.W. Taylor, dalam pandangan ini para pekerja mulai
dipandang sebagai individu dan juga makhluk sosial yang berinteraksi
dengan sesama.
2.3. Perkembangan Hubungan Industrial Di Indonesia
2.3.1. Periode Kolonial
Hubungan industrial di Indonesia mulai dikenal bersamaan
dengan
pertumbuhan modal swasta di Indonesia. Pertumbuhan modal ini
membuka peluang bagi orang-orang Eropa untuk bekerja di
perusahaan-perusahaan swasta dan bidang-bidang tertentu dalam
sistem birokrasi kolonial. Pada masa itu hubungan industrial lebih
mencerminkan hubungan antara para buruh Eropa dengan perusahan-
perusahaan swasta Eropa dan pemerintah Belanda. Sementara itu,
kaum buruh bumiputera ditempatkan pada status yang paling rendah
sehingga hubungan antara kaum buruh bumiputera dengan
manajemen perusahaan swasta Eropa lebih mencerminkan hubungan
antara majikan dan budak atau pihak penjajah dengan pihak yang
dijajah.
2.3.2. Periode Awal Kemerdekaan dan Demokrasi Terpimpin
Pada permulaan kemerdekaan hubungan industrial tidak
mengalami perubahan yang signifikan, yaitu masih diwarnai dengan
orientasi politik. Setelah Proklamasi kemerdekaan, terbentuklah
Barisan Buruh Indonesia yang diprakarsai oleh para tokoh buruh
dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Pada dekade lima
puluhan (1950), terutama pada masa pemerintahan Perdana Mentri
M.Nasir, gerakan buruh sulit dipisahkan dari gerakan politik. Pada
era demokrasi Terpimpin ini, partai komunis memegang peranan
penting. Sejalan dengan itu, hubungan industrial yang berdasarkan
Marxisme juga berkembang pesat. Praktek-praktek hubungan
industrial yang bersifat antagonistis dan konfrontatif makin
menonjol.
2.3.3 Periode Pemerintahan Orde Baru

4
Pada masa ini, terjadi gerak balik perkembangan hubungan
industrial kembali seperti pada masa kolonial di mana pemerintah
terlibat jauh dalam penataan hubungan industrial. Dengan kata lain,
kalau pada masa Orde Lama gerakan buruh menjadi riuh rendah
dengan politik, maka pada masa Orde Baru gerakan-gerakan buruh
menjadi sepi secara politik. Bahkan buruh diasingkan, diabaikan dari
politik serta dibatasi di bawah wadah tunggal serikat buruh political
labor union. Namun pada dekade 1990-an, ketika rezim Orde Baru
mulai mengalami keletihan, cengkraman Orde Baru atas gerakan
buruh mulai menggendur. Gejala ini ditandai dengan munculnya
fenomena serikat-serikat buruh di luar serikat buruh “resmi”.
Fenomena pemogokan buruh menjelang akhir Orde Baru juga
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan hubungan kelas : buruh-
modal-negara.
2.4. Hubungan Industrial Pasca Orde Baru
Kejatuhan rezim Orde Baru dan pelaksanaan otonomi daerah sangat
mempengaruhi perkembangan hubungan industrial di Indonesia.
Perubahan nyata kelola pemerintahan dari sistem sentralistik ke
desentralistik telah merubah pula mekanisme pengambilan keputusan
mengenai sistem hubungan industrial, yaitu mulai bersifat desentralistik
dan dialogis. Salah satu perubahan penting ini adalah munculnya sistem
hubungan industrial yang memungkinkan para buruh bebas mendirikan
serikat pekerja pada tingkat perusahaan sesuai dengan UU No. 21/2000. Di
samping itu, pemerintah juga telah meratifikasi beberapa konvensi ILO
(International Organization – PBB).
Hubungan industrial pasca Orde Baru dihadapkan pada persoalan
penetapan Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum
Provinsi(UMP). Keberatan pihak pengusahan yang mencoba menunda dan
atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa buruh.
Selain itu, hubungan industrial diuji dengan adanya ketidaksepakatan
antara pengusaha dan buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000
dan Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahunn

5
2000, serta RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
Berbagai gejolak industrial yang muncul pasca kejatuan rezim Orde
Baru tidak semata-mata dipicu oleh perbedaan kepentingan mendasar
antara pengusaha dengan buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah
kecil atau kesalahpahaman, termasuk kesalahpahaman dalam memahami
peraturan pemerintah maupun peraturan perusahaan. Isu yang paling sering
muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya produksi, dan buruh
melalui serikat buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi,
merasa berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib buruh sehingga buruh
kehilangan kepercayaan.
Selain disebabkan oleh faktor internal perusahaan, beberapa kasus
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sering menjadi pemicu
terganggunya hubungan industrial. Buruh menilai kebijakan pemerintah
tidak berpihak kepada buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut sering
tidak melibatkan buruh. Oleh karena itu hubungan industrial tidak dapat
diciptakan secara sepihak, baik oleh Pemerintah, Pengusaha, atau Buruh.
Berdasarkan penelitian SMERU (2002) suatu hubungan industrial yang
harmonis adalah hubungan kerja yang didasari oleh rasa saling percaya,
saling menghargai dan dihargai, dan saling memberi.

6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam pasal 1 nomor
16 tentang ketenagakerjaan hubungan industrial merupakan suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau
jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,pekerja/buruh, dan pemerintah yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial yang mulai dikenal di Eropa, pada awalnya merupakan
hubungan yang bersifat personal antara buruh dan pengusaha. Seiring dengan
perkembangan teknologi dan meningkatnya permasalahan yang muncul antara
pekerja dengan pengusaha maka perlunya membuat aturan hak dan kewajiban
yang perlu dipatuhi.
Hubungan Industrial yang ada di Indonesia pada masa periode kolonial
kaum buruh pribumi dianggap sebagai kuli yang tidak berhak berunding sejajar
dengan penguasa. Sedangkan pada masa kemerdekaan praktek hubungan
Industrial mengikuti rezim yang berkuasa. Pada masa orde baru terjadi perubahan
nyata kelola pemerintahan dari sistem sentralistik ke desentralistik yang telah
merubah pula mekanisme pengambilan keputusan mengenai sistem hubungan
industrial yaitu bersifat desentralistik dan dialogis.

7
DAFTAR PUSTAKA
https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/60265/mod_resource/content/1/
HUBUNGAN%20INDUSTRIAL.pdf. Hubungan Industrial di Indonesia.
(diakses tanggal 08 Februari 2022)
Idris, Fahmi. 2018. Dinamika Hubungan Industrial. Yogyakarta: Deepublish

Anda mungkin juga menyukai