Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM HUBUNGAN INDUSTRIAL

“ PERJANJIAN KERJA”

DISUSUN OLEH:

YESI APRIYANI (2174201171)

DOSEN PENGAMPU:

BETRA SARIANTI,S.H,.M.H

PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

TAHUN/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidyah-
Nya sehingga kami dapat menyelsaikan tugas makalah .

Kami mengucapkan terimakasih kepada semuah pihak yang telah membantu


sehingga makalah ini dapat diselsakikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna , oleh karena itu kami mengharapapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberi informasi bagi masyarakat dan memebri
manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bengkulu, Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................... 5
C. TUJUAN PEMBAHASAN.................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi perjanjian kerja .…………………….…………………. 6
B. Ketentuan hukum perjanjian kerja ….……………………………. 7
C. Unsur-unsur dalam suatu perjanjian kerja………………………… 9
D. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja Perjanjian…………… 10
E. kewajiban pihak pihak dalam suatu perjanjian kerja……………… 11
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.....................................................................................13
B. SARAN..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst,
dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan
dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai Perjanjian Kerja disebutkan
bahwa: “suatu perjanjian di mana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya
untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu
tertentu, melakukan pekerjaan dengan upah”.
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dengan pekerja atau buruh. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Perjanjian kerja yaitu
perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi pekerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, perjanjian kerja bisa
dibuat secara tertulis maka harus dibuat sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan
kerja, harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mencerminkan
keadilan baik bagi pengusaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat
dalam suatu hubungan kerja.
Dalam masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam
asas pokok yang mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi
semata-mata soal melindungi pihak yang perekonomiannya lemah terhadap pihak
yang perekonomiannya kuat untuk mencapai adanya keseimbangan antara
kepentingan yang berlainan, melainkan juga soal menemukan jalan dan cara yang
sebaik-baiknya, dengan tidak meninggalakan sifat kepribadian dan kemanusiaan,
bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang
sebaik-baiknya dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan
sebagai imbalan atas jerih payanhnya itu mendapatkan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu adanya suatu ikatan
antara pekerja dan majikan.
Masa pembangunan nasional sekarang ini faktor tenaga kerja merupakan
sarana sangat dominan di dalam kehidupan bangsa. Landasan Konstitusional yang

4
mengatur ketenagakerjaan telah dituangkan pada pembukaan dan batang tubuh
undang-undang dasar 1945. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada
relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan dalam pasal
27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Di negara kita Republik Indonesia didalam segi kehidupan ketenagakerjaan
terbentang berbagai masalah dan kendala. Misalnya tentang kesenjangan antara
semakin membengkaknya jumlah pencari kerja dengan sedikitnya kesempatan
kerja yang tersedia, kurang tersedianya tenaga kerja yang terampil dan
berpengalaman.
Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan
melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Hubungan kerja sebagai
realisasi dari perjanjian kerja hendaknya menentukan kedudukan masing masing
pihak pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pengusaha / majikan terhadap pekerja secara timbal balik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja?
2. Apa Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja?
3. Apa saja yang menjadi Unsur-Unsur dalam suatu Perjanjian Kerja?
4. Apa Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja Perjanjian ?
5. Bagaimana Kewajiban Pihak-Pihak dalam suatu Perjanjian Kerja?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian perjanjian kerja.
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum perjanjian kerja
3. Untuk mengetahui unsur-unsur dalam suatu perjanjian kerja.
4. Untuk mengetahui Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja Perjanjian .
5. Untuk mengetahui kewajiban pihak pihak dalam suatu perjanjian kerja.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Perjanjian Kerja


Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan perjanjian
tersebut. Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja pihak-
pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan). Dalam undang-
undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah
"tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam hubungan orang atau badan
hukum yang mempekerjakan buruh". Di sini yang dimaksud dengan buruh adalah
pekerja.
Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak (pekerja dan pemberi kerja). apalagi dalam hal
terjadinya permasalahan dalam hubungan kerja. Tujuannya adalah untuk
menciptakan keadilan sosial di bidang ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan
pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo homoni
lupus). Atas dasar inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah
ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan yang menjadi objek
keikutsertaan pemerintah terutamanya menyangkut keselamatan, kesehatannya,
upah yang layak dan sebagainya. Akan tetapi tentunya pemerintah juga
memperhatikan kepentingan pengusaha yakni kelangsungan perusahaannya.
Menurut Sudikno Mertokusumo, Perjanjian adalah subjek hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum Pasal
1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya. Oleh karena itu, pengertian seperti ini mengandung makna dan cakupan
yang luas atau umum sekali sifatnya.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, yang
artinya perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 a KHUPerdata secara khusus
mendefinisikan mengenai perjanjian kerja. "Perjanjian kerja adalah perjanjian
dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya
pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan
menerima upah".

6
DalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyatakan : Perjanjian kerja
adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Ada pendapat para
ahli tentang pengertian perjanjian kerja, yaitu:
Prof. Subekti, S.H. menyatakan dalam bukunya aneka perjanjian, disebutkan
bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang
majikan, perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda
"dierstverhanding") yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak satu (majikan)
berhak memberi perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (buruh).
A.Ridwanhalim, S.H. dalam bukunya sari hukum perbunuhan aktual,
menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan
antara majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan
persyaratan yang secara timba Ibalik harusdi penuhi oleh kedua belah pihak.
Wiwohosocdjono. S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja. menyatakan
bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antaras seorang yang
bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai
majikan.
Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo, S.H yang
menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja Perjanjian kerja
adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk
bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan
diri mengerjakan buruh itu dengan membayar upah. Dari pengertian-pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak,
dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain
menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak
sama ini disebut sebagai subordinasi. Oleh karena itu adanya perbedaan yang
prinsip antara perjanjian umum dengan perjanjian kerja tidak dapat dipungkiri.
Sebab dalam perjanjian pada umumnya yang membuat perjanjian mempunyai
derajat yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau seimbang.
Perjanjian kerja juga dikatakan hampir mirip dengan perjanjian pemborongan
yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak-pihak yang satu menyetujui untuk
melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran tertentu.
B. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja

7
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan
sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar
keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded
contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-
undang. Sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga
tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1. Sepakat kedua belah pihak
2. Kemampuan atau Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerja yang diperjanjikan
4. Pekerja yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah
bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.
Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu
kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu perjanjian
maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban
adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya
ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum.Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa azas, yaitu:
a. Azas kebebasan berkontrak atau open system (freedom of contract). Azas
utama dalam perjanjian adalah azas keterbukaan (open system). maksudnya
adalah setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja dengan siapa saja.
Dalam perjanjian kerja azas kebebasan berkontrak maupun azas yang utama.
b. Azas konsensual atau azas kekuasaan bersepakat Maksud dari azas ini adalah
bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata sepakat, antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Artinya yang paling utama adalah terpenuhinya kata
sepakat dari mereka yang membuat perjanjian.
c. Azas kelengkapan atau optimal system Maksud Azas ini adalah apabila para
pihak yang mengadakan perjanjian, berkeinginan lain, mereka menyingkirkan
pasal-pasal yang ada pada undang-undang. Akan tetapi jika secara tegas
ditentukan di dalam suatu perjanjian, maka ketentuan pada undang-undanglah
yang dinyatakan berlaku.

8
C. Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja
Berdasarkan penjelasan pengertian tentang perjanjian kerja yang dijelaskan
sebelumnya dapat ditentukan unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu:
1. Adanya unsur work atau pekerjaan. Dalam suatu perjanjian kerja harus ada
pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerja tersebut haruslah
dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh
orang lain, Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603 a yang berbunyi:
"Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya: hanya dengan seizin majikan
ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya"Sifat pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan
keterampilan atau keahliannya maka menurut hukum jika pekerja meninggal
dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
2. Adanya unsur perintah (Commend) Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan
kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan haruslah
tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
yang diperjanjikan. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan
lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara dan
klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. karena dokter
dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien.
3. Unsur waktu (Time) Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut,
haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian kerja atau perundang-undangan.
4. Unsur upah (pay) Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja
(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang
pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga
jika tidk ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan
hubungan. Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh
majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja. Jika pekerja
diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di bawah perintah
orang lain (majikan pengusaha), maka pihak pemberi kerja wajib pula
memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah. Upah merupakan
hubungan kontraktual antara penerima kerja dan pemberi kerja. Pemberian
majikan yang tidak wajib kepada pekerja tidak dikategorikan sebagai upah.

9
Lazimnya pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan pemberian upah dalam bentuk barang.
D. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja Perjanjian
Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja Perjanjian kerja dapat dibuat
dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun
2003). Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban
para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses
pembuktian Dalam pasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang
ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat tertulis
sekurang-kurangnya memuat
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamt pekerja/buruh,
c) Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat Pekerjaan:
e) Besarnya Upah dan Cara Pembayarannya;
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya melakukan perjanjian kerja;
h) Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat.
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja Perjanjian kerja yang dibuat
untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan
sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Masa percobaan
adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian
seorang pekerja. Lama percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa
percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa
izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan
adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena
perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Dalam masa percobaan ini
pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.
Dalam pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan
bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan

10
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertenu, yaitu:
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2. Pekerjaan yang dipekerjakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun
3. Pekerjaan yang bersifat musiman. d. Pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru. kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas
bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak bahwa
perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak hanya dapat dilakukan
untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan diatas dan tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
E. Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja
Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya
merupakan suatu kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain
adalah sebuah kewajiban.
Kewajiban-kewajiban pihak pekerja/Buruh Dalam KUHPerdata ketentuan
mengenai kewajiban buruh pekerja diatur dalam pasal 1603, 1203 a, 1603 b, dan
1603 e KUHPerdata yang pada intinya dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja,
yaitu: Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas
utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri. meskipun demikian
dengan seizin majikan dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan
masalah keterampilan atau keahlian. Pekerja wajib menaati peraturan dan
petunjuk majikan / pengusaha, aturan perusahaan sehingga menjadi lebih jelas.
Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan
yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan / kelalaian maka sesuai
dengan prinsip hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan
perbuatan melanggar hukum dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura
datum)
Kewajiban-kewajiban majikan/pengusaha Berikut adalah kewajiban-
kewajiban majikan pengusaha, dalam hukum ketenagakerjaan: Kewajiban
membayar upah. Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai akibat
langsung pelaksanaan perjanjian oleh pekerja. Pembayaran upah ahrus dilakukan

11
tepat waktu. Pembayaran upah diatur pula jika si pekerja berhalangan karena
alasan tertentu misalnya alasan sakit. menjalankan cuti, melakukan tugas negara
dan lain sebagainya. Kewajiban untuk memberikan istirahat cuti. Pihak majikan
atau pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat kepada pekerja. Seperti
istirahat antara jam kerja selama 4 jam terus menerus dan waktu tersebut tidak
termasuk jam kerja. Selain itu pengusaha juga berkewajiban untuk meberikan cuti
tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas cuti ini penting. tujuannya untuk
menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian,
diharapkan gairah kerja akan tetap stabil. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari
kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah
bekerja terus menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat 2
Undang-Undang No 13 Tahun 2003). Kewajiban mengurus perawatan dan
pengobatan Majikan wajib mengurus perawatan pengobatan bagi pekerja yang
bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602x KUHPerdata). Dalam
perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi
pekerja yang tidak bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga
kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui perlindungan
Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja (Jamsostek).
Kewajiban memberikan surat keterangan Kewajiban ini didasarkan pada
ketentuan Pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha
wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda
tangan. Dalam surat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa
kerja) surat keterngan itu juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan hubungan
kerja datangnya dari pihak pekerja surat keterangan tersebut sangat penting
artinya sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga ia
diperlakukan sesuai dengan pengalaman kerjanya Kewajiban majikan untuk
memberlakukan sama antara pekerja pria

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha /
majikan). Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan
menyebutkan pekerja adalah "tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam
hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh". Dalam
perjanjian kerja hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain
menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak
sama ini disebut sebagai subordinasi. Dalam hukum perjajian kerja juga tidak
boleh ada paksaan ada dua belah pihak baik pengusaha maupun pekerja yang
dipekerjaan disuatu perusahaan karena sudah ada aturan yang berlaku juga. Dalam
Unsur-Unsur Perjanjian Kerja harus jelas apa aja yang termasuk dalam unsurnya
yaitu: a) Adanya unsur work atau pekerjaan. b) Adanya unsur perintah c) Unsur
waktu (Time) d) Unsur upah (pay) Dan sudah diatur juga pasal 14 undang-undang
No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan perjanjian kerja untuk waktu tertentu
atau kontrak bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak hanya
dapat dilakukan untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan diatas dan tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Dalam suatu perjanjian kerja
juga harus ada Kewajiban Pihak-pihak yang mempunyai kewajibannya masing-
masing yaitu: a) Kewajiban-kewajiban pihak pekerja by Kewajiban-kewajiban
majikan/pengusa dan pekerja wanita

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, Muhammad. 1980. Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. Djumadi, S.H.,


M. Hum.2004 Perjanjian Kerja Banjarmasin: PT. Rajagrafíndo
Persada,Lalu, S.H., Hum.2000. Pengantar Hukum KetenagakerjaanHusni Indonesia
Mataram: PT. Rajagratindo Persada Subekti R. 1995. Aneka perjanjian.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Subekti R. 2004.Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya Paramita

14

Anda mungkin juga menyukai