Hukum Ketenagakerjaan
Oleh
Nama: Fadhlullah
NIM: 211083130
JURUSAN HUKUM
UNIVERSITAS SURYADARMA
JAKARTA
2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya penulis
dapat ,menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hukum Ketenagakerjaan”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi sebagai Tugas dari mata kuliah ini
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa
adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh kata sempurna, karena keterbatasan
kemampuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Untuk itu penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan-kesalahan yang dilakukan penulis. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima
kasih.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan
dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a
KUHPerdata, mengenai Perjanjian Kerja disebutkan bahwa: “suatu perjanjian di mana pihak
yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan
untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan upah”
Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga di ketengahkan oleh seorang pakar
Hukum Perburuhan Indonesia, yaitu Bapak Prof. R.Iman Soepomo, S.H. yang menerangkan
bahwa perihal pengertian tentang Perjanjian Kerja, beliau mengemukakan bahwa: “Perjanjian
Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan
buruh itu dengan membayar upah.”
Untuk membuat perjanjian kerja, maka ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata harus dipenuhi,
baik yang berkaitan dengan sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat
perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Secara normatif, ketentuan tentang
syarat sahnya perjanjian yang ada dalam pasal 1320 KUHPerdata diadopsi sepenuhnya oleh
Pasal 52 Ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hanya saja, karena
1
keempat syarat sahnya perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata memiliki keterkaitan
dengan asas-asas hukum perdata lainnya, maka pembahasan tentang syarat sahnya penyusunan
perjanjian kerja mengacu kepada KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Suatu hal tertentu dalam perjanjian kerja berkaitan dengan obyek yang diperjanjikan, yaitu
tentang pekerjaan. Sedangkan suatu sebab yang halal berkaitan dengan kausa perjanjiannya yang
tidak boleh merupakan kausa yang dilarang oleh undang-undang, serta bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum.
Tentang masalah ini Subekti berpendapat bahwa: “Bagi mereka yang akan melakukan
hubungan hukum dalam melaksanakan hubungan kerja tersebut dilandasi atas suatu perjanjian
kerja, yang mana perjanjian kerja tersebut bersumber dari suatu perjanjian perburuhan, maka
pihak-pihak diberikan kebebasan untuk membuat apa saja atas perjanjian kerja, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta norma kesusilaan. Dengan perkataaan
lain memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga negara, untuk mengadakan
perjanjian berisi dan dalam bentuk apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan”
Tentang bentuk dari perjanjian kerja dibedakan berdasarkan kualifikasi yang diberikan
undang-undang. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengkualifikasikan perjanjian kerja menjadi dua macam, masing-masing adalah Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Pasal 57 Ayat (1)
mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis, sementara bentuk PKWTT sifat pengaturannya
fakultatif, jadi diserahkan kepada para pihak untuk merumuskan bentuk perjanjiannya dalam
bentuk tertulis atau tidak tertulis (Pasal 51). Hanya saja undang-undang menetapkan bahwa
apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban pengusaha untuk membuat surat
pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (1)).
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah untuk penelitian ini sebagai berikut:
1. Apa Pengertian dari Perjanjian Kerja?
2. Apa saja isi dari perjanjian kerja tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perjanjian kerja
2. Untuk mengetahui apa saja isi dari perjanjian kerja
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
benda yang nilainya ditentukan atas dasar kesepakatan pengusaha dengan pekerja buruh. Unsur-
unsur yang ada dalam pengertian pekerja/buruh adalah : (1) bekerja pada orang lain, (2) dibawah
perintah orang lain, (3) mendapat upah.
5
obyek perjanjian (pekerjaan) harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang
- undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja dan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian kerja
dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yaitu :
1) Adanya unsur perintah Adanya unsur peintah menimbulkan adanya pimpinan orang
lain. Unsur peintah ini memegang peranan penting dalam sebuah perjanjian kerja,
sebab tanpa adanya perintah maka tidak ada perjanjian kerja. Unsur perintah inilah
yang membedakan hubungan kerja atas dasar perjanjiann kerja dengan hubungan
lainnya.
2) Adanya unsur pekerjaan Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pekerjaan tersebut harus ada dan dilakukan
sendiri oleh pekerja/buruh atas perintah pengusaha. Tidak adanya unsur pekerjaan
dapat mengakibatkan perjajian kerja tersebut batal demi hukum
3) Adanya unsur upah Upah merupakan unsur penting dalam hubungan kerja. Upah ini
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
dalam bentuk imbalan dari pengusaha dan pemberi kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-udangan, termasuk tujangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan / jasa yang telah atau akan dilakukan.
6
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
i. Tandatangan para pihak dalam perjanjian kerja
7
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja, perubahan PKWT menjadi PKWTT merupakan
akibat dari ketidakcermatan dari penyusunan perjanjian kerja. Sehingga dapat berakibat
merugikan perusahaan baik secara yuridis dan ekonomis.
Ketentuan mengenai perubahan PKWT menjadi PKWTT telah diatur dalam Pasal 57 ayat
(2) dan Pasal 59 ayat (7) Undang –undang RI No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta
Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep
100/Men/VI/2004 tentang ketentuan pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yaitu :
- PKWT yang tidak tertulis bertentangan dengan Pasal 57 ayat (1) Undang – Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- PKWT yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 ayat (1), (2), (4), (5), dan (6) Undang
– Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 15 ayat (1) Kep.Menakertrans
Republik Indonesia Nomo 100/Men/VI/2004
- PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2)
Kep.Menakertrans Republik Indonesia Nomo 100/Men/VI/2004 - Dalam hal PKWT
dilakukan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru
menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan (3)Kep.Menakertrans Republik
Indonesia Nomo 100/Men/VI/2004
- Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang 30 hari setelah
berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 Kep.Menakertrans Republik Indonesia Nomo 100/Men/VI/2004
Sebagai konsekuensi hukum atas perubahan di atas apabila pengusaha mengakhiri
hubungan kerja, hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi PKWT.
8
3) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya
hubungan kerja
Perjanjian kerja tidak berakhir dikarenakan meninggalnya pengusaha atau pengalihan hak
atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam pengalihan
perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali
ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Dalam Pasal 62 Undang-undang RI No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur
apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan
kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai
batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Hal ini merupakan asas fairness
(keadilan) yang berlaku baik pengusaha maupun pekerja agar kedua saling mematuhi dan
melaksanakan perjanjian kerja yang telah dibuat dan ditandatangani.
9
BAB III
PENUTUPAN
10