Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Hukum Kontrak" dengan tepat waktu.
Makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
BAB I
DEFINISI
A. Latar Belakang
Pengertian Hukum Kontrak adalah Dalam menjalin sebuah kesepakatan kerja atau bisnis
pastinya dibutuhkan perjanjian kontrak atas pekerjaan atau bisnis yang dikerjakan tersebut
agar terjalinnya kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Menjadi pemilik bisnis memang tidak mudah dan banyak hal yang harus dipikirkan dalam
mengembangkan bisnis. Salah satu faktor yang menghambat atau bahkan menggagalkan
operasi bisnis adalah tidak adanya kesepakatan dalam transaksi bisnis. Misalnya dalam
transaksi jual beli dengan penjual, penjual wanprestasi dalam pengiriman barang sehingga
menyebabkan terhambatnya usaha Anda.
Untuk itu sebagai solusi dalam mengatasi hambatan yang berlaku dalam sebuah pekerjaan
atau bisnis yang sedang dijalankan oleh para pekerja dan pelaku bisnis peran penting kontrak
bisnis yang telah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku sangat dibutuhkan dalam
keberlangsungan sebuah pekerjaan atau bisnis yang sedang dijalankan. Maka dari itu
pembahasan kali ini pun akan mencoba membahas lebih jauh mengenai pengertian hukum
kontrak yang berlaku dan bagaimana cara penerapannya dalam sebuah bisnis yang dapat
pelajari.
Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang hal-hal
tertentu yang telah mereka sepakati. Ketentuan umum tentang kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2
merupakan perjanjian. Perjanjian yang mempunyai akibat hukum yang mengikat disamakan
dengan perjanjian.
Perjanjian tanpa akibat hukum bukanlah suatu kontrak. Dasar untuk menentukan apakah
suatu kontrak mempunyai akibat hukum yang mengikat atau hanya merupakan suatu kontrak
yang berkonsekuensi moral timbul dari kehendak dasar para pihak yang berkontrak.
Hukum perjanjian meliputi pengertian umum dari asas-asas hukum yang mengatur hubungan-
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan perjanjian yang sah. Hukum
kontrak Indonesia tetap menggunakan ketentuan pemerintah kolonial Belanda yang tertuang
dalam Buku III KUH Perdata.
Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya para pihak bebas mengadakan
perjanjian dengan siapa saja, menentukan syarat-syarat, berlakunya dan bentuk perjanjian itu
baik secara tertulis maupun lisan. Selain itu, ia memiliki hak untuk membuat kontrak sipil
dan non-sipil. Ini juga sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH , yang menyatakan: “Semua
yang secara sah masuk ke dalam kontrak diatur oleh hukum mereka yang masuk ke
dalamnya.”
Mendengar kata kontrak, sekilas kita langsung berpikir bahwa itu adalah perjanjian tertulis.
Dengan kata lain, kesepakatan dianggap dalam arti sempit kesepakatan. Dalam arti luas,
kontrak adalah perjanjian yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih.
Dua orang yang bersumpah untuk menikah satu sama lain masuk ke dalam kontrak
pernikahan; Seseorang yang memilih makanan di pasar membuat kontrak untuk membeli
sejumlah tertentu dari makanan itu. Kontrak tidak lain adalah kontrak itu sendiri (kontrak
yang mengikat tentunya).
Dalam hukum kontrak Indonesia yang masih menggunakan acuan hukum dari bekas
pemerintahan kolonial belanda, kontrak yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut
overeenkomst, yang dalam bahasa Indonesia berarti kontrak.
3
Salah satu alasan mengapa banyak kontrak yang dibuat tidak selalu dapat disamakan dengan
kontrak adalah karena kontrak menurut pasal 1313 KUH tidak mengandung kata “kontrak
tertulis”. Konsep perjanjian dalam pasal 1313 KUH hanya menyebutkan suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
4
BAB II
MAHZAB HUKUM KONTRAK
Untuk dapat dianggap sah secara hukum, ada 4 syarat yang harus dipenuhi sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yaitu:
Kesepakatan kontrak mengandung arti bahwa kehendak para pihak yang membuat
kesepakatan adalah konsisten, sehingga tidak boleh ada paksaan, penguasaan dan penipuan
(dwang, dwaling, bedrog) dalam pelaksanaan kesepakatan.
Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya suatu perjanjian mengandaikan bahwa
para pihak dalam perjanjian itu harus dewasa, sehat jasmani dan cakap hukum.
Menurut Pasal 1330 BW juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 , seseorang
dianggap sudah dewasa, yaitu. dia berusia 18 tahun atau sudah menikah. Jika seseorang yang
belum cukup umur ingin membuat perjanjian, dia atau walinya yang sah dapat mewakilinya.
Sedangkan orang yang dinyatakan sehat jiwanya tidak dikenakan perwalian menurut Pasal
1330 dan Pasal 433 BW.
Penyandang disabilitas intelektual dapat diwakili oleh pengawas atau walinya. Sebaliknya,
orang yang tidak dilarang oleh undang-undang berarti orang tersebut tidak pailit dalam arti
Pasal 1330 BW Kitab Undang-Undang Kepailitan. Ada hal khusus yang terkait dengan
5
subjek kontrak, yang berarti bahwa subjek kontrak harus jelas, berbeda dan terukur sifat dan
jumlahnya, diperbolehkan oleh undang-undang dan dalam batas-batas para pihak.
Alasan hukum berarti bahwa kontrak yang bersangkutan harus dibuat dengan itikad baik.
Menurut Pasal 1335 BW, kontrak yang dibuat tanpa alasan adalah tidak efektif.
Dalam hal ini alasannya adalah tujuan akad. Kesepakatan para pihak dan yurisdiksi para
pihak merupakan syarat sahnya kesepakatan subyektif. Jika tidak dipenuhi, akad dapat
dibatalkan, yaitu selama para pihak tidak memutuskan kontrak, maka kontrak tersebut sah.
Hal tertentu dan alasan halal merupakan syarat sahnya suatu kontrak substantif. Jika tidak
dipenuhi maka akad batal, yaitu dianggap sejak semula tidak pernah ada akad.
Kenyataannya, banyak kontrak yang tidak memenuhi syarat sahnya kontrak secara umum,
misalnya unsur kontraktual dilaksanakan dengan cara yang berbeda dengan kehendak para
pihak dalam kontrak.
Saat itu dibuat kontrak-kontrak yang isinya hanya kehendak pihak lain. Perjanjian semacam
itu disebut perjanjian baku.
Menurut teori pada ilmu aturan perdata, diketahui ada 9 (sembilan) asas-asas aturan perikatan
yg tercermin menurut pasal-pasal yg terdapat pada KUH Perdata, antara lain:
“Semua perjanjian yg dibentuk secara absah berlaku menjadi undang-undang bagi mereka yg
membuatnya.”
Asas ini adalah asas yg menaruh kebebasan pada para pihak untuk membuat:
6
Mengadakan perjanjian menggunakan siapapun;
Memilih isi perjanjian, pelaksanaan, & persyaratannya;
Memilih bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Tetapi kebebasan yg dimaksud pada KUHPerdata pula nir bisa diartikan bahwa kontrak bisa
menggunakan bebas dibentuk tanpa memperhatikan ketentuan aturan yg berlaku. Kebebasan
dalam berkontrak pula permanen wajib memenuhi kondisi sahnya perjanjian supaya bisa
dilaksanakan.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa, para pihak ketika menciptakan kontrak juga ketika
melaksanakan isi kontrak tadi wajib dilakukan menggunakan itikad & niat baik.
5. Asas Keseimbangan
Asas ini menetapkan adanya suatu posisi tawar yg sama atau seimbang waktu menciptakan
perjanjian pada kedua belah pihak.
6. Asas Kepatutan
Asas ini tercermin menurut Pasal 1339 KUHPerdata yakni:
7
“Suatu perjanjian nir hanya mengikat buat hal-hal yg secara tegas dinyatakan di dalamnya,
namun pula buat segala sesuatu yg berdasarkan sifat perjanjian, diharuskan oleh (1)
kepatutan, (2) norma, (3) undang-undang.”
Artinya, kontrak tadi pula wajib memperhatikan kepatutan & keadilan bagi para pihak.
“Pada umumnya seseorang nir bisa mengadakan perikatan atau perjanjian selain buat dirinya
sendiri.”
Inti ketentuan ini telah kentara bahwa buat mengadakan suatu perjanjian, orang tadi wajib
buat kepentingan untuk dirinya sendiri.
9. Asas Kebiasaan
Maksudnya bahwa perjanjian wajib mengikuti norma yg lazim dilakukan, sinkron
menggunakan isi pasal 1347 BW yg berbunyi hal-hal yg berdasarkan norma selamanya
diperjanjikan dipercaya secara membisu-membisu dimasukkan ke pada perjanjian, meskipun
nir menggunakan tegas dinyatakan. Hal ini adalah perwujudan menurut unsur alami pada
perjanjian.
8
BAB III
HAK-HAK DALAM PERJANJIAN
Ada beberapa poin penting dalam kontrak kerja yang perlu Anda pahami, antara lain:
1. Ada hak emisi dan THR
Di tempat kerja, setiap perusahaan harus menawarkan tunjangan karyawannya. Dengan
demikian, kewajiban masing-masing perusahaan harus dikelola sesuai dengan kebijakan.
2. Kebijakan Pemberhentian dan Pemberhentian
Maka Anda harus tahu bahwa surat itu berisi kebijakan pembatalan dan pembatalan
perusahaan. Agar nanti ketika ingin berhenti dan ada masalah yang menyebabkan PHK, tidak
bingung dalam melangkah.
3. Adanya status ketenagakerjaan
Selain itu, Anda harus tahu bahwa Anda memiliki status pekerjaan yang jelas setiap kali
Anda bekerja. Bisa jadi karyawan kontrak yang sudah lama bekerja di perusahaan, atau
karyawan tetap.
4. Ada berapa jam kerja dan liburan
Anda perlu memahami poin ini agar jelas kapan Anda bekerja dan kapan Anda mengambil
cuti. Biasanya kontrak kerja mencantumkan lembur atau tidak. Untuk hari libur biasanya ada
reservasi untuk penjemputan atau saat mendesak.
9
Ada keterangan jam kerja
Ini memiliki tunjangan dan gaji yang jelas
Sebutkan prosedur jika Anda ingin berhenti atau dipecat
Masukkan perjanjian force majeure
Jika terjadi perselisihan, solusi dapat ditemukan
Ada tanda tangan dan stempel kedua belah pihak
C. Wanprestasi
Anda mungkin sering mendengar istilah nilai Wanprestasi, tetapi tidak tahu persis apa arti
nilai Wanprestasi. Istilah Wanprestasi sering juga disebut sebagai cidera janji atau
wanprestasi dalam pembayaran. Menurut KUH Perdata, ada empat bentuk wanprestasi,
yaitu:
Gagal untuk melakukan kontrak atau melakukan apa yang dijanjikan;
Tidak sempurna dalam memenuhi kewajibannya, artinya pihak tersebut
memenuhi kewajibannya tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
Terlambat memenuhi kewajibannya; dan
Melakukan hal-hal yang dilarang oleh kontrak.
Lalu bagaimana solusinya jika salah satu pihak lalai? Pihak yang haknya dilanggar dapat
memberikan teguran kepada para wanprestasi, dalam hal teguran itu dikenal dengan surat
peringatan atau somasi, yang akan dijelaskan di bawah ini.
D. Somasi
Segera setelah Anda memahami kontrak, kondisi kontrak hukum dan prinsip-prinsip
kesimpulan kontrak berlaku. Sekarang saatnya Anda memahami apa yang terjadi jika pihak
lain gagal memenuhi kontrak? Sebelum membawa masalah ini ke pengadilan, Anda dapat
menyelesaikannya dengan somasi atau panggilan pengadilan.
Dalam hukum perdata, tindakan pembatalan terdapat dalam pasal 1238 KUHPerdata dan
Pasal 1243 KUHPerdata. Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”
Selain itu, dalam pasal 1243 KUHP menetapkan bahwa tuntutan pelanggaran kontrak dapat
diajukan jika si wanprestasi diperingatkan bahwa ia melalaikan kewajibannya atau
10
melalaikannya tetapi terus melalaikan kewajibannya. Peringatan ini lebih dikenal sebagai
tantangan. Selain itu, jumlah surat panggilan yang dikeluarkan tidak diatur secara ketat, tetapi
bergantung pada pihak yang mengeluarkan surat panggilan tersebut.
11
BAB IV
KESIMPULAN
Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari hukum kontrak. Pembahasan kali ini tidak
hanya membahas definisi dari hukum kontrak saja namun juga membahas lebih jauh
bagaimana syarat sah dalam sebuah kontrak, asas hukumnya, cara penerapannya, format
kontrak, dan solusi apabila sebuah kontrak mengalami wanprestasi atau cidera dalam kontrak.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-hukum-kontrak/
13