Anda di halaman 1dari 20

BAB III

Abdul Khakim, S.H., M.Hum.


A. HUBUNGAN KERJA
Hubungan kerja (Soepomo, 1987: 1) ialah:
“Suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, di mana hubungan
kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka terikat
dalam suatu perjanjian , di satu pihak pekerja/buruh bersedia bekerja dengan menerima
upah dan pengusaha memperkerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah.”
1. Unsur Hubungan Kerja
Mencermati urain diatas, maka unsur hubungan kerja terdiri atas para pihak
sebagai subjek (pengusaha dan pekerja/buruh), perjanjian kerja,adanya pekerjaan, upah,
dan perintah. Dengan demikian, landasan hubungan kerja karena adanya perjanjian kerja,
baik tertulis maupun tidak tertulis (lisan).
Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam perjanjian kerja yang menjadi dasar
hubungan kerja adalah empat unsur penting, yaitu:
a. Adanya pekerjaan (Pasal 1601 a KUH Perdata dan Pasal 341 KUH Dagang).
b. Adanya Perintah orang lain (Pasal 1603 b KUH Perdata).
c. Adanya Upah (Pasal 1603 p KUH Perdata)
d. Terbatas waktu tertentu, karena tidak ada hubungan kerja berlangsung terus-menerus.
Pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 15 Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003 sudah mencakup unsur perjanjian kerja secara tegas walaupun menurut
penulis masih kurang satu unsur lagi, yaitu unsur waktu ter-tertentu
Selengkapnya penulis uraikan penjelasan unsur-unsur tersebut:
Ad.a. Unsur adanya pekerjaan
Secara teknis jelas tidak mungkin pengusaha akan merekrut pekerja/buruh jika
tidak tersedia pekerjaan sesuai dengan kapasistas kebutuhan perusahaannya.
Secara yuridis unsur ini merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian kerja,
sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003-
yang mengadopsi Pasal 1320 KUH Perdata.Dimana unsur adanya pekerjaan sebagai
syarat objektif dari perjanjian kerja sehingga ojek perjanjian kerja harus jelas.
Ad.b. Unsur adanya perintah
Di sinilah letak strategisnya posisi penguasa dan ia memiliki bargaining position
cukup kuat disbanding pekerja /buruh.
Dengan demikian, pengusaha berhak—biasanya dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama disebut “hak prerogratif perngusaha”—melakukan perintah
kepada pekerja/buruh sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaannya sehingga
pekerja/buruh mengikatkan diri pada pengusaha untuk bekerja dibawah perintah
pengusaha.
Ad.c. Unsur adanya upah
Tidak mungkin seorang pekerja/buruh mau bekerja jika tanpa adanya upah yang
sesuai dengan kebutuhannya. Upah dalam ketentuan ketenagakerjaan minimal adalah
Upah Minumum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang
ditetapkan oleh gubernur. Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Ad.d. Unsur waktu tertentu
Di mana pelaksanaan hubungan kerja dibatatasi atau diatur dengan waktu tertentu,
tidak terus-menerus.
Menurut penulis, unsur waktu tertentu ini mengandung tiga pengertian. Pertama,
bahwa hubungan kerja itu ada pengaturan/pembatasan waktu kerjanya, tidak berlarut
larut dengan memaksa pekerja buruh/buruh pekerja.
Kedua, pekerja/buruh tidak boleh seenaknya dalam melaksanakan pekerjaan
karena perusahaan memiliki aturan waktu kerja sesuai dengan ketentuan perjanjian kerja
atau peraturan perundang undangan.
Ketiga, bahwa hubungan kerja itu dibatasi atau terbatasi waktu, apapun alasannya.
2. Kewajiban Para Pihak
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja dan perjanjian kerja
merupakan peristiwa hukum sehingga konsekuensi suatu hubungan kerja menimulkan
akibat hukum berupa hak dan kewajiban bagi para pihak, yakni pihak pengusaha dan
pihak pekerja/buruh.
Pada dasarnya hubungan kerja merupakan hubungan yang mengatur/memuat hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Takaran hak dan kewajiban masing-
masing pihak haruslah seimbang . Dalam konteks hubungan kerja, kewajiban para pihak
berlangsung secara timbal balik. Artinya, “Kewajiban pengusaha merupakan hak
pekerja/buruh” dan sebaliknya “kewajiban pekerja/buruh merupakan hak pengusaha”.
Untuk itu, jika terjadi pelanggaran kewajiban yang telah diatur peraturan perundang-
undangan atau perjanjian kerja, masing-masing pihak dapat menurut pihak lainnya.
Secara lebih terperinci mengenai hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha biasanya dicantumkan dalam surat perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama. Rincian ini dimaksudkan guna memberikan kepastian hukum
tentang hak dan kewajiban para pihak. Untuk keperluan tersebut dan agar dapat mengikat
para pihak, maka perumusan hak dan kewajiban haruslah cermat dan dengan Bahasa
yang jelas sehingga tidak multi-interprestasi.
B. PERJANJIAN KERJA
Istilah perjanjian sebenarnya tidak dikenal dalam KUH Perdata, yang ada ialah
perikatan atau verbintenis (Pasal 1233) dan persetujuan atau overeenkomst (Pasal 1313).
Beberapa ahli hukum juga berbeda pendapat dalam menggunakan istilah-istilah tersebut.
Di Indonesia istilah verbintenis diterjemahkan dalam tiga arti, yaitu perikatan,
perutangan, dan perjanjian. Sedangkan istilah overeenkomst diterjemahkan dalam dua
arti, yaitu perjanjian dan persetujuan (Kosidin, 1999:2).
Pembagian perjanjian (Kosidin, 1999: 22) menurut pasal 1601 KUH Perdata adalah:
1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu
Yaitu suatu perjanjian di mana satu pihak menghendaki dari pihak lainnya agar dilakukan
suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk itu salah satu pihak bersedia
membayar honorarium atau upah. Contohnya, hubungan antara pasien dan dokter,
pengacara dan klien, notaris dan klien, dan lain-lain.
2. Perjanjian kerja
Yaitu perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan yang ditandai dengan ciri
adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan
diperatas (dienstverhoeding), dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-
perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (Subekti, 1995: 58).
3. Perjanjian pemborongan kerja
Yaitu suatu perjanjian antara pihak yang satu dan pihak yang lain, dimana pihak yang
satu (yang memborongkan pekerjaan) menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang
disanggupi oleh pihak lain, atas pembayaran suatu uang tertentu sebagai harga
pemborongan.
C. BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA
Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
bahwa:
“Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. Pekerja/buruh meninggal dunia
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselesihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.”
Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah [Pasal 61 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan].
D. PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PELAKSAAN PEKERJAAN
KEPADA PERUSAHAAN (OUTSOURCING)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan
justifikasi terhadap. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada penyedia jasa
pekerja/buruh,yang popular disebut (outsourcing)
Pengertian outsourcing (Rajagukguk, 2002: 79) adalah hubungan kerja dimana
pekerja/buruh yang diperkerjakan di suatu perusahaan dengan system kontrak, tetapi
kontrak tersebut bukan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja, melainkan oleh
perusahaan pengerah tenaga kerja.
E. PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
1. Pengertian istilah
Menurut Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan
perusahaan (PP) adalah:
“Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat dan tata
tertib perusahaan”
Sedangkan perjanjian kerja bersama menurut pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 adalah :
“Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua
belah pihak”
Berdasarkan uraian diatas, berarti bahwa pembuatan antara peraturan perusahaan dan
perjanjian kerja bersama sangalah berbeda prosesnya. Jika peraturan perusahaan hanya
dibuat sepihak oleh pengusaha bersama serikat kerja/serikat buruh, yang notabene
sebagai representasi pekerja/buruh didalam perusahaan.
BAB IV
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN


LAIN (OUTSOURCING)

Masalah praktik perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Giawan Lussa (2018), berpendapat bahwa
undung-undang bidang ketenagakerjaan sebagai the law of non enforment atau hukum yang tidak
dapat atau sulit ditegakkan. Revolusi industry 4.0 telah menggeser hubungan kerja, di mana
relasi antara pekerja dan pemberi kerja bukan lagi berbentuk hubungan kerja, melainkan
kemitraan atau yang lebih dikenal dengan istilah fleksibilitas hubungan kerja (labour flexibility).
Fleksibilitas hubungan kerja memicu terjadinya perubahan komposisi tenaga kerja yang semula
didominasi pekerja dengan status hubungan kerja tetap dan kemudian bergeser didominasi
pekerja dalam hubungan kerja yang fleksibel (labour flexibility). Penerapan fleksibilitas
hubungan kerja bermanfaat bagi perusahaan karena perusahaan dapat memusatkan perhatiannya
hanya pada kegiatan utama yang menjadi inti usaha (core bussiness) dengan menyerahkan
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat penunjang pada perusahaan lain.

Fleksibilitas hubungan kerja berpotensi menimbulkan diskriminasi di tempat kerja berupa


perbedaan perlindungan dan syarat-syarat kerja di antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak
atau outsourcing. Hubungan kerja yang sifatnya fleksibel itu lebih tepat digunakan untuk pekerja
profesional. Mengenai kemitraan, Agusmidah menegaskan basisnya harus ada kesinambungan
para pihak. Misalnya, dalam perjanjian kerja harus dibuat berdasarkan prinsip kesepakatan
Bersama. Akan tetapi, faktanya perjanjian kerja dibuat sepihak oleh pengusaha sehingga
pekerjan terpaksa menandatanganinya. Hubungan kerja fleksibel di satu sisi memperluas
kesempatan kerja. Namun, di sisi lain juga menimbulkan persoalan perburuhan. Mengenai
perbedaan pandangan atas fleksibilitas hubungan kerja (labour flexibility) dapat saja dicarikan
argument dan berbagai alasan pembenarannya. Namun, yang paling fundamental adalah
bagaimana negara tetap harus memberikan jaminan perlindungan hokum terhadap pekerja/buruh
sebagai pihak yang lemah untuk tetap memperoleh hak-hak dasar normative, pekerjaan yang
berkesinambungan, dan upah yang layak bagi kemanusiaan sebagai bagian hak asasi manusia
sesuai amanah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

A. Pengertian Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain


(Outsourcing)

Dalam UU 13/2003 tidak menyebut tegas tentang istilah outsourcing, tetapi dalam
ketentuan Pasal 64 UU 13/2003 menunjukan dasar hukum pelaksanaan outsourcing, di mana
perusahan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan (Pasal 65 UU 13/2003) dan penyediaan jasa kerja/buruh (Pasal 66 UU 13/2003).
Mullin dalam Damanik (2006: 7) dalam Husni (2014: 168) menyatakan bahwa gagasan awal
berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi risiko usaha dalam berbagai masalah,
termasuk ketenagakerjaan.

Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan perusahaan, baik sebagian
maupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip
Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
kepada Perusahaan Lain, menyebutkan bahwa penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lain yang selanjutnya disebut alih daya adalah penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. Pelaksanaan outsourcing
tetap harus menjamin hak-hak normative pekerja/buruh.

B. Dasar Hukum
1. Pasal 64-66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
3. Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan sebagai
Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.
4. Permen Ketenagakerjaan No. 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan
sebagai Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.
5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE-04/MEN/VIII/2013 tentang
Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun
2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan sebagai Pelaksanaan Pekerjaan kepada
Perusahaan Lain.

C. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Secara yuridis pembuatan perjanjian pemborongan pekerjaan harus :

1. Dibuat dalam bentuk tertulis, tidak boleh secara lisan (tidak tertulis).
2. Untuk jenis atau sifat pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan PKWT (Pasal 59 UU
13/2003) dibuat dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Jadi, tidak boleh
menggunakan PKWT karena tidak memenuhi ketentuan PKWT.

Dalam menentukan suatu jenis pekerjaan itu merupakan kegiatan pokok (core business)
atau kegiatan penunjang (supporting business) harus di lihat dari diagram atau alur kegiatan
proses produksi yang menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai akhir serta
memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan memerhatikan persyaratan.

D. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

Sebagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa


pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi [Pasal 17 ayat (2) dan (3) Permen 19/2012] meliputi :

1. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);


2. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
3. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
4. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan ; dan
5. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Jadi, tegasnya status hubungan kerja dalam outsourcing dapat dilakukan melalui perjanjian kerja
waktu tidak tentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) apabila memenuhi
ketentuan Pasal 59 UU 13/2003.

E. Peralihan Hubungan Kerja

Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, bail melalui


perjanjian pemborongan pekerjaan maupun perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, dapat terjadi
peralihan hubungan kerja dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Oleh karena itu perusahaan
pemberi pekerjaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi peralihan
hubungan kerja tersebut. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain : Pasal 65
ayat (8) UU 13/2003 dan Pasal 66 ayat (4) UU 13/2003. Peralihan hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan penerima pekerjaan menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh
dan perusahaan pemberi pekerjaan tidak terjadi secara otomatis, tetapi lebih dahulu melalui
prosedur sebagai berikut :

1. Perundingan bipartit.
2. Apabila perundingan bipartit gagal, dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
3. Meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan oleh
pengadilan negeri setempat.

Menurut penulis akan lebih efektif perubahan PKWT menjadi PKWTT dan peralihan hubungan
kerja ditempuh melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana UU
2/2004.
PENGANTAR HUKUM PERBURUHAN
PROF. IMAM SOEPOMO

BAB III
SUMBER HUKUM PERBURUHAN

Sumber hukum perburuhan berisikan ketentuan-ketentuan mengenai persoalan


perburuhan. Dibawah ini sumber hukum yang mengatur tentang perburuhan :

1. Undang-undang
Undang –undang merupakan sumber hukum yang terpenting dan terutama.
Undang-undang adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh presiden dengan
persetujuan DPR.
Disamping ada UU terdapat juga peraturan pemerintah pengganti UU yang
ditetapkan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
Peraturan-peraturan yang kedudukannya dapat disamakan dengan UU yaitu :
a) Wet undang-undang yang dibentuk oleh raja bersama dengan parlemen di
Netherland . contoh Kitab Undang-undang Hukum Dagang, KHUPerdata,.
b) Algemeen Maatregel van Bestur Peraturan yang dibentuk oleh pemerintahan
Netherland sebagai peraturan pelaksanaan dari suatu wet.
c) Ordonnantie peraturan ini ada dua macam yaitu peraturan yang di tetapkan oleh
gubernur jenderal dahulu dengan atau tidak mendengar Raad Van Indie dan
kedua yang sejak tanggal 1 Jannuari 1926 ditetapkan oleh gubernur jenderal
dengan sepakat Volksraad dahulu.

2. Peraturan Lainnya
Peraturan ini kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang. Peraturan ini
adalah:
a) Peraturan Pemerintah
b) Keputusan Presiden
c) Peraturan atau Keputusan Instansi Lain.
3. Kebiasaan
Kebiasaan atau hukum tidak tertulis, sudah ada sejak perang dunia II berkembang
karena dua faktor :
 Pembentukan undang-undang atau peraturan perburuhan tidak dapat dilakukan
secepat perkembangan soal-soal perburuhan yang harus di atur.
 Peraturan-peraturan dari jaman hindia belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan
sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh diseluruh
dunia.

4. Putusan
Putusan digunakan untuk menentukan, menetapkan hukum itu sendiri. Putusan
juga menetapkan apa yang sebenarnya berlaku antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Barang siapa tidak tunduk pada putusan yang sifatnya mengikat, diancam pidana.

5. Perjanjian
Perjanjian kerja awalnya berlaku antara buruh dan majikan yang
menyelenggarakan. Orang lain tidak terikat. Dengan demikian aturan dalam
perjanjian perburuhan juga memiliki kekuatan hukum sebagai UU .

6. Traktat
Perjanjian perburuhan antara negara Indonesia dengan suatu atau beberapa negara
lain. Belum pernah diadakan. Perjanjian (Konpensi convention ) yang ditetapkan
oleh Koperensi Organisasi Perburuhan Internasional ( International Labour
Organization Conference) tidak dapat dipandang sebagai sumber hukum
perburuhan, karena konpensi tidak mengikat langsung golongan buruh dan
majikan Indonesia.
BAB IV
ORANG DAN BADAN YANG BERSANGKUTAN

Selain dengan buruh dan majikan Hukum perburuhan juga bersangkutan dengan
Organisasi Buruh dan organisasi Majikan serta badan badan resmi . Organisasi
Perburuhan Internasional ( International Labour Organization ) merupakan pembentuk
Konpensi Perburuhan yang tidak langsung tersangkut dalam peraturan perburuhan
nasional.

1. BURUH DAN MAJIKAN


Pengertian pekerja adalah tiap orang yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan
kerja maupun diluar hubungan kerja atau yang disebut buruh-bebas. Contoh : Dokter
yang membuka praktek partikelir, seorang pengacara dll.

Sedangkan istilah tenaga kerja adalah orang yang mampu dan dibolehkan melakukan
pekerjaan, baik yang sudah mempunyai pekerjaan maupun yang belum mempunyai
pekerjaan.Istilah pengusaha adalah tiap orang yang melakukan suatu usaha
( entrepreneur).

Undang –undang perburuhan kita untuk kedua orang yang menggunakan istilah buruh
dan majikan. Buruh adalah seorang yang menjalankan pekerjaan untuk majikan dalam
suatu hubungan kerja dengan menerima upah.
Undang-undang Kecelakaan memperluas arti kata buruh dengan memasukan pula:
a. Magang, murid dan sebagainya yang melakukan pekerjaan diperusahaan yang
diwajibkan untuk memberi tunjangan, juga hal ini mereka tidak menerima upah.
b. Mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan yang
diwajibkan memberi tunjangan kecuali perusahaan tersebut yang memborong
pekerjaan itu sendiri.
c. Mereka yang bekerja pada seorang pemborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di
perusahaan yang di wajibkan memberi tunjangan. Mereka yang bekerja dengan
pemborong yang bekerja di perusahaan kecuali jika majikan yang memborong
pekerjaan itu sendiri adalah suatu perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan.
d. Orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan.
Akan tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti-rugi Karena kecelakaan selama dia
itu menjalani hukuman.

Undang- undang Kecelakaan itu sebaliknya juga mempersempit arti kata buruh, karena
mengeluarkan :
a. Pegawai dan pekerja pada negara atau pada badan pemerintah yang didirikan
dengan undang-undang, yang telah dilindungi oleh peraturan dari pemerintah jika
mendapat kecelakaan.
b. Buruh yang dilindungi oleh suatu peraturan kecelakaan yang berlaku di luar daerah
Negara Indonesia.
c. Buruh yang bekerja dirumahnya sendiri, untuk perusahaan yang di wajibkan
memberi tunjangan dalam menjalankan pekerjaan itu .

2. ORGANISASI BURUH
Pentingnya organisasi buruh dahulu diakui oleh undang-undang pasal 29 dimana setiap
orang berhak mendirikan serikat kerja dan masuk ke dalamnya intuk melindungi dan
memperjuangkan kepentingan.
UUD Tahun 1945 mengatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul ditetapkan
dengan undang-undang.
Menurut Ordonnantie op de Indonesische Vereniging ( Peraturan pengakuan sebagai
badan hukum dimintakan kepada dan diberikan oleh ketua Pengadilan Negeri di tempat
kedudukan perkumpulan yang bersangkutan.
Perkumpulan yang terdaftar itu harus mempunyai suatu peraturan dasar yang tertulis dan
berisikan antara lain :

a. Nama dan tujuan tempat kedudukan dan saat pembubaran karena kadarluarsa
b. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan
c. Ketentuan hanya warga negara Indonesia aslilah yang dapat menjadi anggota
d. Susunan pengurus dan ketentuan bahwa semua anggota pengurus harus menjadi
anggota perkumpulan
e. Ketentuan siapalah yang menjadi perwakilan perkumpulan diluar dan dimuka
pengadilan
f. Ketentuan bahwa pengurus wajib tiap tahun memberi perhitungan tentang keadaan
keuangan dan peraturan tentang cara pemberian perhitungan
g. Hak dan kewajiban para anggota dan caranya mendapatkan dan kehilangan
keanggotaan itu
h. Penunjukan tujuan harta kekayaannya bia perkumpulan di bubarkan
i. Caraya perkumpulan dibubarkan atas keputusan rapat anggota
j. Ketentuan bahwa perkumpulan bertanggung jawab atas perjanjian yang diadakannya
dan bukan anggotanya dan sebagainya.

Pendaftaran termasuk diatur dengan Peraturan Menteri Perburuhan nr 90 tahun 1955


tentang pendaftaran serikat buruh.
Menurut Peraturan pendaftaran serikat buruh, serikat buruh adalah organisasi atau
gabungan organisasi buruh yang dibentuk secara sukarela oleh buruh-buruh di Indonesia
dengan tujuan terutama untuk mmemperbaiki atau mepertahankan kedudukan buruh
dalam hubungan kerja . dan peraturan mengharuskan serikat buruh memiliki suatu
peraturan dasar yang antaranya memuat :
a. Nama dan tempat kedudukan di Indonesia
b. Azas dan tujuan serta usaha-usaha untuk mencapai tujuan itu
c. Hak dan kewajiban anggota, syarat-syarat keanggotaan dan cara masuk / berhenti
sebagai anggota
d. Susunan pengurus serta ketentuan tentang pengangkatan, pemberhentian, hak dan
kewajiban
e. Ketentuan mengenai rapat umum anggota dan kongres
f. Ketentuan mengenai mereka yang mewakili serikat buruh diluar dan dimuka
pengadilan
g. Kewajiban pengurus untuk tiap tahun mengadakan perhitungan dan
pertanggungjawaban tentang keadaan keuangan
h. Cara membubarkan serikat buruh.

Menurut UUDS tujuan serikat buruh adalah melindungi dan memperjuangkan


kepentingan buruh. Serikat burub yang bersifat nasional , dasarnya adalah demokrasi
kerakyatan dan tujuannya adalah realisasi masyarakat adil dan makmur.
Kesatuan Aksi Buruh Indoseia ini yang beranggotakan Gasbiindo, Gobsi Indonesia,
KBIM, Kespekri, Kubu Pancasila, Sarbumasi, SOB Pancasila dasar perjuangannya
adalah politik.

Programnya adalah sebagai berikut :


1. Membina dan mengembangkan Orde Baru, tegas aktif menghancurkan Orde Lama,
Sobsi PKI, komunisme, ajaran Dr Ir Sukarno dan pendukung-pendukungnya.
2. Membina kehidupan demokrasi dikalangan kaum buruh serta memupuk kerjasama
diantara kaum buruh yang bernafaskan Orde Baru
3. Mempertinggi Produksi dalam rangka mengsukseskan segenap program Kabinet
Ampera terutama di bidang ekonomi.

a. ORGANISASI MAJIKAN
Dasar dan tujuannya adalah kerjasama antara anggota-anggota dalam soal-soal teknis dan
ekonomis belaka, tidak juga semata-mata merupakan badan yang mengurus soal-soal
perburuhan , baik atas inisiatif sendiri maupun atas desakan dari buruh atau organisasi
buruh.
Organisasi pengusaha pertama kali didirikan dibidang perkebunan tahun 1853. Organisasi
pengusaha dalam arti kata organisasi majikan. Organisasi pengusaha tugasnya mengurus
syarat-syarat kerja bagi anggota-anggotanya pada dasarnya menghendaki suatu ikatan
anggota yang lebih kuat. Para perkumpulan majikan juga membuat perjanjian perburuhan
mempunyai sifat badan hukum.

b. PENGUASA
Campur tangan negara dalam soal soal perburuhan merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam hukum perburuhan modern. Campur tangan negara ini mengharuskan
adanya instansi yang berwenang dan wajib melakukannya.
Suatu instansi perburuhan di bidang perburuhan yang perlu mendapatkan perhatian
khusus ialah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
Pertama, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan mempunyai fungdi khas yaitu
selain secara terus menerus merupakan pelaksana dari kekuasaan negara atau barang kali
lebih tepat bila dikatakan : panitia Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
memegang kekuasaan mengadili, terutama mengenai perselisihan kepentingan. Karena
itu disebut dewan atau badan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tersebut
mempunyai Tupoksi yaitu :
 Melakukan peradilan dibidang perburuhan
 Melakukan pemberian izin kepada majikan ( swasta ) dalam soal pemberhentian
buruh.
Di luar bidang perselisihan perburuhan dikenal “ Badan Kerjasama Tripatite Nasional
Pemerintah Buruh dan Pengusaha ”. disingkat Bakersa Tripnas.
Mukadimah dari pedoman Dasarnya berbunyi :
I. Guna merealisasikan kebijakan-kebijakan perburuhan khususnya dan
ketenagakerjaan, perlu segera menciptakan iklim kerjasama. Sebaik-baiknya
antara pemerintah.
II. Untuk membina serta mendayagunakan seluruh kekuatan social potensill
khususnya antara pemerintah , buruh dan pengusaha diatas landasan gotong
royon, saling isi mengisi koreksi dan intropeksi diri.
III. Dalam rapat antara pemerintah dengan buruh dan pengusaha pada tanggal 1 Mei
1968 telah diputuskan membetuk suatu wadah / badan kerjasama (BAKERSA
TRIPNAS) antara pemerintah, buruh dan pengusaha. Yang masing-masing
diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja.
Bakersa Tripnas merupakan forum musyawarah antara Pemerintah, Buruh dan
Pengusaha. Untuk mengwujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
Adapun tujuan dari Bakersa Tripnas yaitu :
1. Mengadakan Konsultasi dengan pemerintah, Organisasi Buruh dan
Organisasi Pengusaha dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2. Mengolah keinginan-keinginan, saran-saran , usul-usul dan konsepsi-
konsepsi Pemerintah, Buruh dan Pengusaha.
3. Membina kerjasama sebaik-baiknya antara Pemerintah Buruh dan
Pengusaha dalam memberikan bantuan kepada penyelenggara tugas-tugas
Pemerintah dalam bidang Perburuhan dan Ketenaga kerjaan khususnya
4. Membuat keputusan bersama yang dapat menjadi pedoman bagi ketiga
belah pihak .
Dalam Bakersa Tripnas itu :
a. Pemerintah diwakili Departemen Tenaga Kerja
b. Buruh diwakili oleh Sekretariat Bersama Gabungan-gabungan serikat
buruh Indonesia dan
c. Pengusaha diwakili oleh Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha
Indonesia.
Musyawarah dan kerjasama berlandasakan gotong royong merupakan watak dan sifat
khas dari Negara Pancasila yang :
I. Lain daripada Liberalisme tidak mengenal free fight dengan senjata mogok dan
penutupan
II. Lain daripada komunisme tidak mengenal diktatur proletar.
Hal- Hal Pokok Yang di Atur dalam
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
BAB IV

 Pasal 80
Tentang mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru terhadap pengaturan yang
lama
 Pasal 81
Tentang Perubahan, Penghapusan, dan Penetapan Baru di Beberapa ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2OO3 tentang Ketenagakerjaan pada:

 Perubahan Pasal 13, Tentang Pelatihan Kerja


 Perubahan Pasal 14, Tentang Lembaga Pelatihan
 Perubahan Pasal 37, Tentang Penempatan Tenaga Kerja
 Perubahan Pasal 42, Tentang Tenaga Kerja Asing
 Penghapusan Pasal 43 dan 44
 Perubahan Pasal 45, Tentang Kewajiban Pemberi kerja tenaga kerja asing
 Penghapusan Pasal 46
 Perubahan Pasal 47, Tentang kompensasi atas setiap tenaga kerja asing
 Penghapusan Pasal 48
 Perubahan Pasal 49, Tentang Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tenaga
kerja asing diatur dalam Peraturan Pemerintah
 Perubahan Pasal 56, Tentang Perjanjian Kerja
 Perubahan Pasal 57, 58, dan 59, Tentang Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
 Perubahan Pasal 61, Tentang Berakhirnya Perjanjian kerja
 Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 61A, Tentang
Perjanjian Kerja
 Penghapusan Pasal 64 dan 65
 Perubahan Pasal 66, Tentang Hubungan Kerja
 Perubahan Pasal 77, 78, dan 79, Tentang Kewajiban Pengusaha melaksanakan
ketentuan waktu kerja
 Perubahan Pasal 88, Tentang Pengupahan
 Di antara Pasal 88 dan Pasal 89 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal 88A, Pasal 88B,
Pasal 88C, Pasal 88D, dan Pasal 88E, Tentang Pengupahan
 Penghapusan Pasal 89 dan 90
 Di antara Pasal 90 dan Pasal 91 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 9OA dan Pasal 90B,
Tentang Upah Minimum
 Penghapusan Pasal 91
 Perubahan Pasal 92, Tentang Kewajiban Pengusaha menyusun struktur dan skala upah
 Di antara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 92A Tentang
Tentang Kewajiban Pengusaha menyusun struktur dan skala upah
 Perubahan Pasal 94, Tentang Komponen Upah
 Perubahan Pasal 95, Tentang Perusahaan yang dinyatakan pailit
 Penghapusan Pasal 96 dan 97
 Perubahan Pasal 98, Tentang Pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah
 Perubahan Pasal 151, Tentang Pemutusan Hubungan Kerja
 Di antara Pasal 151 dan Pasal 152 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 151A, Tentang
Pemutusan Hubungan Kerja
 Penghapusan Pasal 152
 Perubahan Pasal 153, Tentang Pelarangan Pemutusan Hubungan Kerja
 Penghapusan Pasal 154
 Di antara Pasal 154 dan Pasal 155 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 154A, Tentang
Pemutusan Hubungan Kerja
 Penghapusan Pasal 155
 Perubahan Pasal 156 dan 157, Tentang Uang Pesangon
 Di antara Pasal 157 dan Pasal 158 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 157A, Tentang
Pemutusan Hubungan Kerja
 Penghapusan Pasal 158 dan 159
 Perubahan Pasal 160, Tentang Pemutusan Hubungan Kerja
 Penghapusan Pasal 161 Sampai Pasal 172 dan Pasal 184
 Perubahan Pasal 185 Sampai Pasal 188, Tentang Sanksi Pidana Pelanggar Ketentuan
 Perubahan Pasal 190, Tentang Sanksi Administratif Pelanggar Ketentuan
 Di antara Pasal 191 dan Pasal 192 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 191A, Tentang
Upah Minimum

 Pasal 82
Tentang Perubahan, Penghapusan, dan Penetapan Baru di Beberapa ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2OO4 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada:

 Perubahan Pasal 18, Tentang Jenis program jaminan sosial


 Di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) Bagian yakni Bagian Ketujuh Jaminan
Kehilangan Pekerjaan

 Pasal 83
Tentang Perubahan, Penghapusan, dan Penetapan Baru di Beberapa ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada:

 Perubahan Pasal 6, 9, dan Pasal 42, Tentang BPJS Kesehatan

 Pasal 84
Tentang Perubahan, Penghapusan, dan Penetapan Baru di Beberapa ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pada:

 Perubahan Pasal 1, Tentang Pekerja Migran Indonesia


 Perubahan Pasal 51, Tentang Penempatan Pekerja Migran Indonesia
 Perubahan Pasal 53, Tentang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
 Perubahan Pasal 57, Tentang Pembaruan data Pekerja Migran Indonesia
 Di antara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 89A

Anda mungkin juga menyukai