Anda di halaman 1dari 4

Nama : Almer Adiyatma R

NIM : 2018200143

Kelas : A

Mata Kuliah : Tindak Pidana Korupsi &


Pencucian Uang

Ujian Akhir Semester

1. Tindak pidana pencucian uang secara kriminologis dikualifikasi sebagai kejahatan kerah putih
(White Collar Crime), yang sulit dibuktikan. Karena Modus operandi kejahatan pencucian uang
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki status sosial menengah keatas dalam
masyarakat, dihormati, bersikap tenang, berkarisma, dan berintelektual tinggi. Dengan
menggunakan kemampuan, kecerdasan, kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku pencucian
uang dapat meraup dana yang sangat besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja.

Sifat dan ciri khas dalam karakter yang secara umum dapat dilihat pada pelaku-pelaku kejahatan
pencucian uang menunjukkan bahwa kejahatan pencucian uang dikategorikan sebagai suatu
bentuk kejahatan kerah putih (White Collar Crime).

Tindak Pidana Pencucia Uang juga termasuk ke dalam rangkaian kejahatan dari Tindak pidana
korupsi. Karena Modus Utama yang digunakan koruptor Ialah melakukan menyamarkan transaksi
keuangan melalui rekening pihak lain agar praktik busuk tidak Tercium/terendus oleh aparat.
sehingga sedikit demi sedikit para koruptor menggrogoti dan menghancurkan bangsa ini, maka
dari itu Tindak Pidana Korupsi telah menjadi Extra Ordinary crime.

2. Dalam Undang – Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), dalam Pasal 69 disebutkan bahwa untuk dapat dilakukan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian
Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (predicate crime).

Korupsi merupakan salah satu predicate crime (kejahatan asal) dari tindak pidana pencucian uang,
yang merupakan turunan dari FATF (Financial Action Task Force) dalam Annex 1 Glossary of
Deffinition Used in The Metodologi.
Kedudukannya Tindak pidana pencucian uang itu sendiri, merupakan tindak pidana turunan atau
kelanjutan dari korupsi, sehingga kaitan keduanya tidak bisa dilepaskan begitu saja. Polemik
dalam bekerjanya hukum, terutama dalam permasalahan pembuktiannya, KPK akan berdalih
dengan pasal 77 Undang – Undang No. 08 Tahun 2010, terdakwalah yang wajib membuktikan di
depan Pengadilan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana dan apabila
terdakwa tidak dapat membuktikan kekayaannya dihubungkan dengan penghasilannya yang sah
selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau penyelenggara negara maka tentunya Hakim akan
berkeyakinan bahwa terdakwa telah melakukan korupsi.

3. Sistem pembalikan beban pembuktian dapat dilihat antara lain dalam Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (“”UU Tipikor”), tetapi yang diterapkan dalam UU Tipikor adalah sistem
pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang.

Sistem pembuktian terbalik yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Terdakwa diwajibkan membuktikan bahwa harta
kekayaan yang terkait bukan merupakan hasil tindak pidana, namun jaksa tetap juga diberikan
beban untuk membuktikan unsur kesalahan terdakwa. Oleh sebab itu dalam sistem pembalikan
beban pembuktian juga menganut sistem pembuktian secara tidak murni (pembalikan beban
pembuktian terbatas dan berimbang) dan sistem pembuktian negatif dalam KUHAP.

Sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang ini dijelaskan dalam
penjelasan UU Tipikor tersebut, yaitu terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia
tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta
bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang
diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap
berkewajiban membuktikan dakwaannya.

Kentungan diterapkannya pembuktian terbalik adalah terdakwa dilindungi hak asasi manusianya
di depan persidangan dalam hal pembuktian. Keterangan terdakwa membantu pembuktian jaksa
penuntut umum di persidangan. Sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah dulu pembuktian
terbalik itu merupakan pasal tidur yang tidak ada ditataran hukum namun tidak bisa diaplikasikan
kedalam praktik.
4. Penegakan hukum tindak pidana pencucian bergantung kepada PPATK karena berdasarkan UU
no 8 tahun 2010 pasal 39. Menempatkan PPATK sebagai Financial Intelligence Unit ( FIU) Peran
penting dan strategis PPATK dalam program assets recovery terutama dalam hal pemberian
informasi intelijen di bidang keuangan untuk keperluan penelusuranaset (assets tracing), baik pada
waktu proses analisis transaksi keuangan maupun pada saat proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan terdakwa di sidang peradilan. LTKM dan LHA tidak dapat dijadikan dibukti
dipersidangan karena sebagai laporan ia tidak termasuk kedalam kategori bukti di persidangan
karena posisinya PPATK sebagai Financial Intelligence Unit ia hanya berupa informasi intelijen
keuangan yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti suatu dugaan
tindak pidana. Dan Undang Undang No. 8 Tahun 2010 pun menjelaskan bahwa alat bukti yang
sah adalah yang terdapat dalam kuhap dan alat bukti informasi dan alat bukti elektronik sementara
LHA & LTKM merupakan Laporan yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) terdiri dua laporan, yaitu Laporan Hasil Analisis Transaksi
Keuangan Mencurigakan dan Laporan Hasil Transaksi Tunai. Dua jenis laporan ini oleh Undang-
undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang telah ditambah

dengan Laporan Hasil Pemeriksaan. Namun, tentu saja ketiga dokumen laporan dari Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini tidak dapat dijadikan alat bukti. Apalagi
dalam tingkat Penyidikan ketika berbagai hal belum dapat mendapat pembenaran secara yuridis.
Sehingga sebagai bukti dipersidangan membuat LHA & LTKM tidak dapat berdiri sendiri sebagai
bukti harus dibantu oleh alat bukti lain yang terdapat dalam KUHP.

5. Yang dimaksud dengan Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta
kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan. Setelah hasil
diperoleh, kemudian dicarilah pelakunya dan tindak pidana yang dilakukan.

Pengaturan follow the money dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang terdapat dalam
beberapa hal, yaitu: (a) Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010; (b) Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010; (c) Yurisprudensi. Penerapan
pendekatan follow the money dilakukan oleh para penegak hukum yang mempunyai kewenangan
untuk penanganan perkara tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan atas PJK atau pun dari
laporan masyarakat dengan cara menganalisa LHA dari PPATK. Ketika adanya dugaan pencucian
uang yang dilaporkan maka para penegak hukum menggunakan follow the money yang mengacu
kepada aliran dana untuk mengetahui apa saja bentuk aset korupsi, dimana disimpan dan atas nama
siapa, mengetahui orang atau lembaga yang membantu pelaku pencucian uang. Terdakwa juga
diberi kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana dan
justru terdakwa yang harus membuktikan, bahwa harta yang didapatnya bukan hasil tindak pidana.
Sehingga hal ini dapat digunakan untuk Asset Recovery ( Penyelematan asset ) hasil tindak pidana
secara dini, dengan kewenangannya untuk itu ada pada penyidik, penuntut umum atau hakim untuk
memerintahkan PJK dan penyedia jasa/barang lainnya melakukan pemblokiran sementara
terhadap harta kekayaan setiap orang atau perusahaan yang telah dilaporkan oleh PP ATK. PJK
dan penyedia jasa/barang lainnya setelah menerima perintah, wajib melaksanakan pemblokiran
sementara setelah surat perintah pemblokiran diterima. Untuk menelusuri aset hasil kejahatan yang
ditempatkan pelaku tindak pidana di luar negeri dilakukan dengan kerjasama antar sesama FIU
maupun melalui kerjasaa bilateral maupun multilateral, melalui tukar menukar informasi. Manfaat
pertukaran informasi antar sesama FIU ini,diantaranya mendapatkan hasil yang lebih cepat apabila
dibandingkan dengan mekanisme tukar-menukar informasi melalui jalur yang lain.

Anda mungkin juga menyukai