NIM : 2018200143
Kelas : A
1. Yang menjadi pembeda tujuan pemidanaan dalam KUHP sekarang dengan rancangan
KUHP yang akan datang, didalam KUHP yang sekarang tidak ditunjukan secara jelas apa
tujuan pidananya namun menurut Prof. Simons berpendapat bahwa menurut pembentuk
Undang undang Hukum Pidana, penjatuhan pidana harus dilakukan untuk kepenntingan
masyarakat, dan bertujuan untuk melindungi tertib hukum. Apabila pendapat prof simons
itu benar, walaupun pembentukan undang-undang tidak secara tegas mengatakan demikian
dapat diduga bahwa pada waktu membentuk KUHP mereka telah menapatkan pengaruh
dari teori- teori relatif yang telah mencari dasar pembenaran dari pidana pada suatu tujuan
yang sifatnya umum, yakni untuk mengamankan tertib hukum.
a. Sedangkan dalam Rancangan KUHP menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo setidaknya ada 4 tujuan
pemidanaan yang ada yaitu Pertama, mencegah dilakukannya tindak pidana
dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman
masyarakat.
b. Kedua, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan
pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna.
c. Ketiga, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan
keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat.
d. Terakhir, keempat, menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah
pada terpidana.
e. Perbedaannya terdapat pada Hukuman pidana pokoknya, dalam KUHP
mengakomodir “Hukuman Mati” sebagai pidana pokok yang dapat dijatuhnya
oleh seorang hakim, beda halnya dalam Rancangan KUHP menjelaskan bahwa
pidana hukuman mati tidak sebagi pidana pokok, namun ia dipindahkan menjadi
pidana alternative yang artinya seseorang itu bisa dihukum pidana mati / hanya
cukup seumur hidup.
f. Ditambah lagi RKUHP menerima pidana kerja social dan pidana pengawasan
sebagai pidana pokok, hal ini di masukan karena untuk mengatasi solusi atas
overcapacity penjara yang terdapat di Indonesia namun tidak hanya itu
dirumuskannya pidana kerja social dan pidana pengawasan karena bergesernya
tujuan pemidanaannya yang awalnya tujuan lembaga pemasyarakatan dari konsep
retribusi (pembalasan) kearah konseps rehabilitasi (perbaikan).
3. Dimaksud dengan doubletrack system dalam penjatuhan pidana, yakni system pemidanaan
dua jalur, yaitu pelaku tindak pidana selain dapat dijatuhi sanksi pidana (criminal
punishment), dapat juga dikenakan berbagai tindakan (treatment). Namun Apakah konsep
ini tidak melanggar hak terpidana karena harus dijatuhi hukuman dengan beberapa sanksi
sekaligus? Tentu tidak melanggar. RUU KUHP juga menganut system pemidanaan dua
jalur ini yang sudah pastinya para ahli hukum yang merancang itu sudah memikirkan itu
apakah itu melanggar hak terpidana atau tidak. Yang pastinya pula itu sebagai alternatif
lain dari pidana pokok terutama pidana penjara. Yang mana pidana penjara pun juga
merupakan pidana yang merampas hak hidup dari terpidana itu sendiri.
4. Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis bentuk
pidana bagi anak, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14
tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur
15 tahun ke atas.
b. Sanksi Pidana
c. Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi
atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU SPPA):
d. Pidana Pokok terdiri atas:
Pidana peringatan;
Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga, pelayanan
masyarakat, atau pengawasan;
Pelatihan kerja;
Pembinaan dalam lembaga;
Penjara.
e. Pidana Tambahan terdiri dari:
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau Pemenuhan
kewajiban adat.
f. Filosofi penjatuhan pidana terhadap anak berdasarkan pada UU SPPA memandang
anak yang karena karakteristiknya (belum matang baik secara fisik maupun psikis
sehingga memerlukan perlindungan dan penanganan hukum yang khusus
dibandingkan dengan orang dewasa, dan dengan berlandaskan pada prinsip non-
diskriminasi dan kepentingan terbaik untuk anak, sehingga dalam penjatuhan
pidana terhadap anak hukum pidana memandang untuk perlu diberikan treatment
(perlakuan) yang khusus terhadap anak.
5. Makalah kami menjelaskan tentang penolaka terhadap adanya penerapan Pidana Denda
Pada Masa yang akan datang dan beralih pada altenatif pemidanaan non denda sehingga kami
menyimpulkannya sebagai berikut
Pidana denda sebagai pengganti penerapan pidana penjara sejauh ini dirasakan masih
belum memenuhi tujuan pemidanaan. Pidana denda belum mempunyai fungsi dan
peran yang optimal karena penegak hukum cenderung memilih pidana penjara atau
kurungan daripada pidana denda. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang ada
kurang memberikan dorongan dilaksanakannya penjatuhan pidana denda sebagai
pengganti atau alternatif pidana penjara atau kurungan.
Pidana denda ini lebih menguntungkan bagi orang-orang yang mampu, karena bagi
mereka yang tidak mampu maka besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau
masalah, sehingga mereka cenderung untuk menerima jenis pidana yang lain yaitu
pidana perampasan kemerdekaan.
Pertimbangan hakim lebih memilih pidana penjara dari pada pidana denda terhadap
pelaku tindak pidana penganiayaan ringan karena lebih berefek jera daripada pidana
denda. Kami team kontra percaya bahwa pidana denda bukan solusi efektif bagi
problematika yang terjadi saat ini.