Anda di halaman 1dari 6

Nama : Almer Adiyatma R

NIM : 2018200143

Kelas : A

Mata Kuliah : Hukum Perlindungan


Konsumen

Ujian Akhir Semester

1. Prinsip tanggungjawab pelaku usaha dalam UU No,8 Tahun 1999 dijelaskan dalam pasal
19 Ayat 1 UU No.8 Tahun 1999 yang berbunyi “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Artinya dalam pasal ini, konsumen
tidak diwajibkan untuk membuktikan kesalahan yang ada pada pelaku usaha, tapi disisi lain
konsumen harus membuktikan cacatnya produk dan hubungan kecacatan dengan cidera yang
atau kerugian yang dideritanya.

Berbeda halnya dengan Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault
liabilityatau liability based on fault), prinsip ini terdapat dalam Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, menyatakan bahwa seseorang baru
dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur yang dilakukannya dan
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum
tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam
masyarakat.

2. Proses Penyelesaian Sengketa di BPSK

Tahap penyelesaian sengketa oleh BPSK diatur oleh Keputusan Menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, yaitu:

1) Konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK baik secara tertulis atau lisan
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
2) Terkait pengaduan ini, BPSK melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa
perlindungan konsumen;

3) Penyelesaian sengketa konsumen wajib diselesaikan dalam waktu 21 hari kerja


sejak permohonan diterima oleh Sekretariat BPSK. Penyelesaian sengketa melalui
BPSK dilakukan melalui persidangan dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase.

Penyelesaian sengketa konsumen yang dilaksanakan dengan cara arbitrase, para pihak
memilih arbitor dan anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai
anggota Majelis.

Arbitor yang dipilih oleh para pihak tersebut memilih arbitor ketiga dari anggota BPSK
yang berasal dari unsur Pemerintah sebagai Ketua Majelis. Pada persidangan, Ketua Majelis
wajib memberikan petunjuk kepada konsumen dan pelaku usaha, mengenai upaya-upaya hukum
yang digunakan oleh konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.

Dengan izin Ketua Majelis, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dapat
mempelajari semua berkas yang berkaitan dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya.
Sesuai Pasal 19 ayat (1) UUPK bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut harus dilaksanakan dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Hal ini sesuai yang ditetapkan dalam
Pasal 19 ayat (2) bahwa pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari ini ternyata pelaku usaha
memberikan ganti rugi, maka tidak akan terjadi sengketa konsumen. Namun, sebaliknya apabila
dalam waktu 7 (tujuh) hari ini pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi, maka akan terjadi
sengketa konsumen

3. Gugatan perwakilan kelompok atau class action diatur dalam Undang Undang No.8 Tahun
1999 pada pasal 46 ayat (1) huruf b, mendukung adanya sekelompok konsumen yang
mempunyai kepentingan yang sama dan diperkuat lagi dengan pasal 46 ayat (2) Gugatan yang
diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan
kepada peradilan umum. Sementara syarat syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan class
action di jelaskan padal pasal 46 ayat (3) dilanjutkan dengan adanya peraturan pemerintah. Yang
dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002

Berdasarkan PERMA, ada sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi penggugat, di antaranya:

1. Syarat jumlah (numerosity)

Gugatan perwakilan harus menyangkut kepentingan banyak orang. Maksud banyak orang di sini
haruslah berjumlah sekurang-kurangnya 10 orang. Hal ini ditujukan untuk menciptakan efisiensi
dalam proses gugatan.

2. Syarat kesamaan fakta (commonality)

Baik pihak perwakilan maupun anggota kelas yang diwakilkan harus memiliki kesamaan dasar
hukum (question of law) dan kesamaan fakta (question of fact) yang bersifat substansial.
Misalnya, dalam kasus pencemaran, penyebabnya berasal dari sumber yang sama, waktu yang
sama, serta perbuatan dari pihak tergugat berdampak di lokasi yang sama.

3. Syarat kesamaan jenis tuntutan (typicality)

Pihak penggugat dan anggota kelas yang diwakilkan harus memiliki kesamaan jenis tuntutan.
Persyaratan ini tidak selalu mewajibkan penggugat mengajukan besaran kerugian yang sama.
Pokok dari syarat ini adalah adanya kesamaan jenis tuntutan, misalnya tuntutan biaya pemulihan
kesehatan, tempat tinggal, atau pengembalian barang hilang yang jumlahnya tentu berbeda antara
satu anggota dan anggota lainnya.

4. Syarat kelayakan perwakilan (adequacy of representation)

Pihak yang akan menjadi perwakilan kelas harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk
menentukan layak tidaknya ia dalam mengajukan gugatan ke pengadilan. Beberapa persyaratan
tersebut meliputi:

Memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum dengan kelompok yang diwakilkan,

Memiliki bukti-bukti kuat yang dapat dipertanggungjawabkan,


Berintegritas dan mampu mempertanggungjawabkan pernyataan serta tindakannya di mata
hukum,

Berkomitmen dalam memperjuangkan hak-hak kelompok yang diwakilinya atas kerugian yang
disebabkan pihak tergugat,

Mendahulukan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi,

Bersedia dan sanggup menanggung biaya-biaya yang diperlukan selama proses pengajuan
gugatan dan peradilan.

Pihak perwakilan kelompok kemudian wajib menyerahkan surat gugatan perwakilan kelompok
yang isinya memuat:

Identitas wakil kelompok yang lengkap dan jelas,

Definisi kelompok secara jelas dan spesifik. Dalam hal ini, wakil kelompok tidak harus
mencantumkan nama-nama pihak yang diwakilinya satu persatu,

Keterangan mengenai anggota kelompok sebagai syarat dalam pembuatan pemberitahuan,

Posita (dasar gugatan) dari seluruh kelompok, baik perwakilan maupun anggotanya, yang
dikemukakan secara jelas dan rinci,

Perwakilan dapat mencantumkan gugatan berdasarkan sub-kelompok jika tuntutan yang


dilayangkan berbeda karena besaran kerugian yang juga berbeda,

Tuntutan harus dikemukakan secara jelas dan rinci, mencakup besaran tuntutan masing-masing
anggota kelompok, mekanisme ganti rugi, jangka waktu pelunasan ganti rugi, bahkan bila perlu
pembentukan tim khusus yang bertugas memantau serta membantu kelancaran proses ganti rugi.

Setelah gugatan dinyatakan sah oleh hakim, perwakilan berkewajiban memberikan


pemberitahuan kepada kelompok yang akan diwakilkannya. Pemberitahuan tersebut dapat
dilayangkan melalui media cetak dan/atau elektronik, surat yang ditujukan untuk kantor
pemerintahan seperti kecamatan, kelurahan, atau desa, serta kantor pengadilan.
4.

a. Kasus dari analisis putusan tersebut memperkarai bahwa si penggugat kehilangan motor di
parkiran mall lembuswana sekitar pukul 20.00 wita Bahwa selanjut nya Penggugat I pada
tanggal 25 Agustus 2008 menyampaikan pengaduan ke Lembaga Perindungan konsumen
kaltim

b. Pada amar putusan Pengadilan Tinggi Samarinda yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Samarinda harus diperbaiki mengenai besarnya ganti kerugian dengan
pertimbangan :

a) Bahwa telah terbukti Tergugat lalai dalam menjalankan usahanya yang merugikan
orang lain, oleh karena itu harus dihukum untuk membayar ganti rugi seharga barang
yang hilang

b) Bahwa Adapun tergugat rugi biaya dan waktu adalah merupakan akibat dari
kelalaiannya sendiri, sehingga tidak dapat dibebankan kepada para penggugat

c. Putusan Mahkamah Agung No. 2157 K/Pdt/2010 didasarkan pertimbangan pertimbangan


dari memori kasasi PT. Cipta Sumina Indah Satresna dan kerugian yang diderita oleh
pihak Ramadhan M dan Ariyanti. Putusan Mahkamah Agung yang menolak seluruh
alasanalasan yang diajukan PT. Cipta Sumina Indah Satresna dalam memori kasasinya
menurut Penulis sudah tepat. Hal ini dikarenakan dalam memori kasinya pihak PT. Cipta
Sumina Indah Satresna mendalilkan bahwa klausula baku yang terdapat pada karcis
tersebut mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen sehingga PT. Cipta Sumina Indah
Satresna tidak mau bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan motor tersebut mulai
dari putusan tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, tingkat banding
Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda sampai akhirnya kasus ini dibawa ke tingkat Kasasi
yang memutus putusan No 2157 K/Pdt/2010.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 2157 K/Pdt/2010 menyatakan PT. Cipta Sumina Indah
Satresna telah melakukan perbuatan melawan hukum dimana perbuatan melawan hukum tersebut
terlihat pada kelalaian yang dilakukan oleh pegawai PT. Cipta Sumina Indah Satresna telah
memenuhi unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum Jika dikaitkan dengan kasus di atas,
tampak jelas bahwa terdapat kelalaian dari pegawai pihak PT. Cipta Sumina Indah Satrsena
dimana seharusnya sebelum kendaraan keluar dilakukan pemeriksaan STNK. Atas dasar
perbuatan melawan hukum tersebut hakim agung menghukum pihak PT. Cipta Sumina Indah
Satresna untuk membayar ganti rugi kepada konsumennya didasarkan pada kerugian materiil
yang diderita Ramadhan M dan Ariyanti selaku konsumen jasa parkir atas hilangnya kendaraan
motor di wilayah Mall Lembuswana yang dikelola pihak PT. Cipta Sumina Indah Satresna. Atas
dasar hal tersebut, PT. Cipta Sumina Indah Satresna mempunyai tanggung jawab untuk
mengganti kerugian materiil yang ditanggung oleh pihak Ramadhan M dan Ariyanti selaku pihak
konsumen PT. Cipta Sumina Indah Satresna.

Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

d. Ketentuan undang-undang yang dilanggar oleh pelaku usaha yaitu tidak terpenuhinya
Pasal 4 huruf (a) Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Tergugat sebagai pelaku usaha jasa parkir di Mall Lembuswana berdasarkan Pasal 19 ayat
1 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Tergugat sebagai
pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat
menkonsumsi barang dan/a tau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

Anda mungkin juga menyukai