Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH .......................................

Dosen Pengampu: ......................................, S.H., M.H.

Judul Artikel :
IMPLEMENTASI HUKUM PERJANJIAN DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT DI INDONESIA

NAMA MAHASISWA :
NIM :

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
2022
Abstrak :
Secara umum perjanjian adalah: Kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang
melahirkan perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila tidak
dijalankan sebagai mana yang diperjanjikan akan ada sanksi. Perikatan adalah suatu
hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-
undangan, ketertiban umum, kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku. Pihak-pihak yang
terlibat dalam perjanjian diharapkan menjalankan kesepakatankesepakatan yang telah
disetujui dengan itikad baik. Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas
atau prinsip umum yang terdapat pada hukum perjanjian. Salah satu prinsip atau asas
yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian adalah prinsip perlindungan para pihak,
terutama pihak yang dirugikan. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi
sesuai dengan apa yang diperjanjikan, harus menanggung akibat dari tuntutan pihak
lawan. Namun dalam pelaksanaannya sering tidak berjalan dengan baik bahkan
menimbulkan konflik. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban para pihak dan tentang implementasi hukum perjanjian dalam memberikan
perlindungan hukum bagi para pihak. Artikel membahas tentang: Bagaimana pengaturan
hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian dan Bagaimana implementasi
hukum perjanjian dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak. Metode yang
digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan
adanya solusi agar tercipta suatu tujuan dari pembuatan perjanjian yaitu keadilan bagi
para pihak. Eksistensi hukum sangat diperlukan untuk dihormati dan prinsip-prinsip
hukum dijunjung tinggi.
Kata kunci : Perjanjian, Perlindungan Hukum, Hak dan Kewajiban.

Abstract :
In general, the agreement is: an agreement between the parties about something that gives
birth to an agreement/legal relationship, gives rise to rights and obligations, if it is not
carried out as promised, there will be sanctions. An engagement is a legal relationship
between two people or parties based on which one party has the right to demand
something from the other party and the other party is obliged to comply with that claim.
Agreements may not conflict with applicable laws, public order, customs and decency.
The parties involved in the agreement are expected to carry out the agreements that have
been agreed in good faith. The agreement must meet the requirements for the validity of
the agreement and the general principles or principles contained in the law of the
agreement. One of the very basic principles or principles in contract law is the principle
of protection for the parties, especially the aggrieved party. If one of the parties does not
carry out the performance in accordance with what was agreed, he must bear the
consequences of the demands of the other party. However, in practice it often does not go
well and even creates conflict. Problems that arise relate to the implementation of the
rights and obligations of the parties and regarding the implementation of contract law in
providing legal protection for the parties. The article discusses: how to regulate the rights
and obligations of the parties in contract law and how to implement contract law in
providing legal protection for the parties. The method used is normative juridical. To
overcome these problems, a solution is needed to create a goal of making an agreement,
namely justice for the parties. The existence of law is necessary to respect and uphold
legal principles.
Keywords: Agreement, Legal Protection, Rights and Obligation

2
DAFTAR ISI
Halaman Daftar Isi ………………………………………………….........................…......…..
i

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………..........................……….....…...


1

1.1 Latar Belakang Masalah ………………………..........................…….......


…... 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………...........................…….......


…. 2

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………............................…….....


…... 2
BAB 2 PEMBAHASAN .................…………………………......................……....………..
3
2.1 Implementasi Hukum Perjanjian Dalam Kehidupan Masyarakat Di
Negara Indonesia .......................................................... ……………………...... 3

5
2.2 Tujuan Dan Manfaat Perjanjian .......................................................................

2.3 Implementasi Hukum Perjanjian Dalam Memberikan Perlindungan 7


Hukum Bagi Para Pihak .....................................................................................

BAB 3 PENUTUP ………………………………………………….....…...........................…. 11

4.1
Kesimpulan ……………………………………................................….
………. 11
4.2 Saran …………………………………………..............................…...
………... 12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………......................……………........…
13

i
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman yang semakin maju, membawa manusia kepada suatu
peradaban yang semakin berkembang pula, sehingga akan timbul suatu pemikiran
terhadap manusia untuk melakukan suatu hubungan sosial dengan lingkungan
sekitarnya. Hubungan sosial tersebut merupakan awal mula atau langkah awal
manusia membentuk suatu komunitas atau perkumpulan yang disebut sebagai
masyarakat.
Masyarakat merupakan wadah untuk membentuk kepribadian diri setiap
kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan lainnya. Selain itu
masyarakat adalah kelompok manusia yang tinggal menetap dalam suatu wilayah
yang tidak terlalu jelas batas-batasnya, berinteraksi menurut kesamaan pola tertentu,
diikat oleh suatu harapan dan kepentingan yang sama, keberadaannya berlangsung
terus menerus, dengan suatu rasa identitas yang sama, maka bisa dikatakan
masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu,
tradisi tertentu, konvensi, dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada
kehidupan kolektif, sistem dalam masyarakat saling berhubungan antara satu
manusia dengan manusia lainnya yang membentuk suatu kesatuan.1
Sehubungan dengan mengarahnya masyarakat kedalam suatu sistem tersebut,
terbentuklah beberapa aturan atau norma yang muncul di kehidupan bermasyarakat,
salah satunya adalah jika suatu ketika masyarakat akan melakukan sebuah
kesepakatan. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang
atau lebih dengan pihak lainnya. Menurut Subekti, kata sepakat merupakan
persesuaian kehendak antara dua pihak yang berarti apa yang dikehendaki oleh pihak
pertama juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya dan kehendak tersebut
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.2
Pada masa terdahulu kesepakatan di kehidupan masyarakat hanya sebatas
lisan saja, meskipun telah terjadi kata sepakat sehingga para pihak sudah

1 Dessy Diandra, 2021, Pengantar Antropologi, DIVA Press, Yogyakarta, hlm. 52.
2 Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 38.
1
1
mengikatkan dirinya, namun kesepakatan tersebut dalam keadaan tertentu sangat
mudah untuk dicederai oleh salah satu pihak dikarenakan bentuknya yang tidak
tertulis, yang pada akhirnya akan menimbulkan akibat hukum dikemudian hari.
Sehingga semakin berkembangnya kehidupan di masyarakat, muncul suatu
pemikiran bahwa kesepakatan tersebut harus tertulis. Agar memiliki suatu kepastian
dan perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah mengikatkan dirinya dalam
suatu kesepakatan, yang pada akhirnya kesepakatan tersebut dituangkan secara
tertulis dalam bentuk perjanjian. Termasuk salah satunya di negara Indonesia,
dimana Indonesia yang merupakan negara Hukum, yang setiap norma dan perbuatan
kehidupan masyarakatnya diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan,
perjanjian juga diatur dalam hukum tersendiri, definisi perjanjian secara eksplisit
diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih .
Namun implementasi atau secara pelaksanaannya, dalam kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini hukum perjanjian sudah sesuai atau belum, sudah
dilaksanakan dengan baik atau tidak jika mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang telah mengaturnya. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dalam
permasalahan ini akan dibahas tentang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah implementasi hukum perjanjian di kehidupan masyarakat sudah sesuai


dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia ?
2. Apakah maksud tujuan dan manfaaat dari perjanjian ?

3. Bagaimanakah implementasi hukum perjanjian dalam memberikan perlindungan


hukum bagi para pihak ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui implementasi hukum perjanjian di kehidupan masyarakat


sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari dibuatnya perjanjian.

2
3. Untuk mengetahui implementasi hukum perjanjian dalam memberikan
perlindungan hukum bagi para pihak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Hukum Perjanjian Dalam Kehidupan Masyarakat.


Perjanjian merupakan hal penting dalam kehidupan masyarakat terutama bagi
masyarakat yang menjadi pelaku usaha. Hampir seluruh kegiatan usaha dilakukan
melalui pembuatan perjanjian, namun tidak sedikit pula masyarakat atau pelaku
usaha yang belum memahami dengan benar betapa pentingnya memahami perjanjian
dengan baik. Kadang pembuatan perjanjian hanya dianggap sebagai formalitas saja
atau sebagai bukti bahwa sudah terjadi kesepakatan antara para pihak. Namun
apabila terjadi masalah, barulah menyadari pentingnya suatu perjanjian. Dalam
kondisi seperti ini, perjanjian hanyalah bersifat sebagai represif saja, bukan sebagai
preventif. Secara umum perjanjian adalah kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal
yang melahirkan perikatan atau hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban,
apabila tidak dijalankan sebagai mana yang diperjanjikan akan menimbulkan sanksi.
Dengan adanya perjanjian akan melahirkan perikatan bagi para pihak. Menurut
Subekti perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain
dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.3
Perjanjian yang dibuat akan menentukan kelangsungan usaha, apakah usaha
tersebut mendatangkan untung atau rugi. Untuk itu diperlukan kecermatan dan
kehati-hatian dalam menyusun perjanjian tersebut. Perjanjian hendaklah dibuat oleh
orang yang benar-benar memahami dan mampu menganalisa perjanjian. Mengingat
betapa pentingnya suatu perjanjian, maka pemahaman tentang hal-hal yang
berhubungan dengan suatu perjanjian sangat diperlukan, antara lain apa itu
perjanjian, jenis-jenis perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian, asas-asas
perjanjian, objek perjanjian, jangka waktu perjanjian, bentuk perjanjian, para pihak
yang terlibat, hak dan kewajiban para pihak, struktur dan anatomi pembuatan
perjanjian, penyelesaian perselisihan dan berakhirnya perjanjian. Dengan adanya
3 Ibid, hlm. 1.
3

3
perjanjian diharapkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya dapat melaksanakan hak
dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah
disetujui. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan pembuatan perjanjian dapat
tercapai yaitu terciptanya keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum.
Banyak hal tentang dan sekitar perjanjian tidak diatur baik dalam Undang-
undang maupun yurisprudensi. Walaupun diatur tidak selamanya bersifat memaksa.
Dalam arti para pihak dapat mengenyampingkan dengan aturan yang dibuatnya
sendiri. Hal ini didasarkan pada prinsip kebebasan berkontrak yang pengaturannya
sendiri sama kekuatannya dengan ketentuan dari undang-undang. Para pihak dapat
mengatur apapun dalam perjanjian tersebut sebatas yang tidak dilarang oleh undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dasar hukum dari asas ini adalah Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pada penerapannya umumnya dalam
pembuatan perjanjian sangat minim menerapkan asas kebebasan berkontrak. Situasi
demikian menyebabkan cermin dari kebebasan dan kesedarajatan individu kurang
atau bahkan tidak digunakan lagi dalam hukum perjanjian, hal ini dapat
menimbulkan konflik. Apabila terjadi konflik memerlukan sarana hukum untuk
menyelesaikannnya.
Eksistensi hukum sangat diperlukan untuk dihormati dan prinsip-prinsip
hukum dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip atau asas-asas dalam hukum berfungsi
sebagai kepentingan melindungi masyarakat. Harapan untuk menaati hukum dalam
praktek hendaklah berjalan dengan baik. Tolak ukur prinsip ini dapat dilihat sejauh
mana para pihak mendapatkan perlindungan hukum apabila timbul masalah dalam
pelaksannan perjanjian tersebut.4 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
dibutuhkan solusi agar tercipta implementasi dari tujuan dibuatnya sebuah perjanjian
dalam sebuah hukum perjanjian yaitu untuk keadilan bagi para pihak. Hal ini dapat
diwujudkan, antara lain dengan memberikan perlindungan bagi para pihak, terutama
pihak yang dirugikan. Perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus
dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan.

4 Ibid, hlm. 36.


4
Di Indonesia Implementasi hukum perjanjian mengacu kepada KUH Perdata
dan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya terdapat
beberapa hukum perjanjian di Indonesia yang mengatur tentang subyek hukum yang
berupa orang maupun berbentuk badan hukum. Salah satu contohnya jika subyek
hukum berupa orang dan ingin membuat perjanjian kawin, maka mengacu kepada
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan jika Subyek hukum berbentuk
badan Hukum misalnya sebuah PT (Perseroan Terbatas), maka hukum perjanjiannya
mengacu kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Perjanjian yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia tersebut harus diterapkan sebagaimana mestinya, karena jika tidak
diterapkan, maka akibat hukumnya adalah perjanjian-perjanjian yang dibuat menjadi
tidak sah, sehingga batal demi hukum, dan tidak menimbulkan perjanjian (perjanjian
dianggap tidak pernah ada).5

2.2 Tujuan dan Manfaat Perjanjian.

Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan


di masyarakat, terutama untuk mengatur subyek hukum yang akan melakukan
perjanjian, Subjek hukum yang menjadi pihak dalam perikatan disebut subjek
perikatan. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut dengan“kreditur”, sedangkan
pihak yang berkewajiban melaksanakannya disebut “debitur”.6 Sebab dengan adanya
perjanjian tersebut akan menjadi jaminan hukum bagi subyek hukum atau para pihak
dan menjadi bukti bahwa telah benar-benar diadakan suatu perjanjian. Hukum
perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang
mengikatkan dirinya kepada pihak lain. Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian
adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu hal.7 Dengan adanya perjanjian, masyarakat dapat dengan
mudah melakukan penagihan atas prestasi yang tertulis dalam perjanjian tersebut,
dan jika pihak tersebut melanggar dan melakukan wanprestasi, salah satu pihak yang

5 Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam Perspektif


Filsafat, Teori Dogmatik dan Praktik Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 147.
6 Adonara, Firman Floranta, 2021, Pilar-Pilar Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 31.
7 Subekti , Op. Cit, hlm. 15.
5
merada di cederai dapat memiliki bukti yang kuat untuk membawa permasalahan
tersebut ke jalur hukum.
Tujuan dibuatnya perjanjian adalah sebagai dasar penyelesaian apabila timbul
masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi, mendapatkan kepastian
hukum, dan keadilan. Karena dalam setiap transaksi atau perbuatan hukum yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan memiliki
resiko-resiko yang nantinya tidak akan terpikirkan sebelumnya, maka dari itu sangat
penting dibuatnya perjanjian secara tertulis dalam setiap transaksi yang berpotensi
menimbulkan wanprestasi terhadap para pelaku usaha, tidak hanya dalam hal usaha
saja, namun hukum perjanjian juga mengatur tentang perjanjian tentang orang dan
keluarga, contohnya perjanjian perkawinan.
Perjanjian perkawinan merupakan salah satu contoh tujuan dan manfaat dari
adanya hukum perjanjian dalam implementasinya di kehidupan bermasyarakat yang
ada di negara Indonesia, perjanjian perkawinan mempunyai tujuan dan manfaat yang
baik yaitu sebagai tindakan preventif apabila terjadi perceraian, karena dengan
dibuatnya perjanjian perkawinan akan mempermudah pembagian harta gono- gini.
Dalam hukum perjanjian dikatakan bahwa bentuknya harus tertulis hal ini agar dapat
menjelaskan secara detail mengenai hal-hal yang disepakati kedua belah pihak dan
juga memberi kepastian hukum sebagai alat bukti di pengadilan, jika suatu hari
terjadi perselisihan antara para pihak.
Dalam prakteknya di kehidupan bermasayarakat masih terdapat perjanjian
yang berbentuk perjanjian lisan, perjanjian lisan merupakan sebuah perjanjian yang
telah disetujui kedua belah pihak secara lisan. Berbeda dengan kontrak tertulis,
kontrak lisan tidak menjelaskan secara detail mengenai ketentuan dan hal-hal yang
telah disetujui dalam sebuah dokumen. Namun, selayaknya kontrak tertulis, kontrak
lisan tetap dianggap sah di mata hukum. Sebenarnya kontrak lisan sangat sering di
temukan dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya saja ketika akan menjual barang
kepada konsumen, itu sama halnya para pihak telah mengikatkan dalam perjanjian
jual-beli dengan konsumen yang membeli barang, meskipun tanpa adanya perjanjian
tertulis, contoh lain dari perjanjian lisan ketika seseorang memberikan pinjaman
tunai kepada teman dekatnya, secara tidak sadar orang terseut telah mengikatkan
6
dirinya dengan perjanjian hutang, meskipun tanpa ada perjanjian yang tertulis,
seseorang tersebut tetap berhak mendapatkan pembayaran hutang dari teman
dekatnya.
Pada umumnya kontrak lisan dianggap sah selayaknya kontrak tertulis. Pasal
1320 KUH Perdata sama sekali tidak mengatur dan mewajibkan suatu kontrak atau
perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga perjanjian lisan juga mengikat secara
hukum. Namun, tidak semua perjanjian dapat dilakukan secara lisan. Terdapat
beberapa perjanjian yang harus dibuat secara tertulis dan tidak dapat dianggap sah
jika tidak dibuat secara tertulis. 8 Jika dilihat dari tujuan dan manfaat hukum
perjanjian, perjanjian lisan memiliki resiko yang tinggi dalam hal masyarakat
melakukan suatu perjanjian, karena kembali dari tujuan dan manfaat dari hukum
perjanjian tersebut yang harusnya memberikan suatu kepastian hukum, ketertiban
dan keadilan untuk masyarakat.

2.3 Implementasi Hukum Perjanjian Dalam Memberikan Perlindungan Hukum


Bagi Para Pihak.
Pasal 1338 KUH Perdata, sebuah perjanjian wajib dilakukan berdasarkan
itikad baik, yaitu kepatutan dan kepantasan. Asas hukum merupakan pikiran dasar
yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang
terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan
konkrit tersebut. Asas hukum perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum
tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam
pembentukan hukum positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asas hukum
dapat mengoreksi dan meluruskan sebuah aturan hukum konkrit yang bertentangan
dengan asas hukum itu sendiri, dan seyogyanya aturan hukum konkrit harus
mengimplementasikan asas-asas hukum. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai yang diperjanjikan, maka pihak yang satu berhak
8 Syaifuddin Muhammad , Op. Cit, hlm 125.
7
untuk menempuh jalur hukum untuk mendapatkan haknya. Wujud dari tidak
memenuhi perjanjian itu ada tiga macam, yaitu debitur sama sekali tidak memenuhi
perikatan, debitur terlambat memenuhi perikatan, debitur keliru atau tidak pantas
memenuhi perikatan, debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai dan
debitur tetap tidak memenuhi perikatan itu”. (pasal 1243 KUH Perdata). “ganti rugi
terdiri dari biaya rugi dan bunga” (pasal 1244-1246 KUH Perdata). “ganti rugi itu
harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (pasal
1248 KUH Perdata).9
Ada kemungkinan bahwa ingkar janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi
keadaan memaksa bagaimana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran resiko. Dengan
dernikian, secara sempit dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah pemenuhan
kewajiban-kewajiban yang timbul dari hubungan perjanjian. Kewajiban itu adalah
kewajiban dalam berkontrak. Kemudian kewajiban dalam berkontrak tersebut dapat
berasal dari peraturan perundang-undangan, kontrak atau perjanjian yang dibuat para
pihak, kepatutan dan kebiasaan.10 Upaya Perlindungan Terhadap Para Pihak Menurut
KUH Perdata perjanjian merupakan salah satu sumber yang melahirkan perikatan
yang diatur dalam buku III KUH Perdata, kecuali itu sumber perikatan yang lain
adalah undang-undang, yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis serta ilmu
pengetahuan. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang terjadi baik karena
perjanjian atau karena hukum. Hubungan hukum adalah hubungan yang
menimbulkan akibat hukum yaitu adanya hak dan kewajiban.11
Suatu perjanjian yang memenuhi keabsahan memiliki kekuatan yang
mengikat bagi para pihak, dan akibat hukum dari adanya perikatan itu adalah para
pihak terikat pada isi perjanjian dan juga berdasarkan kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang (Pasal 1338, 1339 dan 1340 KUH Perdata), perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik diatur pada Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, kreditur
dapat memintakan pembatalan perbuatan debitur yang merugikan kreditur diatur

9 Ibid, hlm 55.


10 Ridwan Khairandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, FH
UII Press, Yogyakarta, hlm. 270.
11 Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, 2007, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia
Modern, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 80.
8
pada Pasal 1341 KUH Perdata. Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar
bagi hukum perjanjian. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dianggap sebagai asal
usul hukum perjanjian, memberikan sebuah gambaran mengenai latar belakang cara
berpikir yang menjadi dasar hukum perjanjian. Satu dan lain karena sifat
fundamental hal-hal tersebut, maka prinsip-prinsip utama itu dikatakan pula sebagai
prinsip-prinsip dasar.12
Asas atau prinsip hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya
suatu peraturan hukum. lni berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya
bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. 13 Asas atau prinsip hukum berfungsi
sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan mana hukum dapat dijalankan.
Asas-asas atau prinsip-prinsip hukum tersebut tidak saja akan berguna sebagai
pedoman ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga dalam hal menerapkan
aturan. Salah satu prinsip atau asas yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian
adalah prinsip perlindungan kepada para pihak, terutama pihak yang dirugikan.
Berlandaskan kepada prinsip atau asas perlindungan pihak yang dirugikan ini,
maka apabila terjadinya wanprestasi terhadap suatu perjanjian, kepada pihak lainnya
diberikan berbagai hak. Walaupun salah satu pihak telah melakukan wanprestasi,
namun kepentingannyapun harus tetap ikut dilindungi untuk menjaga keseimbangan.
Dalam penelitian ini, perlindungan hukum yang akan dikaji adalah perlindungan
terhadap pihak yang beritikad baik sebagaimana asas itikad baik yang
diimplementasikan dalam norma hukum yaitu Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Apabila perjanjian telah dibuat berdasarkan pasal 1320 KUH
Perdata maka konsekuensinya perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak sebagai mana terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.
Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang
diperjanjikan disebut wanprestasi. Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain
(lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan. Oleh karena pihak yang telah
melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan.

12 Syaifuddin Muhammad , Op. Cit, hlm 143.


13 Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, Op., Cit, hlm. 50.
9
Walaupun salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, namun kepentingannya pun
harus tetap ikut dilindungi untuk menjaga keseimbangan.

BAB III
PENUTUP
10
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia Implementasi hukum perjanjian mengacu kepada KUH Perdata
dan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya terdapat
beberapa hukum perjanjian di Indonesia yang mengatur tentang subyek hukum yang
berupa orang maupun berbentuk badan hukum. Perjanjian yang telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tersebut harus diterapkan
sebagaimana mestinya, karena jika tidak diterapkan, maka akibat hukumnya adalah
perjanjian-perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah, sehingga batal demi hukum, dan
tidak menimbulkan perjanjian (perjanjian dianggap tidak pernah ada).
Tujuan dan manfaat dibuatnya perjanjian adalah sebagai dasar penyelesaian
apabila timbul masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi, mendapatkan
kepastian hukum, dan keadilan. Karena dalam setiap transaksi atau perbuatan hukum
yang ditimbulkan oleh pelaku usaha dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan
memiliki resiko-resiko yang nantinya tidak akan terpikirkan sebelumnya, maka dari
itu sangat penting dibuatnya perjanjian secara tertulis dalam setiap transaksi yang
berpotensi menimbulkan wanprestasi terhadap para pelaku usaha, meskipun juga
terdapat perjanjian lisan, namun resiko hukum yang ditimbulkan akan jauh lebih baik
kalau perjanjian dibuat secara tertulis demi terwujudnya suatu tujuan dan manfaat
dari perjanjian itu sendiri.
Terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum
meletakkan hak pada satu pihak dan meletakkan kewajiban pada pihak lainnya.
Dengan adanya perjanjian diharapkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya dapat
menjalankan sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui,
melakukannya dengan itikad baik, dan sebagai dasar untuk menyelesaikan apabila
timbul masalah dikemudian hari. Eksistensi hukum sangat diperlukan untuk
dihormati dan prinsip-prinsip hukum dijunjung tinggi. Perjanjian dapat memberikan
jaminan dan kepastian hukum bagi para pihak. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai yang diperjanjikan, maka pihak yang satu berhak
untuk menempuh jalur hukum untuk mendapatkan haknya. Salah satu prinsip atau
asas yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian adalah prinsip perlindungan
kepada para pihak, terutama pihak yang11dirugikan. Apabila salah satu pihak tidak
11
melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan, pihak yang telah
melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan.
3.2 Saran
Para pihak yang membuat perjanjian hendaklah mengetahui dan memahami
ketentuan-ketentuan hukum perjanjian, memahami tentang akibat dari suatu
perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, dilakukan dengan kejelian,
kecermatan dan kehati-hatian, selain itu para pihak yang hendak melakukan
perjanjian juga harus benar-benar memahami betapa pentingnya peranan asas-asas
hukum perjanjian dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian. Apabila timbul
masalah yang berhubungan dengan perjanjian, diharapkan hakim yang menangani
dalam putusannya tidak hanya berdasarkan pada apa yang tertulis dalam perjanjian
tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan keselarasan dari seluruh asas-
asas hukum perjanjian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

12
BUKU
Dessy Diandra, 2021, Pengantar Antropologi, DIVA Press, Yogyakarta.

Firman Floranta Adonara, 2021, Pilar-Pilar Hukum Perikatan, Rajawali Pers,


Jakarta.

Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, 2007, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia
Modern, PT. Refika Aditama, Bandung.

Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam


Perspektif Filsafat, Teori Dogmatik dan Praktik Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung.

Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

Ridwan Khairandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif


Perbandingan, FH UII Press, Yogyakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai