Anda di halaman 1dari 15

ANEKA

CARA PEMBEDAAN HUKUM

DOSEN PENGAMPU : DR. MARIATUL KIPTIAH, S.Pd, M.Pd

KELOMPOK 3 :
1. HERLIANI SAFITRI ( 2010112220011 )
2. KHAIRURRASYID ( 2010112110010)
3. HASIM RACHMAN ( 2010112210029 )
4. LIA NORBAITI ( 2010112220004 )
5. GHINA MAWADDAH ( 2010112220014 )
6. HUSNUL KHATIMAH ( 201011222005 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGRAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

OKTOBER

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena atas bimbingan

dan petunjuk serta kemudahan yang diberikan oleh-Nya kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah PENGANTAR ILMU HUKUM yang berjudul “ PERKEMBANGAN

KEMANDIRIAN ” dengan baik dan lancar tanpa hambatan berarti. Penyusunan makalah ini

sebagai wujud penambah wawasan baik untuk penulis dan pembaca.

Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah

Pengantar Ilmu Hukum. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan

baik pada teknis, maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik

dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah

ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada pihak-pihak yang terlibat dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya

kepada :

1. Ibu Dosen Pengampu ( Dr. MARIATUL KIPTIAH, M.Pd ) ang sudah memberikan

tugas makalah perkembangan kemandirian peserta didik ini.

2. Teman-teman sekelompok yang ada di kelas A1

3. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah memberikan penulisan

makalah ini.

Hormat kami,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Pembatasan masalah ...................................................................... 1

1.3 Perumusan masalah......................................................................... 2

1.4 Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Dilihat dari segi eksistensi atau waktu ............................................ 3

2.2 Dilihat dari segi wilayah berlaku .................................................... 3

2.3 Dilihat dari sifat kaku dan fleksibel ................................................ 7

2.4 Dilihat dari segi isi .......................................................................... 8

2.5 Dilihat dari segi bentuk .................................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 10

3.2 Saran ............................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hukum adalah petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam hidup bermasyarakat

yang bersifat memaksa. Memberikan definisi hukum adalah yang sukar sekali, seperti

yang dinyatakan van apeldorn yang menyebut pendapat kant bahwa batasan tentang

hukum masih senantiasa dicari dan belum didapatkan. Kesukaran ini karena hukum

mencakup aneka macam segi dan aspek serta karena luasnya ruang lingkup hukum.

Disamping itu sumbernya pun diberbagai bidang.

Segala sesuatu yang dibatasi oleh waktu dan tempat pada dasarnya dapat dipelajari

untuk diperbandingkan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dari yang

dibandingkan itu dari hasil studi yang dilakukan oleh metode studi antara lain bisa

ditemukan perbedaan yang menarik untuk diketahui tentang sesuatu didalam hukum itu

taitu pembedaan hukum.

1.2 Pembatasan masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas pada

masalah adalah macam-macam pembedaan hukum.


2

1.3 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maslah-masalah yang

dibahas adalah sebagai berikut:

1. Pembedaan hukum yang dibedakan antara pasangan-pasangan hukum

2. Pembedaan hukum menurut cara membedakannya(sumbernya,isinya,kekuatan

mengikatnya,dasar pemeliharaannya,keadaannya,tempat berlakunya,bentuk dan

penerapannya)

1.4 Tujuan

Mengetahui aneka cara pembedaan hukum


3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dilihat dari segi eksistensi atau waktu


( Ius contitutum dan Ius contituendmum )
1. Ius contitutum adalah hukum positif suatu Negara, yaitu hukum yang berlaku

dalam suatu Negara pada suatu saat tertentu.

2. Ius contituendum adalah hukum yang dicita-citakan ole pergaulan hidup dan

Negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentk undang-undang atau

berbagai ketentuan lain.

2.2 Dilihat dari segi wilayah berlaku ( Hukum Alam dan Hukum Positif )

1. Hukum alam

Hukum alam adalah ekspresi dari kegiatan manusia yang mencari keadilan

sejati yang mutlak

2. Hukum positif

Hukum positif atau stellingrecht, merupakan suatu kaidah yang berlaku

sebenarnya merumuskan suatu hubungan yang pantas antara hukum dengan

akibat hukum yang merupakan abstraksi dari keputuan-keputusan.

3. Hukum positif, hukum alam dan keadilan

Hukum positif adalah suatu penyusunan terhadap hidup kemasyarakatan, yang

ditetapkan atas kuasa masyarakat itu, dan berlaku untuk masyarakat itu hukum

positif itu terbatas menurut waktu dan tempat.


4

Letak perbedaan dengan hukum alam adalah norma-normanya tidak ditetapkan

oleh manusia, akan tetapi norma-norma itu bersifat ditetapkan oleh sesuatu

kekuasaan di luar manusia, norma-norma itu bersifat kekal dan abadi.

Didalam De iure belli ac pacis, prolegomena, ps. VII oleh hugo de Groot

dirumuskan empat (4) norma dasar didalam hukum alam:

1) Kita harus menjauhkan diri daripada harta benda kepunyaan orang lain.

2) Kita harus mengembalikan harta benda kepunyaan orang lain yang

berada didalam tangan kita, beserta hasil daripada harta benda orang

yang telah kita kecap.

3) Kita harus menepati perjanjian-perjanjian kita.

4) Kita harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh salah kita, lagi

pula kita harus dihukum apabila perbuatan kita pantas disalahkan.

Dari keempat norma itu ternyata bahwa norma dasar itu merupakan norma-norma

kesusilaan kemasyarakatan.

Perkataan alam atau kodrat didalam hukum alam tergolong kepada hukum alam

didalam arti yang luas, hukum alam didalam arti yang sempit adalah penyelidikan

secara empiris daripada gejala-gejala didalam alam yang materiil yang mengelilingi

kita yakni sekedar alam itu tertangkap oleh panca indera kita.

Kita dapat membeda-bedakan dua aliran didalam ajaran hukum alam menurut arti

yang dipertalikan dengan perkataan ”kodrat”yakni:

1. Hukum alam menurut kodrat manusia

2. Hukum alam menurut kodrat hukum


5

Ahli-ahli filsafat hukum, yang hendak mengartikan”kodrat” didalam istilah ”hukum

alam” sebagai ”kodrat manusia” sangatlah mementingkan mempelajari kodrat

manusia, berdasarkan kodrat manusia itu, norma-norma hukum alam dapatlah

disipatkan (menurut pendapat mereka).

1. Hugo de groot (1583-1645) mempertahankan bahwa kodrat manusia

terkandung didalam pengertian. Appetitus socialis (kecenderungan supaya

manusia berteman).

2. Thomas hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa homo-homini lupus

(manusia bertindak terhadap sesama manusia sebagai binatang liar), bila

masyarakat tidak di kuasai oleh hukum maka hidup manusia merupakan

kekacauan abadi dan semua manusia senantiasa akan menyerang semua

manusia (belium omnium contra omnes).

3. Christian Thomasius (1655-1728) menekankan bahwa ketiga jenis lapangan

norma-norma yang disipatkannya (hukum, kesusilaan dan politik) hanya

mempunyai suatu maksud yang sama ialah untuk memajukan kebahagian

manusia.

4. David Hume (1711-1776) menekankan bahwa kesadaran kesusilaan manusia

menentukan sikapnya terhadap hukum.

Akhirnya dapatkah orang mempersamakan keadilan dengan hukum alam? Keadilan

tidak dapat menentukan isi hukum positif secara madi. Keadilan hanya mempunyai

kadar zahiri, ialah sebagai nilai yang mutlak, sebagai dasar konstitutif, dan taraf

pertimbangan untuk hukum positif.

Sebaliknya, hukum alam mempunyai arti yang madi, norma-normanya mempunyai

isi tertentu, dengan norma-norma itu dibebankan kewajiban-kewajiban dan diberikan


6

hak-hak kepada manusia justru mengenai perhubungan dengan orang-orang yang

lain. Keadilan tidak dapat memerintahkan perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan

oleh manusia, dan yang harus diabaikannya, dasar keadilan sebagai nilai yang

mutlak, hanya dapat menentukan apakah suatu perbuatan yang tertentu sesuai atau

bertentangan dengan keadilan, ialah baik atau buruknya perbuatan itu. Sebaliknya

hukum alam dapat memerintahkan dengan tegas perbuatan-perbuatan yang

manakah, secara madi harus kita lakukan dan abaikan.

Hukum Positif dan Ilmu Hukum

Ilmu hukum sebagai suatu gabungan di mana tergabung beberapa jenis ilmu, yang

masing-masing mempersoalkan hukum positif, akan tetapi masing-masing juga dari

sudut yang berlainan.

1. Bellefroid berpendirian bahwa ilmu hukum meliputi:

1) Ilmu hukum dogmatis, yang menerangkan arti kaidah-kaidah hukum dan


menyusun kaidah-kaidah itu ke dalam suatu tata tertib hukum.
2) sejarah hukum, mempersoalkan sistem-sistem hukum di masa yang lampau
yang turut membentuk dan menentukan isi hukum positif pada masa
sekarang.
3) Perbandingan hukum, memperbandingkan tertib-tertib hukum positif yang
berlaku pada suatu masa.
4) Politik hukum, menyelidiki tuntutan-tuntutan sosial yang hendak
diperhatikan oleh hukum.
5) Teori umum tentang hukum, hendak mempersoalkan pengertian-pengertian
dan asas-asas dasar yang diketemukan di dalam setiap tertib hukum positif.

2. Mr. W. Zevenbergen mengemukakan pendapat yang berbeda, ia mengatakan

bahwa ilmu hukum terdiri atas:

1) Dogmatik hukum, memerikan hukum positif.


7

2) Sejarah hukum, menyelidiki perkembangan suatu tertib hukum positif yang


tertentu dari awal-awalnya.
3) Perbandingan hukum, membandingkan segala atau beberapa jenis tertib
hukum satu dengan yang lain.
4) Filsafat hukum, yang menentukan dengan cara bagaimana hukum dapat
dikenali secara logis.
5) Politik hukum, mempersoalkan hal-hal manakah dan dengan cara
bagaimanakah harus diatur di dalam hukum.

2.3 Dilihat dari segi sifat kaku dan fleksibel

( Hukum Imperatif dan hukum Fakultatif )

Hukum imperatif adalah kaidah-kaidah hukum yang secara a priori harus

ditaati, sedangkan hukum fakultatif tidaklah secara a priori harus ditaati atau tidak a

priori wajib untuk dipatuhi,

Dalam karya Purnadi purbacaraka dan Soerjono soekanto ”Aneka cara

pembedaan hukum” (1980) telah ditunjukkan beberapa hal yang penting didalam

pembedaan pasangan hukum yang imperatif dan yang fakultatif yaitu ciri-ciri hukum

fakultatif keduanya dalam hubungan dengan hukum publik dan hukum perdata, dan

perumusan hukum imperatif dalam undang-undang yang akan menjelaskan tujuan

pembedaan kedua pasangan hukum yang imperatif dan yang fakultatif.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian

1. Pada hukum fakultatif, pembentukan undang-undang juga memberi perintah

seperti halnya pada hukum imperatif. Hanya sifat perintahnya yang berbeda,

maka perintah tersebut lebih banyak diartikan sebagai petunjuk, sehingga

perintah ini langsung ditunjukkan kepada penegak hukum, berbeda dengan

hukum imperatif yang juga secara langsung tertuju kepada pribadi-pribadi.


8

2. Dalam hubungan dengan hukum publik dan hukum perdata. Dari perbedaan

sifat antara hukum yang imperatif dan yang fakultatif secara garis besar dan

pada umumnya, hukum publik relatif bersifat imperatif, sedangkan hukum

perdata bersifat fakultatuf, sekalipun dalam hukum perdata ada yang bersifat

imperatif.

3. Namun sifat hukum publik tetap lebih imperatif karena umumnya kaidah-

kaidah hukum publik bersifat hubungan antara penguasa-penguasa dengan

pribadi-pribadi, sehungan dengan perlindungan kepentingan umum yang

berorientasi pada kesejahteraan bersama warga masyarakat.

4. Dalam persoalan pembedaan antara hukum yang bersifat impertatif dan

fakultatif ini tercermin bahwa hukum secara luas dan mendalam berusaha

mewujudkan keadilan sejati, ia memaksa secara a priori bila diperlukan bagi

kepentingan umum, namun untuk hal-hal tetentu apabila tidak sejalan dengan

keadaan nyata bisa fakultatif.

2.4 Dilihat dari segi isi ( Hukum Substantif dan Hukum Ajektif )

Pembedaan antara hukum substantif dan hukum ajektif terletak pada yang satu

memberi petunjuk, dalam hal ini substantif dijelaskan oleh ajektif sehingga

perumusnnya adalah sebagai berikut:

1. Hukum substantif adalah rangkaian kaidah yang merumuskan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dari subyek hukum yang terkait dalam hubungan

hukum.

2. Hukum ajektif adalah serangkaian kaidah yang memberi petunjuk dengan

jelas tentang bagaimana kaidah-kaidah materil dari hukum substantif

ditegakkan.
9

3. Maka keduanya adalah komplementer yang saling mengisi ini berarti pula

bahwa hukum subjektif adalah hukum materil, sedangkan hukum ajektif

adalah hukum formil.

2.5 Dilihat dari segi bentuk ( Hukum Tidak Tertulis dan Tertulis )

1. Hukum tak tertulis

Hukum tidak tertulis adalah juga kebiasaan, salah satu contoh hukum tak

tertulis adalah hukum adat indonesia. Hukum tidak tertulis ini merupakan

hukum yang tertua, namun ada perbedaan yang essensial yakni pada hukum

tidak tertulis didukung oleh teori-teori kesadaran hukum yang dipengaruhi

oleh mashab sejarah yang ditokohi oleh von savigny.

2. Hukum tertulis

Hukum tertulis atau geschreven recht, adalah hukum yang mencakup

perundang-undangan dalam berbagai bentuk yang dibuat oleh pembuat

undang-undang dan traktat yang dihasilkan dari hubungan hukum

internasional.

3. Hukum tercatat

Kembali pada hukum tidak tertulis perlu sedikit dijelaskan bahwa ada hukum

tidak tertulis yang benar-benar tidak pernah ditulis sama sekali, ada pula

hukum tak tertulis yang tercatat. Mengenai hukum tercatat yang tidak

termasuk sebagai hukum tertulis lebih jelas pelajari Purnadi Purbacaraka-

soerjono soekanto, ”Aneka cara pembedaan hukum” alumni bandung, 1980.


10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hukum juga memiliki keragaman arti juga memiliki keragaman dalam pengaturannya

sehingga dikenal bidang-bidang hukum. Di bawah ini pembedaan hukum menurut

kriteria yang umum digunakan sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi eksistensi atau waktu.

1) Ius constituendum adalah kaidah hukum yang dicita-citakan.


2) Ius constitutum adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan
tempat tertentu
2. Dilihat dari segi wilayah berlaku.

1) Hukum alam adalah hukum bersifat abadi yang timbul dari alam dan
tidak dibuat oleh manusia.
2) Hukum positif adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan
di tempat tertentu.
3. Dilihat dari segi sifat kaku dan fleksibel

1) Hukum imperatif adalah kaidah hukum memaksa yang secara apriori


harus ditaati.
2) Hukum fakultatif adalah kaidah hukum yang tidak secara apriori
mengikat atau tidak wajib dipatuhi sehingga ada kebebasan dalam
membentuk hukum yang sebanding antar pihak.
11

4. Dilihat dari segi isi

1) Hukum substantif adalah kaidah yang mengatur kepentingan-


kepentingan dan hubungan subyek-subyek hukum.
1) Hukum ajektif adalah kaidah yang memberikan pedoman untuk
menegakkan dan mempertahankan hukum substantif.
5. Dilihat dari segi bentuk

1) Hukum tidak tertulis adalah kaidah hukum yang tidak dalam bentuk

tertulis tetapi hidup dalam pergaulan masyarakat (hukum adat).

2) Hukum tercatat adalah kaidah hukum tidak tertulis yang tercatat atau

dicatat oleh pemimpin formal, informal, dan para sarjana dalam

penelitian.

3) Hukum tertulis adalah kaidah hukum dalam bentuk tertulis yang dibuat

oleh negara (Undang-undang, traktat).

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami kesalahan, diharapkan bagi

pembaca memberikan komentar agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSAKA

Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 1983

12

Anda mungkin juga menyukai