Anda di halaman 1dari 42

KEKUATAN HUKUM JUAL BELI MELALUI INSTAGRAM DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999


TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Strata Satu


Pada Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia

Disusun Oleh :
Nama : Astrid
NIM : 1740050153

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

Untuk memenuhi dalam mencapai derajat strata satu pada Fakultas Hukum
Universitas Kristen Indonesia

Disusun Oleh :
Nama : Astrid
NIM 1740050153

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Pada tanggal.............dan dinyatakan telah memenuhi syarat
untuk menulis skripsi

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota

( ) ( )

i
KATA PENGANTAR

Syalom

Segala puji hormat dan ucapan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa telah memberikan segala berkat dan pertolongan-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “ Kekuatan Hukum Jual Beli

melalui Instagram ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen. ”

Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi dalam

mencapai derajat strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia .

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan Terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis,

sehingga proposal ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis ucapkan Terimakasih dan semoga Tuhan Yang Maha

Esa memberikan berkat dan karunianya-Nya kepada kita semua.

Jakarta, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar belakang permasalahan ............................................... 1

B. Perumusan masalah ............................................................. 8

C. Ruang lingkup masalah ........................................................ 8

D. Tujuan penelitian................................................................... 8

E. Kerangka Teori...................................................................... 9

F. Metode penelitian.................................................................. 13

G. Sistematika Penelitian .......................................................... 15

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN................................................... 17

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian..................................... 17

1. Pengertian Perjanjian....................................................... 17

2. Syarat sahnya Perjanjian.................................................. 19

3. Unsur-unsur Perjanjian.................................................... 21

4. Asas-asas Perjanjian........................................................ 23

B. Jual Beli................................................................................. 25

1. Pengertian Jual Beli......................................................... 25

2. Saat terjadinya Jual Beli.................................................. 27

C. Tinjauan Umum Tentang Konsumen dan Pelaku Usaha ...... 28

iii
1. Konsumen........................................................................ 28

2. Pelaku usaha.................................................................... 29

D. Tinjauan Umum Tentang Barang, Transaksi, dan Instagram. 29


...............................................................................................

1. Barang.............................................................................. 29

2. Transaksi.......................................................................... 29

3. Pengertian Instagram....................................................... 32

4. Sejarah Instagram ........................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

melainkan selalu hidup berdampingan atau membutuhkan manusia lainnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia perlu berinteraksi dengan orang lain

untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, yang nantinya akan terjalin

kerjasama, saling tolong-menolong, saling mendukung, memajukan dan

mengembangkan untuk mencapai kepentingan bersama. Interaksi sosial

merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial

merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut

hubungan antara orang-perorangan, kelompok-kelompok manusia, maupun

antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri,

maka manusia perlu terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa

melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat maka manusia tidak akan

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya ataupun melakukan interaksi sosial.

Karena manusia merupakan bagian dari masyarakat yang hidup berdampingan

satu dengan yang lainnya. Untuk itu sering kali terjadi hubungan antara

individu dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari yang salah satunya

adalah perdagangan atau hubungan jual beli.

1
2

Perdagangan atau perniagaan adalah merupakan kegiatan tukar

menukar barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan

bersama bukan pemaksaan. Pada masa awal sebelum uang ditemukan, tukar

menukar suatu barang dinamakan barter yaitu menukar barang dengan barang.

Pada masa moderen perdagangan dilakukan dengan penukaran uang.

Setiap barang akan dinilai dengan sejumlah uang. Pembeli akan

menukar barang atau jasa yang diinginkan penjual. Dalam perdagangan, ada

orang yang membuat yang disebut sebagai produsen, yang biasanya juga

menjadi pelaku usaha atau disebut dengan penjual. Sedangkan pembeli adalah

orang yang membeli barang atau dengan kata lain disebut dengan konsumen.

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

mendefinisikan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang dijanjikan.1

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

pengertian perjanjian adalah: “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Dan juga menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

mengatur 4 (empat) syarat yang diperlukan dalam suatu perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Maka dari itu jual beli dianggap telah terjadi setelah kedua belah
1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3

pihak mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,

meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

Secara umum, ada dua pihak yang terlibat dalam aktivitas jual beli, yaitu :

1. Pihak penjual, yaitu pihak yang bersedia memberikan atau menyerahkan

barang atau jasa dari suatu aktivitas atau transaksi jual beli. Pihak penjual

harus bisa menjamin bahwa barang atau jasa yang diserahkan kepada

pihak pembeli dalam kondisi baik dan bisa digunakan sesuai dengan yang

diharapkan dan diinginkan oleh pihak pembeli. Pasal 1474 dalam Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata telah diuraikan kewajiban dari penjual

yaitu:2

a. Menyerahkan barang yang dikuasainya atau dengan kata lain adalah

pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan hak

milik si pembeli.

b. Menanggung atas barang yang ditawarkannya tersebut tidak dalam

kondisi rusak atau cacat, seperti yang diatur dalam Pasal 1491 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata bahwa kewajiban penjual terhadap

pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: Pertama, penguasaan

barang yang dijual itu secara aman dan tenteram. Kedua, tiadanya

cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian

rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian.

2. Pihak pembeli, yaitu pihak yang bersedia membayar atas barang atau jasa

2
Toman Sony Tambunan, Wilson R.G. Tambunan, Hukum Bisnis, (Medan:
Prenadamedia Grup, 2018), hlm. 67-68
4

dari pihak penjual. Dalam Pasal 1513 Kitab Undang Undang Hukum

Perdata tertulis bahwa kewajiban utama pembeli adalah membayar harga

pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan dalam persetujuan.

Di era teknologi saat ini, perkembangan terjadi pada seluruh aspek

kehidupan masyarakat termasuk didalam kegiatan perdagangan. Pada awalnya

perdagangan dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan bertemunya

pelaku usaha dan konsumen untuk melakukan transaksi jual beli. Seiring

perkembangan teknologi, pasar sebagai tempat bertemunya permintaan dan

penawaran mengalami perubahan. Pelaku usaha dan konsumen tidak lagi

harus bertatap muka untuk melakukan transaksi jual beli. Internet sebagai

media baru untuk mendorong perubahan ini menjadi lebih maju. Kecepatan,

kemudahan, serta murahnya biaya internet menjadi pertimbangan banyak

orang untuk menggunakannya, termasuk untuk melakukan transaksi.

Munculnya media online, membuat jarak dan waktu tidak lagi

menjadi hambatan setiap orang untuk melakukan transaksi jual beli . Selain

untuk berkomunikasi, internet telah berkembang menjadi media untuk

berbisnis. Transaksi jual beli yang dilakukan melalui media internet pada

dasarnya sama dengan transaksi jual beli pada umumnya. Perdagangan

melalui media online semakin marak terjadi di Indonesia, seperti jual beli

di media sosial yang menggunakan facebook, Instagram ataupun handphone

sebagai alat pemasarannya.

Berkembangnya perdagangan melalui internet ini, maka


5

berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual store, dimana pelaku

bisnis menjalankan bisnis dan perdagangannya melalui media internet dan

tidak lagi mengandalkan bisnis perusahaan konvensional yang nyata.

Dengan adanya fenomena yang demikian ini semakin maju ilmu

pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi

produktifitas dan efesiensi produsen terhadap barang dan atau jasa yang

dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha, maka perlindungan

hukum terhadap konsumen dipandang sangat penting. Kemudahan yang

ditawarkan melalui internet adalah suatu hal yang wajar ketika transaksi jual

beli konvensional ditinggalkan karna saat ini transaksi jual beli melalui media

online lebih dipilih karna kemudahan yang ditawarkan.

Adanya media online dalam dunia perdagangan atau bisnis,

membuat banyak hal yang mengalami perubahan, antara lain adalah

kedekatan para pihak dalam transaksi tidaklah intim, karena masing-masing

pihak tidak mengenal secara dekat satu sama lain (pengenalan antara penjual

dan pembeli hanya sebatas di media online), ketidakjelasan mengenai barang

yang ditawarkan, terlebih apabila bila barang yang ditawarkan membutuhkan

pengenalan secara fisik, kepastian bahwa barang yang dikirim sesuai dengan

barang yang dipesan, padahal kita ketahui bahwa hubungan yang timbul

antara konsumen dengan pelaku usaha kedua belah pihak menikmati

keuntungan.

Teori yang dilakuan dalam transaksi jual beli secara online pada
6

umunya lebih mengutamakan teori kepercayaan terhadap pelaku usaha

maupun konsumen. Prinsip jaminan struktur transaksi secara online seperti

jaminan terhadap kebenaran identitas pelaku usaha atau konsumen, jaminan

terhadap suatu barang yang diperjual belikan, jaminan keamanan terhadap

pembayaran. Permasalahan yang dihadapi oleh konsumen bukan hanya

sekedar bagaimana dalam memilih barang, tetapi jauh lebih dari itu yang

menyangkut tentang kesadaran para pihak, baik dari pihak pelaku usaha,

pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan

konsumen. Pelaku usaha harus menyadari bahwa mereka wajib menghargai

hak-hak konsumen dengan memproduksi barang atau jasa yang berkualitas,

aman untuk digunakan, mengikuti ketentuan yang berlaku dengan harga yang

sesuai.

Pemerintah menyadari bahwa diperlukannya Undang-Undang serta

peraturan-peraturan yang berkaitan dengan berpindahnya suatu barang dan

jasa dari pihak pelaku usaha kepada pihak konsumen. Pemerintah juga

berwenang untuk mengawasi berjalannya peraturan serta Undang-Undang

dengan baik. Peranan Negara Republik Indonesia yang pada umumnya

sebagai Negara yang menjunjung tinggi nila-nilai yang berlandaskan hukum

yang mewajibkan semua pihak apabila melakukan suatu tindakan atau

perbuatan harus berlandaskan hukum terhadap transaksi jual beli dipasar

maupun transaksi jual beli dalam media online.

Bahwa dengan adanya perlindungan hukum terhadap konsumen


7

maka pelaku usaha wajib memberikan jaminan serta melindungi kepentingan

konsumen, yang notebenenya Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan

hukum maka dengan secara tidak langsung hukum tersebut dapat mengatur

setiap warga negaranya baik secara individu maupun secara berkelompok

yang hidup ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa

konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

untuk tujuan tertentu. Dan menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha adalah setiap

orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

usaha dalam berbagai bidang ekonomi.3

3
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit
Media, 2011), hlm. 29
8

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, serta agar

pulisan ini terfokus pada persoalan yang dibahas dan tidak terlalu luas serta

tidak menyimpang dari rumusan masalahnya, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam transaksi jual beli melalui

Instagram?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam jual beli

melalui Instagram?

C. Ruang lingkup penelitian

Untuk membatasi penelitian ini maka penulis berfokus kepada negara

untuk memberikan perlindungan serta menyikapi segala permasalahan yang

terjadi terhadap kehidupan masyarakat mengenai perlindungan konsumen,

serta hak dan kewajiban para pihak dalam transaksi jual beli melalui media

online Instagram sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.8 tahun

1999 Tentang Perlindungan Hukum Konsumen.

D. Tujuan penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam transaksi jual beli

melalui Instagram.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap

konsumen dalam jual beli melalui Instagram.


9

E. Kerangka Teori dan Kerangka konsep

1. Kerangka Teori

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang

berisi keadilan. Norma-norma yang memajukan keadilan harus benar-

benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Menurut Gustav

Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian

yang tetap dari hukum. Dirinya berpendapat bahwa keadilan dan

kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum dijaga demi

keamanan dan ketertiban suatu Negara.

Jika dikaitkan teori kepastian hukum dalam suatu perjanjian

sesuai dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta

hak dan kewajiban dalam jual beli, menekankan pada penafsiran dan

sanksi yang jelas agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan

yang sama antara subjek hukum yang terlibat (para pihak yang

melakukan perjanjian jual beli). Kepastian memberikan kejelasan

dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksaan suatu perjanjian

jual beli, dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut

wanprestasi atau salah satu pihak ada yang dirugikan maka sanksi

dalam suatu perjanjian tersebut harus dijalankan sesuai dengan

kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian jual beli, baik

pihak pelaku usaha maupun konsumen.


10

Menurut Sudikno Mertokusumo mendefinisikan kepastian

hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak

menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat

dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan

adilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan.

b. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia (HAM)

yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon yang berpendapat bahwa

Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,

serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh

subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan

perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang

mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. Menurut Philipus

M. Hadjon, bahwa sarana Perlindungan Hukum ada dua macam,

yaitu:4

4
https://suduthukum.com/2017/12/teori-perlindungan-hukum.html
11

1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya

sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak

pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena

dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah

terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan

yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan

khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

2) Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan

Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk

kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum

terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep

tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hakhak asasi

manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep

tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan

kewajiban masyarakat dan pemerintah.


12

2. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep yang dipergunakan dalam penyusunan

proposal ini adalah :

a. Pengertian Pelaku Usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 3 adalah setiap

orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan

atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

b. Pengertian Konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 adalah setiap orang

pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

c. Pengertian Barang menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 4 adalah setiap benda

baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak,dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat

untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh

konsumen.

d. Pengertian Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1457 adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
13

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

e. Pengertian Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1313 adalah Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

f. Pengertian Transaksi secara umum adalah Perjanjian jual beli antara

para pihak yang bersepakat. Sedangkan Transaksi elektronik dalam

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik adalah perbutan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan computer,

dan/atau media elektronik lainnya.

g. Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto dan video yang

memungkinkan pengguna mengambil foto, mengambil video,

menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan

jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri.5

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai

kaidah-kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang

dianggap pantas. Penelitian ini berlandaskan norma-norma hukum yang


5
www.wikipedia.com
14

berlaku dan terdapat dalam peraturan perundang-undangan.6

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan.

Dengan pendekatan ini, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian hukum normatif yaitu: pendekatan perundang-undangan,

pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan

pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini pendekatan yang penulis

gunakan adalah pendekatan perundang-undangan.

3. Bahan Hukum

Bahan Hukum yang digunakan adalah

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundangan-undangan yang dicatatan resmi oleh pembuat peraturan

perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPer), Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi

Transaksi Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memeberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Terdiri dari buku-buku teks yang

ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum dan pendapat para

6
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2005). Hlm. 295-296
15

sarjana.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder dalam hal ini diperoleh dari ensiklopedi,dan Kamus Besar

Bahasa Indonesia.

4. Jenis data

Jenis data yang digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini,

penulis menggunakan data sekunder, yaitu data dari bahan pustaka,

literatur, artikel, majalah, jurnal serta internet.

5. Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam menyelesaikan

penelitian ini, dengan menggunakan cara penelitian kepustakaan, yaitu

suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca atau merangkai

buku-buku peraturan perundang-undangan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam kemudahan penelitian hukum ini, maka penulis dalam

Menyusun proposal ini memakai sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, pokok

permasalahan, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, kerangka

teori dan kerangka konsep, metode penelitian dan sistemtika


16

penulisan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini pada dasarnya merupakan landasan teori mengenai

tentang pengertian konsumen, pelaku usaha, barang, perjanjian,

jual beli online, transaksi dan Instagram.

BAB III PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan menguraikan serta membahas hak dan kewajiban

para pihak, baik pihak pelaku usaha maupun pihak konsumen.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

Pada bab ini akan membahas bagaimana perlindungan hukum

konsumen terhadap transaksi jual beli online melalui Instagram

BAB V PENUTUP

Merupakan sebagai penutup yang berisi dengan kesimpulan dan

saran yang berkaitan dengan penulisan.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata ’’ Suatu perbuatan dengan mana

1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 ( satu ) orang lain

atau lebih’’. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian

perjanjian yang menggambarkan adanya dua pihak yang saling

mengikatkan diri. Pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian

terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak yang lain.

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada

seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini, timbulkan sutu

hubungan antara dua orang tersebut yang dimanakan perikatan. Perjanjian

itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa

perjanjian itu penerbitkan perikatan.7

Menurut Black’s Law Dictionary, Perjanjian adalah suatu


7
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermada, 2001. Hal. 1
18

persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara

Sebagian. Penjelasan dari definisi yang tercantum dalam Black’s Law

Dictionary adalah bahwa perjanjian dilihat sebagian persetujuan dari para

pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak

melakukan secara sebagian.

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum. Maksudnya kedua belah pihak tersebut

sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban

yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan . Kesepakatan

tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak

dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada

akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.8

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapat

disimpulkanj bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara kedua

belah pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hak

dan kewajiban.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Walaupun dikatakan bahwa perjanjian lahir pada saat terjadinya

kesepakatan mengenai hal pokok dalam perjanjian tersebut, namun masih

ada hal yang lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat syahnya perjanjian

8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberti 1986
Hal . 97-98
19

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

Syarat sah perjanjian ada 4 (empat) yang diatur dalam Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

a. Kesepakatan.

Kesepakatan diperlukan dalam mengadakan perjanjian, bahwa

kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan kehendak, artinya

masing-masing pihak tidak mendapat suatu tekanan yang

mengakibatkan adanya cacat dalam mewujudkan kehendaknya.

Menurut Subekti, kedua belah pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan

itu harus nyata, mengenai pernyataan ini dapat dilakukan dengan

secara tegas.

Perjanjian menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap

segala yang terdapat di dalam perjanjian dan memberikan persetujuan

atau kesepakatan jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

Kata setuju dan sepakat sangat penting dalam suatu perjanjian karna

kata setuju dan sepakat dilakukan dengan penuh kesadaran di antara

para pihak, yang bisa diberikan secara lisan dan tertulis.

b. Kecakapan

Untuk mengadakan perjanjian, para pihak harus cakap, namun

dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang

mengadakan perjanjian adalah tidak cakap menurut hukum. Seorang


20

oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan perjanjian jika

orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin

sebelum cukup 21 tahun, sebaliknya setiap orang yang berumur 21

tahun ke atas oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal dia

ditaruh di bawah pengampuan, seperti gelap mata, dungu, sakit

ingatan, atau pemboros.

Menurut Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia

oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Dengan demikian,

dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap apabila :

1) belum berusia 21 tahun dan belum menikah

2) berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu atau boros

Sementara itu, dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian

adalah :

1) orang-orang yang belum dewasa

2) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian

tertentu.
21

c. Suatu hal tertentu

Menurut Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya”. Dalam suatu perjanjian harus

mempunyai objek tertentu dan dapat ditentukan bahwa ojek tersebut

dapat berupa benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak atau

benda tidak bergerak. Ataupun berupa apa yang diperjanjikan yaitu

hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, dalam hal ini objek

perjanjian harus dijelaskan di dalam suatu perjanjian, supaya

memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak.

d. Sebab yang halal

Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah kausa hukum

yang halal, jika objek dalam perjanjian itu illegal atau bertentang

dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut

menjadi batal. Sebagai contoh, perjanjian untuk membunuh seseorang

mempunyai objek tujuan yang illegal, maka perjanjian tersebut tidak

sah. Menurut Pasal 1335 jo Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata menyatakan, bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika

bertentangan dengan undnag-undang, kesusilaan, dan ketertiban

umum. Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang,

jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan

dengan undang-undang yang berlaku.


22

3. Unsur – unsur Perjanjian

Bahwa perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau

unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang

esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur

lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur,

yaitu sebagai berikut :

a. Unsur Esensiali

Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu

perjanjian karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini

maka tidak ada perjanjian, dalam perjanjian jual beli harus ada

kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan

mengenai barang dan harga dalam perjanjian jual beli, perjanjian

tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang

diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam

Undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam

perjanjian, Undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian,

unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam

perjanjian, sebagai contoh, jika dalam perjanjian jual beli tidak

diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku

ketentuan dalam Pasal 1506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bahwa penjual harus menanggung cacat tersebut.


23

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau

mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikan. Sebagai contoh

dalam perjanjian jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa

apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua

persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar

selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik

Kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan.

4. Asas – asas perjanjian

Dalam teori hukum diakui bahwa sumber hukum mencakup tidak

saja perundang-undangan, kebiasaan, dan putusan pengadilan, tetapi juga

asas-asas hukum. Akan tetapi bilaman kita berbicara tentang hukum,

pertama yang terpikirkan adalah ketentuan perundang-undangan, yakni

aturan-aturan yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang dalam bentuk

perundang-undangan, baik asas-asas hukum maupun aturan-aturan hukum

mempunyai ciri serupa, keduanya memberikan arahan atau pedoman bagi

sikap dan tindakan manusia.

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas, diantaranya adalah

sebagai berikut:9

9
I Ketut Okta Setiawan, Hukum Perikatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2016 hal 43-49
24

a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu

perjanjianyang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat

tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok

perjanjian. Asas konsensualisme menekankan suatu janji lahir pada

detik terjadinya konsensus (kesepakatan atau persetujuan) antara kedua

belah pihak mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi objek

perjanjian. Apabial perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka bukti

tercapainya konsensus adalah saat ditandatanganinya perjanjian itu

oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat

membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan dirii dengan

siapa pun yang ia kehendaki. Para pihak juga bebas menetukan

cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan

bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan

peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban

umum, maupun kesusilaan.

Menurut Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuat ”

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan bagi

seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan


25

dengan perjanjian, di antaranya :

1) bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak

2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian

3) bebas menentukan isi atau klausul perjanjian

4) bebas menentukan bentuk perjanjian ; dan

5) kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

c. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam

hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal

1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan

batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus

jujur, terbuka, dan saling percaya.

d. Asas Kepastian Hukum

Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga

mengandung kepastian hukum, hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kepastian ini terungkap

dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang

bagi para pihak. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan

melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana menaati

undang-undang.
26

B. Jual – Beli

1. Pengertian Jual Beli

Perjanjian jual beli merupakan perjanjian penting yang kita lakukan

sehari-hari, namun kita kadang tidak menyadari bahwa apa yang kita

lakukan merupakan suatu perbuatan hukum yang tentu saja memiliki

akibat-akibat hukum tertentu. Membeli dan menjual adalah dua kata kerja

yang sering kita pergunakan dalam istilah sehari-hari yang apabila

digabungkan antara keduanya, berarti salah satu pihak menjual dan pihak

lainnya membeli, dan hal ini tidak dapat berlangsung tanp pihak yang

lainnya, dan itulah yang disebut perjanjian jual beli.10

Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata , jual beli ditegaskan sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak

yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Menurut Subekti, jual beli dikatakan suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu

barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Pihak penjual berjanji menyerahkan atau memindahkan hak milik

atas barang yang ditawarkan, sedangkan pihak pembeli menjanjikan

membayar harga yang telah disetujuinya. Mengenai penyerahannya perlu

dijelaskan bahwa yang diserahkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli

bukan kekuasaan barang itu melainkan hak milik atas barangnya. Jual beli

10
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Depok: Rajawali pers, 2018
Hal. 126-130
27

menunjukan bahwa satu pihak melakukan perbuatan yang dinamakan

menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan melakukan perbuat

membeli. Dengan demikian, jual beli merupakan istilah yang mencakup

dua perbuatan yang timbal balik.

2. Saat Terjadinya Jual Beli

Jual beli adalah perjanjian konsensual, artinya ia sudah dilahirkan

sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat para pihak, saat tercapainya

kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok

( essensialia), yaitu mengenai barang dan harganya. Sifat konsesual dari

jual beli ini disebutkan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang mengatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara

kedua belah pihak, setelah penjual dan pembeli mencapai sepakat tentang

kebendaan tersebut dan harganya , meskipun kebendaan itu belum

diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Dengan kesepakatan tersebut pihak-pihak yang bersangkutan telah

mencapai persesuaian kehendak, artinya yang dikehendaki oleh yang satu

adalah juga yang dikehendaki yang lain. Kedua kehendak ini bertemu

dalam “sepakat”. Tercapainya kesepakatan ini dinyatakan oleh kedua belah

pihak dengan mengucapkan perkataan “setuju” atau dengan bersama-sama

menaruh tanda tangan dibawah pernyataan tertulis sebagai tanda bukti

kedua belah pihak menyetujui segala apa yang tertera di atas tanda tangan

itu. Adapun ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata mensyaratkan suatu janji yang sah apabila memenuhi kecakapan,


28

kesepakatan, hal tertentu, dan sebab yang halal, khusus mengenai

kesepakatan merupakan sifat dari suatu perjanjian yang berkonsensual.11

C. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumen ( Inggris-Amerika),

atau consument / konsument ( Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah

diartikan sebagai “Orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu

atau menggunakan jasa tertentu” atau “Sesuatu atau seseorang yang

menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Menurut Az.

Nasution, pengertian konsumen adalah “Setiap orang yang mendapatkan

secara sah dan menggunakan baranng atau jasa untuk suatu kegunaan

tertentu’’. 12

Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen menyebutkan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam penjelasan Pasal 1 angka (2),

disebutkan bahwa kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir

dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat

akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen

yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi


11
Ibid. Hal. 158.
12
Aulia muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Pustaka Baru pers, 2018
hal 49-55
29

suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini

adalah konsumen akhir.

2. Pelaku Usaha

Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum

yang menghasilkan barang-barang dan/atau jasa dengan memproduksi

barang dan/atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau

konsumen dengan mencari keuntungan dari barang-barang dan/atau jasa

tersebut. Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yang dimaksud pelaku usaha adalah “Setiap orang perorangan

atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.

Sedangkan menurut penjelasan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang

Perlindugan Konsumen, yang termasuk pelaku usaha adalah “Pelaku usaha

yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, Badan

Usaha Milik Negara, koperasi importir, pedagang, distributor, dan lain-

lain.
30

D. Pengertian Barang, Transaksi, dan Instagram.

1. Barang

Barang atau komoditas dalam pengertian ekonomi adalah suatu

objek fisik yang dapat dilihat dan disimpan atau jasa yang memiliki nilai.

Nilai suatu barang akan ditentukan karena barang itu mempunyai

kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan pelanggan

baik secara individu atau bisnis. Contoh barang adalah pakaian, makanan,

minuman, komputer, dan telepon pintar. 13

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (4) adalah setiap benda baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak,dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat

untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh

konsumen. Berdasarkan Pasal 1475 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, penyerahan adalah “Suatu pemindahan barang yang telah dijual

kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli ”.

Walaupun perjanjian jual beli mengikat para pihak setelah

tercapainya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa hak milik atas barang

yang diperjualbelikan tersebut akan beralih bersamaan dengan tercapainya

kesepakatan karena untuk beralihnya hak milik atas barang yang

diperjualbelikan dibutuhkan penyerahan. Apabila dalam perjanjian jual

beli tidak ditentukan oleh para pihak, dimana seharusnya barang yang

diperjualbelikan tersebut diserahkan, penyerahan harus dilakukan di

13
https://id.wikipedia.org/wiki/Barang
31

tempat dimana barang itu berada pada saat perjanjian jual beli dilakukan.

2. Transaksi

Transaksi dapat diartikan sebagai perjanjian jual beli antara para

pihak yang bersepakat sedangkan dalam ruang lingkup hukum sendiri,

transaksi dapat diartikan sebagai penamaan terhadap keberadaan terhadap

keberadaan suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi di

antara para pihak. Transaksi elektronik sebagai transaksi yang dilakukan

oleh kedua pihak atau lebih melalui jaringan komputer atau media

elektronik yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada masing-masing

pihak yang bertransaksi.

Dalam perkembangannya transaksi elektronik yang sering disebut

“online contrac” sebenarnya merupakan perikatan atau hubungan hukum

yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan sistem

informasi berbasis komputer, dengan sistem komunikasi yang berdasarkan

atas jaringan jasa telekomunikasi dimana transaksi elektronik ini

difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global internet.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah perbutan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan computer, dan/atau

media elektronik lainnya.

Hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yang

menggunkan fasilitas internet tersebut berdasarkan subjek hukum yang

terlibat, dapat dikelompokkan dalam :


32

a. business to business

b. business to customer

c. customer to customer

d. customer to business

e. customer to government

Walaupun terdapat lima kelompok sebagaimana disebutkan diatas,

namun pada dasarnya yang terkait dengan perjanjian jual beli hanya ada

tiga, kelompok yang pertama karena customer to business pada dasarnya

yang melibatkan pihak yang sama dengan kelompok kedua di atas

sedangkan customer to government jika terkait dengan jual beli, dapat

dikelompokkan ke dalam kelompok kedua juga sedangkan kalau mengenai

kepentingan lain seperti pembayaran pajak, hal itu tidak terkait dengan

ketentuan hukum dalam jual beli.

Jika pembeli setuju untuk membeli barang-barang tertentu atau

menggunkan jasa tertentu yang ditawarkan oleh penjual, pembeli

menyatakan persetujuannya melalui website, e-mail, atau electronic data

interchange. Apabila para pihak telah setuju dengan jual beli tersebut,

dilakukanlah pembayaran yang dapat dilakukan dengan sistem ATM,

pembayaran cash, ataupun dengan perantaraan pihak ketiga seperti kartu

kredit online. Dengan selesainy pembayaran, maka barang yang dibeli

akan diantarkan oleh penjual, baik diantar sendiri ataupun melalui jasa

pihak ketiga.
33

3. Instagram

Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan

pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya

ke berbagi layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri. Satu

fitur yang unik di Instagram adalah memotong foto menjadi bentuk

persegi, sehingga terlihat seperti hasil kamera Kodak instamatic dan

polaroid. Hal ini berbeda dengan rasio aspek 4:3 yang umum digunakan

oleh kamera pada peranti bergerak. Instagram dapat digunakan di iPhone,

iPad atau iPod Touch versi apapun dengan sistem opeerasi iOS 3.12 atau

yang terbaru, dan telepon genggam Android apapun dengan sistem operasi

2.2 ( Froyo) ke atas. Aplikasi ini dapat diunggah melalui Apple App Store

dan Google Play.14

4. Sejarah Instagram

Instagram terdiri pada tahun 2010 perusahaan Burbn, Inc.,

merupakan sebuah teknologi startup yang hanya berfokus kepada

pengembangan aplikasi untuk telepon genggam. Pada awalnya Burbn,Inc

sendiri memiliki focus yang terlalu banyak di dalam HTML5 mobile

( hiper test markup language 5), namun kedua CEO ( Chief Executive

Officer ), Kevin Systromdan juga Mike Krieger, memutuskan untuk lebih

focus pada satu hal saja. Setelah satu minggu mereka mencoba untuk

membuat sebuah ide yang bagus, pada akhirnya mereka membuat sebuah

versi pertama dari Burbn, namun di dalamnya masih ada beberapa hal

yang belum sempurna. Versi Burbn yang sudah final, aplikasi yang sudah
14
https://id.wikipedia.org/wiki/Instagram
34

dapat digunakan di dalam iPhone, yang dimana isinya terlalu banyak

dengan fitur-fitur. Sulit bagi Kevin Systrom dan Mike Krieger untuk

mengurangi fitur-fitur yang ada dan mulai lagi dari awal, namun akhirnya

mereka hanya memfokuskan pada bagian foto, komentar, dan juga

kemampuan untuk munculnya media sosial Instagram.

Nama Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan fungsi

aplikasi ini. Kata ‘’insta’’ berasal dari kata ‘’instan’’, seperti kamera

polaroid yang pada masanya lebih dikenal dengan sebutan ‘’ foto instan’’.

Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, sedangkan

untuk kata ‘’gram’’ berasal dari kata ‘’telegram’’, dimana cara kerja

telegram sendiri adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain

dengan cepat. Sama halnya dengan Instagram yang dapat mengunggah

foto dengan menggunakan jaringan internet, sehingga informasi yang ingin

disampaikan dapat diterima dengan cepat. 15

Di zaman sekrang ini, teknologi semakin canggih. Hal ini terlihat

juga dengan semakin banyaknya aplikasi baru yang bermunculan, dan

salah satu yang menarik perhatian adalah aplikasi Instagram. Mungkin

untuk sekarang ini hampir rata-rata anak muda telah mempunyai akun

instagram, entah itu digunakan untuk posting foto dan mungkin juga hanya

digunakan untuk melihat foto-foto orang saja. Kehadiran kamera

berkualitas tinggi pada smartphone membuat banyak orang mempunya

aktivitas baru yang menyenangkan, orang akan mudahnya mengambil

15
https://sites.google.com/a/student.unsika.ac.id/asep-saeful-bachri/media-sosial/sejarah-
instagram
35

gambar dimanapun dan kapanpun dengan menggunakan kamera

smartphone. Dan biasanya setelah mengambil sebuah gambar, orang

tersebut akan memposting foto-foto tersebut untuk di upload ke sosial

media seperti Instagram.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Depok: Rajawali


Pers, 2018.

Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Pustaka Baru


Pers, 2018.

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta:


Diadit Media, 2011.

Herlien Budiono, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014

I Ketut Okta Setiawan, Hukum Perikatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya:


Bayumedia Publishing, 2005.

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta:


Sinar Grafika, 2003

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2005.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:


Liberti, 1986

Sugeng, Hukum Telematika Indonesia, Depok: Prenadamedia Grup, 2019.

Toman Sony Tambunan, Wilson R.G. Tambunan, Hukum Bisnis, Medan:


prenadamedia Grup, 2018

B. Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen.

________. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik.
37

C. Media Elektronik

https://suduthukum.com/2017/12/teori-perlindungan-hukum.html

https://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/

https://id.wikipedia.org/wiki/Barang

https://id.wikipedia.org/wiki/Instagram

https://sites.google.com/a/student.unsika.ac.id/asep-saeful-bachri/media-
sosial/sejarah-instagram

Anda mungkin juga menyukai