Anda di halaman 1dari 11

Perlindungan Pinjaman Online dari Segi Hukum Positif

Untuk memenuhi tugas xxxxxxn yang dibina oleh


…...

Oleh:

Nabtas 195010101111188

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2021

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….……… 3
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………………. 2
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………2
1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………. 3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………. 4
2.1. Konsep Pinjam Meminjam.....................……………………………………… 4
2.2. Perlindungan Masyarakat dalam Pinjaman Online............................ 7
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...10
3.2 Saran……………………………………………………………………………………...10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi saat ini membawa pengaruh yang sangat


besar bagi kehidupan manusia. Berbagai kemudahan dalam menjalankan aktivitas
menjadi keuntungan yang diperoleh manusia dengan adanya teknologi informasi
tersebut. Salah satunya adalah adanya kemudahan di bidang finansial melalui
pinjaman online. Kehadiran pinjaman online sebagai salah satu bentuk financial
technology (fintech) merupakan imbas dari kemajuan teknologi dan banyak
menawarkan pinjaman dengan syarat dan ketentuan lebih mudah dan fleksibel
dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial seperti bank. Selain itu juga
pinjaman online dianggap cocok dengan pasar di Indonesia karena meskipun
masyarakat belum memiliki akses keuangan, namun penetrasi kepemilikan dan
penggunaan telepon selular sangat tinggi1.
Banyaknya perusahaan pinjaman online tersebut menjadikan masyarakat
semakin tergiur dengan program yang ditawarkan walaupun bunga pinjaman online
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bank. Hal ini menimbulkan permasalahan
bagi pengguna layanan pinjaman online tersebut, Selain itu juga permasalahan
pinjaman online setelah penagihan dengan teror adalah pengalihan kontak. Lender
dapat membaca semua transaksi HP dan Foto, sehingga perlindungan data pribadi
masih rendah. Ini anomali ke tiga. Indonesia belum mempunyai Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi, sehingga pelaku usaha seenaknya saja. Begitupula
dengan yang legal juga melakukan berbagai kecurangan . Pernyataan tersebut
berarti bahwa penagihan pinjaman online menjadi suatu hal yang perlu
mendapatkan perhatian banyak pihak mengingat pengguna layanan pinjaman online
tersebut mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan, bahkan mengarah
pada pelanggaran HAM.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Pinjam-Meminjam?
2. Bagaimana Perlindungan Masyarakat dalam Pinjaman Online?

1
Thomas Arifin, Berani Jadi Pengusaha: Sukses Usaha Dan Raih Pinjaman, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2018, hlm 175.

3
1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Konsep Pinjam-Meminjam


2. Mengetahui Perlindungan Masyarakat dalam Pinjaman Online

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pinjam Meminjam


Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk dari perjanjian. Oleh karena
itu terlebih dahulu hendak diuraikan mengenai perjanjian pada umumnya. Perjanjian
merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak yang satu
mengikatkan dirinya pada pihak yang lain. Pengertian perjanjian menurut pendapat
Subekti yang mengemukakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal”. 2

Selanjutnya pengertian perjanjian menurut pendapat yang dikemukakan oleh


Kansil ialah perjanjian (kontrak) adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau
beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seseorang atau beberapa orang lain.
Untuk mempermudah memperoleh keperluan-keperluan hidupnya manusia di dalam
pergaulan masyarakat saling mengadakan hubungan dan persetujuan-persetujuan
berdasarkan persesuaian kehendak. Dari persetujuan-persetujuan itu timbul akibat-
akibat hukum yang mengikat kedua belah fihak. dan persetujuan-persetujuan yang
demikian disebut perjanjian (kontrak).
Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, agar perjanjian itu menjadi
sah, maka harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Adapun syarat-syarat sahnya
yang harus dipenuhi dalam membuat suatu perjanjian adalah adanya sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu
hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Mengenai sayarat sahnya perjanjian
tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menentukan untuk sahnya
perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Perjanjian pinjam-meminjam uang menurut KUHPerdata pasal 1754 yang
berbunyi : Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis

2
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,
1991, hlm. 3

5
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998
Pasal 1 ayat (1) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian kredit di atas, kredit adalah pemberian pinjaman
dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh kreditur. Debitur melunasi
pinjamannya kepada kreditur, dengan cara mengembalikan uang pinjaman
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pihak-pihak dalam perjanjian pinjam
meminjam, yaitu:
a. Pihak yang memberi pinjaman uang yang disebut pemberi kredit (kreditur)
b. Pihak yang menerima uang yang disebut penerima kredit (debitur).
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pemberian kredit merupakan
suatukepercayaan. Tanpa adanya keyakinan suatu lembaga kredit tidak akan ada
pemberian kredit, debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai
dengan jangka waktu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian
kredit pada umumnya dituangkan dalam bentuk dua jenis antara lain :
1. Perjanjian kredit dibawah tangan Perjanjian di bawah tangan adalah
perjanjian yang sengaja dibuat oleh para pihak untuk pembuktian tanpa
bantuan dari seorang pejabat pembuat akta dengan kata lain perjanjian di
bawah tangan adalah perjanjian yang dimasukkan oleh para pihak sebagai
alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum pembuat
akta.3
2. Perjanjian kredit dengan Akta notariil Menurut S. J. Fockema Andreae,
dalam bukunya “Rechts geleerdHandwoorddenboek”, kata akta itu berasal
dari bahasa Latin “acta” memiliki arti geschriftyaitu surat sedangkan menurut
R. Subekti dan Tjitrosudibio dalam bukunya Kamus Hukum, bahwa kata
“acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa
Latin yang memiliki arti perbuatan-perbuatan. 4

3
Viktor M, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi : Jakarta ,Rineka Cipta, 2004, hlm. 36
4
R. Subekti, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita 1980, hlm. 9.

6
2.2. Perlindungan Masyarakat dalam Pinjaman Online
Satjipto Raharjo berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di
berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hakhak yang diberikan oleh
hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak
sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan
untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk
memperoleh keadilan sosial.5
Untuk melindungi terhadap penerima pinjaman maka pemerintah melalui OJK
(otoritas Jasa keuangan) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Hak pengguna jasa layanan menjadi aspek yang perlu mendapatkan perhatian dari
pemberi layanan pinjaman online. Dalam hal ini penawaran yang diberikan menjadi daya
tarik bagi seseorang untuk menggunakan layanan jasa pinjaman online. Oleh karena itu,
pemberi layanan pinjaman online hendaknya juga dapat memperhatikan hak-hak yang
dimiliki para pengguna layanan pinjaman online sebagai konsumen. Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi memang tidak dijabarkan secara rinci mengenai hak-hak yang dimiliki
oleh pengguna jasa layanan pinjaman online. Akan tetapi dalam pasal-pasal yang mengatur
mengenai kewajiban dan larangan penyelenggara pinjaman online, dapat diketahui hak-hak
yang dimiliki oleh pengguna jasa layanan tersebut, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hak atas informasi terkini mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (Pasal 30 Ayat (1)
2. Hak atas informasi penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi beserta alasannya (Pasal 31
Ayat (1) dan Ayat (2))
3. Hak untuk mendapatkan informasi dari dokumen elektrik dengan penggunaan
Bahasa Indonesia yang mudah dibaca dan di mengerti oleh pengguna. Bahasa
Indonesia dalam dokumen juga dapat disandingkan dengan Bahasa lain jika
diperlukan (Pasal 32 Ayat (1) dan Ayat (2))

5
Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2014, hlm 54

7
4. Hak atas perlindungan dari segala upaya pengalihan tanggung jawab atau
kewajiban Penyelenggara kepada Pengguna. (Pasal 36 Ayat (1))
5. Hak atas perlindungan dari keharusan pengguna untuk tunduk pada peraturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh
Penyelenggara dalam periode pengguna memanfaatkan layanan. (Pasal 36 Ayat (2))
6. Hak mendapatkan kompensasi atas kerugian pengguna yang timbul akibat
kesalahan dan/atau kelalaian direksi, dan/atau pegawai penyelenggara.
7. Hak atas perlindungan pemberian data san/atau informasi mengenai pengguna
kepada pihak ketiga tanpa seizin pengguna (Pasal 39).
Mengacu pada kedua peraturan tersebut, dapat diketahui bahwa pengguna
layanan pinjaman online sebagai konsumen memiliki hak yang memang harus
diperhatikan oleh perusahaan pinjaman online. Akan tetapi hal yang terjadi justru
sebaliknya, dalam kondisi tertentu pihak penyedia layanan pinjaman online
melanggar hak pelanggan layanan apabila dalam proses bisnisnya tidak sesuai
dengan keinginan pihak penyedia layanan contohnya adalah pengguna layanan
mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan. Salah satunya adalah adanya
ancaman dan terror dari pihak penagih atau debt collector yang bertujuan
memberikan rasa takut sekaligus mempermalukan pengguna layanan pinjaman
online dengan mengirimkan gambar ataupun sesuai tulisan kepada pihakpihak yang
dikenal baik oleh pengguna layanan tersebut dan juga ancaman untuk melaporkan
kepada pihak berwajib.
Berdasarkan hal tersebut, banyak pelanggaran atas hak-hak pengguna
layanan pinjaman online sebagai konsumen yang tidak ditindaklanjuti sebagai akibat
tidak adanya pengaduan atas pelanggaran hak-hak tersebut. Selain itu juga Tumalun
mengemukakan faktor penghambat dalam penanggulangan kejahatan komputer
dan/atau sistem elektronik yaitu terbatasnya tenaga ahli, lemahnya pengawasan
pemerintah, kendala prosedural UU ITE6.
Pada dasarnya suatu peraturan ditetapkan bertujuan untuk memberikan
perlindungan. Hal ini juga dapat terlihat pada berbagai peraturan yang terkait
dengan teknologi informasi yang berupaya memberikan perlindungan kepada para
penggunanya. Salah satunya adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi yang pada Pasal 29 berupaya mewajibkan penyelenggara untuk

6
Tony, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis Trasaksi Elektronik, Jakarta : Jurnal
Penelitian Hukum De Jure 19, 2019, hlm, 31–52.

8
menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna yaitu transparansi, perlakuan
yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa
pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Selain melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan
sanksi terhadap penyelenggara yang melanggar hakhak pengguna layanan pinjaman
online, maka perlu adanya upaya pemerintah untuk mencegah dan menangani
berbagai kasus kejahatan yang dilakukan oleh penyelenggara pinjaman online, yang
salah satunya melalui upaya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Otoritas Jasa
Keuangan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam
rangka memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pinjaman online dari
berbagai aspek baik legalitas, suku bunga, metode penawaran dan sebagainya.
Sosialisasi tersebut untuk mencegah masyarakat terjerat dengan penerapan suku
bunga yang tinggi dari pihak penyelenggara penjaman online. Upaya lainnya adalah
bila secara terang perusahaan yang memiliki layanan digital tersebut belum memiliki
izin dari OJK alias illegal, maka tak ada langkah lain selain menggunakan cara
represif dengan menutup layanan aplikasi tersebut. Oleh karena itu, koordinasi OJK
dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki relevansinya. Selain itu
juga Kementerian Komunikasi dan Informatika semestinya memiliki kecakapan
sistem teknologi dengan menolak proses pemasangan aplikasi di layanan digital bila
tidak memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangundangan. Adanya legalitas perusahaan pinjaman online, maka
pelanggaran hak pengguna layanan pinjaman online diharapkan dapat
meminimalkan resiko pelanggaran hak pengguna serta apabila pelanggaran hak
pengguna layanan tetap terjadi maka pihak yang berwenang dapat lebih mudah
untuk menjangkau pihak penyedia jasa layanan karena telah tersedianya dokumen
yang lengkap tentang pihak penyedia layanan tersebut. 7

7
Rodes, Perlindungan Hak Pengguna Layanan Pinjaman Online Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, 2020. Hlm 362- 373

9
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengaturan pinjaman online menjadi krusial mengingat


keberadaannya di Indonesia mengalami perkembangan karena menawarkan
berbagai kemudahan dalam pencairan dana. Walaupun pengaturan dan
pengawasan telah dilakukan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, namun belum semua perusahaan pinjaman online yang terdaftar
pada otoritas jasa keuangan tersebut, sehingga pada saat ini terdapat pihak
penyedia jasa layanan legal dan illegal atau tidak terdaftar. Permasalahan tidak
terdaftar atau illegal ternyata bukan urusan administratif semata tetapi lebih
jauh dari itu menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan yang pada
akhirnya merugikan pihak pengguna jasa layanan Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai mekanisme pinjaman online dan hak-hak yang dimiliki
oleh pengguna layanan pinjaman online menjadi salah satu penyebab
kurangnya perlindungan terhadap hal tersebut. Dari segi penyedia jasa layanan
juga masih dimungkinkan untuk melanggar hak-hak konsumen oleh karena
penindakan atas pelanggaran hak konsumen masih belum optimal dilakukan

3.2. Saran

Dengan mengetahui antropologi hukum sebagai salah satu cabang


Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, terdapat saran yang dapat
dijadikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait, yaitu pertama, perlu adanya
koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika dalam melakukan sosialisasi mengenai pinjaman online agar
masyarakat dapat memahami perbedaan dari penyelenggara pinjaman online
legal dan ilegal dari segi legalitas, suku bunga, metode penawaran dan
sebagainya. Hal ini untuk mencegah adanya pelanggaran

10
DAFTAR PUSTAKA

Thomas Arifin, 2018. Berani Jadi Pengusaha: Sukses Usaha Dan Raih Pinjaman,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Subekti, 1991. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 3
Viktor M, 2004. Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi : Jakarta ,Rineka Cipta.
R. Subekti, 1980. Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita 1980.
Satjipto, 2014. Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Tony, 2019. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis
Trasaksi Elektronik, Jakarta : Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19.
Rodes, 2020. Perlindungan Hak Pengguna Layanan Pinjaman Online Dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan HAM.

11

Anda mungkin juga menyukai