Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komputer sebagai alat bantu manusia dengan didukung perkembangan

teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik

(public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan

kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi

perniagaan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut.

Internet merupakan jaringan publik yang global dan murah. Padahal,

internet merupakan jaringan publik yang tidak memiliki fasilitas keamanan yang

memadai. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa semua transaksi yang

dilakukan melalui internet merupakan bentuk transaksi berisiko tinggi.

Meningkatnya penerimaan internet oleh masyarakat yang ditandai dengan

melonjaknya pelanggan, baik pebisnis maupun konsumen, sekarang mendorong

munculnya suatu tuntutan pelayanan internet yang melebihi dari apa yang bisa

diperoleh dari dunia nyata. Ini meliputi kesempatan untuk membeli dan menjual

barang-barang komoditi secara online dari jarak jauh. Salah satu hal terpenting

dalam bisnis melalui internet adalah bagaimana keuntungan dapat diperoleh

secara aman dan mudah.

Perkembangan teknologi informasi komunikasi yang begitu cepat

membuat pengguna semakin membutuhkan layanan akses data yang memadai,

cepat dan murah. Dengan keadaan tersebut maka dalam tingkatan selanjutnya

lahir berbagai perusahaan povider internet yang menawarkan jasa pelayanan

1
2

internet secara personal bagi masyarakat luas. Salah satu perusahaan yang

menyediakan jasa provider internet tersebut adalah PT. Indosat, sedangkan salah

satu jenis jasa yang diberikan adalah internet personal dengan nama Indosat

Mega Media (IM2). Sedangkan pemakaian kata internet personal adalah merujuk

kepada pengertian seseorang yang secara personal atas nama dirinya pribadi

menjadi pelanggan suatu sistem internet melalui kabel pada suatu provider

tertentu.

Suatu kesepakatan yang melahirkan hak dan kewajiban maka antara PT.

Indosat dengan pelanggan internet personal melalui IM2 tentunya diikat oleh

suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak adalah dalam

bentuk tertulis yang menjelaskan tentang suatu hubungan bertimbal balik yang

pada dasarnya menjelaskan kepada PT. Indosat untuk menyediakan jasa internet

dalam bentuk produk IM2 kepada pelanggan, sedangkan pelanggan berkewajiban

membayar tagihan langganan internetnya.

Hubungan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian tentunya tidak

terlepas dari hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Perdata

tentang Perjanjian.

Perjanjian itu ada bermacam-macam. Ada perjanjian bernama (Benoemd

Verbintennis) dan ada perjanjian tidak bernama (onbenoemd verbintennis).

Perjanjian bernama itu diatur dalam titel V-XVIII Buku III KUH Perdata, seperti:

Jual beli, sewa-menyewa dan lain sebagainya. Perjanjian tidak bernama adalah

perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata tetapi ada di dalam kehidupan

masyarakat. Misalnya: perjanjian internet personal.


3

Perjanjian ini lahir dalam praktek, karena diketahui bahwa hukum

perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak dimana KUH Perdata

memberikan pedoman tentang perjanjian tidak bernama ini pada Pasal 1319 KUH

Perdata yang berbunyi: “Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama

khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada

peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu”.

Ketentuan umum pada pasal tersebut di atas ialah dapat terlihat jelas dari Pasal

1338 ayat (1) KUH perdata : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Berdasarkan uraian di atas, maka perjanjian internet personal ini termasuk

perjanjian tidak bernama. Hukum Perjanjian ini menganut asas kebebasan

berkontrak, maka ingin diketahui sejauh mana para pihak mempergunakan

ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUH Perdata kaitannya dengan

pelaksanaan perjanjian internet personal.

Suatu perjanjian yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi

informasi maka keberadaan perjanjian internet personal sangat berhubungan

dengan kecepatan akses, biaya yang tepat dan kemudahan akses. Tidak jarang

dalam praktek pelayanan internet apa yang dijanjikan oleh provider tersebut di

luar kenyataan yang diterima oleh pelanggan. Pada kapasitas ini apakah pelanggan

dapat melakukan suatu upaya agar janji yang diberikan oleh provider tersebut

dapat diterimanya secara baik.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul “Analisis

Hukum Perjanjian Penggunaan Internet Personal Menurut Hukum Perdata


4

(Studi Pada PT. Indosat Medan)”.

1. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana bentuk klausula yang terdapat dalam perjanjian internet personal

pada PT. Indosat?

b. Bagaimana pelaksanaan pembayaran dalam perjanjian internet personal pada

PT. Indosat?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap terjadinya wanprestasi dalam perjanjian

internet personal pada PT. Indosat?

2. Faedah Penelitian

Faedah penelitian didalam pembahasan skripsi ditunjukkan kepada

berbagai pihak terutama :

a. Secara teoritis kajian ini diharapkan memberikan kontribusi penelitian dalam

ilmu hukum perdata khususnya perihal perjanjian internet personal.

b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait baik itu

pihak yang terkait langsung khususnya dengan pihak provider sebagai

penyedia jasa layanan internet personal.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk klausula yang terdapat dalam perjanjian

internet personal pada PT. Indosat.


5

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembayaran dalam perjanjian

internet personal pada PT. Indosat.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap terjadinya wanprestasi

dalam perjanjian internet personal pada PT. Indosat.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi

ini adalah deskriptif analisis yang mengarah penelitian yuridis empiris, yaitu suatu

penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau

bahan hukum yang lain serta penelitian lapangan.1

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data primer dan data

sekunder. Data primer didapatkan melalui studi lapangan pada PT. Indosat Medan.

Sumber data sekunder yang terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah KUH Perdata dan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang

diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun

1
Bambang Sunggono. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, halaman 32.
6

kamus umum dan website internet.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan dan studi

lapangan dengan teknik wawancara di PT. Indosat Medan.

4. Analisis data

Mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi

dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis

kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang

dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang

dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

D. Definisi Operasional

Berdasarkan judul yang diajukan maka dapat dibuat definisi operasional,

yaitu:

1. Analisis hukum adalah suatu telaah terhadap pengaturan hukum yang

dijalankan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Hukum adalah keseluruhan daripada peraturan-peraturan yang mana tiap-tiap

orang yang bermasyarakat wajib mentaatinya, bagi pelanggaran terdapat

sanksi.2

3. Perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst (Belanda).3


2
Yan Pramadya Puspa. 1977. Kamus Hukum. Semarang: Aneka Ilmu, halaman 439.
3
Munir Fuady. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung:
Citra Aditya Bakti, Halaman 2.
7

4. Internet personal adalah merupakan solusi untuk pelanggan yang

mengingingkan akses internet yang cepat dan hemat bandwith. Product ini

memanfaatkan fasilitas jaringan kabel Fiber Optis dan Hybrid Fiber Coaxial

dengan kecepatan akses maksimal mencapai 1 Mbps. Dengan menggunakan

product ini, pelanggan juga dapat menikmati layanan TV ke stasiun TV

terkemuka dalam dan luar negeri.4

5. PT. Indosat sebelumnya bernama PT Indonesian Satellite Corporation Tbk.

(Persero) adalah sebuah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi yang

lengkap dan terbesar kedua di Indonesia untuk jasa seluler (Matrix, Mentari

dan IM3). Per Juni 2011, komposisi kepemilikan saham Indosat adalah: QTEL

Asia (65%), Pemerintah Republik Indonesia (14,29%), Skagen AS (5,57%),

dan publik (15,14%). Indosat juga mencatatkan sahamnya di Bursa Efek

Indonesia dan Bursa Saham New York.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4
IndosatM2. “IM2 Fitt (Internet )”. http://www.indosatm2.com/index.php/consumer-
solution/internet-services. Diakses tanggal 30 April 2012.
5
Wikipedia Indonesia. “Indosat”, http://id.wikipedia.org/wiki/Indosat. Diakses tanggal 30
April 2012.
8

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan

“suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal”.6

Munir Fuady mengatakan Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian

merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam Bahasa Belanda atau

agreement dalam bahasa Inggeris. Karena itu, istilah hukum perjanjian. Jika

dengan istilah hukum perikatan dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk

perikatan dalam buku ketiga KUH Perdata, jadi termasuk ikatan hukum yang

berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka

dengan istilah hukum perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang

ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja.7

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa “definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan

pula terlalu luas”.8

Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian

sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan

6
R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, (Selanjutnya
8 disingkat R Subekti, I). Jakarta:
Intermasa, halaman 1
7
Munir Fuady, Op.Cit., halaman 2.
8
Mariam Darus Badrulzaman, 1993, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, Bandung: Alumni, halaman 89.
9

di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga,

tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata Buku

III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai

secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan

dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan

suatu hal mengenai harta kekayaan.9

Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa

unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi”.

Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/

rechtbe-trekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara

perhubungannya. Perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara

perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan

hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu

hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta

benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan

sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya

9
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
halaman 225.
10

seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu

perjanjian yang mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang

mempunyai kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban,

maka dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat. Hubungan hukum adalah

hubungan yang menimbulkan akibat hukum, yaitu hak (right) dan kewajiban

(obligation). Hubungan hukum yang berdasarkan perjanjian/kontrak adalah

hubungan hukum yang terjadi karena persetujuan atau kesepakatan para

pihaknya.10 Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang

menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi

hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain

itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.

Berdasarkan hal tersebut maka satu pihak memperoleh hak/recht dan

pihak sebelah lagi memikul kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi.

Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan

hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai

arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi

mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib

menunaikan prestasi berkedudukan sebagai schuldenaar atau debitur.

Hukum kebendaan dikatakan bersifat tertutup, dan karenanya tidak boleh

ditambah, diubah, dikurangi atau dimodifikasi oleh orang perorangan atas

kehendak mereka sendiri, hukum kebendaan, seringkali juga disebut sebagai

10
Hasanuddin Rahman, 2003, Contract Drafting, Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman
7.
11

hukum yang memaksa .11

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter hukum

kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya, semata-

mata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht/hukum kekayaan yang

bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada

tindakan hukum/rechthandeling.

Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda, namun

hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan

benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu (bepaalde

persoon).

Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht

dengan hukum perjanjian.

a. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi

mempunyai droit de suite.

b. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati

hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.

c. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya atas

benda tersebut.12

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan

dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya mengatur

hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan terhadap semua orang

11
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Kebendaan Pada Umumnya , Jakarta:
Kencana, halaman 21.
12
Universitas Sumatera Utara, “Tinjauan Umum Tentang Kompensasi”,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25397/3/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 17
September 2012.
12

pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang telah melibatkan

diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan hukum / recht

berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara orang-orang

tertentu saja.13

Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang

pengertian hukum benda yang diatur dalam BW dalam Buku II, yang menganggap

hak kebendaan itu “inviolable et sacre” dan memiliki droit de suite, tidak

mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya Undang-Undang Pokok

Agraria No. 5 Tahun 1960 sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, Buku

II Burgelijk Wetboek (BW) tidak dinyatakan berlaku lagi.

Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi

ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan

fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3

Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari

perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas

perbuatan hukum.

Akan tetapi ada beberapa pengecualian:

a. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu

(bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan

tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan.

b. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata, dapat
13
Ibid.
13

dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan

hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan

Arrest (H.R. 10 Juni 1910).14

Verbintenis/perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam

perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak

mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti

kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa kreditur menyelesaikan

pelaksanaan kewajiban/prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur enggan

secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada Pengadilan

untuk melaksanakan sanksi, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa.

Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

Pengecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal

ini perjanjian tersebut bersifat tanpa hak memaksa. Jadi natuurlijk verbintenis

adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa. Dengan demikian,

perjanjian dapat dibedakan antara:

a. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).

Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari

segi hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya

perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

b. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti natuurlijke

verbintenis.

14
Ibid.
14

Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu

atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi

kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak

dapat dipaksakan.

c. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan dapat

dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan

kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum menjatuhkan

sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi serta

uang paksa.15

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku

orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata

tertib diantara anggota-anggota masyarakat itu. Ini berarti bahwa unsur hukum

baru dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seseorang sedikit banyak

menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dengan kepentingan orang lain.

Wirjono Prodjodikoro, berpendapat: “Bahwa dalam hal gangguan oleh

pihak ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya terhadap siapapun

juga, adalah sifat lain dari hak benda yaitu sifat absolut. Sedangkan dalam hukum

perjanjian seseorang yang berhak, dapat dibilang mempunyai hak tak mutlak yaitu

hanya dapat melaksanakan haknya terhadap seorang tertentu yakni orang pihak

lain yang turut membikin perjanjian itu ”.16

Suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata

15
Ibid.
16
Wirjono Prodjodikoro. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju,
halaman 9.
15

membedakan hak terhadap benda dan hak terhadap orang. Meskipun suatu

perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan

perhubungan hukum antara orang dengan orang, lebih tegasnya antara orang

tertentu dengan orang lain tertentu. Artinya, hukum perdata tetap memandang

suatu perjanjian sebagai hubungan hukum, di mana seorang tertentu, berdasarkan

atas suatu janji berkewajiban untuk melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu

berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu. Misalnya, A dan B membuat

perjanjian jual beli, yaitu A adalah penjual dan B adalah pembeli, dan barang yang

dibeli adalah sebuah lemar tertentu yang berada di dalam rumah A. Harga

pembelian sudah dibayar, tetapi sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri

yang mengambil lemari tersebut, sehingga lemari tersebut jatuh ke tangan seorang

ketiga (C). Dalam hal ini B hanya berhak menegur A supaya lemari diserahkan

kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C supaya lemari tersebut

diserahkan kepadanya.

Sifat hukum perjanjian ini berbeda dengan sifat hukum kebendaan. Pada

hukum benda, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan benda. Sedangkan

pada hukum perjanjian, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan orang

berdasarkan perjanjian yang dibuat orang-orang tersebut.

Sifat hukum perjanjian yakni sifat perorangan, maka para pihak dapat

dengan bebas menentukan isi dari perjanjian yang mereka buat, asal saja tidak

melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, yang artinya hukum perjanjian itu

menganut sistem terbuka.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian ini merupakan hukum pelengkap, yaitu


16

pasal-pasal itu dapat dikesampingkan apabila dikehendaki, oleh para pihak yang

membuat perjanjian, mereka diperbolehkan mengatur sendiri sesuatu soal, namun

tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

KUH Perdata, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) yang

mengatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Uraian di atas juga dikenal asas kebebasan berkontrak, yaitu setiap orang

bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur

dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak

dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak

bertentangan dengan kesusilaan. 17

Dikarenakan hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum

yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari

segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu

sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu

mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk

perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci

dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh

masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau jenis

yang berbeda tentunya.

Perbedaan tersebut dapat penulis kelompokkan sebagai berikut:

a. Perjanjian Timbal Balik

17
Abdulkadir Muhammad. Op.Cit, halaman 225.
17

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya : jual beli, sewa-menyewa. Dari

contoh ini, penulis menguraikan tentang apa itu jual beli.

Jual-beli itu adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang

satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang

pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga, yang terdiri atas

sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut .

Dari sebutan jual-beli ini tercermin atau memperlihatkan dari satu pihak
perbuatan dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan
pembeli. Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah
Belanda Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak
yang satu Verkoop (menjual), sedangkan koop adalah membeli.18

b. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal balik.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu

pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : Perjanjian hibah.

Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa

penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu

hidupnya dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali

menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima hibah yang menerima

penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut dengan perjanjian cuma-cuma.

Menjadi kriteria perjanjian ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah

pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud berupa hak,

18
R. Subekti, 1992, Aneka Perjanjian, (selanjutnya disingkat R. Subekti, II), Bandung:
Alumni, halaman 2.
18

misalnya hak untuk menghuni rumah .

c. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alasan hak yang membebani

Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya

memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya: Perjanjian pinjam pakai. Pasal

1740 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Pinjam pakai adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang

lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang menerima

barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu, akan

mengembalikannya kembali.

Sedangkan perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah

suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu

terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada

hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak

lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A

menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerah lepaskan

suatu barang tertentu kepada A .

d. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,

maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh undang-

undang. Misalnya jual-beli ; sewa-menyewa; perjanjian pertanggungan; pinjam

pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah merupakan suatu

perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya:

Perjanjian sewa-beli. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas banyaknya.


19

Lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu

azas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih

dikenal Party Otonomie, yang berlaku di dalam hukum perikatan. Contohnya: A

ingin membeli barang B, tetapi A tidak mempunyai uang sekaligus, dalam hal ini

B si empunya barang mengizinkan A untuk mempergunakan barang tersebut

sebagai penyewa, dan apabila dikemudian hari A mempunyai uang, A diberi

kesempatan oleh B (si empunya barang) untuk membeli lebih dahulu barang

tersebut. Perjanjian sewa beli itu adalah merupakan ciptaan yang terjadi dalam

praktek .

Hal di atas tersebut, memang diizinkan oleh undang-undang sesuai dengan

azas kebebasan berkontrak yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata. Bentuk perjanjian sewa beli ini adalah suatu bentuk perjanjian jual-beli

akan tetapi di lain pihak ia juga hampir berbentuk suatu perjanjian sewa-

menyewa.

Meskipun merupakan campuran atau gabungan daripada perjanjian jual

beli dengan suatu perjanjian sewa menyewa, tetapi ia lebih condong dikemukakan

semacam sewa menyewa.

e. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik

dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan

perjanjian obligatoir.

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan,

artinya sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.


20

Berpindahnya hak milik atas sesuatu yang diperjual belikan masih

dibutuhkan suatu lembaga, yaitu lembaga penyerahan. Pentingnya perbedaan

antara perjanjian kebendaan dengan perjanjian obligatoir adalah untuk

mengetahui sejauh mana dalam suatu perjanjian itu telah adanya suatu penyerahan

sebagai realisasi perjanjian, dan apakah perjanjian itu sah menurut hukum atau

tidak.

Objek dari perjanjian obligatoir adalah : Dapat benda bergerak dan dapat

pula benda tidak bergerak, karena perjanjian obligatoir merupakan perjanjian

yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang membuat

perjanjian tersebut. Maksudnya bahwa sejak adanya perjanjian, timbullah hak dan

kewajiban mengadakan sesuatu.

f. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya

perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian

disamping adanya perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata

atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak perjanjian penitipan, pinjam

pakai. Salah satu contoh uraian diatas yaitu: “Perjanjian penitipan barang, yang

tercantum dalam Pasal 1694 KUH Perdata, yang memberikan seseorang

menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan

menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya”.19

Uraian di atas tergambar bahwa perjanjian penitipan merupakan sauatu

perjanjian real, jadi bukan suatu perjanjian yang baru tercipta dengan adanya
19
Ibid., halaman 107.
21

suatu penyerahan yang nyata yaitu memberikan barang yang dititipkan.

Setelah penulis kemukakan tentang keanekaan dari perjanjian, maka telah

dapat penulis kelompokkan bentuk atau jenis-jenis dari perjanjian yang terdapat

dalam undang-undang maupun di luar undang-undang.

Seperti diketahui secara umum bahwa berakhirnya suatu perjanjian itu

menurut Pasal 1381 KUH Perdata ada 10 (sepuluh), yaitu :

1. Karena pembayaran

2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan.

3. Karena pembaharuan hutang

4. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi.

5. Karena percampuran hutang

6. Karena pembebasan hutang.

7. Karena musnahnya barang yang terutang

8. Karena kebatalan atau pembatalan.

9. Karena berlakunya suatu syarat-syarat batal yang diatur dalam bab kesatu

buku ini.

10. Karena lewatnya waktu.20

Bab III Bab IV KUH Perdata mengatur berbagai cara tentang hapusnya

suatu perikatan, baik perikatan itu bersumber dari perjanjian maupun dari undang-

undang. Pada Pasal 1381 KUH Perdata mengatur berbagai cara hapusnya

perikatan-perikatan dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-

20
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, halaman 155.
22

undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang

lain untuk menghapuskan suatu perikatan.

Juga cara-cara yang tersebut dalam Pasal 1381 KUH Perdata itu tidaklah

lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena

meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat

dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Lima cara pertama yang tersebut di dalam Pasal 1381 KUH perdata

menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur. Dalam cara

keenam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan

sebaliknya, yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Pada empat

cara yang terakhir dari Pasal 1381 KUH Perdata maka kreditur tidak menerima

prestasi karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai
23

perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa


kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang
diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang
sama secara timbal-balik, si pembeli mengingini sesuatu barang si
penjual .21
Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata yang terdiri

dari:

a. Syarat itikad baik,

b. Syarat sesuai dengan kebiasaan,

c. Syarat sesuai dengan kepatuhan,

d. Syarat sesuai dengan kepentingan umum,

Syarat sah yang khusus yang dikemukakan oleh Munir Fuady terdiri dari:

a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu,

b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu,

c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk kontrak-kontrak

tertentu,

d. Syarat izin dari yang berwenang. 22

Menurut Mariam Darus Badrulzaman:

Syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata
dapat dibedakan syarat subjektif, dan syarat objektif. dalam hal ini kita
harus dapat membedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif.
Syarat subjektif adalah kedua syarat yang pertama, sedangkan syarat objektif
kedua syarat yang terakhir.23
Saliman menjelaskan tafsiran atas Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

21
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, halaman 17.
22
Munir Fuady, Op.Cit, halaman 34.
23
Mariam Darus Badrulzaman I, Op.Cit, halaman 98.
24

a. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat


dibatalkan, meliputi:
1). Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan)
2). Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi
hukum meliputi:
1). Suatu hal (objek) tertentu
2). Sesuatu sebab yang halal (kausa).24

Perjanjian atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus

dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Perjanjian itu juga harus diberikan

bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaan.

Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendak-

kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat

mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.

Jika ada unsur paksaan atau penipuan maka perjanjian menjadi batal.

Sedangkan kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya perjanjian, kecuali jika

kekhilafan itu mengenai hakikat batang yang menjadi pokok perjanjian.25

Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap

tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaan yang bersifat relatif,

dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti

kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak ada

perjanjian dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa perjanjian yang telah

diberikan itu adalah perjanjian yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat

24
Abdul R. Saliman, et. al. 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh
Kasus, Jakarta: Prenada Media, halaman 12-13.
25
Djaja S. Meliala, 2008, Perkembangan Hukum Perdata Tentang benda dan Hukum
Perikatan, Bandung: Nuansa Aulia, halaman 94.
25

dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu

suatu paksaan yang membuat perjanjian atau perizinan diberikan, tetapi secara

tidak benar.

Tentang halnya kekeliruan atau kesilapan undang-undang tidak

memberikan penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang

dimaksud dengan kekeliruan tersebut. Untuk itu harus dilihat pengertian yang

mana telah memberikan pengertian terhadap kekeliruan itu, terhadap sifat-sifat

pokok yang terpenting dari obyek perjanjian itu. Dengan perkataan lain bahwa

kekeliruan itu terhadap unsur pokok dari barang–barang yang diperjanjikan yang

apabila diketahui atau seandainya orang itu tidak silap mengenai hal-hal tersebut

perjanjian itu tidak akan diadakan. Jadi sifat pokok dari barang yang diperjanjikan

itu adalah merupakan motif yang mendorong pihak-pihak yang bersangkutan

untuk mengadakan perjanjian.

Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna

menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa

barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai

pembatasan yang kedua dikemukakan oleh adanya alasan yang cukup menduga

adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu harus diketahui oleh

lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus mengetahui bahwa ia

sedang berhadapan dengan seseorang yang silap.

Kekeliruan atau kesilapan sebagaimana yang dikemukakan diatas

adalah kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang

itu mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut


26

adalah orang yang dimaksudkannya. Dalam halnya ada unsur penipuan pada

perjanjian yang dibuat, maka pada salah satu pihak terdapat gambaran yang

sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok barang-barang yang diperjanjikan,

gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak lawannya. Dalam hal penipuan

inipun dapat pula diajukan sanksi atas dasar perbuatan melawan hukum atau

sebagaimana diatur Pasal 1365 KUH Perdata.

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut

ditegaskan dalam Pasal 1328 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Penipuan

merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang

dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak

yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat”.

Untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan atau tipu muslihat tidak cukup

kalau seseorang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, paling

sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan. Karena muslihat itu, pihak yang

tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan membawa kerugian kepadanya.

Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian adalah, kecakapan para pihak. Untuk

hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat

dibedakan:

a. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara

sah.

b. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak cakap untuk

mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601 KUH Perdata yang

menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara


27

suami isteri.

Perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan bahwa orang-orang

yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada

tiga, yaitu:

a. Anak-anak atau orang yang belum dewasa

b. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampunan

c. Wanita yang bersuami

Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi

kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri.

Menurut Pasal 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah

tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh

undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau

mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala

rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale

macht.

Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela

haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan

Mahkamah Agung yang dengan surat Edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4

Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang

wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk

menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah

tidak berlaku lagi.

Perjanjian-perjanjian yang dibuat orang yang tergolong tidak cakap ini,


28

pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh orang yang dianggap tidak

cakap itu sendiri, sebab undang-undang beranggapan bahwa perjanjian ini

dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak cakap itu sendiri, akan

tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengatakan bahwa perjanjian itu

berlaku penuh baginya, maka konsekwensinya adalah segala akibat dari perjanjian

yang dilakukan oleh para pihak yang tidak cakap dalam arti tidak berhak atau

tidak berkuasa maka pembatalannya hanya dapat dimintakan oleh pihak-pihak

yang merasa dirugikan.

Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat

suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut,

kiranya dapat diingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada hakekatnya

selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan ketertiban hukum

dalam masyarakat di pihak lain. Maka demikianlah bilamana dari sudut tujuan

hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila

orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu

harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyapi akan tanggung-

jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan

apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah

orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada

umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyapi apa

sesungguhnya tanggung-jawab itu.

Pembatasan termaksud di atas itu kiranya sesuai apabila dipandang dari

sudut tujuan hukum dalam masyarakat, yaitu mengejar ketertiban hukum dalam
29

masyarakat, dimana seseorang yang membuat perjanjian itu pada dasarnya berarti

juga mempertaruhkan harta kekayaannya. Maka adalah logis apabila orang-orang

yang dapat berbuat itu adalah harus orang-orang yang sungguh-sungguh berhak

berbuat bebas terhadap harta kekayaannya itu. Dimana kenyataan yang demikian

itu tidaklah terdapat dalam arti orang–orang yang sungguh tidak ditaruh di bawah

pengampuan atau orang-orang yang tidak sehat pikirannya, karena sebab-sebab

lainnya ataupun pada diri orang-orang yang masih di bawah umur.

Selanjutnya syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya

hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan

harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam

perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya sebagaimana diatur dalam

Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata dengan pengertian bahwa jumlahnya barang

tidak menjadi syarat, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata berbunyi “Suatu persetujuan harus

mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan

jenisnya”.

Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu,

sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Bahwa objek tertentu itu dapat berupa

benda yang sekarang ada dan nanti akan ada.26

Syarat ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi perselisihan di

antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja yang menjadi hak

dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang mereka buat itu.

“Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka
26
Mariam Darus Badrulzaman, I, Op.Cit, halaman 105.
30

dianggap tidak ada obyek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini, perjanjian

itu batal demi hukum.

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah

adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada

isi perjanjian itu sendiri. Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro,

yaitu: “Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan

hal yang mengakibatkan hal sesuatu keadaan belaka. Selanjutnya beliau

mengatakan dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan

tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu”.27

Apabila suatu syarat subjektif (kesepakatan atau kecakapan) yang tidak

dipenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan yang dalam bahasa Belanda

disebut vernietid atau dalam bahasa Inggerisnya disebut voidable, artinya

perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan apabila suatu

syarat objektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal, artinya batal

dengan sendirinya yaitu batal demi hukum bahwa perjanjian itu seolah-olah tidak

pernah ada.28

Sehubungan dengan perbedaan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian

telah penulis kemukakan terlebih dahulu, yaitu syarat obyektif dan syarat

subyektif, maka apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, perjanjian itu

dapat dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat subyektif yang

tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian yang demikian itu salah satu pihak

mempunyai hak untuk menuntut perjanjian yang telah dibuat menjadi batal.
27
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 37.
28
I.G. Rai Widjaya, 2003, Merancang Suatu Kontrak, Jakarta: Kesaint Blanc, Halaman
38-39.
31

Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka dapat dituntut

pembatalannya, sedangkan bila syarat subyektif yang tidak dipenuhi, maka

perjanjian itu batal demi hukum.

C. Pengertian Internet

Internet (Interconnected Network) merupakan jaringan global yang

menghubungkan komputer yang satu dengan lainnya diseluruh dunia. Dengan

Internet, komputer dapat saling terhubung untuk dapat berkomunikasi, berbagi

dan memperoleh informasi. Dengan begitu maraknya informasi dan kegiatan di

Internet, menjadikan Internet seakan-akan sebagai dunia tersendiri yang tanpa

batas. Dunia didalam Internet disebut juga dengan dunia maya (cyberspace).29

Internet (dengan huruf “i” bukan kapital) sebenarnya adalah suatu sistem

global jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar internet

protokol (Transmission Control Protocol/Internet Protocol disingkat TCP/IP).

Rangkaian internet yang terbesar disebut Internet (dengan huruf “i” kapital). Jadi

internet adalah sebuah sistem dan Internet merupakan nama dari salah satu sistem

terbesarnya (agak sedikit membingungkan, tapi itulah kenyataannya).30

Informasi dalam Internet umumnya disebarkan melalui suatu halaman

website yang dibuat dengan format bahasa pemrograman HTML (Hypertext

Markup Languange). Untuk dapat menampilkan halaman website diperlukan

suatu perangkat lunak aplikasi yang disebut dengan browser. Mozilla Firefox,

29
Yoga P. Wijaya. “Pengertian Internet (Interconnected Network)”.
http://yogapw.wordpress.com/2012/04/08/pengertian-internet-interconnected-network/. Diakses
tanggal 30 April 2012.
30
Ibid.
32

Opera, Google Chrome dan Internet Explorer merupakan contoh dari browser.

Halaman utama suatu website disebut dengan homepage. Dari halaman utama

dapat dibuka berbagai macam informasi melalui tombol yang disebut dengan link.

Link dapat menghubungkan dengan halaman atau website lainnya, sehingga

informasi yang dapat diperoleh menjadi kaya. Layanan berupa situs yang

digunakan dalam memudahkan pencarian informasi disebut dengan Web Search

Engine. Contoh dari web search engine adalah Google, Yahoo, dan Bing. Dengan

web search engine seseorang cukup menuliskan kata kunci dari informasi yang

akan dicari dan dalam hitungan detik informasi tersebut dapat ditemukan.

Misalnya dalam mencari informasi tentang artis favorit, tinggal mengetik nama

artis tersebut sebagai kata kunci di web search engine.

Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh layanan Internet telah

mengubah cara pandang dan hidup manusia. Berbagai bidang kehidupan bisa

dilakukan secara elektronik. Kini orang dengan mudah dapat membeli barang-

barang yang diinginkan hanya dengan membuka komputer dimanapun dia berada

dan melakukan transaksi secara online. Dari hal tersebut munculah istilah E-

commerce (electronic commerce) yang dapat berarti perdagangan lewat dunia

maya. Ada pula E-government (electronic government) yang berarti interaksi

digital antara pemerintahan dan masyarakat. Dengan adanya e-government

memungkinkan transparansi di bidang pemerintahan sehingga informasi tentang

pemerintahan dapat diketahui oleh masyarakat, tentunya hal ini akan

meningkatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah. Selain

itu proses birokrasi yang rumit dapat dihapuskan sehingga lebih memudahkan
33

pelayanan pemerintah bagi masyarakat. Terdapat pula istilah-istilah “E” yang lain

dalam berbagai sektor kehidupan, seperti E-Bussiness, E-education dan lain

sebagainya.31

Internet pada awalnya terbentuk dari lingkungan militer, di bawah naungan

Departemen Pertahanan Amerika dengan proyek yang bernama Advanced

Research Project Agency (ARPA). Jaringan komputer terbentuk pertama kali pada

tahun 1969. Pada saat itu jaringan komputer tersebut hanya terdiri dari beberapa

komputer yang dihubungkan dengan kabel dan selanjutnya disebut dengan

ARPAnet. ARPAnet sendiri dibangun dengan tujuan membuat jaringan komputer

yang tersebar sehingga informasi tidak terfokus di satu titik yang diperkirakan

akan mudah dihancurkan bila terjadi peperangan. Apabila satu bagian dari

jaringan terputus, jalur yang melalui jaringan itu secara otomatis dipindahkan ke

jalur lainnya.32

Pada tahun 1977, lebih dari 100 komputer mini dan mainframe yang

sebagian besar berada di universitas terkoneksi ke ARPAnet. Hubungan komputer

ini dimanfaatkan oleh dosen-dosen dan mahasiswa untuk berbagi informasi. Pada

awal 1980-an, ARPAnet dibagi menjadi dua jaringan, yaitu ARPAnet dan milnet.

Milnet merupakan jaringan militer, namun keduanya memiliki suatu hubungan

sehingga dapat saling terkoneksi. Jaringan interkoneksi ini disebut dengan

DARPA Internet, tetapi selanjutnya hanya disebut Internet. Pada awalnya Internet

hanya bisa diakses oleh komputer mini dan mainframe. Setelah dibukanya layanan

31
Ibid.
32
Asril Sitompul. 2004. Hukum Internet, Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace. Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman 6.
34

Usenet dan BITNET, Internet dapat diakses oleh Personal Computer (PC). Kini

dengan semakin berkembangnya teknologi perangkat mobile seperti “hape”, PDA

dan Smartphone, bahkan televisi dan berbagai macam alat telekomunikasi lainnya,

kita dapat terhubung dengan sangat mudah ke Internet dengan suatu sistem yang

disebut WAP (Wireless Aplication Protocol).33

Informasi yang berada di Internet begitu luar biasa melimpah dan

beragam. Dari mulai tulisan, program komputer, database, gambar, musik, video,

film dan lain sebagainya dapat kita temukan di Internet. Layanan yang ada di

Internet diantaranya:

a. E-mail (Elektronik Mail) merupakan fasilitas Internet untuk mengirim


dan menerima surat yang ditansmisikan secara elektronik. Dengan e-
mail dapat mengirim surat nyaris tanpa biaya dan sampai ketujuan
dalam hitungan detik, tanpa dibatasi oleh jauhnya jarak yang harus
ditempuh. Selain itu, kelebihan e-mail dibandingkan surat biasa selain
dapat mengirimkan pesan berupa tulisan (teks) adalah dapat pula
mengirim sisipan pesan (Attachment) berupa file suara, video, gambar
dan lain sebagainya.
b. Mailing List, yaitu perkembangan dari e-mail berupa langganan berita
atau informasi yang dikirim melalui e-mail. Seseorang yang sudah
mempunyai e-mail dapat berlangganan berita atau informasi dari suatu
topik tertentu. Untuk keperluan ini maka penerima e-mail perlu
mendaftarkan ke penyedia yang akan menyebarkan berita tersebut
supaya alamat e-mailnya tercatat di daftar yang akan dikirimi berita.
c. News Group atau Network News atau BBS (Bulletin Board Service),
yakni aplikasi Internet berupa Electronic Bulletin Board atau fasilitas
yang memungkinkan kita tergabung bersama grup dan saling
berdiskusi sesuai topik-topik tertentu.
d. File Transfer Protocol (FTP), layanan ini memungkinkan pengguna
Internet untuk melakukan upload (menyimpan/unggah) atau kegiatan
mentransfer file dari satu komputer server web dan download
(mengambil/unduh) atau kegiatan mengambil file dari server web dan
atau mentransfer file dari komputer ke komputer lain.
e. Remote login yaitu Telnet, adalah fasilitas untuk mengakses komputer
lain dari jarak jauh. Dengan fasilitas ini, misalnya kita yang berada di
kota Jakarta dapat mengendalikan komputer yang berada di kota
33
Siswanto Sunarso. 2009. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta: Rineka
Cipta, halaman 44.
35

Bandung.
f. Information Browsing yaitu Gopher, adalah fasilitas untuk menemukan
informasi di Internet dalam bentuk menu-menu berupa teks.
Kelemahan gopher hanya dapat menampilkan menu-menu sebatas
dalam bentuk tulisan.
g. Advanced Browsing yaitu WWW (World Wide Web), yaitu kumpulan
dokumen yang tersimpan di server web dalam bentuk HTML.
Pengguna dengan mudah dapat menemukan informasi di Internet tidak
hanya dalam bentuk tulisan, melainkan grafis, suara dan video yang
saling terkait menggunakan link sehingga disebut hypermedia.
h. Automatic Title Search, yaitu Archie dan Veronica, adalah fasilitas
pencarian informasi di Internet dengan mengetikan tittle (judul) topik.
i. Automatic Content Search, yaitu WAIS (Wide Area Information
System), adalah fasilitas pencarian informasi otomatis dengan meneliti
isi dokumen yang ditemukan.
j. Layanan Komunikasi dua arah, yaitu chat: dapat mengirim dan
menerima pesan berupa teks, komunikasi audio: dapat mengirim dan
menerima pesan berupa suara, video call: dapat mengirim dan
menerima pesan berupa gambar dan suara secara realtime dan
teleconference: komunikasi dua arah secara multimedia sehingga
memungkinkan kita seolah-olah melakukan suatu pertemuan atau rapat
langsung dalam sebuah ruangan tanpa dibatasi jarak.34

D. Internet Personal

Internet personal adalah merupakan solusi untuk pelanggan yang

mengingingkan akses internet yang cepat dan hemat bandwith. Produk ini

memanfaatkan fasilitas jaringan kabel Fiber Optis dan Hybrid Fiber Coaxial

dengan kecepatan akses maksimal mencapai 1 Mbps. Dengan menggunakan

produk ini, pelanggan juga dapat menikmati layanan TV ke stasiun TV terkemuka

dalam dan luar negeri.35

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa internet personal

adalah cara seseorang untuk memakai suatu sistem teknologi informasi yang

34
Yoga P. Wijaya. Op.Cit.
35
IndosatM2. Op.Cit.
36

dinamakan internet secara personal atau pribadi. Seseorang dapat saja

menggunakan berbagai perusahaan provider yang melakukan operasinya pada

suatu wilayah catatan ada tempat seseorang melakukan kegiatan internet tersebut

merupakan cakupan wilayah kerja suatu provider.

Misalnya seseorang di Kota Medan pada wilayah Kelurahan Petisah, dapat

melakukan kegiatan internet secara personal, melalui provider tertentu seperti

Telkom melalui Speedy, Telkomsel melalui Kartu Hallo atau Simpati, Indosat

melalui IM2 dan lain sebagainya.

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk Klausula Yang Terdapat Dalam Perjanjian Internet Personal

Pada PT. Indosat

Klausula dalam suatu perjanjian adalah hal-hal pokok yang diterangkan

dalam suatu perjanjian. Klausul adalah ketentuan terpisah yang berdiri sendiri dari

suatu perjanjian, dimana salah satu pokok atau pasalnya diperluas atau dibatasi

dengan suatu persyaratan khusus.36

Apabila dilihat dari bentuk perjanjian internet personal pada PT. Indosat

maka dapat dilihat ada beberapa klausula yang diatur dalam perjanjian tersebut

yaitu meliputi:
36
Marwan dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Reality Publisher, halaman 365.
37

1. Pengertian

2. Ketentuan Untuk Internet Cable Personal dan Jasa Pay TV

3. Hak dan Kewajiban

4. Hak dan Kewajiban Pelanggan.

5. Pengaturan Biaya

6. Pembayaran

7. Restitusi

8. Berhenti, pembekuan/pemblokiran (deaktivasi), dan pemutusan kontrak.

9. Penyambungan kembali.

10. Force majeure

11. Penyelesaian perselisihan

12. Lain-Lain
37

Lebih jelasnya tentang isi klausula yang terdapat dalam ketentuan dan

syarat berlangganan IM2 Internet Cable Personal dan IM2 Pay TV maka dapat

dilakukan pembahasan.

Klausula yang pertama adalah klausula yang diatur dalam Pasal 1 (lihat

Lampiran) yaitu klausula tentang pengertian. Pengertian yang dimaksudkan disini

adalah pengertian dari objek perjanjian sebagaimana ketentuan dan syarat

berlangganan IM2 Internet Cable Personal dan IM2 Pay TV pada PT. Indosat.

Klausula pengertian ini penting untuk menjelaskan maksud dari objek-objek

perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Klausula yang diatur dalam Pasal 2 adalah tentang ketentuan untuk


38

Internet Cable Personal & Jasa Pay TV (lihat lampiran). Ketentuan klausula

yang terdapat di dalam Pasal 2 ini adalah menjelaskan bahwa pihak IM2 tidak

bertanggung jawab atas segala ketidaksesuaian dan kerusakan pada Kabel Modem

yang digunakan pelanggan, apabila pelanggan menyediakan sendiri kabel

modemnya. Ketentuan Pasal 2 juga menjelaskan Jasa IM2 Internet Cable

Personal hanya di perbolehkan untuk dihubungkan ke 1(satu) PC. Sehingga

dengan demikian klausula Pasal 2 ini mencerminkan batas-batas

pertanggungjawaban pihak Indosat dan mana perbuatan yang tidak merupakan

tanggungjawab PT. Indosat.

Klausula selanjutnya adalah klausula tentang hak dan kewajiban IM2

sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 4 (lihat lampiran). Klausula hak dan

kewajiban PT. Indosat diatur di dalam Pasal 3 dan Klausula kewajiban dan hak

pelanggan diatur di dalam Pasal 4. Klausula Pasal 3 menjelaskan hal-hal yang

merupakan hak dari pihak PT. Indosat sebagai pengelola IM2 seperti berhak

secara sepihak menolak permohonan calon Pelanggan dengan tidak harus

menjelaskan alasannya, berhak mendapat pembayaran atas penggunaan Jasa IM2

dan lain sebagainya.

Contoh kewajiban dari pelanggan adalah: Pelanggan wajib membayar

biaya berlangganan setiap bulan secara tepat waktu atas penggunaan jasa IM2

sejak tanggal aktifasi paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) untuk setiap

bulannya, Pelanggan wajib menjaga dan memelihara seluruh peralatan milik IM2

yang berada dilokasi pelanggan dan lain sebagainya.

Apabila diperhatikan klausula sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 dan


39

4 (perjanjian terlampir) maka dapat dilihat kekurang berimbangan antara klausula

hak dan kewajiban PT. Indosat dengan klausula hak dan kewajiban pelanggan.

Pada Pasal 3 klausula yang dicantumkan lebih besar hak PT. Indosat daripada

kewajibannya. Sedangkan pada Pasal 4 hampir semua klausula menjelaskan

kewajiban pelanggan.

Klausula berikutnya adalah klausula sebagaimana yang diatur di dalam

Pasal 5 yang menjelaskan tentang pengaturan biaya. Klausula ini pada dasarnya

menjelaskan kewajiban berupa biaya yang akan dikenakan kepada kepada

pelanggan apabila pelanggan menjadi pelanggan personal internet di PT. Indosat.

Biaya-biaya tersebut secara mendetail diterangkan dalam Pasal 5 seperti

Perubahan lokasi kabel dalam alamat yang sama dan penggantian kabel atas

permintaan pelanggan akan dikenakan biaya sebesar Rp 82.500,-(delapan puluh

dua ribu lima ratus rupiah) dan lain sebagainya.

Klausula yang diterangkan dalam Pasal 6 (terlampir) adalah klausula

tentang pembayaran yang dilakukan atas jasa yang diberikan oleh PT. Indosat

kepada pelanggannya. Klausula ini menerangkan tentang kewajiban Pelanggan

wajib membayar biaya berlangganan paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima)

untuk setiap bulannya. Selain menentukan tanggal pembayaran maka klausula

tentang pembayaran ini juga menjelaskan tata cara pembayaran yang dilakukan

dimana dijelaskan pembayaran ditujukan ke rekening IM2 di bank yang ditunjuk

dengan metode pembayaran yang berlaku dan tertera pada tagihan yang diterima

Pelanggan.

Klausula yang dicantumkan dalam Pasal 7 adalah ketentuan restitusi,


40

dimana dalam ketentuan ini dijelaskan bahwa Restitusi tidak berlaku untuk jasa

IM2 Pay TV dan Restitusi tagihan atas gangguan internet dapat IM2 berikan

dengan nilai perhitungan dimulai setelah gangguan terjadi minimal selama 72 jam

berturut – turut (setara dengan 3 hari ber turut – turut). Klausula dalam Pasal 7 ini

juga menjelaskan tentang tata cara perhitungan restitusi.

Demikian juga halnya dengan klausula yang terdapat dalam Pasal 8 yang

berisikan tentang pemberhentian, Pembekuan/Pemblokiran (Deaktivasi), Dan

Pemutusan Kontrak. Klausula yang terdapat dalam Pasal 8 (terlampir) ini pada

dasarnya adalah tentang akibat yang diberikan kepada perusahaan kepada

pelanggannya apabila tidak melakukan atau melalaikan kewajiban membayar

biaya pemasangan (instalasi) dan biaya bulanan berlangganan sesuai ketentuan

Kontrak. Pihak PT. Indosat juga dapat memutuskan hubungan perjanjian apabila

pelanggan mengajukan permintaan berhenti berlangganan dengan terlebih dahulu

memberitahukan secara tertulis kepada IM2 selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

sebelum berhenti berlangganan. Klausula yang tercantum dalam Pasal 8 ini juga

menjelaskan Pembekuan/Peblokiran dan pemutusan Jasa IM2, tidak

menghapuskan kewajiban Pelanggan untuk melunasi seluruh kewajibannya yang

terhutang sampai dengan tanggal pemutusan tersebut.

Klausula yang diatur dalam Pasal 9 pada pembahasan perjanjian ini adalah

klausula yang mengatur perihal penyambungan kembali. Penyambungan kembali

merupakan pemasangan kembali (re-instalasi) karena pemutusan yang dilakukan

setelah Pelanggan melunasi tunggakan-tunggakan berikut dendanya (apabila ada).

Klausula yang terdapat di dalam Pasal 10 adalah klausula tentanf force


41

majeure. Dalam klausula ini dijelaskan tentang pengertian force majeure dan

proses pemberitahuannya kepada pihak PT. Indosat. Klausula yang terdapat di

dalam Pasal 10 juga menjelaskan semua kerugian dan biaya yang diderita oleh

salah satu pihak sebagai akibat terjadinya Force Majeure bukan merupakan

tanggung jawab pihak lain

Klausula yang terdapat di dalam Pasal 11 adalah klausula penyelesaian

perselisihan. Klausula ini menerangkan apabila terdapat perselisihan antara

pelanggan dengan pihak PT. Indosat maka pasal yang menjadi rujukannya adalah

Pasal 11. Klausula ini menjelaskan bahwa perselisihan akan diselesaikan secara

musyawarah dan mufakat. Jika tidak dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah,

kedua belah pihak sepakat untuk meminta penyelesaian kepada badan Arbitrase

Nasional Indonesia (BANI) untuk diputus oleh arbiter-arbiter menurut Peraturan

Prosedur BANI.

Klausula sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 12 adalah klausula

yang terakhir dan berjudul lain-lain. Klausula ini mengatur tentang hal-hal apabila

ada hal-hal yang belum diatur dalam Kontrak ini, maka hal-hal tersebut akan

diatur dan ditetapkan kemudian secara tertulis dengan tetap memperhatikan

ketentuan-ketentuan dan peraturan intern IM2 dan hukum yang berlaku di

Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat ada 12 klausula yang

terdapat dalam ketentuan dan syarat berlangganan IM2 Internet Cable Personal

dan IM2 Pay TV. Dari ketentuan tersebut ada beberapa klausula yang memiliki

daya tarik sendiri karena memiliki hubungan dengan syarat sahnya perjanjian,
42

seperti penerapan klausula baku maupun klausula eksonerasi.

Pemakaian surat perjanjian dengan klausula dibakukan dipandang sebagai

salah satu bentuk dari efisiensi kerja suatu perusahaan seperti pada PT. Indosat.

Penggunaan surat-surat perjanjian dalam bentuk formulir terjadi secara berulang

dan teratur yang melibatkan banyak orang, dan menimbulkan suatu kebutuhan

untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu dan kemudian dibakukan,

seterusnya dicetak dalam bentuk formulir dengan jumlah yang banyak, sehingga

memudahkan pemakaian setiap saat bila dibutuhkan. Perjanjian baku ini

diperuntukkan bagi setiap debitur yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan keperluan tersebut pihak perusahaan seperti pada PT. Indosat

mempersiapkan isi perjanjian yang dituangkan dalam bentuk formulir, sehingga

memudahkan pemakaian jika dibutuhkan.

Contoh perjanjian baku yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-

hari: formulir atau surat tanda terima fhoto ketika itu dituliskan bahwa film yang

ternyata kemudian rusak atau hilang kami hanya dapat menggantinya dengan film

baru.

Formulir tersebut banyak persyaratan yang dicantumkan dan ini

merupakan perjanjian antara pihak yang mencuci film dengan pihak yang filmnya

dicucikan.

Keberadaan perjanjian baku dalam masyarakat akhir-akhir ini

dipertanyakan landasan berlakunya. Karena tidak sesuai dengan Pasal 1319 KUH

perdata yang berbunyi “ semua persetujuan baik yang mempunyai suatu nama

khusus maupun yang tak dikenal suatu nama tertentu tunduk pada peraturan
43

umum “. Pada perjanjian baku ini tidak ada kata sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya karena ternyata isi perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu

pihak saja, sedang pihak lainnya hanya tinggal menandatangani perjanjian baku

itu bila ia setuju untuk mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut.

Para ahli hukum dipertanyakan apakah perjanjian baku ini mencerminkan

asas konsensualitas yang terkandung di dalam hukum perjanjian (Buku III KUH

Perdata).

Menjawab masalah ini Mariam Darus Badrulzaman memberikan

pandangannya bahwa “meninjau masalah ada dan kekuatan dan mengikat,

perjanjian baku, maka secara teoritis juridis, perjanjian ini tidak memenuhi

elemen-elemen yang dikehendaki Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) KUH Perdata”.37

Melihat kepada posisi para pihak yang berbeda ketika membuat

perjanjian, pihak debitur yang menandatangani perjanjian baku tidak mempunyai

kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi

perjanjian yang ditanda tanganinya sehingga tidak terlihat adanya real bargaining

(permintaan atau permohonan yang nyata) antara debitur dengan pihak pengusaha

(kreditur), keinginan dan kepentingan debitur kurang diperhatikan.

Tidak adanya kebebasan debitur untuk menentukan isi perjanjian baku

ini, hal itu jelas tidak memenuhi unsur-unsur yang dikehendaki Pasal 1320 dan

Pasal 1338 KUH Perdata.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah perjanjian internet personal yang

dibuat dengan perjanjian baku itu tidak sah, sehingga tidak mengikat bagi kedua

belah pihak. Untuk ini kita harus mencari jawaban konkrit.


37
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., halaman 61.
44

Walaupun secara teoritis juridis perjanjian baku ini tidak memenuhi

ketentuan hukum perjanjian dan oleh beberapa ahli hukum menolak

keberadaannya, seperti Sluiter, ia berkata bahwa “ perjanjian baku ini bukan

perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah seperti

pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wegever)”.38

Namun melihat kenyataan akan kebutuhan masyarakat pada perjanjian

baku ini, kelihatan berlawanan dengan arah yang diinginkan hukum, disini lahir

lagi pertanyaan apakah kebutuhan masyarakat harus menghindarkan diri terhadap

hukum atau sebaliknya.

Hukum pada dasarnya bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat,

dan bukan untuk mengekang masyarakat, maka keberadaan perjanjian baku dapat

diterima, dan ia memiliki daya mengikat bagi yang menandatangani. Dan

kenyataan bahwa masyarakat telah banyak menggunakan perjanjian baku ini dan

telah menjadi kebutuhannya.

Di negara Eropah dapat dipersaksikan bahwa pertumbuhan dan

perkembangan perjanjian baku ini didukung oleh jurisprudensi. Kemudian

diterimanya keberadaan dan keabsahan perjanjian baku ini, dilatar belakangi

prinsip yang menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian

bertanggung jawab pada isi yang ditandatanganinya, jika seorang menandatangani

sebuah perjanjian baku, maka ia dianggap telah mengetahui dan menghendaki isi

perjanjian itu.

Perjanjian baku lahir karena perkembangan dan tuntutan zaman, dimana

dalam melaksanakan hubungan perjanjian antara satu pihak dengan pihak yang
38
Ibid., halaman 62.
45

lainnya dibutuhkan efisiensi serta tindakan yang cepat dalam merealisasikan

perjanjian tersebut. Dalam hal ini dapat dimisalkan bank dalam hal pelaksanaan

perjanjian internet personal di PT. Indosat memakai perjanjian baku. Adapun

maksud pihak PT. Indosat memberlakukan perjanjian baku dalam perjanjian

internet kabel ini adalah agar terciptanya efisiensi pelaksanaan administrasi

perusahaan sehingga pelayanan kepada nasabahnya terutama kepada pihak

masyarakat yang ingin menjadi pelanggan internet personal dapat terselenggara

secara cepat dan efisien.

Dibayangkan bagaimana lambannya pelaksanaan suatu perjanjian apabila

tidak dibuat secara baku. Apabila seorang calon pelanggan internet personal

datang kepada pihak PT. Indosat, kemudian pihak PT. Indosat berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang disepakati baru membuat perjanjian secara tertulis yang

berbeda antara satu pelanggan dengan pelanggan lainnya, hal ini tentunya akan

memperlambat pelaksanaan pelayanan PT. Indosat.

Apabila dihubungkan dengan perkembangan perjanjian baku di atas

dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata terutama di

dalam buku III KUH Perdata maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya apabila

perjanjian baku yang disepakati tersebut tidak bertentangan dengan undang-

undang atau tidak berlawanan dengan kesusilaan maka perjanjian baku tersebut

dapat diterapkan dan tidak bertentang dengan undang-undang.

Apabila dihubungkan keberadaan perjanjian baku dengan pasal 1320 dan

1338 KUH Perdata maka perjanjian baku tersebut bertentangan dengan azas
46

konsensuil karena pada dasarnya di dalam hal ini pihak pengusaha atau PT.

Indosat yang menentukan isi perjanjian sedangkan pelanggannya tidak.

Sluijter sebagaimana dikutip oleh Shidarta mengatakan: Perjanjian

standar bukan perjanjian. Alasannya, kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu

adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wetgever).

Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-

undang, bukan perjanjian. 39

Pitlo dari sumber yang sama di atas mengatakan: “Perjanjian standar

adalah perjanjian paksa (dwang contract), walaupun secara teoritis yuridis,

perjanjian ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan ditolak oleh

beberapa ahli hukum. Namun dalam kenyataannya, kebutuhan masyarakat

berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum“. 40

Ahli hukum Indonesia, Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan

bahwa:

Perjanjian standar itu bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak


yang bertanggung jawab, dimana akhirnya kepentingan masyarakatlah
yang didahulukan. Dalam perjanjian standar kedudukan pelaku usaha dan
konsumen tidak seimbang. Posisi yang didominasi oleh pihak pelaku
usaha, membuka peluang luas baginya untuk menyalahgunakan
kedudukannya. Pelaku usaha hanya mengatur hak-haknya dan tidak
kewajibannya. Menurutnya perjanjian standar ini tidak boleh dibiarkan
tumbuh secara liar dan karena itu perlu ditertibkan.41

Sutan Remy Sjahdeni dalam Shidarta berpendapat :

Dalam kenyataannya KUH perdata sendiri memberikan batasan-batasan


terhadap asas kebebasan berkontrak. Misalnya terdapat ketentuan yang

39
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, halaman
120.
40
Ibid., halaman 121.
41
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., halaman 54.
47

mengatakan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata
sepakat kedua belah pihak atau karena alasan lain yang dinyatakan dengan
undang-undang. KUH Perdata juga menyebutkan tiga alasan yang dapat
menyebabkan suatu perjanjian, yakni paksaan (dwang), kekhilafan
(dwaling), dan penipuan (bedrog). Ketiga alasan ini dimaksudkan
oleh undang - undang sebagai pembatasan terhadap berlakunya asas
kebebasan berkontrak. 42

Kenyataannya agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap asas kebebasan

berkontrak ini oleh pihak yang berkedudukan lebih kuat, maka diperlukan campur

tangan melalui undang-undang dan pengadilan. Dalam hukum perburuhan,

misalnya ada pembatasan-pembatasan dalam kontrak kerja. Campur tangan

pengadilan dapat dijumpai dalam alasan penyebab putusnya perjanjian yang

dikenal dengan istilah penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

Dalam KUH Perdata baru negeri Belanda, penyalahgunaan keadaan ini

dikukuhkan sebagai alasan keempat dari cacat kehendak.

Hal lainnya yang turut menjadi perhatian sehubungan dengan klausula

baku adalah diterapkannya klausula eksonerasi dalam perjanjian tersebut. Menurut

Purwahid Patrik dalam penataran dosen hukum perdata, klausula eksonerasi

adalah klausula yang berisi untuk membebaskan atau untuk membatasi tanggung

jawab seorang dalam melaksanakan perjanjian.43

Contohnya seorang mencetak foto di studio foto dan begitu juga melaundri

pakaian, maka mendapat surat tanda bukti pembayaran dan isinya mencantumkan

kalau foto dan begitu juga pakaian yang tidak diambil dalam waktu tiga bulan

maka studio foto dan begitu juga laundry pakaian tersebut tidak bertanggung

42
Shidarta, Op.Cit., halaman 122.
43
Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju,
Halaman 11
48

jawab atas barang tersebut. Demikian pula kalau kita membeli barang di toko

Maka tanda terima dibubuhi klausula yang menyebutkan barang yang telah dibeli

tidak dapat dikembalikan.

Sseseorang tidak ingin menderita kerugian terlalu besar dalam perjanjian

yang dibuat, dia berusaha membebaskan atau membatasi tanggung jawabnya

dengan mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian.

Menurut Pitlo dalam penataran dosen hukum perdata yang ditulis oleh

Purwahid Patrik menyebutkan orang boleh membebaskan atau membatasi, tetapi

apabila bertentangan dengan kesusilaan maka klausula pembebasan itu adalah

tidak patut dan batal.44

Menurut Rijken dalam buku Mariam Darus Badarulzaman menyebutkan

bahwa klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkam didalam suatu

perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi

kewajibannya, karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.45

Berdasarkan hal di atas maka dapat dikatakan penerapan klausula

eksonerasi batal demi hukum berarti dengan sendirinya klausula eksonerasi

tersebut menjadi tidak berlaku secara otomatis sejak saat terjadinya perjanjian.

Adapun alasan dari batalnya klausula eksonerasi tersebut di atas adalah

dikarenakan :

1. Perjanjian dibuat secara sepihak dan konsumen tidak dilibatkan dalam

44
Ibid.
45
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, halaman 44.
49

menentukan isi perjanjian,

2. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal,

3. Konsumen menerima isi perjanjian karena didorong oleh kebutuhan.

Klausula-klausula yang menegaskan pembatasan tanggung jawab pelaku

usaha dengan diberlakukannya UUPK sebenarnya sudah tidak diperkenankan lagi,

hal ini mengingat kehadiran UUPK sendiri menyamakan kedudukan antara

konsumen dengan produsen. Dan klausula-klausula yang selama ini diterapkan

dan masih dipergunakan oleh pelaku usaha setelah berlakunya UUPK, sekarang

dinyatakan batal demi hukum, (Vide Pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 1999).

Jika asas kebebasan berkontrak ingin ditegakkan, dan kepentingan dunia

perdagangan tidak pula dirugikan, satu-satunya cara adalah dengan membatasi

pihak pelaku usaha dalam membuat klausula eksonerasi. Tentu saja hal ini tidak

mudah dilakukan. Sekalipun seperti disarankan oleh Mariam Darus Badrulzaman,

harus ada campur tangan pemerintah, kiranya tidak semua perjanjian standar dapat

diperlakukan demikian. Materi perjanjian yang terjadi di masyarakat sedemikian

luasnya dan heterogennya.

Campur tangan yang disarankan itu dapat dilakukan oleh pemerintah.

Misalnya saja dalam lapangan perjanjian komunikasi. Perjanjian-perjanjian yang

disebutkan terakhir ini tumbuh melalui kebiasaan dan permintaan masyarakat

sendiri. Campur tangan pemerintah lebih diharapkan pada perjanjian-perjanjian

yang berskala luas, walaupun tidak sepenuhnya bersifat publik seperti di bidang

komunikasi. Perjanjian berskala luas yang dimaksud berkaitan dengan

kepentingan massal, dan karena itu jika diserahkan sepenuhnya pembuatannya


50

secara sepihak kepada pelaku usaha, dikhawatirkan akan dibuat banyak klausula

eksonerasi yang merugikan masyarakat banyak.

Kembali kepada pembahasan awal bahwa aspek hukum perjanjian

penggunaan internet personal adalah aspek hukum perjanjian tidak bernama, hal

ini diketahui dengan melihat titelnya yaitu yang berbunyi “Ketentuan dan Syarat

Berlangganan IM2 Cable Personal dan IM2 Pay TV”, dimana judul perjanjian

tersebut tidak terdapat dalam KUH Perdata.

Perjanjian ini adalah perjanjian obligatoir, yang merupakan perjanjian

timbal balik yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua

belah pihak, baik bagi si pelanggan maupun pihak PT. Indosat.

Kenyataan bahwa para pihak yang telah menandatangani surat perjanjian

internet personal, dalam bentuk baku itu telah terlihat dalam suatu hubungan

hukum karena perjanjian yang mereka buat dianggap sah. Namun terhadap hal-hal

kemudian diketahui kurang wajar atau menguntungkan sepihak saja, tidak sesuai

dengan asas keseimbangan, maka pihak yang merasa dirugikan atas isi perjanjian

baku itu dapatlah mengajukan permohonan kepada hakim melalui pengadilan

negeri daerah hukumnya agar perjanjian itu dibatalkan oleh hakim.

Kenyataan ini dapat terjadi meskipun pihak yang yang keberatan telah

menandatangani perjanjian tanpa adanya paksaan, dan hakim dapat membatalkan

perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, atau membatalkan

klausulanya bila menurut keyakinan hakim klausula itu tidak wajar sehingga

merugikan salah satu pihak yang menandatangani perjanjian itu.


51

Melihat uraian di atas maka dapat dilihat perjanjian penggunaan internet

personal di PT. Indosat dilakukan secara tertulis, dimana di atasnya dijelaskan

tentang objek perjanjian, hak dan kewajiban para pihak serta tindakan yang

diambil dalam kaitannya dengan wanprestasi.

B. Pelaksanaan Pembayaran Dalam Perjanjian Internet Personal Pada PT.

Indosat

Pelaksanaan pembayaran dalam perjanjian internet personal pada PT.

Indosat diatur dalam Pasal 6 yang berbunyi:

1. Pelanggan wajib membayar biaya berlangganan paling lambat tanggal


25 (dua puluh lima) untuk setiap bulannya.
2. Pembayaran ditujukan ke rekening IM2 di bank yang ditunjuk dengan
metode pembayaran yang berlaku dan tertera pada tagihan yang
diterima Pelanggan.
3. Pelanggan wajib mencantumkan Nama dan Customers ID pada saat
melakukan pembayaran.
4. Keterlambatan atau tidak diterimanya billing invoice, tidak dijadikan
alasan untuk keterlambatan pembayaran.
5. Dalam hal pembayaran penggunaan Jasa IM2 menggunakan Kartu
Kredit, maka wajib mengisi formulir persetujuan pembayaran
penggunaan Jasa IM2 melalui Kartu Kredit. Disyaratkan masa aktif
(due date) kartu minimum 3 (tiga) bulan pada awal berlangganan.
6. Pelanggan wajib memberitahu IM2 apabila masa aktif kartu kredit
akan habis, bila Pelanggan lalai memberitahu masa jatuh tempo
berlaku kartu kredit, maka akan berakibat pembekuan/ Pemblokiran
(deaktivasi) jasa.
7. Pajak yang timbul dari pelaksanaan kontrak berlangganan akan
ditanggung oleh pelanggan dan dibayarkan kepada IM2 sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perpajakan.

Berdasarkan isi Pasal 6 perjanjian berlangganan IM2 Internet Cable

Personal di atas maka dapat dilihat sistem pembayaran dilakukan secara cash atau

kontan setiap bulannya pada tanggal 25. Pembayaran dilakukan melalui rekening

Indosat IM2 dengan cara mencamtumkan nama dan Customers ID.


52

Pembayaran sebagaimana disebutkan dalam perikatan bukanlah

sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran

sejumlah uang, tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun

sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual atau pihak yang

bersangkutan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan

pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah merupakan “ Pembayaran “.

Pelaksanaan perjanjian berlangganan IM2 internet cable personal di PT.

Indosat maka pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh pihak pelanggan atas

internet personal yang diberikan oleh PT. Indosat. Ketentuan ini juga dapat dilihat

dari pasal 1384 KUH Perdata yang berbunyi: “Adalah perlu bahwa orang yang

membayar itu pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan juga berkuasa

memindah-mindahkannya, agar supaya pembayaran yang dilakukan itu sah “.

Pihak yang berhak menerima pembayaran maka Pasal 1385 KUH Perdata

menentukan: “Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada

seorang yang dikuasakan olehnya, atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh

Hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi

si berpiutang”.

Pelaksanaan pembayaran berlangganan IM2 internet cable personal

sudah jelas kedudukan siapa-siapa yang melakukan pembayaran dan siapa-siapa

pula yang menerima pembayaran.

Sistem pembayaran antara PT. Indosat dengan pelanggan dalam kaitannya

dengan perjanjian penggunaan internet personal dilakukan secara cash dan tunai

pada tempat yang ditentukan oleh pihak PT. Indosat yaitu bank.
53

Suatu hal pokok dalam pelaksanaan pembayaran akibat adanya perjanjian

penggunaan internet personal ini adalah pembayaran yang dilakukan adalah

memakai mata uang Rupiah. Pelanggan tidak mengetahui apakah pelaksanaan

suatu perjanjian termasuk pembayaran harus dilakukan dengan memakai mata

uang rupiah atau tidak, tetapi disebabkan mereka tinggal di Indonesia sedangkan

mata uang yang berlaku adalah rupiah maka mereka menerima pembayaran

tersebut.

Pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian secara

sukarela, artinya tidak dengan paksaan. Pada dasarnya pembayaran hanya dapat

dilaksanakan oleh yang bersangkutan saja. Namun Pasal 1382 KUH Perdata

menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan oleh orang lain. Dengan

demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa yang harus membayar, akan

tetapi yang penting adalah hutang itu harus dibayar.

Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan adalah salah

satu cara pembayaran untuk menolong debitur. Dalam hat ini si kreditur menolak

pembayaran. Penawaran pembayaran tunai terjadi jika si kreditur menolak

menerima pernbayaran, maka debitur secara langsung menawarkan konsignasi

yakni dengan menitipkan uang atau barang kepada Notaris atau panitera. Setelah

itu notaris atau uang yang harus dibayarkan selanjutnya menjumpai kreditur untuk

melaksanakan pembayaran. Jika kreditur menolak, maka dipersilakan oleh notaris

atau panitera untuk menandatangani berita acara. Jika kreditur menolak juga,

rnaka hat ini dicatat dalam berita acara tersebut, hat ini merupakan bukti bahwa
54

kreditur menolak pembayaran yang ditawarkan. Dengan demikian debitur

meminta kepada hakim agar konsignasi disahkan. Jika telah disahkan, maka

debitur terbebas dari kewajibannya dan perjanjian dianggap hapus.

Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja

pembayaran berupa uang, juga penyerahan barang yang dijual oleh penjual.

Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya. Pembayaran

harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seseorang yang dikuasakan

untuk menerima.

Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan

seperti seorang yang turut berutang atau seorang penanggung hutang. Suatu

perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga, yang tidak

mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk

melunasi utangnya si berhutang atau bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak

menggantikan hak-hak si berpiutang.

Maksud "pembayaran" oleh Hukum Perikatan bukanlah sebagaimana

ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang,

tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimana pun sifat dari prestasi

itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

adalah merupakan pemenuhan prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran”.

Pembayaran kepada orang yang tidak berkuasa menerima adalah sah apabila

kreditur telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah memperoleh manfaat

karenanya (Pasal 1384, Pasal 1385, Pasal 1386 KUH Perdata). Pembayaran harus

dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian, dan jika tidak
55

ditetapkan dalam perjanjian maka pembayaran dilakukan di tempat barang itu

berada atau di tempat tinggal kreditur atau juga di tempat tinggal debitur. Jika

objek perjanjian adalah sejumlah uang maka perikatan berakhir dengan

pembayaran uang jika objeknya benda maka perikatan berakhir setelah adanya

penyerahan benda.

Pembayaran dapat terjadi konsiyasi apabila debitur telah melakukan

penawaran pembayaran dengan perantaraan Notaris atau Jurusita, kemudian

kreditur menolak penawaran tersebut. Atas penolakan kreditur kemudian debitur

menitipkan pembayaran kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpankan.

Dengan adanya tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan

penitipan, debitur telah bebas dari pembayaran yang berakibat hukum hapusnya

perikatan. Prosedur konsiyasi ini diatur dalam Pasal 1405 sampai dengan 1407

KUH Perdata.

Pasal 1004 KUH Perdata menegaskan adanya penitipan untuk membantu

pihak-pihak yang berhutang, apabila si berpiutang menolak menerima

pembayaran dengan melakukan penitipan uang atau barang si Panitera

Pengadilan. Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyatakan bahwa salah suatu cara

menghapuskan perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai

yang diikuti dengan konsiyasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan

penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk:

a. Pembayaran sejumlah uang

b. Penyerahan sesuatu benda bergerak.

Dilakukannya penitipan di Panitera Pengadilan itu maka akan


56

membebaskan siberutang dari perikatan dan berlakulah baginya sebagai

pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut UU dan

uang atau barang yang dititipkan di Panitera Pengadilan tetap akan menjadi

tanggungan si berpiutang.

C. Akibat Hukum Terhadap Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian


Internet Personal Pada PT. Indosat

Setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum,

yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban

secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat.

Perjanjian antara pihak PT. Indosat dengan pelanggan dalam penggunaan

internet personal merupakan suatu perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek

hukumnya, yaitu pihak PT. Indosat dan pihak pelanggan tentu mempunyai hak

dan kewajiban secara bertimbal-balik sebagaimana diuraikan penulis terdahulu.

Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian antara PT. Indosat

dan pihak pelanggan ada kemungkinan salah satu pihak melalaikan perjanjian atau

tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-

sama, maka apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi yang sudah

disepakatinya pihak tersebut telah melakukan wanprestasi.

Apabila salah satu pihak dalam perjanjian penggunaan internet personal

melakukan wanprestasi maka pihak yang melakukan wanprestasi dapat dikenakan

sanksi membayar kerugian yang diderita oleh pihak lainnya. Dimisalkan dalam

hal ini pihak pelanggan melakukan wanprestasi tidak membayar tagihan sesuai
57

dengan jadwal yang dijanjikan, maka pihak PT. Indosat dapat memutuskan

hubungan internet personal tersebut.

Secara umum akibat hukum kelalaian salah satu pihak dalam suatu

perjanjian (wanprestasi) adalah:

1. Bagi debitur

a. Mengganti kerugian.

b. Obyek perjanjian menjadi tanggungjawab debitur.

2. Bagi kreditur:

a. Pemenuhan perikatan

b. Ganti kerugian.

Ganti rugi adalah berupa:

1) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang nyata-nyata telah

dikeluarkan kreditur.

2) Rugi yaitu segala akibat negatif yang menimpa kreditur akibat

kelalaian kreditur kerugian yang didapat atau diperoleh pasa saat

perikatan itu diadakan, yang timbul sebagai akibat ingkar janji.

3) Bunga, yaitu keuntungan yang diharapkan namun tidak diperoleh

kreditur.46

Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum

perjanjian dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan doktrin pemenuhan

prestasi substansial, yaitu suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun

46
Handri Raharho, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
halaman 81.
58

satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah

melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus

juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak

melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut tidak

melaksanakan perjanjian secara material.

Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau

lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka

perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak

memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian.

Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi (kelalaian atau kealpaan)

seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan

3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat

4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya.47

Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-

bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti, meliputi:

1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

Misalnya dalam suatu perjanjian antara PT. Indosat dan pihak pelanggan

disepakati untuk dilakukan pembayaran pada setiap bulannya dilakukan pada

tanggal 25.

Tetapi setelah jatuh tempo waktu yang disepakati tiba ternyata pihak

47
Subekti, I, Op.Cit, halaman 45.
59

pelanggan tidak melakukan pembayaran. Pembayaran baru dilakukan tanggal

30, walaupun pihak PT. Indosat telah melakukan penagihan.

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang

diperjanjikan, misalnya dalam suatu perjanjian antara PT. Indosat dan pihak

pelanggan disepakati bahwa pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan

untuk tanggal 25 setiap bulannya dilakukan untuk berlangganan selama

sebulan. Kenyataan yang ditemukan ternyata pihak PT. Indosat hanya

melayani selama 25 hari. Maka dalam kapasitas ini pihak PT. Indosat sudah

wanprestasi karena melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak

sebagaimana yang dijanjikan.

3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat.

Misalnya dalam suatu perjanjian antara PT. Indosat dan pihak pelanggan

disepakati oleh pelanggan akan melakukan pembayaran pada tanggal 25

apabila pihak PT. Indosat memasang internet personal. Setelah PT. Indosat

memasang internet personal ternyata pihak pelanggan tidak melakukan

pembayaran meskipun tanggal 25 sudah dilewati. Pembayaran dilakukan pada

tanggal 30.

Dalam kasus ini walaupun akhirnya pihak pelanggan memenuhi juga

kewajibannya setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena

terlambat sudah dapat dikatakan pihak pelanggan melakukan wanprestasi.

Sehingga apabila pihak PT. Indosat tidak dapat menerima pembayaran dengan

alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pelanggan telah

melakukan wanprtestasi karena terlambat memenuhi kewajibannya.


60

4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Misalnya dalam kasus ini pihak pelanggan sepakat hanya mempergunakan

internet personal bagi kepentingan pribadinya. Kenyataannya pihak pelanggan

melakukan pelanggaran dengan cara menyetting personal internet tersebut

untuk kegiatan usaha yang mencari keuntungan. Maka dalam kapasitas ini

pelanggan telah melakukan wanprestasi karena melaksanakan sesuatu yang

menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Terhadap wanprestasi ini pada perjanjian penggunaan internet personal

telah diatur sebagaimana dalam Pasal 8 tentang berhenti, pembekuan/pemblokiran

(deaktivasi) dan pemutusan kontrak, yaitu:

1. Pelanggan dapat mengajukan permintaan berhenti berlangganan


dengan terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada IM2
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berhenti berlangganan.
2. Pelanggan karena sebab apa pun dan pada tanggal berapa pun berhenti
berlangganan Jasa IM2 pelanggan wajib melunasi seluruh tagihannya (
tidak ada perhitungan proporsional dan tanpa pengembalian uang),
sebagaimana termaktub pada Pasal 6 ayat 6.1.
3. Apabila Pelanggan dalam tempo 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
batas akhir pembayaran tidak melakukan atau melalaikan kewajiban
membayar biaya pemasangan (instalasi) dan biaya bulanan
berlangganan sesuai ketentuan Kontrak ini, maka IM2 berhak
melakukan pembekuan pelayanannya kepada Pelanggan dengan
pemberitahuan terlebih dahulu.
4. IM2 berhak secara sepihak memutuskan kontrak dalam hal :
a. Pelanggan dalam tempo 1 (satu) bulan setelah pembekuan
pelayanan, sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 6 ini, tetap tidak
melunasi kewajiban-kewajiban keuangannya, termasuk biaya
denda keterlambatan (jika ada).
b. Pelanggan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
dalam Kontrak ini.
c. Pemutusan kontrak akan diikuti oleh pemindahan seluruh peralatan
IM2 dan/atau pihak lain yang ditunjuk oleh IM2 dan seluruh biaya
yang telah dibayarkan dianggap hilang.
5. Pembekuan/Peblokiran dan pemutusan Jasa IM2, tidak menghapuskan
61

kewajiban Pelanggan untuk melunasi seluruh kewajibannya yang


terhutang sampai dengan tanggal pemutusan tersebut.

Berdasarkan Pasal 8 di atas maka dapat dilihat pihak PT. Indosat dapat

melakukan pembekuan pelayanannya kepada Pelanggan dengan pemberitahuan

terlebih dahulu apabila Pelanggan dalam tempo 30 (tiga puluh) hari setelah

tanggal batas akhir pembayaran tidak melakukan atau melalaikan kewajiban

membayar biaya pemasangan (instalasi) dan biaya bulanan berlangganan sesuai

ketentuan Kontrak ini, maka IM2 berhak

Meskipun PT. Indosat dapat melakukan pembekuan pelayanannya kepada

Pelanggan dengan pemberitahuan terlebih dahulu, pelanggan masih diberikan

kesempatan untuk melakukan penyambungan kembali apabila telah melakukan

kewajibannya kepada PT. Indosat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 yaitu:

1. Pemasangan kembali (re-instalasi) karena pemutusan akan dilakukan


setelah Pelanggan melunasi tunggakan-tunggakan berikut dendanya
(apabila ada).
2. Pemasangan kembali (re-instalasi) karena pencabutan atau pemutusan
akan diberlakukan sebagai tindakan pemasangan (instalasi) baru
setelah Pelanggan melunasi seluruh tunggakan dan denda sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) Pasal ini dan Pelanggan akan dikenakan biaya
pemasangan baru.

R. Subekti, mengatakan: “Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan

apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Ia alpa atau

lalai atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau

berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya”.48

Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan


48
Ibid, halaman 45.
62

dalam perikatan atau perjanjian. Tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu

perjanjian, dapat disebab karena kesalaan debitur baik sengaja maupun karena

kelalaian dan karena keadaan memaksa.

Uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang

dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu

bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan

bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi.

Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah

satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja

hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun

kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi

ditekan sekecil mungkin.

Apabila wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita

kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :

a. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian

b. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi

c. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi

d. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian

e. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti

rugi.

Beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di

atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata
63

diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat

dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.

Berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, apabila satu pihak wanprestasi

maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut

pembatalan perjanjian kepada hakim.

Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan

apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan. Apabila

akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi tersebut,

upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa

sangat dirugikan.

Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah

satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja

hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun

kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi

ditekan sekecil mungkin.

Apabila wanprestasi terjadi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita

kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :

1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian

2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi

3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi

4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian

5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti

rugi.
64

Beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di

atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata

diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat

dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.

Berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian antara PT. Indosat

dan pihak pelanggan apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang

dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian

kepada hakim.

Kenyataannya pada bentuk perjanjian antara PT. Indosat dan pihak

pelanggan ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para

pihak menyelesaikan melalui :

1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai

2. Dilakukan lewat pengadilan dimana perjanjian dibuat .

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 perjanjian penggunaan internet

personal yang berbunyi:

1. Perselisihan yang timbul akibat dari pelaksanaan Kontrak ini, akan


diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
2. Jika tidak dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah, kedua belah
pihak sepakat untuk meminta penyelesaian kepada badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) untuk diputus oleh arbiter-arbiter menurut
Peraturan Prosedur BANI.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Kontrak ini tetap berlaku dan para pihak
tetap melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sampai
perselisihan atau perbedaan pendapat, mendapat penyelesaian, baik
hasil musyawarah maupun berdasarkan putusan BANI yang
berkekuatan Hukum yang tetap

Berlainan keadaan apabila suatu kerugian dalam perjanjian antara PT.

Indosat dan pihak pelanggan tersebut adalah disebabkan timbulnya risiko.


65

Dimisalkanya pihak PT. Indosat sudah memasang internet personal secara baik

tetapi disebabkan oleh gempa bumi atau disambar petir pihak pelanggan tidak

dapat mempergunakannya. Maka dalam kapasitas ini sudah terjadi risiko.

Perjanjian penggunaan internet personal dalam Pasal 10 menjelaskan

perihal Force Majeure, yaitu:

1. Force Majeure adalah kejadian-kejadian yang diakibatkan keadaan-


keadaan di luar kekuasaan para pihak yang mengakibatkan terhentinya
atau tertundanya pelaksanaan Kontrak, termasuk namun tidak terbatas
pada bencana alam, taufan, kebakaran, wabah penyakit, ledakan,
banjir, pemogokan, sabotase, kerusuhan dan huru-hara, peraturan dan
atau pemberlakuan Peraturan/Kebijakan Pemerintah yang baru.
2. Setiap kejadian yang bersifat Force Majeure, harus diberitahukan
kepada pihak lainnya, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kejadian
tersebut berakhir.
3. Semua kerugian dan biaya yang diderita oleh salah satu pihak sebagai
akibat terjadinya Force Majeure bukan merupakan tanggung jawab
pihak lain.

Pengertian risiko di dalam perkataan sehari-hari berlainan dengan

pengertian risiko di dalam hukum perikatan. Di dalam Hukum Perikatan istilah

risiko mempunyai pengertian khusus. Risiko adalah suatu ajaran tentang sipakah

yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam

keadaan force majeur.

Berkaitan dengan risiko, Herman Darmawi menyatakan bahwa: “Risiko

merupakan suatu konsepsi dengan bergantung atas konteks disiplin ilmu yang

menggunakannya. Bagi orang awam, risiko berarti menghadapi kesulitan/bahaya,

yang mungkin menimbulkan musibah, cedera, atau hal-hal semacam itu yang

sifatnya akan merugikan”.49

Risiko itu timbul karena ada kemungkinan variasi out=comes atau hasil

49
Herman Darmawi, 2000, Manajemen Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, halaman 17.
66

yang akan diperoleh. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa risiko itu timbul

karena adanya kondisi ketidakpastian. Kondisi ketidakpastian timbul karena

ketidaksempurnaan peramalan. Tugas asuransi adalah melindungi orang dari

risiko tersebut.50

Pada dasarnya setiap orang memikul sendiri risiko atas kerugian yang
menimpa barang miliknya, kecuali kalau kerugian itu dapat dipersalahkan
kepada orang lain atau dengan membayar sejumlah uang tertentu atau
dilimpahkan kepada perusahaan asuransi. Namun dalam hal tidak ada
pelimpahan kepada perusahaan asuransi, risiko menjadi masalah, kalau terjadi
kerugian tetapi tidak ada yang dapat dipersalahkan. Begitu pula keadaannya
dalam pola kemitraan inti plasma tidak bisa dilepaskan dari adanya berbagai
risiko, baik itu yang sifatnya intern, ekstern, antarfungsi dan dalam keadaan
yang force majeur sekalipun.

Risiko yang dimaksudkan dalam kapasitas ini adalah terjadinya keadaan

memaksa atau force majeure. Force major atau yang sering diterjemahkan sebagai

“keadaan memaksa” merupakan keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk

melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada

saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam

keadaan beritikAd buruk (lihat Pasal 1244 KUH Perdata).

Kondisi force majeure mengandung risiko yang tidak terduga-duga.

Sehingga apabila risiko tersebut datang, pengusaha tidak sempat untuk melakukan

persiapan dan upaya lain, risiko tersebut dapat berupa antara lain yaitu: mesin

rusak atau terbakar tanpa sebab, gempa bumi besar disekitar lokasi usaha,

kecelakaan individu atau musibah yang menimpa karyawan, pemilik sakit atau

meninggal, adanya kegiatan tertentu yang merugikan bagi kelangsungan hidup

50
Ibid., halaman 17-18.
67

perusahaan misalnya penutupan ruas jalan sebagai akibat adanya perbaikan jalan,

jembatan, kegiatan lain yang menuju ke perusahaan.

Kejadian-kejadian yang merupakan force major tersebut tidak pernah

terduga oleh para pihak sebelumnya. sebab, jika para pihak sudah dapat menduga

sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka seyogyanya hal tersebut harus

sudah dinegosiasi di antara para pihak.

Dari berbagai risiko tersebut di atas, maka siapa yang bertanggung jawab

tentunya harus dilihat secara kasuistis dan proporsional. Sedangkan adanya

perubahan keadaan setelah dibuatnya perjanjian, maka sesuai dengan rasa

keadilan dan kepatutan di Indonesia dan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata

yang berdasarkan pada ajaran berlakunya itikad baik dan kepatutan sebagai yang

melenyapkan (derogerende werking), maka apabila terjadi perubahan keadaan

setelah dibuatnya perjanjian, yang perlu diperhatikan ialah bahwa risiko dibagi

dua antar kedua belah pihak.

Apabila perubahan keadaan itu praktis sangat berat bagi salah satu pihak

untuk memenuhi perjanjiannya kita selalu berhadapan dengan dengan keadaan

memaksa (overmacht).
68

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk Klausula Yang Terdapat Dalam Perjanjian Internet Personal Pada

PT. Indosat terdiri dari 12 klausula yang terdapat dalam ketentuan dan

syarat berlangganan IM2 Internet Cable Personal dan IM2 Pay TV. Dari

ketentuan tersebut ada beberapa klausula yang memiliki daya tarik sendiri

karena memiliki hubungan dengan syarat sahnya perjanjian, seperti

penerapan klausula baku maupun klausula eksonerasi.

2. Pelaksanaan pembayaran dalam perjanjian internet personal pada PT.

Indosat dilakukan oleh pelanggan kepada PT. Indosat pada tanggal 25

setiap bulannya, dan dilakukan pada bank sebagaimana yang ditentukan

oleh PT. Indosat.

3. Akibat hukum terhadap terjadinya wanprestasi dalam perjanjian internet

personal pada PT. Indosat adalah maka pihak yang melakukan kelalaian
69

dapat dituntut untuk melakukan prestasi sebagaimana yang diperjanjikan

oleh pihak yang dirugikan.

B. Saran

1. Untuk mengantispasi terjadinya kerugian dari masing-masing pihak

hendaknya dalam hal perjanjian antara PT. Indosat dengan pihak

pelanggan dilakukan secara konsensual dimana pihak perusahaan juga

memperhatikan hak-hak pelanggan.

2. Sistem pembayaran yang selama ini dilakukan hendaknya tetap


69

dilaksanakan karena pembayaran amat sangat penting dalam kelang-

sungan usaha perusahaan.

3. Penyelesaian sengketa secara musyawarah hendaknya dapat dipertahankan

oleh para pihak apabila timbul sengketa di belakang hari.


70

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya


Bakti.

Abdul R. Saliman, et. al. 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh
Kasus, Jakarta: Prenada Media.

Asril Sitompul. 2004. Hukum Internet, Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di


Cyberspace. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Bambang Sunggono. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Djaja S. Meliala, 2008, Perkembangan Hukum Perdata Tentang benda dan


Hukum Perikatan, Bandung: Nuansa Aulia.

Handri Raharho, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka


Yustisia.

Hasanuddin Rahman, 2003, Contract Drafting, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Herman Darmawi, 2000, Manajemen Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara.

I.G. Rai Widjaya, 2003, Merancang Suatu Kontrak, Jakarta: Kesaint Blanc.
71

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Kebendaan Pada Umumnya,


Jakarta: Kencana.

Mariam Darus Badrulzaman, 1993, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan
Dengan Penjelasannya, Bandung: Alumni.

Marwan dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Reality Publisher.

Munir Fuady. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung: Citra Aditya Bakti.

Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju.

R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa.

__________, 1992, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni.

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo.

Siswanto Sunarso. 2009. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Wirjono Prodjodikoro. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar


Maju.

Yan Pramadya Puspa. 1977. Kamus Hukum. Semarang: Aneka Ilmu.

B. Peraturan Perundang-Undangan:

KUH Perdata

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

C. Internet:

IndosatM2. “IM2 Fitt (Internet)”. http://www.indosatm2.com/index.


php/consumer-solution/internet-services.

Universitas Sumatera Utara, “Tinjauan Umum Tentang Kompensasi”,


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25397/3/Chapter
%20II.pdf.
72

Wikipedia Indonesia. “Indosat”, http://id.wikipedia.org/wiki/Indosat.

Yoga P. Wijaya. “Pengertian Internet (Interconnected Network)”.


http://yogapw.wordpress.com/2012/04/08/pengertian-internet-
interconnected-network/.

Anda mungkin juga menyukai