Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal
maupun secara informal, dan semakin intensif di masyarakat modern. Di dalam
hubungan kerja terdapat potensi timbulknya perbedaan pendapat bahkan konflik.
Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk, maka perlu pengaturan di
dalam hubungan kerja.
Pengaturan yang paling mendasar di dalam hubungan kerja adalah
berkaitan dengan pengaturan hak dan kewajiban di antara pemberi kerja (majikan)
dan penerima kerja (pekerja). Kejelasan tentang hak dan kewajiban tersebut ini
merupakan syarat kerja, begitu penting untuk memelihara adanya kepastian dan
sekaligus adanya perlindungan khususnya bagi pekerja. Dengan adanya kejelasan
hak dan kewajiban tersebut maka dapat terbina kepercayaan di antara keduanya
yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.1

Suwarto, Hubungan Industrial dalam Praktek, Cet. I (Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial
Indonesia, 2003) hal.17.

Sejak terjadinya krisis ekonomi multidimensional tingkat pengangguran


mengalami peningkatan yang sangat besar. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan peningkatan angka kerja di Indonesia yaitu: pertama terjadinya
gejolak kurs rupiah sehingga menyebabkan menurunnya kegiatan usaha dan
investasi asing; kedua salah satu dampak krisis moneter adalah menurunnya
permintaan masyarakat akan barang dan jasa. Sehingga banyak perusahaan
bangkrut dan gulung tikar dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar
sebagian perusahaan mengurangi produksi yang otomatis mengurangi jumlah
tenaga kerjanya; ketiga laju pertumbuhan pendudukan dan angkatan kerja yang
tiap tahun selalu bertambah.2
Salah satu dampak krisis yang berkepanjangan dan menjadi kendala
dewasa ini adalah terjadinya disparistas antara pencari kerja dengan lapangan
kerja yang tersedia. Menurut sensus tahun 2000 bahwa penduduk Indonesia
mencapai 208 juta jiwa diantaranya sebanyak 96 juta jiwa merupakan angkatan
kerja. Karena krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan dari tahun 1997
hingga pada saat tahun 2005 jumlah pencari kerja mencapai lebih kurang 40 juta
jiwa,3 sementara lapangan kerja sangat terbatas. Karena kondisi perekonomian
bangsa ini sedang kritis, di satu sisi pengusaha harus berusaha keras berjuang

Republika 13 Mei 2002, hal. 6.


T. Sulaiman, SH., Potret Pekerja Migran Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri, Cet. 1,
(Jakarta: Rizkita, 2002) hal. 2.
3

untuk tetap bertahan dalam situasi perekonomian yang penuh dengan serba
ketidakpastian, kondisi mikro ekonomi yang kurang kondusif untuk iklim
berusaha. Dari segi eksternal para pengusaha menghadapi kendala daya beli
masyarakat yang semakin menurun,

jalur distribusi sering terhambat akibat

demonstrasi yang sering diikuti oleh aksi kerusuhan massa dan pengaruh bencana
alam.
Dari segi internal para pengusaha menghadapi berbagai kendala masalah
ketenagakerjaan berupa perselisihan bidang perburuhan. Masalah yang dihadapi
oleh para pengusaha dalam bidang perburuhan sangat beragam seperti masalah
pengupahan, jam kerja, pemberian pesangon akibat dari dampak pemutusan
hubungan kerja.
Untuk efisiensi, efektif dan produktif perusahaan, diterapkanlah sistem
outsourcing. Sistem outsourcing sebetulnya bukanlah sistem yang baru di
Indonesia akan tetapi sudah lama dikenal oleh para pengusaha. Sistem
outsourcing ini digunakan untuk efisiensi perusahaan dan meningkatkan daya
saing dimana perusahaan dapat mengurangi tugas rutinnya dan memusatkan
perhatian pada kekuatan inti yang akan mendukung mereka dalam berkompetisi
dan mencapai sukses.4

Haryani Kusumaningsih, Evaluasi Penerapan Outsourcing Suatu Tinjauan Terhadap


Aktivitas Penerapan Outsourching di Departemen CE PT. ABC, (Tesis Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta, 2003), hal. 10.

Dalam perkembangannya beberapa tahun terakhir ini pelaksanaan sistem


outsourcing dikaitkan dengan hubungan kerja, sangat banyak dibicarakan oleh
pelaku proses produksi barang maupun jasa dan oleh pemerhati tenaga kerja,
karena banyak perusahaan merekrut dan memanfaatkan tenaga kerja outsourcing
dengan alasan untuk menekan biaya produksi dan efisiensi perusahaan.
Outsourcing banyak dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya pekerja
(labour cost) dengan perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh dari yang
seharusnya, sehingga sangat merugikan pekerja.5
Dengan outsourcing pengusaha berharap dapat menekan biaya produksi
karena biayanya relatif murah dan mudah. Akan tetapi dengan outsourcing apakah
telah dapat memenuhi maksud yang ingin dicapai sehingga hasil yang dicapai
dapat bermanfaat baik bagi pengusaha maupun pekerja. Apakah ada pihak
pengusaha yang berupaya menyalahgunakan sistem ini untuk kepentingannya?
Contohnya pengusaha yang mempekerjakan banyak pekerjanya dengan
memanfaatkan outsourcing untuk kegiatan utama, pada hal praktek demikian
harus memenuhi syarat-syarat yang tidak mudah. Salah satu alasan bagi pihak
pengusaha untuk lebih banyak mempekerjakan pekerjanya dengan menggunakan
sistem outsourcing adalah untuk menghindari kewajiban pengusaha untuk
membayar tunjangan hari raya, pesangon, serta tunjangan-tunjangan lainnya
kepada pekerjanya, karena biasanya hubungan kerja yang terjadi antara
5

Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau Dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan


Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial
<http://www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/warta_naker /edisi_3/artikel_outsourcing1.php>

pengusaha dengan pekerja outsourcing adalah kontrak, atau perjanjian kerja


waktu tertentu, dan yang paling bertanggung jawab terhadap pekerja ini adalah
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tersebut. Secara umum dalam kesepakatan
kerja waktu tertentu sudah diatur dengan jelas: jenis pekerjaan, jangka waktu dan
upah, hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha, sehingga bila kesepakatan
itu berakhir maka tidak ada konsekwensi bagi pengusaha untuk membayar utang
pesangon kepada pekerja pada saat berakhirnya kesepakatan kerja.
Bagi pekerja pada sistem outsourcing sangat meresahkan karena praktek
sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja karena
hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap atau kontrak, upah lebih rendah,
jaminan sosial minimal, tidak adanya keamanan kerja serta tidak adanya jaminan
pengembangan karir dan lain-lain.6
Pelaksanaan outsourcing yang demikian dapat menimbulkan keresahan
bagi pekerja yang tidak jarang diikuti dengan aksi mogok kerja, akibatnya sistem
yang diharapkan bisa memecahkan masalah ketenagakerjaan untuk bidang
tertentu itu tidak tercapai, secara keseluruhan malah bisa menganggu proses
produksi barang maupun jasa.
Menurut Muzni Tambusai Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terminologi outsourcing
terdapat dalam pasal 1601b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 7 Ketentuan
6
7

Ibid.
Ibid.

yang terdapat dalam pasal 1601b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah
sebagai berikut:
Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan
bagi pihak lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga
yang ditentukan8
Menurut istilah kamus bahasa Inggris Outsourcing adalah 1. Obtain
(goods, etc), by contract from a outside source, 2. contract (work) out.9
Tahun 2003 merupakan tahun penting bagi kelanjutan reformasi
hubungan industrial di Indonesia. Setelah mengesahkan undang-undang nomor 21
tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, tahun 2003 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
telah

mengesahkan

Undang-undang

nomor

13

tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan. Secara umum undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang


ketenagakerjaan memberikan perlindungan yang positif bagi pekerja dimana
adanya kebijakan yang memberikan perlindungan bagi pekerja antara lain;
kebijakan upah minimum, ketentuan PHK dan pembayaran uang pesangon serta
ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan di tempat kerja. Kebijakan
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja dengan
membatasi penggunaan pekerja kontrak, membatasi outsourcing hanya pada
pekerjaan di luar kegiatan utama, membatasi pemutusan hubungan kerja dan
mengatur upah. Tetapi undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang
8

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.


Tjitrosudibio, cet. 8 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Pasal 1601A
9
Judy Pearsal and Bill Trumble, The Oxford English Reference Dictionary, second Edition,
(Oxford New York: Oxford University Press, 1998).

Ketenagakerjaan belum secara rinci mengatur tentang pekerja outsourcing. Secara


eksplisit tidak ada istilah outsourcing, tetapi praktek outsourcing tersebut dalam
undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang pemborongan pekerjaan dan
penyediaan jasa/pekerja. Sebagaimana diatur dalam Pasal 64, pasal 65 dan pasal
66 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.10

B. Pokok-Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan untuk mempersempit ruang
lingkup penulisan, permasalahan akan dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan Indonesia mengatur hubungan
kerja dengan sistem outsourcing?
2. Apakah hak-hak dasar pekerja terlindungi dengan diterapkannya sistem
outsourcing?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum penulisan ini adalah menguraikan kekhasan hubungan kerja pada sistem
outsourcing sebagai upaya perlindungan hukum bagi pekerja.
Ketidakjelasan pembuatan dan penerapan perjanjian kerja pada sistem
outsourcing seringkali merugikan para pekerja. Sehingga tujuan khusus penulisan
ini adalah:
10

Muzni Tambusai, Op.Cit.

1. Menggambarkan alasan-alasan yang menyebabkan perusahaan menerapkan


sistem outsourcing di Indonesia.
2. Menggambarkan

bagaimana

peraturan

perundang-undangan

Indonesia

mengatur hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan, dengan


penerapan sistem outsourcing.
3. Memberikan gambaran bagaimana perlindungan hak-hak dasar pekerja
dengan diterapkannya sistem outsourcing.

D. Kerangka Konsepsional
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. 11 Suatu kerangka
konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih
konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali maish bersifat abstrak. Namun
demikian, suatu kerangka konsepsional belaka, kadang-kadang dirasakan masih
juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat
menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian.12
Dalam rangka penulisan ini, maka kerangka konsepsional yang akan
diuraikan meliputi perikatan, perjanjian, subjek dan objek perjanjian, perjanjian
kerja, kesepakatan kerja waktu tertentu, hubungan kerja, tenaga kerja, dan definisi
teknis yang akan dijumpai dalam tulisan ini:
11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia, 1986), hal. 132-133.
12
Ibid.

1. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.13
2. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.14
3. Perjanjian kerja adalah dimana pihak kesatu (pekerja) mengikatkan diri untuk
bekerja pada pihak lain (majikan) selama waktu tertentu dengan menerima
upah.15
4. Kesepakatan waktu kerja tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja
dengan majikan untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau
untuk pekerjaan tertentu.16 Dan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kesepakatan kerja waktu tertentu sama dengan perjanjian kerja untuk waktu
tertentu. Dalam skripsi ini selanjutnya penulis menggunakan istilah
kesepakatan kerja waktu tertentu dengan alasan untuk menjaga konsistensi
penggunaan istilah sesuai dengan istilah yang digunakan dalam peraturan
Menteri Tenaga Kerja No: Per-02/Men/1993 tentang kesepakatan Kerja Waktu
Tertentu.

13

Soebekti, Hukum Perjanjian, Cet. XIV, (Jakarta: Internusa, 1992), hal. 1.


Ibid.
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang .diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cet. 8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), pasal 1601a.
16
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No: Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf a.
14

10

5. Perusahaan adalah setiap usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan


untuk mencari keuntungan atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara
atau milik pemerintah daerah.17
6. Pengusaha adalah:
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu milik sendiri,
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan usaha
bukan miliknya,
c. Orang atau badan hukum yang mewakili orang atau badan hukum
termaksud dalam angka 1 dan 2 di atas jikalau yang mewakili kedudukan
di luar Indonesia.18
7. Pekerja, adalah orang yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah. 19
Orang-orang biasa dalam hukum perburuhan adalah pekerja dalam arti seluasluasnya dan majikan.20 Sementara itu ada sebagian orang menanyakan apakah
sebabnya masih digunakan istilah pekerja dan majukan dan bukan istilah
pekerja, pegawai atau pekerja maupun tenaga kerja serta pengusaha. 21 Seperti
halnya penggunaan istilah kesepakatan kerja waktu tertentu, dalam penulisan
skripsi ini digunakan istilah pengusaha dan pekerja dengan alasan untuk

17

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf b.
18
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf c.
19
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf d.
20
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, cet. XII, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal.
33.
21
Ibid.

11

menjaga konsistensi penggunaan istilah yang dipergunakan dalam ketentuan


kesepakatan kerja waktu tertentu.
8. Panitia penyelesaian perburuhan adalah panitia sebagaimana dimaksud
dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan.22
9. Perpajanjangan kesepakatan kerja waktu tertentu adalah melanjutkan
hubungan kerja yang telah berakhir masa berlakunya.23
10. Pembaharuan kesepakatan kerja waktu tertentu adalaj pembuatan kesepakatan
kerja waktu tertentu baru setelah kesepakatan kerja waktu tertentu berakhir.24
11. Hubungan kerja untuk waktu tertentu adalah hubungan kerja yang timbul dari
kesepakatan kerja waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.25

22
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf e
23
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf f
24
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf g
25
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Tenaga
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, Permenaker No:Per-02/Men/1993, Pasal 1 huruf b.

Kerja tentang
Kerja tentang
Kerja tentang
Kerja tentang

12

12. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.26
13. Peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang
memuat

tentang

ketentuan-ketentuan,

syarat-syarat,

serta

tata

tertib

perusahaan.27

E. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu metode atau cara yang dilakukan dalam
kegiatan penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan guna
menunjang penyusunan skripsi ini.
Penelitian secara ilmiah artinya:
Suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala dengan jalan menganalisanya dan mengadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.28
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang bersifat kualitatif yang berarti data yang dianalisis merupakan
suatu kesatuan yang bulat (holistic).
Untuk mendapatkan data yang akan dipergunakan sebagai landasan dalam
melaksanakan pembahasan tentang pokok-pokok permasalahan. Dilakukan
dengan cara studi dokumen atau bahan pustaka, yaitu dengan melakukan
26

Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU. No. 13 Tahun 2003, pasal 1

butir 2.
27

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi tentang Peraturan Perusahaan
dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perpekerjaan, Permenaker No:Per-02/Men/1978 Pasal 1.
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. (Jakarta: UI Press, 1998), hal. 2.

13

penelaahan terhadap bahan hukum primer yaitu ketentuan perundang-undangan


yang meliputi perundang-undangan, tentang perjanjian pada umumnya,
kesepakatan kerja untuk waktu tertentu, ditambah dengan bahan hukum sekunder
yang didapatkan dari media massa yang berkaitan dengan masalah outsourcing.

F. Sistematika Penulisan
Pembahasan terhadap permasalahan yang akan diuraikan dalam bab-bab
adalah:
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
B. Pokok-Pokok Permasalahan
C. Tujuan Penulisan
D. Kerangka Konseptual
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KERJA PADA


SISTEM OUTSOURCING
A. Pengaturan Tentang Hubungan Kerja
B. Perjanjian Kerja Kaitannya dengan Hubungan Kerja
C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
D. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja

14

E. Outsourcing dengan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu


BAB III

OUTSOURCING DAN PENGATURANNYA


A. Syarat-Syarat Pelaksanaan Sistem Outsourcing
B. Pengaturan Outsourcing dalam Peraturan Perundang-undangan
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
C. Hak-Hak Dasar Pekerja Outsourcing
D. Perbandingan Antara Sistem Outsourcing Skema Pemborong
Pekerjaan dengan Sistem Outsourcing Skema Penyedia Jasa
Pekerja

BAB IV

ANALISA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA


PADA SISTEM OUTSOURCING
A. Hubungan Kerja dalam Pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Pada
Sistem Outsourcing di Indonesia
B. Analisa Perlindungan Hak-Hak Pekerja pada Sistem Outsourcing

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai