Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN (KONTRAK BISNIS)


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis
Dosen : H. Jaenudin Umar, SE., SH., MKn

DISUSUN OLEH :

Nama : Ghisya Siti Rochmah

NMP : 120020546

Kelas : Manajemen A

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

2020-2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa
dan dengan ijin serta ridho Allah sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini, yang berjudul
Hukum Perjanjian (Kontrak Bisnis)

Terimakasih saya ucapkan kepada dosen komunikasi bisnis kami yaitu Bpk. H. Jaenudin
Umar, SE., SH., MKn yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi.
Terimakasih juga kepada teman-teman seperjuangan kami yang telah mendukung saya dalam
proses pembuatan makalah ini, Sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Saya menyadari, bahwa laporan Makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar
saya bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang dalam membuat laporan makalah.

Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Cirebon, Oktober 2021


Penyusun

Ghisya Siti Rochmah

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN/SAMPUL JUDUL ...............................................................................


KATA PENGANTAR … .................................................................................................... .i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kontrak ............................................................................. 5
2.2 Syarah Sah Kontrak ............................................................................ 6
2.3 Asas Dalam Berkontrak ...................................................................... 7
2.4 Sumber Hukum Kontrak ..................................................................... 11
2.5 Risiko, Wanprestasi, Dan Keadaan Memaksa ...................................
2.6 Perjanjian Menurut Ekonomi Syari’ah ................................................ 12
2.7 Prinsip-Prinsip Dasar Kontrak ............................................................ 13
2.8 Karakteristik Kontrak ............................................................................ 14
2.9 Bentuk Dan Jenis Kontrak ................................................................. 15
2.10 Teknik Perancangan Kontrak ............................................................. 18
2.11 Klausul Perubahan ............................................................................. 20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan karena setiap orang yang
membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut. Era reformasi adalah era
perubahan. Perubahan disegala bidang kehidupan demi tercapainya kehidupan yang lebih baik.
Salah satunya adalah dibidang hukum. Dalam bidang hukum, diarahkan pada pembentukan
peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti
kita ketahui bahwa banyak peraturan perundang-undangan kita yang masih berasal dari masa
pemerintahan Hindia Belanda.

Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law,
sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Menurut
namanya, kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrak nominaat dan
innominaat. Kontrak nominaat merupakan kontrak yang terdapat dan dikenal dalam KUH
perdata. Kontrak innominaat merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam masyarakat. Timbulnya perjanjian jenis ini karena adanya asas kebebasan
berkontrak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Mariam Darus
Badrulzaman mengartikan perjanjian inominaat (perjanjian tidak bernama) yaitu “Perjanjian-
perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat. Hal ini adalah
berdasar kebebasan mengadakan perjanjian atau partij autonomi yang berlaku dalam perjanjian.

Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di


antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa di awali
dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya
menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan
(kepentingan) melalui proses tawar menawar-nawar . Pendek kata, pada umumnya kontrak
bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak.
Melalui kontrak perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat
hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi kepastian

1
dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para pihak terakomodasi
melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu oberdering lain aau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu
hubungan hukum perjanjian merupakan suatu Perbuatan Hukum. Perbuatan hukum itulah yang
menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian
merupakan sumber perikatan. Selain itu perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara
gramatikal, istilah kontrak berasaldari bahasa inggris, kontrak. Baik perjanjian maupun kontrak
mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan
para pihak ke dalam suatu hubungan hukum perikatan. Istilah kontrak lebih sering digunakan
dalam praktik bisnis. Karena jarang sekali orangmenjalankan bisnis mereka secara asal-asalan,
maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secaratertulis, sehingga kontrak dapat juga disebut
sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis.

Sedangkan perjanjian jasa konstruksi dikenal dengan istilah Kontrak kerja konstruksi
atau Perjanjian Konstruksi, yang di negara barat dikenal dengan istilah contruction contract atau
construction agreement. Kontrak konstruksi tersebut berbentuk perjanjian tertulis yang
diperlukan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi bangunan-banguan antara
Pengguna Jasa (Pemilik Proyek/ Pemberi Tugas) dan Penyedia Jasa (Konsultan Perencana/
Kontraktor Pelaksana/ Konsultan Pengawas). Konstruksi secara umum juga dipahami sebagai
segala bentuk pembuatan atau pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan, jaringan
irigasi, gedung dan sebagainya) serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikannya. Konstruksi
merupakan kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian
nasional dan kesejahteraan sosial. Konstruksi memiliki peran dominan dalam membentuk
lingkungan terbangun (built environment) dari suatu negara.

Sebagai salah satu bidang kegiatan ekonomi, pengaturan mengenai konstruksi sangat
penting dalam rangka kepastian hukum.
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional. Selanjutnya pasal 33 ayat (5) UUD 1945, menyatakan bahwa

2
“ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.” 5 sebagai
salah satu sektor kegiatan ekonomi, penyelenggaraan konstruksi harus dijamin dengan
pengaturan prinsipprinsip pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Realisasi dari amanat konstitusional ini
adalah diundangkannnya UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Lembaran Negara
republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 54 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3833 pada 7 Mei 1999.”

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan


bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan jasa konstruksi nasional adalah
pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak
dalam hak dan kewajiban. Dengan kesetaraan di antara para pihak di dalam kontrak diharapkan
dapat terwujudnya daya saing yang andal dan kemampuan untuk menyelenggarakan pekerjaan
secara lebih efisien dan efektif. Dalam pasal 1 ayat 6 pengertian Kontrak Konstruksi yaitu :
Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Hubungan hukum yang sah dapat dilihat di KUH Perdata pasal 1320, bahwa untuk
diakui oleh hukum maka setiap perjanjian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut,
pertama, Sepakat mereka mengikatkan diri, kedua, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
ketiga, Oleh karena suatu hal tertentu, keempat, Suatu sebab yang halal. Apabila hubungan
hukum tersebut dapat dinyatakan sah sebagaimana KUH Perdata pasal 1320 diatas maka pasal
1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagaimana Undang- undang bagi mereka yang membuatnya.

Sumber hukum kontrak di Indonesia yang berbentuk perundangundangan adalah KUH


Perdata, khususnya buku III. Bagian-bagian buku III yang berkaitan dengan kontrak adalah
sebagai berikut:

a. Pengaturan tentang perikatan perdata. Pengaturan ini merupakan pengaturan pada


umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari kontrak maupun
yang berlaku karena undangundang.
b. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak. Pengaturan perikatan yang
timbul dari kontrak ini menurut KUH Perdata diatur dalam Bab II Buku III.
c. Pengaturan tentang hapusnya perikatan. Pengaturan ini terdapat dalam Bab IV Buku III.

3
d. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu. Pengaturan ini terdapat dalam Bab V
sampai dengan Bab XVIII Buku III.
Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau
Burgerlijk Wetboek Bab III tentang Perikatan (selanjutnya disebut buku III) yang masuk dan
diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas Konkordansi yaitu asas yang
menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di negeri Belanda berlaku pula pada pemerintahan
Hindia Belanda (Indonesia), hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis eropa/ Belanda
agar lebih muda dalam mengerti hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah di atas maka dapat digunakan ke dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kontrak atau perjanjian?
2. Apa saja syarat sah kontrak ?
3. Apa saja sumber kontrak ?
4. Apa saja asas dalam berkontrak ?

5. Apa saja yang termasuk Risiko, Wanprestasi, Dan Keadaan Memaksa?


6. Apa saja Perjanjian menurut Ekonomi Syariah?
7. Apa saja prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak?
8. Apa yang dimaksud mengenai bahasa kontrak yang dibakukan?
9. Apa saja bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis?
10. Apa yang dimaksud dengan teknik perancangan kontrak?
11. Apa yang dimaksud dengan klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan
paksaan keadaan kahar?
1.3 Tujuan
1. Pengertian kontrak atau perjanjian.
2. Prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak.
3. Bahasa kontrak yang dibakukan.
4. Bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis.
5. Teknik perancangan kontrak.
6. Klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan force majeur.
7. Klausa pilihan penyelesaian sengketa.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kontrak Atau Perjanjian


Kontrak dalam pengertian luas sering dinamakan juga perjanjian, meskipun demikian
istilah kontrak dan perjanjian memiliki arti yang hampir sama. Kontrak adalah peristiwa dua
orang atau lebih untuk saling berjanji dalam melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan
tertentu, biasanya diadakan secara tertulis. Para pihak yang melakukan kesepakatan wajib untuk
mentaati dan melaksanakan, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang
di sebut perikatan (verbintenis). Dikarenakan kontak menimbulkan kewajiban maka kontrak
bisa disebut dengan sumber hukum formal, sedangkan asal kontrak tersebut adalah kontrak
yang sah.

Kontrak berasal dari istilah perjanjian. Kontrak adalah tindakan yang dilakukan oleh dua
atau lebih pihak dimana masing-masing pihak yang ada didalamnya dituntut untuk melakukan
satu atau lebih prestasi. Sedangkan bisnis adalah tindakan-tindakan yang mempunyai nilai
komersial. Kesimpulannya kontrak bisnis merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis
dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terkait di dalamnya bermuatan bisnis.

Perjanjian atau kontrak diatur 1313 KHU perdata. Pasal 1313 KHU perdata berbunyi :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu pihak atau mengikat dirinya terhadap satu
orang atau lebih”. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Vann Dunne yang diartikan
perjanjian, adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih bedasarkan kata-kata
untuk menimbulkan akibat hukuman.

Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris). Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana suatu pinjaman kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
meminjam untuk melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbul lah suatu hubungan antara
dua orang tersebut yang terkait perikatan. Dalam bentuk, perjanjian itu suatu rangkaian kalimat
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

5
Menurut Abdul R. Saliman, kontrak adalah peristiwa di mana dua orang tau lebih saling
berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara
tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk
menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum
yang disebut perikatan (verbintenis). Maka, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban
bagi para pihak yang membuatnya dan kontrak tersebut mengikat secara sah dan dapat
dijadikan sebagai sumber hukum formal bagi para pihak yang membuatnya.

Menurut Salim HS, SH, MS, perjanjian atau kontark merupakan hubungan hukum
antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan,
dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melakasankan presentasinya sesuai dengan yang telah dispekatinya.

Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber
lain. Sumber-sumber lain ini mencakup nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir
dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Dengan sekian banyak
pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada tiga unsur yang dapat ditarik
kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor
2. Ada orang yang kejadian, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur.
3. Ada sesuatu yang kejadian, yaitu prestasi.

2.2 Syarat Sah-nya Kontrak


Menurut pasal 1320 KUH Perdata kontrak adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Syarat Subjektif
Syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi :
a. Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
b. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya.

6
2. Syarat Objektif
Syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi :
a. Suatu hal (objek) tertentu.
b. Sesuatu sebab yang halal.

Adapun akibat dari tidak terpenuhinya satu atau lebih dari syarat sahnya perjanjian
adalah:
1. Batal Demi Hukum
Dalam hal ini perjanjian tersebut dianggap tidak pernah sah dan tidak pernah ada, dalam
hal ini jika tidak terpenuhi syarat objektif yaitu syarat perihal tertentu dan syarat kausa yang
diperbolehkan.
2. Dapat Dibatalkan
Dalam hal ini, perjanjian tersebut baru dianggap tidak sah jika dibatalkan oleh yang
berkepentingan, jika terpenuhi syarat subjektif yaitu tercapainya kata sepakat dan kecakapan
berbuat.
3. Perjanjian Tidak Dapat Dilaksanakan
Dalam hal ini, perjanjian tidak dapat dilaksanakan karena perjanjian ini dengan syarat
pengguhan. Dan syarat tangguhan belum bisa dilaksanakan atau terwujud.
4. Dikenakan Sanksi Administrative.
Dalam hal ini, adanya sanksi administrative terhadap salah satu atau kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian karena tidak terpenuhinya syarat perjanjian, tetapi tidak
mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tersebut.

2.3 Asas Dalam Berkontrak


Menurut pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi
pasal tersebut sangat jelas terkandung asas :
1. Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Dapat dianalisis dari ketentuan Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Berdasarkan asas kebebasan

7
berkontrak, maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang bagaimanapun
juga, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Ruang
lingkup asas kebebasan berkontrak, menurut hukum perjanjian Indonesia adalah: kebebasan
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia
ingin membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian
yang akan dibuatnya, kebebasan untuk menentukan objek perjanjian, kebebasan untuk
menentukan bentuk suatu perjanjian, dan kebebasan untuk menerima atau menyimpang
ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional) Berlakunya asas
kebebasan berkontrak ini tidaklah mutlak, KUH Perdata memberikan pembatasan atau
ketentuan terhadapnya, inti pembatasan tersebut dapat dilihat antara lain:

a. Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa
adanya sepakat dari pihak yang membuatnya;
b. Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata, kebebasan yang dibatasi oleh kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian;
c. Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 KUH Perdata, menyangkut causa yang dilarang oleh
undangundang atau bertentangan dengan kesusilaan baik atau bertentangan dengan
ketertiban umum;
d. Pasal 1332 KUH Perdata batasan kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian
tentang objek yang diperjanjikan;
e. Pasal 1335 KUH Perdata, tidak adanya kekuatan hukum untuk suatu perjanjian tanpa
sebab, atau sebab yang palsu atau terlarang; dan
f. Pasal 1337 KUH Perdata, larangan terhadap perjanjian apabila bertentangan dengan
undangundang, kesusilaan baik atau ketertiban umum.

2. Konsensualisme
Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, bahwa untuk melahirkan perjanjian
cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbulkan
karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus. Untuk terjadinya
sebuah persetujuan pada umumnya persesuaian kehendak yang memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu adalah sebuah kontrak yang sah menurut hukum.29 Asas konsensualisme
dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan

8
bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah
pihak.
Konsensualisme adalah bahwa pada asasnya suatu perjanjian atau perikatan yang timbul
atau lahir adalah sejak detik tercapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak diperlukan
suatu formalitas. Ini berarti bahwa perjanjian itu lahir sejak kata sepakat telah tercapai,
walaupun dalam pelaksanaannya Undang-undang menetapkan tetap adanya suatu formalitas
tertentu. Misalnya, adanya keharusan menuangkan perjanjian kedalam bentuk tertulis atau
dengan akta notaris. Sedangkan guna perjanjian dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu adalah
dalam hal sebagai alat bukti.

3. Pacta sunt servad

Pacta sunt servada, Asas ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerd
yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya”. Adagium (ungkapan) pacta sunt servanda diakui sebagai
aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia secara timbal-balik pada hakikatnya
bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat.
Dengan kata lain, perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku seperti berlakunya undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) dan ayat (2) KUH Perdata.
Artinya, para pihak harus mentaati apa yang telah mereka sepakati bersama.
Asas itikad baik. Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, disebutkan bahwa perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sebenarnya itikad baik yang disebut dalam bahasa
Belanda dengan te goeder trouw, yang sering juga diterjemahkan dengan kejujuran, dapat
dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu: (1) Itikad baik pada waktu akan mengadakan perjanjian;
dan (2) Itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul
dari perjanjian tersebut. Adapun suatu perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik atau tidak,
akan tercermin pada perbuatan-perbuatan nyata orang yang melaksanakan perjanjian tersebut.
Meskipun itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian itu terletak pada hati sanubari manusia yang
sifatnya subjektif, tetapi itikad baik itu pun dapat diukur juga secara objektif. Selain itu,
terdapat asas lain dalam standar kontrak, yaitu:

9
a. Asas kepercayaan.
Asas Kepercayaan. Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diri di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan
memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka perjanjian
itu tidak mungkin akan diadakan kedua belah pihak, dengan kepercayaan ini kedua
pihak mengikatkan dirinya untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan
mengikat sebagai undangundang;
b. Asas persamaan hak.
Asas Persamaan Hak. Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat,
tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan,
jabatan, dan lain-lain;
c. Asas keseimbangan.
Asas keseimbangan. Keseimbangan sangat perlu guna mewujudkan perlindungan dan
keadilan bagi para pihak. Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas
persamaan;
d. Asas moral.
Asas Moral. Asas ini terlibat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela
dimana perbuatan seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra
prestasi dari pihak debitor. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana
seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan
mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya,
asas ini terdapatnya dalam Pasal 1339 KUH Perdata;
e. Asas kepatutan.
Asas Kepatutan. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan di
sini berkaitan dengan ketentuan-ketentuan mengenai isi perjanjian;
f. Asas kebiasaan.
Asas Kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo 1347 KUH Perdata, yang
dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan
yang diikuti;

10
g. Asas kepastian hukum
Asas Kepastian Hukum. Kepastian sebagai suatu figur hukum harus mengandung
kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak, dan;
h. Asas perlindungan
Asas perlindungan yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian harus sama-
sama dilindungi kepentingannya.

2.4 Sumber Hukum Kontrak


Persetujuan para pihak kontrak di Undang-undang, selanjutnya yang lahir dari UU ini
dapat dibagi :
1. Undang-undang saja.
2. UU karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari UU karena suatu perbuatan
dapat dibagi :
a. Yang dibolehkan (zaakwarnaming)
b. Yang berlawanan dengan hukum, misalnya seseorang yang membocorkan rahasia
perusahaan,meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan dapat saja
menuntut karyawan tersebutkarena perbuatan itu oleh UU termasuk perbuatan yang
melawan hokum (onrechtmatige daad) untuk hal ini dapat dilihat Pasal 1365 KUH
Perdata.

2.5 Risiko, Wanprestasi, Dan Keadaan Memaksa.


1. Risiko Menurut soebekti (2001: 144), resiko merupakan kwajiban untuk memikul
kerugian jika ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
benda yang di maksudkan dalam kontrak.
2. Wanprestasi Prestasi / ingkar janji adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu,
melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya diangggap wanprestasi
bila seseorang tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilaksanakannya,
melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya,
melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat atau melakukan sesuatu menurut
kontrak tidak boleh dilakukannya. Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat

11
dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun
membayar biaya perkara.
3. Keadaan Memaksa Menurut soebekti (2001: 144), untuk dapat dikatakan suatu
“keadaan memaksa” bila keadaan itu diluar kekuasaannya, memaksa atau tidak
dapat diketahui sebelumnya.

2.6 Perjanjian Menurut Ekonomi Syariah

1. Sumber Hukum
Sumber hukum pokok dan utama dalam ekonomi syariah adalah kitab suci Al-
Qur’an yang merupakan wahyu dari Allah SWT. Yang diturunkan melalui nabi
Muhammad SAW, sumber kedua adalah Al-Hadits yang merupakan kumpulan setiap
perkataan nabi tentang sesuatu, dan yang ketiga adalah Ijma yang merupakan
kesepakatan (consensus) para ulama tentang suatu hal.

2. Rukun dan Syarat Perjanjian (Akad)


a. Rukun akad, seperti penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab Kabul.
b. Syarat akad, seperti:
1) Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang
haram menjadi batal demi hukum syariah;
2) Harga barang dan jasa harus jelas;
3) Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya
transportasi;
4) Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam pemilikan, tidak boleh
menjual sesuatu yangbelum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada
transaksi short sale dalam pasar modal.

3. Macam-macam Praktik Bisnis Menurut Ekonomi Syariah


a. Bagi Hasil (profit sharing), dengan prinsip al-musyarakah, al-mudharabah, al-
muzara’ah, al-musaqah.
b. Jual Beli (sale and purchase), dengan prinsip al-murabahah, as-salam, al-istishna,
al-ijarah.
c. Simpanan/titipan (depository/al-wadi’ah)
d. Sewa (operational lease and financial lease)
e. Jasa (free-based serfices)
f. Atau kegiatan lain yang lazim dilakukan sepanjang disetujui oleh dewan syari’ah
nasional (pasal 28 SK Direksi BI No. 32/1999).

12
4. Bentuk Kontrak
a. Pola umum anatomi sebuah kontrak
1) Judul
2) Pembukaan
3) Pihak-pihak
4) Latar belakang
5) Isi
6) Penutup
b. Tahapan-tahapan kontrak
Prakontrak, pada tahapan ini para pihak memulai dengan negosiasi, membuat
memory of understanding (MoU), studi kelayakan dan negosiasi lanjutan. Kontrak, pada
tahapan ini dimulai dengan penulisan naskah awal, pembahasan naskah, penulisan
naskah akhir, dan dilanjutkan dengan penanda tanganan. Pasca kontrak, dimulai
pelaksanaan kontrak, penafsiran kontrak dan terakhir penyelesaian sengketa.

2.7 Prinsip-Prinsip Dasar Kontrak

Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi suatu kontrak
baku,yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :

1. Prinsip Kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan kehendak yang
benar-benar seperti yang diinginkan oleh para pihak, kedua belah pihak akhirnya juga kedua
kontrak tersebut. Dengan hal tersebut, maka dapat diasumsi bahwa kedua belah pesta telah
sayanyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan demikian dapat kata kunci nya kata telah
terjadi.

2. Prinsip Asumsi Risiko


Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi risiko. Artinya
bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak tapi salah
satu pesta bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil temuan. Dari tawar
menawarnya, Maka jika memang jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang
mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menagunggung risikonya. Dalam hubungan
dengan kontrak baku, maka dengan kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko apapun
bentuk akan yang ditanggung oleh pihak nya yang sesuai isi dari kontrak tersebut.

13
3. Prinsip Kewajiban Membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca
bagi setiap pesta yang akan hadiah kontrak. Dengan demikian, jika dia telah kontrak yang
bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa dia telah bangga dan menyetujui apa yang
telah di baca nya.

4. Prinsip Kontrak Mengikuti Kebiasaan


Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat secara
baku. Karena kontrak baku tersebut menjadi penggunaan, antara lain juga karena keterikatan
suatu kontrak tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tetapi juga
terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia. Dan
kontrak baku merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan
sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat, sehingga eksistensinya tidak perlu
dipersoalkan lagi.

2.8 Karakteristik Kontrak


Ciri khas atau karakteristik yang pagar penting dari suatu kontrak adalah adanya
kesepakatan bersama (persetujuan bersama) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan hanya
merupakan karakteristik dalam pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat
yang kepada pihak lain. Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak yang sah dibuat
tanpa kesepakatan bersama.

1. Bahasa Kontrak Yang di Baku-kan


Kontrak baku adalah berbentuk tertulis yang digandakan berupa formulir-formulir,
isinya telah di standar disasi atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh para peserta
yang menawarkan, serta ditawarkan secara massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan
kondisi yang dimiliki konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah
perjanjian standar, kontrak standar, kontrak pad, kontrak standar, kontrak adhesi, standaar

14
dvoorwaarden (Belanda), kontrak D'adhesi (Perancis), Allgemeine Geschaftben-dingungen
(Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau kontrak baku.
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut standar
kontrak, perjanjian standar. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai
patokan. Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi pokok tolak
ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku yaitu model,
rumusan, dan ukuran. Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu bahasa
dari Perjanjian bakumemuat syarat-syarat baku yaitu:
o Menggunakan kata-kata atau susunan yang teratur dan rapi.
o Huruf yang dipakai jelas, rapi, melihat isinya dan mudah dibaca dalam waktu singkat,
agar hal ini tidak merugikan konsumen.
o Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket transportasi
dan lainnya.
o Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini
dibakukan,artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukuran, sehingga tidak dapat
diganti, diubah,atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
o Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko form yang
dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang
memuat semua syarat-syarat baku.

2.9 Bentuk Dan Jenis Kontrak Dalam Transaksi/Kegiatan Bisnis


Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi
pada suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang menjalani, adapun macam-macam
hubungan dan kondisi bisnis tersebut sebagai berikut :

1. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis


Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa
dalam rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan kantor, dimana perusahaan menjadi
pemilik (yang memberikan memesan kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang
menerima memesan kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari

15
yang proyek kecil hingga yang proyek besar dari yang sederhana hingga yang
modern. Konsep perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari
sekedar Perjanjian Pemborongan hingga pengadaan ngegiring kontrak konstruksi atau
Kontrak EPC.
Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan memiliki kepentingan yang sama
dalamsuatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (Operasi gabungan; seperti:
Perjanjian Kerjasama Operasiatau Production Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan
modal saham (persendian usaha) dengan suatu perusahaan usaha patungan (perusahaan
patungan), yang perjanjiannya disebut perjanjian usaha patungan.
Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat
luas dan beragam. Pada umumnya:
(i) Ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build Operate &transfer
Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate & own Agreement
atausingkatan Perjanjian BOO);
(ii) Proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu (seperti: teknisperjanjian bantuan);
(iii) Kepentingan pengembangan/jaringan bisnis (seperti: kerjasamaperjanjian); dan
(iv) Kepentingan penelitian dan pengembangan serta rekayasa mengenai
obyektertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang diperoleh dari hasil kegiatan
tersebutyang asalnya (seperti: Research, Development & Engineering
Agreement); serta
(v) Kepentingan hak milik intelektual (seperti: Perjanjian Lisensi).

2. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok


Sederhana nya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan
produksi atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Perjanjian Pasokan.

3. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, pengecer/agen penjualan


Dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi pemasaran
dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yait u distributor atau retailer atau

16
agen penjualan. Biasanya disebut perjanjian distribusi, dan perjanjian perwakilan
penjualan.

4. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur


Melebihi dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat
melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan
perjanjian jual beli dengan pembayaran kembali (Pembelian Dengan Angsuran) atau
limbah beli (Sewa Pembelian Perjanjian).

5. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham


Pada umumnya, dalam kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam
anggaran yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan dasar
antara pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu perjanjian pemegang saham.

6. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas


kredit
Pada umumnya dikenal dengan Facility Agreement atau Perjanjian Kredit. Namun dari
segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan macam ragam hubungan atau
transaksi kredit. Misal nya, sindi di kasih fasilitas Perjanjian mobil atap terbuka dengan
ikatan perjanjian dalam taruhan memilih perjanjian. Perjanjian nya yaitu perjanjian Middle
Term Note. Selain hal tersebut Perjanjian Kerja sama pada prinsipnya dibedakan ke dalam
3 pola, yaitu :
1) Usaha Patungan (Usaha Bersama)
Joint Venture adalah bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan di hampir semua orang
bidang usaha, dimana para persta masing-masing menyerahkan modal untuk badan usaha
yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk di pabrik
pakaian. Untuk usaha tersebut masing-masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang
telah disepakati bersama, lalu jalan menuju supabrik.

17
2) Kerja Sama Operasional (Kerjasama Operasional)
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dapat
dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
usaha bidang itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,dimana pihak investor
memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang semulamerupakan hak
/ berwenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan
usaha. Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk
pengembangan jaringan pemasangan telpon baru. Untuk pelaksanaan nya di bentuk PT.
ABC yang saham nya dimiliki PT. Telkom Dan PT.X
3) Operasional Tunggal (Operasional Sepihak)
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang usaha berupa
“bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerja sama ini adalah pemilik yang
menguasai tanah, sedangkan pihak lain investor, untuk membangun suatu bangunan
komersial tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasionalkan
bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian biaya tertentu
selama jangka waktu dan operasional setelah jangka waktu berakhirnya investor wajib
mengembalikan tanah beserta bangunan komersial diatasnya kepada pihak pemilik / yang
menguasai tanah. Bentukkerjasama ini lasimnya disebut : BOT (Build, Operate and
Transfer), dan variannya adalah BOOT (Bangun, Miliki, Operasikan, dan Transfer), BLT
(Bangun, Sewa, dan Transfer) dan BOO (Build, Own and Beroperasi).

2.10 Teknik Perancangan Kontrak


Untuk membuat suatu kontrak kita harus mengetahui teknik dalam perancangan kontrak
tersebut, teknik-teknik yang harus dilakukan yaitu:
1. Peneliti
Perancang kontrak melakukan penelitian berkaitan dengan
a. Para pihak (Setidak-tidak nya pada awalnya yang meminta bantuan untuk dibuatkan
kontrak, kemudian mengetahui keinginan pihak lainnya).
b. ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Etika, moral , kebiasaan adat , yang berlaku di tempat dilaksanakan kontrak tersebut

18
2. Garis besar
Pembuatan / Merancang Urutan Kerangka Naskah kontrak dan pemahaman tentang
Anatomi kontrak baik yang pokok, kluster transaksi, maupun yang merupakan penunjang,
technical house menjaga klausul. Kemudian menyusunnya dalam tata urutan naskah
kontrak sesuai dengan kepentingan nya yang mencakup seluruh keinginan para pihak, yang
dimulai dari hal pokok atau di ikuti pengaturan penunjangnya.

3. ANATOMI “Kontrak”
Pola dasar suatu konsep perjanjian biasanya disusun sebagai berikut :
1) Judul / Nama Kontrak , Heading
o Judul kontrak harus dapat mengidentifikasikan inti kontrak yang syarat-syarat,
ketentuan-ketentuan atau klausula-klausula nya diatur di dalamnya.
o Korelasi dan relevansi antara judul dan isi kontrak.
2) Pembukaan
3) Komparasi Para Pihak-Pihak
Adalah bagian dari akta yang mendeskripsikan para pihak yang
melakukan kesepakatan dalam bagian ini (komparasi) harus dicantumkan nama
seseorang yang bertindak untuk dan atas nama para pihak.
o Mengapa ( nama ) seseorang harus dicantumkan sebagai komparasi / para
peserta? Karena:
a. Secara formal : harus tanda tangan , ( memenuhi per-syaratan sah nya akta )
b. Dapat melakukan perbuatan hukum
c. Perancang kontrak perlu mendapatkan pukulan tentang tidak ada unsur
“subyektif” yang harus dipenuhi untuk sahnya kontrak, dengan
memperhatikan fungsi dari perbandingan .
o Komparasi yang mengandung fungsi :
a. Edentitas para pihak
b. Dalam kedudukan apa yang bersangkutan bertindak
c. Berdasarkan apa kedudukan tersebut
d. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum yang berlaku dalam akta
perjanjian

19
e. Memiliki hak untuk melakukan tindakan yang dinyatakan dalam kontrak
4) Dasar pertimbangan, premis, resital
Berisikan kondisi umum dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak, berisikan
kemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa pasar dan
sebagainya.
5) Isi perjanjian, ketentuan dan persyaratan, syarat dan ketentuan/klausul
6) Penutupan
7) Tanda tangan (saksi-saksi, dan lampiran)

Standar pembukaan dari kontrak pada umumnya membuat tempat dan tanggal penanda
tangan kontrak. kadang-kadang wajib pada suatu keharusan formal tertentu, misal pada akta
jual beli tanah, aktanotaris.

2.11 Klausul Perubahan, Penambahan, Sanksi, Pilihan Hukum, Dan Force Majeur

1) Klausul Perubahan
Yaitu pasal dalam kontrak yang mengizinkan atau tidaknya para fihak untuk sebagian
atau seluruh prestasinya untuk pihak ketiga, serta syarat-syarat/tata cara pelaksanaan itu
diperbolehkan.

2) Klausula Penambahan
Membuat kesepakatan para pihak untuk menganggap bahwa apa yang tertulis di dalam
kontrak merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan menyatakan apa yang disepakati
para pihak, sehingga hal-hal yang pernah disepakati atau di komunikasikan di antara para
pihak sebelum kontrak dibuat, tidak dapat digunakan untuk mengubah atau melengkapi apa
yang sudah tertulis didalam kontrak.

3) Klausula Sanksi
Yaitu pasal yang membuat kesepakatan para pihak tentang bagaimana dan ke mana
korespondensi, komunikasi serta peringatan-peringatan di antara para pihak harus
disampaikan, serta apa akibat-akibat hukumnya

20
4) Klausula Pilihan Hukum
Di dalam kontrak-kontrak internasional yang membuat kesepakatan para pihak tentang
hukum negara mana atau sumber hukum apa yang akan digunakan untuk mengatur dan
menentukan pembentukan pembahasan pelaksanaan kontrak mereka.

5) Klausula Force Majeur

Yaitu pasal dalam kontrak yang mendukung salah satu pihak untuk tidak melaksanakan
prestasinya, seperti pelaksanaan prestasi yang terhambat atau tidak mungkin dilaksanakan
sebagai akibat dari munculnya peristiwa-peristiwa tertentuyang berada di luar kendali pihak
tersebut untuk mecegahnya.

6) Klausula Perundingan

Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu melakukan


perundingan, namun karena perundingan yang mungkin menjadi proses yang bertele-tele,
sangat penting untuk menentukan waktu perundingan , demikian juga harus ditentukan
proses penyelesaian selanjutnya setelah kebuntuan yang terjadi, atau tidak ada jalan keluar.

7) Klausa Perundingan Tingkat Tinggi


Jika tetangga antara pejabat-pejabat “kelas menengah” gagal meyelesaikan perselisihan,
sebaiknya dicoba untuk melanjutkan perundingan yang dilakukan oleh “Kelas Berat”. Dalam
hal ini di rector dari pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan tingkat tinggi
dan gagal juga barulah dicapai prosedur kesepakatan mediator.

8) Klausula Mediasi (belum menunjuk mediator)


Pengalaman telah menunjukkan bahwa keterlibatan mediator yang tidak memihak dapat
membantu para pihak yang bersangketa untuk menyelesaikan sangketanya. Oleh karena itu
bijaksana untuk menetapkan mediasi sebagai saran penyelesaian perselisihan sebelum timbul
sengketanya, yaitu dalam kontrak walaupun di mungkinkan juga untuk membuat perjanjian
mediasi setelah timbul perselisihan.

9) Klausula Mediasi ( Sudah Menunjuk Mediator)

21
Proses mediasi akan lebih dimulai, jika para pihak telah dapat menyetujui mediatornya
sebelum sengketa timbul dengan kutipan lain nama mediator telah dicantumkan dalam
klausula mediasi dalam konflik. Dikatakan “lebih mudah” karena pihak tidak perlu
bersengketa lagi untuk memilih mediatornya yang akan membantu menyelesiakan sengketa
mereka. Mediator pun dapat menjaga agar dirinya tidak memiliki konflik kepentingan
dengan para pihak sejak penunjukkan.

10) Klausula Mediasi Denga Arbitrase


Klausula mediasi dan arbitrase dapat dibuat secara terpisah., namun di mungkinkan
untuk membuat satu klausula singkat yang mengatur mediasi sekaligus arbitrase, tentunya
jika prosedur dan institusi mediasi dan arbitrasenya jelas dicantumkan dalam klausula
tersebut.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH
Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat
dirinyaterhadap satu orang atau lebih.” Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang
diartikan dengan perjanjian, adalah “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
1. Prinsip kesepakatan
2. Prinsip Asumsi Resiko
3. Prinsip Kewajiban membaca
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut standard
contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai
patokan. Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi konsumen yang mengadakan hubungan hukum
dengan pengusaha. Yanga dibakukan dalam perjanjian baku ialah model, rumusan, dan ukuran.

23
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl31/jenis-jenis-kontrak-bisnis-

https://lbh--ri-com.cdn.ampproject.org/v/s/lbh-ri.com/kontrak-bisnis-
perjanjian/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&amp=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16388037392459&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%2
0%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Flbh-ri.com%2Fkontrak-bisnis-perjanjian%2F
http://menujuhukum.blogspot.com/2013/10/hukum-perjanjian.html

http://budhivaja.dosen.narotama.ac.id/files/2011/09/1.-MAHASISWA-Handout-3.pdf

http://audrytimisela.wordpress.com/2009/06/24/prinsip-prinsip-hukum-kontrak/

http://www.legalakses.com/perikatan-perjanjian-kontrak/

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-kontrak/

http://www.karimsyah.com/imagescontent/article/20050923140951.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai