Anda di halaman 1dari 18

PENGANTAR HUKUM BISNIS

MAKALAH
HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN)

Dosen: Hamdan Nurohim S.H.,M.H.

OLEH:

Elyaningsih Putri 181010550445

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS PAMULANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan
menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu,
penulis juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik
iman maupun islam.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan


makala ini yang merupakan tugas mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen.
Penulis sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Hukum Bisnis Bapak Hamdan Nurohim S.H.,M.H. dan semua
pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-


kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur
penulisannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran positif
untuk perbaikan dikemudian hari.

Jakarta, 19 Juni 2019

Elyaningsih Putri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 3
1.2 TOPIK BAHASAN .................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5
2.1 DEFINISI HUKUM, BISNIS dan HUKUM BISNIS .............................. 5
2.1.1 Definisi Hukum ................................................................................. 5
2.1.2 Definisi Bisnis ................................................................................... 6
2.1.3 Definisi Hukum Bisnis ...................................................................... 7
2.2 ASAS-ASAS HUKUM SEBAGAI LANDASAN ................................... 7
2.2.1 Pengertian Asas Hukum .................................................................... 7
2.2.2 Asas Hukum Perjanjian ..................................................................... 8
1. Asas Kontrak Sebagai Hukum Yang mengatur ................................ 8
2. Asas Kebebasan Berkontrak ............................................................. 9
3. Asas Konsensualitas (Sepakat) ......................................................... 9
2.3 SYARAT-SYARAT SAHNYA PERJANJIAN ..................................... 10
2.3.1 Syarat Kesepakatan ......................................................................... 10
2.3.2 Syarat Kecakapan ............................................................................ 12
2.3.3 Syarat Suatu Hal Tertentu ............................................................... 13
2.4 RESIKO DALAM PERJANJIAN .......................................................... 14
2.4.1 Kebatalan dan Pembatalan Perjanjian ............................................. 14
1. Perjanjian yang Dapat Dibatalkan ................................................... 14
2. Perjanjian yang Dapat Batal Demi Hukum ..................................... 14
3. Kebatalan Relatif dan Kebatalan Mutlak ........................................ 15
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 16
3.2 SARAN .................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hukum perjanjian adalah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yang


berhubungan dengan masalah perjanjian, yang dibuat oleh dua atau dua lebih orang.
Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian
yang dibuat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran,
dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Dalam kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, pengaturan mengenai hukum perjanjian dapat ditemukan dalam
sebagian dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu yang secara
khusus diatur mulai dari pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hingga
Pasal 1351 di bawah subjudul besar “Bab II: Perikatan-Perikatan Yang Dilahirkan
dari Kontrak atau Persetujuan”. Dengan subjudul besar tersebut dapat diketahui
bahwa pada prinsipnnya hukum perjanjian adalah suatu lapangan dalam hukum
perdata yang lebih sempit dari hukum perikatan.

Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan yang telah lebih
luas cakupannya. Diluar ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai
perikatan yang lahir dari perjanjian, selain ketentuan yang diatur dalam subjudul
“Bab III: Perikatan-Perikatan Yang Dilahirkan demi Undang-Undang”, ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam “Bab I: Perikatan-Perikatan Umumnya” dan “Bab IV:
Hapusnya Perikatan” berlaku juga bagi hukum perjanjian. Di samping itu, bagi
perjanjian-perjanjian khusus, maka ketentuan selanjutnya dalam Bab V hingga Bab
XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku bagi perjanjian-perjanjian
khusus tersebut.

Diluar itu, sesuai dengan ketentuan umum, yang diberikan dalam Pasal 1339
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa “perjanjian-
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan

3|Hukum Kontrak
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sfat perjanjian,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

1.2 TOPIK BAHASAN

1. Mampu menjelaskan dan memahami mengenai Hukum Bisnis


2. Mengetahui adanya pengaturan Hukum Perjanjian.
3. Mengetahui adanya asas-asas hukum .
4. Mengetahui syarat apa saja untuk melakukan perjanjian menurut “hukum
perjanjian”
5. Mengetahui syarat sahnya perjanjian.

4|Hukum Kontrak
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HUKUM, BISNIS dan HUKUM BISNIS

Indonesia sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami


kemajuan yang cukup pesat, walaupun kemajuan tersebut ditandai masa-masa
cukup sulit karena baru saja bangkit dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Secara umum kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang
kehidupan tidak diraih begitu saja akan tetapi memerlukan kerja keras serta
kerjasama segenap lapisan masyarakat secara terus menerus serta
berkesinambungan.

2.1.1 Definisi Hukum


Hukum yang dipelajari sebagai suatu objek kajian bukan sekedar kumpulan
dari berbagai peraturan perundang-undangan tetapi sebagai suatu “Structure ed
whole” atau sistem.

Sebagai suatu sistem hukum itu berarti merupakan tatanan, merupakan


suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah
suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama
lain dan bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut
diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas
hukum, dan pengertian hukum.

Selanjutnya Bruggink menjelaskan apa saja yang di dapat menjadi ciri-ciri


dari suatu sistem hukum adalah:

Suatu sistem kesadaran hukum, yang bahwa setiap hukum juga


mengandung aspek-aspek irraional. Namun yang menjadi titik berat sekarang tidak
pada segi itu. Karena sistem hukum terjadi dengan membentuk suatu keseluruhan
yang saling berkaitan, maka aspek-aspek rasionalnya yang lebih menonjol. Adalah
tugas dari ilmu hukum untk menata aturan-aturan hukum dan putusan-putusan

5|Hukum Kontrak
hukum sedemikian rupa sehingga sebanyak mungkin menampilkan gambaran
keseluruhan yang terata dalam suatu ikhtisar, dan dalam hal ini maka pembentukan
suatu sistem total sebagai suatu yang ideal.

Menurut pendapat Kees Schuit suatu sistem hukum terdiri dari tiga unsur
yang memiliki kemandirian tertentu (memiliki identitas denganbatas-batas yang
relatif jelas) yang saling berkaitan, dan masing-masing dapat dijabarkan lebih
lanjut. Unsur-unsur yang mewujudkan sistem hukum itu adalah:

1. Unsur idiil, unsur ini terbentuk oleh sistem makna dari hukum yang
terdiri atas aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan asas-asas. Unsur inilah
yang oleh para yuridis disebut “sistem hukum” bagi sistem sosiolog
hukum;
2. Unsur operasional, unsur ini terdiri atas keseluruhan organisasi-
organisasi dan lembaga-lembaga yang didirikan dalam suatu sistem
hukum. Yang termasuk kedalamnya adalah juga pada pengemban
jabatan, yang berfungsi dalam karangka suatu organisasi atau lembaga.
3. Unsur aktual, unsur ini adalah keseluruhan putusan-putusan dan
perbuatan-perbuatan konkrit yang berkaitan dengan sistem makna dari
hukum, baik dari para pengemban jabatan maupun dari para warga
masyarakat, yang di dalamnya terdapat sistem hukum itu.

2.1.2 Definisi Bisnis


Bisnis merupakan salah satu aktivitas usahayang utama dalam menunjang
perkembangan ekonomi. Kata “bisnis” diambil dari bahasa inggris “Bussiness”
yang berarti kegiatan usaha. Bisnis merupakan kegiatan perdagangan namun
meliputi pula unsur-unsur yang luas, yaitu pekerjaan, profesi, mata pencaharian,
penghasilan, dan keuntungan.

Gambaran mengenai kegiatan bisnis dalam definisi tersebut apabila diuraikan


lebih lanjut akan tampapk sebagai berikut:

1. Bisnis merupapkan, suatu kegiatanyang rutin dilakukan. Karena dikatakan


sebagai suatu pekerjaan, mata pencaharian, bahkan suatu porofesi;

6|Hukum Kontrak
2. Bisnis merupakan, suatu aktivitas dalam perdagangan;
3. Bisnis dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan;
4. Bisnis dilakukan baik oleh perorangna maupun perusahaan.

Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai


bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat aneka ragam
tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman
kerjasama bisnis ini tentu saja menghasilkan masalah tantangan baru, karena hukum
harus siap untuk dapat mengantisipasi perkembangna yang muncul.

2.1.3 Definisi Hukum Bisnis

Hukum diciptakan untuk menjamin keadilan dan kepastian, serta diharapkan


dapat berperan untuk menjamin ketentraman warga masyarakat dalam tujuan-
tujuan hidupnya. Salah satu aspek terpenting dalam upaya mempertahankan
eksistensi manusia dalam masyarakat adalah membangun sistem perekonomian
yang dapat mendukung upaya mewujudkan tujuan hidup itu.

Sistem ekonomi yang sehat sering kali bergantung pada sistem perdagangan
yang sehat, sehingga masyarakat membutuhkanseperangkat aturan yang dengan
pasti dapat diberlakukan untuk menjamin terjadinya sistem perdagangan tersbut.

Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena;

a) Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan itu membutuhkan sesuatu yang


lebih kuat daripada sekedar janji serta itikad baik saja;
b) Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya yang dapat digunakan
seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya tidak
memenuhi janjinya.

7|Hukum Kontrak
2.2 ASAS-ASAS HUKUM SEBAGAI LANDASAN

2.2.1 Pengertian Asas Hukum


Hukum perjanjian memuat sejumlah asas hukum. Pengertian asas hukum
menurut beberapa pakar adalah;

1. Menurut Paul Scholten

Hukum merupakan, “Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di


belakanng sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya
ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai
penjabarannya.” (Rechtsbeginselen, 1935, dalam Verzemelde Geschriften, jilid 1,
1949:402).

2. Menurut Satjipto Raharjo

Asas hukum dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat
hukum yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui
asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk kedalam
hukum.

Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi


tata hukumnya, dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya.

2.2.2 Asas Hukum Perjanjian

Menurut K.U.H.Perd (BW), maka didalam hukum perjanjian


(Overeenkomstrecht) di Indonesia (Civil Law) terdapat beberapa asas-asas yaitu;

1. Asas Kontrak Sebagai Hukum Yang mengatur


Didalam pengertian asas-asas ini, secara prinsip menyeluruh pihak-pihak yang
membuat isi perjanjian harus secara lengkap dan sempurna tanpa mempunyai
kekurangan. Akan tetapi, apabila isi perjanjian yang dibuat itu terdapat kekurangan,
maka kekurangan akan ditambah atau dilengkapi dari pasal-pasal undang-undang
yang berlaku.

8|Hukum Kontrak
Asas ini menunjukan bahwa yang diutamakan perjanjian itu, kehendak dan
maksud kedua belah pihak secara bebas dan diperkenankan pihak-pihak itu dalam
membuat perjanjian bertentangan dengan undang-undang yang terdapat pada buku
III KUHPerd. Walaupun pihak-pihak dalam membuat telah berusaha selengkap-
lengkapnya dan sempurna, a kan tetapi manusia mempunyai kekurangan dan akan
ada saja kekurangan-kekurangan itu. Kekurangan isi perjanjian akan ditambah atau
dilengkapi dari pasal-pasal undang-undang yang terdapat pada buku III KUHPerd.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Prinsip bahwa orang terikat pada persetujuan-persetujuan mengasumsikan


adanya suatu kebebasan tertentu didalam masyarakat untuk dapat terus serta di
dalam lalu-lintas yuridis dan hal ini mengimplikasikan pula prinsip kebebasan
berkontrak.

Bilamana antara para pihak telah diadakan sebuah persetujuan maka diakui
bahwa ada kebebasan kehendak diantara para pihak tersebut. Bahkan di dalam
kebebasan kehendak ini diasumsikan adanya suatu kesetaraan ekonomis antara para
pihak sering tidak ada. Dan jika kesetaraan antara para pihak tidak ada, maka
nampaknya tidak ada kebebasan untuk mengadakan kontrak.

3. Asas Konsensualitas (Sepakat)


Maksudnya bahwa dalam perjanjian yang dibuat adalah berdasarkan
kesepakatan para pihak-pihak tertentu/terkait. Secara tegas bahwa pihak-pihak telah
menyetujui adanya perjanjian itu dengan suatu konsensus, baik secara lisan atau
kemudian diikuti secara tertulis. Kalau para pihak telah saling mempercayai, maka
kinsensus itu cukup dengan lisan, tetapi untuk elbih memperkuat konsensus
(kesepakatan) itu dibuat secara tertulis ataupun dengan suatu akte. Apabila
kesepakatan itu dibuat dengan akte, dapat terjadi dengan akte dibawah tangan
ataupun dengan resmi (otentik).

Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara


dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah
satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut

9|Hukum Kontrak
telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnyamengikat dan
berlaku sebagaiperikatan bagi parapihak yang berjanjitidak memerlukan formalitas.
Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk
formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.

Bunyi pasal 1320 KUHPerd: “Untuk sahnya persetujuan diperlukan 4


Syarat:

1. Kesepakatan mereka yang mengikat diri;


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.”

2.3 SYARAT-SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Suatu perjanjia dikatakan sah, apabila memenuhi 4 syarat seperti yang telah
ditegaskan dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi:

1. Kesepakatan, yang mengikatkan diri mereka;


2. Kecakapan, untuk membuat perjanjian;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.

2.3.1 Syarat Kesepakatan


Adanya kebebasan bersepakat (konsensual) pada subjek hukum atau orang,
dapat terjadi dengan:

a. Secara tegas, baik dengan mengucakan kata maupun tertulis.

Kebebasan bersepakat secara tegas dengan mengucapkan kata, seperti yang terjadi
antara penjual dengan pembeli, antara peminjam uang dengan yang meminjamkan,
antara penyewa dengan yang menyewakan rumah, semua dengan tawar-menawar
yang di ikuti dengan kesepakatan. Hal ini dapat terjadi dengan bertemunya pihak-
pihak kreditur dan debitur, melalui telepon ataupun dengan melalui perantara.

10 | H u k u m K o n t r a k
b. Secara Diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat.

Kebebasan bersepakat (konsesual) seacara diam dengan sikap ialah dengan


cara, apabila satu pihak menanyakan apakah pihak kedua setuju dan pihak kedua
ini berdian diri. Sebenarnya cara ini kurang memberikan kepastian, tetapi secara

Kebebasan bersepakat (konsesual) secara diam-diam dengan isyarat ialah


dengan sikap menganggk. Adanya kebebasan tersebut di atas merupakan salah satu
syarat sahnya perjanjian itu. Di dalam syarat perjanjian pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian, walaupun sah tetapi tidak dapat dikatakan sah sepenuhnya.

Menurut pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi: “tiada sepakat yang sah
apabila sepakat itu diberikan karena unsur kekhilafan/kekeliruan (dwaling), atau
diperoleh nya dengan paksaan atau penipuan.”

Akibatnya perjanjian ini dapat dibatalkan dan tuntutan batal yang diberikan adalah
dalam jangka waktu 5 tahun. Sesuai dengan pasal 1454 KUHPerdata.

1. Unsur Kekeliruan/Kekhilafan (dwaling)

Kekeliruan dapat terjadi dalam 2 kemungkinan, yaitu:

- Kekeliruan terhadap orang atau subyek hukum.


- Kekeliruan terhadap barang atau obyek hukum.

Kekeliruan terhadap orang, misalnya perjanjian akan mengadakan pertunjukkan


sirkus, akan tetapi undanga pertunjukkan sirkus salah alamat, karena namanya
sama.

Kekeliruan terhadap barang, misalnya jual-beli sepatu tetapi sepatu yang diberikan
salah, karena barangnya sama dan yang berbeda ialah tahunnya.

2. Unsur Paksaan (dwang)

Paksaan ialah paksaan terhadap badan (ffisik) dan paksaan terhadap jiwa (psikitis)
dan paksaan yang dilarang oleh Undang-Undang. Tetapi, dalam hal ini didalam

11 | H u k u m K o n t r a k
Undang-Undang ada unsur paksaan yang diizinkan oleh Undang-Undang , yakni
paksaan dengan alasan akan dituntut di muka hakim apabila pihak lawan tidak
memenuhi prestasi yng telah ditetapkan.

3. Unsur Penipuan (bedrog)

Penipuan merupakan salah satu alasan yang dapat merusak kespakatan. Apabila
terjadi suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar. Suatu
perjanjian yang mengandung salah satu usur paksaan, kekeliruan ataupun penipuan
dapa dituntut pembatalannya sampai batas jangka waktu 5 tahun seperti dimaksud
oleh pasal 1454 KUHPerdata.

2.3.2 Syarat Kecakapan


Syarat kedua sahnya perjanjian ialah adanya kecakapan atau cakap hukum.
Seperti yang dinyatakan dalam pasal 1330 KUHPerdata yang berbunyi:

“tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah;

Dalam pasal 1330 KUHPerdata itu terdapat epngertian tidak cakap hukum
mencakup 3 hal pokok, yaitu:

1. Orang dibawah umur, adalah orang yang belum kawin dan belum berumur
21 tahun.
2. Orang yang dibawah pengampunan (curatele), yaitu orang yang sudah
dewasa atau berusia 21 tahun tetapi tidak mampu karena;
- Pemabuk;
- gila; dan
- pemboros.
3. Wanita yang sedang mempunyai suami hilang kecakapannya, karena dia
harus mendampingi suami.

Ketiga hal ini, bila melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinya maka
dikatakan perjanjian itu tercatat. Oleh karena itu, perjanjian itu dapat dibatalkan
oleh hakim, baik secara langsung ataupun melalui orang yang mengawasinya.

12 | H u k u m K o n t r a k
Jadi, terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang-orag yang tidak cakap hukum
harus seizin pihak pengampunya (pengawasnya), yaitu:

- Izin orang tua atau wali bagi anak-anak yang belum cukup umur;
- Izin suami bagi isteri; dan
- Izin kurator (mengawasinya) bagi kurandus (orang yang diawasi).

2.3.3 Syarat Suatu Hal Tertentu


Sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320 KUHPerdata ialah
suatu hal tertentu. Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau
mengenai objeknya, apakah menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda
bergerak, ataupun benda tidak bergerak.

Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di
dalam perjanjian megenai:

1. Jenis barang;
2. Kualitas dan mutu barang;
3. Buatan pabrik dan dari negara mana;
4. Buatan tahun berapa;
5. Warna barang;
6. Ciri khusus barang tersebut;
7. Jumlah barang; dan
8. Uraian lebih lanjut mengenai barang itu.

2.4 RESIKO DALAM PERJANJIAN

Pengertian resiko dalam kehidupan sehari-hari adalah tanggung jawab


seseorang sebagai akibat dari perbuatannya. Sedangkan, resiko dalam hukum
sendiri yang berarti kewajiban memikul kerugian terhadap suatu kejadian di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa bendaseperti yang dimaksud dalam
perjanjian.

13 | H u k u m K o n t r a k
2.4.1 Kebatalan dan Pembatalan Perjanjian
Dalam perjanjian konsensualitas, seperti disebutkan di atas, keabsahannya
ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang di tentukan oleh
terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang yang
dalam hal ini Pasal 1320 KUHPerdata. Jika suatu perjanjian dibuat tersebut tidak
memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata, perjanjian tersebut menjadi tidak sah yang berarti perjanjian itu
terancam batal.

Macam-macam kebatalan antara lain sebagai berikut:

1. Perjanjian yang Dapat Dibatalkan


Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah dapat dibatalkan
jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaanya akan merugikan pihak-pihak tertentu.
Pihak-pihak ini, yang berhak untuk memintakan pembatalan, tidak hanya dalam
perjanjian tersebut, tetapi meliputi juga setiap individu yang merupakan pihak
ketiga diluar para pihak yang mengadakan perjanjian.

2. Perjanjian yang Dapat Batal Demi Hukum

Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum jadi terjadi pelanggaran terhadap
syarat objektif dari sahnya suatu perjanjian. Keharusan akan adanya suatu hal
tertentu yang menjadi objek dalam perjajian ini dirumuskan Pasal 1332 sampai
dengan Pasal 1334 KUHPerdata mengenai hal tertentu mengenai perjanjian yang di
ikuti dengan Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1336 KUHPerdata yang mengatur
mengenai rumusan sebab yang halal, yaitu sebab yang tidak dilarang oleh Undang-
Undang dan tidak berlawanan dengankesusilaan baik ketertiban umum.

3. Kebatalan Relatif dan Kebatalan Mutlak


Berdasarkan perbedaan tersebut di atas, nulitas juga dapat membedakan kedalam
nulitas atau kebatalan relatif dan nulitas atau kebatalan mutlak. Suatu kebatalan
disebut dengan relatif jika kebatalan tersebut hanya berlaku terhadap orang-
peroranga tertentu saja dan disebut “Mutlak”

14 | H u k u m K o n t r a k
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Makalah ini membahas tentang hukum perjanjian. Yang dimana hukum


perjanjian adalah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan masalah perjanjian, yang dibuat oleh dua atau dua lebih orang. Hukum
perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang dibuat
oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan
pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Sehingga dari kedua belah pihak
tidak dicurangi/tidak dirugikan. Maka ada beberapa Pasal-pasal dalam perundang-
undangan yang mengatur sistem hukum perjanjian itu sndiri.

Makalah ini juga membahas tentang filosofi hukum perjanjian menurut


beberapa para ahli, dalam mendefinisikan hukum perjanjian itu sendiri. Kemudian
ada pula membahas bagaimana perjanjian itu dapat berjalan dengan baik sesuai
rencana awal dari kedua belah pihak. Bagaimana hukum perjanjian yang berlaku

15 | H u k u m K o n t r a k
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga di harapkan untuk para pembaca khususnya
bisa menganalisa permasalahan perjanjian-perjanjian yang berlaku menurut
KUHPerdata yang mengatur hukum perjanjian.

Ada pula bebrapa syarat yang diatur untuk menangani hukum perjanjian
tersebut, dan apa saja yang dapat membatalkan hukum perjanjian itu batal. Maka
dari itu semoga makalah ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pembaca yang ingin
mengetahui ilmu hhukum perjanjian.

3.2 SARAN

Setelah dilakukan penyusunan makalah ini tentang Hukum Perjanjian yang


mengikat menurut KUHPerdata. Maka, disarankan bagi pembaca dapat menjadi
alternatif dalam menganalisa dan sebagai acuan untuk perspektif yang lebih luas
lagi. Pembaca diharapkan dapat mengetahui dasar dan tata cara dalam melakukan
perjanjian, dengan cara-cara yang benar menurut beberapa Pasal KUHPerdata.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hay, Marhainis (Telah Di Stock Opname Tahun 2007). 1984. Hukum
Perdata Material: Jilid II. Jakarta: Pradnya Paramita.

Braiker, Harriet B. 2005. Life is Yours: Mematahkan Jerat-jerat Manipulatif dan


Meraih Kembali Kendali Hidup Anda. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer

Ibrahim, Johannes dan Lindawaty Sewu. 2005. Hukum Bisnis: Dalam Persepsi
Manusia Modern. Jakarta: Efika Aditama.

Widjaja Gunawan. 2005. Seri Hukum Bisnis: Hukum Perdata. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

16 | H u k u m K o n t r a k

Anda mungkin juga menyukai