Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

NEGARA HUKUM

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan)

Disusun Oleh:

Ni Made Wahyuni 2001030001


Ni Kadek Krisna Prawira Dewi 2001030015
Kadek Intan Sanchia Sari 2001030031

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN TEKNIK INFORMATIKA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

(STMIK) PRIMAKARA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang
bertemakan “Kewarganegaraan” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan
data yang penulis peroleh dari buku panduan dan dari sumber-sumber yang berkaitan dengan
materi ini.

Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar. Atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca, dalam hal ini dapat menambah wawasan tentang Pendidikan
Kewarganegaraan.

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kata sempurna, untuk
itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dimaksud untuk
menyempurnakan makalah ini.

Denpasar, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….... 1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. . 3
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….... 3
1.3.1 Tujuan Penelitian Umum………………………………………….. 3
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus………………………………………..... 3
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 3
1.4.1 Manfaat Secara Teoritis………………………………………… . 3
1.4.2 Manfaat Secara Praktis…………………………………………... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Hukum …………….……………………………… ... 4


2.2 Ciri – Ciri Negara Hukum ......................................................................... 6
2.2.1 Unsur – Unsur Negara Hukum.................................................... 13
2.3 Prinsip – Prinsip Negara Hukum................................................................ 14

2.4 Indonesia Sebagai Negara Hukum ............................................................. 13

2.5 Dinamika dan Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia ........................ 15

2.5.1 Dinamika..................................................................................... 15

2.5.2 Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia................................ 16

2.5.3 Studi Kasus ................................................................................. 17


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata
supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan
teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan
impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (H. Azhary 2003).
Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (Law Making ) dan ditegakkan (Law Enforcing)
sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi
kedudukannya (Zulfa 2009). Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar
yang berkedudukan tertinggi (The Supreme Law of The Land) dibentuk pula sebuah
mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai The Guardian dan sekaligus The Ultimate
Interpreter of The Constitution (Safa‘at 2009). Tujuan negara hukum adalah, bahwa negara
menjadikan hukum sebagai ―supreme‖, setiap penyelenggara negara atau pemerintahan
wajib tunduk pada hukum (subject to the law). Tidak ada kekuasaan di atas law (above the
law) semuanya ada di bawah law (under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak boleh
ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power) (Bahder Johan Nasution 2013).

Esensi tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan


manusia, teori dan pemikiran tentang negara itu pun berkembang, seperti dikemukakan,
bahwa Teori Negara Hukum ini berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan sesuai
dengan kebutuhan umat manusia. Pemikiran tentang negara hukum sebenarnya sudah sangat
tua, jauh lebih tua dari usia Ilmu Negara atau Ilmu Kenegaraan itu sendiri‖(Asshiddiqie
2005). Permikiran tentang negara dan hukum, seperti dikemukan oleh Syaiful Bakhri
dimulai sejak abad kelima sebelum Masehi. Pandangan baru itu, dipaparkan dengan
indahnya oleh Agustinus, dengan ungkapan bahwa peradaban Yunani yang telah runtuh
dilukiskan sebagai surgawi, untuk memuliakan diri (Syahuri 2003). Pada abad itu setiap
penggagas hukum modern menginsyafi, bahwa pandangan negara yang timbul dalam
Negara adalah suatu
1
pendapat umum, dengan kebebasan pribadi, dengan adanya ikatan kesusilaan yang erat
dalam lingkungan masyarakat (Sardjono 2004).

Cita negara hukum itu untuk pertama sekali dikemukakan oleh Plato dan pemikiran
itu kemudian dipertegas oleh Aristoteles. Plato sebagai pemikir besar meninggalkan banyak
karya ilmiah .Dari banyak karya ilmiahnya tersebut paling sedikit ada tiga buah karya yang
sangat relevan dengan masalah kenegaraan, yaitu: Politea (the Republica), yang ditulisnya
ketika ia masih muda; kedua, Politicos (the Statement); dan ketiga, Nomoi (the Law)
(Gultom 2003). Buku kedua Plato berpendapat, bahwa yang perlu diatur dengan hukum itu
hanyalah warga negara, sementara penguasa tidak perlu lagi diatur, karena penguasa itu
adalah orang arif bijaksana sebagai seorang filasof. Hal tersebut dapat dilihat dari kalimat
yang diungkapkan oleh Azhari, yang menyatakan, bahwa adanya hukum untuk mengatur
warga negara, sekali lagi hanya untuk warga negara saja, karena hukum yang dibuat oleh
manusia tentu tidak berlaku bagi penguasa itu sendiri (Azhari 2005).

Konsep Negara Hukum (Nomokrasi Islam) kekuasaan adalah suatu karunia atau
nikmat Allah SWT. Artinya ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima
kekuasaan itu maupun bagi rakyatnya. Ini dapat terjadi apabila kekuasaan itu
diimplementasikan menurut petunjuk Al-Qur‘an dan tradisi Nabi Muhammad SAW.
Sebaliknya kalau kekuasaan itu diterapkan dengan cara yang menyimpan atau bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar dalam Al-Qur‘an dan tradisi nabi, maka akan hilanglah makna
hakiki kekuasaan itu. Dalam keadaan seperti ini, kekuasaan bukan lagi merupakan karunia
atau nikmat Allah SWT. Melainkan kekuasaan yang semacam ini akan menjadi bencana dan
laknat Allah SWT (Honrby 2006). Untuk itulah konsep bernegara dalam Islam hanya
mengatur asas-asas atau prinsipprinsipnya saja antara lain tentang pemimpin harus jujur,
amanah, adil, transparan, bermusyawarah, dan melindungi hak asasi (fitrah) (Elmiyah 2003).
Islam mengajarkan dan memberi tuntunan dalam hidup bernegara, artinya agar dibangun
Negara sebagai rumah untuk menegakkan keadilan sesuai dengan hak-hak yang secara asasi
dimiliki oleh setiap warga Negaranya.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang di atas adalah:

1.2.1 Apa ciri - ciri negara hukum?


1.2.2 Bagaimana prinsip – prinsip negara hukum?
1.2.3 Bagaimana dinamika negara hukum?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang didapat dalam penulisan makalah ini adalah:

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum


a. Untuk mengetahui ciri – ciri negara hukum
b. Untuk mengetahui prinsip – prinsip negara hukum di Indonesia
c. Untuk mengetahui dinamika negara hukum
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus
a. Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bermanfaat untuk memberikan pengetahuan mengenai apa ciri – ciri negara
hukum.
b. Bermanfaat untuk memberikan pemahaman prinsip – prinsip negara hukum di
Indonesia
c. Bermanfaat sebagai media pengetahuan dalam pengembangan negara hukum di
Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengetahui, mempelajari tentang Pendidikan Kewarganegaraan
lebih dalam lagi, khususnya mengenai ciri – ciri negara hukum, prinsip negara
hukum dan dinamika negara hukum di Indonesia. Pembaca juga bisa
menerapkan pelaksanaan dari negara hukum dalam kehidupan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Hukum

sumber : https://www.google.com

Negara hukum adalah negara yang setiap kegiatan masyarakatnya berdasarkan atas
hukum yang bertujuan untuk memberikan keadilan bagi warganya. Segala kewenangan serta
tindakan di dalam negara tersebut akan diatur oleh hukum yang sudah ditetapkan
pemerintahan, hal ini sebagai pencerminan untuk memperoleh keadilan bagi masyarakatnya.

Negara hukum menurut Wirjono Prodjodikoro adalah negara yang berdiri di atas
hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan
syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai
dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia
agar ia menjadi warganegara yang baik.

Negara Hukum bertumpu pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan
atas dasar hukum yang adil dan baik. Ada dua elemen dalam negara hukum, yaitu pertama:
hubungan antara setiap warga negara dengan peraturan yang dibuat diatur tidak dengan
kekerasan, tetapi dengan norma-norma objektivitas, yang juga mengikat partai yang
berkuasa. Yang kedua: norma objektif yang harus memenuhi syarat tidak hanya secara
formal,
tetapi dapat dipertahankan untuk menangani gagasan hukum.

Pengertian Negara Hukum menurut para ahli:


1. Prof. R. Djokosutomo, SH
Sumber : facebook
Dalam UUD 45 yang kita pelajari selama ini dijelaskan bahwa negara hukum
merupakan kedaulatan hukum yang berlaku. Negara sendiri sebagai subyek hukum
juga dapat dituntut ke pengadilan karena telah dianggap melanggar hukum
2. Prof. Dr. Ismail Suny, SH., M. CL

Sumber : https://www.google.com
Di brosur nya “Mekanisme Demokrasi Pancasila” mengatakan bahwa negara hukum
Indonesia mencakup unsur-unsur berikut:
a. Menegakkan hukum
b. Pembagian kekuasaan
c. Perlinduungan keberadaan hak asasi manusia dan untuk membela obat procedural
d. Hal ini dimungkinkan untuk administrasi peradilan
3. Aristoteles & Plato

Sumber : https://www.google.com

Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum tertulis
b. Hukum tak tertulis
Menurut Muhammad Tahir Azhary sebagaimana dikutip oleh Ridwan (2003:2),
bahwa istilah dan konsep “Negara Hukum” telah populer dalam kehidupan bernegara di
dunia sejak lama sebelum berbagai macam istilah yang disebut-sebut sebagai konsep Negara
Hukum lahir. Embrio munculnya gagasan negara hukum dimulai semenjak Plato. Plato
memperkenalkan konsep Nomoi. Di dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa
penyelenggaraan negara yang baik adalah yang berdasarkan atas hukum (pola pengaturan)
yang baik. Gagasan ini kemudian didukung dan dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles
memberikan gambaran tentang negara hukum dengan mengaitkan dengan negara zaman
Yunani Kuno yang masih terikat kepada “polis”.

Istilah negara hukum sendiri dikenal sejak abad XIX akan tetapi konsep dari negara
hukum telah berkembang dengan tuntutan keadaan yang ada. Dimulai pada zaman Plato,
Konsep dari negara hukum sendiri telah banyak mengalami perubahan sehingga membuat
para ahli dan pakar terdorong untuk berpendapat mengenai konsep dari negara hukum itu
sendiri.
Plato dan Aristoteles mengungkapakan bahwa Negara Hukum adalah negara yang
diperintah oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung hdan
menyebutkan bahwa konsep negara hukum memiliki suatu cita-cita yang dapat disebutkan
sebagai berikut:
a. Cita-cita untuk mengejar kebenaran
b. Cita-cita untuk mengejar kesusilaan
c. Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan
d. Cita-cita untuk mengejar keadilan

2.2 Ciri – Ciri Negara Hukum Menurut UUD 1945


Setelah meninjau bentuk negara hukum Indonesia yang telah disebutkan pasal 1 ayat
3 UUD 1945, Azhary dalam buku Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif
Tentang Unsur-unsurnya (1995), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa ciri yang dapat
mendeskripsikan mengapa Indonesia termasuk dalam negara hukum.
Berikut ini ciri-ciri negara hukum menurut Azhary:
1. Hukum bersumber pada Pancasila
2. Berkedaulatan rakyat
3. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi
4. Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan
5. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya
6. Pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR
7. Dianutnya sistem MPR.

Indonesia telah menyatakan sebagai negara hukum dan pernyataan tersebut


tercantum dengan jelas dalam konstitusi negara Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945.
Lebih spesifik lagi, pernyataan tersebut tercantum dalam undang – undang dasar 1945 pasal
1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara Hukum.” Pernyataan tersebut juga
sekaligus menjadi dasar hukum berdirinya Indonesia sebagai negara hukum.

Selain itu, Indonesia juga memiliki ciri – ciri negara hukum secara umum di Indonesia

1. Adanya perlindungan juga pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia

Sumber : https://www.google.com
Pengakuan hak asasi manusia adalah unsur utama dalam ciri – ciri negara hukum
secara umum di Indonesia. hal ini karena hak asasi manusia adalah hak yang paling dasar
dimana pelanggaran terhadapnya harus bisa ditindak tegas. Disitulah hukum diperlukan,
sebagai alat maupun pedoman dalam usaha penegakan, perlindungan, dan pengakuan
terhadap hak asasi manusia. (Aris Kurniawan,2010)

2. Ada sistem ketatanegaraan

Sumber : https://www.google.com
Sistem ketatanegaraan adalah sebuah sistem kelembagaan yang mengatur urusan –
urusan kenegaraan. Di Indonesia, kita mengenal beberapa lembaga tinggi negara seperti
Majelis Permusyawarahan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lembaga
kepresidenan. Setiap lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang masing – masing
untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem ketatanegaraan. Contohnya
Kekuasaan Konstitutif dalam MPR untuk merubah dan memutuskan Undang – Undang,
tugas, fungsi, dan wewenang DPR untuk mengusulkan Undang – Undang, serta
wewenang Mahkamah Konstitusi menurut UUD 1945 untuk mengatur perselisihan yang
terjadi karena pemilihan umum, dan lain sebagai nya.

3. Memiliki sistem peradilan yang bebas serta tidak memihak


Peradilan dalam negara hukum haruslah bebas dan tidak bias atau tidak memihak.
Peradilan disini adalah termasuk hakim, jaksa, petugas administrasi pengadilan, dan tentu
saja hukum yang ditetapkan.

4. Adanya supremasi hukum

Sumber : https://www.google.com
Salah satu ciri – ciri negara hukum secara umum di Indonesia adalah adanya supremasi
hukum. Supremasi hukum adalah dimana hukum bisa dijadikan patokan atau aturan dalam
segala bidang. meskipun begitu, kekuatan hukum tersebut tidak bisa digunakan dengan
semena – mena. Seberapapun kekuatan hukum, hukum hanya bisa dijatuhkan kepada yang
salah. Aturan dalam menjatuhkan hukum pun harus ditaati dengan benar.

Menurut Hornby.A.S supremasi hukum adalah kekuasaan tertinggi hukum dalam


mengatur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Soetandyo Wignjosoebroto supremasi
hukum merupakan upaya untuk menempatkan hukum dalam tempat tertinggi sebagai
perlindungan pada seluruh masyarakat tanpa adanya intervensi dari manapun termasuk
para pemegang kekuasaan negara. Selain itu, pendapat lain dari Abdul Manan
menyatakan bahwa supremasi hukum adalah kiat untuk menegakkan hukum di posisi
tertinggi sebagai komandan atau panglima yang melindungi dan menjaga stabilitas
kehidupan bangsa dan negara. Dari pengertian – penngertian tersebut, yang harus kita
ingat adalah bahwa posisi hukum menempatkan kita untuk bisa menghormati hukum
dengan menaati peraturan yang berlaku.
5. Terdapat peradilan pidana dan perdata

Sumber : https://www.google.com
Peradilan pidana adalah peradilan yang menyangkut pelanggaran kepentingan orang
banyak sedangkan peradilan perdata yang membahasa masalah antara orang perorangan.
Dalam hukum perdata, Indonesia membahas beberapa masalah yang berhubungan dengan
hukum perdata, antara lain hukum tentang diri seseorang, hukum keluarga, hukum
kekayaan, dan hukum waris. (Aris Kurniawan,2010).

Proses Peradilan Pidana dan Perdata di Indonesia ini juga menjadi salah satu ciri –
ciri umum negara hukum di indonesia. oleh karena itu, di Indonesia pun dikenal dengan
adanya hukum pidana dengan hukum perdata .

6. Adanya pembagian kekuasaan

Sumber : https://www.google.com
Seperti yang telah disampaikan oleh negarawan terkenal dunia, John Locke, dalam
negara hukum harus ada pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan ini terutama
diterapkan oleh negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi seperti halnya
Indonesia. menurut John Locke, pembagian kekuasaan negara dibagi menjadi tiga. Dari
situlah muncul istilah trias politika dimana kekuasaan negara dibagi menjadi kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.

a. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat atau MPR,


Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPD.
Lembaga legislatif ini khususnya MPR mempunyai tugas dan wewenang untuk
membuat undang – undang atau yang disebut dengan wewenang konstitutif MPR.
b. Sedangkan pemegang Kekuasan Eksekutif Presiden yang mempunyai wewenang –
wewenang yang diantaranya adalah melantik dan memberhentikan menteri dalam
kabinet kepresidenan.
c. Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan
Komisi Yudisial, yang mengawasi jalannya penerapan kebijakan dan melakukan
pengawasan terhadap jalannya peradilan
7. Ada kebebasan berpendapat

Sumber : https://www.google.com
Kebebasan berpendapat bagi warga negara dijamin dalam negara hukum. Seperti
halnya di Indonesia, kebebasan berpendapat diatur dalam konstitusi resmi Indonesia,
yaitu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Lebih khususnya,
undang
– undang tentang kebebasan berpendapat tersebut tercantum dalam pasal 28 Undang –
Undang Dasar 1945.

Oleh karena, itu, rakyat Indonesia memiliki kebebasan untuk berpendapat dalam
bentuk apapun demi perbaikan dan kemajuan bangsa dan negara. Pendapat atau aspirasi
tersebut bisa diwujudkan dalam sebuah usulan dari anggota perwakilan rakyat, kegiatan
yang menjadi program sebuah kelompok, maupun tulisan dan tindakan melalui media
elektronik yang saat ini telah sangat berkembang dan mudah diakses oleh semua
kalangan. Akan tetapi, kebebasan tersebut bukan berarti warga negara bisa berbicara
semau sendiri mengungkapkan pendapat dan kritiknya. Semua itu harus disertai dengan
bukti dan alasan yang rasional.
8. Kebebasan berorganisasi

Sumber : https://www.google.com
Selain menjamin kebebasan berpendapat, pasal 28 dalam undang undang dasar 1945
ini juga mengatur tentang kebebasan warga negara untuk berkumpul. Berkumpul disini
bisa ditafsirkan sebagai kebebasan untuk berorganisasi. Dalam berorganisasi ini,
masyarakat bisa bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat demi perbaikan
negara. Menurut (Aris Kurniawan,2010) kebebasan berorganisasi ini juga dianggap
sebagai bentuk penghormatan hak asasi manusia yang telah menjadi unsur utama dalam
negara hukum .

9. Sistem pemilihan umum yang bebas

Sumber : https://www.google.com
Di negara hukum, pemilihan diselenggarakan dengan mengusung kebebasan. Hal ini
bermaksud bahwa semua warga negara mempunyai kebebasan dalam menggunakan hak
pilihnya. Bebas untuk memilih partai maupun calon manapun yang paling sesuai dengan
visi misi nya. Kebebasan tersebut juga dilindungi, sehingga tidak ada satupun yang bisa
memberikan paksaan untuk memilih. Di Indonesia sendiri, pemilihan umum tidak hanya
menggunakan asas bebas. Di Indonesia, asas pemilu adalah bebas, umum, rahasia, jujur,
dan adil atau yang dikenal dengan semboyan luber dan jurdil.

10. Diterapkan pendidikan kewarganegaraan


Sumber : https://www.google.com
Dengan ditetapkannya Indonesia sebagai negara hukum, berarti bahwa Indonesia
telah berkomitmen untuk menjunjung tinggi hukum sebagai peraturan yang harus ditaati.
Menjunjung tinggi dan menegakkan hukum tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya
pengetahuan tentang hukum itu sendiri (Aris Kurniawan,2010). Oleh karena itu, perlu
diterapkan pendidikan kewarganegaraan untuk siswa di negar hukum. Di Indonesia,
pendidikan kewarganegaraan ini bertujuan untuk mendidik warga negara agar bisa
berpikir lebih kritis, rasional, dan kreatif. Selain itu, lewat pendidikan kewarganegaraan,
siswa diharapkan untuk bisa berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan juga digunakan
sebagai latihan agar para siswa bisa lebih sadar dan menghargai hukum. Dengan begitu,
jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk diterapkan dalam negara
hukum (Aris Kurniawan,2010).

11. Terdapat pembatasan tugas dan wewenang bagi para pejabat


Dalam negara hukum, pejabat yang notebene merupakan penguasa politik di
Indonesia tetap memiliki batasan tugas dan wewenang. Pembatasan tugas dan wewenang
tersebut pun jelas disebutkan dalam konstitusi, baik itu UUD 1945, UU RI, Peraturan
Presiden, maupun Peraturan Menteri. Sebagai contoh, Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Tinggi Menurut PP No.38 Tahun 2010 (Aris Kurniawan,2010).

12. Semuanya mempunyai persamaan kedudukan di muka hukum

Sumber : www.google.com
Di negara hukum, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di muka
hukum. Baik itu pejabat, orang kaya, maupun rakyat jelata, semua akan dihukum apabila
melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap hukum. Perlakuan yang sama juga akan
diterapkan selama mereka menjalani proses hukum

13. Legalitas dalam arti hukum itu sendiri

Sumber : https://www.google.com
Kita sering mendengar isitilah asas legalitas dalam negara hukum. Asas ini
merupakan asas fundamental yang dipertahankan demi kepastian hukum. Seorang ahli
hukum Jerman bernama Anselm von Feuerbach merumuskan asas legalitas yang terdiri
atas;

1) Tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana dalam undang – undang.

2) Tidak ada pidana tanpa tindakan pidana.

3) Tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang – undang. Yang diringkas
menjadi tidak ada perbuatan pidana, tidak ada (hukuman) pidanan, tanpa ketentuan
undang – undang pidana terlebih dahulu.

Asas legalitas sendiri ditetapkan dan digunakan untuk melindungi kepentingan


individu sebagai salah satu ciri – ciri negara hukum secara umum di Indonesia. Legalitas
ini jugalah yang memberikan batasan wewenang pada para pejabat politik di Indonesia.
dengan adanya legalitas ini, semua warga negara Indonesia termasuk para pejabat dan
penguasa politik untuk dapat mempertanggungjawabkan pelanggaran yang dilakukannya
secara hukum. Secara umum, tujuan dari legalitas hukum adalah memperkuat adanya
kepastian hukum, menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa, mengefektifkan
deterent function dari sanksi pidana, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta
memperkokoh penerapan the rule of law dalam negara hukum.

2.2.1 Sudargo Gautama sebagaimana dikutip oleh Didi (1992:23) mengemukakan


tiga ciri atau unsur-unsur dari negara hukum, yakni:
1. Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya negara
tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum,
individu mempunyai hak terhadap penguasa.
2. Asas legalitas bahwa setiap tindakan negara harus beradasarkan hukum yang telah
diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.
3. Pemisahan kekuasaan bahwa agar hak asasi betul-betul terlindungi adalah dengan
pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundang-undangan
melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu
tangan.

2.3 Prinsip – Prinsip Negara Hukum Di Indonesia

Menurut UUD 1945 Prinsip – Prinsip Negara Hukum yaitu:


a. Adanya Penegakan Hukum Melalui Pengujian Peraturan Perundang-undangan
Putra Astomo (2018:5) mengemukakan bahwa, salah satu konsekuensi dari suatu
hirarki peraturan perundang-undangan bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah kedudukannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kedudukannya. Dalam UU No. 12 Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal
9 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi.
2. Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
b. Adanya Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Putra Astomo (2018:5) mengemukakan bahwa, Negara memiliki
kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia

(HAM). UUD NRI Tahun 1945 Setelah Perubahan mengatur lebih kompleks tentang
substansi perlindungan HAM meliput pasal 28A - 28J UUD 1945 salah satunya:
1. Pasal 28A berbunyi bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
2. Pasal 28B berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Pasal 28C berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

c. Adanya Pemisahan Kekuasaan Melalui Sistem Check and Balance

Menurut John Locke (1960:190-192) sebagaimana dikutip oleh Putra Astomo


(2018:7), berdasarkan sejarah perkembangan ketatanegaraan, gagasan pemisahan
kekuasaan secara horizontal pertama kali dikemukakan oleh John Locke dalam bukunya
“Two Treaties of Civil Government”, John Locke membagi kekuasaan dalam sebuah
negara menjadi tiga cabang kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (legislatif power),
kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power). Dari
ketiga cabang kekuasaan itu legislatif adalah kekuasaan membentuk undang-undang,
eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang, dan federatif adalah
kekuasaan untuk melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain.

d. Adanya Pembatasan Kekuasaan Dalam Negara

Pembatasan yang dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar
paham konstitusionalisme modern. Konsensus yang menjamin tegaknya
konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga
elemen kesepakatan (consensus). (Jimly Asshiddiqie, 2010:11-13):

1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama


Karena cita-cita bersama itulah pada puncak abstraksinya paling mungkin
mencerminkan kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat yang
dalam kenyataannya harus hidup di 9 tengah. Oleh karena itu, di suatu masyarakat
untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan
perumusan tentang tujuan atau cita-cita bersama yang biasa juga disebut falsafah
kenegaraan yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms
antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara. Kesepakatan
kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum
dan konstitusi.
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara (the basis of government).
Karena dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang
hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas
rule of the game yang ditentukan bersama. Istilah yang biasa digunakan untuk itu
adalah the rule of law untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang
sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau
orang. Istilah The Rule of Law berbeda dari istilah The Rule by Law.
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of
institutions and procedures).
Kedudukan hukum digambarkan hanya sekadar bersifat instrumentalis atau
alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau manusia yaitu The
Rule of Man by Law. Dalam pengertian demikian, hukum dapat dipandang sebagai
suatu kesatuan sistem yang dipuncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar
yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam arti naskah tertulis ataupun dalam arti
tidak tertulis.

e. Adanya Persamaan Dihadapan Hukum dan Pemerintahan (equality before the law)

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang
diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip
persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan
manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-
tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan affirmative actions guna
mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat
perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang
sudah jauh lebih maju. (Jimly Asshiddiqie, 2004:128)

Di Negara Republik Indonesia, prinsip persamaan dalam hukum dan pemerintahan


dijamin pada beberapa dalam UUD NRI Tahun 1945 meliputi:

1. Pasal 27 ayat (1) berbunyi bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”.

2. Pasal 28D ayat (1) berbunyi bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”. Ayat (3) berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

f. Adanya Peradilan Administrasi

Adanya peradilan administrasi untuk menyelesaikan perselisihan sebagaimana


yang dikemukakan pertama kali oleh Friedrich Julius Stahl pada abad ke-19. Adanya
suatu peradilan administrasi untuk mengontrol perilaku sewenang-wenang yang
dilakukan oleh negara. (Hasan Zaini, 1974:9). Di Negara Indonesia, keberadaan
Peradilan Administrasi sering dikenal dengan sebutan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN). PTUN adalah untuk memberikan perlindungan terhadap semua warga negara
yang merasa haknya dirugikan, sekalipun hal itu dilakukan oleh alat negara sendiri.

Pembentukan PTUN di negara kita dilandasi dengan seperangkat peraturan perundang -


undangan antara lain:

1. Pasal 24 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi bahwa Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

2. UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

3. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara

4. UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara

g. Adanya Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi.

Hal ini tampak pada Pembukaan UUD 1945: “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan” dan pasal 1A ayat 2 UUD
1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar.”

2.4 Indonesia Sebagai Negara Hukum

Setiap bangsa dan peradaban memiliki karakter masing-masing yang unik. Karakter
ini terbentuk berdasarkan sejarah dan perkembangan budaya masyarakatnya. Bahkan setiap
bangsa memiliki karakter dan kualitas tersendiri yang secara intrinsik tidak ada yang bersifat
superior satu sama lainnya. Hal yang sama terjadi dalam pembentukan sistem hukum yang
memiliki kaitan erat dengan budaya masyarakatnya (Maladi, 2010: 452).

Dalam negara hukum, terdapat kepastian hukum yang didukung oleh dasar hukum.
Dasar hukum tersebut tercantum dalam konstitusi. Negara hukum Indonesia dapat
diibaratkan sebagai sebuah proyek rumah, di mana harus dibangun, kemudian dirawat, lalu
diwariskan pada penerusnya. Diperlukan penemuan jati diri atau identitas dalam
pembentukannya. Dilihat dari sisi sejarah Indonesia mengikuti langkah Rechtsstaat atau
civil law, karena Indonesia cukup lama dijajah oleh Belanda. Namun, jika konsep civil law
ini diterapkan secara murni, kemungkinan besar tidak mendatangkan kebahagiaan bagi
bangsa Indonesia. Hukum akan bergerak jauh lebih lambat daripada dinamika masyarakat
Indonesia. Bahkan yang lebih buruk lagi, pelaksanaan pemerintahan akan bergerak kaku dan
cenderung represif.

Demikian juga dengan penerapan konsep Rule of Law secara murni, pengendalian
negara pada masyarakat akan sangat lemah, sebab masyarakat Indonesia yang sangat plural
dan tersebar. Jika dibandingkan dengan Rule of Law yang berlaku di Inggris, masyarakat
Inggris merupakan ‘satu keturunan’ sehingga tidak terlalu nampak adanya perbedaan
budaya, dan juga terdapat sosok raja sebagai simbol pemersatu bangsa. Bahkan jika
diterapkan secara apa adanya dengan mengedepankan liberalisme akan membawa
perpecahan di Indonesia. Indonesia memerlukan sebuah konsep negara hukum Indonesia.
Sebuah konsep yang berasal dari nilai-nilai luhur yang ada dari Indonesia, bukan nilai-nilai
yang ditransplantasikan oleh negara lain. Seperti dikemukakan oleh Carl Freiderich von
Savigny, bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat sebagai
jiwa bangsa (Tanya, dkk., 2010: 103).
Undang- undang sebagai produk hukum, harus digali dan bersumber pada
kemajemukan bangsa Indonesia, budaya, juga kepercayaan dan nilai yang dianut bangsa
Indonesia. Karakteristik tersebut merupakan wujud dari negara hukum Pancasila. Norma
hukum yang dikristalkan menjadi undang- undang pada akhirnya memiliki tujuan hukum
yang membahagiakan rakyatnya, sehingga mampu menghadirkan produk hukum yang
mengandung nilai keadilan sosial (Nugroho, 2013: 45).

Indonesia merupakan negara yang khas, karena karakteristik dari Indonesia adalah
kekeluargaan dan gotong-royong. Nilai kekeluargaan dan gotong-royong ini sangat berbeda
dengan model individualistis-liberal Barat. Pemikiran gaya Barat yang rasional, linear,
mengkotak-kotakan, dan diskriminatif, mulai tergeser dengan pikiran intuitif, holistik, dan
tidak-linier Timur. Suatu kebudyaanmemang benar yang mengasah sebuah negara. Dominasi
pemikiran gaya Barat sudah berlalu, karena Barat mengidap ‘budaya pembodohan
jiwa/rasa’. Nilai luhur suatu bangsa memang harus dipertahankan. Indonesia boleh saja
mengikuti arus perubahan dunia, tapi Indonesia tidak boleh hanyut secara total dalam
perubahan tersebut (Raharjdo, 2009: 98-99).

Pancasila sebagai dasar ideologi negara, sekiranya tepat untuk negara hukum
Indonesia yang multi ras, multi kultur, multi etnis, multi agama, dan daerahnya sangat luas.
Untuk meraih cita dan mencapai tujuan dengan landasan dan panduan tersebut maka sistem
hukum nasional yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila. Sistem hukum

Pancasila merupakan sistem hukum yang jumbuh dengan kepentingan, nilai sosial, dan
konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum prismatik dengan mengambil unsur- unsur
baiknya. Yang dimana tuntutan dari keadilan berarti semua warga negara mempunyai posisi
yang sama di mata hukum. Satjipto Rahardjo termasuk akademisi hukum yang menyebut
Sistem Hukum Pancasila sebagai sistem yang berakar dari budaya bangsa yang khas. Hukum
tidak berada dalam vakum melainkan ada pada masyarakat dengan kekhasan akar budayanya
masing- masing. Karena hukum bertugas melayani masyarakat maka sistem hukum juga
harus sama khasnya dengan akar budaya masyarakat yang dilayaninya. Sistem Hukum
Pancasila adalah sistem hukum yang khas untuk masyarakat Indonesia (Raharjdo,2003:23).
2.5 Dinamika dan Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia.

Sumber : www.google.com

2.5.1 Dinamika

Banyaknya kasus perilaku warga negara sebagai subyek hukum baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok masyarakat yang belum baik dan terpuji atau
melakukan pelanggaran hukum menunjukkan bahwa hukum masih perlu ditegakkan.
Persoalannya, penegakan hukum di Indonesia dipandang masih lemah. Dalam
beberapa kasus, masyarakat dihadapkan pada ketidakpastian hukum. Rasa keadilan
masyarakat pun belum sesuai dengan harapan. Sebagian masyarakat bahkan
merasakan bahwa aparat penegak hukum sering memberlakukan hukum bagaikan
pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Contohnya antara lain:

1. Masih banyak perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara yang belum
baik dan terpuji, terbukti masih ada praktik KKN, praktik suap, perilaku
premanisme, dan perlaku lain yang tidak terpuji.

2. Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial yang bermuatan SARA, tawuran,
pelanggaran HAM, dan sikap etnosentris.

3. Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan
ditangani secara tuntas.

Apabila penegakan hukum di Indonesia berjalan dengan baik, maka Indonesia


akan menjadi negara yang lebih maju lagi zaman sekarang ini yang sering marak di
berita adalah korupsi. Orang yang korupsi bisa saja hanya dihukum 1 tahun padahal
korupsinya sangat besar jumlahnya. Sangat tidak adil karena uang yang dipakainya
adalah uang dari masyarakat, hukuman yang diterimanya seharusnya bisa bertahun-
tahun. Betapa dangkalnya pikiran orang Indonesia akan keadilan pada hukum.
Sebenarnya, hukum sendiri itu sifatnya memang mengikat siapa saja baik masyarakat
hingga orang - orang yang bekerja sebagai perwakilan rakyat. Hukuman yang
diberikan harusnya adil bagi
siapa saja. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung
ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Jadi yang harus di pikirkan pada saat ini adalah bagaimanakan cara memaksimalkan
agar fungsi hukum itu berjalan maksimal sebagaimana fungsinya (Ferry Alfarizi,
2018).

2.5.2 Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Dengan adanya hukum atau peraturan yang melandasi kelangsungan negara


Indonesia, semua lapisan masyarakat pasti menginginkan Negara untuk mampu
menegakkan hukum. Namun sampai saat ini kita masih menghadapi banyak tantangan
dalam penegakan hukum di Indonesia. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Undang-undang
Undang-undang yang seharusnya menjalankan fungsi sebagai dasar penegakan
hukum di Indonesia justru menjadi salah satu hal yang menimbulkan tantangan di
dalam implementasi penegakan hukum. Hal ini disebabkan oleh fakta yang
menunjukkan adanya Undang-undang yang menggunakan kata-kata yang
multiinterpretasi atau multitafsir. Sebagai contoh adalah Undang-undang No. 9
Tahun 1960 pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemerintah akan membantu
pengobatan dan perawatan untuk warga negara yang sedang sakit supaya warga
negara tersebut menanggung biaya pengobatan dan perawatan seringan-ringannya
(Putri Isabell, 2019).
2. Aparat Penegak Hukum
Lembaga penegak hukum yang terlibat dan harus bersedia bekerja sama untuk
menegakkan hukum. Para aparat tersebut di antaranya adalah hakim, polisi, jaksa,
dan para sipir. Masing-masing tentu saja memiliki fungsi dan tugas nya masing-
masing dan, seperti yang sudah disebutkan di atas, harus bersedia untuk menjalin
kerja sama dengan satu tujuan yaitu menegakkan hukum di Indonesia. Sayangnya,
pihak-pihak tersebut, yang tanggung jawabnya sudah diatur oleh pemerintah,
justru juga ditemukan melakukan pelanggaran terhadap hukum (Putri Isabell,
2019).
3. Fasilitas
Kita dapat melihat dan mengalami bagaimana zaman sudah semakin berkembang.
Ada begitu banyak kegiatan yang dimudahkan dengan adanya sistem yang baik.
Sistem dalam hal ini tentu saja sistem yang sudah termodernisasi dan
memanfaatkan internet. Sayangnya dalam hal penegakan hukum, sampai saat ini
belum tersedia sarana yang mengandalkan teknologi terkini. Padahal dengan
adanya sarana tersebut, pelaksanaan penegakan hukum akan sangat terbantu (Putri
Isabell, 2019).
4. Masyarakat
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat beragam. Ada begitu
banyak ragam budaya, tradisi, dan kepercayaan di tengah-tengah masyarakat.
Selain hal-
hal tersebut, ada juga faktor lain yang membedakan antar anggota masyarakat,
yaitu pendidikan. Masyarakat kalangan menengah ke atas adalah mereka yang
menerima pendidikan layak guna pentingnya Pendidikan bagi Indonesia untuk
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Hal ini bertolak belakang dengan
kalangan menengah ke bawah yang umumnya tidak mendapatkan pendidikan
sampai jenjang yang tinggi dan tidak mendapatkan cukup paparan dari sumber
informasi yang valid (Putri Isabell, 2019).
5. Budaya
Budaya yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat menunjukkan nilai-nilai
yang mereka percayai. Mereka akan melaksanakan hal-hal yang mereka anggap
baik dan menghindari hal-hal yang mereka anggap buruk. Namun sayangnya ada
budaya yang dalam implementasinya sering kali menimbulkan masalah, yaitu
budaya kompromi. Kompromi dilakukan terhadap pelanggaran hukum yang
dianggap “pelanggaran kecil” namun sesuatu hal yang terus-menerus dilakukan
akan membentuk kebiasaan yang kemudian berkembang menjadi budaya (Putri
Isabell, 2019).
2.5.3 Studi Kasus

Kasus yang membelit Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ini adalah studi kasus
yang menarik tentang negara hukum yang dalam bahasa asingnya disebut sebagai
rechstaat atau state based on rule of law.

Ada perbedaan dalam kedua terminologi di atas, tetapi tulisan ini berasumsi
bahwa negara hukum adalah negara di mana supremasi hukum itu menjadi dasar,
berlaku untuk semua, tidak diskriminatif dan memberikan keadilan. Untuk itu,
berbagai peraturan perundangan diberlakukan bersamaan dengan yurisprudensi dan
doktrin hukum yang berlaku. Semua prinsip hukum internasional yang berlaku secara
universal juga dijadikan rujukan di mana perlu. Pokoknya, dalam negara hukum
berlaku adagium "hukum adalah panglima".

Dalam kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok, konsep negara
hukum itu tidak sepenuhnya dimengerti oleh banyak kalangan, terutama yang
menentang Ahok. Secara sistematis Ahok sudah dinyatakan bersalah. Banyak sekali
pernyataan yang sudah mengambil hukum ke tangan mereka. Ahok sepenuhnya sudah
bersalah meski tanpa proses peradilan yang menyatakan Ahok bersalah. Di sini asas
praduga tidak bersalah tak lagi diakui keberadaannya. Konsep due process of law sama
sekali tidak hadir.. Laporan kepada pihak kepolisian sudah dimasukkan bahwa Ahok
dituduh melakukan penistaan agama. Pihak kepolisian sesungguhnya sedang
melakukan penyelidikan dengan memanggil banyak pihak yang diklasifikasikan
sebagai saksi fakta dan ahli. Namun, pihak kepolisian dianggap lamban dan dicurigai
melindungi terlapor
Ahok. Lalu sebuah demonstrasi besar dengan massa ratusan ribu orang terjadi
beberapa waktu lalu.

Di situ tuntutan kembali disuarakan dengan lantang bahwa Ahok harus dinyatakan
sebagai tersangka dan segera ditahan. Sepertinya proses hukum yang dilakukan oleh
pihak kepolisian hanyalah proforma karena status Ahok sebagai tersangka sudah
merupakan harga mati. Ahok juga harus dinyatakan tidak bisa mengikuti pilkada di
Jakarta. Dengan segala hormat terhadap suara-suara yang menolak Ahok dan
menuduhnya melakukan penistaan agama, saya tetap berpendapat bahwa proses
hukum harus dilalui sesuai dengan praktik hukum acara pidana yang berlaku. Ahok
mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah berdasar asas praduga tak bersalah.
Ahok berhak mendapatkan semua hak hukumnya untuk membela dirinya di hadapan
penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim. Ahok juga berhak membela dirinya di
hadapan publik. Namun, Ahok seperti kehilangan semua haknya, padahal Ahok juga
merupakan warga negara, subyek hukum, yang hak-haknya dijamin oleh peraturan
perundangan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-
Undang Hak Asasi Manusia termasuk Deklarasi dan Kovenan Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa- Bangsa.

Sekarang Ahok sudah dinyatakan sebagai tersangka berdasar gelar perkara yang
dilakukan oleh pihak kepolisian secara terbuka. Gelar perkara ini masih dalam tingkat
penyelidikan, sesuatu hal yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya. Namun,
karena pihak kepolisian menghendaki keterbukaan dan akuntabilitas, gelar perkara ini
diadakan walaupun kesan yang timbul adalah bahwa gelar perkara ini dilakukan
karena tekanan yang begitu besar pada pihak kepolisian. Sukar untuk membantah
bahwa para saksi fakta dan ahli setelah mengikuti gelar perkara akan menimbang
kembali kesaksian dan keterangan ahli mereka karena hendak menyelamatkan diri
mereka dari tekanan opini publik yang menyorot semua proses penyidikan tersebut.
Dengan kata lain, proses hukum kasus Ahok sangat rentan terhadap intervensi yang
pada gilirannya akan memperkecil ruang bagi penegakan hukum dan penciptaan
keadilan. Peradilan terhadap Ahok bisa saja menjadi peradilan opini publik. Dalam
negara hukum, proses peradilan merupakan proses yang bebas dan merdeka dari semua
bentuk campur tangan kekuasaan ataupun keuangan.
Keberadaan independency of judiciary adalah salah satu persyaratan negara hukum.
Penanganan kasus Ahok memberikan alasan buat kita semua khawatir bahwa harga
mati Ahok sudah menista agama dan harus dihukum penjara akan membuat majelis
hakim mempunyai ruang yang sempit dan kehilangan kebebasan dan kemerdekaannya.
Biarkan proses hukum berjalan sesuai asas-asas hukum acara pidana yang berlaku.
Namun, hormati due process of law, hormati hak asasi manusia, dan jauhkan
intervensi dari mana pun. Apa pun hasil proses hukum nantinya semua pihak mesti
menerima dengan lapang dada meski tak menerima substansi putusan tersebut.
(Dikutip dari kompas, 2016).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang Negara Hukum diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:

1. Ciri-ciri dari negara hukum yaitu:


a. Ada sistem ketatanegaraan
b. Memiliki sistem peradilan yang bebas serta tidak memihak
c. Adanya supremasi hukum
d. Terdapat peradilan pidana dan perdata
e. Adanya pembagian kekuasaan
f. Ada kebebasan berpendapat
g. Kebebasan berorganisasi
h. Sistem pemilihan umum yang bebas
i. Diterapkan pendidikan kewarganegaraan
j. Terdapat pembatasan tugas dan wewenang bagi para pejabat
k. Semuanya mempunyai persamaan kedudukan di muka hukum
l. Legalitas dalam arti hukum itu sendiri
2. Negara hukum merupakan sebuah negara yang dimana dalam melakukan sebuah
kegiatan harus berdasarkan hukum dengan tujuan memberikan keadilan dan kerukunan
terhadap warganya agar tidak terjadi kesenjangan sosial. Dan segala kewenangan serta
tindakan di dalam negara akan diatur oleh hukum yang sudah ditetapkan pemerintahan,
hal ini sebagai pencerminan untuk memperoleh keadilan bagi masyarakatnya.
3. Prinsip – prinsip Negara Hukum Di Indonesia menurut UUD 1945 :
a. Adanya Penegakan Hukum Melalui Pengujian Peraturan Perundangundangan
b. Adanya Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
c. Adanya Pemisahan Kekuasaan Melalui Sistem Check and Balanc
d. Adanya Pembatasan Kekuasaan Dalam Negar
e. Adanya Persamaan Dihadapan Hukum dan Pemerintahan (equality before the law)
f. Adanya Peradilan Administras
g. Adanya Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi.
4. Indonesia sebagai negara hukum mengatur subjek hukum untuk melakukan segala
tindakan dengan berpedoman pada peraturan yang sudah disepakati, tujuannya untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang tertib sesuai dengan aturan hukum yang telah
ditentukan. Tantangan negara hukum mengenai Pluralisme menjadi salah satu faktor
terjadinya tumpang tindih antar peraturan, yaitu suatu keadaan dimana peraturan yang
mengatur suatu hal yang sama tidak saling mendukung atau bertentangan. Pertentangan
antar peraturan ini dapat mengakibatkan terjadinya ketidaksepahaman hukum,
sedangkan
untuk mewujudkan negara hukum yang terintegrasi diperlukan hukum yang pasti. Maka
dari itu untuk mewujudkan negara hukum yang terintegrasi diperlukannya juga lembaga
pemerintaha yang bertujuan untuk membantu mengatur jalannya hukum setiap daerah
dan negara, sehingga peraturan yang mengatur dalam negara hukum ini menjadi selaras,
serasi dan harmonis. Prinsip Indonesia menjadi negara hukum ini juga sudah tercantum,
tepatnya pada UUD 1945.
3.2 Saran

Berdasarkan pengertian dari Negara Hukum yang bertumpu pada keyakinan bahwa
kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Keadilan
merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya,

Diharapkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas dan


wewenangnya melakukan harmonisasi hukum nasional khususnya pada tahap perencanaan
atau perancangan suatu peraturanguna menghindari ketidakharmonisan peraturan
perundang- undangan, agar hak atas pendidikan mendapatkan perlindungan melalui hukum
yang pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Astomo, Putera. 2018. Prinsip – Prinsip Negara Hukum Indonesia NRI Tahun 1945. Sulawesi:
Universitas Sulawesi Barat.

Galih, Bayu. 2016. Potret Negara Hukum. Jakarta: Kompas.com.

Irham, Muhammad. 2016. Prinsip – Prinsip Negara Hukum Dan Deokrasi. Maluku: Universitas
Patimura.

Ronny Hanitijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum. Bandung: Sinar Baru

Ridwan, HR. 2014. Hukum Administasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 21

Siallagan, Haposan. 2016. Penerapan Prinsip Negara Hulum Di Indonesia. (Volume 18 No. 2).
Medan: Universitas HKPB Nommen

Anda mungkin juga menyukai