Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SENGKETA EKONOMI

ARBITRASE

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Sengketa Ekonomi Syariah

Dosen Pembimbing : Abdul Waid, S.H.M.S.I

Disusun Oleh :

1. Lulu Addina Shafa (1921160)


2. Meilina Mayu Masuni (1921161)

EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT


AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Sengketa Arbitrase". Sholawat serta salam
tak lupa kami junjungkan kepada nabi agung kita baginda Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti. Selain itu kami juga berterima kasih kepada bapak
Abdul Waid, S.H.M.S.I, selaku Dosen mata kuliah Sengketa Ekonomi Syariah yang telah
memberikan tugas ini kepada kami serta membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Kebumen, 30 Mei 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................1

KATA PENGANTAR ........................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................4

A. Latar Belakang .........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................5
C. Tujuan ..................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................7

A. Pengertian Arbitrase .................................................................................................7


B. Dasar Hukum Sengketa Arbitrase ............................................................................8
C. Jenis-jenis Arbitrase ................................................................................................ 8
D. Alternatif Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase ...............................................9
E. Kelemahan Dan Kekurangan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase ..............11

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................13

A. Kesimpulan ............................................................................................................13
B. Saran ..................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis, selalu ada
kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang terjadi seringkali terkait cara
melaksanakan klausal-klausal perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal
lainnya di luar yang diatur dalam perjanjian. Di Indonesia, dalam proses penyelesaian
sengketa para pihak, ada beberapa cara yang biasanya dapat dipilih antara lain, melalui
jalur litigasi (pengadilan) atau pun jalur non litigasi (mediasi, negoisasi, konsiliasi,
konsultsi, penilaian ahli, dan arbitrase). Bebicara mengenai arbitrase atau lembaga
arbitrase, sebenarnya sudah ada dan telah dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan
pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum Masehi).
Di Indonesia sendiri, arbitrase juga sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah
satu alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Definisi pasti mengenai
apa itu arbitrase, masih saja ditemui begitu banyaknya perbedaan pendapat. Namun,
perbedaan pendapat tersebut tidak sampai menghilangkan makna arbitrase sebagai
alternatif penyelesaian sengketa, melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-
beda mengenai arbitrase. Ini memberikan suatu gambaran bahwa menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase merupakan cara yang paling disukai oleh para pelaku usaha
karena dinilai sebagai cara yang paling serasi dengan kebutuhan dalam dunia bisnis.1
Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan
tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase. Jalur
arbitrase ini biasanya dipakai untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata nasional
dan internasional. Menurut Subekti, Arbitrase merupakan prosedur penyelesaian
sengketa diluar peradilan atas kesepakatan antara pihak yang bersangkutan oleh
seorang wasit atau lebih.2 Arbitrase merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang
bersifat privat, dalam arti didasarkan pada dan dilaksanakan melalui perjanjian yang
bersifat privat, dilaksanakan dalam setting private, dan keputusannya dipercayakan
kepada individual (arbiter), baik seorang maupun dalam bentuk majelis, yaitu majelis

1
Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sisten Hukum di Iindonesia”, Jurnal : An-Nisbah, Vol. 03, No. 02, 2017,
Hal. 278
2
Zainal Arifin, “Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal : Himmah, Vol. VII, No. 18, 2006, Hal.
64

4
arbitrase. Menurut Rajagukguk, Putusan arbitrase mempunyai efek publik (public effect)
yang dapat disamakan dengan putusan pengadilan.
Arbitrase sebagai mekanisme untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan,
sesungguhnya bukanlah suatu hal yang baru dalam sistem hukum di Indonesia.
Arbitrase sudah ada pengaturannya dalam RV yang merupakan hukum acara perdata
bagi golongan Eropa. Namun, pada saat itu arbitrase kurang menarik perhatian,
sehingga kurang populer di masyarakat kita. Berbeda dengan sekarang, arbitrase
dipandang sebagai pranata hukum penting sebagai cara menyelesaikan sengketa di luar
proses peradilan. Meningkatnya peranan arbitrase bersamaan dengan meningkatnya
transaksi niaga, baik nasional maupun internasional.
Terlebih lagi dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang termuat
dalam Lembaran Negara RI Nomor 3872, maka semakin teraktualisasikan urgensi
arbitrase sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa. Di Indonesia eksistensi
arbitrase ditopang oleh sebuah lembaga yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI). Praktis realisasi lembaga ini kurang dikenal oleh masyarakat, sehingga sangat
jarang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana penyelesaian sengketa.3

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan arbitrase?
2. Dasar hukum sengketa arbitrase?
3. Apa saja jenis-jenis arbitrase?
4. Bagaimana alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase?
5. Apa saja kelemahan dan kekurangan penyelesaian sengketa melalui arbitrase?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan arbitrase?
2. Mengetahui dasar hukum sengketa arbitrase?
3. Mengetahui apa saja jenis-jenis arbitrase?
4. Mengetahui bagaimana alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase?

3
Rahmadi Indra Tektona, “Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar
Pengadilan”, Jurnal: Pandecta, Vol. 6, No. 1, 2011, Hal. 88

5
5. Mengeatahui apa saja kelemahan dan kekurangan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase?

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase
Arbitrase sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Yunani Kuno, dan
berlangsung terus hingga ke negara-negara dagang di eropa. Penyebaran arbitrase ini
tiba di Amerika serikat sebagai akibat imigrasi besar-besaran pada 1870. Baru pada
awal abad ke 20, sistem hukum mulai memperhitungkan dan menyambut arbitrase
dengan lebih terbuka. Kata arbitrase berasal dari kata “arbitrare” (Latin), “arbitrage”
(Belanda), “arbitration” (Inggris), “schiedspruch” (Jerman), dan “arbitrage”
(Perancis), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit. Sedangkan Frank Elkoury dan Edna
Elkoury dalam bukunya How Arbitration Works, menyatakan bahwa: “Arbitrase
adalah suatu proses yang mudah atau simpel yang dipilih oleh para pihak secara
sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
pilihan mereka di mana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara
tersebut. para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final
dan mengikat”.
Menurut undang-undang, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Undang-undang Arbitrase mengatur
penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan
hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas
menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin
timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau
melalui alternatif penyelesaian sengketa.
Suatu permasalahan yang telah diajukan kepada lembaga arbitrase, memiliki
konsekuensi bagi para pihak, yakni mereka tidak dapat lagi diperkarakan di pengadilan
negeri. Adapun sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sedangkan sengketa yang

7
tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.4

B. Dasar Hukum Arbitrase


Adanya perjanjian arbitrase berarti bahwa para pihak dalam suatu sengketa itu
bermaksud untuk menyelesaikan sengketa itu melalui arbitrase. Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 juga menggunakan istilah “Perjanjian arbitrase” dan istilah ini
menjadi dasar dan mempunyai sanksi hukum. Undang-undang arbitrase Nomor 30
Tahun 1999 merumuskan suatu perjanjian arbitrase sebagai perjanjian tertulis untuk
menyerahkan sengketa atau perbedaan yang timbul sekarang maupun yang akan datang
kepada kepada arbitrase, apakah seorang arbiter ditunjuk di dalamnya atau tidak.
Jadi syarat utama sah tidaknya perjanjian arbitrase ialah apabila hal itu
dilakukan dalam rangka penerapan undang-undang, serta perjanjian itu harus tertulis,
perjanjian tersebut harus ditandatangani para pihak yang bersangkutan. Arbitrase dalam
menyelesaikan sengketa dagang, mempunyai beberapa dasar hukum yang dapat kita
ketahui dasar hukum yang dimaksud itu adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa.
2. Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR. (Herzien Indonesis Reglement)
3. Pasal 615 s/d 651 RV (Reglement of de Rechtsvordering).5

C. Jenis-Jenis Arbitrase
Dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan
timbulnya sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara
melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal
lainnya. Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai
pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase
bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian.
Tinjauan terhadap jenis lembaga Arbitrase dilakukan melalui pendekatan
ketentuan perundang-undangan dan aturan yang terdapat dalam Reglement op de

4
Edi Riyanto, “Arbitrase Syariah Sebagai Solusi Sengketa Di Indonesia”, Vol 2, No. 1, Hal. 51
5
Moh. Sandi, “Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang”, Hal.
4-5

8
Rechtsvordering (RV) dan Undang-Undang No 30 tahun 1999. Arbitrase yang
dimaksud adalah macam-macam Arbitrase yang di akui eksistensi dan kewenagannya
untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi antara para pihak yang
mengadakan perjanjian.

Macam-macam Arbitrase ialah :

a. Arbitrase Ad-Hoc
Jenis Rabitrase Ad-hoc disebut juga sebagai Arbitrase volunter. Ketentuan
dalam Reglement Rechtvodering mengenal adanya lembaga Arbitrase Ad-hoc.
Arbitrase Ad-hoc adalah Arbitrase yang di bentuk khusus untuk menyelesaikan
atau memutus perselisihan tertentu, atau dengan kata lain arbitrase Ad-Hoc bersifat
insidentil. Dalam undang-undang no 30 tahun 1999, pengertian Arbitrase Ad-hoc
diadakan dalam hal terdapat kesepakatan para pihak dengan mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau
lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
b. Arbitrase Institusional
Arbitrase Instutisional (Institusional Arbitration) merupakan lembaga atau
badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga di sebut “Permanent Arbitral
Body” Arbitrase Institusional sengaja didirikan untuk menangani sengketa yang
mungkin timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.
Arbitrase ini merupakan wadah yang sengaja didirikan untuk 5 Undang-Undang
No 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.6

D. Alternatif Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Sesuai dengan praktek dan ketentuan dalam UU No. 30/1999, maka pemilihan
acara untuk untuk arbitrase adalaha sebagai berikut:
a. Dengan suatu perjanjian yang tegas dan tertulis para arbiter bebas menentukan
sendiri acara arbitrase.
b. Para pihak dapat juga memilih acara yang berlaku dari suatu lembaga arbitrse yang
ada untuk menjadi acara arbitrase dalam menyelesaikan sengketa

6
Ibid, Hal. 5-6

9
c. Jika para pihak tidak menentukan sendiri acara arbitrase maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1) Berlaku ketentuan dari lembaga arbitrase yang telah dipilih oleh para pihak
2) Jika tidak dipilih arbitrase lembaga maka para arbiter sendiri yang akan
menentukan acara arbiter dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam UU N0.
30/1999 (Pasal 31 ayat (2) UU No. 30/1999.
d. Khusus tentang jangka waktu dan tempat arbitrase ditentukan sendiri oleh para
pihak
e. Apabila para pihak tidak menentukan sendiri jangka waktu dan tempat arbitrase
maka arbiter atau majelis arbitrase yang akan menentukan. Dengan ketentuan
pemeriksaan harus selesai dalam waktu 180 hari
Proses arbitrase tidak jauh berbeda dengan proses persidangan perdata dimuka
pengadilan. Proses ini diawali dengan penyampaian surat tuntutan oleh pemohon.
Penegasan ini disebutkan dalam pasal 38 UU No. 30/1999, antara lain menyatakan
dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter, pemohon harus
menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase. Surat tuntutan
(statement of claim) tersebut harus diajukan secara tertulis. 7

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Priyatna Abdurrasyid yakni,
ada tiga keadaan yang menyebabkan perjanjian arbitrase menjadi sah dan dapat
dilaksanakan oleh para pihak bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Perjanjian harus tertulis


b. Para pihak harus secara hukum mampu untuk menutup dan melaksanakan
perjanjian yang ditandatanganinya.
c. Perjanjian harus dengan secara jelas menjabarkan maksud dan persetujuan dari para
pihak dalam perjanjian, masalah apa yang diperjanjikan dan dilarang berisikan
ketentuan yang diarahkan untuk menolak kekuasaan hukum arbitrase.8

7
Yuhelson, “Hukum Arbitrase”, (Yogyakarta: Arti Bumi Lantaran, 2018) Hal 342
8
Muskibah, “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol 4, No 2,
Hal 172

10
E. Kelemahan dan Kekurangan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan


lembaga peradilan umum, yaitu sebagai berikut:
a. Sidang arbitrase adalah tertutup untuk umum, sehingga kerahasiaan sengketa
para pihak terjamin.
b. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal prosedural dan administratif dapat
dihindari.
c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil, serta latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan.
d. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase didasarkan
pada sikap yang mengusahakan win-win solution terhadap para pihak yang
bersengketa.
e. Pilihan umum untuk menyelesaikan sengketa serta proses dan tempat
penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak.
f. Putusan arbitrase mengikat para pihak (final and binding) dan dengan melalui
tata cara (prosedur) sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan.
g. Suatu perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak menjadi batal karena berakhir
atau batalnya perjanjian pokok.
h. Didalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus mengutamakan
perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.

Selain kelebihan-kelebihan tersebut diatas, terdapat juga kelemahankelemahan


dari arbitrase, yaitu sebagai berikut:

a. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan


keputusan yang memuaskan untuk melakukan rasa keadilan para pihak.
b. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka
diperlukan perintah dari pengadilan untuk melakukan eksekusi atas putusan
arbitrase tersebut.
c. Pada praktiknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing masih
menjadi hal yang sulit.

11
d. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahaan-
perusahaan besar, oleh karena itu untuk mempertemukan kehendak para pihak
yang bersengketa dan membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah.9

9
Grace Henni Tampongangoy, “ Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang
Internasional”, Vol 3, No 1, Hal 162.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan
tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase. Jalur
arbitrase ini biasanya dipakai untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata nasional
dan internasional yang berada di luar pengadilan. Menurut undang-undang, Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Adapun dasar hukum sengketa arbitrase yakni terdapat pada Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Kemudian, Arbitrase terbagi menjadi ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu Arbitrase Ad Hoc.
Dan Arbitrase Institusional.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah masih banyak kekurangan.
Hal tersebut karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Entriani, Anik. 2017. “Arbitrase Dalam Sisten Hukum di Iindonesia”, Jurnal : An-Nisbah, Vol.
03, No. 02.

Riyanto, Edi. “Arbitrase Syariah Sebagai Solusi Sengketa Di Indonesia”, Vol 2, No. 1.

Sandi, Moh.“Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa


Dagang”.

Yuhelson, “Hukum Arbitrase”, (Yogyakarta: Arti Bumi Lantaran, 2018).


Muskibah, “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Komunikasi Hukum,
Vol. 4, No. 2.

Tampongangoy, Grace Henni. “Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian


Sengketa Dagang Internasional”, Vol. 3, No. 1.

Tektona, Rahmadi Indra. 2011. “Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa
Bisnis di Luar Pengadilan”, Jurnal: Pandecta, Vol. 6, No. 1.

Arifinn, Zainal. 2006. “Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal : Himmah, Vol. VII,
No. 18.

14

Anda mungkin juga menyukai