Anda di halaman 1dari 25

ARBITRASE

Dibuat Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah Alternatif Penyelesaian Sengketa

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Siti Rindayani
NIM: 182619719

Semester : V (lima)
Dosen Pengampu: Dr. Hasan Nul Hakim, S.H.I., M.A

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL SYAKHSIYYAH)


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BENGKALIS

T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang berjudul “Arbitrase” .
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.
Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu
mata kuliah Alternatif Penyelesaian Sengketa, karena bantuan dan dorongan serta
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelasaian makalah ini. Semoga
bantuan tersebut dapat menjadi amal sholeh/sholehah dan diterima Allah sebagai sebuah
kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca
pada makalah ini.

Bengkalis, 25 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................................. 1
C. Tujuan penulisan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A. Hak Ingkar dan Tuntutan Ingkar .......................................................................... 3
B. Proses Pemeriksaan Sengketa dan Proses Jalannya Pemeriksaan.........................
C. Putusan Arbitrase...................................................................................................
D. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional dan Asing.............................................
E. Pembatalan Putusan...............................................................................................
F. Arbitrase dalam Perspektif Islam...........................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis
(perdagangan), selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang
terjadi seringkali terkait bagaimana proses pemeriksaan sengketa, putusan akhir
sengketa dan cara pelaksanaannya. Di Indonesia, dalam proses penyelesaian sengketa
para pihak, ada beberapa cara yang biasanya dapat dipilih antara lain, melalui jalur
litigasi (pengadilan) atau pun jalur non litigasi (mediasi, negoisasi, konsiliasi,
konsultsi, penilaian ahli, dan arbitrase).
Arbitrase atau lembaga arbitrase, sebenarnya sudah ada dan telah
dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama kali diperkenalkan oleh
masyarakat Yunani sebelum Masehi). Di Indonesia sendiri, arbitrase juga sudah
dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
melalui jalur non litigasi. Definisi pasti mengenai apa itu arbitrase, masih saja
ditemui begitu banyaknya perbedaan pendapat. Namun, perbedaan pendapat
tersebut tidak sampai menghilangkan makna arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa, melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-beda mengenai
arbitrase. Ini memberikan suatu gambaran bahwa menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase merupakan cara yang paling disukai oleh para pelaku usaha karena dinilai
sebagai cara yang paling serasi dengan kebutuhan dalam dunia bisnis.
Arbitrase tercipta dari klausul yang mereka tuangkan di dalam kontrak
yang sudah mereka setujui. Sehingga, para pihak yang terlibat dalam kontrak/
perjanjian tersebut dapat menyelesaikan sengketanya dengan menggunakan
metode tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai
pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam sistem hukum di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hak ingkar dan tuntutan ingkar?
2. Bagaimana proses pemeriksaan sengketa dan proses jalannya pemeriksaan?
3. Apa saja putusan arbitrase?
4. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase nasional dan asing?
5. Apa itu pembatalan putusan?
6. Bagaimanakah arbitrase dalam perspektif islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hak ingkar dan tuntutan ingkar
2. Untuk mengetahui proses pemeriksaan sengketa dan proses jalannya pemeriksaan
3. Untuk mengetahui putusan arbitrase
4. Untuk mengetahui pelaksanaan putusan arbitrase nasional dan asing
5. Untuk mengetahui pembatalan putusan
6. Untuk mengetahui arbitrase dalam perspektif islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hak Ingkar dan Tuntutan Ingkar


Hak ingkar merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
orang-orang tertentu (para pihak), yang dapat dipergunakan olehnya untuk
mengingkari atau menolak arbiter yang telah ditunjuk pihak lain.sebagai saksi dalam
suatu perkara perdata tertentu.1 Disebut dengan hak ingkar karena pada dasarnya hak
tersebut merupakan pengecualian (atau pengingkaran) dari suatu kewajiban yang
dibebankan oleh undang-undang.
Pasal 23 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengatur, hak ingkar terhadap
arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri diajukan kepada Pengadilan
Negeri yang bersangkutan; selanjutnya hak ingkar terhadap arbiter tunggal diajukan
kepada arbiter yang bersangkutan; dan hak ingkar terhadap anggota majelis arbitrase
diajukan kepada majelis arbitrase yang bersangkutan.2
Tuntutan ingkar merupakan pengingkaran untuk mengganti arbiter yang
dipandang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik akibat adanya benturan
kepentingan.
Pasal 22 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan: “Terhadap arbiter dapat
diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang
menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas
dan akan berpihak dalam mengambil keputusan”.
Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula dilaksanakan apabila
terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan, atau pekerjaan dengan salah satu
pihak atau kuasanya.3
Secara tertulis dengan menyebutkan alasannya, baik kepada pihak lainnya
maupun kepada arbiter yang bersangkutan. Apabila tuntutan ingkar disetujui, arbiter
yang bersangkutan mengundurkan diri. Akan tetapi jika tidak disetujui pihak lainnya

1
M.hukumonline (https://www.m.hukumonline-mengenal-hak-ingkar-dalam-hukum-indonesia.com, diakses
pada 22 September 2021 pukul 12.55 WIB)
2
Hartarto Mokoginta. Penyelesaian Sengketa Perdata Di Luar Pengadilan Melalui Arbitrase. Lex Privatum,
Vol. I/No. 1/ Jan-Mrt/2013 (https://www.ejournal.unsrat.ac.id diakses pada 15 September 2021 pukul 20.00
WIB)
3
Reyfel Project. Hak Ingkar (https://www.yfelproject-com.cdn.ammproject.org, diakses pada 27 September
2021 pukul 22.00 WIB)
dan arbiter tidak mengundurkan diri, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
tuntutan ke Pengadilan Negeri.

B. Proses Pemeriksaan Sengketa dan Proses Jalannya Pemeriksaan


1. Pemeriksaan Arbitrase
Dalam proses pemeriksaan sidang arbitrase. Asas pemeriksaannya dilakukan
secara “tertutup” dalam setiap tahap. Mulai dari pemeriksaan statement of claim,
statement of defence, dokumen, saksi dan ahli maupun oral hearing dengan para
pihak. Begitu juga pemeriksaan setempat, semua dilakukan dengan pintu tertutup.4
Dalam pemeriksaan sengketa, apabila para pihak tidak menentukan atau
tidak memilih aturan procedural arbitrase institusional tertentu, maka pemeriksaan
sengketa baik oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan menurut ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 untuk melakukan pemeriksaan
perkara yang bersengketa dilakukan secara tertutup dan menggunakan
bahasa Indonesia. Setiap pihak yang berselisih mempunyai hak yang sama
dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Baik secara langsung maupun
diwakili oleh hukumnya.
Pada Pasal 27 dan Pasal 28 disebutkan bahwa :“semua pemeriksaan
sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.” Dan
“bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia,
kecuali atas dasar persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak yang
bersengketa dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.”
Sifat tertutup tersebut adalah untuk menegaskan sifat kerahasiaan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, yakni bahwa segala sesuatu yang terjadi
pemeriksaan melalui arbitrase tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh
masing-masing pihak.
Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa
Indonesia, kecuali atas dasar persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak
yang bersengketa dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.
Namun asas pemeriksaan ini tidak bersifat mutlak secara permanen. Asas ini
dapat dikesampingkan atas persetujuan atau izin para pihak. Akan tetapi kalau
putusan boleh dipublikasi, asal atas persetujuan para pihak, hal itu memberi

4 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal
12.
isyarat akan kebolehan mengadakan pemeriksaan sidang secara terbuka untuk
umum, asal para pihak menyetujui.
Untuk menjamin kepastian penyelesaian pemeriksaan arbitrase Pasal 48 UU
Nomor 30 Tahun 1999 menentukan bahwa pada dasarnya pemeriksaan atas
sengketa dalam arbitrase harus dilakukan dalam waktu paling lama 180 hari sejak
arbiter atau majelis arbiter terbentuk. Arbiter atau majelis arbitrase berwenang
memberi persetujuan para pihak dan apabila diperlukan, jangka waktu tersebut
dapat diperpanjang. Dan untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya, harus
sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, apabila :
1) Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus;
2) Sebagai akibat ditetapkannya putusan provisional atau putusan sela lainnya;
3) Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan
pemeriksaan.
Selain itu, pada pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pihak
ketiga diluar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam
proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Hal ini dapat dilakukan apabila
pihak ketiga tersebut mempunyai unsur kepentingan berkait, dengan syarat :
1) Keturutsertaan pihak ketiga disepakati oleh para pihak;
2) Disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa.
Dalam suatu perjanjian para pihak secara tegas dan tertulis bebas
menentukan cara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999. Selain itu, harus ada kesepakatan mengenai jangka waktu dan
tetap diselenggarakannya arbitrase. Apabila jangka waktu dan tempat arbitrase
tidak ditentukan, arbiter atau majelis arbitrase yang akan menentukan. Demikian
juga Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 memberikan sarana hukum atas
permohonan salah satu pihak kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk dapat
mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya dalam mengatur
ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa.
Prosedur atau tata cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase
diatur dalam Pasal 27 hingga Pasal 48 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Prinsip atau asas-asas penyelesaian
sengketa melalui arbitrase meliputi hal-hal di bawah ini:5

5
Gideon Hendrik Sulat. Tata Cara Pemeriksaan Sengketa Arbitrase Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999. Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 (https://www.media.neliti.com, diakses pada 19 September
1) Semua pemeriksaan sengketa dilakukan secara tertutup
2) Bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan
arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memili bahasa lain yang akan
digunakan.
3) Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dalam kesempatan yang sama
dalam mengemukakan pendapatnya masing- masing.
4) Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan
surat kuasa khusus.
5) Pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan
menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitarse
dengan syarat, terdapat unsur kepentingan yang terkait, keturutsertaannya
disepakati oleh para pihak yang bersengketa, dan disetujui oleh arbiter atau
majelis arbitrase.
6) Para pihak bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam
pemeriksaan sengketa. Dengan syarat harus dituangkan dalam perjanjian yang
tegas dan tertulis.
7) Semua sengketa dan penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis
arbitrase akan diperiksa dan diputuskan dalam menurut ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999.
8) Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dalam
mengambil keputusan mejelis provisional atau putusan selainnya unutk
mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita
jaminan yang memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga, atau
menjual barang yang cepat rusak.
9) Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap
dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan dalam bahasa yang ditetapkan
oleh arbiter atau majelis arbitrase.

2. Proses Jalannya Pemeriksaan Sengketa


Proses tata cara pemeriksaan arbitrase:6
a) Pemeriksaan tentang Yuridiksi

2021 pukul 14. 30 WIB)


6
Nyoman Satyayudha Danajaya dkk. Buku Ajar Penyelesaian Sengketa Alternatif :Alternative Dispute
Resolution, (Denpasar: Fakultas Hukum, Universitas Udayana, 2017) hal. 43-47
Pemeriksaan yuridiksi adalah pemeriksaan tentang berwenang atau
tidak Mahkamah Arbitrase yang bersangkutan memeriksa sengketa dapat
dilakukan secara ex officio. Ada atau tidak eksepsi (objection) tentang itu,
mahkamah harus menyatakan diri tidak berwenang memeriksa apabila sengketa
berada di luar yurisdiksinya, berdasarkan alasan : keabsahan klausula arbitrase,
atau dari keabsahan perjanjian pokoknya sendiri.

b) Pemeriksaan Perlawanan Terhadap Arbiter


Perlawanan terhadap arbiter yang telah ditunjuk dibolehkan. Alasan
perlawanan apabila setelah penunjukan, diketahui atau didengar arbiter
bersikap memihak dalam menjalankan fungsi menyelesaikan sengketa.
Perlawanan terhadap arbiter, dapat dilakukan pada tahap sebelum proses
pemeriksaan sengketa. Pada tahap proses penunjukan baik sebelum arbiter
menerima penunjukan maupun sesudah menerima, dapat dilakukan
perlawanan. Selain daripada itu perlawanan dapat juga dilakukan setelah
tahap pemeriksaan sengketa.

c) Memerintahkan Para Pihak Hadir


Setelah Mahkamah Arbitrase menerima statement of defence
(jawaban yang berisi tanggapan terhadap gugatan) dari pihak respondent
(orang yang dituntut atau tergugat) tiba saatnya proses pemeriksaan para pihak
di muka sidang arbitrase. Penentuan hari sidang paling lambat 14 hari dari
tanggal pengeluaran surat perintah sidang. Dalam hal ini surat perintah sidang
sekaligus merupakan panggilan pemeriksaan sidang pertama kepada para
pihak.

d) Salah Satu Pihak Tidak Hadir


1) Pihak Claimant (seorang yang membuat tuntutan atau penggugat) Tidak
Hadir
Apabila telah diterima statement of defence dari respondent atau
apabila respondent tidak menyampaikan statement of defence dalam jangka
waktu 30 hari dari tanggal penerimaan statement of claim (isi gugatan),
majelis harus menetapkan hari sidang pemeriksaan dan memerintahkan para
pihak untuk datang menghadap.
Apabila ternyata pihak claimant tidak datang menghadap pada
pemeriksaan sidang tanpa alasan yang sah, padahal dia sudah dipanggil
dengan resmi dan patut, permohonan arbitrase “akan digugurkan”.
2) Pihak Respondent tidak hadir
Menurut pasal 11, jika pihak respondent tidak hadir pada pemeriksaan
sidang pertama setelah ia dipanggil dengan sah dan patut, maka
diperintahkan supaya ia dipanggil sekali lagi untuk hadir pada hari sidang
yang ditentukan, selambat-lambatnya 14 hari dari tanggal perintah
dikeluarkan.
Apabila pada hari itu respondent tetap juga tidak hadir, Pasal 12
menyatakan, pemeriksaan akan terus dilangsungkan tanpa hadirnya
respondent dengan syarat dan ketentuan: Panggilan sudah dilakukan secara
resmi dan patut; Respondent tidak hadir tanpa alasan yang sah (default
without reason); Majelis dapat menjatuhkan putusan verstek; Kecuali jika
tuntutan tidak berdasarkan hukum dan keadilan

e) Mahkamah Mengusahakan Perdamaian


Usaha Mahkamah Arbitrase dalam mendamaikan kedua belah pihak bisa
ditinjau dari Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan UNCITRAL Arbitration
Rules.

f) Tambahan Claim dan Defence


Tahap proses selanjutnya, memberi kesempatan kepada para pihak untuk
menambah penjelasan atas gugat dan sekaligus sebagai jawaban terhadap
bantahan respondent untuk mengajukan tambahan bantahan. Dalam proses
pemeriksaan pengadilan, tahap ini disebut pengajuan “replik” dan “duplik”.
Hal ini dalam proses pemeriksaan arbitrase pada umumnya disebut tahap
amandement or supplement of claim or defence. Bisa juga disebut additional
statement of claim dan additional statement of defence. Pihak claimant
dapat mengajukan amandemen atau tambahan atas bantahan. Baik
amandemen atau tambahan jawaban diajukan dalam bentuk tertulis.

g) Audi Et Alteram Partem


Suatu asas yang perlu ditegakkan dalam tahap proses pemberian
kesempatan jawab-menjawab, ialah asas audi et alteram partem dalam arti
yang luas atau to give the same opportunity to each party. Artinya memberi
kesempatan dan perlakuan yang sama kepada para pihak untuk mengajukan
dan mempertahankan hak, dan kepentingannya. Asas ini memang berlaku
untuk setiap tahap proses pemeriksaan. Dengan demikian, asas tersebut
berlaku sepenuhnya pada pemberian kesempatan mengajukan amandemen
atau tambahan tuntutan dan pembelaan. Kesempatan yang diberikan kepada
claimant harus seimbang kapasitasnya dengan yang diberikan kepada
responden

C. Putusan Arbitrase
Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak. Dengan demikian terhadap Putusan Arbitrase tidak dapat
diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.
Dalam sistem hukum Indonesia, kekuatan hukum putusan arbitrase lebih jelas
dan kuat dibandingkan kekuatan hukum kesepakatan mediasi. Putusan arbitrase
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan, yaitu memiliki
kekuatan eksekutorial.
Dengan memiliki kekuatan eksekutorial berarti salah satu pihak dapat meminta
bantuan aparat pengadilan untuk menggunakan upaya paksa dalam melaksanakan
bunyi putusan arbiter jika pihak lainnya tidak berkenan melaksanakan bunyi putusan
arbiter secara sukarela
Bahwa putusan arbiter memiliki kekuatan eksekutorial merupakan ketentuan
hukum yang lazim ditemukan dalam berbagai sistem hukum di dunia. Di Indonesia
ketentuan itu dapat ditemukan dalam Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999 yang
menegaskan bahwa ”putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak”.
Hal ini merupakan perlindungan dan jaminan yang diberikan oleh Undang-
undang agar Putusan Arbitrase tersebut benar-benar mandiri, final dan mengikat.
Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat tersebut pada kenyataannya
belum merupakan putusan yang final dan mengikat, karena putusan arbitrase yang
bersifat final dan mengikat tersebut baru dapat dilaksanakan setelah didaftarkan ke
pengadilan.
Ketentuan putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan di Pengadilan agar
dapat dilaksanakan, merupakan ketentuan yang bersifat memaksa dan tidak dapat
dikesampingkan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum bagi para
pihak, jika dikemudian hari ada salah satu pihak yang akan melanggar kesepakatan
tidak melaksanakan putusana arbitrase tersebut.
Dalam hal para pihak tidak bersedia memenuhi pelaksanaan putusan tersebut
secara sukarela, putusan tersebut dapat dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Di sisi
lain putusan arbitrase tersebut juga dapat dimintakan pembatalan ke Pengadilan
Negeri (Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 70 UU AAPS).
Putusan arbitrase diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak
pemeriksaan dinyatakan selesai dan ditutup. Putusan arbitrase harus memuat:
a) Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
b) Nama lengkap dan alamat para pihak.
c) Uraian singkat sengketa.
d) Pendirian para pihak.
e) Nama lengkap dan alamat arbiter.
f) Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai
keseluruhan sengketa.
g) Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terjadi perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase (dicenting opinion).
h) Amar putusan.
i) Tempat dan tanggal putusan.
j) Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.7
Putusan arbiter atau majelis arbitrase didasarkan atas ketentuan hukum,
keadilan dan kepatutan. Di dalam putusan arbitrase ditetapkan jangka waktu
putusan tersebut harus sudah dilaksanakan oleh para pihak. Setelah putusan
diucapkan, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis
arbitrase untuk melakukan koreksi apabila ditemukan kekeliruan administratif,
seperti kesalahan pengetikan atau kekeliruan dalam menulis nama, alamat para

7
Muskibah. Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), Volume.
4 Nomor 2 Agustus 2018. (https://www.ejournal.undiksha.ac.id, diakses pada 16 September 2021 pukul 17.15
WIB)
pihak atau arbiter yang tidak mengubah substansi putusan dan/atau menambah
atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.

D. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional dan Asing


1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional
Pengaturan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam
Pasal 59 UUAAPS menyatakan bahwa, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik
putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan
pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh
Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan
catatan tersebut merupakan akta pendaftaran. Arbiter atau kuasanya wajib
menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan
otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri dimana keseluruhan biaya biaya
yang timbul akibat dari pendaftaran ini dibebankan kepada para pihak.. Tidak
dipenuhinya ketentuan di atas, berakibat putusan arbitrase tidak dapat
dilaksanakan.8
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap
dan mengikat para pihak. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan
arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Perintah
Ketua Pengadilan Negeri diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Ketua Pengadilan Negeri sebelum memberikan perintah pelaksanaan,
memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 4
dan Pasal 5 dimana para pihak sebelumnya telah menyetujui bahwa sengketa
diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak itu sendiri
memberikan telah memberikan wewenang sehingga arbiter berwenang
menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak yang
tidak diatur dalam perjanjian mereka. Tentunya didasarkan bahwa persetujuan
untuk menyelesaikan sengketa diantara pihak itu, oleh para pihak dibuat dalam

8
Tri Ariprabowo dan R. Nazriyah. Pembatalan Putusan Arbitrase oleh Pengadilan dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014. Jurnal Konstitusi Volume 14 Nomor 4 Desember 2017
(https://www.jurnalkonstitusi.mkri.id, diakses pada 16 September 2021 pukul 16.15 WIB)
suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak itu sendiri dan yang
terpenting bahwa sengketa yang dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
arbitrase adalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai oleh pihak yang bersengketa,
serta ketentuan yang tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum.
Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan tersebut, Ketua
Pengadilan Negeri menolak permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap
putusan Ketua Pengadilan Negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun.
Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan
arbitrase. Perintah Ketua Pengadilan Negeri ditulis pada lembar asli dan salinan
otentik putusan arbitrase yang dikeluarkan. Putusan arbitrase yang telah dibubuhi
perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan
putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

2. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Internasional)


UU Arbitrase menggunakan istilah putusan arbitrase internasional, bukan
arbitrase asing sebagaimana digunakan dalam Konvensi New York (Convention
on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitration Awards/ New York
Arbitration Convention). Adapun didalam Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase, yang
dimaksud dengan Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan
oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum
Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai putusan
arbitrase internasional.
UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 65 menegaskan bahwa, yang berwenang
menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
menurut UU ini. Putusan ini dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik
Indonesia, Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dilakukan
setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.9

9
Blog plawyers, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia (https://www.pelaksanaan-
putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia.com, diakses pada 18 September 2021 pukul 21.00 WIB)
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut UU Pasal 66, yaitu:10
1. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional (asas resiprositas).
2. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud terbatas pada putusan
yang menurut ketentuan hukum perdagangan.
3. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan
dengan ketertiban umum.
4. Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Apabila ada Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut Negara


Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat
dilaksanakan setelah mendapat eksekuatur dari Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Untuk permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan
setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 ayat 1). Ada empat
tahap dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing, yaitu; Tahap penyerahan dan
pendaftaran putusan; Tahap permohonan pelaksanaan putusan; Tahap perintah
pelaksanaan oleh ketua Pengadilan Negeri (eksekuatur); dan Tahap pelaksanaan
putusan arbitrase.
Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah
putusan diserahkan dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan
melampirkan :
 Lembar asli atau salinan autentik perjanjian putusan dan naskah terjemahan
resminya dalam bahasa Indonesia.
 Lembar asli atau salinan autentik perjanjian yang menjadi dasar putusan
dan terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.

10
Kantor Pengacara Terbaik Di Indonesia. (https://www.Pelaksanaan-Putusan-Arbitrase-Internasional-di-
Indonesia.com, diakses pada 10 September 2021, pukul 12.50 WIB)
 Keterangan dari Perwakilan Diplomatik RI di negara tempat putusan
ditetapkan, yang menyatak. in bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian
baik bilateral maupun multilateral dengan negara RI perihal pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase internasional.

Putusan arbitrase internasional ini bersifat final dan binding sehingga


setiap putusan arbitrase yang diajukan permintaan pengakuan dan eksekusinya di
Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase asing yang berkekuatan hukum
tetap. Dengan demikian, pengadilan Indonesia secara resmi telah mengakui
dengan tegas sifat final dan binding yang melekat pada putusan arbitrase asing
tersebut.
Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui
dan melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional, tidak dapat diajukan banding
atau kasasi. Sedangkan terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu Putusan Arbitrase
Internasional, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.11
Mahkamah Agung akan mempertimbangkan serta memutuskan setiap
pengajuan kasasi, dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah
permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung. Terhadap putusan
Mahkamah Agung mengenai Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut
Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh eksekutur dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
tidak dapat diajukan upaya perlawanan.

E. Pembatalan Putusan
Sistem hukum Indonesia menentukan bahwa hakim tidak boleh menolak
mengadili perkara dengan dalih tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya. Rv
(Reglement op de Recthvordering), yang merupakan peraturan perundang-
undangan yang penting yang berlaku pada zaman Hindia Belanda dan sempat
diberlakukan pada masa kemerdekaan Indonesia sampai dikeluarkannya UU

11
Business law binus, Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia
(https://www.PENGAKUAN-DAN-PELAKSANAAN-PUTUSAN-ARBITRASE-ASING-
(INTERNASIONAL)-DI-INDONESIA.com, diakses pada 15 September 2021, pukul 21.55 WIB)
Arbitrase, dapat dijadikan referensi mengenai nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat sehubungan dengan masalah pembatalan putusan arbitrase ini.
Pasal 643 Rv mengatur secara jelas dan lengkap hal-hal yang membuat suatu
putusan arbitrase dapat dibatalkan. Ada sepuluh alasan berdasarkan Pasal 643 Rv
yang bisa dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase:
1. Putusan itu melampaui batas-batas perjanjian arbitrase.
2. Putusan itu diberikan berdasarkan suatu perjanjian arbitrase yang ternyata
tidak sah atau gugur demi hukum.
3. Putusan itu telah diberikan oleh arbiter yang tidak berwenang memutus
tanpa kehadiran arbiter lainnya.
4. Telah diputuskan hal-hal yang tidak dituntut atau putusan telah mengabulkan
lebih daripada yang dituntut
5. Putusan itu mengandung hal-hal yang satu sama lain saling bertentangan.
6. Arbiter telah lalai memberikan putusan tentang satu atau beberapa hal yang
menurut perjanjian arbitrase diajukan kepada mereka untuk diputus.
7. Arbiter telah melanggar prosedur hukum acara arbitrase yang harus diikuti
dengan ancaman kebatalan.
8. Telah dijatuhkan putusan berdasarkan surat-surat yang setelah putusan itu
dijatuhkan, diakui sebagai palsu atau telah dinyatakan sebagai palsu.
9. Setelah putusan diberikan, surat-surat yang menemukan yang dulu
disembunyikan oleh para pihak, ditemukan lagi.
10. Putusan didasarkan pada kecurangan atau itikad jahat, yang dilakukan
selama jalannya pemeriksaan, yang kemudian diketahui.

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa (UU AAPS) hanya mencantumkan 3 (tiga) dari 10 (sepuluh)
persyaratan pembatalan sebagaimana tercantum di dalam Pasal 643 Rv, seperti
diatur dalam Pasal 70 UU AAPS yang menyatakan bahwa, terhadap
putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan
apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:12
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu

12
Mosgan Situmorang. 2020. Pembatalan Putusan Arbitrase (Annulment of Arbitration Awards). Jurnal
Penelitian Hukum De Jure Volume 20, Nomor 4, Desember 2020, Jakarta.
(https://www.ejournal.balitbangham.go.id, diakses pada 18 September 2021 pukul 15.55 WIB)
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan,
yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu
pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Pembatalan putusan arbitrase dapat diartikan sebagai upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan untuk meminta Pengadilan Negeri agar
suatu putusan arbitrase dibatalkan, baik terhadap sebagian atau seluruh isi putusan.
Putusan arbitrase umumnya disepakati sebagai putusan yang bersifat final and
binding (mengikat).13 Oleh karena itu, dalam proses pembatalan putusan arbitrase,
pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa pokok perkara. Kewenangan
pengadilan terbatas hanya pada kewenangan memeriksa keabsahan prosedur
pengambilan putusan arbitrase, antara lain proses pemilihan arbiter hingga
pemberlakuan hukum yang dipilih oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa.14
Oleh karena itu, permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap
putusan arbitrase yang sudah didaftarkan ke Pengadilan. Alasan permohonan
pembatalan putusan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan
pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti
atau tidak terbukti, putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.

F. Arbitrase dalam Perspektif Islam


Dalam praktiknya arbitrase sudah dikenal dalam islam dengan nama
lain takhim. Praktik tahkim sudah pernah dilakukan oleh para sahabat Rasul,
walaupun hingga sekarang dalam Islam belum ada lembaga arbitrase/
tahkim yang menyelesaikan masalah-masalah perdagangan. Namun jika
lembaga itu didirikan, hal itu tidaklah bertentangan dengan hukum Islam, karena
hukum Islam sendiri rnengakui keabsahan arbitrase sebagai penyelesaian
sengketa.
Tahkim berasal dari bahasa Arab, sedangkan arbitrase berasal dari bahasa
Inggris. Menurut kamus al-Munjid, tahkim berarti mengangkat seseorang sebagai

13
Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: Citra Aditya, 2006),
hal. 10
14
Muhammad Andriansyah. Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri. Jurnal Cita
Hukum, Vo. I No. 2 Desember 2014 (https://www.media.neliti.com diakses pada 17 September 2021 pukul
14.35 WIB)
wasit atau juru damai. Sedangkan Salam Madkur, dalam al-Qadha Fil al-
Islam, menyatakan bahwa makna tahkim secara terminologis berarti
mengangka t seseorang atau lebih sebagai wasit ataujuru damai oleh dua
orang atau lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka
perselisihkan, secara damai. Dalam istilah sekarang, istilah tahkim itu
diterjemahkan sebagai arbitrase dan orang yang bertindak sebagai
wasitnya disebut arbiter atau hakam.
Namun secara tekstual, konsep hukum Islam tentang tahkim hanya
berlaku dalarn masalah keluarga, yaitu dalarn hal persengketaan antara suarni
isteri. Sedangkan konsep arbitrase rnenurut hukum positif berlaku untuk
berbagai masalah komersial, seperti perdagangan, industri dan sebagainya.15
Konsep hukurn Islam tentang tahkim dalarn masalah keluarga disebutkan
dalam surah an-Nisa ayat 35 yang artinya:
"Dan jika kamu khawatir• kan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam daari keluarga laki-Iaki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan”.
Karena arbitrase sendiri mempunyai landasan hukum yang kuat dari
hukum Islam, maka pembentukan lembaga arbitrase, baik yang sifat nasional
maupun internasional adalah boleh, dengan catatan bahwa di dalamnya tidak
terdapat unsur-unsur yang terlarang menurut agama, dan putusan-putusannya
juga tidak bertentangan dengan hukum agama.
Sedangkan menurut hukum Islam, pada dasarnya kedua asas itulah yang
berlaku. Pada dasarnya perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak
merupakan perikatan masing-masing pihak melalui perjanjian itu.
Keberadaan arbitrase dan lembaganya mempunyai kedudukan yang
kuat, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif. Istilah tahkim
mempunyai pengertian yang sama dengan arbitrase, hanya saja tahkim dalam
konsep hukurn Islam dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah keluarga,
walaupun hal tersebut tidak berlaku secara kaku.
Hukum Islam sendiri membolehkan setiap bentuk muamalah, asalkan
tidak ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, seorang muslim boleh saja
perkaranya diselesaikan melalui lembaga arbitrase baik secara nasional

15
Zainal Arifin. 2006. Arbitrase dalam Perspektif Hukum Islam. (HIMMAH Vol. VII No. 18 Januari-April
2006. https://www.digilib.iain-palangkaraya.com, diakses pada 18 September 2021 pukul 11.05 WIB)
maupun internasional, asal tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dan
memenuhi ketentuan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak ingkar merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
orang-orang tertentu (para pihak), untuk mengingkari atau menolak arbiter yang telah
ditunjuk pihak lain.sebagai saksi dalam suatu perkara perdata tertentu. Tuntutan
ingkar merupakan pengingkaran untuk mengganti arbiter yang dipandang tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik akibat adanya benturan kepentingan.
Proses Pemeriksaan Sengketa, meliputi: Pemeriksaan sengketa dilakukan
secara tertutup; Bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Indonesia; Para pihak yang
bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapatnya; Para
pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa
khusus; Pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase dapat turut serta; Para pihak
bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan; Semua sengketa dan
penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase; dan Arbiter atau
majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai
dengan terjemahan.
Proses Jalannya Pemeriksaan Sengketa, yaitu: Pemeriksaan tentang Yuridiksi;
Pemeriksaan Perlawanan Terhadap Arbiter; Memerintahkan Para Pihak Hadir; Salah
Satu Pihak Tidak Hadir; Mahkamah Mengusahakan Perdamaian; Tambahan Claim
dan Defence; dan Audi Et Alteram Partem.
Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak. Putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan di Pengadilan agar
dapat dilaksanakan.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase NasionaL yakni waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik
putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan pencatatan
dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh Panitera
Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut
merupakan akta pendaftaran.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Internasional) adalah pelaksanaan
putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, dengan syarat: Putusan arbitrase internasional
dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara
Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral; Putusan
arbitrase internasional terbatas pada hukum perdagangan; Putusan arbitrase
internasional dapat dilaksanakan di Indonesia jika tidak bertentangan dengan
ketertiban umum; Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia
setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pembatalan Putusan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para
pihak yang bersangkutan untuk meminta Pengadilan Negeri agar suatu putusan
arbitrase dibatalkan, baik terhadap sebagian atau seluruh isi putusan. Apabila: Surat
atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau Putusan diambil dari hasil
tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Arbitrase dalam Perspektif Islam disebut tahkim hanya berlaku dalarn
masalah keluarga, yaitu dalarn hal persengketaan antara suarni isteri.
Pembentukan lembaga arbitrase boleh, bila di dalamnya tidak terdapat unsur-
unsur yang terlarang menurut agama.

B. Saran
Demikianlah makalah Alternatif Penyelesaian Sengketa yang membahas
tentang “Arbitrase” ini, semoga dapat dijadikan informasi untuk kita semua.
Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari segi
penulisan maupun isinya, oleh karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari
teman-teman maupun dosen pengampu yang bersifat membangun untuk lebik baik
dimasa yang akan datang.
Akhirnya dengan kerendahan hati pemakalah mengucapkan ribuan terima kasih
atas semua pihak yang membantu menyelesaikan makalahini. Akhir kata billahitaufik
walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000.
Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis,
Bandung: Citra Aditya, 2006.
Nyoman Satyayudha Danajaya dkk. Buku Ajar Penyelesaian Sengketa
Alternatif :Alternative Dispute Resolution. Denpasar: Fakultas Hukum, Universitas
Udayana, 2017.

2. Jurnal
Hartarto Mokoginta. Penyelesaian Sengketa Perdata Di Luar Pengadilan
Melalui Arbitrase. Lex Privatum, Vol. I/No. 1/ Jan-Mrt/2013
(https://www.ejournal.unsrat.ac.id)
Gideon Hendrik Sulat. Tata Cara Pemeriksaan Sengketa Arbitrase Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016
(https://www.media.neliti.com)
Muskibah. Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), Volume. 4 Nomor 2 Agustus 2018.
(https://www.ejournal.undiksha.ac.id)
Tri Ariprabowo dan R. Nazriyah. Pembatalan Putusan Arbitrase oleh
Pengadilan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014. Jurnal
Konstitusi Volume 14 Nomor 4 Desember 2017
(https://www.jurnalkonstitusi.mkri.id)
Mosgan Situmorang. 2020. Pembatalan Putusan Arbitrase (Annulment of
Arbitration Awards). Jurnal Penelitian Hukum De Jure Volume 20, Nomor 4,
Desember 2020, Jakarta. (https://www.ejournal.balitbangham.go.id)
Muhammad Andriansyah. Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh
Pengadilan Negeri. Jurnal Cita Hukum, Vo. I No. 2 Desember 2014
(https://www.media.neliti.com)
Zainal Arifin. 2006. Arbitrase dalam Perspektif Hukum Islam. (HIMMAH Vol.
VII No. 18 Januari-April 2006. https://www.digilib.iain-palangkaraya.com)
3. Internet
Blog plawyers, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia
(https://www.pelaksanaan-putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia.com)
Kantor Pengacara Terbaik Di Indonesia. (https://www.Pelaksanaan-Putusan-
Arbitrase-Internasional-di-Indonesia.com)
Business law binus, Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
(Internasional) di Indonesia (https://www.PENGAKUAN-DAN-PELAKSANAAN-
PUTUSAN-ARBITRASE-ASING-(INTERNASIONAL)-DI-INDONESIA.com)
Reyfel Project. Hak Ingkar (https://www.yfelproject-com.cdn.ammproject.org)
M.hukumonline (https://www.m.hukumonline-mengenal-hak-ingkar-dalam-
hukum-indonesia.com

Anda mungkin juga menyukai