Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MEMAHAMI KONSILIASI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Dosen Pengampu :
Dr. Suyikno, S.Ag., M.H
Disusun Oleh:
Kelompok 03
Moh. Rizky Nur Veha (05010121018)

Nur Laili Hidayati (05010121030)

Poetri Lailatuz Zuhroh (05010121031)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu meskipun
melalui beberapa hambatan. Salawat serta salam, semoga selalu tersampaikan kepada
Nabi Muhammad Saw. Sang teladan kehidupan bagi umat seluruh alam.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu maka penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Hanya kepada Allah pula kita memanjatkan doa, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya penyusun dan pembaca. Aamiin Ya Robbal
Alamiin.

Surabaya, 4 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 3
A. Pengertian Konsiliasi ...................................................................................................................... 3
B. Tujuan Konsiliasi ............................................................................................................................ 4
C. Tahapan Konsiliasi .......................................................................................................................... 5
D. Taktik dan Strategi Konsiliasi ....................................................................................................... 14
E. Kelebihan dan Kekurangan Konsiliasi .......................................................................................... 21
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................................... 23
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini, konflik atau sengketa selalu mengikuti
kehidupan asyarakat setiap hari. Konflik atau sengketa tersebut dapat dilatarbelakangi
oleh kerugian terhadap harta benda, pemanfaatan produk, baik berupa barang maupun
jasa. Pada mulanya, segala bentuk sengketa harus diselesaikan melalui pengadilan. Proses
penyelesaian sengketa di pengadilan ini dinilai kurang efektif, karena memerlukan waktu
yang lama, berlarit-larut, serta menyebabkan penumpukan perkara pada pengadian. Di
samping itu, penyelesaian konflik dalam pengadilan memunculkan kesenjangan antara
persesi para hakim dengan pihak-pihak yang bersengketa terkait kasus tersebut.
Seringkali dijumpai perbedaan persepsi yang tajam antara hakim yuridis, yakni ketentuan
formal yang berlaku, sedangkan para pihak yang bersengketa dengan pengertian yang
masih samar.1 Adanya masalah tersebut melahirkan Alternatif Penyelesaian Sengketa
atau biasa dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).
Salah satu bentuk Alternative Dispute Resolution ialah konsiliasi. Konsiliasi
adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang disebut sebagai
2
konsiliator untuk menyelesaikan masalah. Konsiliasi bertujuan untuk membawa pihak
yang berkepentingan untuk bersama sama mencari jalan keluar dalam menyelesaikan
perselisihan. Proses konsiliasi melibatkan kedua belah pihak yang sedang berselisih
untuk memperbincangkan masalah mereka. Hal inilah yang dapat mendorong salah satu
pihak untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik atas pihak yang lain. Di samping
itu, upaya tesebut dapat pula membantu menghilangkan salah pesepsi akibat prasangka
buruk maupun ketidakbenaran informasi demi mencapai perubahan sikap yang nyata.
Seluruh informasi yang diperoleh dalam proses konsiliasi dipastikan terjamin
kerahasiaannya dan tidak akan digunakan sebagai bagian dari proses peradilan.
Pertemuan konsiliasi dilakukan secara suka rela. Apabila perdamaian diantara kedua
belah pihak telag tercapau, maka perjanjian perdamaian yang ditandatangani oleh pihak
yang bersangkutan merupakan kontrak yang mengikat secara hukum. Perdamaian dalam

1
Achmad Ali, Wiwie Heryani, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan (Jakarta: Kencana, 2012), 22.
2
Sastiono Kesek, “STUDI KOMPARASI PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI
DAN KONSILIASI,” n.d.

1
pertemuan konsiliasi dapat diwujudkan dengan permintaan maaf, perubahan kebiasaan
maupun kebijaksanaan, memeriksa ulang prosedur kerja, memberikan ganti rugi uang,
dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, kami tertarik untuk
menulis makalah yang berjudul “Memahami Konsiliasi‟‟.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah pada
makalah ini yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan konsiliasi?
2. Apakah tujuan dilakukannya konsiliasi?
3. Bagaimana tahapan dalam proses konsiliasi?
4. Bagaimana strategi dan taktik dalam proses konsiliasi?
5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan konsiliasi?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami masalah konsiliasi.
2. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dilakukannya konsiliasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami tahapan dalam proses konsiliasi.
4. Untuk mengetahui dan memahami strategi dan taktik dalam proses konsiliasi.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan konsiliasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsiliasi
Secara etimologi, konsiliasi diambil dari bahasa Inggris, yakni “conciliation”
yang memiliki arti permufakatan.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi
berarti upaya mempertemukan keinginan pihak yang berselisih demi mencapai
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Selanjutnya dalam kamus hukum
yang biasa disebut sebagai Dictionary of Law Complete Edition, konsiliasi diartikan
sebagai upaya mempertemukan keinginan pihak-pihak yang bersengketa agar
memperoleh kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan”.4
Menurut oppenheim, konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan
menyerahkan masalah yang disengketakan kepada suatu komisi yang mengemban tugas
untuk menguraikan atau menjelaskan fakta-fakta. Biasanya setelah mendengar
keterangan dari para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan,
petugas membuat usulan usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut
5
tidak dapat mengikat. Dalam pandangan J. G. Starke (1991:673), istilah konsiliasi
memiliki dua arti, yakni arti luas dan sempit. Secara luas, konsiliasi mencakup berbagai
ragam metode dimana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-
negara lain atau badan-badan penyelidik serta komite-komite penasihat yang tidak
berpihak. Dalam arti sempit, konsiliasi dimaknai sebagai penyerahan suatu sengketa
kepada sebuah komisi atau komite untuk membuat laporan beserta usulan-usulan kepada
para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut, usulan itu tidak mengikat.6
Konsiliasi berdasarkan pada Pasal 1851 sampai dengan 1864 KUHPerdata,
didefinisikan sebagai kesepakatan dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu
3
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solution Dan Antisipasi Bagi Peminat Bisnis Dan Menghadapi
Sengketa Kini Dan Mendatang (Yogyakarta: Citra Media Hukum, 2009), 92.
4
M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum: Dictionary of Law (Surabaya: Reality Publisher, 2006), 376.
5
Clive Parry, Encyclopaedic Dictionary of Internasional Law, Dikutip Dari Huala Adolf Dan A. Chandrawulan,
Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional (Jakarta: Jakarta , PT. Raja Grafindo Persada, 2009),
186.
6
Dewa Gede Sudika Mangku, “SUATU KAJIAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
TERMASUK DI DALAM TUBUH ASEAN,” Perspektif 17, no. 3 (September 27, 2012): 150,
https://doi.org/10.30742/perspektif.v17i3.104.

3
barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang berlangsung atau mencegah timbulnya
perkara yang dibuat dalam bentuk tertulis. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi
merupakan penyelesaian lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator yang bersikap netral dalam membantu memberikan saran atau usulan kepada
pihak yang bersengketa agar dapat diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai
kesepakatan. Dalam hal ini, konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari jalan tengah sehingga dapat diterima oleh para pihak guna mengakhiri sengketa
dan menyusun syarat-syarat kesepakatan di antara para pihak.
Konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara
terbuka dan tidak memihak kepada pihak yang bersengketa serta tidak memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak
sehingga keputusan akhir menjadi kewenangan sepenuhnya para pihak yang dituangkan
dalam bentuk kesepakatan. Artinya, para pihak dapat menyetujui atau menolak isi
putusan. Hasil kesepakatan yang telah dicapai tersebut harus ditaati oleh para pihak. 7
Konsiliasi memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:
1. Konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
2. Konsiliasi adalah pihak ketiga yang netral, tidak memihak, bersifat aktif, dan diterima
oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan.
3. Konsiliator memiliki wewenang untuk membantu para pihak yang bersengketa demi
mencapai kesepakatan secara tertulis.
4. Konsiliator berwewenang mengusulkan pendapat , memberi saran-saran meliputi
keuntungan dan kerugian serta merancang syarat-syarat kesepakan diantara para
pihak, namunn konsiliator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan.8

B. Tujuan Konsiliasi
Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Proses konsiliasi
akan berhasil dengan baik dan optimal apabila beberapa syarat terpenuhi sebagaimana

7
Zalna Tiara, Kukuh Tejomurti, “Efficiency of Implementation of Alternative Dispute Settlement for Fintech
Lending Users,” n.d.
8
Kesek, “STUDI KOMPARASI PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DAN
KONSILIASI.”

4
yang berlaku dalam mediasi, sebagaimana dikemukakan Gary Goodpaster sebagai berikut
:
1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding.
2. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan.
3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs).
4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk penyelesaian.
5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam.
6. Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki
pengharapan yang banyak, tetapi dapat dikendalikan.
7. Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting
dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak.
8. Jika para pihak berada dalam proses ligitasi, kepentingan-kepentingan pelaku lainnya,
seperti para pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan
mediasi.9
C. Tahapan Konsiliasi
Sebagaimana definisi di muka, konsiliasi dapat dipahami sebgai penyelesaian
sengketa melalui interensi pihak ketiga (konsiliator). Pada proses ini, konsiliator memiliki
peran aktif dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah
penyelesaian kemudian ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa. Apabila pihak
yang bersengketa tidak mampu memrumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga
dapat memgajukan usulan sebagai solusi dari sengketa. Namun perlu digarisbawahi,
konsiliator bukanlah pembuat putusan. Konsiliator hanya bertugas untuk memberikan
rekomendasi, yang pelaksanaannya tergantung pada para pihak yang bersengketa itu
sendiri.10
Pada dasarnya, konsiliasi memiliki perbedaan dalam setiap negara. Proses
konsiliasi yang berkembang di Amerika Serikat berbeda dengan apa yang berkembang di
Jepang dan Korea. Konsiliasi di Amerika Serikat menjadi tahap awal dari proses mediasi
dengan acuan penerapan. Apabila terhadap seseorang diajukan mediasi, dan tuntutan
yang diajukan orang yang mengklaim dapat menerimanya dengan kedudukan sebagai
9
“PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI JALUR NON LIGITASI,” n.d.
10
Rahmadi Indra Tektona, “Modul Mata Kuliah Pilihan Penyelesaian Sengketa,” 2019,
https://repository.unej.ac.id/.

5
responden. Pada tahap ini, telah diperoleh penyelesaian tanpa harus mengeluarkan biaya,
karena pihak responden atas kemauan baiknya (goodwill). Cara penyelesaian melalui
good will ini disebutkan konsiliasi winning over by goodwill. Biasanya konsiliasi ini
dilatarbelakangi oleh kesadaran responden terhadap keseriusan persoalan yang
disengketakan, bisa juga tidak mau dicampuri oleh pihak ketiga. Di Australia, konsiliasi
banyak dikaitkan denganbadan administrasi atau Tata Usaha Negara (TUN). Keberadaan
lembaga ini dijamin dan didukung oleh peraturan perundang-undangan. Aturan konsiliasi
sebagi berikut:
1. Konsiliator tidak diwajibkan mengadakan pertemuan mapun pembicaraan antara dua
belah pihak pada satu tempat, namun bisa dihasilkan stel shuttle negotiation diantara
para pihak.
2. Putusan yang diambil menjadi resolusi yang dapat dipaksakan kepada kedua belah
pihak.

Dewasa ini, konsiliasi tidak hanya berkembang pada beberapa negara, karena secara
Internasional lembaga ini seringkali digunakan para pihak apabila terjadi sengketa yang
bersifat Internasional. Pada penyelesaian sengketa Internasional, konsiliasi bisa dimaknai
sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa Internasional terkait keadaan apapun,
dimana suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak, baik bersiat tetap atau ad hoc untuk
menangani suatu sengketa, berada pada tehap pemeriksaan yang tidak memihak atas
sengketa tersebut dan berusaha untuk menentukan batas penyelesaian yang dapat diterima
oleh para pihak, atau memberikan pandangan penyelesaian kepada para pihak untuk
mencari jalan keluar, misalnya bantuan atas permintaan mereka.11

Pada mulanya, konsiliasi dalam penyelesaian sengketa Internasional diatur dalam


perjanjian antara Swedia dan Chili tahun 1920, selanjutnya tahun 1922, konsiliasi dan
arbitrase ditetapkan sebagai alternative penyelesaian sengketa dalam suatu perjanjian
yang dibuat oleh Swiss dan Jerman. Tahun 1975, perjanjian antara Swiss dan Prancis
menyebutkan bahwa fungsi konsiliasi permanen dalam batasan yang menjadi model.
Kemudian dalam empat perjanjian Bilateral Locarno, Jerman setuju dengan Belgia,

11
Nita Triana, Alternative Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Alternatif Dengan Model Mediasi, Arbitrase,
Negosiasi, Dan Konsiliasi) (Yogyakarta: Keizen Sarana Edukasi, 2020), 111.

6
Cekoslawkia, dan Polandia yang menyebutkan bahwa seluruh sengketa diantara mereka
harus tunduk pada penyelesaian konsiliasi, kecuali apabila pihak-pihak setuju
menyerahkan sengketa tersebut pada penyelesaian yudisial atau arbitrase.12

Pada tahun 1988, The Rule off Conciliation and Arbitration dibentuk oleh ICC.
Ketentuan konsiliasi ICC sepenuhnya mengandung sebelas padal. Pasal 1 mengatur
mengenai yurisdiksi konsiliasi. Pasal ini menunjukkan bahwa semua sengketa yang
bersifat Internasional dapat diserahkan kepada konsiliasi tunjukan ICC. Para pemohon
konsiliasi harus mengajukan permohonan kepada Sekretariat Kamar Dagang
Internasional dengan mengungkapkan secara ringkas maksud permohonan yang disertai
dengan biaya sebagaimana ketentuan ICC (Pasal 2). Proses konsiliasi berikutnya yakni:

1. Setelah sekretariat ICC menerima permohonan, maka sekretariat pengadilan harus


segera memberitahukan pihak lainnya terkait permohonan konsiliasi tersebut. Pihak
tersebut akan diberikan waktu selama lima belas hari untuk memberitahukan
sekretariat, apakah mereka setuju atau menolak ajakan partisipasi pada konsiliasi
tersebut.
2. Apabila pihak lain menyatakan persetujuan dalam konsiliasi, ia harus
memberitahukan sekretariat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, jika tidak ada
jawaban atau jawabannya negatif, maka permohonan dianggap ditolak. Dengan
demikian, para pihak sekretariat harus sesegera mungkin memberitahukan kepada
pihak yang telah mengajukan permohonan.
3. Ketika menerima persetujuan untuk berperkara melalui konsiliasi sekretariat jenderal
pengadilan harus menunjuk konsiliator secepat mungkin.
4. Konsiliator harus memberitahukan kepada seluruh pihak terkait menujukaannya dan
menetapkan batas waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi
kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi kepadanya (Pasal 4). Konsiliasi
harus menerapkan prinsip tidak memihak (impartial), kesamaan (equity), dan
keadilan (justice). Konsiliator dapat meminta kepada salah satu pihak untuk
menyerahkan kepadanya informasi tambahan yang diperlukan. Para pihak menuntut
ketentuan ini apabila mereka menginginkan, dibantu oleh penasehat hukumnya.

12
Nita Triana, 113.

7
5. Pasal 6 menyebutkan bahwa sifat kerahasiaan dalam proses konsiliasi haruslah
dihormati oleh setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam kapasitas apapun.

Proses konsiliasi berakhir jika:

1. Berdasarkan persetujuan untuk berakhir yang ditandatangani oleh para pihak


persetujuan tersebut harus tetap rahasia conidental, kecuali dalam perjanjian tersebut
mensyaratkan agar persetujuan dibuka.
2. Berdasarkan hasil yang dikeluarkan oleh konsiliator terkait laporan yang menyatakan
bahwa upaya konsiliasi tidak berhasil. Laporan-laporan yang dimaksud tidak perlu
mencamtumkan alasannya.
3. Berdasarkan pemberitahuan kepada konsiliator oleh satu pihak atau lebih ketika
proses konseling dinyatakan tidak lagi menyelesaikan perkaranya.

Ketika konsiliasi telah berakhir, sang konsiliator harus mencoba untuk menyodorkan
perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak, memberikan laporan tentang kegagalan,
atau memberikan pemberitahuan dari satu atau lebih pihak yang berisi tentang
pembatalan konsiliasi. 13

a. Penyelesaian Sengketa dengan cara Konsiliasi Hubungan Industrial


Konsiliasi hubungan industrial adalah langkah penyelesaian perselisihan kepentingan,
perselisihan pemisahan hubungan kerja,atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah dengan ditengahi oleh satu atau
lebih konsiliator yang netral. Jenis perselisihan hubungan indusrial meliputi:
1. Perselisihan hak.
2. Perselisihan kepentingan.
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja.
4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 14
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu
melalui negosiasi atau perundingan bipatrit melalui musyawarah untuk mencapai
13
Nita Triana, Alternative Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Alternatif Dengan Model Mediasi, Arbitrase,
Negosiasi, Dan Konsiliasi) (Yogyakarta: Keizen Sarana Edukasi, 2020), 114.
14
Rai Mantili, “KONSEP PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA SERIKAT PEKERJA DENGAN
PERUSAHAAN MELALUI COMBINED PROCESS (MED-ARBITRASE),” Jurnal Bina Mulia Hukum 6, no. 1 (September 30,
2021): 47–65, https://doi.org/10.23920/jbmh.v6i1.252.

8
mufakat. Batas waktu penyelesaian melalui bipatrit paling lama ialah tiga puluh hari kerja
sejak tanggal dimulainya perundingan. Jika dalam jangka waktu tiga puluh hari salah satu
pihak menolak untuk berunding atau telag dilakukan perundangan, namun tidak
memperoleh muakat, maka perundingan bipatrit dinyatakan gagal. 15
Apabila para pihak belum menetapkan pilihan penyelesaian perselisihan melalui
konsiliasi dalam waktu tujuh hari kerja, maka Dinas Ketenagakerjaan melimpahkan
penyelesaian kepada konsiliator. Penyelesaian perselisihan kepentingan, perselsihan
pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruhnya dalam
satu perusahaan mellaui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya
meliputi tempat buruh tersebut bekerja. Penyelesaian oleh konsiliator dilaksanakan
sesudah para pihak memohon penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang
ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Para pihak dapat mengetahui nama konsiliator
dari daftar nama yang diumumkan oleh kanroe Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Adapun syarat-syarat konsiliator diatur pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 2
Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial (UU No.2 Tahun
2004), sebagai berikut :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Warga negara Indonesia.
3. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun.
4. Pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S1).
5. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter.
6. Berwibawa, jujur, adil ,dan berkelakuan tidak tercela .
7. Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 tahun.
8. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
9. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.16
Dalam waktu tujuh hari, sesudah penerimaan penyelesaian perselisihan secara tertulis,
konsiliator harus telah melakukan penelirian terhadap duduk perkara, kemudian pada hari
kedelapan, sidang konsiliasi pertama wajib digelar. Konsiliator dapat pula memanggil
saksi atau saksi ahli dalam persidangan untuk dimintai keterangan.

15
Iswi Hariyani dkk, Penyelesaian Sengketa Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018), 115.
16
Jimmi J, Sembiring., Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan (Jakarta: Visimedia, 2011), 45-49.

9
Apabila kesepakatan telah dicapai melalui konsiliasi, maka dibuatlah Perjanjian
Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator, kemudian
didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat agar
memperoleh akta bukti pendaftaran. Namun jika kesepakatan tidak dicapai, maka:
1. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis
2. Anjuran tertulis wajib disampaikan kepada para pihak selambat-lambatnnya sepuluh
hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama
3. Para pihak harus memberikan jawaban tertulis kepada konsiliator yang berisi
persetujuan atau penolakan paling lambat sepuluh hari kerja setelah menerima
anjuran tertulis
4. Pihak yang tidak mengemukakan pendapat dianggap menolak anjuran tertulis
5. Dalam hal para pihak yang menyeujui anjuran tertulis maka paling lambat tiga hari
kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus selesai membantu para pihak
membuat Perjanjian Bersama untuk didaftarkan pada Pengadilan Hubungan
Internasional ppada Pengadilan Negeri sentempat untuk memperoleh akta bukti
pendaftaran.
Perjanjian bersama yang telah didaftarkan akan memperoleh akta bukti pendaftaran
dan dianggap menjadi bagian dari Perjanjian Bersama, Apabila perjanjian bersama
diingkari oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
penetapann eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial.
Konsiliator menyelesaikan tugas selambat-lambatnya tiga puluh hari sejak menerima
permintaan penyelesaian perselisihan. Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu
pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan
penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan bahwa konsiliator berhak untuk
mendapatkan bayaran berdasarkan penyelesaian perselisihan yang dibebankan kepada
negara. Besarnya bayaran ini ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja, sehingga
menguntungkan para pekerja tanpa perlu membayar biaya konsiliasi.

10
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Mediasi
Bipatrit Tripatrit
Konsiliasi

Arbitrasi
Pengadilan Hubungan
Mahkamah Agung
Industrial

Eksekusi oleh Pengadilan


Hubungan Industrial

b. Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Konsiliasi


Penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha dapat
dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) melalui konsiliasi.17
Penyelesaian ini dilakukan atas dasar pilihan serta persetujuan para pihak yang
bersangkutan. Penyelesaian konsumen tersebut bukanlah proses penyelesaian secara
berjenjang. BPSK berkedudukan di kabupaten atau kota yang anggotanya terdiri dari
unsur pemerintah, unsur konsumen, serta unsur pelaku usaha. Anggota setiap unsur
berjumlah minimal tiga orang dan maksimal lima orang. Anggota BPSK diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Perdagangan.18
Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan oleh para pihak yang
bersengketa dengan didampingi Majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Pada
proses konsiliasi, pihak penengah (konsiliator) hanya berperan sebagai fasilitator
pertemuan, sehingga para pihak dapat berunding hingga memperoleh kesepakatan
perdamaian.
Penyelesaian sengketa dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam
perjanjian secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa kemudian
dikuatkan dalam keputusan BPSK. Sengketa konsumen wajib diselesaikan paling lambat

17
Hj Muskibah, “ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN,” n.d.
18
Rusniati, “PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
(BPSK),” Varia Hukum, XXXVI.

11
21 hari kerja, terhitung sejak permohonan siterima sekretariat BPSK. Terhadap putusan
tersebut, para pihak yang bersengketa dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan
Negeri paling lambat 14 hari kerja, terhitung sejak pemberitahuan putusan Majelis
diterima oleh para pihak yang bersengketa.
Sebelum menempuh konsiliasi, pihak konsumen dapat meminta konsultasi ke BPSK.
Konsultasi perlindungan konsumen, meliputi:
1. Konsultasi mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban konsumen untuk menuntut ganti
rugi sehubungan dengan penggnaan atau pemanaatan barang dan/ jasa yang dirasa
merugikan konsumen.
2. Konsultasi mengenai upaya perolehan pembelaan dalam penyelesaian sengketa
konsumen.
3. Konsultasi mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban pelaku usaha yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen.
4. Konsultasi mengenai bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen pada
BPSK.
5. Konsultasi mengenai pelaksanaan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen.
6. Hal-hal lain yang masih ada hubungannya dengan perlindungan konsumen.
Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK dilakukan oleh Majelis yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Ketua BPSK dan dibantu oleh Panitera. Anggota Majelis harus
ganjil, setidaknya berjumlah toga orang yang mewakili unsur pemeritah, konsumen, serta
pelaku usaha yang salah satu anggotanya harus berpendidikan hukum, sedangkan ketua
Majelis ditetapkan dari unsur pemerintah.
Dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi, Majelis bertugas:
1. Memanggul konsumen dan pelaku usaha yang sedang bersengketa.
2. Memanggil saksi jika diperlukan.
3. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang sedang bersengketa.
4. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha terkait peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan konsumen.
Adapun tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi sebagai berikut:

12
1. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan
pelaku usaha yang bersangkutan, baik tentang benda maupun jumlah ganti rugi.
2. Majelis bertindak pasif sebagai konsiliator.
3. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha serta mengeluarkan
keputusan.
Hasil penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dibuat dalam perjanjian
tertulis yang ditandtangani oleh konsumen serta pelaku usaha. Kemudian perjanjian tertulis
dikuatkan dengan Keputusan Majelis yang ditandatangani Ketua dan anggota Majelis.
Keputusan Majelis tidak memuat sanksi administratiff dan Majelis wajib menyelesaikan
sengketa konsumen paling lambat 21 hari kerja sejak gugatan diterima oleh BPSK. Putusan
Majelis didasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun apabila setelah
diusahakan sungguh-sungguh namun belum mencapai mufakat, putusan diambil
berdasarkan suara terbanyak. Putusan Majelis dianggap sebagai putusan BPSK.
Putusan BPSK menjadi putusan final dan memiliki kekuatan hukum tetap. Terhadap
putusan BPSK dimintakan penetapak eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan negeri di
tempat konsumen yang dirugikan. Putusan BPSK berupa perdamaian, gugatan ditolak,
atau gugatan dikabulkan. Apabila gugatan dikabulkan, amar putusan ditetapkan kewaiban
yang harus dilakukan oleh pelaku usaha berupa pemenuhan ganti rugi dan/ atau sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200 juta.
Konsumen dan pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 1 hari kerja
terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan. Pelaku usaha yang menolak putusan
BPSK, namun tidak mengajukan keberatan setelah batas waktu dilampaui, maka
dianggap menerima putusan dan wajib melaksanakan putusan tersebut selambat-
lambatnya 5 hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (3) UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, putusan
BPSK dari hasil Konsiliasi, Arbitrase, dan Mediasi bersifat final dan mengikat. Prinsip
ini menjadikan BPSK dipandang sebagai putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun apabila prinsip tersebut dibandingkan dengan Pasal 5B ayat (2) UU Perlindungan
Konsumen, para pihak ternyata masih bisa mengajukan „‟keberatan‟‟ terhadap putusan

13
kepada Pengadilan Negeri paing lambat 14 hari setelah pemberitahuan BPSK. Hal ini
dinilai bertentangan dengan BPSK yang bersifat final serta mengikat.19
Disamping itu, masalah lain juga dimungkinkan timbu pada waktu eksekusi. Agar
memiliki kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan penetapan ke Pengadilan
Negeri. Dalam praktinya, tidaklah mungkin memintakan penetapan eksekusi, karena
belum ada peraturan maupun petunjuk terkait Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap
Putusan BPSK menegaskan bahwa yang dapat diajukan keberatan.
D. Taktik dan Strategi Konsiliasi
Dasar kompetensi seorang konsiliator adalah kemampuan serta kecakapan konsiliator
untuk membantu para pihak berkomunikasi secara jelas. Mengingat ketiadaan
/ketidakjelasan komunikasi merupakan penyebab utama kegagalan negosiasi, maka
dalam melakukan Mediasi dan konsiliasi memerlukan Memerlukan Konsiliator yang
memiliki kapasitas memadai untuk keberhasilan proses konsiliasi. Beberapa keahlian
yang diperlukan untuk menjadi Konsiliator yang baik, beberpa hal yang utama, adalah;
dapat bersikap netral,mengetahui dan memahami dengan baik substansi permasalahan,
memiliki kemampuan untuk melakukan negosiasi, dan memiliki kemapuan untuk
mengendalikan forum ataupun menghentikan pertikaian. Keahlian Konsiliator tersebut
perlu dipelajari secara baik, sehingga proses mediasi/konsiliasi dapat berjalan dengan
baik, walaupun hasilnya tidak dapat dipastikan memperoleh kesepakatan, tetapi menjaga
proses konsiliasi berjalan baik harus dilakukan oleh seorang Konsiliator. Kecakapan /
keahlian dasar dalam melakukan Konsiliasi.20 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bersikap Netral
Netralitas konsiliator adalah berkaitan dengan latar belakang mediator dan
hubungannya dengan para pihak, sedangkan imparsialitas menyangkut proses konsiliasi.
Netralitas ditunjukkan dengan tidak adanya konflik kepentingan yang ditanggung oleh
seorang konsiliasi, baik karena hubungan persaudaraan atau hubungan persahabatan
dengan salah satu pihak. konsiliator yang netral adalah konsiliator yang bisa diterima
oleh semua pihak dan tidak memiliki kepentingan tertentu dari salah satu pihak atau atau
memiliki kepentingan pribadi atas proses mediasi yang ia fasilitasi, kecuali kepentingan

19
Rusniati,.
20
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA, MODUL PELATIHAN MEDIASI/KONSILIASI, n.d.

14
untuk memfasilitasi komunikasi antara kedua belah pihak. Imparsialitas adalah sikap
tidak berpihak konsiliator selama proses mediasi yang ditunjukkan dengan beragam cara,
baik gesture, alokasi waktu, kesempatan untuk bicara, maupun gaya bicara.
Konsiliator sebaiknya benar-benar menjaga diri untuk tidak menunjukkan
preferensi (rasa suka/simpati) kepada salah satu pihak dengan berbagai bentuknya.
Bagaimana cara bersikap dan meyakinkan bahwa berprinsip netral, dilakukan dengan:
a. Meminta pihak-pihak untuk berkomunikasi dengan konsiliator Pertama-tama,
menjelaskan kepada mereka bahwa reputasi konsiliator benarbenar didasarkan pada
netralitas dan tidak akan menjadi konsiliator jika orangorang mengangkat
kekhawatiran tentang netralitas konsiliator. Untuk meyakinkan pihak-pihak maka
dilakukan dengan membagikan CV atau riwayat hidup mediator, kepada mereka dan
mencatat tanggapan mereka sebagai umpan balik.
b. Menandatangani perjanjian mediasi Ketika para pihak akhirnya bertemu dan
menyatukan mereka dalam satu tempat untuk benar-benar melakukan konsiliasi,
adalah dengan menunjukan bahwa konsiliator juga menandatangani perjanjian
mediasi. Para pihak yang menandatangani dan termasuk konsiliator termasuk
evidence/bukti tentang netralitas konsiliator. Seorang konsiliator harus bisa
menjalankan yang seimbang proses yang memperlakukan semua aktor secara adil dan
tidak boleh memiliki materi minat pada hasilnya. Ini juga mengharuskan konsiliator
mampu untuk berbicara dengan semua aktor yang relevan untuk menyelesaikan
konflik. Ketidak berpihakan tidak identik dengan netralitas, sebagai konsiliator,
terutama mediator Perserikatan Bangsa-Bangsa, biasanya dimandatkan untuk
menjunjung tinggi prinsipprinsip dan nilai-nilai universal tertentu dan mungkin perlu
membuatnya secara eksplisit diketahui oleh para pihak. 21
Untuk mengatasi masalah ketidak berpihakan, para konsiliator harus:
a. Pastikan dan berusaha menunjukkan bahwa proses dan perlakuan terhadap para pihak
adalah adil dan seimbang, termasuk melalui strategi komunikasi yang efektif.
b. Bersikap transparan dengan pihakpihak yang berkonflik mengenai hukum dan norma
yang memandu keterlibatan mereka.

21
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA.

15
c. Tidak menerima syarat untuk dukungan dari aktor eksternal itu akan mempengaruhi
ketidakberpihakan proses.
d. Hindari hubungan dengan tindakan hukuman terhadap konflik pihak oleh aktor lain
dan meminimalkan kritik publik terhadap pihak sebanyak mungkin, sambil
mempertahankan pertukaran terbuka secara pribadi.
e. Serah terima ke mediator lain, atau entitas konsiliasi, jika mereka merasa tidak
mampu mempertahankan pendekatan yang seimbang dan tidak memihak.
2. Memahami Substansi permasalahan
Kemampuan memahami substansi bisa dilakukan dengan cara melakukan telaah
berdasarkan peraturan yang berlaku dan juga kewenangan Ombudsman RI, termasuk
ketentuan hukum mengenai permasalahan, baik ketentuan hukum terkait aspek pelayanan
publik secara umum maupun ketentuan hukum substansi yang dikeluhkan/dilaporkan.
Kemampuan memahami substansi sangat penting dalam penyelesaian permasalahan, agar
proses penyelesaian dapat berjalan optimal dan menemukan solusi yang tepat.
3. Kemampuan Negosiasi
Aspek Kemampuan Negosiasi Menurut Jackman (2005) terdapat empat aspek
kemampuan negosiasi yaitu:
a. Kemampuan untuk memisahkan perasaan pribadi dengan masalah yang sedang
dihadapi. Negosiator harus mampu bersikap professional dengan tetap fokus pada
masalah yang sedang dibicarakan, bukan pada orang yang terlibat di dalamnya, dan
harus mampu mengesampingkan perasaan pribadi yang dapat mempengaruhi proses
negosiasi.
b. Kemampuan untuk berfokus pada kepentingan bukan posisi. Setiap negosiator
berangkat dari posisi yang berbeda, menganggap lawan negosiasi sebagai “seseorang
yang harus dikalahkan” adalah sikap yang kurang menguntungkan karena dapat
menjebak dalam kecurigaan yang dapat mengalihkan kepentingan awal bernegosiasi.
c. Kemampuan untuk mengumpulkan beberapa pilihan sebelum membuat keputusan
akhir. Mampu mengumpulkan sebanyak mungkin pilihan agar tidak terjebak pada
masalah atau solusi, hal ini akan meningkatkan kualitas kesepakatan akhir dan
memperbesar kemungkinan untuk memuaskan kebutuhan semua pihak yang terlibat.

16
Menyusun strategi negosiasi yang efektif sebelum negosiasi dimulai akan membantu
mencapai kesepakatan.
d. Kemampuan untuk memastikan bahwa hasil didasarkan pada kriteria obyektif. Orang
karismatik atau vokal terdengar sangat menyakinkan selama negosiasi akan
memberikan pengaruh yang tidak seimbang dalam mengambil keputusan, terlebih
ketika seseorang memiliki keraguan. Demi mencapai hasil maksimal sangatlah
penting untuk mampu menggunakan kriteria yang obyektif, seperti menganalisis
keuntungan dan kerugian dari tawaran yang diberikan.
Negosiator yang baik sering juga memiliki yang berikut: 22
- Kesadaran (Awareness) Seorang negosiator yang baik akan sangat menyadari latar
belakang negosiasi - ketegangan dan emosi kedua belah pihak. Ia akan peka
terhadap kebutuhan pihak lain. Seorang negosiator yang terampil juga sering dapat
menafsirkan bahasa tubuh dan menyadari berbagai taktik yang mungkin digunakan
oleh pihak lain.
- Kesabaran (Patience) Seorang negosiator yang sukses menghargai bahwa proses
negosiasi mungkin tidak memberikan hasil instan. Kesabaran, sungguh, adalah
kebajikan selama beberapa negosiasi - butuh waktu untuk memecahkan hambatan.
- Keterampilan komunikasi (Communication skills) Karena negosiasi adalah proses
dua arah, maka dibutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Seorang
negosiator yang baik akan menjadi pendengar yang baik
Cara menghentikan pertikaian Beberapa cara dalam mengendalikan forum suatu
mediasi/konsiliasi agar dapat mengehentikan pertikaian, dapat dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Langkah 1:
Tentukan sumber konflik. Semakin banyak informasi yang dimiliki
tentang penyebab masalah, semakin mudah membantu menyelesaikannya. Untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan, gunakan serangkaian pertanyaan untuk
mengidentifikasi penyebabnya, seperti, “Apakah Bapak/Ibu melihat hubungan
antara itu dan kejadian ini?" "Bagaimana kejadian ini dimulai?" Sebagai
konsiliator, perlu memberi kedua belah pihak kesempatan untuk berbagi sisi cerita

22
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA.

17
mereka. Ini akan memberi mediator pemahaman yang lebih baik tentang situasi,
serta menunjukkan ketidakberpihakan/netralitas. Ketika konsiliator
mendengarkan setiap orang yang berselisih, dorong pihak-pihak untuk mengakui
informasi dan mendorong mereka untuk terus membuka diri kepada.
2) Langkah 2
Melihat di luar insiden Seringkali, bukan situasi yang menyebabkan
kemarahan memburuk dan akhirnya mengarah pada pertandingan berteriak atau
hasil lain yang terlihat dan mengganggu tetapi sudut pandang situasi. Sumber
konflik mungkin merupakan masalah kecil yang terjadi berbulan-bulan
sebelumnya, tetapi tingkat stres telah berkembang ke titik di mana kedua pihak
mulai saling menyerang secara pribadi alihalih mengatasi masalah yang
sebenarnya. Dalam ketenangan kantor, mediator bisa membuat mereka melihat
melampaui peristiwa yang memicu untuk melihat penyebab sebenarnya. Sekali
lagi, pertanyaan menyelidik akan membantu, seperti, "Menurut bapak/ibu apa
yang terjadi di sini?" Atau "Kapan bapak/ibu pikir masalah antara kalian pertama
kali muncul?dan apa penyebabnya?”
3) Langkah 3
Minta solusi. Setelah mendapatkan sudut pandang masing-masing pihak,
langkah selanjutnya adalah membuat mereka mengidentifikasi bagaimana
situasinya dapat diubah. Sekali lagi, tanyakan para pihak untuk meminta ideide
mereka: “Bagaimana bapak/ibu dapat membuat hal-hal yang lebih baik di antara
Anda?” Sebagai konsiliator, Anda harus menjadi pendengar yang aktif, menyadari
setiap nuansa verbal, serta pembaca bahasa tubuh yang baik. Anda ingin membuat
para pihak yang berselisih berhenti bertikai dan mulai bekerja sama, dan itu
berarti menjauhkan diskusi dari mencari kesalahandan mengarahkan ke arah cara
penyelesaian konflik. 23
4) Langkah 4
Identifikasi solusi yang dapat didukung oleh kedua pihak yang berselisih.
Mediator mendengarkan tindakan yang paling dapat diterima. Tunjukkan manfaat
dari berbagai ide, tidak hanya dari sudut pandang satu sama lain, tetapi dalam hal

23
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA.

18
manfaatnya bagi organisasi. Misalnya, konsiliator mungkin menyarankan
perlunya kerja sama dan kolaborasi yang lebih besar untuk secara efektif
mengatasi masalah tim, instansi,dan departemen.
5) Langkah 5
Perjanjian. konsiliator perlu membuat kedua pihak berjabat tangan dan menerima
salah satu alternatif yang diidentifikasi dalam langkah. Tujuannya adalah untuk
mencapai kesepakatan yang dinegosiasikan. Beberapa mediator bahkan menulis
kontrak di mana tindakan dan kerangka waktu ditentukan. Namun, itu mungkin
cukup untuk bertemu dengan individu-individu dan meminta mereka menjawab
pertanyaan-pertanyaan: "Rencana aksi apa yang akan Bapak/Ibu berdua buat untuk
mencegah timbulnya konflik di masa depan?" Dan "Apa yang akan Bapak/Ibu
lakukan jika masalah muncul di masa depan?”.
a) Reframing
Dalam proses Mediasi/konsiliasi, salah satu keahlian yang perlu dimiliki adalah
kemampuan melakukan reframing. Ada dua langkah yang perlu Mediator ikuti
untuk berlatih reframing:24
1) Langkah 1
Identifikasi Minat Yang Mendasari Ketika mediator mengidentifikasi
minat orang lain yang mendasarinya, konsiliator hanya menebak-nebak apa
minatnya. Jangan khawatir bahwa Anda mungkin salah menebak karena
langkah selanjutnya akan menjelaskannya untuk Anda (dan mereka).
2) Langkah 2
Reframe Pernyataan Negatif Ada berbagai cara untuk membingkai ulang
pernyataan negatif termasuk: 1. Ubah penekanan dari perbedaan menjadi
titik temu 2. Ubah penekanan menjadi minat positif yang tersirat 3. Nyatakan
kembali tuduhan sebagai masalah tentang suatu masalah
Tujuan Reframing bukan untuk mengubah topik pembicaraan, melainkan
mengubah perasaan orang tentang masalah / masalah tersebut. Reframing
memberi mediator dan orang lain kesempatan untuk memahami apa yang
penting dan mengubah perasaan itu menjadi lebih positif. Reframing

24
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA.

19
memungkinkan Anda untuk menjelajahi dan mengekspresikan minat. Seperti
yang saya sebutkan sebelumnya dalam posting ini, ketika kita membingkai
ulang kita hanya menebak-nebak apa yang menjadi kepentingan orang lain.
Kami mungkin salah tetapi itu tidak apa-apa karena itu akan membawa
kejelasan dan pengertian pada percakapan.
b) LCD (Listening, Summarizing, Deep Questioning)
Keterampilan LSD ini intinya adalah keterampilan bagaimana mendengar
hal yang disampaikan para pihak secara saksama, kemudian mengambil
kesimpulan dan makna apa yang disampaikan serta mempertanyakan lebih
dalam dari beberapa hal yang disampaikan oleh para pihak.25
c) Content – Emotion – Interest (C-E-I)
Ini merupakan cara yang intensif untuk memperhatikan dan
mendengarkan dalam suatu percakapan, yang dapat memungkinkan Anda
untuk menyampaikan kepada pihak pengadu bahwa Anda memahami
semua aspek dari pesan yang disampaikan.
Strategi konsiliasi
1. Membangun Hubungan Positif: Mulailah dengan menciptakan iklim yang ramah dan
menguntungkan. Tingkatkan saling pengertian dan kepercayaan antara pihak-pihak yang
terlibat. Hindari sikap defensif atau konfrontatif.
2. Memahami Tujuan dan Kepentingan: Identifikasi tujuan, kepentingan, dan kebutuhan
masing-masing pihak. Fokus pada kepentingan bersama yang dapat menciptakan solusi
yang lebih baik.
3. Pendekatan Win-Win: Carilah solusi yang memungkinkan keduanya merasa
memenangkan sesuatu. Hindari pendekatan zero-sum di mana keuntungan satu pihak
berarti kerugian pihak lain.
4. Komunikasi yang Efektif: Dengarkan dengan aktif untuk memahami perspektif pihak
lain. Sampaikan pesan dengan jelas dan sopan. Hindari penggunaan bahasa atau perilaku
yang menyinggung.
5. Kreativitas dalam Solusi: Buka diri terhadap berbagai ide dan solusi yang kreatif.
Pertimbangkan alternatif yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.

25
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA.

20
Taktik Konsiliasi:
1. Pertanyaan Terbuka: Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih dalam tentang masalah dan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat.
2. Brainstorming: Ajak pihak-pihak untuk berpartisipasi dalam sesi brainstorming untuk
menghasilkan berbagai ide. Brainstorming sendiri adalah teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan gagasan. Cara ini bisa digunakan untuk mencari ide agar
mendapatkan solusi dari sebuah permasalahan tertentu. Metode ini dilakukan untuk
menemukan ide berdasarkan spontanitas dan kreativitas.
3. Pembagian Masalah: Bagi masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih
mudah dikelola. Selesaikan masalah satu per satu.
4. Teknik Penundaan: Jika terdapat perbedaan yang sulit diselesaikan, pertimbangkan
penundaan untuk memberi waktu untuk merenung dan merenungkan solusi.
5. Aliansi: Bekerjasama dengan satu pihak untuk mempengaruhi pihak lain. Ini dapat
membantu menciptakan tekanan sosial yang positif.
6. Batasan Waktu: Tentukan batasan waktu untuk mencapai kesepakatan. Tekanan
waktu dapat mendorong pihak-pihak untuk lebih cepat mencari solusi.
7. Penawaran dan Kompromi: Siapkan penawaran yang dapat memenuhi sebagian besar
kepentingan kunci. Pertimbangkan untuk melakukan kompromi dalam beberapa hal
yang tidak krusial.
8. Kesabaran: Konsiliasi seringkali memerlukan waktu, jadi diperlukan kesabaran.
Konsiliasi merupakan proses yang dinamis dan unik untuk setiap situasi. Strategi
dan taktik yang tepat akan berbariasi, sesuai konteks dan pihak-pihak yang terlibat. Yang
penting adalah mempromosikan kolaborasi, komunikasi efektif, serta mencari solusi
menguntungkan. Konsiliator dapat memberikan pendapat-pendapat kepada para pihak
terhadap masalah yang diperselisihkan, namun pendapat tersebut tidak mengikat para
pihak.26
E. Kelebihan dan Kekurangan Konsiliasi
Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi memiliki beberapa kelebihan, seperti
cepat, murah, dan efektif. Terlepas dari itu, penyelesaian sengketa melalui konsiliasi juga
tidak luput dari kelemahan-kelemahan, misalnya putusan dari konsiliasi ini tidak

26
“Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,” accessed October 3, 2023,

21
mengikat, sehingga sangat tergantung sepenuhnya kepada pihak-pihak yang
bersengketa.27

27
Rahmadi Indra Tektona, “Modul Mata Kuliah Pilihan Penyelesaian Sengketa,” 2019,
https://repository.unej.ac.id/.

22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai pernyataan di atas, dapat kami simpulkan bahwa konsiliasi merupakan
alternatif yang efektif dalam penyelesaian sengketa yang cukup mudah dan efektif. Proses
konsiliasi melibatkan tahapan-tahapan tertentu dan strategi serta taktik yang dapat digunakan
untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak yang bersengketa. Konsiliasi
biasanya diterapkan pada penyelesaian sengketa di bidang perlindungan konsumen dan
ketenagakerjaan. Pentingnya netralitas, pemahaman terhadap isu yang ada, dan keterampilan
negosiasi juga ditekankan dalam konsiliasi yang sukses. Selain itu, kerahasiaan juga menjadi hal
yang penting dalam konsiliasi, dan terdapat cara untuk mengakhiri konsiliasi jika diperlukan.
Strategi dan taktik yang dapat digunakan dalam konsiliasi antara lain membangun hubungan
positif, memahami tujuan dan kepentingan, pendekatan win-win, komunikasi yang efektif, dan
kreativitas dalam solusi. Taktik yang dapat digunakan meliputi pertanyaan terbuka,
brainstorming, pembagian masalah, teknik penundaan, aliansi, batasan waktu, penawaran dan
kompromi, serta kesabaran.

23
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Wiwie Heryani. Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan. Jakarta:
Kencana, 2012.
“Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.” Accessed October 3, 2023.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/13628/Arbitrase-Dan-
Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.html.
Bambang Sutiyoso. Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solution Dan Antisipasi Bagi Peminat Bisnis
Dan Menghadapi Sengketa Kini Dan Mendatang. Yogyakarta: Citra Media Hukum,
2009.
Clive Parry. Encyclopaedic Dictionary of Internasional Law, Dikutip Dari Huala Adolf Dan A.
Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta:
Jakarta , PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Iswi Hariyani dkk. Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018.
Jimmi J, Sembiring. Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan. Jakarta: Visimedia,
2011.
Kesek, Sastiono. “STUDI KOMPARASI PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DAN KONSILIASI,” n.d.
M. Marwan dan Jimmy P. Kamus Hukum: Dictionary of Law. Surabaya: Reality Publisher, 2006.
Mangku, Dewa Gede Sudika. “SUATU KAJIAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN
SENGKETA INTERNASIONAL TERMASUK DI DALAM TUBUH ASEAN.”
Perspektif 17, no. 3 (September 27, 2012): 150.
https://doi.org/10.30742/perspektif.v17i3.104.
Mantili, Rai. “KONSEP PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
ANTARA SERIKAT PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN MELALUI COMBINED
PROCESS (MED-ARBITRASE).” Jurnal Bina Mulia Hukum 6, no. 1 (September 30,
2021): 47–65. https://doi.org/10.23920/jbmh.v6i1.252.
Muskibah, Hj. “ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN,” n.d.
Nita Triana. Alternative Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Alternatif Dengan Model
Mediasi, Arbitrase, Negosiasi, Dan Konsiliasi). Yogyakarta: Keizen Sarana Edukasi,
2020.
OMBUDSMAN REPUBLIK and INDONESIA. MODUL PELATIHAN MEDIASI/KONSILIASI,
n.d.
“PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI JALUR NON
LIGITASI,” n.d.
Rahmadi Indra Tektona. “Modul Mata Kuliah Pilihan Penyelesaian Sengketa,” 2019.
https://repository.unej.ac.id/.
Rusniati,. “PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK).” Varia Hukum, XXXVI.
Zalna Tiara, Kukuh Tejomurti. “Efficiency of Implementation of Alternative Dispute
Settlement for Fintech Lending Users,” n.d.

24

Anda mungkin juga menyukai