Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MATAKULIAH
ARBITRASE SYARIAH

KULTUR HUKUM DAN ALTERNATIVE DISPUTE


RESOLUTION

Dosen Pengampu :
Wiwin Andini,.SH.,MH

OLEH:

MUHAMMAD FARHAN ARBI


(301.2021.001)
Semester : 6
Kelompok : 4

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2024 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berisikan
tentang Kultur Hukum Dan Alternative Dispute Resolution.Adapun tujuan dan
maksud dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai salah satu pemenuhan tugas Mata
Kuliah Arbitrase syariah Dengan harapan bahwa makalah ini dapat membantu serta
memberikan tambahan pengetahuan kepada pembacanya.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka masih


banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan serta menghargai berbagai saran dan kritik
dari pembaca untuk menambah ilmu serta memperbagus makalah- makalah penulis
selanjutnya.

Sambas 27 Maret 2024

M.Farhan Arbi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR Halaman


DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Islam...................................................................................................3
B. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Barat....................................................................................................4
C. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Hukum Indonesia................................................................................5
D. Pengaturan Alternative Penyelesaian Sengketa di Indonesia.............6
E. Peluang dan Tantangan Alternative Penyelesaian Sengketa di
Indonesia.............................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................9
B. Saran ..................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sengketa antara para pihak dapat diselesaikan melalui jalur litigasi
(lembaga peradilan) ataupun non litigasi (di luar pengadilan). Penyelesaian
sengketa melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian sengketa diantara para pihak
yang dilakukan melalui pemeriksaan di hadapan hakim dalam sebuah lembaga
peradilan. Litigasi (pengadilan) adalah metode penyelesaian sengketa paling
lama dan lazim digunakan dalam menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang
bersifat publik maupun yang bersifat privat. Seiring berjalannya waktu dan
perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan
semakin besar, maka penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun
dirasakan kurang efektif lagi.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan
memakan biaya yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari
keadilan mencari alternatif lain yaitu penyelesaian segketa diluar proses
peradilan formal,1yang biasa dikenal dengan penyelesaian sengketa non
litigasi. Penyelesaian sengketa non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Penyelesaian sengketa non litigasi juga dikenal dengan istilah ADR
(Alternative Dispute Resolution).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Islam
2. Bagaimana Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Barat
3. Bagaimana Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Hukum Indonesia
4. Bagaimana Pengaturan Alternative Penyelesaian Sengketa di Indonesia

1
Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta Sinar Grafika, 2012),
hlm. 25

1
5. Bagaimana Peluang dan Tantangan Alternative Penyelesaian Sengketa di
Indonesia
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam
Tradisi Islam
2. Mengetahui Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam
Tradisi Barat
3. Mengetahui Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam
Tradisi Hukum Indonesia
4. Mengetahui Pengaturan Alternative Penyelesaian Sengketa di Indonesia
5. Mengetahui Peluang dan Tantangan Alternative Penyelesaian Sengketa di
Indonesia

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi Islam


APS dalam ajaran Islam biasa disebut dengan istilah Al-Islah atau As-
Sulh.Islah dapat juga diartikan sebagai perbuatan terpuji dalam kaitannya
dengan perilaku manusia.2 Secara etimologi Islah dapat diartikan memutus
perselisihan. Adapun secara terminologi dapat diartikan sebagai kontrak
kesepakatan yang dibuat untuk menyelesaikan persengketaan.Menurut mazhab
Hambali Islah diartikan sebagai sebuah kontrak kesepakatan yang berfungsi
sebagai media untuk mencapai perdamaian antara dua kelompok yang
berselisih, umumnya hal ini tidaklah terjwujud kecuali bila penggugat mampu
bersikap sopan hingga tercapai tujuan.3
Beberapa ahli fiqih memberikan definisi yang hampir sama meskipun
dalam redaksi yang berbeda, arti yang mudah dipahami adalah memutus suatu
persengketaan. Dalam penerapan yang dapat difahami adalah suatu akad
dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua orang yang
saling bersengketa yang berakhir dengan perdamaian dan tidak merugikan
salah satu pihak (win-win solution).
Dalam Islam hukum islah dipandang sebagai suatu yang disunnahkan dan
tidak mengapa seorang hakim menasehatkan kepada kedua pihak yang
berseteru untuk berdamai, namun tidak boleh memaksakannya. Dan tidak
selayaknya melakukan desakan hingga seperti mengharuskan. Karena yang
disunahkan dalam islah adalah apabila belum diketemukannya jalan terang/
kebenaran dari salah satu pihak. Apabila telah diketemukan kebenaran maka
hukum memihak pada yang benar.
Adapun para ulama telah bersepakat terkait legalitas Islah dalam Islam
dengan alasan dalam Islah terdapat uqud (kontrak-kontrak perjanjian) yang
membawa mashlahat dapat memutus konflik dan perpecahan.Namun tentunya

2
E. van Donzel, B. Lewis, dkk (ed), Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill, 1990), Jil.
IV, hlm. 141
3
Ibnu Hajar, Nataij Afkar fi takhriiji ahaaditsil adzkar, (Daar: Ibnu Katsir. 2008), hlm.23.

3
Islah disini bergantung pada kesadaran posisi masing-masing keduabelah pihak
dan sikap kooperatif selama masa pendamaian hingga tercapai tujuan. 4
Bila ditinjau dari asas tujuan dan manfaatnya, maka
keberhasilankeberhasilan Islah pada masa Rasululloh dipengruhi oleh beberapa
faktor: Menurut DR. Wahbah Az-Zuhaili :
1. komitmen dari keduabelah pihak yang berkonflik terhadap peraturan
yang ditetapkan selama masa perundingan berlangsung.
2. niat baik keduabelah pihak untuk menyelesaikan konflik yang tengah
terjadi.
3. negosiasi dimulai dengan menyampaikan pendapat, alasan yang kuat dan
bukti sebagai pendukung argumentasi.
4. bagi pihak Islam, perhatian terhadap kepentingan Islam harus lebih
diutamakan
5. memperhatikan aspek fleksibilitas dalam penyampaian pendapat,
mempersempit ruang perbedaan, menerima hasil kesepakatan dan
keputusan terhadap konflik yang berlangsung.
Maka dapat dipahami bahwa keberhasilan sebuah penyelesaian alternatif
bergantung pada kesadaran penuh masing-masing pihak yang bersengketa
untuk menyelesaikan masalah dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku
selama proses sedang berlangsung. Disamping itu pemilihan tool and human
resource (mediator/ hakam) yang tepat, sangat berpengaruh terhadap cepat dan
adilnya hasil yang tercapai dalam proses penyelesaian.
B. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi Barat
Dalam tradisi hukum Barat, terdapat berbagai alternatif penyelesaian
sengketa yang memiliki ciri khas atau karakteristik yang berbeda. Beberapa
bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang umum dijumpai meliputi
arbitrase, mediasi, dan konsiliasi. Arbitrase adalah proses penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang melibatkan pihak-pihak yang berselisih dan
diatur oleh undang-undang arbitrase. Mediasi, di sisi lain, melibatkan pihak

4
Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni, al-Bidãyah fi Syarh al-hidãyah,
(Beirut: Dar alFikr,2008), hlm. 3

4
ketiga yang netral untuk membantu pihak-pihak yang berselisih mencapai
kesepakatan. Sedangkan konsiliasi merupakan proses di mana pihak-pihak
yang berselisih meminta bantuan pihak ketiga untuk memberikan saran atau
pendapat terkait penyelesaian sengketa mereka.
Dalam konteks hukum Barat, alternatif penyelesaian sengketa ini
dikembangkan sebagai respons terhadap ketidakpuasan masyarakat terhadap
sistem pengadilan konvensional. Hal ini disebabkan oleh persoalan waktu yang
sangat lama, biaya yang mahal, serta keraguan akan kemampuan sistem
pengadilan dalam menyelesaikan sengketa secara memuaskan. Oleh karena itu,
alternatif penyelesaian sengketa dikembangkan sebagai cara yang lebih
memiliki akses keadilan bagi masyarakat .
Dalam konteks penyelesaian sengketa di luar pengadilan, khususnya
dalam tradisi hukum Barat, penggunaan alternatif penyelesaian sengketa
seperti arbitrase, mediasi, dan konsiliasi telah menjadi bagian yang penting.
Proses-proses ini memberikan pilihan yang lebih fleksibel dan terjangkau bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa untuk menyelesaikan perselisihan
mereka tanpa harus melalui proses litigasi di pengadilan .
Dengan demikian, dalam tradisi hukum Barat, alternatif penyelesaian
sengketa telah menjadi bagian integral dari sistem hukum untuk memberikan
akses keadilan yang lebih efisien dan efektif bagi masyarakat5
C. Kultur Hukum Alternative Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi Hukum
Indonesia
Dalam tradisi hukum Indonesia, terdapat berbagai alternatif penyelesaian
sengketa yang telah diatur dalam undang-undang. Salah satu bentuk alternatif
penyelesaian sengketa yang umum di Indonesia adalah arbitrase. Arbitrase
6
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selain itu, terdapat juga bentuk-bentuk
alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti mediasi dan konsiliasi.
5
Gunawan Wijaja,Alternatif Penyelesaian Sengketa, Cet. 2.(Jakarta: Raja Grafindo.
2002).Hlm.99.
6
Munir Fuady,Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.( Bandung:
Citra Aditya Bakti,2000).hlm.12.

5
Alternatif penyelesaian sengketa ini diatur dalam undang-undang sebagai
respons terhadap kebutuhan akan penyelesaian sengketa yang efisien dan
efektif di luar pengadilan konvensional. Proses-proses ini memberikan pilihan
yang lebih fleksibel dan terjangkau bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
sengketa untuk menyelesaikan perselisihan mereka tanpa harus melalui proses
litigasi di pengadilan.
Dengan demikian, dalam konteks hukum Indonesia, alternatif
penyelesaian sengketa, termasuk arbitrase, mediasi, dan konsiliasi, telah
menjadi bagian integral dari sistem hukum untuk memberikan akses keadilan
yang lebih efisien dan efektif bagi masyarakat.
D. Pengaturan Alternative Penyelesaian Sengketa di Indonesia
Di Indonesia, terdapat beberapa regulasi yang mengatur alternative
dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa. Beberapa di
antaranya adalah:
1. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase7: Undang-undang
ini mengatur proses arbitrase di Indonesia, termasuk pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase internasional dan nasional.
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Sengketa
melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI): Undang-undang ini
mengatur tentang proses arbitrase di BANI, yang merupakan lembaga
arbitrase yang terkenal di Indonesia.
3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris: Undang-
undang ini memberikan wewenang kepada notaris untuk melakukan
mediasi dalam penyelesaian sengketa, meskipun notaris tidak memiliki
kewenangan untuk memberikan putusan.
4. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan: Peraturan ini mengatur tentang
proses mediasi di pengadilan, yang merupakan salah satu bentuk ADR di
Indonesia.

7
Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa

6
5. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Sengketa
Ekonomi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Ekonomi: Peraturan ini
mengatur proses penyelesaian sengketa ekonomi di Indonesia, termasuk
melalui mediasi dan arbitrase.
6. Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Administrasi: Peraturan ini mengatur tentang penyelesaian
sengketa administrasi di Indonesia, yang dapat dilakukan melalui mediasi
dan arbitrase.
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
No. 1 Tahun 2019 tentang Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa di
Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi: Peraturan ini mengatur
tentang mediasi dalam penyelesaian sengketa di bidang perdagangan
berjangka komoditi di Indonesia.
Regulasi-regulasi tersebut menunjukkan upaya pemerintah Indonesia
untuk memberikan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif, efisien, dan
adil bagi masyarakat dan pelaku bisnis di Indonesia.
E. Peluang dan Tantangan Alternative Penyelesaian Sengketa di Indonesia
Peluang dan tantangan alternative dispute resolution (ADR)8 atau
alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut:

Peluang:

1. Meningkatkan Efisiensi: ADR dapat lebih cepat dan lebih ekonomis


dibandingkan dengan litigasi di pengadilan, yang dapat menghemat
waktu dan biaya bagi para pihak yang bersengketa.
2. Meningkatkan Kepuasan Para Pihak: ADR memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk lebih aktif terlibat dalam penyelesaian sengketa

8
Suyud Margono,. Adr, Alternative Dispute Resolution Dan Arbitrase: Proses
Pelembagaan Dan Aspek Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia,2000).hlm.8

7
mereka, sehingga dapat meningkatkan kepuasan mereka terhadap hasil
akhir.
3. Mendorong Perdamaian: ADR dapat membantu mempertahankan atau
memulihkan hubungan antara para pihak yang bersengketa, yang dapat
menjadi penting dalam konteks sengketa antara pihak-pihak yang
memiliki hubungan berkelanjutan, seperti dalam bisnis atau keluarga.
4. Memperluas Akses Keadilan: ADR dapat memperluas akses masyarakat
terhadap sistem peradilan, terutama bagi mereka yang memiliki
keterbatasan finansial atau geografis.

Tantangan:

1. Kesadaran dan Penerimaan: Masih kurangnya kesadaran dan penerimaan


masyarakat terhadap ADR sebagai alternatif yang efektif dalam
penyelesaian sengketa.
2. Keterbatasan Infrastruktur: Keterbatasan infrastruktur dan sumber daya
manusia yang berkualitas dalam penyediaan layanan ADR di seluruh
wilayah Indonesia.
3. Konsistensi dan Kepastian Hukum: Konsistensi dan kepastian hukum
dalam praktik ADR perlu diperkuat untuk meningkatkan kepercayaan
para pihak terhadap proses ini.
4. Kemajuan Teknologi: Pemanfaatan teknologi dalam ADR masih belum
optimal di Indonesia, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan akses
dan efektivitas ADR melalui teknologi.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Alternative Dispute Resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian
sengketa menawarkan berbagai metode yang efektif dalam menyelesaikan
perselisihan di luar pengadilan konvensional. Di Indonesia, ADR telah diatur
dalam berbagai undang-undang dan peraturan, menunjukkan komitmen

8
pemerintah untuk memberikan alternatif yang efisien dan adil bagi masyarakat.
Metode ADR, seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrase, memberikan peluang
untuk meningkatkan efisiensi, kepuasan, dan perdamaian antara para pihak
yang bersengketa. Namun, masih ada tantangan dalam penerimaan masyarakat,
ketersediaan infrastruktur, konsistensi hukum, dan pemanfaatan teknologi
dalam ADR.
Untuk memperkuat ADR di Indonesia, diperlukan upaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat, mengembangkan infrastruktur dan
sumber daya manusia yang berkualitas, memperbaiki konsistensi dan kepastian
hukum, serta meningkatkan pemanfaatan teknologi. Dengan demikian, ADR
dapat menjadi pilihan yang lebih menarik dan efektif dalam menyelesaikan
sengketa, memberikan akses yang lebih luas terhadap keadilan, dan
mendukung pembangunan hukum yang berkelanjutan di Indonesia.
B. Saran
Saran untuk meningkatkan efektivitas Alternative Dispute Resolution
(ADR) di Indonesi yaitu Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Melakukan
kampanye penyuluhan secara luas kepada masyarakat mengenai manfaat dan
proses ADR agar masyarakat lebih aware dan memilih ADR sebagai alternatif
penyelesaian sengketa dan Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Mediator dan
Arbitrator: Melakukan pelatihan dan sertifikasi secara berkala kepada para
mediator dan arbitrator untuk meningkatkan kualitas pelayanan ADR.

DAFTAR PUSTAKA
Donzel, E. van B. Lewis, dkk (ed), Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill,
1990)

Fuady Munir,Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.


( Bandung: Citra Aditya Bakti,2000)

Hajar Ibnu, Nataij Afkar fi takhriiji ahaaditsil adzkar, (Daar: Ibnu Katsir. 2008)

9
Hendra Winata Frans, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta Sinar Grafika,
2012)

Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni Abu Muhammad, al-Bidãyah fi Syarh al-


hidãyah,(Beirut: Dar alFikr,2008)

Margono Suyud,. Adr, Alternative Dispute Resolution Dan Arbitrase: Proses


Pelembagaan Dan Aspek Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia,2000)

Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa

Wijaja,Gunawan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Cet. 2.(Jakarta: Raja


Grafindo. 2002)

10

Anda mungkin juga menyukai