Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ARBITRASE
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Konflik dalam Hotel
Dosen : Rugeri Fadhlihalim, SE, MM.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7

1. Kharisma Nuriyah I.F. (174140314111084)


2. Nita Maya Sari (174140314111082)
3. Ignasius Aldi Yulio (174140314111048)
4. Dhandy Rachmatullah (174140314111024)

D4 MANAJEMEN PERHOTELAN
PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

KATA PENGANTAR

HUKUM ARBITRASE 0
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Arbitrase dengan baik dan
lancar. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Manajemen Konflik dalam Hotel yaitu bapak Rugeri Fadhlihalim.

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman


pembaca terhadap Arbitrase. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan,
pembahasan masalah, serta penarikan kesimpulan dalam makalah ini . Makalah Arbitrase ini
disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca
dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
mengenai Arbitrase.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen pembimbing mata kuliah


Manajemen Konflik dalam Hotel yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah Arbitrase. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Malang, 09 Februari 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HUKUM ARBITRASE 1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2

BAB I....................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.................................................................................................................................3

A. Latar Belakang...........................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................................4

BAB II...................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN...................................................................................................................................5

A. Pengertian Arbitrase..................................................................................................................5

B. Objek Arbitrase..........................................................................................................................6

C. Jenis-Jenis Arbitrase...................................................................................................................6

D. Lembaga Arbitrase Internasional...............................................................................................7

E. Syarat Arbitrase dan Pengangkatan Arbiter..............................................................................7

F. Pendapat dan Putusan Arbitrase...............................................................................................9

G. Pelaksanaan Putusan Arbitrase................................................................................................10

H. Hapusnya Putusan Arbitrase....................................................................................................11

I. Berakhirnya Tugas Arbiter........................................................................................................12

J. Kelebihan Arbitrase..................................................................................................................12

K. Kelemahan Arbitrase...............................................................................................................13

BAB III................................................................................................................................................15

PENUTUP...........................................................................................................................................15

A. Kesimpulan..............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HUKUM ARBITRASE 2
Hukum merupakan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada
dasarnya peraturan tersebut berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus
ditaati dalam hidup bermasyarakat. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan cara
pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai
ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum
bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan
apa yang menjadi sumber hukum.
Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis,
perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya
melalui proses pengadilan sering sekali dihindari, baik bagi pihak yang dirugikan ataupun
pihak yang digugat. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sering dianggap hanya
memakan waktu, dengan biaya yang mahal, tidak efisien serta banyak oknum-oknum
yang cenderung mempersulit pencarian keadilan. Karena hal-hal tersebut yang merupakan
kelemahan dari badan Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, oleh sebab itu banyak
kalangan pengusaha lebih memilih cara yang lain dalam penyelesaiaan sengketa perdata.
Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan
sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pendapat hukum yang diberikan
lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan
tersebut akanmenjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang
dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang
berlawananterhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran
terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat
dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan Arbitrase bersifat
mandiri,final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap)sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Arbitrase ?
2. Apa saja objek arbitrase?
3. Apa saja jenis-jenis arbitrase?
4. Apa saja lembaga arbitrase Internasional?

HUKUM ARBITRASE 3
5. Apa saja syarat arbitrase dan pengangkatan arbiter?
6. Bagaimana pendapat dan putusan arbitrase?
7. Bagaimana pelaksanaan arbitrase?
8. Apa penyebab hapusnya putusan arbiter?
9. Apa penyebab dari berakhirnya tugas arbiter?
10. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari proses arbitrase?

C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas dari Mata Kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis.
2. Mengetahui pengertian dan cara penyelesaian arbitrase
3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan arbitrase
4. Mengetahui masalah yang berkaitan dengan hukum arbitrase

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase

Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Menurut UU No.30 tahun
1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul
sengketa.
Karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah timbul sengketa oleh
para pihak berdasarkan isi pasal tersebut maka bentuk klausula arbitrase tersebut dapat
dibedakan atas dua bentuk yaitu :
a. Pactum de compromittendo

HUKUM ARBITRASE 4
Adanya kesepakatan bagi para pihak yang membuat perjanjian agar pada
kemudian hari apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase.
Pactum de compromittendo merupakan klausula yang dicantumkan dalam
perjanjian sehingga klausula tersebut menjadi bagian dari perjanjian tersebut
atau dengan kata lain bahwa klausula tersebut dimaksudkan untuk menjadi
bagian dari kontrak yang dibuat.
b. Acta compromise
Adanya kesepakatan yang dituangkan bagi pihak yang berselisih, yaitu untuk
menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun kesepakatan tersebut
muncul setelah terjadinya sengketa.

B. Objek Arbitrase

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang


perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan
melalui arbitase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 pasal 4 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa menyatakan bahwa“Pengadilan Negeri tidak berwenang
menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat di dalam perjanjian arbitrase, dan
putusan arbitrase adalah final, artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali
atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.”
Pembatasan Pengadilan Negeri untuk sengketa yang terikat dalam perjanjian arbitrase
dapat mencegah upaya intervensi Pengadilan Negeri dalam perjanjia ini. Hal ini juga berarti
bahwa sejak awal perjanjian dibuat, para pihak telah mengesampingkan kemungkinan
penyelesaian secara ligitasi di Pengadilan Negeri.

C. Jenis-Jenis Arbitrase

Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusional).

HUKUM ARBITRASE 5
1. Arbitrase ad hoc
Arbitrase ad hoc (arbitrase volunter) adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk
menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Arbitrase ini bersifat
insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan.
2. Arbitrase institusional
Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang sifatnya
permanen. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa
yang timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Lembaga arbitrase institusional yang ada di Indonesia antara lain
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas)

D. Lembaga Arbitrase Internasional

1. Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce (ICC)

2. The International Center for Settlement of Investment Disputes (ISCID)

3. The United Nations Commission of Internatinal Trade Law (UNCITRAL)

E. Syarat Arbitrase dan Pengangkatan Arbiter


a. Syarat Arbitrase
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara
mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus
memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimile, e-mail atau dengan buku
ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau
termohon berlaku.
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) memuat dengan jelas :
a. Nama dan alamat para pihak;
b. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
c. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
d. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
e. Cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbitrase atau
apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat

HUKUM ARBITRASE 6
mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah
ganjil.

Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah
sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian
tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal para pihak tidak dapat
menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis
tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.

Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat :


a. Masalah yang dipesengketakan
b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
c. Nama lengkap dan tempat arbiter atau majelis arbitrase
d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan
e. Nama lengkap sekretaris
f. Jangka waktu penyelesaian sengketa
g. Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung
segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui
arbitrase.

Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk
mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke
Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam
suatu penyelesaian sengketa yang telah di tetapkan.

b. Syarat Pengangkatan Arbiter


Yang dapat ditumuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
a. Cakap melakukan tindakan hukum;
b. Berumur paling rendah 35 tahun;
c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa.
d. Tidak memppunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atasan
putusan arbitrase; dan
e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya paling
sedikit 15 tahun.

Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau
diangkat sebagai arbiter.Tidak dibolehkannya pejabat yang disebut dalam ayat ini menjadi
arbiter, dimaksudkan agar terjamin adanya objektivitas dalam pemeriksaan serta pemberian
putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

HUKUM ARBITRASE 7
Penunjukkan dua orang arbiter oleh para pihak pemberi wewenang kepada dua arbiter
tersebut memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. Arbiter yang ketiga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diangkat sebagai ketua majelis arbitrase. Apabila dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh termohon sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang
yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan
bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.

F. Pendapat dan Putusan Arbitrase

Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat
dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.Terhadap pendapat
yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan
melalui upaya hukum apapun.
Putusan arbitrase harus memuat :
a. kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap dan alamat para pihak
c. uraian singkat sengketa;
d. pendirian para pihak;
e. nama lengkap dan alamat arbiter;
f. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai
keseluruhansengketa;
g. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam
majelis arbitrase;
h. amar putusan;
i. tempat dan tanggal putusan; dan
j. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase

Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau
berdasarkan keadilan dan kepatutan. Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah
putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis
arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau
mengurangi suatu tuntutan putusan.

G. Pelaksanaan Putusan Arbitrase

HUKUM ARBITRASE 8
Pelaksanaan putusan arbitrase dibedakan menjadi dua yaitu putusan arbitrase nasional
dan putusan arbitrase asing (internasional). Putusan arbitrase nasional adalah putusan
arbitrase baik ad-hoc maupun institusional, yang diputuskan di wilayah Republik Indonesia.
Sedangkan, putusan arbitrase asing adalah putusan arbitrase yang diputuskan di luar negeri.

1. Putusan Arbitrase Nasional


Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU No.30
Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara sukarela.
Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan tersebut harus
diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan
dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter
atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
putusan arbitase diucapkan. Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan
mengikat.
Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti
putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua Pengadilan Negeri
tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional
tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada
pemeriksaan secara formal terhadap putusan arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh
arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar Pasal 62 UU No.30 Tahun 1999 sebelum memberi
perintah pelaksanaan , Ketua Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase
memenuhi Pasal 4 dan pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak
memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan arbitrase dan
terhadap penolakan itu tidak ada upaya hukum apapun.

2. Putusan Arbitrase Asing (Internasional)


Semula pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di indonesia didasarkan
pada ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang merupakan
negara peserta konvensi tersebut menyatakan bahwa Konvensi berlaku juga di
wilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1958 di New York ditandatangani UN
Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award.
Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden
Nomor 34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftar di Sekretaris PBB pada 7
Oktober 1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan

HUKUM ARBITRASE 9
mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
arbitrase Asing sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan
adanya Perma tersebut hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing di
Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan masih
ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing.

H. Hapusnya Putusan Arbitrase

Perjanjian arbitrase dinyatakan batal, apabila dalam proses penyelesaian sengketa


terjadi peristiwa-peristiwa:

1. Salah satu dari pihak yang bersengketa meninggal dunia.


2. Salah satu dari pihak yang bersengketa mengalami kebangkrutan, novasi
(pembaharuan utang), dan insolvensi.

3. Pewarisan.

4. Hapusnya syarat-syarat perikatan pokok.

5. Pelaksanaan perjanjian arbitrase dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan


pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut.

6. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

I. Berakhirnya Tugas Arbiter

Tugas abiter berakhir karena :

a. Putusan mnegenai sengketa telah dimbil;


b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau
sesudah diperpajang oleh para pihak telah lampau atau;
c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter.

J. Kelebihan Arbitrase

HUKUM ARBITRASE 10
Di bawah ini keutungan menggunakan Arbitrase yang dikemukakan oleh para ahli
sekaligus dari tinjauan undang-undang :

a. Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, dan Fatmah Jatim, dalam “Tinjauan


terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di
Indonesia” dalam buku Arbitrase di Indonesia” , menyebutkan ada beberapa
alasan memilih arbitrase, yaitu:
 Kebebasan, kepercayaan, dan keamanan;
 Keahlian (Expertise);
 Cepat dan hemat biaya;
 Bersifat rahasia;
 Bersifat non-preseden;
 Kepekaan arbiter;
 Pelaksanaan keputusan;
 Kecenderungan yang Moden.
b. Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dalam bukunya Arbitrase Dagang
Internasional juga menyebutkan beberapa alasan yang menyebutkan beberapa
alasan yang menjadin arbitrase demikian populer dalam transaksi dagang
internasional, antara lain :
 Dihindarkannya publisitas;
 Tidak banyak formalitas;
 Bantuan pengadilan hanya taraf eksekusi;
 Baik untuk pedagang-pedagang bonafide;
 Ada jaminan dari perkumpulan-perkumpulan pengusaha;
 Lebih murah dan lebih cepat.
c. Mengutip penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada
umumnya dikatakan bahwa pranata Arbitrase mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan pranata peradilan, yaitu antara lain :
 Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
 Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural
dan administratif;
 Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup
mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
 Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
 Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan
melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat
dilaksanakan.

HUKUM ARBITRASE 11
K. Kelemahan Arbitrase

Meskipun arbitrase memiliki beberapa keunggulan, tetapi arbitrase sebenarnya


merupakan mekanisme yang rentan terutama untuk untuk kondisi Indonesia, karena arbitrase
juga mempunyai kelemahan-kelemahan, di antaranya :
 Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun
masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Sebagai contoh
masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari
lembaga-lembaga seperti BANI, BAMUI dan P3BI.
 Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, masyarakat belum
menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan
perkaranya kepada lembaga-lembaga arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari
sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga
arbitrase yang ada.
 Lembaga arbitrase tidak mempunyai kewenangan melakukan eksekusi
putusannya. Meskipun keputusannya bersifat mengikat, tetapi untuk
melaksanakannya harus melalui “fiat eksekusi” pengadilan. Jadi wibawa
lembaga pengadilan kalah dengan wibawa pengadilan.
 Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang
dicapai dalam arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan
berbagai cara, baik dengan cara mengulur waktu, perlawanan, gugatan
pembatalan, dan sebagainya.
 Kurangnya kesediaan para pihak yang bersengketa untuk melepaskan sebagian
hak-haknya. Budaya litigasi yang sudah tertanam, membuat para pihak
berpikir win-lose solution, dan bukan win-win solution sebagaimana yang
dikehendaki oleh arbitrase.
 Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra
judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran
dan kewajaran

HUKUM ARBITRASE 12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan mengenai pokok bahasan sebagaimana tercantum dalam


bab – bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mencoba untuk menarik kesimpulan yang
sekiranya dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca makalah ini.
Undang-undang arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 merumuskan suatu perjanjian
arbitrase sebagai perjanjian tertulis untuk menyerahkan sengketa atau perbedaan yang timbul
sekarang maupun yang akan datang kepada arbitrase .Sehingga dapat kita ketahui bahwa
pada dasarnya alternatif penyelesaian sengketa selain melalui sistem peradilan juga telah
dikenal dan diakui, yaitu arbitrase. Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian
sengketa yang dilakukan, diselenggarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase,
yang merupakan “hakim swasta
Selain itu, dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa (arbitrase) tidak
terlalu formal dan jangka waktu penanganan perkara atau sengketa hingga penyelesaiannya,
yang relatif lebih cepat jika dibanding dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga
peradilan.

HUKUM ARBITRASE 13
DAFTAR PUSTAKA

• M Toar Agnes dkk.1995.Arbitrase di Indonesia.Jakarta:Ghalia Indonesia


• Silondae,Arus Akbar dan Wirawan B Ilyas.2011.Pokok-Pokok Hukum
Bisnis.Jakarta:Salemba empat
• Kansil, C.S.T dkk.2001.Hukum Perusahaan Indonesia (aspek hukum dan
ekonomi).Jakarta:PT anem kosong anem

HUKUM ARBITRASE 14

Anda mungkin juga menyukai