Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL SYARIAH

Tentang :
“Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga
Arbitrase, Mediasi dan Pengadilan Agama”
Dosen Pembimbing :

Nur Hidayah, M.A., Ph.D.

Disusun oleh :
Kelompok 12 (dua belas) HES 5-B

1. Muhammad Arifin 11180490000006


2. Eka Setiawati 11180490000045
3. Balqish Amelia Assifa 11190490000048
4. Ahmad Raihan 11190490000050

FAKULTAS SYARIAH HUKUM


PROGRAM STUDI : HUKUM EKONOMI SYARIAH
2020
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JL. IR. H Juanda No.95 Ciputat 1542, Jakarta - Indonesia
Telp. (62-21) 7401925, Fax. (62-21) 7402982, Website : www.uinjkt.ac.id
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hukum insvestasi
dan pasar modal syariah tentang penyelesaian sengketa investasi di lembaga arbitrse, mediasi
dan pengadilan agama.
Makalah hukum insvestasi dan pasar modal syariah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Jakarta, 1 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C. Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II............................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3

A. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Arbitrase ............. 3

B. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Mediasi ............. 10

C. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Pengadilan Agama
13

BAB III ......................................................................................................................................... 17

PENUTUP..................................................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 17

B. Saran .................................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari sudut pandang syariah, pasar modal adalah produk muamalah. Transaksi dalam pasar
modal diperbolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan
yang telah digariskan oleh syariah. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia yang
sedemikian pesat, akan turut meningkatkan jumlah dan ragam potensi masalah hukum yang
mungkin terjadi di pasar modal syariah. Setidaknya, diperlukan dua upaya hukum dalam
penguatan kerangka hukum pasar modal syariah, yaitu pertama, upaya preventif yang dapat
meminimalisir terjadinya masalah-masalah hukum, seperti perlunya pembentukan regulasi yang
merujuk kepada syariah Islam agar tercipta kestabilan dan suasana kondusif bagi penegakan
hukum di pasar modal syariah, Kedua, upaya penyelesaian sengketa pasar modal syariah
dilakukan melalui dukungan terhadap pengadilan agama sebagai lembaga peradilan yang
memiliki kewenangan absolut dalam menyelesaikan perkara perdata pasar modal syariah,
kemudian lembaga non litigasi melalui lembaga arbitrase dan mediasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga arbitrase?
2. Bagaimana penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga mediasi?
3. Bagaimana penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga pengadilan
agama?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan pembuatan makalah
ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah hukum investasi dan pasar modal syariah

1
2. Untuk mengetahui penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga
arbitrase
3. Untuk mengetahui penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga
mediasi
4. Untuk mengetahui penyeselasain sengketa investasi dan pasar modal syariah di lembaga
pengadilan agama

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Arbitrase


Penyelesaian sengketa melalui lembaga nonlitigasi merupakan proses penyelesaian sengketa
di luar pengadilan. Melalui lembaga ini para pihak dapat menghasilkan kesepakatan yang
bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan yang
diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara
komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Umumnya dinamakan
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). Penyelesaian melalui lembaga non litigasi ini,
dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, atau
melalui arbitrase sebagaimana maksud Pasal 1 ayat (10) UU 30/1999.1

Pasal 1 angka 1 UU 30/1999 menjelaskan pengertian arbitrase yaitu “cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan.” Dengan demikian, arbitrase merupakan
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau
wasit2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan arbitrase sebagai usaha perantara
dalam meleraikan sengketa atau peradilan wasit. Orang yang disepakati oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan untuk memberikan keputusan yang akan ditaati oleh kedua belah pihak
disebut arbiter3.

R. Subekti mengartikan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa atau pemutusan sengketa


oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk
pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau
tunjuk tersebut4. Berdasarkan batasan tersebut, maka arbitrase merupakan salah satu cara
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang

1
Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan.
2
Ibid
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2007
4
R. Subekti, Arbitrase Perdagangan (Bandung: Binacipta Subekti, 1992

3
bersengketa, di samping cara lainnya melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli. Adapun sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa
mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak atas dasar kata
sepakat5.

Di Indonesia, lembaga yang menyediakan jasa arbitrase, antara lain Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Muamalat Indonesia yang telah diubah menjadi
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), dan Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia6. Selain penyelesaian sengketa menurut arbitrase sebagaimana disebut di atas, dalam
UU 30/1999 juga dirumuskan penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pasal 1 angka 10 UU 30/1999 menyebutkan “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu
penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau
penilaian ahli.”

Sementara prosedur penyelesaian arbitrase di Indonesia, antara lain :

A) Melalui Badan Arbitrae Nasional Indonesia (BANI) 7:


1. Prosedur Pendaftaran
Prosedur arbitrase dimulai dengan pemberitahuan kepada Termohon bahwa sehubungan
dengan adanya sengketa antara Pemohon dan Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan
sengketa melalui Lembaga Arbitrase (BANI). Pemohon harus sudah siap dari segi bukti,
alasan, legal standing, dan lain sebagainya. Pemberitahuan kepada Termohon tersebut harus
mengandung:
a. nama dan alamat para pihak;
b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
d. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
e. cara penyelesaian yang dikehendaki;

5
Op,.cit Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan.
6
Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional Dan Modern (Online).
7
https://smartlegal.id/smarticle/2019/01/25/arbitrase-dan-prosedur-penyelesaian-arbitrase/

4
f. dan perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak
pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang
jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.

Setelah itu, Pemohon melakukan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase


kepada BANI. Pemohon menjelaskan baik dari sisi formal tentang kalusula arbitrase, kedudukan
pemohon dikaitkan dengan perjanjian arbitrase, kewenangan arbitrase untuk memeriksa perkara,
hingga prosedur yang sudah ditempuh sebelum dapat masuk ke dalam penyelesaian melalui
forum arbitrase.

2. Tahap Penunjukan Arbiter

Para pihak sebenarnya dapat memperjanjikan apakah mau menunjuk arbiter tunggal, majelis
arbiter, atau menyerahkan keputusannya kepada BANI.

Jika para pihak menggunakan arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu
kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal pemohon secara tertulis harus mengusulkan
kepada termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal.

Jika dalam 14 hari sejak termohon menerima usul pemohon para pihak tidak berhasil
menentukan arbiter tunggal maka dengan berdasarkan permohonan dari salah satu pihak maka
Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter tunggal.

Jika para pihak memilih menggunakan sistem majelis arbiter, maka para pihak akan
mengangkat masing-masing satu arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang telah
diangkat oleh Para Pihak akan menunjuk satu arbiter ketiga (yang kemudian akan menjadi ketua
majelis arbitrase).

Dalam UU Arbitrase ditetapkan bahwa Apabila dalam waktu 14 hari setelah pengangkatan
arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat maka atas permohonan salah satu pihak maka
Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter ketiga, terhadap permohonan ini dapat
diajukan upaya pembatalan (Pasal 15 Ayat (4) UU Arbitrase). Selain itu, dalam Pasal 15 Ayat (2)
UU Arbitrase disebutkan, apabila setelah 30 hari setelah pemberitahuan diterima oleh termohon
dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis

5
arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan
putusannya mengikat kedua belah pihak.

3. Tanggapan Termohon

Jika BANI memutuskan bahwa BANI adalah benar memiliki kewenangan untuk memeriksa,
maka setelah pendaftaran Permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus
ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut.

Sekretaris harus menyampaikan satu salinan Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen


lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis
dalam waktu paling lama 30 hari.

Memuat Klausul Arbitrase Jika Termohon mengajukan jawaban, maka Termohon dapat juga
menunjuk arbiter melalui surat permohonan yang dibarengkan dengan surat jawaban Termohon.
Sementara, jika Termohon tidak mengajukan jawaban, maka Termohon dianggap menyerahkan
penunjukan arbiter kepada BANI.

4. Tuntutan Balik

Termohon dapat mengajukan tuntutan balik (rekonvensi) pada pengiriman surat jawaban atau
selambat-lambatnya ketika sidang pertama dimulai. Pemohon dan Termohon akan dikenakan
biaya tambahan tersendiri jika tuntutan balik diajukan.

Apabila biaya administrasi untuk tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah
dibayar para pihak, maka tuntutan balik akan diperiksa, dipertimbangkan dan diputus secara
bersama-sama dengan tuntutan pokok.

Jika Pemohon tidak mau membayar biaya administrasi rekonvensi, maka Termohon wajib
membayarnya. Jika tidak, maka majelis tidak akan memeriksa perkara tersebut. Pemohon aritrase
berhak dalam jangka waktu 30 hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh majelis arbitrase
untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik atau tuntutan balik yang dilayangkan oleh pihak
Termohon arbitrase.

5. Proses Sidang Pemeriksaan

6
Dalam sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara
tertutup. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau
majelis arbitrase, para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.

Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Pihak
ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan
keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau
majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan.

Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan
provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa
termasuk penetapan sita jaminan. Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara
tertulis. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap
perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan
yang dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan. Pemeriksaan saksi
dan saksi ahli di hadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan
dalam hukum acara perdata. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan
setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa
yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah agar
dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.

Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter
atau majelis arbitrase terbentuk. Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang
jangka waktu tugasnya apabila:

- diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
- sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya;
- atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau
majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang
bersengketa.

7
Dalam hal usaha perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu
akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk
memenuhi ketentuan perdamaian tersebut. Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana
dimaksud termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon
telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan
sekali lagi.

Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah
termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan
tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan
tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. Majelis wajib menetapkan Putusan akhir
dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali majelis
mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya. Selain
menetapkan Putusan akhir, majelis arbitrase juga berhak menetapkan putusan-putusan
pendahuluan, sela atau putusan-putusan parsial.

B) Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Tahapan-tahapan prosedur penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS adalah sebagai berikut:

1. Permohonan Arbitrase
2. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis
3. Jawaban, Eksepsi dan Rekonvensi Termohon
4. Perdamaian
5. Pembuktian dan Saksi/Ahli
6. Pencabutan Permohonan
7. Putusan
8. Pendaftaran Putusan
9. Eksekusi Putusan BASYARNAS
C) Melalui Badan Arbitrasi Pasar Modal Indonesia (BAPMI)

Para pihak yang akan mengajukan sengketa kepada BAPMI harus menyampaikan
permohonan tertulis dengan mencantumkan:

8
1. kesepakatan para pihak untuk penyelesaian sengketa melalui mediasi dan pendapat mengikat.
Tanpa kesepakatan dimaksud, sengketa tidak dapat diselesaikan melalui BAPMI.;
2. nama dan alamat para pihak;
3. penjelasan mengenai masalah yang dipersengketakan;
4. perjanjian dan dokumen yang relevan;
5. usulan nama mediator (untuk mediasi) atau arbiter (untuk arbitrase);
6. khusus untuk arbitrase: tuntutan beserta rinciannya; dan daftar calon saksi/saksi ahli harus
sudah diajukan pada saat pendaftaran perkara;
7. membayar biaya pendaftaran;
8. pernyataan bahwa pemohon akan tunduk pada pendapat mengikat BAPMI, atau kesepakatan
damai yang akan dicapai dalam mediasi, atau putusan arbitrase.

Selanjutnya proses pemberian pendapat mengikat dan mediasi berlangsung paling lama 30 hari
kerja, sedangkan arbitrase paling lama 180 hari kerja, dengan menggunakan peraturan dan acara
BAPMI sendiri.

Biaya berperkara di BAPMI terdiri dari 3 macam:

Pertama, biaya pendaftaran, sebesar Rp. 1.600.000,- yang dibayar pada saat mendaftarkan
permohonan.

Kedua, biaya pemeriksaan, yaitu biaya untuk melaksanakan sidang, hearing, memanggil saksi-
saksi, yang ditanggung at cost oleh para pihak.

Ketiga, biaya layanan profesional BAPMI (professional services fee), adalah ongkos atas jasa
yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak dengan BAPMI, atau
dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari nilai sengketa.

Para pihak dalam mediasi dan pendapat mengikat dapat membuat kesepakatan bagaimana
pembagian beban biaya berperkara di antara mereka. Sedangkan pada arbitrase agak berbeda.
Mengingat arbiter akan memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka pada
prinsipnya pihak yang dinyatakan bersalah yang akan menanggung seluruh biaya arbitrase.

9
Apabila tuntutan dikabulkan sebagian, biaya ditanggung oleh para pihak dalam pembagian beban
yang dianggap adil oleh arbiter.

B. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Mediasi


Menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA 1/2016) bahwa mediasi merupakan
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para
Pihak dengan dibantu oleh Mediator8.

Pengaturan mediasi dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3), (4), dan (5) UU
30/1999 tentang Arbitrase bahwa terhadap sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui
negosiasi, maka penyelesaian sengketa diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang
melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif,
sehingga dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka
sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar. Mediasi juga dapat diartikan sebagai
upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang
bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang
sebagai fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran
dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.

Mediasi merupakan suatu proses perdamaian yang dilakukan oleh para pihak yang
bersengketa dan dibantu penyelesaiannya oleh seorang mediator demi tercapainya hasil akhir
yang adil atau win-win solution, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap
efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela. yang
disengketakan.

Menurut menurut Priyatna Abdurrasyid, mediasi merupakan suatu proses damai dimana para
pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator untuk mencapai

8
Pasal 1 angka (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

10
hasil akhir yang adil tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi efektif dan diterima
sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa secara sukarela9.

Tidak sebagaimana halnya seorang hakim atau arbiter, seorang mediator tidak dalam posisi
(tidak mempunyai kewenangan) untuk memutus sengketa para pihak. Tugas dan kewenangan
mediator hanya membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang bersengketa dapat mencapai
suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang hal-hal yang disengketakan.

Alternatif penyelesaian sengketa termasuk arbitrase dapat diberi batasan sebagai sekumpulan
prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternatif atau pilihan atau suatu tatacara
penyelesaian sengketa melalui bentuk negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Semua tata
cara penyelesaian sengketa berdasarkan itikad baik dimana para pihak yang bersengketa
menyampaikan pokok persoalannya melalui jalurnya sendiri dengan cara bagaimana sengketa
akan diselesaikan melalui jalur mediasi atau jalur yang lain.

Apabila jalur mediasi yang dipilih oleh para pihak maka ada beberapa unsur dalam mediasi
yaitu adanya sengketa antara dua pihak atau lebih, adanya kemauan menyelesaiakn sengketa
melalui mediasi, adanya mediator. Akan tetapi dalam hal ini tugas mediator hanya memberikan
saran-saran atau tidak sebagaimana halnya seorang hakim atau arbiter, seorang mediator tidak
dalam posisi (tidak mempunyai kewenangan) untuk memutus sengketa para pihak. Tugas dan
kewenangan mediator hanya membantu dan memfasilitasi pihak- pihak yang bersengketa dapat
mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang hal-hal yang
disengketakan.

Salah satu jiwa hukum adalah keadilan. Tidak kelebihan jika dibilang produk hukum adalah
salah satu sarana untuk menciptakan dan mendapatkan rasa keadilan bagi masyarakat. Oleh
karena itu hukum yang baik harus mempunyai nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Sehingga
peraturan mediasi dibuat dalam rangka menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat terutama
adalah nasabah10.

9
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif hlm. 17.

10
Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT. Telaga Ilmu
Indonesia, hlm. 212

11
Ruang lingkup Mediasi hanya dapat dilaksanakan dan dipergunakan sebagai cara
penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan (Out-of court Settlement) untuk sengketa perdata
yang timbul diantara para pihak, dan bukan perkara pidana maupun Tata Usaha Negara.
Sehingga, setiap sengketa perdata dibidang perbankan (termasuk yang diatur dalam PBI
No.8/5/PBI/2006) dapat diajukan dan untuk diselesaikan melalui Lembaga Medasi Perbankan.
Akan tetapi untuk perkara pidana dan mungkin juga sengketa Tata Usaha Negara seringkali
dalam praktek dipergunakan dengan jalan musyawarah mufakat (melelui mediasi), akan
dituangkan dalam suatu perjanjian perdamaian, dan dipahami juga bahwa walau para pihak tidak
dapat dibenarkan membuat perjanjian perdamaian bagi perkara pidana mereka dapat
menggunakan perjanjian perdamaian atas sengketa perdata mereka sebagai dasar untuk dengan
itikad baik sepakat tidak melanjutkan perkara pidana yang timbul diantara mereka dan/atau
mencabut laporan perkara pidana tertentu, sebagaimana dimungkinkan11.

Berdasarkan penjelasan mediasi tersebut, dapat disimpulkan beberapa karakteristik mediasi,


yaitu:

1. Penyelesaian sengketa sukarela (berdasar kesepakatan para pihak);.


2. Adanya intervensi atau bantuan pihak ketiga yang tidak berpihak atau netrai;
3. Pengambiian keputusan oleh para pihak sendiri secara konsensus;
4. Partisipasi aktif pihak ketiga (mediator).

Adapun penyelesaian sengketa pasar modal syariah bisa melalui BAPMI dimana mediasi
yang dilakukan oleh BAPMI adalah cara penyelesaian masalah melalui perundingan di antara
para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen yang
disebut mediator. 12

Sifat mediator adalah fasilitator pertemuan guna membantu masing-masing pihak memahami
perspektif, posisi, dan kepentingan pihak lain sehubungan dengan permasalahan yang tengah
dihadapi dan bersama-sama mencari solusi penyelesaiannya.

11
Felix Oentoeng Soebagjo, “Mediasi sebagai alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Perbankan”,
http://www.bakti-arb.org/pdf/PelaksanaanMediasi_FelixSoebagjo.pdf, diakses tanggal 1 November 2016
12
https://idxchannel.okezone.com/read/2015/01/05/278/1088106/menyelesaikan-persengketaan-di-pasar-modal

12
Tujuan dari Mediasi adalah dicapainya perdamaian di antara para pihak yang bermasalah.
Proses mediasi yang dilakukan BAPMI berlangsung selama 14 hari kerja dalam pertemuan
(hearing) tertutup untuk umum yang dilaksanakan di tempat yang ditetapkan oleh BAPMI atau
tempat lain yang disepakati oleh para pihak.

C. Penyelesaian Sengketa Investasi dan Pasar Modal Syariah di Lembaga Pengadilan


Agama
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan di mata pelaku bisnis seringkali menimbulkan
permasalahan, sehingga menjadi kekurangan bagi penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi
tersebut yaitu: proses yang lama, tahapan penyelesaian yang lama dan panjang (tingkat pertama,
banding, kasasi dan peninjauan kembali), biaya yang tinggi (legal cost), persidangan terbuka
padahal dalam kegiatan bisnis kerahasiaan diutamakan, hakim yang kurang menguasai substansi
permasalahan, adanya citra dunia peradilan di Indonesia yang tidak begitu baik.13

Kewenangan Peradilan Agama ada tiga yang merupakan kewenangan baru, diantaranya
kewenangan menyelesaikan perkara zakat, infaq, dan sengketa ekonomi syariah. Pasal 49 UU
3/2006, menyebutkan yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan,
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, meliputi :

a. Bank Syari’ah,
b. Asuransi syariah,
c. Reasuransi syari’ah,
d. Reksadana syariah,
e. Obligasi syari’ah (sukuk) dan surat berharga berjangka menengah syari’ah,
f. Sekuritas syari’ah,
g. Pembiayaan syari’ah,
h. Pegadaian syari’ah,
i. Dana pensiun syari’ah,
j. Bisnis syari’ah dan
k. Lembaga keuangan mikro syari’ah.

13
Moch Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional Dan Modern
(Online) (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011).

13
Dari ketentuan diatas terdapat beberapa kegiatan ekonomi yang tersedia di pasar modal
syariah seperti obligasi syariah (sukuk) dan surat berharga berjangka menengah syariah. Secara
yuridis Pasal 49 huruf (i) UU 3/2006 tersebut memberikan kewenangan absolut bagi Peradilan
Agama untuk bisa menerima, mengadili dan memutuskan perkara-perkara pasar modal syariah
sebagai bagian dari cabang muamalat keislaman.

Dari ketentuan Pasal 49 UU 3/2006, dapat dipahami bahwa kewenangan Pengadilan Agama
dibidang pasar modal syariah baru sebatas pengertian bahwa pasar modal syariah merupakan
bagian dari ekonomi syariah yang menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama. Ada empat
hal yang dapat dikemukakan sebagai batas ruang lingkup dan jangkauan Pengadilan Agama di
bidang perbankan syariah termasuk juga pasar modal syariah.14 Keempat hal tersebut yaitu:

1. Kewenangan Meliputi Semua Perkara di Bidang Perdata

Dari redaksi Pasal 49 UU 3/2006 ini dapat dipahami bahwa perkara atau sengketa yang
menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama adalah perkara atau sengketa dibidang hukum
perdata (private law) saja. Dengan demikian, dari ketiga bidang hukum yang mengatur aktivitas
operasional pasar modal syariah (hukum perdata, hukum pidana dan hukum tata negara), hanya
perkara atau sengketa dibidang hukum perdata saja yang termasuk dalam ruang lingkup
kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk mengadilinya.

2. Kewenangan Meliputi Sengketa Antara Pihak Non Islam

Dalam Pasal 49 UU 3/2006 terdapat asas penundukan diri terhadap hukum islam. Maksud
kalimat “diantara orang-orang yang beragama islam”, adalah termasuk orang atau badan hukum
yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum islam mengenai hal-
hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai ketentuan pasal ini. Dengan demikian,
kewenangan pengadilan agama meliputi sengketa yang terjadi antara orang islam dengan non
islam sekalipun, sepanjang mereka menundukkan diri terhadap hukum islam dalam hal yang
menjadi kewenangan lingkungan peradilan agama tersebut.

3. Tidak Menjangkau Klausula Arbitrase

14
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Pengadilan Agama Dan Mahkamah
Syariah (Jakarta: Kencana, 2012).

14
Kewenangan Pengadilan Agama dalam pasar modal syariah tidak menjangkau sengketa
perjanjian yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Pranata arbitrase merupakan pranata
penyelesai sengketa di luar badan peradilan Negara yang diberi kewenangan oleh undang-
undang untuk menyelesaikan perkara atau sengketa yang terjadi antara anggota masyarakat atas
dasar perjanjian atau kesepakatan yang telah mereka buat sebelumnya dalam suatu perjanjian
arbitrase.

4. Kewenangan Meliputi Putusan Arbitrase Syariah

Kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang pasar modal syariah juga meliputi putusan
arbitrase syariah. Kewenangan meliputi putusan arbitrase syariah ini tidak sepenuhnya dapat
dilaksanakan karena ketentuan aturan yang mengaturnya masih perlu dilakukan harmonisasi.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 59 ayat (1) UU 48/2009 yang menyatakan bahwa “yang
dimaksud dengan arbitrase dalam ketentuan ini termasuk juga arbitrase syariah”. SEMA8 Tahun
2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariahdianggap bertentangan dengan UU48
Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman Pasal59 ayat(3), danSEMA Nomor8 Tahun 2008
tersebut telah dinyatakantidak berlaku lagi oleh SEMA 8 Tahun 2010.

Berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU 48/2009 ini, eksekusi atas putusan arbitrase
syariah masih menjadi kewenangan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Padahal
idealnya, agar suatu peraturan perundang-undang dapat bekerja harmonis, maka kewenanangan
tersebut hendaknya juga menjadi kewenangan Pengadilan Agama bersamaan dengan
kewenangan menyelesaikan sengketa di bidang pasar modal syari’ah.

Kewenangan Pengadilan Agama dalam menerima, memeriksa dan memutus sengketa pasar
modal syariah tentu akan berdampak pada beberapa hal, diantaranya:15

1) Pentingnya peningkatan kualitas wawasan pengetahuan aparatur peradilan agama itu sendiri
dalam bidang pasar modal syariah. Aparatur pengadilan agama baik jurusita, panitera
maupun hakim harus menguasai tentang ilmu ekonomi pada umumnya dan pengetahuan
tentang pasar modal syariah khususnya, disamping harus menguasai hukum acaranya.

15
Mul Irawan, “Penguatan Kerangka Hukum Terkait Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Syariah Pada Pengadilan
Agama”, Volume 5, Nomor 3, November 2016.

15
Asumsi itu sangat rasional, sebab ketika terdapat kasus tentang pasar modal syariah jangan
sampai ada aparatur pengadilan agama yang tidak mengetahui dan belum memahami pasar
modal syariah dan prosedur penyelesaiannya, dan bahkan sangat ditekankan kepada para
hakim yang secara langsung akan berhadapan dengan sengketa pasar modal syariah, sehingga
hakim tidak ada lagi yang tidak paham dengan materi hukum pasar modal syariah itu sendiri.
Merupakan suatu keniscayaan sosok hakim selalu memperkaya pengetahuan dan
wawasannya serta mengasah intelegensinya, karena bagaimanapun hakim harus
mempertanggungjawabkan apa yang telah menjadi ijtihadnya sehingga putusannya harus
dianggap benar dan memenuhi unsur keadilan (res judikata pro veritate habetur).
2) Kendala penyelesaian sengketa pasar modal syariah di Pengadilan Agama akan mengalami
beberapa hambatan teknis, meliputi:
a. Masih kurangnya yurisprudensi penyelesaian sengketa pasar modal syariah sehingga
aparaturPengadilan Agama belum mempunyai cukup referensi dalam penyelesaian
sengketa pasar modal syariah.
b. Kejahatan-kejahatan yang terjadi dipasar modal umumnya sangat sulit dibuktikan
sehingga akan sangat sulit bagi hakim pengadilan agama dalam memeriksa dan
memutus perkara.
c. Kejahatan ini sulit dibuktikan karena memang dilakukan secara profesional oleh
pihak lainnya yang bersembunyi di balik korporasi dan rekening efek, sehingga dapat
mengakibatkan salah sasaran bagi pihak penggugat dalam menentukan pihak
tergugat.
d. Sebagaimana pada pasar modal konvensional, praktek pasar modal syariah juga
bergantung pada mekanisme elektronis. Kesulitan akan muncul karena alat bukti
elektronis masih sulit diterima oleh sistem hukum Indonesia

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai tindakan menjaga stabilitas pasar modal syariah dan tindakan preventif dalam
mengurangi sengketa pasar modal syariah, mutlak diperlukannya perangkat perundang-undangan
yang mengatur mengenai pasar modal syariah yang diharapkan dapat memberi kontribusi positif
bagi penegakan hukum di dalam memberi jaminan dan kepastian hukum kepada pelaku pasar
modal syariah.
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur
berbagai bentuk pelanggaran dan tindakan pidana pasar modal beserta sanksi bagi pelakunya,
maka dalam hal pasar modal syariah, diperlukan kaidah hukum yang mengatur bentuk
pelanggaran, kecurangan dan kejahatan di pasar modal dengan karakteristik nilai-nilai syariah.
Sengketa pasar modal syariah yang terjadi masih sangat jarang berakhir di pengadilan Agama
dan sering berakhirnya di badan arbitrase. Seharusnya kasus pelanggaran ini harus lebih
konsisten ditangani dan berakhir di pengadilan Agama sebagaimana amanat undang-undang.
Untuk itu diperlukan peningkatan budaya hukum melalui sosialisasi dan perluasan kewenangan
Pengadilan Agama sebagai institusi yang diamanatkan oleh undang-undang untuk penyelesaian
sengketa pasar modal syariah.
Diperlukan pula pembatasan kewenangan lembaga arbitrase ekonomi syariah dalam
menerima, memeriksa dan memutus perkara pasar modal syariah, sepanjang sengketa tersebut
menyangkut persoalan perdata.
Dalam perspektif hukum, ekonomi syariah berbasis bidang fiqh muamalah yang secara
teoritis bukan barang baru bagi hakim pengadilan agama. Akan tetapi ekonomi syariah dalam
tataran aplikasinya dewasa ini baik dalam skala domestik maupun global merupakan kegiatan
perekonomian yang relatif baru. Relevan dengan hal tersebut, perlu dilakukan pembenahan
struktur hukum dan kelembagaan melalui peningkatan profesionalisme hakim dan aparatur
peradilan agama lainnya. Hakim dan aparatur pengadilan agama dituntut untuk lebih mendalami
dan menguasai hukum yang berkaitan dengan pasar modal syariah. Walaupun hakim pengadilan

17
agama telah memiliki latar belakang pendidikan hukum Islam, akan tetapi peningkatan
kompetensi penanganan sengketa pasar modal syariah perlu ditingkatkan.
Mengurangi kendala dalam penyelesaian sengketa pasar modal syariah di Pengadilan Agama
melalui penyediaan yurisprudensi dan referensi yang dapat dijadikan hakim dan aparatur
peradilan agama sebagai pedoman dalam penyelesaian sengketa pasar modal syariah.

B. Saran
Dengan tersusunnya makalah ini, harapan penulis adalah agar makalah ini dapat dijadikan
referensi didalam mengkaji dalam masalah hukum insvestasi dan pasar modal syariah khusunya
dalam penyelesaian sengketa investasi di lembaga arbitrse, mediasi dan pengadilan agama yang
menjadi salah satu proses penyelesaian sengketa yang dapat dialami oleh masyarakat luas.
Sehingga dapat diimplementasikan didalam masyarakat. Adapun kritik dan saran dalam materi
yang telah penulis paparkan didalam makalah ini, penulis terima demi kebaikan makalah ini
dikemudian hari.

18
DAFTAR PUSTAKA

R. Subekti. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Binacipta Subekti, 1992.

Satjipto Rahardjo. “Hukum Progresif (Penjelajahan Suatu Gagasan).” Majalah Hukum


Newsletter Nomor 59. Jakarta, Desember 2004.

Soemitra, Andri. Masa Depan Pasar Modal Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Group, 2014.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2007.

Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT.


Citra Aditya Bakti, 2003.

Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional Dan Modern (Online).

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta:
Kencana, 2014

Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT.
Telaga Ilmu Indonesia

http://www.bakti-arb.org/pdf/PelaksanaanMediasi_FelixSoebagjo.pdf, diakses tanggal 1


November 2016

https://idxchannel.okezone.com/read/2015/01/05/278/1088106/menyelesaikan-
persengketaan-di-pasar-modal

19

Anda mungkin juga menyukai