Anda di halaman 1dari 12

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

ARBTRASE WIRA LESTARI,M.H

MAKALAH

PROSEDUR ARBITRASE

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD ALIF SEPTIANTO (12020215899)

NOVIA SAFITRI (12020226257)

RAHIMUL WIKI (11820212962)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TP. 2022/2023
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul prosedur Arbitrase ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas arbitrase. Selain itu makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan .

Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada bapak/ibu dosen selaku dosen yang telah
memberikan tugas ini sehinggadapat menambah pengetahuan atau wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang
telah membagi sebagai pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari,makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu,kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,03 Januari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….…………......ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….……….ii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………........1

1. LATAR BELAKANG…………………………………………………………...….…....1
2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………....1
3. TUJUAN …………………………………………………………………………...…………...1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………....2

1. Pengertian Arbitrase………………………………………….………….……..…………2
2. Prosedur Arbitrase………………………………….…………………………..…………3

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………..8

1. KESIMPULAN…………………………………………………………………………...…….8
2. SARAN…………………………………………………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Arbitrase, baik nasional maupun internasional memiliki peran dan fungsi yang makin lama makin
penting dalam kerangka proses penyelesaian sengketa. Khusus bagi Indonesia sebagai negara niaga
kecil yang telah memastikan diri untuk memasuki arena ekonomi dunia yang terintegrasi, arbitrase
sangat penting karena tidak ada pengadilan dunia yang dapat menangani sengketa-sengketa komersial
yang terjadi dari perdagangan internasional. Arbitrase merupakan salah satu model penyelesaian
sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia.
Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian sengketa komersial yang reliable,
efektif, dan efisien.

Kontrak-kontrak bisnis antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional terus berlangsung dan
semakin terbuka luas. Fenomena itu telah berdampak terhadap peran pengadilan negeri sebagai lembaga
tempat menyelesaikan sengketa. Pengadilan negeri dianggap kurang mampu memenuhi tuntutan
percepatan yang selalu dituntut oleh para pengusaha, termasuk dalam soal penyelesaian sengketa yang
dihadapi, sehingga pihak-pihak dalam bisnis menganggap tidak efektif jika sengketanya diselesaikan
melalui pengadilan negeri. Di lain pihak, persoalan utama yang dihadapi lembaga peradilan adalah cara
pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi
hukum. Hakim hanya menangkap apa yang disebut "keadilan hukum" (legal justice), tetapi gagal
menangkap "keadilan masyarakat" (social justice). Hakim telah meninggalkan pertimbangan hukum
yang berkeadilan dalam putusan-putusannya. Akibatnya, kinerja pengadilan sering disoroti karena
sebagian besar dari putusan-putusan pengadilan masih menunjukkan lebih kental "bau formalisme-
prosedural" ketimbang kedekatan

2. Rumusan Masalah
A. Apa itu Arbitrase ?
B. Bagaimana Prosedur Arbitrase ?
3. Tujuan
A. Untuk mengetahui Arbitrase
B. Untuk Mengetahui prosedur Arbitrase

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Arbitras
Arbitrase adalah Penyelesaian masalah atau sengketa perdata diluar peradilan hukum. Sesuai yang
tertuang pada pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 30 Tahun1999 Tentang Arbitrase dan alternative
penyelesaian sengketa. Menurut Abdul kadir, Arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa
kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu
keputusan arbiter akan final dan mengikat.
2. Prosedur Arbitrase
Untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui mekanisme arbitrase , di butuhkan kesepakatan antara
kedua pihak yang bersengketa (yang dapat dilakukan sebelum maupun setelah terjadinya
sengketa),Karena ini perjanjian tertulis harus dilakukan kedua pihak sebelum arbitrase.
Di Indonesia terdapat beberapa badan khusus yang memfasilitasi proses arbitrase, yaitu Badan
Arbitrase Nasional Indonesia( BANI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Bali
Internasional Arbitration And Mediation Centre ( BIAMC) dsb.
Pada prinsipnya masing-masing lembaga arbitrase memiliki prosedur sendiri dalam mengatur
mekanisme beracara di arbitrase yang bersangkutan atau yang dikenal dengan istilah Rule of Arbitration
meskipun dalam praktek masing-masing lembaga arbitrase membuka diri untuk menggunakan prosedur
lain yang disepakati para pihak . Secara umum prosedur yang harus dilakukan untuk permohonan proses
arbitrase adalah sebagai berikut.
1. Pendaftaran
Sebagai tahap awal pemohon dapat mengajukan pendaftaran permohonan arbitrase oleh pihak yang
memulai proses arbitrase kepada sekertariat lembaga arbitrase yang dipilih para pihak.

2. Permohonan Mengadakan Arbitrase ( Request For Arbitration)


Dalam mengajukan permohonan , pemohon harus menyertakan beberapa informasi :
 Nama dan alamat para pihak
 Perjanjian Arbitrase antara pihak yang bersengketa
 Fakta-fakta dan dasar Hukum kasus arbitrase
 Rincian Permasalahan
 Tuntutan atau Nilai tuntutan

2
3. Dokumen
Pemohon harus melampirkan salinan otentik yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan dan
salinan otentik perjanjian arbitrase, dan dokumen lain yang relevan. Apabila ada dokumen yang
akan menyusul ,pemohon harus konfirmasi mengenai dokumen susulan tersebut.

4. Penunjukan Arbite
a. Pemohon menunjuk seorang arbiter sebagai pihak ketiga yang neutral paling lama 30 hari
terhitung sejak permohonan didaftarkan. Jika pemohon tidak dapat menunjuk arbiter maka
penunjukan mutlak telah diserahkan kepada lembaga arbitrase yang di pilih.
b. Ketua lembaga arbitrase berwenang atas permohonan untuk memperpanjang waktu penunjukan
arbiter dengan alasan-alasan yang sah tidak melebihi 14 hari.

5. Biaya Arbiter
Permohonan mengadakan arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran . Biaya
pendaftaran dibayarkan saat melakukan permohonan sebesar 2.000.0000 Sementara untuk biaya
administrasi lebih beragam tergantung besar tuntutan.
Mengingat besarnya biaya dalam proses arbitrase ditentukan berdasarkan nilai tuntutan ,maka
dalam praktek para pihak pada umumnya hanya menuntut hal-hal yang dapat dibuktikan secara sah
sebagai hak nya,termasuk namun tidak terbatas memasukan biaya advokat yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketayang terjadi.
Hanya saja terkait gugatan immaterial dalam arbitrase pada prakteknya hampir tidak pernah
digunakan karena gugatan immaterial sulit untuk dibuktikan besarnnya.

Contoh Kasus Penyelesaian Arbitrase

Indonesia pernah melakukan penyelesaian arbitrase dengan pihak asing. Sengketa tersebut melibatkan
2 perusahaan asing langsung yaitu Churchill Mining dan Planet Mining. Proses arbitrase diselesaikan secara
internasional dan dibantu oleh Investor state dispute settlement (ISDS) serta International Centre for
Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Churchill Mining dan Planet menggugat Pemerintah Indonesia di ICSID sebesar USD 2 miliar akibat
serangkaian tindakan Pemerintah Indonesia yang mencabut Kuasa Pertambangan atau Izin Usaha

3
Pertambangan oleh Bupati Kutai Timur. Penggugat berpendapat bahwa Indonesia melanggar ketentuan P4M
RI-Inggris.

Dalam proses persidangan, terbukti bahwa Churchill Mining dan Planet Mining melakukan pemalsuan
dokumen perizinan, sehingga dapat dikatakan bahwa mereka menjalankan investasi ilegal. Indonesia
memenangkan sengketa ini Churchill Mining dan Planet Mining mendapatkan hukuman dengan membayar
ganti rugi biaya perkara kepada Indonesia sebesar USD 8,7 juta

Peraturan dan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Ruang Lingkup

Pasal 1. Kesepakatan Arbitrase

Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat membawa sengketa
yang timbul diantara mereka sehubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke
arbitrase di hadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (“BANI Arbitration Center”), atau menggunakan
Peraturan dan Prosedur BANI, maka sengketa tersebut diselesaikan di bawah penyelenggaraan BANI
berdasarkan Peraturan tersebut, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara
tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat
memaksa dan kebijakan BANI. Mengutamakan Penyelesaian sengketa secara damai melalui Arbitrase di
BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan nonkonfrontatif.

Pasal 2. Peraturan dan Prosedur yang berlaku

1. Peraturan dan Prosedur ini berlaku terhadap arbitrase yang diselenggarakan oleh BANI. Dengan menunjuk
BANI dan/atau memilih Peraturan dan Prosedur BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam
perjanjian atau sengketa tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui
Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap
putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase atau Arbiter Tunggal berdasarkan Peraturan dan Prosedur
BANI.

2. Apabila Peraturan dan Prosedur ini tidak mengatur secara khusus mengenai sesuatu ketentuan yang terkait
dengan penyelenggaraan arbitrase, ketentuan tersebut akan ditentukan oleh Majelis Arbitrase atau Arbiter
Tunggal yang memeriksa sengketa tersebut.

4
Ketentuan-ketentuan Umum

Pasal 3. Definisi

Kecuali secara khusus ditentukan lain, maka istilah-istilah di bawah

ini berarti:

A. “BANI” adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbitration Center) yang didirikan
berdasarkan Surat Keputusan KADIN Indonesia Nomor: SKEP/152/DPH/1977, tanggal 30 November 1977;

B. “Dewan Pengurus” adalah Dewan Pengurus BANI;

C. “Ketua” adalah Ketua BANI, kecuali dan apabila jelas dinyatakan bahwa yang dimaksud adalah Ketua
Majelis Arbitrase;

D. “Majelis Arbitrase” atau “Majelis”, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah Majelis yang
dibentuk menurut Peraturan dan Prosedur BANI dan terdiri atas tiga atau lebih arbiter;

E. “Arbiter Tunggal” baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah Arbiter yang dibentuk menurut
Peraturan dan Prosedur BANI;

F“Para Pihak” berarti Pemohon dan Termohon;

G. “Pemohon” berarti dan menunjuk pada satu atau lebih Pemohon atau para pihak yang mengajukan
permohonan arbitrase; “Termohon” berarti dan menunjuk pada satu atau lebih Termohon atau para pihak
terhadap siapa permohonan arbitrase ditujukan;

I.“Permohonan Mengadakan Arbitrase” berarti permohonan Pemohon kepada BANI untuk berarbitrase.

J. “Permohonan Arbitrase” berarti permohonan Pemohon berupa gugatan dalam proses arbitrase.

K. “Pencabutan Permohonan Arbitrase” adalah permohonan untuk dihentikannya suatu prosesarbitrase


yang diajukan oleh Pemohon

L. Penghapusan Permohonan Arbitrase” adalah penghentian suatu proses arbitrase oleh Dewan Pengurus;

M. “Putusan”, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah setiap putusan yang ditetapkan oleh Majelis
Arbitrase atau Arbiter Tunggal BANI, baik putusan sela ataupun putusan akhir/final dan mengikat;

N. “Undang-Undang” berarti dan menunjuk pada Undang-undang Republik Indonesia tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa;

5
O. “Peraturan dan Prosedur” berarti dan menunjuk pada semua ketentuan dalam Peraturan dan Prosedur
BANI yang berlaku pada saat dimulainya penyelenggaraan arbitrase;

P. “Sekretariat” berarti dan menunjuk pada organ administratif BANI yang bertanggung jawab dalam hal
pendaftaran permohonan arbitrase dan hal-hal lain yang bersifat administratif dalam rangka penyelenggaraan
arbitrase;

Q. “Sekretaris Majelis” berarti dan menunjuk pada sekretaris majelis yang ditunjuk oleh BANI untuk
membantu penyelenggaraan arbitrase bersangkutan;

R. “Dokumen”, baik dibuat dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah meliputi dokumen-dokumen yang
ditulis atau dicetak di atas kertas, serta dokumen-dokumen yang dibuat dan/atau dikirimkan secara elektronis
atau dalam bentuk komunikasi lainnya;

S. “Hari” adalah hari kalender.

Pasal 4. Pengajuan, Pemberitahuan Tertulis dan Batas Waktu

1. Pengajuan komunikasi tertulis dan jumlah salinan

Semua pengajuan komunikasi tertulis yang akan disampaikan setiap pihak, bersamaan dengan setiap dan
seluruh dokumen lampirannya, harus diserahkan kepada Sekretariat BANI untuk didaftarkan dengan jumlah
salinan yang cukup untuk memungkinkan BANI memberikan satu salinan kepada masingmasing pihak,
arbiter yang bersangkutan dan untuk disimpan di Sekretariat BANI. Untuk maksud tersebut, para pihak
dan/atau kuasa hukumnya harus menjamin bahwa BANI pada setiap waktu memiliki alamat terakhir dan
nomor telepon, faksimili, email yang bersangkutan untuk komunikasi yang diperlukan. Setiap komunikasi
oleh Majelis Arbitrase atau Arbiter Tunggal kepada para pihak haruslah disertai salinannya kepada
Sekretariat dan setiap komunikasi yang dikirim para pihak kepada Majelis Arbitrase harus disertai salinannya
kepada pihak lainnya dan Sekretariat.

2. Komunikasi dengan Majelis Arbitrase

Apabila Majelis Arbitrase atau Arbiter Tunggal telah dibentuk, setiap pihak tidak boleh melakukan
komunikasi dengan satu atau lebih arbiter dengan cara bagaimanapun sehubungan dengan permohonan
arbitrase yang bersangkutan kecuali: (i) dihadiri juga oleh atau disertai pihak lainnya dalam hal berlangsung

6
komunikasi lisan; (ii) disertai suatu salinan yang secara bersamaan dikirimkan ke para pihak atau pihak-pihak
lainnya dan kepada Sekretariat (dalam hal komunikasi tertulis).

3. Pemberitahuan

Setiap pemberitahuan yang perlu disampaikan berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini, kecuali Majelis
Arbitrase atau Arbiter Tunggal menginstruksikan lain, harus disampaikan langsung,melalui kurir, faksimili
atau e-mail dan dianggap berlaku pada tanggal diterima atau apabila tanggal penerimaan tidak dapat
ditentukan, pada hari setelah penyampaian dimaksud. Apabila alamat Termohon tidak dapat ditemukan,
pemberitahuan dapat disampaikan melalui Kelurahan tempat domisili terakhir Termohon yang diketahui
berdasarkan informasi dari Pemohon.

4. Perhitungan Waktu

Jangka waktu yang ditentukan berdasarkan Peraturan danProsedur ini atau perjanjian arbitrase yang
bersangkutan, dimulai pada hari setelah tanggal dimana pemberitahuan atau komunikasi dianggap berlaku,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan dan Prosedur Pasal 4 ayat (3) di atas. Apabila tanggal berakhirnya
suatu pemberitahuan atas batas waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur nasional di Indonesia, maka
batas waktu tersebut berakhir pada hari kerja berikutnya setelah hari Minggu atau hari libur tersebut
Penyelesaian cepat Dengan mengajukan penyelesaian sengketa kepada BANI sesuai Peraturan dan Prosedur
ini maka semua pihak diharapkan sepakat bahwa sengketa tersebut harus diselesaikan dengan itikad baik
secepat mungkin dan bahwa tidak akan ditunda atau adanya langkah-langkah lain yang dapat menghambat
proses arbitrase yang lancar dan adil.

6. Batas Waktu Pemeriksaan Perkara

Kecuali secara tegas disepakati para pihak, pemeriksaan perkara akan diselesaikan dalam waktu paling
lambat 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal Majelis Arbitrase atau Arbiter Tunggal terbentuk.
Dalam keadaan-keadaan khusus dimana sengketa bersifat sangat kompleks, Majelis Arbitrase atau Arbiter
Tunggal berhak memperpanjang batas waktu melalui pemberitahuan formal kepada para pihak.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Arbitrase adalah Penyelesaian masalah atau sengketa perdata diluar peradilan hukum. Sesuai yang
tertuang pada pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 30 Tahun1999 Tentang Arbitrase dan alternative
penyelesaian sengketa. Menurut Abdul kadir, Arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa
kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu
keputusan arbiter akan final dan mengikat dan memiliki beberapa prosedur arbitrase
1. Pendaftaran
2. Permohonan mengadakan Arbitrase ( Request For Arbitration)
3. Dokumen
4. Penunjukan Arbiter
5. Biaya Arbiter

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak
terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya ,materi dan penyusunannya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik,saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah
ini.

8
Daftar pustaka

Buku Widijwati,Rr. Dijan Hukum Dagang, ed. 1. 2012. Yogyakarta: Cv.Andi Offset

Husni, lalu Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial Melalui Pengadilan dan diluar
Pengadilan,cet.1.2004.Jakarta:Raja Grafindo.
Fuady,Munir.Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. 2000. Bandung : Citra
Adiya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai