Anda di halaman 1dari 12

CONTRACT DRAFTING

ARBITRASE

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Contract Drafting”

Dosen Pengampu : Phani Annisatul Hidayah.,S.Sy.,M.H

Disusun:

Ida Sri Mulyani (211980005)

Ahmad Ismail (211001029)

Mochammad Akbar A (211981020)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH NAHDLATUL
ULAMA GARUT
2023
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridha Allah SWT, karena
tanpa rahmat & ridha-Nya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai
tepat waktu

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Phani Annisatul Hidayah selaku dosen
pengampu Contract Drafting yang membingbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal
mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang Arbitrase

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Garut, Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1

C. Tujuan ......................................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2

A. Pengertian Arbitrase.................................................................................................................... 2

B. Proses Arbitrase .......................................................................................................................... 5

C. Arbitrase Internasional .............................................................................................................. 12

D. Perangkat Hukum Bagi Kontrak ............................................................................................... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 17

A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah ditemukan sebelumnya (pada Bab V) bahwa arbitrase adalah salah satu alternatif
penyelesaian sengketa bagi para pihak. selain musyawarah/mufakat dan lembaga peradilan. dan
tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini semakin banyak pelaku bisnis yang memilih arbitrase
sebagai penyelesaian sengketa yang dihadapi.

Dunia dagang (bisnis), terutama internasional selalu takut untuk berperkara dihadapan badan-
badan peradilan. ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara yang maju maupun yang masih
berstatus negara berkembang. para pedagang/pelaku bisni pada umumnya takut untuk berperkara
bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan di semua negara. Terlebih lagi dalam keadaan
sistem sistem peradilan di negara kita Berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun
lamanya.

Dengan perkembangan dunia usaha dan perkembangan lalu lintas di bidang perdagangan,
baik nasional maupun internasional serta perkembangan hukum pada umumnya, maka peraturan
yang terdapat pada Regiemen Acara Perdata (Regiement op de Rechtsvordering) yang dipakai
sebagai pedoman arbitrase sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu disesuaikan karena pengetahuan
dagang bersifat internasional sudah merupakan kebutuhan conditio sine qua non,sedangkan hal
tersebut tidak diatur dalam Regiement op de Rechtsvordering.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang diatas penulis dapat merumuskan permasalahan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Apa itu Arbitrase ?


2. Bagaimana Proses Arbitrase ?
3. Bagaimana Arbitrase Internasional?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah diatas penulis dapat menjabarkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui apa itu Arbitrase


2. Mengetahui Proses Arbitrase
3. Mengetahui Arbitrase Internasional

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase

Arbitrase berasal dari kata arbitare (latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan
sesuatu kebijaksanaan. Jadi arbitrase ini sebenarnya adalah lembaga peradilan oleh hakim
partikelir/swasta (particuliere rechtspraak). Arbitrase menurut Subekti adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa
mereka akan tunduk kepada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim
yang mereka pilih atau tunjuk tersebut. sedangkan menurut Frank Elkouri dan Edan Alkouri
dalam How Arbitration Work, Menyebutkan.

Arbiration is a simple proceeding voluntarily chosen by parties who want a disput


determined by impartial judge of their own mutual selection, whose decision based on the
merits of the case, they agreed in davence to accept as final and binding

(Arbitrase adalah suatu acara sederhana yang dipilih secara bebas oleh para pihak yang
menghendaki masalahnya disesalkan oleh hakim yang bebas atau tidak memihak, yang
dipilih oleh mereka dan keputusannya di dasarkan pada keputusan dari masalahnya,yang
para pihak telah menyetujui sebelumnya bahwa putusan itu adalah final dan mengikat)

Tidak pelak lagi, kehadiran teknologi infornasi sekarang ini sedikitnya membawa 2 (dua)
implikasi. Implikasi itu berdampak di sektor ekonormi dan sektor hukum. Di sektor ekonomi
kehadiran internet cenderung membawa iklim yang makin transparan, efektif dan efisien. Di lain
pihak kehadiran internet pada sektor hukum memunculkan berbagai persoalan hukum yang
mendasar. Salah satu persoalan hukum tersebut adalah berkaitan dengan hukum kontrak. Sampai
saat ini. diakui bahwa aturan hukum kontrak konvensional belum mampu menjangkau sepenuhnya
terhadap model kontrak yang dilakukan secara elektronik (electronic contract) 2

Manfaat dari penyelesaian perkara atau sengketa melalui arbitrase ini adalah:
1. Hakim (partikelir) adalah pilihan para pihak dan sudah tentu merupakan orang yang ahli dalam
masalahnya.
2. prosesnya cepat apabila dibandingkan dengan peradilan negara, karena umumnya merupakan
putusan yang sudah final dan mengikat dan menurut pasal 620 Regiement op deBurgerlijik
Rechts Vedering (RV) paling lama 6 (enam) bulan harus sudah diselesaikan .
3. pengadilannya tidak terbuka untuk umum karena itu masalhnya dapat dirahasiakan.
4. Putusan arbitrase ini dapat dilaksanakan (eksekusi) di luar negeri (lihat New York Convention
1958, di mana Indonesia ikut serta pada tahun 1981) (Hardijan Rusli, op.cit.:143-144).

2
Sedangkan arbitrase menurut undang-undang Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang di dasarkan pada persetujuan Arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa,

Dari pengertian Arbitrase menurur Undang-undang Arbitrase ini lebih lanjut dapat
dikemukakan bahwa terdapat Persetujuan Arbitrase yang mendahului keinginan para pihak
untuk menyelesaikan sengketanya melalui (lembaga) arbitrase, Pada dasarnya perjanjian ini
dapat terwujud dalam bentuk suatu kesepakatan berupa:

1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu kontrak /perjanjian pokok yang dibuat para
pihak sebelumnya sengketa terjadi; atau
2. Suatu perjanjian arbitrasi tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbulnya sengketa.

Dengan mengacu pada konvensi-konvensi seperti: Convention of the Settlement of invesment


Between States and Nation of Other State atau Convention on the Recognition and Enforcement
of Foreign Arbitral Awords (Konvensi New York 1958) maupun berdasarkan ketentuan yang
terdapat dalam UNCITRAL Arbiration and Rules, maka dapat dikemukakan beberapa jenis
arbitrase, yaitu:

1. Arbitrase ad hoc; dan


2. Arbitrase Instituasional

Jenis Arbitrase ini merupakan macam arbitrase yang diakui eksistensi dan kewenangannya untuk
memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi antara para pihak yang mengadakan kontrak atau
perjanjian.

Arbitrase ad Hoc (Arbitrase volunteer) adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk
menyelesaikan dan memutus perselisihan tertentu . Arbitrase ini bersifat insidentil dan jangka
waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan. Arbitrase Institusional ini menyediakan jasa
administrase arbitrase yang meliputi pengawasan terhadap proses arbitrasi, aturan-aturan
prosedular sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter.
Dibandingkan dengan pengadilan konvensional, maka arbitrase mempunyai kelebihan
dan kekurangan. kekurangan mana sekaligus menjadi kelemahan dan kritikan terhadap arbitrase.
adapaun kelebihan dan kekurangan tersebut antara lain adalah (Munir Fuady, 2000:94-95).

Kelebihan-kelebihannya:
1. Prosedur tidak berbelit-belit dan keputusan dapat di capai dalam waktu relatif singkat.
2. Biaya lebih murah.
3. Dapat di hindara expose dari keputusan di depan umum.
4. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih Relax
5. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan di berlakukan oleh arbitrase
6. para pihak dapat memilih sendiri para arbiter.

3
7. dapat dipilih para arbiter dari kalangan ahli di bidangnya.
8. Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi
9. keputusan umumnya final dan binding (tanpa harus naik banding atau kasasi).
10. Keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan di eksekusi oleh pengadilan dengan
sedikit atau tanpa rivew sama sekali.
11. Proses atau prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas.
12. menutup kemungkinan untuk dilakukan “Forum Shopping”.

Kekurangan/Kelemahannya :
1. Hanya baik dan tersedia dengan baik terhadap perusahaan bonafide.
2. “Due Process” kurang terpenuhi
3. Kurangnya unsur “Finalty”
4. Kuranya “Power” untuk menggiring para pihak ke”Settlement”
5. Kurangnya “Power” untuk menghadirkan barang bukti, saksi dan lain-lain.
6. Kurangnya “Power” untuk hal “Law enforcemen” dan eksekusi.
7. Dapat menyembunyikan “dispute”dari “public scrurity”
8. Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat proventif
9. Kemungkinan timbul Keputusan yang saling bertentangan satu sama lain karena tidak ada
sistem “precedent”terhadap keputusan sebelumnya dan juga karena unsur fleksibilitas dari
arbiter karena itu, keputusan arbitrase tidak prediktif.
10. Kualitas keputusnya sangat bergantung pada kualitas para arbiter itu sendiri, tanpa ada norma
yang cukup untuk menjaga standar mutu keputusan arbitrasi. oleh karena itu, sering dikatakan
“An arbitrastion is as good as arbitrators”
11. Berakibat kurangnya upaya untuk mengubah sistem pengadilan konvensional yang ada.
12. Berakibat semakin tinggi rasa permusuhan kepada pengadilan.

B. Proses Arbitrase
Sebelum pihak-pihak yang bersengketa ingin menyelesaikan perkaranya pada arbitrase, maka
undang-undang arbitrase memberikan kesempatan untuk menggunakan beberapa kemungkinan atau
alternatif penyelesaian sengketa yang juga mendapat pengaturan dalam undang-undang tersebut. secara
lengkap alternatif-alternatif tersebut disebutkan dalam pasal 6 undang-undang arbitrase.

Dari ketentuan pasal 6 undang-undang arbitrase tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
setidaknya 4(empat) tahapan penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan. dengan kata lain, terdapat 3
(tiga) tahapan penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan sebelum para pihak menyelesaikan
sengketanyab pada tahap atau tingkat arbitrase pada tingkat inipun masih bisa memilih, apakan lembaga
arbitrase atau arbitrase ad hoc.
4
Tahapan-tahapan penyelesaian tersebut dapat di uraikan seperti berikut:
1. Tahap Pertama
Penyelesaian sengketa diupayakan dengan pertemuan langsung para pihak yang bersengketa,
dengan itikad baik dan dengan mengkesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri. penyelesaian sengketa untuk tahap ini diberikan waktu paling lama 14 (empat belas)
hari. Hasil penyelesaian sengketa ini harus dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis,
walaupun sengketa tidak dapat diselesaikan pada tahap ini.

2. Tahap Kedua
Penyelesaian sengketa tahap ini dilakukan apabila penyelesaian tahap pertama tidak dapat
diselesaikan. Dilakukan dengan jalan bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun berupa
upaya melalui seorang mediator. Seperti halnya dengan tahap pertama, Penyelesaian sengketa
untuk tahap kedua ini pun diberikan waktu paling lama 14 (empat belas) hari. Hasil
penyelesaian sengketa ini harus dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis, walaupun sengketa
tidak dapat diselesaikan pada tahap ini.

3. Tahap Ketiga
Penyelesaian Tahap ini dilakukan apabila penyelesaian kedua tidak dapat diselesaikan.
Dilakukan dengan jalan penunjukan seorang mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa (atas permintaan para pihak yang bersengkets). Paling lama 7
(tujuh) hari setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, usaha mediasi atau upaya tahap tiga ini sudah harus dimulai. dan
penyelesaian sengketa ini di beri waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

4. Tahap Keempat
Apabila upaya penyelesaian sengketa mulai tahap pertama sampai dengan tahap ketiga tidak
dapat tercapai, maka para pihak dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga
arbitrase atau arbitrase ad hoc, berdasarkan kesepakatan secara tertulis yang telah dibuat
sebelumnya.

Menurut Munir Fuady (2000;6), sungguh pun tidak disebut dengan tegas dalam pasal 6 Undang-
undang Arbitrase tersebut, para pihak tidak harus mengikuti prosedur alternatif penyelesaian
sengketa tahap/tingkat demi tingkat sampai keempat, tetapi dapat saja mengabaikan
tahap/tingkat tertentu. Bila pada akhirnya para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase, maka hal tersebut telah diberi ruang oleh undang-undang arbitrase, terutama
dalam bagian pertama : Syarat Arbitrase.

Pemeriksaan atas Sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak (majelis) arbiter terbentuk. Namun demikian dengan persetujuan para pihak
dan apabila diperlukan, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang (pasal 48) sebagaimana yang
disebutkan dalam pasal 33 bahwa (majelis) arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka
waktu tugasnya apabila :

1. Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
2. Sebagai akibat ditetapkan putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau
3. Dianggap perlu oleh (Majelis) arbiter untuk kepentingan pemeriksaan.

Putusan Arbitrase Harus Memuat:

1. Kepala Putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN


YANG MAHA ESA”
2. Nama lengkap dan alamat para pihak
3. Uraian singkat sengketa
4. Pendirian para pihak

5
5. Nama lengkap dan alamat arbiter
6. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbiter mengenai keseluruhan sengketa
7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majlis arbiter
8. Amar putusan
9. Tempat dan tanggal putusan
10. Tanda tangan arbiter atau majlis arbiter (pasal 54) putusan arbiter bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

C. Arbitrase Internasional

Menurut Munir Fuady (op.cit.:183-184) yang dimaksud arbitrase internasional oleh


Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 sebenarnya adalah “arbitrase asing”. Hal ini sejalan
dengan ketentuan dalam New York Convention (10 Juni 1958) yang memang mempersoalkan
eksekusi putusan arbitrase asing (foreign arbitrasl awards) , bukan hanya arbitrase
internasioanl. Bahkan dalam sejarah hukum arbitrase di Indonesia juga yang dikenal adalah
eksekusi putusan arbitrase asing. Hal ini terlihat misalnya dengan adanya keputusan Presiden
Nomor 34 Tahun 1981 yang mengesahkan berlakunya New York Convention tersebut , Maupun
dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1Tahun 1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Jika berbicara tentang Arbitrase Internasional (dalam arti sempit), yakni yang tidak
termasuk arbitrase nasional negara lain, maka seperti yang dimaksud dalam model hukum
arbitrase UNCITRAL, baru termasuk arbitrase internasional jika memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

1. Jika pada saat penandatanganan kontrak yang menjadi sengketa, para pihak
mempunyai tempat bisnis di negara yang berbeda
2. Jika tempat arbitrase sesuai dengan kontrak arbitrase berada di luar tempat bisnis
para pihak
3. Jika pelaksanaan sebagian besar kewajiban dalam kontrak berada di luar bisnis para
pihak, atau pokok sengketa sangat terkait dengan tempat yang berbeda diluar tempat
bisnis para pihak
4. Para pihak dengan tegas telah menyetujui bahwa pokok persoalan dalam kontrak
arbitrase berhubungan dengan lebih dari 1 (satu) negara.

Sedangkan dalam pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa


putusan arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan diwilayah hukum
Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbiter di suatu negara
yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multirateral, mengenai mengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
2. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan
yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum
perdagangan
3. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban
umum
4. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh
eksekusi dari pusat
5. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut
Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanyab dapat
dilaksanakansetelah memperoleh eksekusi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

6
Kemudian Ida Bagus Wyasa Putra (op.cit.:78-79) mengemukakan bahwa terdapat
kecendrungan pihak asing lebih memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa. hal
ini terutama tampak dalam praktek berkontrak anatara pihak asing yang berasal dari negara
maju dengan pihak kontrak yang berasal dari negara-negara berkembang.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa arbitrase institisional yang bersifat
Internasional atau arbitrase yang ruang lingkup keberadaan dan yuridiksinya bersifat
internasional, salah satunya adalah Court of Arbitration pf the Internasional Chamber of
Commerce (ICC). dan International Chammber of Commerce (ICC) ini berfungsi
menyelesaikan sengketa bisnis untu semua pihak yang memintanya.

Adapun Prosedur penggunaan Arbitration Rule Of International Chammber of


Commerce (ARICC) adalah (ibid:82-83):

1. Pengajuan Permintaan
Permintaan dapat diajukan langsung atau melalui suatu komite nasional kepada
Sekretaris Arbitrase. Permintaan ini harus berisi:
a. Nama lengkap, keterangan dan alamat para pihak
b. tuntutan penuntut
c. Persetujuan, khususnya persetujuan tentang pilihan arbitrase atau dokumen dan
informasi lainnya yang dapat menjelaskan sengketa: dan
d. Hal-hal yang bersifat khusus, seperti masalah kebangsaan arbiter, jumlah arbiter
dan lain-lain

2. Sekretariat
Sekretarian akan mengirimkan dokumen gugatan itu kepada tergugat untuk
diajawab sebgaimana mestinya.

3. Jawaban Tergugat
Tergugat, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penerimaan dokumen
gugatan, harus membuat komentar tentang jumlah arbiter, prosedur pemilihan dan
pengajuannya. Bersamaan dengan Itu, ia juga harus membuat sanggahan dan
melengkapinya dengan dokumen-dokumen yang relevan. Dalam limit waktu yang
sama, proposal itu juga harus dikirim kepada sekretariat. jika tergugat lalai
memenuhi ketentuan itu, sekretariat akan memberitahukan hal itu kepada badan
arbitrase sesuai dengan ketentuan Arbitration rule of International Chammber of
Commerce (ARICC)

4. Counterclaim
Jika tergugat ingin sekaligus mengajukan sanggahan (Counterclaim) dalam waktu
yang sama tergugat juga harus mengirim sanggahan demikian itu kepada Sekretaris.

5. Pemeriksaan
Pemeriksaan perkara oleh hakim arbitrase dilakukan segera setelah para pihak
memenuhi syarat dengan prosedur pendahuluan

6. Keputusan
Pemeriksaan tersebut akan diakhiri dengan pengambilan keputusan atas persetujuan
pihak-pihak. Batas pengambilan keputusan adalah 6 (enam) bulan setelah keputusan
itu ditandatangani hakim akan memberitahukan kepada para pihak oleh sekretariat
keputusan tersebut bersifat final.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan konvensional, di mana pihak-
pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada arbitrator atau
panel arbitrator. Kesimpulan arbitrase dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Keputusan yang Mengikat: Hasil arbitrase berupa keputusan arbitral bersifat mengikat bagi
pihak-pihak yang bersengketa. Keputusan ini memiliki kekuatan hukum yang setara dengan
putusan pengadilan dan harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat.
2. Privasi: Arbitrase umumnya dilakukan secara rahasia, sehingga informasi mengenai sengketa
tersebut tidak menjadi publik. Ini dapat menjadi keuntungan bagi pihak-pihak yang ingin menjaga
kerahasiaan atau menghindari publisitas yang merugikan.

3. Fleksibilitas: Prosedur arbitrase lebih fleksibel dibandingkan dengan pengadilan konvensional.


Pihak-pihak dapat menyesuaikan aturan dan prosedur arbitrase sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik sengketa yang mereka hadapi.
4. Kecepatan dan Efisiensi: Arbitrase seringkali lebih cepat daripada proses pengadilan tradisional.
Ini disebabkan oleh pemilihan arbitrator yang ahli di bidangnya dan pengaturan jadwal yang lebih
fleksibel.

5. Ketidak berpihakan: Arbitrator diharapkan bersikap netral dan tidak berpihak. Pemilihan
arbitrator yang kompeten dan adil merupakan faktor penting dalam menjaga integritas proses
arbitrase.
6. Pelaksanaan Global: Keputusan arbitral dapat diakui dan dilaksanakan di banyak negara,
sehingga arbitrase dapat menjadi solusi efektif untuk sengketa lintas batas.
7. Biaya: Meskipun terkadang biaya arbitrase dapat tinggi, namun jika dibandingkan dengan biaya
dan waktu yang diperlukan dalam litigasi konvensional, arbitrase seringkali dianggap lebih
ekonomis.
8. Keterbatasan Banding: Keputusan arbitral memiliki keterbatasan banding yang lebih terbatas
dibandingkan dengan putusan pengadilan. Hal ini dapat menghasilkan penyelesaian sengketa yang
lebih cepat.
Arbitrase internasional melibatkan sengketa antar pihak dari negara yang berbeda. Ini sering
menggunakan hukum internasional dan prosedur yang diakui secara internasional. Keputusan arbitrase
internasional dapat diakui dan diterapkan di berbagai yurisdiksi sesuai dengan Konvensi New York
tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.

8
DAFTAR PUSTAKA
HR.Daeng Naja, “Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting”, Edisi Cetakan
Kedua, 2006

Kesan, J. P. (2016). A Model for Digital Contract Governance in E-commerce. International Review of
Law, Computers & Technology, 30(2), 229-245.

Mariam Darus Badrulzaman, Jurnal Hukum Bisnis Vol.11 Tahun 2001

Ridwan Khairandy, alam Jurnal Hukum Bisnis, Vol.16/2001

Anda mungkin juga menyukai