Anda di halaman 1dari 14

KONTRAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Hukum
Bisnis Islam

Dosen Pengampu : Charolinna Wibowo S.Pd., M.H.I.

Disusun oleh :

Lenisa Gus Indrianita (63040230133)

Luluk Dani Sefia (63040230148)

M Tsani Sabitul Azmi (63040230150)

Kelas 2D

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan kehendak-
Nya kami dapat menyusun dan meneyelesaikan makalah yang berjudul “Produk”
dengan tepat pada waktunya.

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Charolinna Wibowo


S.Pd., M.H.I.selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis Islam yang senantiasa
membimbing penyusun dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Tapi kami sudah
berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritikan
yang sifatnya membangun agar lebih baik kedepannya. Harapan kami, semoga makalah
ini dapat membantu dan menambah wawasan maupun pengetauhan bagi para pembaca.

Salatiga, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2
A. Asas-Asas Kontrak ............................................................................. 2
B. Unsur-Unsur Perjanjian/Kontrak ....................................................... 5
C. Syarat-Syarat Sahnya Kontrak ........................................................... 6
BAB III ........................................................................................................................ 10
PENUTUP.................................................................................................................... 10
KESIMPULAN ............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menjalin sebuah kesepakatan kerja atau bisnis pastinya dibutuhkan
perjanjian kontrak atas pekerjaan atau bisnis yang dikerjakan tersebut agar terjalinnya
kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Menjadi pemilik bisnis
memang tidak mudah dan banyak hal yang harus dipikirkan dalam mengembangkan
bisnis. Salah satu faktor yang menghambat atau bahkan menggagalkan operasi bisnis
adalah tidak adanya kesepakatan dalam transaksi bisnis. Misalnya dalam transaksi jual
beli dengan penjual, penjual wanprestasi dalam pengiriman barang sehingga
menyebabkan terhambatnya usaha Anda. Untuk itu sebagai solusi dalam mengatasi
hambatan yang berlaku dalam sebuah pekerjaan atau bisnis yang sedang dijalankan
oleh para pekerja dan pelaku bisnis peran penting kontrak bisnis yang telah sesuai
dengan peraturan hukum yang berlaku sangat dibutuhkan dalam keberlangsungan
sebuah pekerjaan atau bisnis yang sedang dijalankan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari asas kontrak ?
2. Bagaimana Pengembangan asas kontrak?
3. Bagaimana Siklus unsur dari kontrak?
4. Bagaimana Cara Menetapkan Harga?
5. Apa Saja Strategi dalam mengupayakan kontrak?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian asas kontrak
2. Untuk Mengetahui Pengembangan kontrak
3. Untuk Mengetahui Siklus Unsur dari Kontrak
4. Mengetahui Bagaimana Cara Menetapkan Harga
5. Untuk Mengetahui Strategi dalam Mengupayakan Kontrak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asas-Asas Kontrak
Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan
berpikir atauberpendapat (KKBI, 2002).Menurut Mohammad Daud Ali mengartikan
asas jika dihubungkan dengan kata hukum adalah kebenaran yang dijadikan landasan
berpikir dan berpendapat khususnya dalam penegakan hukum. 1Berdasarkan definisi
tersebut,jika dikaitkan dengan perjanjian dalam hukum kontrak Syariah menggunakan
kebenaran sebagai landasan pemikiran dan alasam pendapat tentang kontrak,khususnya
dalam penerapan dan penegakan hukum kontrak syariah.2 Asas-asas kontrak syariah
termasuk rukun, syarat, dan prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk membuat kontrak
sah dan dapat dijadikan sebagai landasan dalam transaksi-transaksi bisnis berdasarkan
Syariah.3

Macam -macam asas kontrak antaralain :

a. Asas Ilahiah atau Asas Tauhid


Menurut Rahmat Djadmika dalam hukum Islam/SyariahPrinsip
tauhid merupakan prinsip yang mendasari setiap aspek kehidupan. Tauhid
merupakan konsep dasar dan pemahaman dari ketauhidan atau inti aqidah.4 Setiap
perbuatan dan tindakan manusia tidak akan lepas dari ketentuan Allah SWT.Oleh
karena itu, manusia harus bertanggung jawab atas hal ini.Akibat penerapan prinsip
ini, manusia tidak akan bisa melakukan apapun dengan semaunya sendiri karena
segala perbuatannya akan mendapat balasan dari Allah SWT.
b. Asas Kebolehan (Mabda al-Ibahah)

1
Parni, ‘Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora) - 98 -’,
Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora), III (2017), 184–95 (p. 99).
2
Akhmad Hulaify, ‘Asas-Asas Kontrak (Akad) Dalam Hukum Syari’Ah’, At-Tadbir : Jurnal Ilmiah
Manajemen, 3.1 (2019), 41–55 (p. 49) <https://doi.org/10.31602/atd.v3i1.1801>.
3
Septarina Budiwati, ‘Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah’, Jurnal Jurisprudence, 7.2
(2018), 152–59 (p. 154) <https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v7i2.4095>.
4
Budiwati, p. 156.

2
Dalam kaidah fiqih para ulama yang melakukan penelitian hukum terkait
masalah Syariah selalu mendasarkan keputusannya pada prinsip dasar
bahwa “segala sesuatu yang asalnya boleh(mubah ) kecuali ada dalil
yang menunjukkan hal itu haram. 5 Menurut Muhammad Yusuf Qardawi dalam
kitabnya al-Haalal wa al-Haram fi al-Islam mengatakan bahwa dasar pertama yang
ditetapkan oleh Islam adalah yang dihalalkan dan dibolehkan(mubah) oleh Allah.
Tidak ada yang haram kecuali ada nas yang sah dan diperbolehkan. Selain itu,
menurut Muhammad Yusuf Qardawi, segala sesuatu yang pada mulanya boleh
(mubah) tidak terbatas pada perkara benda saja, melainkan juga mencakup urusan
perbuatan dan pekerjaan yang tidak termasuk dalam urusan ibadah. 6
c. Asas Keadilan (Al ‘Adalah)
Keadilan adalah tujuan yang harus diwujudkan oleh semua hukum. Dalam
hukum Islam, keadilan merupakan perintah langsung yang ditegaskan dalam Al-
Quran “Bersikaplah adil, karena keadilan itu lebih
dekat dengan ketakwaan” [QS; 5:8].
Keadilan adalah isi umum dari setiap kontrak yang dibuat antar para pihak.Selain
itu dalam QS.Al A’raf (7): 29 yang artinya“Tuhanku menyuruh supaya berlaku
adil” Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk berlaku
benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang
telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya. 7
d. Asas Persamaan Atau Kesetaraan
Pelaksanaan kontrak antar para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-
masing menurut asas persamaan dan keadilan.Didalam kontrak tidak diperbolehkan
untuk adanya ketidakadilan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan melakukan
diskriminasi terhadap orang berdasarkan perbedaan warna kulit, agama, adat
istiadat, dan ras yang telah dijelaskan di dalam Q.S Al-Hujurat 49:13 "Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara

5
Hulaify, p. 49.
6
Rahmani Timorita Yulianti, ‘Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syari’ah’, La_Riba,
2.1 (2008), 91–107 (p. 97) <https://doi.org/10.20885/lariba.vol2.iss1.art7>.
7
Hulaify, p. 49.

3
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti".8

e. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’Hurriyyatu al-Ta’qud)

Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mencapai


kesepakatan.Bentuk dan isi perjanjian ditentukan oleh para pihak sendiri. Apabila
bentuk dan isi telah disepakati, maka perjanjian tersebut mengikat para pihak untuk
menerimanya dan harus melaksanakan sepenuhnya hak dan kewajibannya. Namun
kebebasan ini tidak bersifat mutlak.Sepanjang tidak bertentangan dengan hukum syariat
Islam, maka perjanjian tersebut dapat dilaksanakan.Menurut Faturrahman Djamil,
“Hukum Syariat Islam memberikan kebebasan kepada siapapun untuk malakukan akad
sesuai keinginannya, namun yang menentukan syarat sahnya adalah ajaran
agama.Telah dijelaskan dalam QS.al-Maidah (5):1 bahwa artinya “Wahai orang-orang
yang beriman! Penuhilah janji-janji.9

f. Asas kerelaan ( Al-Ridha)


Pada asas ini setiap kontrak yang dilakukan para pihak harus didasarkaan oleh
kerelaan terhadap semua pihak yang membuatnya.Dari kerelaan para pihah yanv
berkontrak sebagai syarat terwujudnya semua transaksi. Jika di dalam suatu kontrak
yang tidak terpenuhinya pada asas ini maka kontrak yang dibuatnya telah dilakukan
dengan cara batil dan kontrak ini tidak dapat dikatakan telah mencapai sebuah
bentuk usaha yang dilandasi adanya kerelaan antar pelaku jika didalamnya terdapat
unsur tekanan, paksaan , atau ketidak jujuran dalam pernyataan. 10
g. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)
Islam mengajarkan umatnya untuk berperilaku jujur, melarang kebohongan dan
penipuan dalam hal apapun.Dalam asas ini memberikan pengaruh kepada pihak
puhak yang melakukan perjanjian untuk tidak berdusta dan melakukan penipuan.
Apabila asas ini tidak diterpakan dalam kontrak maka akan merusak legalitas
kontrak dan dapat menimplbulkan adanya perselisihan antara para pihak yang
bersangkutan.suatu perjanjian bisa dikatakan benar jika memberikan manfaat bagi

8
Hulaify, p. 49.
9
Hulaify, p. 51.
10
‘Perbandingan Asas Perjanjian Dalam Hukum Islam.Pdf’, p. 63.

4
para pihak yang melakukan perjanjian, lingkungaan dan masyarakat.Sedangkan
perjanjian yang mendatangkan madharat dilarang 11.

B. Unsur-Unsur Perjanjian/Kontrak
Dalam hukum perjanjian, banyak para ahli membedakan perjanjian menjadi
perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Yang dinamakan perjanjian bernama
adalah perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Perdata mulai dari Bab V sampai Bab
XVIII. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam
KUH Perdata (atau sering disebut perjanjian khusus). Tetapi yang terpenting adalah
sejauh mana kita dapat menentukan unsur-unsur pokok dari suatu perjanjian, dengan
begitu kita bisa mengelompokkan suatu perbuatan sebagaimana yang disebutkan dalam
pasal 1234 tentang jenis perikatan. Namun dalam kontrak atau perjanjian pun
terdapat hal yang pokok / esensial di dalam suatu kontrak. Bahkan terdapat unsur
lainnya yang terdapat di dalam suatu kontrak yang perlu diperhatikan. Unsur-unsur
dalam kontrak yaitu unsur esensialia, unsur naturalia dan unsur aksidentalia. Unsur-
unsur tersebut tersebut merupakan ruang lingkup dari penjabaran isi kontrak.
Adapun, penjabaran mengenai unsur-unsur kontrak tersebut adalah sebagai berikut.
1. Unsur Esensialia
Unsur ini merupakan hal-hal pokok yang tidak boleh diabaikan dan harus
dicantumkan dalam suatu kontrak. Keberadaan klausula-klausula pokok ini
menentukan ada atau tidaknya kontrak yang dimaksud. Unsur Essensialia sangat
berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk memberikan rumusan, definisi dan
pengertian dari suatu perjanjian. Jadi essensi atau isi yang terkandung dari perjanjian
tersebut yang mendefinisikan apa bentuk hakekat perjanjian tersebut. Sebagai contoh
dalam kontrak jual beli, bentuk dari unsur esensialia adalah adanya barang dan harga.
Tanpa kedua unsur tersebut mengakibatkan kontrak jual beli itu tidak ada.
2. Unsur Naturalia
Klausula yang terdapat dalam unsur naturalia ini tergolong sebagai klausula
penunjang. Unsur tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi
oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh undang–undang diatur
dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah. Bila para pihak tidak
memperjanjikan lain dari apa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka

11
Yulianti, p. 98.

5
para pihak diartikan patuh terhadap aturan yang telah ada. Sebagai contoh, klausula
mengenai pajak. Apabila para pihak tidak menentukan lain mengenai mekanisme dan
aturan mengenai pihak yang berkewajiban untuk membayar pajak, maka para pihak
diartikan tunduk pada peraturan mengenai perpajakan yang telah ada.
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak
jika para pihak memperjanjikannya. Unsur aksidentalia juga merupakan unsur
pelengkap dalam suatu kontrak atau perjanjian. Contoh: dalam suatu kontrak, para
pihak bersepakat bahwa penyelesaian sengketa kontrak akan diselesaiakan melalui
arbitrase. Konsekuensinya, para pihak tidak dapat mengajukan penyelesaian perkara
tersebut di luar dari apa yang telah disepakati.
Ketiga unsur tersebut dituangkan dalam kontrak berdasarkan kebutuhan agar tujuan
bersama dan keinginan para pihak dapat terakomodir dengan baik.

C. Syarat-Syarat Sahnya Kontrak


Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasarkan hukum kontrak yang terdapat di
dalam KUH Perdata (civil law) dan hukum kontrak Amerika.
1. Menurut KUH Perdata (Civil Law)
Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320
KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu
(1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak,
(2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,
(3) Adanya objek, dan
(4) Adanya kausa yang halal.
Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini..
a) Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus
pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang
dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu
orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya,
karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara
terjadinya persesuaian pernyataan Kehendak, yaitu dengan:

6
1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2. Bahasa yang sempurna secara lisan;
3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.. Karena
dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan
4. Bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya; 4)
bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
5. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan 12.
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan
bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian
secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan
sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.
b) Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan membuahkan
akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-
orang yang cakap dan mempunyai izin untuk melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran
kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:
1. Anak di bawah umur (minderjarigheid),
2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan
3. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat
melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU
Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.
c) Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian
adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban
debitur dan apa yang menjadi hak kreditur13 . Prestasi ini terdiri dari perbuatan
positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:
1. Memberikan sesuatu,

12
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1987), hal. 7
13
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) hal.10 & Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,1987), hal. 36

7
2. Berbuat sesuatu, dan
3. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah
menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian
rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok
perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus
dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat
ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan
dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B
dengan harga Rp500.000,00. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah lemari, bukan
benda lainnya.
d) Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang
halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang.
Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak
sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh A menjual sepeda motor
kepada B. Akan tetapi, sepeda motor yang dijual oleh A itu adalah barang hasil
curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari pihak B. Karena B
menginginkan barang yang dibelinya itu barang yang sah.
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat
disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat
pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya,
bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan
perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan
maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi
maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu
dianggap tidak ada.
e) Offer dan Acceptance (Penawaran dan Penerimaan)
Setiap kontrak pasti dimulai dengan adanya offer (penawaran) dan acceptance
(penerimaan). Yang diartikan dengan offer (penawaran) adalah suatu janji Untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan
datang. Penawaran ini ditujukan kepada setiap orang. Yang berhak dan berwenang
8
mengajukan penawaran adalah setiap orang yang layak dan memahami apa yang
dimaksudkan. Ada 5 (lima) syarat adanya penawaran, yaitu:
1) Adanya konsiderasi (prestasi),
2) Sesuai dengan undang-undang.
3) Berdasarkan salah satu peraturan khusus yang berkaitan dengan pencabutan
kontrak sepihak,
4) Berdasarkan doktrin promes estoppel, dan
5) Berdasarkan instrumen yang disegel.
Acceptance adalah kesepakatan dari pihak penerima dan penawar tawaran
untuk menerima persyaratan yang diajukan oleh penawar. Penerimaan itu harus
disampaikan penerima tawaran kepada penawar tawaran. Penerimaan. Itu harus
bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu. Penerimaan yang belum
disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai penerimaan tawaran.
Akan tetapi, dalam perundingan yang dilakukan dengan korespondensi, penerimaan
yang dikirim dengan media yang sama dianggap sudah disampaikan. Dalam
pelelangan umum diatur dengan prosedur khusus. Bilamana memungkinkan, baik
tawaran maupun penerimaan tawaran sebaik-nya dinyatakan secara tertulis dan
jelas. Lagi pula, suatu penerimaan kalau dapat harus diterima sendiri, serta jangan
sampai membuat atau memberikan penawaran yang belum dapat diketahui
tindakannya.

9
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Asas-asas kontrak syariah termasuk rukun, syarat, dan prinsip-prinsip yang harus
dipatuhi untuk membuat kontrak sah dan dapat dijadikan sebagai landasan dalam
transaksi-transaksi bisnis berdasarkan Syariah.

Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUH
Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek, dan adanya
kausa yang halal.

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada
pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud
dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu
tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian
pernyataan Kehendak, yaitu dengan bahasa yang sempurna dan tertulis, bahasa yang
sempurna secara lisan, bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan, bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya, dan diam
atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Asas hukum adalah pikiran dasar yang abstrak dan luas, yang menjadi latar belakang
dan ada dalam peraturan konkret setiap sistem hukum yang kemudian menjadi dasar
hukum. Asas hukum berfungsi sebagai pengaturan yang menjadi dasar untuk
menentukan norma hukum yang harus dipatuhi. Asas hukum juga berperan sebagai
dasar untuk membentuk dan mengatur hukum yang lebih tinggi, seperti undang-undang
dan peraturan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Budiwati, Septarina, ‘Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah’, Jurnal Jurisprudence,
7.2 (2018), 152–59 <https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v7i2.4095>

Hulaify, Akhmad, ‘Asas-Asas Kontrak (Akad) Dalam Hukum Syari’Ah’, At-Tadbir : Jurnal
Ilmiah Manajemen, 3.1 (2019), 41–55 <https://doi.org/10.31602/atd.v3i1.1801>

Parni, ‘Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora) - 98 -


’, Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora), III (2017),
184–95

‘Perbandingan Asas Perjanjian Dalam Hukum Islam.Pdf’

Yulianti, Rahmani Timorita, ‘Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syari’ah’,
La_Riba, 2.1 (2008), 91–107 <https://doi.org/10.20885/lariba.vol2.iss1.art7>

Budiwati, Septarina, ‘Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah’, Jurnal Jurisprudence,
7.2 (2018), 152–59 <https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v7i2.4095>

Hulaify, Akhmad, ‘Asas-Asas Kontrak (Akad) Dalam Hukum Syari’Ah’, At-Tadbir : Jurnal
Ilmiah Manajemen, 3.1 (2019), 41–55 <https://doi.org/10.31602/atd.v3i1.1801>

Parni, ‘Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora) - 98 -


’, Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Dan Humaniora), III (2017),
184–95

‘Perbandingan Asas Perjanjian Dalam Hukum Islam.Pdf’

Yulianti, Rahmani Timorita, ‘Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syari’ah’,
La_Riba, 2.1 (2008), 91–107 <https://doi.org/10.20885/lariba.vol2.iss1.art7>

M. Yahya Harahap. (1986) Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.

Sudikno Mertokusumo.(1987) Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty.

11

Anda mungkin juga menyukai