Semester VI/B
Fakultas Syariah
2020/2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdullilah, segala puja dan puji kami haturkan kepada kehadirat Allah SWT
yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah pada mata kuliah Hukum Acara Tata Usaha Negara ini. Sholawat serta salam
kami curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan yang baik
dan benar yang di ridhai Allah SWT.
Kami merasa sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini sebagai penilaian tugas kelompok mata kuliah
Hukum Acara Tata Usaha Negara, makalah yang berjudul “Kaitan Dengan Putusan
PTUN dan Upaya Hukum” ini diambil dari berbagai literatur yang memuat mengenai
hal tersebut. Kami ucapkan terima kasih kepada piha-pihak yang ikut berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini.
Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan bacaan bagi semua pihak, terkhusus
mahasiswa fakultas hukum. Kami paham bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun dari pembaca agar kedepannya kami bisa mengerjakan lebih baik lagi.
Terima kasih
Billahitaufiq Walhidayah
Wassalamua’alaikum Wr.Wb
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
1.2 Kasasi.......................................................................................................... 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara hukum, oleh karena itu maka sebagai negara
hukum sudah semestinya hukum dijadikan sebagai sarana untuk mengatur
masyarakat, sehingga hukum Indonesia harus ditegakkan dengan sebaik mungkin.
Hukum Indonesia adalah sarana utama untuk melindungi dan memberikan
jaminan rasa aman pada penduduk warga negara Indonesia itu sendiri, dimana
setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dihadapan hukum (Equality Before The Law). Oleh sebab itu menurut FJ. Stahl
dalam buku Hukum Adminitrasi Negara Ridwan HR bahwa suatu negara hukum
memiliki unsur penting dengan adanya Peradilan Administrasi dalam perselisihan
atau Peradilan Tata Usaha negara.
1
sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan
kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan
sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu juga
diperlukan sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam
penyelesaian sengketa TUN, baik terhadap putusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap maupun terhadap putusan pengadilan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya hukum tyang dapat ditempuh
terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap
diantaranya adalah banding, dan kasasi, yang dikenal dengan dengan sebutan
upaya hukum biasa. Yang selanjutnya akan di bahas dalam makalah ini.
1.3 Tujuan
2. Untuk mengatahui pengertian dan pelaksanaan kasasi pada hukum acara TUN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Banding
Banding ialah ulangan pemeriksaan yang berasal dari bahasa latin appellare,
yang memiliki penjelasan yaitu pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua oleh
sebuah pengadilan atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan baik mengenai
fakta-fakta maupun penerapan hukum atau undang-undang. 1 Pemeriksaan di
tingkat banding merupakan pemeriksaan oleh judex facti tingkat terakhir.
3
Sesudah pembanding mengajukan permohonan banding kepada panitera dan
oleh panitera telah mencatat dalam daftar perkara, selanjutnya panitera
memberitahukan kepada terbanding atas permohonan pemeriksaan banding dari
pembanding tersebut. Setelah pencatatan dilakukan dalam daftar perkara, maka
oleh panitera sesuai dengan ketentuan Pasal 126 Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 akan melakukan:
2. Salinan putusan, berita acara, dan surat lainnya yang bersangkutan harus dikirim
kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya enam
puluh hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut.
3. Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding
serta surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara
dengan ketentuan bahwa salinan memori dan/atau kontra memori diberikan
kepada pihak lainnya dengan perantaraan panitera pengadilan. Penyerahan
memori banding maupun kontra memori banding tidak wajib. oleh karenanya
tidak dibatasi oleh tenggang waktu, naka dengan denikian memori banding
maupun kontra memori banding ke dapat diserahkan ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara sepanjang majelis hakim belum memutus perkara yang
bersangkutan.
4
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus perkara
Banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim. Apabila Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata
Usaha Negara kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan
tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
melaksanakan pemeriksaan tambahan itu. Terhadap putusan pengadilan tata
usaha negara yang menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara yang
diajukan kepadanya, sedangkan bila Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
berpendapat lain, pengadilan tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus
sendiri perkara itu atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan memeriksa dan memutus, dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara mengirimkan salinan putusan
pengadilan tinggi beserta surat pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama. (Pasal
127 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.)
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terhadap sengketa TUN yang
dimohonkan banding tersebut dapat berupa:
5
2. Membatalkan untuk seluruhnya/untuk sebagian dan putusan hakim tingkat
pertama dengn mengadili sendiri seperti seakan-akan duduk sebagai hakim
pertama.
2.2 Kasasi
1. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat
untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-undang ini dibatasi
pengajuannya.
2. Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
b. Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
dan/atau diancam pidana denda.
c. Perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat
daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah yang bersangkutan.
3. Permohonan kasasi terhadap perkara sebagainana dimaksud pada ayat (2) atau
permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat
diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya
tidak dikirim ke Mahkamah Agung.
4. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat
diajukan upaya hukum lagi.
3 Ibid., hal.151
6
Penjelasan dari Pasal 45 ayat (2) huruf c tersebut, menegaskan bahwa secara tidak
langsung ketentuan tersebut telah membuat PTTUN sebagai pengadilan yang
memutus perkara di tingkat terakhir, artinya untuk sengketa-sengketa di tingkat
daerah hanya ada dua tingkatan pemeriksaan, pertama di PTUN (pemeriksaan tingkat
pertama), dan kedua di PTTUN (pemeriksaan tingkat kedua).
Untuk nenentukan apakah suatu keputusan tata usaha negara dapat diajukan
upaya hukum kasasi, maka terlebih dahulu didengar pihak yang bersengketa. Dan
selanjutnya ketua pengadilan mengeluarkan surat keterangan bahwa perkara tersebut
tidak dapat dikasasi dengan alasan, bahwa objek sengketa mempunyai jangkauan
beraku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Mengenai bentuk surat ketua pengadilan tentang penolakan pengajuan kasasi ada
dua pendapat sebagai berikut:
b. Pendapat kedua: Bentuk surat ketua pengadilan tingkat pertama tentang penolakan
pengajuan kasasi yakni berbentuk “surat keterangan Ketua Pangadilan” mengingat
bahwa pembuatan "surat penetapan" adalah wewenang Mahkamah Agung.
Permohonan kasasi dapat diajukan atas putusan Pengadilan Tingi Tata Usaha
Negara yang bertindak sebagai pengadilan tingkat banding dan putusan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara yang bertindak sebagai pengadilan tingkat perama dalam
hal telah dilakukan penyelesaian upaya banding adniinistratif (Pasal 5l ayat (4] jo.
Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986. Pasal 43 undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah bahwa permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika permohonan
terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan
lain oleh undang-undang. Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali.
7
tetapi terbatas pada peninjuan menganai hukum saja, tidak menganai peristiwa dan
pembuktiannya. Peninjauan mengenai hukum tersebut hanya terbatas pada apakah
pengadilan-pengadilan dalam tingkat peradilanan terakhir itu4 :
Upaya permohonan kasasi diatur dalam Pasal 131 Undang-Undarıg No. 5 Tahun
1986 yang menyebutkan sebagai berikut:
Mengacu pada ketentuan Pasal 131 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
tersebut, maka penyelesaian kasasi dilakukan menurut ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Mahkamah Agung, karena Undang-Undang Peradilan Tata Usaha
Negara hanya satu pasal yang mengatur tentang kasasi.
Permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada pemohon.
Permohonan kasasi disampaikan kepada panitera pengadilan tingkat pertama dan
panitera selanjutnya membuatkan akta permohonan kasasi. Akta permohonan kasasi
ini dibuat di hadapan panitera semacam berita acara untuk kepastian tanggal
ditandatanganinya akta permohonan kasasi tersebut. Apabila dalam tenggang waktu
4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2015. hal. 206
8
14 (empat belas) hari telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh
pihak yang beperkara, maka pihak yang telah menerima putusan. Panitera akan
mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta
permohonan kasasi yang dilampirkan kepada berkas perkara, setelah pemohon
membayar biaya perkara. Selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah
permohonan kasasi terdaftar, panitera pengadilan dalam tingkat pertama yang
memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu
kepada pihak lawan/termohon kasasi (Pasal 46 Undang-Undang No. 14 tahun 1985
tentang Mahkamah Agung).
Setelah tercatat dalam buku daftar permohonan kasasi itu oleh panitera, dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari pemohon kasasi wajib menyampaikan pula
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya. Ketentuan undang-undang di sini
menggunakan kata wajib yang berarti apabila pemohon tidak menyampaikan memori
kasasi dan hanya menyatakan kasasi, maka dengan lewatnya waktu tersebut terhadap
putusan yang dimohonkan kasasi tersebut langsung mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
pengaduan dari semua lingkungan peradilan karena:
9
Dalam pengambilan keputusan Mahkamah Agung tidak terikat pada
alasan-alasan yang diajukan pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum
sendiri (pasal 52 UU no. 14 tahun 1985).
Ketentuan rehabilitasi diatur dalam pasal 121 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
yang merumuskan:5
1. Dalam hal gugatan yang berkaitan dengan bidang kepagawaian dikabulkan sesuai
dengan ketentuan pasal 97 ayat 11, salinan putusan pengadilan yang berisi kewajiban
tentang rehabilitasi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu tiga hari
setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Dalam putusan peradilan tata usaha negara yang bersifat condemnatior, berisi
penghukuman pada tergugat dalam hal ini adalah badan atau pejabat tata usaha negara
untuk melaksanakan suatu kewajiban yang berupa:6
10
3. Penerbitan keputusan tata usaha negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3
Undang-Undang No.5 Tahun 1986
Jadi, rehabilitasi dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan salah
satu kewajiban yang dapat ditetapkan untuk dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan
menyangkut kepegawaian yang dikabulkan. Rehabilitasi ini merupakan pemulihan
hak penggugat dalam kemampuan dan kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai
pegawai negeri seperti semula sebelum ada keputusan yang disengketakan.7
Apabila tergugat tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan
putusan Pengadilan yang berisi kewajiban rehabilitasi, maka:
1. Tergugat (badan atau pejabat tata usaha negara) wajib memberitahukan bahwa
mereka tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi
setelah putusan pengadilan kepada ketua pengadilan dan penggugat (yang
bersangkutan).
11
tersebut agar tergugat dibebani kewajiban membayar sejumlah uang atau kompensasi
lain yang diinginkannya
4. Apabila setelah diusahakan untuk mencapai persetujuan tetapi tidak dapat diperoleh
kata sepakat mengenai jumlah uang atau kompensasi lain tersebut, Ketua Pengadilan
dengan penetapan yang disertai pertimbangan yang cukup menentukan jumlah uang
atau kompensasi lain yang dimaksud.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banding ialah ulangan pemeriksaan yang berasal dari bahasa latin appellare,
yang memiliki penjelasan yaitu pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua oleh
sebuah pengadilan atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan baik mengenai
fakta-fakta maupun penerapan hukum atau undang-undang.
13
mengenai hukum tersebut hanya terbatas pada apakah pengadilan-pengadilan
dalam tingkat peradilanan terakhir itu :
Badan atau pejabat tata usaha negara wajib melaksanakan isi putusan
pengadilan tata usaha negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, salah
satunya ialah rehabilitasi.
14
Daftar Pustaka
Abdullah, Ali. Teori&Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negra pasca
Amandemen. Jakarta: 2017.
Sotami, A. Siti. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.Bandung: PT. Refika
Aditama, 2011.
15