DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Jepri Karnandes (11627104328)
PIH-F/SEMESTER 6
Assalamu‟alaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala atas rahmat dan
karunia-Nya yang tiada terkira. Semoga kita insan yang dhoif ini bisa selalu
istiqomah terhadap apa yang telah digariskan-Nya. Semoga kita selalu dalam ridha-
Nya. Shalawat beriring salam setulus hati kepada baginda Nabi Muhammad dan ahlul
baitnya (Shallallâhu „alaihi wa âlihi wa sallam), sang reformis agung peradaban dunia
yang menjadi inspiring leader dan inspiring human bagi umat di seluruh belahan
dunia. Semoga syafa‟atnya kelak menaungi kita di hari perhitungan kelak. Penulis
dapat sampai pada tahap ini dan dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “CARA
PTUN”. Penulis menyadari Makalah ini masih belum sempurna karena keterbatasan
penulis, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi
makalah yang lebih baik dan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan tata usaha negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mengenai sengketa tata usaha negara
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dan
ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara selaku kawal depan
Mahkamah Agung (voorpost) di daerah mempunyai tugas pokok dan fungsi
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan semua sengketa tata usaha
negara di wilayah hukum Pengadilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia
yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No.
9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), Peradilan Tata Usaha
Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan
kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara
penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya
masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam PTUN, seseorang dapat
mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah
merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang
berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak penggugat, yaitu
seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak
1
2
dapat lagi melakukan intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN.
Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU
PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara pada dasamya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap
sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah
hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif.
Adapun hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara
mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan
Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha
Negara. Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh
kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN
bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.
Namun belakangan ini banyak khalayak umum ketika menghadapi
masalah mengenai pelanggaran yang berkaitan dengan tata usaha Negara masih
banyakn yang belum mengetahui bagaimana proses dan prosedur pengajuan
gugatan ke pengadilan tata usaha Negara.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait pembahasan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana cara membuat gugatan PTUN?
2. Bagaimana contoh surat gugatan PTUN?
3. Bagaimana pembatalan kasus PTUN serta kriteria batal atau tidak sahnya
keputusan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui cara membuat gugatan PTUN?
2. Untuk mengetahui contoh surat gugatan PTUN?
3. Untuk mengetahui tentang pembatalan kasus PTUN serta kriteria batal
atau tidak sahnya keputusan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Membuat Gugatan
1. Alasan Mengajukan Gugatan
Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau
pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.
Sedangkan yang dapat mengajukan gugatan adalah Orang atau Badan Hukum
Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi
tuntutan agar KTUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. (Pasal 51
ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004)
Obyek Gugatan adalah KTUN Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum
tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 9 UU No. 9 Tahun 2009).
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 51 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004 adalah: 1). Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; 2). keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
KTUN yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hal ini apabila keputusan tersebut:
a. Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan
yang bersifat prosedural/formal
b. Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan
yang bersifat material/substansial.
c. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak
berwenang.
3
4
1
Dian Aries Mujiburohman, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,(Yogyakarta:STPN
Press, 2022), Hal 45-46
5
3. Syarat-syarat Gugatan
Dalam menyusun suatu surat gugatan yang nantinya diajukan ke PTUN
harus benar-benar dibuat hati-hati dan teliti. Sebab apabila surat gugatan ini
terdapat kekeliruan dan kesalahan dapat menyebabkan surat gugatan itu ditolak
2
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2007)
6
atau tidak diterima. Menyangkut bagaimana isi dari suatu surat gugatan yang
diajukan ke PTUN, maka Pasal 56 UU No. 5 tahun 1986 mengatur ketentuan
tersebut.
Pasal 56 UU PTUN menyebutkan syarat-syarat gugatan adalah sebagai
berikut:
1) Gugatan harus memuat: “a) nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan
pekerjaan penggugat atau kuasanya; b) nama, jabatan, dan tempat
kedudukan tergugat; c) dasar gugatan dan hal yang diminta untuk
diputuskan oleh pengadilan”.
2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa
penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan oleh penggugat.
Praktek yang biasanya terjadi, tidak semua yang mau mengajukan gugatan
ke PTUN dilakukan sendiri. Hal ini disebabkan dengan berbagai alasan atau
pertimbangan, misalnya yang mengajukan gugatan merasa tidak mampu
mengajukan sendiri gugatan tersebut. Alasan lain, yang mau mengajukan gugatan
tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertindak sendiri dalam mengajukan
gugatan itu.
Kebanyakan yang mengajukan gugatan ke PTUN menggunakan jasa
advokat. Pemakaian jasa advokat sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus atau substitusi. Tanpa adanya surat
kuasa tersebut, maka advokat yang bertindak mewakili penggugat dianggap tidak
sah.
Menyangkut ketentuan advokat yang mewakili pihak klien tersebut, dalam
Pasal 57 UU PTUN baik UU No. 5 tahun 1986 maupun UU No. 9 tahun 2004,
serta UU No. 51 tahun 2009, ditentukan syaratsyarat advokat tersebut yakni
sebagai berikut:
a. Mempunyai surat kuasa khusus;
b. Ditunjuk secara lisan di persidangan oleh para pihak;
7
4. Isi Gugatan
Isi dari Gugatan diatur dalam 56 UU PTUN sebagai berikut:
1) Identitas para pihak (Persona standi in judicio), berisi identitas lengkap
penggugat antara lain nama lengkap, alamat, tempat dan tanggal lahir,
umur, jenis kelamin, dan kapasitas penggugat.
2) Duduk Perkara/Posita disebut juga dengan Fundamentum Petendi, yaitu
bagian yang berisi dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang
menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu
tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil
sehingga ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya,
fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk
persoalan suatu kasus. Posita/ Fundamentum Petendi yang yang dianggap
lengkap memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum
(rechtelijke grond) dan dasar fakta (feitelijke grond).
3) Petitum, berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga biasanya
8
3
Dwi Putri Cahyawati, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Depok:Gramata Publishing,
2011)
4
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:Rajawali Press,2015), Hal
126-128
9
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara Manado
di-.
Jalan Pomorouw No. 66 Kota
Manado
Dengan hormat,
I. Objek Sengketa :
Surat ……………, No……………………, Tanggal……………..
(pasal 1 angka 9 UU Peradilan TUN).
V. Permohonan Penundaan :
- Bahwa Objek sengketa ternyata akan dilaksanakan pada
tanggal…., sehingga terdapat keadaan mendesak .
- Bahwa apabila Surat Objek Sengketa dilaksanakan maka
Penggugat akan sangat dirugikan/terdapat keadaan yang sulit
untuk dikembalikan/dipulihkan seperti keadaan semula.
- Bahwa fakta fakta diatas telah memenuhi ketentuan pasal 67
UU Peradilan TUN.
- Bahwa oleh karenanya Penggugat mohon agar diterbitkan
Penetapan yang berisi perintah kepada Tergugat agar menunda
Pelaksanaan Objek Sengketa, sampai perkara a quo
berkekuatan hukum tetap.
(pasal 67 UU Peradilan TUN).
VI. Petitum/Tuntutan :
A. Dalam Penundaan.
- Mengabulkan Permohonan Penundaan yang diajukan Penggugat.
Hormat Kami,
Penggugat/ Kuasa Hukum
Penggugat,
…………………………….....
11
5
Hidayat Pratama Putra, Penilaian Terhadap Batal Atau Tidak Sahnya Suatu Keputusan Dan/Atau
Tindakan Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum, Vol.3 No.1, (2020):35-50
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
15
dan dinyatakan batal apabila salah dari segi prosedur dan/atau substansi. Tidak
sah artinya tidak mengikat sejak Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan
dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada. Sedangkan
batal artinya tidak mengikat sejak saat dibatalkan atau tetap sah sampai adanya
pembatalan dan berakhir setelah ada pembatalan.
Untuk itu, Pejabat Pemerintahan dan Hakim diharapkan menggunakan
ketentuan Undang-undang Administrasi Pemerintahan sebagai dasar pembatalan
suatu Keputusan dan/atau Tindakan serta Pemerintah dan DPR diharapkan
mengkaji kembali mengenai banyaknya ketentuan Undang-undang Administrasi
Pemerintahan yang tidak jelas dan tumpang tindih, terutama ketentuan
menyangkut penyalahgunaan wewenang.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Cahyawati, Dwi Putri. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Depok:
Gramata Publishing, 2011.
Harahap, Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Rajawali
Press, 2015.
Putra, Hidayat Pratama. "Penilaian Terhadap Batal Atau Tidak Sahnya Suatu
Keputusan Dan/Atau Tindakan Administrasi Pemerintahan." Jurnal
Hukum, 2020: 35-50.