MAKALAH
oleh
FAKULTAS HUKUM
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema
dari makalah ini adalah “Pemeriksaan Perkara dalam Hukum Acara Perdata”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Hukum Perdata yang telah memberikan tugas terhadap kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
makalah ini.
Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami. Maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna
bagi saya pada khususnya dan pihak yang berkepentingan pada umumnya.
Aishya Dwi N.
2
Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................6
2.1 PENGERTIAN PERKARA PERDATA.............................................................6
2. Perdamaian........................................................................................................9
3. Pembacaan Gugatan........................................................................................10
4. Jawaban Gugatan.............................................................................................11
5. Tahapan Replik-Duplik..................................................................................13
7. Tahap Konklusi...............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
penggugat untuk memenangkan tuntutannya atau berpihak kepada tergugat agar
lepas dari segala tuntutan. Bahkan, pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri
untuk masuk dalam proses acara persidangan tanpa membela siapapun.
Masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan perkara perdata?
2. Bagaimana asas-asas pemeriksaan perkara dalam hukum acara perdata?
3. Bagaimana tahap pemeriksaan perkara dalam hukum acara perdata?
5
BAB II
PEMBAHASA
N
Perkara perdata adalah suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Hubungan antara pihak
yang satu dengan pihak lainnya apabila terjadi sengketa yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya diselesaikan melalui
pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil- adilnya. Perkara perdata yang
di ajukan ke pengadilan pada dasarnya tidak hanya terhadap perkara-perkara perdata
yang mengandung sengketa yang dihadapi oleh para pihak, tetapi dalam hal-hal
tertentu yang sifatnya hanya merupakan suatu permohonan penetapan ke pengadilan
untuk ditetapkan adanya hak-hak keperdataan yang dipunyai oleh pihak yang
berkepentingan agar hak-hak keperdataannya mendapatkan keabsahan. Umumnya
dalam permohonan penetapan tentang hak-hak keperdataan yang diajukan oleh
pihak yang berkepentingan tidak mengandung sengketa karena permohonannya
dimaksudkan untuk mendapatkan pengesahan dari pihak yang berwajib1.
1
Sarwono, Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),36-37.
6
3. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dengan ini dijamin
kemungkinan adanya social controle atas pekerjaan para hakim.
Peraturan di atas pada umumnya dapat dianggap sebagai pokok asas bagi
pemeriksaan perkara perdata, bahwa hakim, untuk dapat mengambil putusan yang
tepat, sebaiknya mendengarkan kedua belah pihak. Akan tetapi tidak mungkin
ditentukan, bahwa pendengaran kedua belah pihak ini harus dilakukan, sebab adalah
sukar memaksa para pihak untuk datang menghadap di muka hakim. Ini juga sesuai
dengan sifat hukum perdata, yang pelaksanaannya pada umumnya diserahkan
kepada kemauan yang berkepentingan sendiri, maka cukuplah apabila dalam
peraturan hukum acara perdata kepada kedua belah pihak diberi kesempatan penuh
untuk untuk menjelaskan sendiri kepada hakim segala sesuatu yang mereka anggap
perlu supaya diketahui oleh hakim, sebelum suatu putusan dijatuhkan. Pemberian
kesempatan ini berwujud memanggil kedua belah pihak supaya datang menghadap
di muka hakim pada waktu yang ditentukan oleh hakim2.
Pada sidang upaya perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari
hakim, penggugat, ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh
untuk mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka
sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.
2
Astin Fajar Setiani, Skripsi: Proses Pemeriksaan Perkara Perdata secara Prodeo dalam
Praktik (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011), 14-15.
7
1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
a. Perubahan Gugatan
HIR/RBg tidak mengatur tentang perubahan gugatan. Yang
mengatur adalah RV. Pasal 127 RV ditentukan bahwa perubahan gugatan
sepanjang pemeriksaan diperbolehkan asal tidak mengubah dan
menambah petitum – tuntutan pokok (onderwerp van den eis) akan tetapi
di dalam praktek pengertian onderwerp van den eis meliputi juga dasar
dari tuntutan (posita), termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar
tuntutan. Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa batasan perubahan
gugutan yang bersumber dari praktik peradilan:
b. Penambahan Gugatan
8
misalnya dalam halk lupa dimohonkan/dicantumkan dalam petitum
(tuntutan pokok) menyatakansah dan berharga suatu sita jaminan
kemudian dimohonkan agar petitum itu ditambahakan, diperkenankan.
Juga apabila mohon agar gugatan ditambah dengan petitum agar putusan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad), dapat
diluluskan4.
c. Pengurangan Gugatan
Pengurangan gugatan senantiasa akan diperkenankan oleh hakim.
Misalnya semula digugat untuk menyerahkan 4 bidang sawah, kemudian
penggugat merasa keliru bahwa sesungguhnya sawah yang dikuasai oleh
tergugat itu bukan 4 bidang, akan tetapi hanya 2 bidang saja, maka ia
diperkenankan untuk mengurangi gugat dan hanya hanya menggugat
sawah yang 2 bidang yang dikuasai tergugat itu.
d. Pencabutan Gugatan
Menyangkut pencabutan gugatan dalam HIR/RBg juga tidak diatur.
Yang mengatur hal ini adalah Pasal 271 RV yang menetukan bahwa
gugatan boleh dicabut oleh penggugat sebelum tergfugat memberikan
jawaban5. Bilamana tyergugat sudah memberikan jawaban, maka gugatan
tidak boleh dicabut atau ditarik kembali kecuali disetujui oleh tergugat.
2. Perdamaian
9
perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, maka hasil tersebut kemudian
disampaikan kepada hakim di persidangan yang biasanya dituangkan dalam
bentuk perjanjian di bawah tangan. Selanjutnya hakim menjatuhka putusan (acte
van vergelijk). Yang isinya menghukum pihak-pihak yang berperkara untuk
melaksanakan isi perjanjian perdamaian tersebut.
3. Pembacaan Gugatan
Mengenai pembacaan surat gugatan ini diatur dalam pasal 131 HIR / 155
RBg pasal 1 yang berbunyi: “jika kedua belah pihak hadir, akan tetapi mereka
tidak dapat diperdamaian (hal ini harus disebutkan dalam berita acara) maka
surat gugatan dibaca dan jika salah satu pihak tidak mengerti bahasa yang
dipakai dalam surat itu, maka surat tersebut diterjemahkan kedalam bahasa yang
dimengerti oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua7.
6
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
54-56.
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1988), 83.
10
kalau tidak tercapai maka majelis akan melanjutkan dengan menanyakan kepada
penggugat apakah ia akan menjawab secara lisan atau tertulis, bila akan
menjawab secara tertulis maka akan membutuhkan waktu berapa lama untuk
itu8.
Hak bicara terakhir didepan sidang selalu pada tergugat jadi replik-
duplik belum akan berakhir di depan sidang selalu ada pada tergugat, jadi proses
replik-duplik belum akan selesai sepanjang tergugat masih ada yang akan
diutarakannya.
4. Jawaban Gugatan
1. Eksepsi atau tangkisan yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok
perkara.
8
Riduan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2000), 67.
9
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
52.
11
jawaban yang bersikap tidak membantah. Jikalau pengakuan itu merupakan
jawaban yang membenarkan isi gugatan, maka referte berarti menyerahkan
segala kebenaran gugatan kepada kebijaksanaan hakim dengan tidak membantah
maupun membenarkan isi gugatan. Sedangkan bantahan atau sangkalan berarti
menolak atau tidak membenarkan isi gugatan penggugat. Dalam pasal 113
Reglement Rechsvordering ditentukan bahwa bantahan harus disertai alasan-
alasan sehingga duduk perkara dan inti permasalahan menjadi jelas. Bantahan
yang tidak beralasan dapat dikesampingkan oleh hakim10.
Menurut pasal 136 HIR/ pasal 162 RBg maka jawaban yang berupa
eksepsi kecuali eksepsi tentang tidak berkuasanya hakim, tidak boleh diajukan
dan dipertimbangkan secara terpisah, tapi diperiksa dan diputus bersama pokok
perkara. Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro , pasal ini hanya berarti
anjuran saja seberapa dapat tergugat mengumpulkan segala sesuatu yang ingin
diajukan dalam jawabannya saat permulaan pemeriksaan perkara. Sedangkan
menurut Soepomo, pasal ini tidak lain bertujuan untuk menghindarkan
kelambatan yang tidak perlu.
12
pernyataan yang tidak membenarkan atau tidak mengakui apa yang digugat
terhadap tergugat. Jika tergugat mengajukan bantahan, maka bantahan itu harus
disertai dengan alasan-alasan. Jawaban (sangkalan) tergugat yang mengenai
pokok perkara, tidak harus diajukan pada permulaan sidang, akan tetapi dapat
diajukan selama proses pemeriksaan bahkan dapat diajukan dalam tingkat
banding asal tidak bertentangan dengan jawaban saat pemeriksaan tingkat
pertama.
5. Tahapan Replik-Duplik
13
kedua belah pihak siap dan .dapat melanjutkan persidangan.
Hal-hal yang perlu diingat dalam proses Replik- Duplik ialah sebagai
berikut:
1. Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir
2. Pertanyaan hakim kepada kedua belah pihak hendaklah terarah, hanya
menanyakan yang berkaitan dengan hukum, begitupula Replik-Duplik yang
diajukan oleh penggugat dan tergugat.
3. Semua jawaban atau pertanyaan dari kedua belah pihak atau dari hakim
harus melalui izin dari ketua majlis.
4. Pertanyaan dari hakim kepada penggugat dan terguggat yang bersifat umum
selalu oleh ketua majlis.
14
pemeriksaan gugatan. Dalam hal ini seseorang yang awalnya berkedudukan
sebagai penggugat dalam konvensi menjadi tergugat dalam rekonvensi,
sedangkan tergugat dalam konvensi kedudukannya merangkap sebagai
penggugat dalam gugat rekonvensi.
13
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), 468-473.
14
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
63-64.
15
mengajukan gugatan rekonvensi. Selanjutnya menurut pasal 132a ayat 2 HIR
telah ditentukan bahwasanya jika gugatan rekonvensi dalam persidangan tingkat
pertama tidak diajukan, maka dalam tingkat banding tidak dapat diajukan lagi.
Di sini perlu digaris bawahi bahwa gugatan rekonvensi ini hanya berlaku
dalam perkara yang terdiri dari dua pihak yang berlawanan, oleh karena itu
dalam permohonan (voluntria) penuh tidak berlaku gugat balik (rekonvensi).
7. Tahap Konklusi
16
BAB III
KESIMPULAN
2) Tahap Perdamaian
Penyelesaian sengketa melalui jalur perdamaian merupakan cara
penyelesaian yang dianggap paling efektif dan efisien sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBg dan putusan yang
didasarkan pada penyelesaian perdamaian, bukan sebagai hasil pertimbangan
dan penerapan hukum positif yang dilakukan oleh hakim.
3) Pembacaan Gugatan
Yaitu pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil
gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam
surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan
tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
4) Jawaban Gugatan
Yaitu pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.
17
5) Replik Penggugat
Yaitu respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat untuk
meneguhkan gugatannya dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang
dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
6) Duplik Tergugat
Yaitu jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat untuk
meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan
penggugat.
7) Konklusi
Kesimpulan-kesimpulan dari sidang menurut pihak yang bersangkutan
yang dibacakan oleh hakim.
18
DAFTAR PUSTAKA
Syahrani, Riduan. Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti. 2000.
Sarwono. Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
Setiani, Astin Fajar. Skripsi: Proses Pemeriksaan Perkara Perdata secara Prodeo
dalam Praktik. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2011.
19