Makalah Kel 2 Hukum Pidana Khusus
Makalah Kel 2 Hukum Pidana Khusus
Dosen Pengampu:
Oleh :
Kelompok 2
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan hidayahnya yang diberikan kami mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hukum Pidana Khusus Tindak Pidana Korupsi”.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Warsino,
S.H., M.H. yang telah membimbing kami dalam proses perkuliahan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta dalam membantu menyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan,
baik dari segi penulisan, segi pembahasan maupun segi penyajiannya. Maka dari itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritikan yang tentunya bersifat membangun dari para
pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya. Mungkin cukup sekian
pengantar dari kami, mohon maaf jika ada salah kata. Kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
2.1. Pengertian Hukum Pidana Khusus Tindak Pidana Korupsi ............................................ 2
2.2. Tindak Pidana Korupsi Termasuk Ke Dalam Tindak Pidana Khusus ............................ 6
2.3. Penuntutan Perkara Pidana Tindak Pidana Korupsi ........................................................ 7
2.4. Analisis tindak pidana korupsi pada Putusan Nomor: 03/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Mtr . 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 17
3.2. Saran .............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Apa yang dimaksud dengan hukum pidana khusus tindak pidana korupsi ?
2. Mengapa tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak pidana khusus ?
3. Bagaimana penuntutan perkara pidana tindak pidana korupsi ?
4. Bagaimana analisis putusan tindak pidana korupsi pada Putusan Nomor:
03/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Mtr ?
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari hukum pidana khusus tindak pidana korupsi
2. Untuk mengetahui mengapa tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak
pidana khusus
3. Untuk mengetahui bagaimana penuntutan perkara pidana tindak pidana
korupsi
4. Untuk mengetahui analisis putusan tindak pidana korupsi pada Putusan Nomor :
03/Pid.Sus/TPK/2020PN.Mtr
1
BAB II
PEMBAHASAN
Tindak pidana khusus merujuk pada jenis perkara pidana yang pengaturan
hukumnya berada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
merupakan sebuah kitab undang-undang yang terkodifikasi. Hukum pidana khusus
merupakan bagian dari hukum pidana yang tersebar dalam berbagai Undang-Undang
yang dibentuk untuk mengatur materi hukum secara khusus. Hukum pidana umum
menurut Sudarto adalah hukum pidana yang dapat diperlakukan terhadap setiap orang
pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus diperuntukkan bagi orang-orang
tertentu saja ataupun merupakan hukum yang mengatur tentang delik-delik tertentu
saja. Perbedaan yang mencolok antara hukum pidana khusus dengan hukum pidana
umum salah satunya mengenai subjek hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
berfokus pada orang perserorangan sedangkan subjek hukum pidana khusus selain
orang perseorangan juga mengatur mengenai korporasi. Peran antara kedua jenis
subjek hukum tersebut berimbang dalam mewujudkan delik, artinya keduaanya
memiliki potensi yang sama selaku pembuat delik.
2
3. Menyimpang dari Konvensi Hukum Pidana yang Umum
Tindak pidana khusus seringkali mengandung ketentuan-ketentuan hukum
pidana yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang umum atau
konvensional yang terdapat dalam KUHP. Hal ini dilakukan karena adanya kebutuhan
masyarakat terhadap regulasi hukum yang lebih spesifik dan berfokus pada bidang-
bidang tertentu yang memerlukan perlindungan khusus.
Korupsi berasal dari Bahasa latin yaitu Corruptus dan Corruption, artinya
buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Dalam Black Law Dictionary di modul Tindak Pidana Korupsi KPK, Korupsi adalah
suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenarankebenaran lainnya
"sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana
dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk
dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan
kebenarankebenaran lainnya.
Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di dalam Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah adanya unsur kerugian
keuangan negara, unsur tersebut memberi konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor
tidak hanya bertujuan untuk membuat jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana
3
penjara yang berat, melainkan juga memulihkan keuangan negara akibat korupsi
sebagaimana ditegaskan dalam konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor.
Tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dikelompokkan menjadi 7 macam sebagai
berikut :
a. Perbuatan yang Merugikan Negara.
b. Suap Menyuap.
c. Penyalahgunaan Jabatan.
d. Pemerasan.
e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan.
f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana
khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum
pidana khusus, seperti adanya penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari
materi yang diatur maka tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak
langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan
penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara. Dengan diantisipasi
sedini dan seminimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda
perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga
lambat laun akan membawa dampak adanya peningkatan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
1. Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan
Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu:
2. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan
penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
3. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
4
4. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus.
5. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
diwakili orang lain.
6. Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
7. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di
tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
8. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
9. Melawan hukum baik formil maupun materil.
10. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
11. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.
12. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
13. Sebab-sebab Korupsi.
3) pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata serta
4) pidana pembayaran uang pengganti dalam rangka pengembalian aset hasil tindak
pidana korupsi.
5
2.2 Tindak Pidana Korupsi Termasuk Ke Dalam Tindak Pidana Khusus
6
Tindak Pidana Korupsi dikatakan Tindak Pidana Khusus karena dasar hukum
maupun berlakunya menyimpang dari ketentuan umum Buku I KUHP. Bahkan dalam
hukum acara (hukum formal) peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus
dapat menyimpang dari UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
contohnya dalam Tindak Pidana Korupsi dilakukan acara pembuktian terbalik (Pasal
37 UU No. 20 Tahun 2001). Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak
pidana khusus, dari aspek norma, jelas mengatur hal-hal yang belum. diatur dalam
KUHP. Subyek tindak pidana Korupsi diperluas karena tidak saja meliputi orang
pribadi tetapi juga badan hukum (Korporasi ). Sedangkan dalam masalah pemidanaan,
dilihat dari pola perumusan maupun pola ancaman sanksi, juga dapat menyimpang
dari ketentuan KUHP, contohnya dalam Tindak Pidana Korupsi sanksi Pidana
minimal 4 tahun
7
ternyata belum lengkap, maka penunutut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi
dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus
sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum. Kejaksaan
sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan harus mampu
mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran
berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan
kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang
hidup di dalam masyarakat.
8
Apabila penuntut umum selesai mempelajari berkas perkara hasil penyidikan
dan berpendapat tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, menurut ketentuan
Pasal 140 ayat (1) KUHAP, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat
dakwaan. Jika surat dakwaan sudah selesai dipersiapkan tindakan selanjutnya adalah
melaksanakan ketentuan Pasal 143 ayat (1) KUHAP yakni :
a. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri
b. Pelimpahan berkas dilakukan dengan surat pelimpahan perkara
c. Dalam surat pelimpahan perkara tersebut dilampirkan surat dakwaan, berkas
perkara itu sendiri serta permintaan agar Pengadilan Negeri segera mengadili.
9
2.4 Analisis Putusan Tindak Pidana Korupsi Pada Putusan Nomor :
03/Pid.Sus/TPK/2020PN.Mtr
Pertimbangan Yuridis
Dakwaan Jaksa Penuntup Umum
Dakwaan terhadap jaksa penuntut umum terdakwa dijatuhkan dalam bentuk
dakwaan alternatif, yaitu : Dakwaan Pertama, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf e UndangUndang RI Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah
dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
10
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dakwaan Kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 12 huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah
dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dakwaan Ketiga, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 11 UndangUndang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat
(1) KUHP.
Tuntutan Pidana
Pertama, Menyatakan terdakwa RAMANG, A.MD terbukti bersalah melakukan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001tentang Perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan ketiga
Jaksa Penuntut Umum. Kedua, Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana
penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan
dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan pidana denda Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) subsidair 4 (empat) bulan kurungan ; Ketiga, Menyatakan terhadap
barang bukti berupa: - Uang tunai sejumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) terdiri dari
30 (tiga puluh) lembar pecahan uang Rp. 100.000,-(seratus ribuan),1 (satu) unit Mobil
Jenis Avanza warna Silver No. Pol N 1063 GX, 1 (satu) buah handphone merek OPPO
warna hitam, 1 (satu) buah handphone merek Nokia warna Putih, 1 (satu) buah cap
stempel Kecamatan Sekotong, 5 (lima) buah amplop warna putih yang didalamnya
berisikan surat rekomendasi, Surat-surat, Dokumen-dokumen rekomendasi pencaiaran
DD (Dana Desa) dan ADD (Anggaran Dana Desa), Dokumen APBDes, Dokumen LPJ,
Dokumen RPJMDES, Laporan OMSPAM, Peraturan Desa di Kecamatan Sekotong
yakni Desa Gili Gede, Sekotong Tengah, Buwun Mas, Candi Manik,Kedaro, Pelangan
dan Desa Taman Baru.
11
Keterangan Saksi
Dalam putusan Nomor 03/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Mtr untuk membuktikan
dakwaannya Jaksa Penuntut Umum dengan menghadirkan 19 (Sembilan belas) Saksi
diantaranya ialah I Wayan Budiyasa, SH, Zaenab,Ike Mandalia,I kadek Mulyasa, SH.
,Sry yati, Herlan,Juandi, Muhammad Mi’ad, Marne Musdan, Ati masniwati, Siti Nur
Faizah, Sri Martini, Lalu Pardita Utama, Andi Purnama, S,Sos., Agus Safari Almapura,
Ahmad Maryuki, Spt,., Lalu Sahidalah, dan Lukman Jayadi.
Keterangan Terdakwa
Terdakwa mengaku melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan penerbitan
surat rekomendasi tidak ada pungutan biaya tetapi terdakwa pernah diberi uang sebesar
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) adalah benar uang tersebut terdakwa gunakan untuk makan-makan dan membeli
rokok dan yang memberi uang hampir semua desa. Pemberian uang sejumlah
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.,200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) di berikan di kantor. Bahwa Kades Gili Gede pernah memberi uang kepada
terdakwa sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk menyumbang acara
peringatan 17 Agustus di Kecamatan. Terdakwa juga pernah menerima uang dari Mi’ad
sejumlah Rp.900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah), Terdakwa juga pernah menerima
uang dari Marne tetapi tidak ada kaitannya dengan penerbitan surat rekomendasi. Dan
tidak benar terdakwa pernah menerima uang dari lalu Sahidallah uang sebesar
Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.400.000,00 (empat ratus ribu
rupiah) yang benar adalah Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) sampai dengan
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah). Terdakwa juga pernah menerima uang dari Ati
Cahyati sebesar Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.300.000,00
(tiga ratus ribu rupiah), Terdakwa pernah menerima uang THR dari Herlan sebesar
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), Dan bahwa tidak benar terdakwa pernah
menerima uang dari Sri Martini dari Desa Buwun Mas uang sebesar Rp.1.000.000,00
(satu juta rupiah) sampai dengan Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang
benar adalah terdakwa menerima uang dari Sri Martini antara Rp.100.000,00 (seragtus
ribu rupiah) sampai dengan Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).
12
Barang Bukti
Barang bukti dalam persidangan, jaksa penuntut umum melampirkan barang bukti
berupa : Uang Rp.3.000.000.-(tiga juta rupiah) lembar pecahan uang Rp. 100.000,-
(seratus ribuan), 1 (satu) buah amplop putih yang bertuliskan Gili Gede Indah, 1 (satu)
buah cap stempel Kecamatan Sekotong, 5 (lima) buah amplop warna putih yang di
dalamnya berisikan surat rekomendasi, 1 (satu) unit Mobil Jenis Avanza warna Silver
No. Pol N 1063 GX, Semua Surat-surat, Dokumen-dokumen rekomendasi pencaiaran
DD (Dana Desa) dan ADD (Anggaran Dana Desa), Dokumen APBDes, Dokumen LPJ,
Dokumen RPJMDES, Laporan OMSPAM, Peraturan Desa di Kecamatan Sekotong
yakni Desa Gili Gede, Sekotong Tengah, Buwun Mas, Candi Manik,Kedaro, Pelangan
dan Desa Taman Baru.
13
Analisis Penyusun
Pembahasan yang akan di bahas oleh penyusun dalam Analisis ini mengenai
putusan Pengadilan Negeri Mataram pada putusan Nomor 03/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Mtr
Dalam perkara ini menurut penyusun hakim belum tepat dalam menjatuhkan pidana. di
karenakan dalam hal penjatuhan pidana hakim tidak mempertimbangkan beberapa hal-
hal yang tidak di masukan dalam pertimbangan hakim pada putusan ini, yakni : Pertama,
bahwa hakim tidak mempertimbangkan pembuktian pada pasal 12 e dan langsung
memilih pasal 11 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, tanpa memperhatikan unsur-unsur yang
terdapat pada pasal 12 e. Karena jika dilihat kontruksinya dalam fakta di persidangan.
menurut penyusun pasal 12 e lebih tepat jika di lihat dari unsur unsur yang terdapat
dalam pasal 12 e terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi terkait Tindak
Pidana Korupsi Pemerasan. Karena menurut keterangan saksi terdakwa melakukannya
dari tahun 2017 sampai 2019, jika tidak diberikan uang maka dalam hal pengurusan
pengeluaran surat rekomendasi pencairan DD dan ADD. Desa di Kecamatan Sekotong
akan di persulit padahal sudah memenuhi syarat. kedua, seharusnya jaksa membuat
dakwaan secara komulatif, sehingga semua di buktikan oleh hakim. Dengan demikian
hakim membuktikan semua itu. Sehingga menurut penyusun unsur unsur pasal 12 e
terkait pemerasan lebih tepat dari pasal 11 terkait gratifikasi. ketiga, bahwa hakim tidak
mempertimbangkan terdakwa melakukan perbuatan yang di lakukan secara terus
menerus dari tahun 2017 sampai 2019 dan dalam hal ini hakim juga tidak
mempertimbangkan keresahan masyarakat terhadap perbuatan terdakwa, sehingga
masyarakat melapor ke Polres Lombok Barat. keempat, seharusnya hakim
mempertimbangkan pasal 65 KUHP yang di junto kan sebagai pasal pemberat bagi
terdakwa.
Penerapan sanksi pidana terhadap perkara korupsi yang dilakukan oleh Kepala
Seksi Ekonomi Pembangunan Kantor Camat Sekotong (Studi Putusan Nomor
03/Pid.sus/TPK/2020/PN.Mtr).
Penerapan sanksi pidana yang di maksudkan di sini adalah jenis-jenis sanksi yang
dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
14
dan UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang akan di jelaskan oleh penyusun sebagai berikut ; Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) KUHP adalah Undang-Undang induk dari semua
peraturan Perundangundangan pidana diluar KUHP. Adapun jenis sanksi terhadap
pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam ketentuan pasal 10 KUHP yang terdiri dari
pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu, Pidana pokok ; 1).Pidana mati, 2). Pidana
penjara, 3). Pidana kurungan, 4). Pidana denda, 5). Pidana Tutupan (KUHP terjemahan
BPHN,Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946). Pidana tambahan ; 1).
Pencabutan hak-hak tertentu 2) Perampasan barng-barang tertentu, 3) Pengumuman
putusan hakim.
15
Analisis Penyusun
Penerapan pidana dalam perkara ini bahwa majelis hakim menyakini perbuatan
pelaku ini bersalah melakukan Tindak Pidana korupsi pada pasal 11 Undang-undang RI
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
dirubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana
Korupsi, Di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (Lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah). Pada
putusan ini Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda
Rp.50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak di bayar,di ganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
Akan tetapi menurut hemat penyusun jika dilihat dari konstruksi kasusnya
sebenarnya terdakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi Pemerasan, Karena terdakwa
akan mengeluarkan surat rekomendasi jika di berikan uang, jika tidak maka terdakwa
tidak akan mengeluarkan surat rekomendasi pencairan ADD dan DD di beberapa desa
yang berada di Kecamatan Sekotong. Terdakwa melakukan perbuatan ini secara terus
menerus sehingga penyusun berpendapat perbuatan terdakwa dapat di kenakan pasal 12
huruf e yang di mana pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah).
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31
Tahun 1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Tindak Pidana
Khusus, karena terdapat asas atau hal-hal yang menyimpang dari ketentuan umum dalam
Buku I KUHP. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak
pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 Tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi,
Pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap perkara korupsi yang di
lakukan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kantor Camat Sekotong Putusan Nomor
03/Pid.sus/TPK/2020/PN.Mtr dibagi menjadi dua pertimbangan yaitu adalah hakim
mempertimbangkan pertimbangan yuridis sesuai dengan temuan faka di persidangan yakni
Dakwaan jaksa penuntut umum, tuntutan pidana, keterangan saksi, keterangan terdakwa,
barang bukti dan pasal-pasal peraturan pidana yang di buktikan dan pertimbangan non yuridis
memuat Latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa dan kondisi ekonomi sosial
terdakwa.
3.2 Saran
Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undang-Undang
korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana terlebih
dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata. Peraturan perundang-undangan
pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang dapat menimbulkan kejeraan serta
proses peradilan yang cepat dan transparan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Andi Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta.
Hartati, Evi. Tindak Pidana Korupsi ( edisi kedua ). 2007. Jakarta : Sinar Grafika.
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
2002.
18