OLEH:
KELOMPOK 4
1. Nurjanah (1706200256)
2. Bella Saputri (1706200289)
3. Fatimah Nurul Muhlis (1706200293)
Universitas Muhammadiyah
Fakultas Hukum
T.A 2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Titik-titik Taut dalam HPI.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasitentang Titik-titik Taut dalam HPI.
Medan, 28 Oktober2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2
Seto, Bayu. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Cet. III, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Hal 65
5
a. Kewarganegaraan
Perbedaan kewarganegaraan (nasionalitas) pihak-pihak yang melakukan suatu perbuatan
hukum atau hubungan hukum akan melahirkan permasalahan HPI.
Contoh : seorang pria berkebangsaan Indonesia menikah dengan seorang wanita berkebangsaan
Singapura.
c. Domisili
Faktor perbedaan domisili (domicile) subjek hukum yang melakukan suatu hubungan
hukum dapat pula menimbulkan suatu hubungan hukum yang memiliki unsur HPI
Misalnya Caroline, WN Inggris yang berdomisili di Colorado, USA menikah dengan John
Denver yang juga WN Inggris, tetapi berdomisili di London akan melahirkan hubungan hukum
HPI
6
Misalnya, PT. Angkasa Raya bersama dengan Nan Yang Ltd dan Malaysian Industrial Bhd.
membentuk sebuah perusahaan patungan di Singapore, maka kebangsaan dari perusahaan
patungan tersebut adalah Singapura.
3
Seto, Bayu. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Cet. III, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Hal 67
7
system hukum tertentu terhadap seseorang yang seharusnya tidak terkait pada system hukum
tersebut. Pembebanan hukum ini banyak dilakukan pada masa pemerintahan Hindia Belanda,
dimana pemerintah adakalanya mewajibkan orang bumi putra atau Timur Asing yang
seharusnya tunduk pada hukum adat, untuk tunduk dan terkait pada aturan-aturan hukum
perdata Barat.
4. Fakta-fakta khusus yang oleh kaidah/asas hukum perselisihan Negara, tersebut ditetapkan
sebagai titik taut terpenting untuk menentukan hukum yang berlaku dalam masalah hukum
perselisihan tertentu.
Sebenarnya TPS dalam hal HPI amat sangat banyak, perbedaan utama antara Titik
TautPrimer dan Titik Taut Sekunder adalah :4
Dalam peristiwa kasus Bremen 1958, hasil bumi bekas perkebunan Belanda yang
dinasionalisasi oleh Republik Indonesia dan terdapat di Indonesia sebelum diekspor ke Jerman,
di atur oleh hukum Indonesia, karena Indonesia merupakan tempat/letak benda-benda tersebut,
pada saat penasionalisasian perkebunan Belanda tersebut.
4
Sudargo Gautama, Pengatar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1987, Halm. 50
8
2. Tempat Perbuatan hukum yang bersangkutan dilangsungkan (locus actus).
Misalnya : Perjanjian ekspor impor antara 2 WNI yang pihak satu berkantor di Indonesia
sedang pihak lain berkantor di London. Jika perjanjian itu ditanda tangani di Jakarta, ada
kemungkinan hukum Indonesia yang berlaku, sebagai lex loci actus.
Lex Loci Celebrationis adalah asas HPI yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku
adalah hukum tempat di mana perkawinan diresmikan (locus celebrationis)
5. Pilihan hukum
Contoh : PT Hotel Indonesia mengadakan kontrak dengan intercontinental Hotels
Corporation mengenai eksploitasi dan management bersama Hotel Indonesia di Jakarta, dengan
ketentuan bahwa Hukum Indonesia berlaku bagi perjanjian itu.
9
2.2 Kualifikasi Masalah Hukum dan Teori-Teori Kualifikasi hpi5
Kualifikasi adalah proses yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendefinisikan
persoalan/masalah hukum yang terbit dari perkara yang dihadapi, serta menetapkan kategori
yuridis dari masalah hukum tersebut.
Dalam prosesnya, apabila orang menghadapi suatu perkara, berdasarkan fakta-fakta yang
relevan didalam perkara tersebut ia harus dapat mendefinisikan/merumuskan persoalan hukum
yang sedang dihadapi (kualifikasi fakta). Dalam melaksanakan kualifikasi fakta, orang harus
juga memilih dan memilah fakta-fakta apa saja yang dianggap relevan dan memiliki akibat
hukum tertentu terhadap perkara. Setelah kualifikasi fakta, orang harus memasukkan peristiwa
hukum yang didefinisikan tadi ke dalam kategori yuridistertentu. Jadi, dalam kualifikasi hukum
orang menentukan peristiwa hukum atau hubungan hukum apa yang dihadapi sebagai perkara,
berdasarkan kategori yang dikenal didalam sebuah system hukum tertentu.
5
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bina Cipta, Bandung,1987.hal 54
10
memiliki titik taut primer, barulah terbit kebutuhan untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan
menggunakan metode pendekatan dan metode hukum perselisihan.
e. Penyelesaian kasus
Langkah terakhir dalam tahap penyelesaian sengketa ini adalah dengan menentukan
apakah perkawinan ini sah atau tidak (berarti kita harus menelusuri isi hukum Singapura,
mencari apa syarat pelaksanaan perkawinan di Singapura, dan menentukan apakah syarat
tersebut dipenuhi). Selanjutnya, dalam menentukan apakah pihak wanita Indonesianya telah
memenuhi syarat materil untuk melaksanakan perkawinan, maka kita harus menggunakan
hukum Indonesia untuk menentukan apakah syarat tersebut telah terpenuhi sehingga dapat
menentukan apakah wanita Indonesia tersebut telah berhak untuk menikah.
Penggunaaan proses penyelesaian perkara HPI seperti tersebut diatas dinamakan juga
penggunaan titik-titik taut secara tradisional dan menurut ahlinya akan menimbulkan 2 masalah
utama khususnya6 :
6
Seto, Bayu Hardjowahono. 2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal 70
11
a. Titik taut yang digunakan secara tradisional tidak selalu menunjukan kaidah pemilihan hukum
yang tidak rasional.
b. Titik taut yang dipilih sering kali di dasarkan pada anggapan adanya kesetaraan konsep
hukum yang mungkin dalam kenyataanya tidak ada.
Didalam UU Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958 menjelaskan yang menjadi WNI itu :
Orang yang berdasarkan pada UU dan atau perjanjian-perjanjian semenjak
diproklamasikan menjadi Warga Negara.
UU No. 62 Tahun 1958 menyinggung disini bahwa orang-orang yang pada waktu lahirnya
mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya WNI sedangkan hubungan
kekeluargaan diadakan sebelum orang itu berumur 18 Tahun dan sebelum ia kawin pada usia
dibawah 18 tahun.
Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia, disaat ayahnya
meninggal adalah warga Negara Indonesia sehingga anak juga WNI.
Orang yang pada waktu lahir, ibunya WNI maka jika ayahnya tidak punya
kewarganegaraan/selamanya tidak diketahui warga negaranya maka si anak dinyatakan WNI.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Titik taut adalah “faktor-faktor atau fakta-fakta khusus didalam suatu peristiwa hukum atau
persoalan hukum yang menunjukkan pertalian khusus dengan system aturan atau system hukum
tertentu”.Titik taut adalah fakta didalam perkara yang mengaitkan perkara tersebut kepada suatu
system aturan atau system hukum tertentu.
Titik taut primer adalah fakta yang membedakan kasus yang dihadapi tersebut dari kasus
yang sepenuhnya tunduk pada satu aturan/system aturan/system hukum dan karena itu
menunjukkan bahwa kasus tersebut adalah kasus hukum perselisihan.
Titik taut sekunder adalah fakta yang digunakan untuk menentukan hukum apa atau hukum
mana yang seharusnya diberlakukan terhadap terhadap perkara yang melibatkan lebih dari satu
system hukum/kaidah hukum/peraturan.
3.2 Saran
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini dan masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis meminta kepada pembaca
untuk membantu penulis memperbaiki atau menyempurnakan tulisan ini dengan memberikan
saran maupun kritik.Sehingga saran dan kritik tersebut dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi
penulis dalam penulisan makalah selanjutnya sehingga menjadi lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
14