Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sudarsono, S.H., M.S.
Disusun Oleh:
MALANG
2022
A. Latar Belakang Masalah
Klaster dalam UU Cipta Kerja salah satunya mengatur terkait perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Alih-alih mencapai tujuan mulianya, dalam UU Cipta
Kerja terdapat pengaturan yang cenderung mengancam keberlanjutan lingkungan
hidup. Beberapa di antaranya mengenai: i) simplifikasi perizinan, yaitu terkait konsep
izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan yang menghapuskan gugatan
administratif lewat pengadilan jika terjadi pelanggaran. 3 Kemudian ii) disorientasi
strict liability yang hampir merubah definisi tanggung jawab mutlak ( strict liability)
menjadi liability based on fault yang berpotensi melemahkan keadilan kepada
masyarakat, yang diperparah dengan iii) reduksi partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan terhadap lingkungan, yaitu terbatas hanya pada masyarakat
terdampak langsung.4
2
Ardito Ramadhan, UU Cipta Kerja Disahkan, Partisipasi Publik Dinilai Nyaris Nol,
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/15240871/uu-cipta-kerja-disahkan-partisipasi-publik-dinilai-
nyaris-nol diakses pada tanggal 2 Oktober 2022 pukul 11.04 WIB.
3
Sigit Riyanto (et.al), Kertas Kebijakan Catatan Kritis terhadap UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2020), hlm. 6.
4
Ibid.
2
Penyimpangan politik hukum keadilan lingkungan terjadi pada pembentukan UU
Cipta Kerja. Berdasarkan tiga hal yang telah disebut di atas, keadilan lingkungan
telah dicederai dengan niat buruk dari pembentuk undang-undang. Adapun keadilan
lingkungan adalah suatu konsep yang berbicara agar dalam mencapai tujuan
kesejahteraan rakyat, kepentingan lingkungan harus tetap diperhatikan. 5 Konsep
keadilan bertujuan agar pemanfaatan alam tidak eksploitatif dan kualitas lingkungan
tetap lestari hingga generasi yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
7
Wahyu Nugroho dan Erwin Syahruddin, Politik Hukum Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Sektor
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Suatu Telaah Kritis), Jurnal Hukum & Pembangunan Vol. 51 No. 3 2021, hlm.
638.
4
muncul dalam UU Cipta Kerja ini seperti mudahnya perizinan pemanfaatan
kawasan hutan hingga hilangnya Amdal sebagai pintu gerbang terakhir
penyelematan lingkungan.8 Proses penyusunan RUU Cipta Kerja saat itu sangat
tidak partisipatif dan tidak terbuka yang berakibat pada cacatnya kualitas norma
perundang-undangan. Institusi politik dapat mempengaruhi proses pembentukan
peraturan perundang-undangan. Institusi politik ini memiliki kekuatan-kekuatan
yang besar. Pengaruh dan kekuatan tersebut sangat mungkin mewarnai dalam
proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain kekuatan-kekuatan
politik yang ada dalam institusi-institusi politik, terdapat kekuatan-kekuatan
lainnya yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang
dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berasal dari berbagai
kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui keberadaan dan perannya
menurut ketentuan hukum, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan,
kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga
swadaya masyarakat, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
masyarakat dalam mempengaruhi pembentukan hukum mendapat tempat dan
apresiasi yang begitu luas.9
Sebuah Rancangan Undang-Undang memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk dapat disahkan menjadi Undang-Undang yang dimulai dari tahap
perencanaan yang di dalam prosesnya terdiri tahap menyusun Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM), Naskah Akademik (NA), hingga masuk pada tahap
pengundangan. Hal tersebut merupakan rangkaian Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas
adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang
disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan melewati beberapa proses yang harus
dilakukan, adapun tahapannya sebagai berikut:10
a. Perencanaan
Perencanaan menjadi tahap awal dalam menyusun peraturan perundang-
undangan. Dalam tahapan ini terdapat inventarisasi masalah yang ingin
diselesaikan beserta latar Belakang dan tujuan penyusunan peraturan
8
Fitria Dewi Susanti dan Sadam Afian Richwanudin, Empat Potensi Dampak Kebijakan Omnibus Law di Sektor
Kehutanan dan Lingkungan https://sebijak.fkt.ugm.ac.id/2020/10/06/empat-potensi-dampak-kebijakan-omnibus-
law-di-sektor-kehutanan-dan-lingkungan/, diakses pada tanggal 19 Oktober 2022 pukul 15.28 WIB.
9
Isharyanto, Politik Hukum, Kekata Group, Surakarta, 2016, hlm 6.
10
Arthur Daniel P. Sitorus, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
https://indonesiare.co.id/id/article/pembentukan-peraturan-perundang-undangan, diakses pada tanggal 2
Oktober 2022 pukul 13.12 WIB.
5
perundang-undangan. Setelah melalui pengkajian dan penyelarasan
terhadap masalah yang ingin diselesaikan yang selanjutnya dituangkan
dalam naskah akademik. Setelah selesai dengan naskah akademik
kemudian diusulkan untuk dimasukkan ke dalam program penyusunan
peraturan.
b. Penyusunan
Penyusunan peraturan perundang-undangan dapat diartikan dalam 2 (dua)
maksud. Pertama, penyusunan dalam arti proses, yakni proses
penyampaian rancangan dari Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atau
DPR/DPD setelah melalui tahap perencanaan. Proses penyusunan ini
berbeda untuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan
presiden. Kedua, penyusunan dalam arti teknik penyusunan, yakni
pengetahuan mengenai tata cara pembuatan judul, pembukaan, batang
tubuh, penutup, penjelasan, dan lampiran.
c. Pembahasan
Pembahasan adalah pembicaraan mengenai substansi peraturan
perundang-undangan di antara pihak-pihak terkait. Untuk undang-udang,
pembahasan dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri melalui
tingkat-tingkat pembicaraan. Untuk peraturan di bawahnya, pembahasan
dilakukan oleh instansi terkait tanpa keterlibatan DPR.
d. Pengesahan
Untuk undang-undang, rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada
Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Untuk peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang, disampaikan oleh Menteri
Hukum dan HAM kepada Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara
atau Sekretariat Kabinet.
e. Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran
Daerah, atau Berita Daerah. Tujuan pengundangan adalah agar
masyarakat mengetahui isi peraturan perundang-undangan tersebut dan
dapat menjadi acuan kapan suatu peraturan perundang-undangan mulai
berlaku dan mengikat.
6
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Pada kasus pembentukan UU Cipta Kerja yang menuai banyak sorotan dari
masyarakat maupun praktisi hukum, penerapan asas keterbukaan sangat minim
diterapkan oleh pembentuk undang-undang. Pembentuk undang-undang
memilih untuk menyusun UU Cipta Kerja secara sembunyi-sembunyi, terkesan
serampangan, dan hanya sekedar mengejar target waktu pengundangan.
Akibatnya, menimbulkan masalah dalam penerapannya karena tertutupnya
pembahasan substansi undang-undang, sehingga masyarakat merasa kecewa
dan dirugikan atas berlakunya undang-undang tersebut.
Pasal 96 Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan telah mengatur bahwa masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan. Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan
melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, seminar,
dan/atau diskusi. Bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis, setiap rancangan peraturan perundang-
undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Sejatinya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur mengenai nomenklatur “izin
lingkungan”. Namun demikian, dengan telah terlegitimasinya Undang-Undang
No. 11 Tahun 2020, ketentuan mengenai izin lingkungan sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang akhirnya diubah melalui Pasal 22 angka 1
Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan konsep Persetujuan Lingkungan.
Walaupun pemenuhan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) masih
dipertahankan dalam memperoleh dasar uji kelayakan lingkungan hidup, akan
tetapi penyusunan dokumen Amdal pada Pasal 22 angka 5 Undang-Undang
Cipta Kerja telah disederhanakan dan sangat tidak aspiratif. Berikut adalah
skema perbandingan mengenai ketentuan Amdal:11
11
Anih Sri Suryani, Perizinan Lingkungan Dalam Undang-Undang Cipta Kerja Dan Dampaknya Terhadap
Kelestarian Lingkungan, dalam Jurnal Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis , Vol. XII, No. 20,
Oktober 2020, hlm. 15
7
Tabel 1. Perbandingan UU PPLH dan UU Cipta Kerja
Penilai Amdal Komisi Penilai Amdal (KPA) Lembaga Uji Kelayakan (LUK)
Anggota Penilai Amdal -Instansi lingkungan hidup dan LUK menunjuk Tim Uji
teknis terkait; Kelayakan yang terdiri dari:
-Pakar bidang lingkungan dan -Unsur pemerintah pusat dan
pakar sesuai jenis kegiatan/ pemerintah daerah
usaha -Ahli bersertifikat yang
-Wakil dari masyarakat yang kompeten di bidangnya
berpotensi terkena dampak -Masyarakat yang terkena
-Organisasi lingkungan hidup dampak langsung
Unsur masyarakat yang -Masyarakat yang terkena Masyarakat yang terkena dampak
dilibatkan dalam dampak kegiatan/usaha langsung12
penilaian Amdal -Pemerhati lingkungan
-Masyarakat yang terpengaruh
atas segala bentuk keputusan
dalam proses Amdal
Bantuan dari Bagi usaha dan/atau kegiatan Bagi usaha dan/atau kegiatan
pemerintah berupa golongan ekonomi lemah yang Usaha Mikro dan Kecil yang
12
Lihat Pasal 30 ayat (1) UU PPLH jo. Pasal 29 PP 27/2012.
8
fasilitasi, biaya, dan/ berdampak penting terhadap berdampak penting terhadap
atau penyusunan lingkungan hidup. lingkungan hidup.
Amdal
13
Lihat Ketentuan Pasal 22 angka 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Uji Kelayakan
Amdal Menjadi Sederhana
9
yang akan terkena dampak secara langsung baik positif dan/atau negatif
dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
(2) Pemerhati Lingkungan hidup, peneliti, atau lembaga swadaya masyarakat
pendamping yang telah membina dan/atau mendampingi masyarakat
terkena dampak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilibatkan sebagai bagian dari masyarakat yang terkena dampak langsung.
Pemaknaan penilaian Amdal oleh masyarakat yang terkena dampak
langsung diperluas dalam Pasal 35 PP 22/2021 dengan menyertakan pemerhati
lingkungan hidup dan/atau masyarakat berkepentingan lainnya yang dapat
mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan kepada tim uji kelayakan
lingkungan hidup. Hal ini jelas berbeda jika dibandingkan dengan pengaturan
sebelumnya yang menempatkan masyarakat sebagai salah satu unsur penilai di
Komisi Penilai Amdal, sehingga mereka memiliki andil dalam menentukan
keputusan diterima atau tidaknya Amdal yang diajukan.
2. Implikasi yang Bisa Timbul Terkait Pengabaian Partisipasi Masyarakat
dalam Penyusunan Amdal pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja Klaster Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Good Governance ialah tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam mewujudkan
konsep good governance maka diperlukan sinergi antara tiga aktor utama, yakni
pemerintah, private sector, dan civil society. Ketiga aktor ini mempunyai peran dalam
mengelola sumber daya, lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Pengertian good
governance dalam versi World Bank diartikan sebagai penyelenggaraan pengelolaan
atau manajemen dalam pemerintah secara solid dan akuntabel serta berdasarkan
prinsip pasar yang efisien dan juga pencegahan korupsi baik secara administratif
maupun politis.14
Konsep good governance yang diusung oleh World Bank dan UNDP masih belum
memiliki kesepakatan yang pasti. Konsep ini lebih dimaknai sebagai solusi untuk
perwujudan kinerja Pemerintah yang efektif dan efesien. Keberhasilan dari konsep
good governance bisa dipahami melalui prinsip-prinsip yang ada di dalamnya.
Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai tolok ukur kinerja pemerintah dalam
14
Fitria Andalus Handayani, Mohamad Ichsana Nur, Implementasi Good Governance Di Indonesia, Publica: Jurnal
Pemikiran Administrasi Negara Vol 11 No. 1, Juni 2019, hlm. 3.
10
mengelolah pemerintahan. Prinsip-prinsip yang ada pada good governance antara
lain sebagai berikut:15
a. Partisipasi Masyarakat
b. Supremasi Hukum
c. Transparansi
d. Stakeholder
e. Berorientasi pada konsensus
f. Efektivitas dan efisiensi
g. Akuntabilitas
h. Kesetaraan
i. Visi strategis
Partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan lembaga-lembaga yang
sah untuk mengakomodir kepentingan warga masyarakat. Partisipasi masyarakat
dibangun berdasarkan prinsip kebebasan yang adil dan santun. Dengan adanya
partisipasi dari masyarakat akan membuat suatu kebijakan menjadi lebih hidup,
karena memiliki ruh yang berasal dari lokalitas warga yang bersangkutan. 16 Good
governance dapat dikatakan berhasil manakala terdapat interdependensi antar
komponen governance yaitu negara (state), sektor swasta (private sector) dan
organisasi kemasyarakatan (civil society organization). Dalam konteks ini, organisasi
masyarakat adalah pemerhati lingkungan sebagai civil society organization yang
mengisi lack of information, knowledge, and spirit of awereness dalam menjaga
lingkungan hidup masyarakat.
Proses perumusan kebijakan publik bersinggungan erat dengan nilai-nilai
demokrasi, nilai-nilai seperti transparan dan akuntabilitas menjadi sangat krusial.
Kebijakan dengan demikian akan menjadi alat bagi kekuasaan yang ada, untuk
melakukan tindakan-tindakan represif dan manipulatif untuk kepentingan sedikit
orang (demokrasi oligarkis). Dengan demikian, demokratisasi dalam proses formulasi
kebijakan publik dapat dipahami sebagai akomodasi kepentingan masyarakat dalam
kebijakan serta adanya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan
publik.17 Amdal sebagai bagian dari instrumen perizinan dan produk kebijakan yang
15
Ibid, hlm. 4.
16
Ibid.
17
Dadi Junaedi Iskandar, Pentingnya Partisipasi dan Peranan Kelembagaan Politik dalam Proses Pembuatan
Kebijakan Publik, “Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi”, Vol.14 No.
1, Juni 2017, hlm. 20.
11
dituangkan dalam bentuk keputusan amdal terkait kegiatan usaha yang akan
dijalankan haruslah didesain mewakili kepentingan masyarakat yang terdampak dan
pemerhati lingkungan, sehingga produk keputusan amdal sebagai bagian dari
informasi publik haruslah transparan dan partisipatif sebagai alat kontrol di alam
negara demokrasi.
Politik hukum lingkungan saat ini tidak dapat dilepaskan dari persoalan materi
muatan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dari instrumen perizinan hingga
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha sektoral yang berdampak
terhadap lingkungan. Pengawasan ini memiliki fungsi pengendalian dari pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup, termasuk ketaatan ( compliance) terhadap
perizinan lingkungan dari Izin Lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-
UPL). Selain itu juga wajib dibuat kajian lingkungan hdiup strategis oleh pemerintah
pusat dan daerah guna memastikan dalam konteks perencanaan dalam penyusunan
sebuah perundangundangan lingkungan atau kebijakan lingkungan nasional pada
akhirnya diimplementasikan oleh stakeholders pusat hingga daerah, serta
masyarakat.18
Dalam proses penyusunan amdal berdasarkan ketentuan saat ini melalui
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Izin
Lingkungan, maka hanya ada ruang masyarakat yang terdampak saja. Pemerhati
Lingkungan hidup, peneliti, atau lembaga swadaya masyarakat pendamping yang
telah membina dan/atau mendampingi masyarakat terkena dampak langsung dapat
dilibatkan sebagai bagian dari masyarakat yang terkena dampak langsung. Dampak
lain atas pengabaian partisipasi masyarakat yang disederhanakan ini akan
mendegradasi nilai-nilai demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi. Seperti nilai
transparan dan kehati-hatian.
Penyebutan masyarakat yang terkena dampak langsung sangat membatasi
peran masyarakat dan unsur lainnya seperti pemerhati lingkungan, baik sebagai
individu maupun organisasi. Dapat disimpulkan bahwa fungsi kontrol dari berbagai
elemen masyarakat akan kelestarian lingkungan dapat berkurang. Hal ini tentu
merugikan publik atas terbatasnya akses untuk mendapatkan informasi dan
18
Wahyu Nugroho dan Erwin Syahruddin, op.cit, hlm. 641.
12
partisipasinya dalam uji kelayakan lingkungan hidup. Akibat dari dihilangkannya
unsur pemerhati lingkungan, maka akan timbul persepsi seakan-akan ada legitimasi
dalam melakukan eksploitasi alam tanpa henti dengan dasar hak menguasai negara
atas sumber daya alam. Kebijakan dalam ketentuan pengelolaan lingkungan hidup
saat ini masih menyandarkan asas partisipatif dan kehati-hatian dalam proses
perizinan sebagai fungsi pengendalian dan hukum administrasi lingkungan hidup. 19
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunngan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebenarnya dalam Pasal 26 telah mengamanatkan mengenai
pelibatan masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan juga yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. 20 Dengan adanya penyederhanaan
konsep perizinan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
jelas mengakibatkan semakin tidak aspiratifnya proses penilaian Amdal dan
mereduksi peran/partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup.
D. Penutup
Kesimpulan
1. Proses penyusunan Undang-Undang 13 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja saat
itu sangat tidak partisipatif dan tidak terbuka yang berakibat pada cacatnya
kualitas norma perundang-undangan. Perubahan pada Pasal 26 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mempersempit makna masyarakat
dalam penyusunan Amdal pada UU Cipta Kerja menjadi hanya masyarakat
yang terkena dampak secara langsung saja. Pemenuhan Amdal memang
masih dipertahankan dalam memperoleh dasar uji kelayakan lingkungan
hidup, namun demikian penyusunan dokumen Amdal pada Pasal 22 angka 5
Undang-Undang Cipta Kerja sangat disederhanakan. Amdal tidak lagi
mendasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta
prinsip pemberitahuan sebelum kegiatan dilaksanakan.
2. Penyebutan masyarakat yang terkena dampak langsung sangat membatasi
peran masyarakat dan unsur lainnya seperti pemerhati lingkungan, baik
sebagai individu maupun organisasi. Dapat disimpulkan bahwa fungsi kontrol
dari berbagai elemen masyarakat akan kelestarian lingkungan dapat
berkurang. Hal ini tentu merugikan publik atas terbatasnya akses untuk
19
Wahyu Nugroho dan Erwin Syahruddin, op.cit, hlm. 644.
20
Lihat Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
13
mendapatkan informasi dan partisipasinya dalam uji kelayakan lingkungan
hidup. Dampak lain yang bisa timbul adalah adanya persepsi seakan-akan ada
legitimasi dalam melakukan eksploitasi alam tanpa henti dengan dasar hak
menguasai negara atas sumber daya alam. Padahal kebijakan dalam
ketentuan pengelolaan lingkungan hidup saat ini masih menyandarkan asas
partisipatif dan kehati-hatian dalam proses perizinan sebagai fungsi
pengendalian dan hukum administrasi lingkungan hidup.
Saran
1. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar memperhatikan Pasal 96
Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan telah mengatur bahwa masyarakat berhak memberikan masukan
secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
2. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar megembalikan unsur
masyarakat yang dilibatkan dalam penilaian Amdal dalam Undang-Undang 13
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kembali pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
terdiri dari masyarakat yang terkena dampak kegiatan/usaha, pemerhati
lingkungan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses Amdal agar lebih aspiratif dan objektif.
14
Daftar Pustaka
Buku
Isharyanto, Politik Hukum, Kekata Group, Surakarta, 2016.
Sigit Riyanto (et.al), Kertas Kebijakan Catatan Kritis terhadap UU No. 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 2020.
Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang No. 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 245 Tahun 2020, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 140 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6634
Jurnal
Anih Sri Suryani, Perizinan Lingkungan Dalam Undang-Undang Cipta Kerja
Dan Dampaknya Terhadap Kelestarian Lingkungan, dalam Jurnal
Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis , Vol. XII, No. 20, Oktober
2020
Wahyu Nugroho dan Erwin Syahruddin, Politik Hukum Rancangan Undang-
Undang Cipta Kerja di Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Suatu Telaah Kritis), Jurnal Hukum & Pembangunan Vol. 51 No. 3 2021
Fitria Andalus Handayani, Mohamad Ichsana Nur, Implementasi Good
Governance Di Indonesia, Publica: Jurnal Pemikiran Administrasi Negara
Vol 11 No. 1, Juni 2019
Dadi Junaedi Iskandar, Pentingnya Partisipasi dan Peranan Kelembagaan
Politik dalam Proses Pembuatan Kebijakan Publik, “Jurnal Ilmu
Administrasi Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi”, Vol.14
No.1, Juni 2017, hlm. 20
Seminar
Elly Kristiani Purwendah, Merekonstruksi Ilmu Hukum …, Prosiding Seminar
Nasional Hukum dan Ilmu Sosial Ke -2, 2018, hlm. 45.
15
Situs internet
Monavia Ayu Rizaty, Hari Konstitusi, Berapa Jumlah Peraturan di Indonesia?,
https://dataindonesia.id/ragam/detail/hari-konstitusi-berapa-jumlah-
peraturan-di-indonesia, diakses pada tanggal 2 Oktober 2022, pukul 10.02
WIB.
Ardito Ramadhan, UU Cipta Kerja Disahkan, Partisipasi Publik Dinilai Nyaris
Nol, https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/15240871/uu-cipta-
kerja-disahkan-partisipasi-publik-dinilai-nyaris-nol, diakses pada tanggal 2
Oktober 2022 pukul 11.04 WIB.
Arthur Daniel P. Sitorus, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
https://indonesiare.co.id/id/article/pembentukan-peraturan-perundang-
undangan, diakses pada tanggal 2 Oktober 2022 pukul 13.12 WIB.
Fitria Dewi Susanti dan Sadam Afian Richwanudin, Empat Potensi Dampak
Kebijakan Omnibus Law di Sektor Kehutanan dan Lingkungan,
https://sebijak.fkt.ugm.ac.id/2020/10/06/empat-potensi-dampak-kebijakan-
omnibus-law-di-sektor-kehutanan-dan-lingkungan/, diakses pada tanggal 19
Oktober 2022 pukul 15.28 WIB.
Muhammad Sabki, Izin Amdal Tak Dihapus di UU Ciptaker, Hanya
Disederhanakan,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201009141011-4-193171/izin-
amdal-tak-dihapus-di-uu-ciptaker-hanya-disederhanakan, diakses pada
tanggal 19 Oktober 2022 pukul 21.34 WIB.
16