Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN MUSYAWARAH DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA KONSTRUKSI DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Arbitrase dan Alternatif Peneyelsaian Sengketa

Dosen Pengampu :
Dr. Hengki Andora, S.H., LL.M.

Disusun Oleh :
Danu Tejo Mukti, S.H.
NIM : 2220119008

PROGRAM MAGISTER SUPERSPESIALIS HUKUM KONSTRUKSI


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah mencurahkan segala rahmat serta karunianya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul “PENERAPAN

MUSYAWARAH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI DI

INDONESIA” ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW. Adapun penyusnan Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi

tugas Mata Kuliah Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada Program

Magister Superspesialis Hukum Konstruksi Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini masih memiliki kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk kemajuan penulis

di masa yang akan datang. Semoga penulisan Makalah ini dapat memberikan manfaat

dan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.

Padang, Maret 2023

Penulis

Danu Tejo Mukti

i
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar .................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 4
C. Manfaat dan Tujuan ............................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Penerapan Musyawarah Dalam Penyelesaian Sengketa
Konstruksi di Indonesia........................................................ 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................... 16
B. Saran..................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan

pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi

kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat

dalam mewujudkan pembangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau

prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya

tujuan pembangunan nasional.

Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa

Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai

industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi

dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan

Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum.

Pada hakikatnya, suatu proyek konstruksi timbul karena bertemunya dua

kepentingan. Di satu sisi muncul permintaan (demand) dari Pengguna Jasa, di sisi

lain Penyedia Jasa menawarkan layanannya (offer). Karena itu, undang-undang

mendefinisikan Pengguna Jasa sebagai pemilik atau pemberi pekerjaan yang

menggunakan layanan Jasa Konstruksi, sedangkan Penyedia Jasa adalah pemberi

layanan Jasa Konstruksi.1

1
Mas Agus Priyambodo, “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konstruksi Menurut Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi”, Jurnal IBLAM Law Review, Vol.01 No. 03 (2021),
173-177.

1
Dicapai atau tidak suatu kepentingan tersebut menjadi sebuah kesepakatan,

itu ditentukan oleh pertemuan kehendak (meeting of mind) di antara para pihak.

Apabila dicapai kata sepakat maka Pengguna dan Penyedia Jasa akan saling

mengikatkan diri secara hukum melalui suatu perjanjian atau kontrak yang disebut

sebagai Kontrak Kerja Konstruksi, yaitu keseluruhan dokumen kontrak yang

mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam

penyelenggaraan Jasa Konstruksi.2

Dalam penyelenggaraan Kontrak Kerja Konstruksi, tidak lepas dari

sengketa konstruksi yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam

pelaksanaannya. Sengketa konstruksi merupakan sengketa yang terjadi

sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak

yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi. Sengketa konstruksi terjadi akibat

tuntutan atau klaim konstruksi tidak dipenuhi atau dilayani misalnya keterlambatan

pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, ketidakmampuan baik teknis

maupun manajerial dari para pihak yang mana harus diselesaikan sesuai pilihan /

kesepakatan para pihak sebagaimana tercantum dalam kontrak konstruksi. Dengan

singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu pihak

telah melakukan tindakan cidera janji (wanprestasi). Selain itu sengketa dapat

timbul karena dilatarbelakngi oleh beberapa hal diantaranya perbedaan penafsiran

baik mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian maupun

tentang apa isi dari ketentuan- ketentuan didalam perjanjian, atau pun disebabkan

hal-hal lainnya.3

2
Karolus E. Lature, “Analisis Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia”, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 15 No. 03 (November 2018) 215.
3
Gatot Soemartono, arbitrase dan mediasi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2006,
hlm 1.

2
Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi, secara tegas biasanya

dicantumkan dalam kontrak konstruksi. Dalam kontrak konstruksi terdapat pilihan

forum dalam penyelesaian sengketa konstruksi. Sengketa kontrak konstruksi

merupakan sengketa perdata, karena berkaitan dengan kontrak.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

berikut perubahan dan peratauran turunannya (selanjutnya disebut “UU Jasa

Konstruksi”) mendorong penyelesaian sengketa dengan digunakannya alternatif

penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar pengadilan.

Penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar pengadilan

dipilih dikarenakan jalur penyelesaian sengketa secara litigasi dianggap memakan

waktu (time-consuming) dan berbiaya tinggi (high-cost). Selain itu, bagi para pihak

dapat memengaruhi reputasi mereka sendiri. Semangat dalam UU Jasa Konstruksi

ingin menghidupkan kembali cara perdamaian atau penyelesaian sengketa yang

bersifat solusi menang-menang (win-win solution) serta efisien dari segi waktu dan

biaya.

Penyelesaian sengketa konstruksi dalam UU Jasa Konstruksi tersebut

mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Hal ini

sesuai sebagaimana amanat Sila Keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang

Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta

sesuai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia yang mana musyawarah mufakat

juga merupakan cara penyelesaian yang tumbuh dan berkembang di dalam

masyarakat Indonesia.

Dengan dilakukannya penyelesaian sengketa konstruksi secara

musyawarah dan kekeluargaan diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan dan

mendapatkan solusi yang terbaik dari setiap perselisihan yang timbul.

3
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan diatas

penulis merumuskan permasalahan dan ruang lingkup pembahasan dalam

penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan musyawarah dalam penyelesaian sengketa konstruksi di

Indonesia?

C. MANFAAT DAN TUJUAN PENELITIAN

Adapun Manfaat dan Tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut :

1. Agar dapat memahami penerapan musyawarah dalam penyelesaian sengketa

konstruksi di Indonesia.

2. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa pada program Magister Superspesialis Hukum Konstruksi Fakultas

Hukum Univeritas Andalas.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENERAPAN MUSYAWARAH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KONSTRUKSI DI INDONESIA

Musyawarah merupakan bentuk penyelesaian sengketa melalui suatu

perundingan di antara para pihak agar tercapai kesepakatan bersama. Dengan

tercapainya kesepakatan bersama di antara para pihak, pada akhirnya pokok

persengketaan itu dapat dikatakan selesai atau berakhir oleh karena telah diterima

dan telah memuaskan para pihak yang bersengketa (Susanti Adi Nugroho, 2015).

Penyelesaian sengketa tersebut lebih menekankan pada cara atau proses yang

digunakan dalam musyawarah untuk diserahkan kepada para pihak yang

bersengketa.4

Musyawarah merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan

berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak. Pendekatan

consensus atau mufakat dalam proses musyawarah mengandung pengertian,

bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses musyawarah harus merupakan

hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Musyawarah dapat ditempuh oleh

dua pihak yang bersengketa maupun lebih dari dua pihak (multiparties).

Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa

dapat menerima penyelesaian itu. Namun, ada kalanya karena berbagai faktor para

pihak tidak mampu mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan

buntu (deadlock dan stalemate). Situasi ini yang membedakan musyawarah dan

4
Laurensius Arliman S, “Mediasi Melalui Pendekatan Mufakat Sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional”, Jurnal UIR Law Review,
Vol. 02 No. 02 (Oktober 2018) 388.

5
litigasi. Litigasi pasti berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan

hakim yang final dan mengikat, meskipun penyelesaian hukum belum tentu

mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan di anatara para pihak masih

berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas (Takdir Rahmadi, 2010).5

Di dalam proses pengambilan keputusan alternatif penyelesaian sengketa,

maka harus menerapkan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat

berdasarkan aturan hukum dan etika (the rule of law and the rule of ethics) yang

diakui dan atau disepakati bersama (Jimly Asshiddiqie, 2011). Karena itu, sistem

pengambilan keputusan dalam alternatif penyelesaian sengketa dalam Lembaga

musyawarah haruslah berorientasi kepada upaya untuk dari waktu ke waktu

memperdekat jarak antara para pihak. Hal ini menunjukkan bahwa cara

penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mufakat sesuai prinsip dalam

Alternatif Dispute Resolution yang menghindari permusuhan para pihak telah

mengakarkuat dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut nampak misalnya, dalam

falsafah masyarakat jawa yang terkandung dalam konsep rukun, yang artinya

menjauhkan diri dari benturan atau konflik dengan segala dimensinya (I Made

Sukadana, 2012). Bahkan dalam Bahasa Minang pun ada istilah bulek aia dek

pambuluah bulek kato dek mufakaik, yang menjelaskan bahwa apapun segala

permasalahan tetap mengutamakan musyawarah dalam mencapai solusi yang

tepat.6

Sebagaimana diketahui, selama ini masyarakat sudah mengenal adanya

penyelesaian kasus dengan secara damai, baik dikenal sebagai acara musyawarah

untuk mufakat. Bahkan terminologi ‘musyawarah untuk mufakat’ itu dipandang

mengandung filosofi kepribadian khas Indonesia, yang dirumuskan ke dalam

5
Ibid, hlm 389
6
Ibid, hlm 394

6
Pancasila sebagai landasan paling mendasar dalam hidup kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan Republik Indonesia (Nikolas Simanjuntak, 2013).

Beberapa nilai budaya hukum Pancasila yang penting diperkuat adalah semangat

musyawarah untuk mufakat yang dikemas dalam bahasa modern penyelesaian

sengketa secara damai dalam bidang sengketa ekonomi.7

Gagasan pendekatan mufakat di dalam musyawarah sebagai penyelesaian

sengketa untuk mendukung penyelenggaraan jasa konstruksi, memberikan

penegasan kembali identitas Indonesia sebagai keagungan bangsa yang

berdasarkan pada prinsip-prinsip tradisional masyarakat Indonesia yang tinggi.

Dimana identitas bangsa Indonesia itu sendiri terkait dengan prinsip-prinsip

tertentu mencirikan watak Indonesia lama dan modern, yaitu bernama

persaudaraan, ramah tamah dan gotong royong. Gotong royong memiliki beberapa

lapisan makna. Hal ini menunjuk pada tingkat hubungan dengan prinsip simbiosis

mutualisme, saling membantu, bekerja sama, berbagi beban, semua untuk semua,

yang semuanya itu dimulai dengan mufakat untuk mencapai tujuan bersama.8

Hal ini sesuai sebagaimana amanat Sila Keempat Pancasila yaitu

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan serta sesuai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia

yang mana musyawarah mufakat juga merupakan cara penyelesaian yang tumbuh

dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Adapun maksud atau

pengamalan dari sila ke-4 Pancasila, yaitu: 9

7
Ibid, hlm 394
8
Muzayin Mahbub, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Komisi Yudisial, Jakarta, 2012,
hlm. 260.
9
Yurika Dibba Destari Deiredja, Rizky Gelar Pangestu dan Dr. Hassanain Haykal, S.H., M.Hum,
“Pengembangan Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Berdasarkan Kearifan Lokal ”, Jurnal
Zenit, Vol. 02 No. 02 (Agustus 2013) 137-143.

7
a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia

mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;

b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain;

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama;

d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;

e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai

hasil musyawarah;

f. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil

keputusan musyawarah;

g. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan

pribadi dan golongan;

h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati Nurani yang

luhur;

i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan

kesatuan demi kepentingan bersama;

j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk

melaksanakan pemusyawaratan.

Berdasarkan maksud atau pengamalan sila ke-4 Pancasila tersebut

dinyatakan bahwa musyawarah diutamakan dalam menyelesaikan kepentingan

bersama dengan dilandaskan semangat kekeluargaan, akal sehat, sesuai dengan

hati nurani, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Dengan demikian

8
konsep negosiasi telah sesuai dengan cermin dari sifat dan sikap bangsa Indonesia

yang tertuang pada Pancasila terutama dalam hal musyawarah mufakat. 10

Masyarakat hukum adat lebih mengutamakan penyelesaian sengketa

melalui jalur musyawarah guna mewujudkan kedamaian dalam masyarakat.

Penggunaan jalur musyawarah bukan berarti menafikan proses penyelesaian

sengketa melalui jalur peradilan adat. Penyelesaian sengketa baik melalui jalur

musyawarah maupun jalur peradilan adat, tetap didominasi pendekatan

musyawarah dalam menyelesaikan sengketa, karena musyawarah merupakan salah

satu filosofi dan ciri masyarakat hukum adat.11

Prof. Dr. H. Joni Emirzon SH, M.Hum dalam kuliah pakar berjudul

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi

menyampaikan bahwa penyelesaian sengketa secara musyawarah pada dasarnya

merupakan penyelesaian sengketa secara negosiasi. Sehingga dapat penulis

simpulkan bahwa musyawarah untuk mufakat berarti bahwa perundingan atau

negosiasi yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan

suatu konsensus atau kesepakatan dari sengketa yang sedang dihadapi.

Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa tertua yang digunakan

oleh umat manusia. Alasan utamanya adalah karena dengan negosiasi, para pihak

dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketa dan setiap penyelesaiannya

didasarkan pada kesepakatan setiap pihak12. Tujuannya supaya mereka dapat

menyetujui sudut pandang dari pihak yang membujuk tersebut. Melalui negosiasi,

semua pihak yang ikut terlibat akan mencoba untuk menghindari pertengkaran.

10
Ibid
11
Ibid
12
Nikita Rosa Damayanti, “Negosiasi: Pengertian,Tujuan, serta Tahapannya”, diakses dari
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5987543/negosiasi-pengertiantujuan-serta-tahapannya, pada
tanggal 15 Maret 2023 pukul 23:49 WIB.

9
Pihak-pihak yang ikut bernegosiasi harus setuju untuk mencapai sebuah bentuk

kompromi dan kesepakatan yang dicapai adalah yang dianggap akan

menguntungkan semua pihak yang ikut serta dalam negosiasi.13

Pengertian negosiasi menurut KBBI adalah sebuah proses tawar-menawar.

Proses tersebut dilakukan dengan jalan berunding untuk mencapai sebuah

kesepakatan secara bersama. Kesepakatan tersebut dicapai antara satu pihak (bisa

berupa sebuah kelompok atau organisasi) dan pihak lainnya (bisa berupa sebuah

kelompok atau organisasi). Pengertian negosiasi lain juga dapat berupa

penyelesaian sengketa secara damai, melalui sebuah perundingan antara pihak-

pihak yang bersengketa. Di dalam negosiasi terjadi proses di antara dua pihak atau

lebih yang mana pihak-pihak tersebut mulanya memiliki pemikiran yang berbeda.

Sampai akhirnya semua pihak dapat mencapai sebuah kesepakatan. Pengertian

lainnya dari negosiasi adalah sebuah proses untuk mencapai kesepakatan. Caranya

adalah dengan memperkecil perbedaan yang ada. Serta mengembangkan

persamaan, guna meraih tujuan secara bersama untuk hal yang lebih

menguntungkan.14

Negosiasi dilakukan tidak hanya sebagai media saja. Banyak tujuan dari

negosiasi, tetapi ada beberapa tujuan yang paling penting dalam bernegosiasi.

Berikut ini adalah tiga tujuan negosiasi yang penting dalam melakukan negosiasi:15

1. Mencapai kesepakatan bersama

Tujuan pertama dari negosiasi adalah untuk mencapai kesepakatan bersama.

Dalam mencapai kesepakatan bersama, pihak-pihak yang melakukan negosiasi

perlu mengutarakan pendapatnya masing-masing. Kesepakatan bersama

13
Wida Kurniasih, “Pengertian Negosiasi: Tujuan, Tahap dan Jenis-jenisnya”, diakses dari
https://www.gramedia.com/literasi/negosiasi/, pada tanggal 15 Maret 2023 pukul 23:51 WIB.
14
Ibid
15
Ibid

10
tersebut akan dicapai secara maksimal, jika semua pihak yang terlibat dalam

negosiasi saling terbuka.

Selain itu, pihak-pihak yang terlibat di dalam negosiasi harus merasa saling

membutuhkan. Terkadang memang pada akhirnya proses dalam mencapai

tujuan dari negosiasi memunculkan konflik. Akan tetapi, jika kesepakatan

tersebut sudah menjadi keputusan bersama maka harus dilakukan.

Untuk mencapai semua tujuan dari kegiatan negosiasi tersebut, pihak-pihak

yang terlibat harus ikut mempelajari semua kemungkinan dari masalah atau

persengketaan yang muncul. Mempelajari keinginan dari pihak lain juga harus

dilakukan. Ketika kondisi tersebut dapat terkontrol dengan baik, maka

kesepakatan bersama dapat tercapai dengan mudah.

Ketika sesuatu sudah tepat dan dapat mencapai kesepakatan bersama, maka hal

yang diperlukan adalah menjaga kepercayaan. Kepercayaan akan menjadi

kesepakatan berjalan dengan lancar setelah negosiasi diselesaikan.

2. Mengurangi konflik dan perbedaan

Di dalam sebuah proses negosiasi, pasti ada sebuah konflik dan perbedaan. Hal

tersebut adalah hal biasa yang dapat terjadi. Justru negosiasi adalah upaya

dalam penyelesaian konflik dan perbedaan. Mengurangi perbedaan dan konflik

adalah salah satu tujuan dari negosiasi. Sebelum negosiasi dilakukan, pihak

yang terlibat dalam negosiasi harus saling memahami posisi dari pihak lain.

Selain itu, harus memberikan kepercayaan kepada pihak yang dapat diajak

negosiasi. Hal tersebut berguna untuk meredam konflik dan perbedaan yang

ada di dalam proses negosiasi. Para pihak harus memastikan jika ada perbedaan

dan konflik di dalam negosiasi yang dilakukan berjalan dengan sehat.

Meskipun masalah terjadi, harus tetap menjaga norma kesopanan, tidak berat

11
sebelah saja, dan meskipun ada saling kritik tetapi tetap saling memberikan

solusi satu sama lain.

3. Saling menguntungkan berbagai pihak

Melakukan negosiasi tidak hanya untuk mencapai sebuah kesepakatan

bersama dan mengurangi konflik. Ada hal penting lainnya dari tujuan

negosiasi. Tujuan tersebut adalah saling menguntungkan berbagai pihak.

Tujuan negosiasi yang sangat penting adalah pihak yang ikut bernegosiasi

saling mendapat keuntungan. Saling menguntungkan hanya akan dicapai

ketika negosiasi berada pada titik menemukan win win solution. Untuk

mencapainya, kesepakatan bersama dan semua perbedaan harus berada pada

genggaman.

Hal itu akan membuat rasa kepercayaan saling terbangun. Kerja sama pun

dapat mulai dijalankan. Negosiasi pada hakikatnya tidak hanya mencapai

sebuah kesepakatan, tetapi melakukan kerja sama yang akan saling

menguntungkan semua pihak.

Dalam sengketa konstruksi penulis memberikan contoh kasus penyelesaian

sengketa secara musyawarah yaitu dalam Proyek EPC Pengembangan Pelabuhan

PT. Petrokimia Gresik yang mana PT. Petrokimia Gresik selaku Pengguna Jasa

adalah sebuah perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang produksi pupuk

bermaksud mengembangkan sarana-prasarana di pelabuhan Tanjung Perak,

Surabaya yang digunakan sebagai penunjang kegiatan Bongkar muat dan PT

Hutama Karya selaku Penyedia Jasa, melaksanakan pembangunan proyek tersebut

menggunakan sistem kontrak design and build (penggabungan perencanaan dan

pembangunan), engineering, procurement, construction (EPC) atau model

pengintegrasian perencanaan, pengadaan, dan pembangunan. Kemudian Kontrak

12
EPC dibuat antara kedua belah pihak pada tanggal 7 November 2011 dengan Surat

Perjanjian Nomor: 1575/TU.04.04/28/SP/2011 dengan nama pekerjaan Proyek

EPC Pengembangan Pelabuhan PT. Petrokimia Gresik.

Dalam pelaksanaan kontrak PT Petrokimia Gresik selaku Pengguna Jasa

melakukan permintaan perubahan desain konstruksi bangunan kepada penyedia

jasa, hal tersebut dilakukan karena beberapa bagian pekerjaan tidak sesuai dengan

yang diinginkannya. PT Hutama Karya selaku Penyedia Jasa selanjutnya

mengajukan klaim penambahan biaya dan penambahan waktu atas perubahan

desain konstruksi tersebut. Klaim yang diajukan oleh Penyedia Jasa tersebut

ditolak oleh Pengguna Jasa, karena menurut Pengguna Jasa perubahan desain

konstruksi tersebut adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh Penyedia Jasa

sesuai dengan kontrak Lump Sum. tidak menyepakati atau tidak menyetujui hal

tersebut. Menurutnya perubahan serta penambahan biaya dan waktu tersebut

adalah resiko atau tanggung jawab Pengguna Jasa sesuai kontrak konstruksi

dengan bentuk imbalan Lump Sum yang memiliki pengertian kontrak jasa atas

penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga

yang pasti dan tetap serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses

penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Jasa

sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.

Sengketa konstruks tersebut diatas timbul dikarenakan para pihak memiliki

interpretasi yang berbeda antara kedua belah pihak atas klausul tentang perubahan-

perubahan desain yang tertera pada pasal 8 Kontrak Jasa Konstruksi pekerjaan

Proyek EPC Pengembangan Pelabuhan PT Petrokimia Gresik tersebut. Interpretasi

yang dimiliki oleh PT Hutama Karya (Persero) adalah pekerjaan sepenuhnya

ditanggung oleh Penyedia Jasa sepanjang gambar atau disain dan spesifikasi tidak

13
mengalami perubahan, sehingga penyedia jasa berhak mengajukan klaim dengan

mendapatkan tambahan biaya dan waktu pelaksanaan. Interpretasi yang dimiliki

oleh PT Petrokimia Gresik adalah pengguna jasa atau owner berhak melakukan

perubahan-perubahan atas desain tanpa memberikan tambahan biaya dan waktu

karena perubahan desain tersebut adalah resiko enginering atau penyedia jasa yaitu

PT Hutama Karya (Persero). Adapun perubahan desain yang dimaksud

mengakibatkan perubahan spesifikasi dan penambahan pekerjaan light steel rail

JIS, splitter gate complete, brake motor, new extend panel, cable power, motor 30

Kw, pipa pancang, engineering dan permodelan, cathodic protection, container,

dan perluasan loading area.

Para pihak dengan itikad baik kemudian menempuh jalur musyawarah atau

negosiasi untuk menyelesaikan sengketa ini. Para Pihak selanjutnya melakukan

tawar menawar (bargaining) berdasarkan hasil perhitungan Tim Ahli Konstruksi

independen yang dibentuk oleh para pihak. Hasil atau kesepakatan yang telah

dicapai antara kedua belah pihak adalah dari seluruh perubahan desain kontruksi

bangunan yang mengakibatkan penambahan dan pengurangan pekerjaan yang

diajukan oleh PT Petrokimia Gresik selaku pengguna jasa kepada PT Hutama

Karya (Persero) selaku penyedia jasa adalah ruang lingkup pekerjaan sebagai

resiko yang harus dilakukan oleh penyedia jasa kecuali pekerjaan perubahan

desain kontruksi perluasan loading Area.

Dari hasil kesepakatan tersebut maka perlu adanya perubahan terhadap

harga borong tetap yang ada pada klausul kontrak EPC Pengembangan Pelabuhan.

Kemudian perlu dilakukan addendum atau perubahan atas klausul kontrak tentang

harga borong tetap dan tidak semua perubahan desain kontruksi bangunan harus

mendapatkan tambahan biaya dan tambahan waktu yang harus diberikan oleh

14
pengguna jasa kepada penyedia jasa. Berdasarkan hasil negosiasi dan musyawarah

berikut ini item-item pekerjaan yang memerlukan tambahan biaya

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Penyelesaian Sengketa Konstruksi secara musyawarah merupakan perwujudan

dari pengalaman sila ke 4 Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh

Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

2. Penyelesaian sengketa secara musyawarah pada dasarnya merupakan

penyelesaian sengketa secara negosiasi. Musyawarah untuk mufakat berarti

bahwa perundingan atau negosiasi yang dilakukan oleh para pihak yang

bersengketa untuk mendapatkan suatu konsensus atau kesepakatan dari

sengketa yang sedang dihadapi. Konsep negosiasi telah sesuai dengan cermin

dari sifat dan sikap bangsa Indonesia yang tertuang pada Pancasila terutama

dalam hal musyawarah mufakat.

3. Bentuk penerapan dari musyawarah dalam sengketa konstruksi adalah dengan

diadakannya perundingan-perundingan, tawar-menawar sampai dengan

pemberian kesempatan dalam pelaksanaan prestasi pekerjaan. Penerapan

penyelesaian sengketa konstruksi musyawarah atau negosiasi akan sangat

bergantung dari itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan permasalahan

dan sengketa konstruksi tersebut.

B. SARAN

1. Agar dalam penyelesaian sengketa konstruksi para pihak selalu

mengedepankan prinsip dasar secara musyawarah untuk mufakat. Cara

penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mufakat merupakan bersifat

16
solusi menang-menang (win-win solution) dan efisien dari segi waktu dan

biaya serta diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan dan mendapatkan solusi

yang terbaik dari setiap perselisihan yang timbul

17
DAFTAR PUSTAKA

Gatot Soemartono, arbitrase dan mediasi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta 2006.

Karolus E. Lature, “Analisis Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia”,


Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15 No. 03 (November 2018).

Laurensius Arliman S, “Mediasi Melalui Pendekatan Mufakat Sebagai Lembaga


Alternatif Penyelesaian Sengketa Untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi
Nasional”, Jurnal UIR Law Review, Vol. 02 No. 02 (Oktober 2018).

Muzayin Mahbub, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Komisi


Yudisial, Jakarta, 2012.

Yurika Dibba Destari Deiredja, Rizky Gelar Pangestu dan Dr. Hassanain Haykal,
S.H., M.Hum, “Pengembangan Metode Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis Berdasarkan Kearifan Lokal ”, Jurnal Zenit, Vol. 02
No. 02 (Agustus 2013).

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun


2021 Tentang Tata Cara Dan Petunjuk Teknis Dewan Sengketa
Konstruksi

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

18

Anda mungkin juga menyukai