Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

SENGKETA KONSTRUKSI

Dosen Pengampu :
Abdul Karim, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Muhammad Rachim 2010811210003


Eki Masardika
Duta Masardika
Duta Ryan Pranata
Dessy Andriyani
Muhammad Binadi
Aisyah Salza Yanuar
Faizah 2010811320032
Zikri Akmal Fadilah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, serta kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidaya, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Serta tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam membuat makalah ini.

Makalah ini membahas tentang sengketa konstruksi, yang merupakan


salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam industri konstruksi. Sengketa
konstruksi dapat timbul antara berbagai pihak yang terlibat dalam proyek
konstruksi, seperti pemilik proyek, kontraktor, konsultan, dan subkontraktor.
Sengketa ini dapat berdampak negatif terhadap proyek, baik dari segi waktu,
biaya, maupun kualitas. Sehingga, diharapkan agar pembaca dapat memahami
mengenai sangketa konstruksi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susuna kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami akan menerima segala saran serta kritik agar kami dapat memperbaikinya.

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Metodologi
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi dan Jenis Sengketa Konstruksi
1. Definisi Sengketa Konstruksi
2. Jenis Sengketa Konstruksi
B. Penyebab Sengketa Konstruksi
1. Ketidakjelasan Perencanaan
2. Perubahan Lingkup Kerja
3. Keterlambatan Pekerjaan
4. Ketidaksesuaian Spesifikasi
5. Pembayaran yang Tidak Tepat Waktu
C. Penyelesaian Sengketa Konstruksi
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Arbitrase
4. Litigasi
D. Studi Kasus Sengketa Konstruksi
1. Kasus A: Sengketa Konstruksi pada Proyek Gedung Perkantoran
2. Kasus B: Sengketa Konstruksi pada Proyek Jalan Tol
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri konstruksi merupakan sektor yang kompleks dan melibatkan
berbagai pihak, termasuk pemilik proyek, kontraktor, konsultan, dan
subkontraktor. Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, tidak jarang terjadi
sengketa antara pihak-pihak yang terlibat. Sengketa konstruksi dapat
memiliki dampak yang signifikan terhadap proyek, baik dari segi waktu,
biaya, maupun kualitas. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang
sengketa konstruksi menjadi hal yang penting dalam upaya mengurangi risiko
dan meningkatkan keberhasilan proyek.
Secara umum, sangketa konstruksi itu sendiri adalah suatu
klaim/sangketa yang terjadi pada saat pelaksanaan suatu usaha kegiatan jasa
konstruksi antara para pihak yang terikat dalam suatu kontrak kosntruksi.
Penyelesaian sangketa konstruksi dapat ditempuh melalui jalur pengadilan
ataupun diluar pengadilan. Penyelesaian sangketa konstruksi ini juga bersifat
pilihan, yang mana para pihak dapat memilih forum penyelesaian sangketa
dengan cara mengikatnya dalam suatu kontrak konstruksi yang mana kontrak
konstruksi tersebut bersifat mengikat dan menjadi pedoman dasar bagi para
pihak untuk memenuhi prestasinya maging-masing.
Hal ini seringkali tidak dapat dihindari namun juga tidak dapat dibiarkan
berlarut-larut sehingga perlu diselesaikan, karena apabila tidak diselesaikan,
maka perselisihan akan bertambah buruk dan mengakibatkan penurunan
kinerja pelaksanaan konstruksi secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangketa
perlu diselesaikan, salah satunya dengan menggunakan hukum yang berlaku,
yang mana hukum yang berlaku dalam hal hukum perjanjian bersifat sistem
terbuka yang berbeda dengan hukum benda yang bersifat tertutup.

1
B. Tujuan
Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan gambaran umum tentang
sengketa konstruksi dan pentingnya mempelajari serta memahami aspek-
aspek yang terkait. Dalam bab ini, akan dijelaskan definisi sengketa
konstruksi, jenis-jenisnya, serta penyebab umum yang sering muncul. Selain
itu, bab ini juga akan membahas berbagai metode penyelesaian sengketa
konstruksi yang dapat digunakan dalam konteks yang berbeda. Melalui
pemahaman yang mendalam tentang sengketa konstruksi, diharapkan para
profesional di industri konstruksi dapat menghadapinya dengan lebih efektif
dan efisien.

C. Metodologi
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami menggunakan beberapa
referensi dari buku yang berkaitan dengan permasalahan yang ada untuk
dijadikan landasan teoritis. Setelah itu, untuk menganalisisnya digunakan
metode kualitatif berupa serangkaian informasi yang didapat dengan
mengumpulkan Informasi-informasi yang digali.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Jenis Sengketa Konstruksi


1. Definisi Sengketa Konstruksi
2. Jenis Sengketa Konstruksi
B. Penyebab Sengketa Konstruksi
1. Ketidakjelasan Perencanaan
2. Perubahan Lingkup Kerja
3. Keterlambatan Pekerjaan
4. Ketidaksesuaian Spesifikasi
5. Pembayaran yang Tidak Tepat Waktu
C. Penyelesaian Sengketa Konstruksi
1. Negosiasi

Negosiasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa


yang disebutkan pada pasal 1 angka 10 Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan 
Alternatif Penyelesaian  Sengketa. Kegiatan negosiasi tersendiri
tidak dijelaskan lebih merinci di dalam peraturan perundang-
undangan. Melainkan definisi alternatif penyelesaian sengketa
yang dijelaskan:

“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian


sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”

Dalam Kamus Bahasa Indonesia definisi negosiasi yaitu proses


tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau
menerima guna mencapai suatu kesepakatan bersama antara satu
pihak (kelompok atau organisasai) dan pihak (kelompok atau
negosiasi) yang lain.

Negosiasi dikaitkan dengan Bab II UU Nomor 30 Tahun 1999


mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa, pasal 6 ayat (2):

“2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif


penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam

3
waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan
dalam suatu kesepakatan  tertulis.”

Alternatif penyelesaian sengketa yang dijelaskan pada pasal 6


ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999, pada kata “pertemuan
langsung” menunjukan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan
dengan negosiasi yang mana para pihak atau kuasanya
menyelesaikan sengketa tanpa dibantu pihak ketiga atau seorang
mediator. Setelah proses tawar-menawar yang dilakukan para
pihak, barulah muncul opsi-opsi yang dapat dipilih sebagai jalan
keluar dari permasalahan yang disengketakan. Kesepakatan-
kesepakatan yang disetujui para pihak wajib dituangkan dalam
suatu kesepakatan tertulis atau akta perdamaian.

Kesepakatan tertulis yang sudah dibuat oleh para pihak bersifat


final dan mengikat para pihak. Selanjutnya para pihak wajib
menandatangani kesepakatan tertulis serta mendaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak penandatanganan.

Tidak berhenti pada pendaftaran kesepakatan tertulis, para pihak


juga wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban yang tertuang di
kesepakatan tertulis sejak pendaftaran dilakukan di Pengadilan
Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Dengan berlakunya UU Nomor 30 Tahun 1999 memberikan


kepastian hukum terhadap lembaga penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang diharapkan berprosedur informal dan efisien,
serta memudahkan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa
atau beda pendapat dengan model penyelesaian sengketa yang
telah disepakati bersama.

2. Mediasi
mediasi adalah pihak ketiga (baik perorangan atau lembaga independen),
tidak memihak dan bersifat netral, yang bertugas memediasi kepentingan
dan diangkat serta disetujui para pihak yang bersengketa. Sebagai pihak
luar, mediator tidak memiliki kewenangan memaksa, tetapi bertemu dan
mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan
pokok perkara. Berdasarkan masukan tersebut, mediator dapat
menentukan kekurangan atau kelebihan suatu perkara, kemudian disusun
dalam proposal yang kemudian dibicarakan kepada para pihak secara
langsung. Peran mediasi ini cukup penting karena harus dapat
menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga para pihak yang

4
besengketa dapat berkompromi dan menghasilkan penyelesaian yang
saling menguntungkan di antara para pihak yang bersengketa. Mediasi
juga merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa.
Apabila mediasi gagal atau tidak mencapai kesepakatan, maka mediator
wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan
memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim. Apabila mediasi
gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan.

Tahapan proses pelaksanaan mediasi, diantaranya yaitu:

Mendefinisikan permasalahan, seperti:

 Memulai proses mediasi


 Mengungkap kepentingan tersembunyi
 Merumuskan masalah dan menyusun agenda

Memecahkan permasalahan, seperti:

 Mengembangkan pilihan (options)


 Menganalisis pilihan
 Proses tawar menawar akhir
 Mencapai kesepakatan

Kelebihan dan Kekurangan Mediasi


Kelebihan mediasi, diantaranya:

 Proses cepat.
 Bersifat rahasia.
 Tidak Mahal.
 Adil.
 Pemberdayaan individu.
 Keputusan yang hemat.
 Keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.

Kekurangan mediasi, diantaranya:

 Tidak bersifat memaksa


 Mediator kurang terjamin
 Rentan gagal

5
3. Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa latin) yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan, Menurut
UU No.30 tahun 1999, Arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Pasal 5 (1) DAN (2) UU NO.30/1999.
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.

(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah


sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian.

Terdapat beberapa kelebihan dan kemudahan penyelesaian sengketa di


arbitrase:
1. Cepat dan hemat (Tata cara bisa cepat dan biaya terukur)
2. Diadili oleh para ahli (Expert decision-Maker)
3. Rahasia/Tertutup (dijamin kerahasiaan sengketa para pihak);
4. Lebih bersifat kekeluargaan
5. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal
prosedural dan administratif;
6. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
7. Putusan final dan mengikat (Final and binding);
8. Tata cara penyelesaian lebih informal dari tata cara pengadilan.
9. International enforcement of Arbitral awards.

6
4. Litigasi
Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa yang merupakan sarana
akhir (ultimum remidium) di hadapan pengadilan setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Litigasi
menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain. Dengan
demikian bisa dikatakan, proses litigasi adalah penyelesaian sengketa di
antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.

Sebagai proses penyelesaian sengketa yang dilakukan di pengadilan,


litigasi harus melewati beberapa prosedur. Proses pertamanya adalah
pendaftaran perkara ke pihak kejaksaan. Selanjutnya, ada biaya perkara
yang harus dibayarkan oleh pihak penggugat. Perkara pidana biasanya
sudah dibiayai oleh pemerintahan. Sedangkan biaya untuk perkara
perdata dibebankan kepada pihak penggugat.

Setelah seluruh proses administrasi selesai, seluruh pihak yang terlibat


harus menunggu panggilan sidang. Pada umumnya, sebelum proses
sidang, mediasi akan diadakan antara seluruh pihak yang terlibat dengan
tujuan untuk menyelesaikan perkara tanpa harus melalui persidangan di
pengadilan. Namun, jika jalan keluar tidak ditemukan, kasus akan tetap
lanjut ke pengadilan. Proses atau tahapan yang harus dilalui selama
proses litigasi adalah sebagai berikut:

1. Pendaftaran Perkara

2. Membayar Biaya Perkara

3. Menunggu Surat Panggilan Sidang

4. Mediasi

5. Sidang Putusan

7
Perbedaan Litigasi dan Non-Litigasi

Penyelesaian yang ditawarkan diatur dalam UU No 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat


10. Dalam Undang-Undang mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, mengindikasikan bahwa sengketa bisa saja diselesaikan melalui jalur
peradilan atau jalur peradilan alternatif (litigasi atau non litigasi). Alternatif ini
banyak diberikan terutama pada sengketa yang masuk ke dalam kasus perdata.

Seperti yang diketahui proses litigasi adalah membawa permasalahan sengketa ke


jalur hukum sedangkan proses non litigasi penyelesaiannya berdasarkan itikad
baik yang dimiliki para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar
jalur pengadilan sesuai kesepakatan bersama dan tertulis dalam sebuah perjanjian
inilah yang disebut juga sebagai arbitrase.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan non litigasi adalah penyelesaian


sengketa di luar pengadilan atau sering juga disebut dengan alternatif
penyelesaian sengketa. Terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa non-litigasi,
salah satunya ialah melalui mediasi. Mediasi merupakan proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Sifat dari proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki
lain. Kedua cara menyelesaikan masalah tersebut baik litigasi maupun non litigasi
diatur dan diakui oleh hukum perundangan di Indonesia.

D. Studi Kasus Sengketa Konstruksi


1. Kasus A: Sengketa Konstruksi pada Proyek Gedung Perkantoran
2. Kasus B: Sengketa Konstruksi pada Proyek Jalan Tol

8
D. Studi Kasus Sengketa Konstruksi

1. Kasus Sengketa Konstruksi Pembangunan Gedung Perkantoran

Pada tahun 2017, PT. X membangun suatu bangunan gedung guna


mewujudkan sentralisasi layanan perbankan, keuangan, dan perkantoran di
wilayah Jakarta Timur. Dalam perjalanan pelaksanaan konstruksi design-build
terdapat permasalahan hingga berujung sengketa yang merugikan PT. X selaku
Pengguna Jasa dan PT. HM selaku Kontraktor Design-Build. Terdapat perbedaan
penafsiran peranan pada dokumen kontrak antara PT. X dan PT. HM dalam
melakukan pengurusan perizinan berupa Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Dalam
pengurusan tersebut terdapat rekomendasi penambahan proteksi kebakaran
berupa tangga darurat dan hydrant system dari Suku Dinas Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur untuk mendukung operasional
gedung tersebut. Dengan adanya perbedaan penafsiran dokumen kontrak, melalui
studi kasus ini analisis sengketa dilakukan untuk mengidentifikasi kendala aspek
administratif dalam sengeketa, mengetahui penyebab sengketa pada aspek teknis,
serta memberikan usulan dalam pencegahan permasalahan sengketa konstruksi
pada proyek konstruksi selanjutnya.

Sengketa yang terjadi pada studi kasus dianalisa dengan pendekatan


prinsip-prinsip dan teori manajemen konstruksi serta didukung dengan anatomi
proses konstruksi dan sengketa secara kronologis. Analisis dilakukan pada aspek
administratif melalui kronologi kejadian sengketa hingga akhir penyelesaian
sengketa. Analisis sengketa konstruksi juga dilakukan pada aspek teknis dengan
menggunakan dokumen kontrak antara PT. X dan PT. HM serta dokumen proyek
yaitu Dokumen Pengadaan (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat), Surat Perjanjian,
Rincian Kuantitas, Basic Design, Gambar for Construction, dan As Built
Drawing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala pada aspek administratif


dalam sengketa yaitu kurang koorperatifnya pihak-pihak yang terlibat dalam
proyek. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa penyebab dari sengketa pada aspek
teknis adalah adanya perbedaan penjelasan ruang lingkup pekerjaan pengurusan
perizinan SLF pada ketiga dokumen kontrak yang dianalisis. Selain itu

9
ditemukan bahwa perencanaan yang dilakukan oleh Kontraktor Design-Build
tidak menyesuaikan aspek sistem proteksi kebakaran yang ada pada regulasi
yang berlaku di Indonesia dan dokumen kontrak. Untuk mencegah terjadi
sengketa pada proyek konstruksi selanjutnya, melalui penelitian ini diberikan
beberapa usulan bahwa diperlukan kehati-hatian dalam membuat ruang lingkup
pada dokumen kontrak terutama terkait dengan perizinan dan perencanaan perlu
mengacu pada peraturan beserta regulasi yang berlaku di Indonesia disertai
adanya pengawasan dari Konsultan Manajemen Konstruksi dan Pemilik Proyek.
Studi kasus ini memberikan lesson learned bahwa pekerjaan pengurusan
perizinan berisiko untuk memberikan kerugian pada Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa apabila memiliki ruang lingkup yang tidak jelas pada dokumen
kontrak.

2. Kasus Sengketa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol section Binjai-Pangkalan


Brandan memiliki sengketa. Sengketa tersebut terjadi dikarenakan pemberian
nilai ganti kerugian yang dianggap masih belum layak dan adil kepada
masyarakat sebagai pemilik hak atas tanah, dan kompensasi masyarakat sebagai
penggarap tanah yang dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II dengan alas
hak HGU belum terakomodasi dengan baik. Masalah ini perlu diamati, untuk itu
diperlukan kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut
guna mewujudkan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang terkena
dampak akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut.

Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat urgensi melaksanakan upaya


penyelesaian sengketa dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol
section Binjai-Pangkalan Brandan dapat dilihat dari aspek yuridis. Secara
yuridis, pemerintah harus memegang teguh prinsip-prinsip rule of law, dimana
hak asasi manusia harus dihormati. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah
dalam penyelesaian sengeketa yaitu melakukan musyawarah dan mediasi kepada
masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah, namun pemerintah tidak
melakukan hal tersebut dan akan melakukan konsinyiasi. Mengenai perlindungan
hukum yang diberikan terhadap masyarakat pemegang hak atas tanah
dikarenakan pemerintah memiliki sikap yang tegas pada harga yang telah

10
ditetapkan dan konsinyiasi belum dilakukan karena belum tersedianya anggaran.
Perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai penggarap juga tidak
terwujud, hal ini dapat dilihat dari masyarakat sebagai penggarap yang memiliki
kerugian non-fisik belum terakomodasi dengan baik kepentingannya oleh
pemerintah.

11
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan berbagai referensi
yang relevan dan terpercaya untuk mendapatkan informasi yang akurat
tentang sengketa konstruksi dan penyelesaiannya. Referensi-referensi
tersebut mencakup buku, jurnal, dan artikel dari para ahli dan praktisi
industri konstruksi. Dengan demikian, makalah ini memberikan
pemahaman yang komprehensif tentang sengketa konstruksi dan
memberikan panduan bagi para profesional konstruksi dalam menangani
permasalahan ini secara efektif.
B. Saran
Kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam
pemahaman dan penyelesaian sengketa konstruksi, sehingga dapat
membantu meningkatkan kualitas proyek konstruksi secara keseluruhan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R., & Kong, D. (2018). Construction Claims and Disputes: Causes,
Prevention, and Resolution. Wiley.

Chua, D. K. H., & Hui, E. C. M. (2018). Construction Dispute Research:


Conceptualisation, Avoidance and Resolution. Routledge.

Fenn, P., Gameson, R., & Cebon, P. (2016). Managing Risks in Construction
Projects. Wiley.

Fleming, Q. W., & Koppelman, J. M. (2016). Earned Value Project Management.


Project Management Institute.

Hartman, F. T., & Milosevic, D. Z. (2016). Project Management: Integrating


Strategy, Operations and Change. Routledge.

Kaming, P. F., Olomolaiye, P. O., Holt, G. D., & Harris, F. C. (2016).


Construction Dispute Research: Bridging the Gap between Research and Practice.
Wiley.

Maulana, A., & Prasetyo, Y. (2019). Construction Dispute Resolution in


Indonesia: An Analysis of Dispute Resolution Procedures. In Proceedings of the
3rd International Conference on Construction and Building Engineering
(ICONBUILD) (ppOgunlana, S. O., & Promkuntong, K. (2017). Construction
Dispute Resolution: Towards an Integrated Approach. Routledge.

Prihatmoko, A., Sari, R. P., & Nurhasanah, I. (2018). Resolving Construction


Disputes in Indonesia: Lessons Learned from Mediation Cases. Journal of Legal,
Ethical and Regulatory Issues, 21(2), 1-11.

Soewarno, N., Irawanto, D. W., & Darsono, P. (2019). Dispute Resolution in


Construction Project: A Comparative Study between Arbitration and Litigation in
Indonesia. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 22(1), 1-11.

13
https://www.pelajaran.co.id/mediasi-adalah/

https://insights.abplawfirm.co.id/2020/06/12/mudahnya-menyelesaikan-sengketa-
dengan-negosiasi/

https://core.ac.uk/download/pdf/270201695.pdf

https://www.rumah.com/panduan-properti/litigasi-adalah-74987

14

Anda mungkin juga menyukai