Anda di halaman 1dari 60

PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK DENGAN MENGGUNAKAN

SURFAKTAN ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS


SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

LUSIA ANANDA NASUTION


100822024

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

PERSETUJUAN

Universitas Sumatera Utara


Judul : PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK
DENGAN MENGGUNAKAN SURFAKTAN
ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS
SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI
Kategori : SKRIPSI
Nama : LUSIA ANANDA NASUTION
Nomor Induk Mahasiswa : 100822024
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Disetujui di,
Medan, Juli 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc Dr. Yugia Muis, M.Si


NIP. 19600704198031003 NIP. 195310271980032003

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS


NIP. 195408301985032001

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK DENGAN MENGGUNAKAN


SURFAKTAN ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS
SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

LUSIA ANANDA NASUTION


100822024

Universitas Sumatera Utara


PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan
diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat
Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai patron
insan terbaik, Rasulullah Muhammad, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

Keberhasilan dari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :
Orangtua penulis, buat Ayahanda Alm. Abdul Rolib Nasution,SH dan Ibunda
Nurmawani Siagian yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan
menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup saya. Kepada adik saya tersayang Adhe
Yuta Nasution, SKM yang selalu memotivasi dan menginspirasi disetiap langkah
hidup saya.

Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
Thamrin, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
arahan serta motivasi kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc
selaku ketua dan sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensyahkan
skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Kimia yang telah membantu
penulis selama mengikuti perkuliahan. Staf Kimia Polimer FMIPA USU, Bang Edi.
Sahabat terbaik yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka,
Lisik Wahyuni. Ketua Tim QC dan R&D PT Lambang Utama, sebagai atasan, teman
kerja dan teman berbagi yang pengertian dan telah banyak membantu Nelly,SE.
Teman terbaik yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberi
semangat dan dukungan serta banyak mengajarkan penulis arti kehidupan
sesungguhnya.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan
kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda
kepada kalian, amin ya Rabbalalamin. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis.

Medan, Juli 2012


Penulis

Lusia Ananda Nasution

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dalam penelitian ini, telah dilakukan penelitian pembuatan aspal emulsi dan telah
dipelajari pengaruh penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus yang
bersifat anionik sebagai bahan pengemulsi terhadap nilai viskositas dan sifat
morfologi. Dari data penelitian pembuatan aspal emulsi anionik dengan variasi
pencampuran aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus diperoleh
hasil viskositas optimum yang diukur dengan alat viskosimeter Brookfield sebesar
15.000 senti poise dan hasil optimum morfologi yang dilihat dari foto alat mikroskop
pemindai elektron menunjukkan struktur aspal semakin baik dan rapat setelah
penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.
Kata Kunci: aspal emulsi anionik, surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus,
viskositas, morfologi

Universitas Sumatera Utara


The manufacturing process of anionic asphalt emulsion with linier
alkyl benzene sulfonate surfactant as emulsifying agent

ABSTRACT

In this research, have been done a manufacturing process of asphalt emulsion and a
study about the effect towards the viscosity value and morphology characteristic by
increasing the linier alkyl benzene sulfonate, one of anionic surfactant as emulsifying
agent. A research using the mixture of asphalt, water and linier alkyl benzene
sulfonate surfactant has obtained the optimum viscosity. A measurement was
conducted with a Brookfield viskosimeter showed 15.000 senti poise. The optimum
morphology characteristic can be seen from the scanning electron microscope
photograph showed the structure of asphalt is getting better in quality and density after
the addition of linier alkyl benzene sulfonate surfactant.

Keywords : anionic asphalt emulsion, linier alkyl benzene sulfonate surfactant,


viscosity, morphology

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR SINGKATAN xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4
1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Aspal 5

2.2 Sumber Aspal 5


2.3 Jenis-Jenis Aspal 6

2.3.1 Aspal Alamiah 6

2.3.2 Aspal Batuan 7


2.3.3 Aspal Minyak Bumi 7

Universitas Sumatera Utara


2.3.4 Aspal Beton 7

2.4 Kandungan Aspal 8


2.5 Aspal Iran 9

2.6 Aspal Emulsi 10

2.6.1 Jenis-Jenis Aspal Emulsi 10

2.7 Emulsi 11
2.7.1 Sifat-Sifat Emulsi 11

2.8 Surfaktan 13
2.8.1 Pemakaian Surfaktan 14

2.8.2 Jenis-Jenis Surfaktan 14

2.9 Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus 15


2.9.1 Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena

Sulfonat Rantai Lurus 15

2.10 Mikroskop Pemindai Elektron 17


2.10.1 Prinsip Kerja Mikroskop Pemindai Elektron 17

2.10.2 Aplikasi Mikroskop Pemindai Elektron 19

2.11 Viskositas 19
2.11.1 Konsep Viskositas Aspal 20

2.11.2 Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur 21

2.11.3 Viskoelastisitas Aspal 21


2.11.4 Penuaan Aspal 22

2.11.5 Viskositas Aspal Dengan Alat

Viskosimeter Brookfield 22

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Bahan-Bahan Kimia Yang Digunakan Dalam
Penelitian 24

3.2 Alat -Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian 24


3.3 Prosedur Penelitian 25

Universitas Sumatera Utara


3.3.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik 25

3.3.2 Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 25


3.3.3 Karakterisasi Dengan Alat Mikroskop

Pemindai Elektron 26

3.4 Bagan Penelitian 27

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik 27


3.4.2 Proses Pengujian Viskositas Aspal Emulsi Anionik 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil 29

4.1.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 29


4.1.2 Hasil Uji Morfologi Aspal 31

4.2 Pembahasan 35
4.2.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 35

4.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal 35

4.2.2.1 Hasil Uji Morfologi Aspal Murni 35


4.2.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik

Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan (55:40:5) 36

4.2.2.3 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik


Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan (40:40:20) 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70 9


Tabel 2 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 30

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proses Pemisahan Aspal 6


Gambar 2 Kandungan Aspal 8

Gambar 3 Struktur Molekul Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus 16

Gambar 4 Proses Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena


Sulfonat Rantai Lurus 16

Gambar 5 Skema Mikroskop Pemindai Elektron 18


Gambar 6 Sinyal Pemindai Elektron 19
Gambar 7 Grafik Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 30

Gambar 8 Foto hasil uji morfologi aspal murni pada

pembesaran 1000 kali 31


Gambar 9 Foto hasil uji morfologi aspal murni pada

pembesaran 2500 kali 32

Gambar 10 Foto hasil uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik Variasi


Aspal : Aquades : Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai

Lurus (55:40:5) pada pembesaran 1000 kali 33

Gambar 11 Foto hasil uji Morfologi Aspal emulsi anionik variasi


Aspal : Aquades : Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai

Lurus (40:40:20) pada pembesaran 2500 kali 34

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

RS : Rapid Setting

MS : Medium Setting

SS : Slow Setting

W/O : Water in Oil

O/W : Oil in Water

Atm : Atmosfer

IP : Indeks Penetrasi

mPa.s : Milli Pascal Second

SCR : Strip Chart Recorder

HMAC : Hot Mix Asphalt Concrete

CTD : Cathode Ray Tube

rpm : round per minute

KV : Kilo Volt

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peralatan Penelitian


a. Viskosimeter Brookfield
b. Mikroskop Pemindai Elektron
Lampiran 2. Bahan Penelitian
a. Aspal
b. Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus
Lampiran 3. Pengaplikasian Aspal
a. Pengolahan Aspal
b. Pengaplikasian Aspal

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dalam penelitian ini, telah dilakukan penelitian pembuatan aspal emulsi dan telah
dipelajari pengaruh penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus yang
bersifat anionik sebagai bahan pengemulsi terhadap nilai viskositas dan sifat
morfologi. Dari data penelitian pembuatan aspal emulsi anionik dengan variasi
pencampuran aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus diperoleh
hasil viskositas optimum yang diukur dengan alat viskosimeter Brookfield sebesar
15.000 senti poise dan hasil optimum morfologi yang dilihat dari foto alat mikroskop
pemindai elektron menunjukkan struktur aspal semakin baik dan rapat setelah
penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.
Kata Kunci: aspal emulsi anionik, surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus,
viskositas, morfologi

Universitas Sumatera Utara


The manufacturing process of anionic asphalt emulsion with linier
alkyl benzene sulfonate surfactant as emulsifying agent

ABSTRACT

In this research, have been done a manufacturing process of asphalt emulsion and a
study about the effect towards the viscosity value and morphology characteristic by
increasing the linier alkyl benzene sulfonate, one of anionic surfactant as emulsifying
agent. A research using the mixture of asphalt, water and linier alkyl benzene
sulfonate surfactant has obtained the optimum viscosity. A measurement was
conducted with a Brookfield viskosimeter showed 15.000 senti poise. The optimum
morphology characteristic can be seen from the scanning electron microscope
photograph showed the structure of asphalt is getting better in quality and density after
the addition of linier alkyl benzene sulfonate surfactant.

Keywords : anionic asphalt emulsion, linier alkyl benzene sulfonate surfactant,


viscosity, morphology

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspal konvensional yang biasa digunakan sebagai bahan campuran panas


cenderung memiliki viskositas rendah, titik lembek rendah dan mudah dipengaruhi
suhu atau beban yang melintas di atasnya. Pada siang hari di Indonesia dengan suhu
yang tinggi ditambah dengan adanya beban dari lalu lintas yang besar akan semakin
memperbesar kemungkinan perkerasan kelenturan jalan akan mengalami kerusakan
yang permanen. Sementara itu terkait dengan curah hujan yang tinggi, air hujan akan
sering menggenangi permukaan jalan. Jenis kerusakan karena pengaruh air adalah
lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di dalamnya sehingga
dalam hitungan minggu lubang yang semula kecil dapat membesar lebih cepat. Selain
itu kerusakan pada jalan aspal umumnya berkaitan dengan beban roda yang berat,
peningkatan tekanan beban, eskalasi atau meningkatnya jumlah lalu lintas dan
kerusakan kelembaban (Brown, 1990)

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan dari aspal konvensional tersebut
adalah dengan menggunakan aspal modifikasi sebagai material campuran. Para
peneliti aspal telah memfokuskan perhatian pada sifat-sifat pemodifikasi aspal yang
diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dan aditif polimer. Dalam hal ini
terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai pada campuran aspal dapat
meningkatkan kontribusi pengikat aspal untuk kinerja pengaspalan (Terrel, 1986 dan
Khosia, 1989).

Berbagai penelitian telah dilakukan seperti Sabagh (2009) yang telah


mempelajari surfaktan dan hubungannya pada pelarut dan stabilisasi pada aspal emulsi
anion dan nonionik juga Cervinkova (2006) yang telah mempelajari tentang
modifikasi limbah sebagai bahan penguat dari campuran surfaktan anionik dan

Universitas Sumatera Utara


kationik dengan tambahan bahan penguat yang menghasilkan aspal emulsi yang
mempunyai daya rekat tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian


tentang pembuatan aspal emulsi anionik dengan menggunakan surfaktan alkil benzena
sulfonat rantai lurus sebagai bahan pengemulsi. Diharapkan dalam penelitian ini
penggunaan bahan pengemulsi tersebut dapat meningkatkan nilai viskositas dan
mempelajari sifat morfologi dari beberapa variasi pembuatan aspal emulsi anionik
yang dihasilkan.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:


1. Apakah aspal dapat bercampur secara sempurna dengan menggunakan bahan
pengemulsi surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.
2. Menentukan nilai viskositas dan mempelajari sifat morfologi pada pembuatan
aspal emulsi anionik dari beberapa variasi berat antara aspal, air dan surfaktan
alkil benzena sulfonat rantai lurus.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:


1. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal Iran dengan type grade 60/70
yang diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51 Medan-Sumatera Utara.
2. Bahan polimer yang digunakan yaitu surfaktan alkil benzena sulfonat rantai
lurus yang diperoleh dari laboratorium PT. Lambang Utama, Medan-Sumatera
Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Untuk mengetahui teknik pembuatan aspal emulsi anionik dengan surfaktan
alkil benzena sulfonat rantai lurus.
2. Untuk menentukan nilai viskositas dan mempelajari sifat morfologi pada
pembuatan aspal emulsi anionik dari beberapa variasi berat aspal, air dan
surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :


1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan dan pengaruh
penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus sebagai bahan
pengemulsi dalam pembuatan aspal emulsi anionik.
2. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan lalu lintas
agar kualitas aspal sebagai bahan dasar jalan raya menjadi lebih baik.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini


dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
1. Tahap pembuatan aspal emulsi anionik
Pada tahap ini, dilakukan pencampuran variasi aspal dan variasi surfaktan alkil
benzena sulfonat rantai lurus lalu dipanaskan pada suhu 120 oC ± 10 oC.
2. Tahap pengujian aspal emulsi anionik
Untuk pengujian dilakukan uji viskositas dan uji morfologi.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :


- Variabel Bebas : aspal dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus dengan
variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram.

Universitas Sumatera Utara


- Variabel Tetap : suhu, waktu dan air.
- Variabel Terikat : uji viskositas dan uji morfologi.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Medan-


Sumatera Utara. Pengujian Viskositas dilakukan di PT. Smart Tbk, Medan-Sumatera
Utara. Pengujian Morfologi dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, FMIPA UGM,
Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental
jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah.
Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh
komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau
viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih
peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin.
Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur
tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap
temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun
mengeras. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran
perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya
lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi
atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida (Wignall, 2003).

2.2 Sumber Aspal

Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah diperoleh melalui proses destilasi
minyak bumi. Proses destilasi ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC di
bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti bensin,
minyak tanah dan minyak. Proses pemisahan dari bahan bakar minyak bumi dapat
dilihat pada gambar 1 (Wignall,2003).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Proses Pemisahan Aspal

2.3 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses


pembentukannya sebagai berikut :

2.3.1 Aspal Alamiah

Aspal alamiah berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan
Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat
anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung
kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut (Oglesby, 1996).

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Aspal Batuan

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang
dipadatkan dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi diberbagai bagian di
Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan
lama dan stabil tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada
daerah-daerah tertentu saja (Oglesby, 1996).

2.3.3 Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk


perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal
dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio,
Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan
Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur
Tengah. Sebesar 32 juta ton aspal minyak bumi telah digunakan pada tahun 1980
(Oglesby, 1996).

2.3.4 Aspal Beton

Aspal beton merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam proyek-
proyek konstruksi seperti permukaan jalan, bandara, dan tempat parkir. Aspal ini
terbagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Aspal Beton Campuran Panas, diproduksi dengan memanaskan aspal untuk


mengurangi viskositas, dan pengeringan agregat untuk menghilangkan uap air
sebelum pencampuran. Pencampuran dilakukan pada temperatur sekitar 300oF
(150ºC) untuk aspal polimer modifikasi dan aspal semen sekitar temperatur 200oF
(95ºC). Pemadatan dilakukan pada saat aspal cukup panas. HMAC (Hot Mix
Asphalt Concrete) merupakan jenis aspal yang paling umum dipakai pada jalan
raya.

2. Aspal Beton Campuran Hangat, diproduksi dengan penambahan zeolit, lilin atau
aspal emulsi untuk campuran. Penambahan zat aditif dalam campuran tersebut
dilakukan untuk mempermudah pemadatan pada cuaca yang dingin.

Universitas Sumatera Utara


3. Aspal Beton Campuran Dingin, dipoduksi oleh bahan pengemulsi aspal dalam air
dan sabun sebelum pencampuran dengan agregat.

4. Aspal Beton, diproduksi dengan melarutkan bahan pengikat dalam minyak tanah
atau fraksi yang lebih ringan dari minyak bumi sebelum pencampuran dengan
agregat.

5. Aspal Beton Mastis, diproduksi dengan memanaskan aspal keras dalam


pencampuran panas sampai menjadi cairan yang lebih kental kemudian
menambahkan agregat (Oglesby, 1996).

2.4 Kandungan Aspal

Dari sudut pandang kualitatif aspal terdiri dari dua kelas utama senyawa, yaitu
asphaltene dan maltene. Asphaltene mengandung campuran kompleks hidrokarbon
(5%-25%), terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang
mengandung belerang, amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam
karboksilat), nikel dan vanadium. Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun
yaitu saturated, aromatis, dan resin. Strukturnya kandungan aspal dapat dilihat pada
gambar 2 di bawah (Nuryanto, 2008).

Gambar 2. Kandungan aspal

Dari gambar 2 terlihat struktur kandungan aspal dimana masing-masing


komponen memiliki struktur, komposisi kimia dan sifat reologi bitumen yang berbeda.
Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua yang berbentuk solid atau semi
solid sangat polar yang tersusun oleh atom C, H, O, S, dan N, untuk perbandingan

Universitas Sumatera Utara


H/C yaitu 1,3 - 1,4, memiliki berat molekul antara 500-50000, dan larut dalam n-
heptan. Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan
kental, bersifat non polar, didominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000,
terdiri dari senyawa naften aromatik dan mengandung 40-65% dari total bitumen.
Saturate merupakan senyawa yang berbentuk cairan kental non polar, berat molekul
hampir sama dengan aromatis, tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang,
alkil napthene, dan aromatis, mengandung 5-20% dari total bitumen (Nuryanto,
2008).

2.5 Aspal Iran

Aspal Iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran.
Aspal ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis
termasuk Indonesia, karena didesain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik
dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan
persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel 1 dibawah ini (Nuryanto, 2008)

Tabel 1. Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70


Sifat Ukuran Spesifikasi Standart Pengujian
o 3
Densitas pada T 25 C K/m 1010 - 1060 ASTM-D71/3289
Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5
o
Titik leleh C 49/56 ASTM-D36
Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113
Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6
Penurunan pada penetrasi setelah
% Max. 20 ASTM-D6&D5
pemanasan
o
Titik nyala C Min. 250 ASTM-D92
Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4
Spot Test Negatif AASHO T102
2.6 Aspal Emulsi

Aspal emulsi merupakan hasil dispersi bahan aspal semen dalam air secara
merata dengan menggunakan emulsifier yang berfungsi mengikat molekul aspal
dengan molekul air.

2.6.1 Jenis-Jenis Aspal Emulsi

Universitas Sumatera Utara


Aspal emulsi dapat dikelompokkan menurut jenis muatan listriknya dan
menurut kecepatan pengerasannya. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya,
aspal emulsi dapat dibedakan menjadi:
1. Aspal emulsi anionik, mengandung bahan pengemulsi anionik sehingga partikel-
partikel aspal bermuatan elektro negatif. Aspal emulsi anionik mempunyai tiga
jenis aspal emulsi yaitu, mengikat cepat, mengikat sedang dan mengikat lambat.

2. Aspal emulsi nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik
karena tidak mengalami ionisasi.

3. Aspal emulsi kationik, merupakan aspal cair yang dihasilkan dari aspal keras
dengan cara mendisfersikan ke dalam air dengan bantuan bahan pengemulsi.
Aspal emulsi kationik mengikat cepat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif
yang aspalnya memisah cepat dengan air setelah kontak dengan batuan. Aspal
emulsi kationik mengikat sedang adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang
aspalnya memisah dengan air setelah kontak dengan batuan. Aspal emulsi
kationik mengikat lambat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang
aspalnya memisah dengan air secara lambat setelah kontak dengan batuan
(Mutohar, 2002).

Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dibedakan menjadi


a. Aspal emulsi RS (Rapid Setting), jenis aspal ini mempunyai tingkat reaksi yang
cepat dengan agregat penyertanya dan berubahnya dari emulsi menjadi aspal.
Jenis RS akan menghasilkan lapisan film yang relatif tebal.
b. Aspal emulsi MS (Medium Setting), jenis aspal ini memiliki tingkat pencampuran
medium dengan sasaran agregat kasar. Karena jenis ini tidak akan memecah jika
berhubungan dengan agregat maka campuran yang menggunakan jenis ini akan
tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.
c. Aspal emulsi SS (Slow Setting), jenis aspal ini memiliki stabilitas tinggi untuk
hasil pencampuran dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar
agregat halus yang tinggi. (Oglesby, 1996).

2.7 Emulsi

Universitas Sumatera Utara


Emulsi adalah campuran dua cairan yang tidak saling campur dimana salah
satu cairan terdispersi sebagai tetesan pada cairan yang lain oleh adanya zat ke tiga
sebagai penyetabil. Pada dasarnya emulsi terdiri dari tiga fasa yaitu internal, eksternal
dan interface. Fasa internal (fasa dispersi) berada dalam bentuk tetesan halus, fasa
eksternal membentuk matriks dimana tetesan tersuspensi. Agar sistem menjadi stabil
dalam jangka waktu yang lama perlu ditambahkan zat ketiga yang aktif pada interface
yang disebut emulsifier (Shinoda dan Friberg, 1986).

Secara umum emulsi dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu air dan
minyak. Semua air atau fasa-fasa yang larut dalam air diklasifikasikan sebagai air
sedangkan yang lain diklasifikasikan sebagai minyak. Jika air terdispersi dalam
minyak maka disebut jenis emulsi air dalam minyak (W/O), dengan demikian air
sebagai fasa terdispersi dan minyak sebagai fasa bersambung. Sebaliknya jika minyak
terdispersi ke air maka emulsi tersebut merupakan jenis emulsi minyak dalam air
(O/W). Dibandingkan dengan emulsi minyak dalam air, jenis emulsi air dalam minyak
kurang sensitif terhadap pH, tetapi sensitif terhadap panas, peka pada perlakuan
elektrik, mempunyai konduktifitas lebih rendah, terwarnai oleh pewarna yang larut
dalam minyak, dan dapat diencerkan dengan penambahan minyak murni (Holmberg,
2003).

2.7.1 Sifat–Sifat Emulsi


Sifat –sifat emulsi dapat dilihat dari berbagai ciri, yaitu:
1. Sifat Fisika
Sifat fisika koloid berbeda-beda tergantung jenis koloidnya. Pada koloid
hidrofob sifat-sifat seperti rapatan ,tegangan permukaan dan viskositasnya hampir
sama dengan medium pendispersinya. Pada koloid hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-
sifat fisikanya sangat berbeda dengan mediumnya, viskositasnya lebih besar dan
tegangan permukaannya lebih kecil (Sukardjo, 1997).

2. Sifat Koligatif
Suatu koloid dalam medium cair juga mempunyai sifat koligatif. Sifat ini
hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat-sifat
koligatif koloid umumnya lebih rendah dari pada larutan sejati dengan jumlah partikel

Universitas Sumatera Utara


yang sama, ini disebabkan karena butir-butir koloid terdiri atas beribu-ribu molekul,
sedangkan pengaruh terhadap sifat koligatif hanya ditentukan oleh jumlah molekul
(Sukardjo, 1997).

3. Sifat Optik
Walaupun secara definisi koloid terlalu kecil untuk dilihat oleh mikroskop
biasa, partikel-parteikel koloid dapat dideteksi secara optik. Ketika cahaya dilewatkan
melalui medium yang mengandung partikel maka berkas cahaya tersebut tidak dapat
dideteksi dan medium tersebut disebut optik bening. Ketika partikel koloid diberikan,
sebagian cahaya akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan dalam intensitas
yang rendah. Penghamburan ini dikenal dengan nama efek Tyndall. Efek Tyndall
dapat digunakan untuk mengamati partikel-partikel koloid dengan menggunakan
mikroskop (Bird, 1993)
Karena intensitas hamburan cahaya bergantung pada ukuran partikel, maka
efek Tyndall juga dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul koloid.
Partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung untuk
menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek. Sebaliknya partikel-
partikel koloid yang mempunyai ukuran besar cenderung untuk menghamburkan
cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang (Bird, 1993).

4. Sifat Kinetik
Sifat kinetik koloid emulsi dapat dilihat dari beberapa karakter, antara lain:
a. Gerak Brown
Partikel koloid bila diamati di bawah mikroskop ultra akan nampak sebagai bintik-
bintik bercahaya yang selalu bergerak secara acak dengan jalan berliku-liku. Gerakan
acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersinya disebut gerak brown.
Gerakan ini disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekul-molekul medium
pendispersi yang tidak sama (tidak seimbang).
b.Pengendapan (sedimentasi)
Partikel-partikel kolid mempunyai kecenderungan untuk mengendap karena pengaruh
gravitasi bumi. Hal ini bergantung pada rapat massa partikel terhadap mediumnya.
Jika rapat massa partikel lebih besar dari medium suspensinya maka partikel tersebut

Universitas Sumatera Utara


akan megendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil maka partkel akan
mengapung.
c.Difusi
Partikel zat terlarut akan berdifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah
yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerak brown,
sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikel-partikel koloid berdifusi
karena adanya gerak brown (Yazid, 2005).

2.8 Surfaktan

Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan suatu molekul yang sekaligus


memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara dan air, minyak
dan air juga zat padat dan air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik
berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak surfaktan dengan
zat padat atau terendam dalam fasa minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik)
mengandung rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
mengandung gugus hidroksil. Surfaktan juga dapat diartikan sebagai zat yang dapat
mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan
(antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan
(Jatmika, 1998).

2.8.1 Pemakaian Surfaktan

Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan


pembasah, bahan pengemulsi dan bahan pelarut. Penggunaan surfaktan ini bertujuan
untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka,

Universitas Sumatera Utara


antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan dalam bentuk emulsi minyak
dalam air atau bentuk emulsi air dalam minyak. Surfaktan merupakan suatu molekul
amphipatic atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam
satu molekul yang sama (Genaro, 1990).
Sifat-sifat surfaktan adalah, mampu menurunkan tegangan permukaan
(tegangan antar muka), meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan
mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya minyak di dalam air (O/W) atau air di
dalam minyak (W/O). Surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak
atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan
dari partikel yang terdispersi (Manik, 1987).

2.8.2 Jenis – Jenis Surfaktan

Surfaktan terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan muatan yang


dikandungnya, pembagiannya adalah sebagai berikut:
a. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif
permukaan. Surfaktan anionik memiliki sifat-sifat, tidak dapat bersatu dengan jenis
surfaktan kationik, sensitif terhadap air sadah. Derajat sensitifitasnya: karboksilat >
posfat > sulfat, mudah terhidrolisa oleh asam-asam dalam proses autokatalis.
Contoh surfaktan anionik antara lain, natrium lauril sulfat, alkil benzena
sulfonat rantai lurus, alkil benzena rantai bercabang, natrium lauril alkil sulfat dan
lain-lain (Schwartz, 1958).

b. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada bagian aktif
permukaan atau gugus antar muka hidrofobiknya. Surfaktan kationik memiliki sifat-
sifat, tidak dapat bersatu dengan jenis anionik, indeks yang lebih tinggi dibanding
surfaktan jenis lain dan adsorpsi permukaan yang baik.
Contoh surfaktan kationik antara lain, diamina hidroklorida, poliamina
hidroklorida, dimetilamina hidroklorida dan lain-lain (Schwartz, 1958).

c. Surfaktan non ionik

Universitas Sumatera Utara


Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi
ionisasi molekul. Surfaktan non ionik memiliki sifat-sifat, dapat bersatu dengan semua
jenis surfaktan, sensitif terhadap air sadah, tidak terpengaruh oleh penambahan
elektrolit, dan sangat tergantung suhu.
Contoh surfaktan non ionik antara lain, alkohol etoksilat, mono alkanolamida
etoksilat, amina etoksilat, asam lemak etoksilat, etilena oksida / propilena oksida
kopolimer, alkil penol etoksilat, dan lain-lain (Schwartz, 1958).

d. Surfaktan amfoter
Surfaktan amfoter adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan
kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH tinggi dapat
menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat kationik,
yang dapat membentuk surfaktan amfoter.
Contoh dari surfaktan amfoter antara lain, lauril dimetil betaine, coco amida
propil betaine, karboksil glisianat, alkil asetat dan lain-lain (Schwartz, 1958).

2.9 Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

Alkil benzena sulfonat rantai lurus merupakan surfaktan sintetis volume


terbesar karena biaya yang relatif rendah, kinerja yang baik, dan ramah lingkungan
karena memiliki rantai lurus. Surfaktan anionik ini adalah surfaktan yang ditandai
dengan kelompok hidrofobik dan kelompok hidrofilik. Alkil benzena sulfonat rantai
lurus berisi cincin aromatik tersulfonasi dan melekat pada rantai lurus alkil pada setiap
posisi. Sifat-sifat surfaktan ini berbeda dalam sifat fisik dan kimia sesuai dengan
panjang rantai alkil. Molekul alkil benzena sulfonat rantai lurus memiliki berat
molekul 326,49 g/mol yang strukturnya dapat dilihat pada gambar 3 di bawah
(Schwartz, 1958)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Struktur Molekul Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

2.9.1 Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

Alkil benzena sulfonat rantai lurus diproduksi oleh sulfonasi alkil benzena
rantai lurus dengan oleum dalam reaktor tumpak. Larutan sulfonasi alternatif lainnya
adalah asam sulfat, belerang trioksida, asam kloro sulfonat dan asam sulfamat, yang
dinetralkan dengan garam (natrium, amonium, kalsium, kalium, atau trietanolamina).
Surfaktan ini banyak digunakan dalam industri untuk meningkatkan kontak antara
media polar dan non polar seperti antara minyak dan air atau antara air dan minyak.
Proses pembuatan surfaktan jenis alkil benzena sulfonat rantai lurus dapat dilihat pada
gambar 4 di bawah (Matta, 1986).

Gambar 4. Proses Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

Gambar 4 menjelaskan tentang proses pembuatan surfaktan yang meliputi


empat unit proses dasar untuk netralisasi, antara lain yaitu:
1. Sulfonasi, pada tahap sulfonasi alkil benzena dan oleum dicampur pada tekanan 1
Atm. Reaksi sulfonasi berlangsung dengan pelepasan panas tinggi dan
perpindahan panas dengan menggunakan reaktor pelindung, resirkulasi
pemakaian ulang penukar panas. Variabel kunci dalam mengontrol luas reaksi
dan warna produk adalah temperatur, keluaran asam, waktu reaksi dan
perbandingan oleum dengan alkilat.
2. Digestasi, proses digestasi atau pencampuran dilakukan selama 15 sampai 30
menit agar reaksi berlangsung secara sempurna.
3. Pelarutan, proses pelarutan dilakukan dengan air untuk menyempurnakan reaksi.

Universitas Sumatera Utara


4. Pemisahan, proses pemisahan dilakukan dengan mengumpankan produk ke dalam
tangki pemisahan yang berdasarkan pada gravitasi lapisan asam sulfat yang keluar
dari asam sulfonat ringan. Waktu pemisahan bergantung pada konfigurasi tangki
pemisahan, viskositas asam sulfat, dan temperatur dalam aliran umpan (Matta,
1986)

2.10 Mikroskop Pemindai Elektron

Mikroskop pemindai elektron merupakan alat yang dapat membentuk


bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan
mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur
permukaan itu secara langsung. Pada alat ini suatu berkas elektron yang sangat halus
dipindai menyilangi permukaan sampel dalam keseimbangan dengan berkas elektron
tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi
sinyal tabung sinar katoda untuk memproduksi suatu hasil dengan kedalaman posisi
yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).

2.10.1 Prinsip Kerja Mikroskop Pemindai Elektron

Prinsip kerja dari mikroskop pemindai elektron adalah sebagai berikut, sebuah
pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda lalu lensa
magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel dan sinar elektron yang terfokus
memindai keseluruhan sampel lalu diarahkan ke gulungan pemindai. Ketika elektron
mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima
oleh detektor dan dikirim ke monitor. Skema kerja mikroskop pemindai elektron dapat
dilihat pada gambar 5 di bawah ini (Badrul, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Skema Mikroskop Pemindai Elektron

Gambar 5 menunjukkan cara kerja alat mikroskop pemindai elektron yang


digunakan untuk mempelajari permukaan benda padat yang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan mikroskop optik. Ketika sebuah berkas elektron berinteraksi
dengan atom di dalam sampel, elektron secara individu menjalani dua jenis hamburan
yaitu hamburan elastis (Backscattered electrons) dan hamburan inelastis (Secondary
Electrons) (Badrul, 2011).

Pada sebuah mikroskop pemindai elektron terdapat beberapa peralatan utama


antara lain, tembakan elektron (berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
melepas elektron), lensa elektron (berupa lensa magnetik elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan) dan sistem vakum. Pada mikroskop pemindai elektron
terdapat elektron yang sangat kecil dan molekul udara yang lain, elektron yang
berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran
sehingga menghilangkan molekul udara (Twyman, 2005)

2.10.2 Aplikasi Alat Mikroskop Pemindai Elektron

Aplikasi alat mikroskop pemindai elektron adalah topografi (menganalisa


permukaan dan tekstur), morfologi (menganalisa bentuk dan ukuran dari sampel),
menganalisa komposisi permukaan benda secara kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara


kelemahan alat mikroskop pemindai elektron antara lain, memerlukan kondisi vakum,
hanya menganalisa permukaan, sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak
konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas (Stevens, 2001).

Gambar 6. Sinyal Pemindai Elektron

Dari gambar 6 dapat dilihat ada beberapa sinyal penting yang dihasilkan oleh
mikroskop pemindai elektron. Dari pantulan yang tidak elastis dihasilkan sinyal
elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis dihasilkan
sinyal backscattered elektron. Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan
backscattered adalah elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang
dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah.
Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom-
atom penyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih
cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Permukaan yang tinggi akan lebih
banyak melepaskan elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan
permukaan yang rendah (Tywman, 2005).

2.11 Viskositas

Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan


gesekan antara molekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang
mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya
bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada
hukum aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya-gaya mekanik dari

Universitas Sumatera Utara


suatu aliran viskos sebagai geseran dalam fluida adalah konstan sehubungan dengan
gesekannya (Chatab, 1997)

2.11.1 Konsep Viskositas Aspal

Aspal memiliki struktur molekul yang sangat kompleks dan memiliki ukuran
yang bervariasi serta jenis ikatan kimia yang berbeda-beda. Semua jenis molekul
berinteraksi satu dan yang lainnya dengan cara yang berbeda-beda, cara berinteraksi
antar molekul ini mempengaruhi tidak saja sifat kimia aspal tetapi juga sifat fisik dari
aspal tersebut. Perubahan komposisi molekul-molekul yang terdapat di dalam aspal
juga akan mempengaruhi sifat fisik aspal (Bitumen, 2003)

Hilangnya minyak ringan yang terkandung dalam aspal akibat proses


penguapan atau akibat dari proses destilasi hampa akan menaikkan kandungan
aspaltene dalam aspal dan meningkatkan viskositas aspal pada temperatur yang sama
Selain itu, bila kadar aspaltene di dalam suatu aspal dipertahankan tetap, maka
peningkatan kadar aromatik dengan rasio kejenuhan terhadap resin yang konstan akan
menurunkan kepekaan modulus geser aspal. Peningkatan kadar kejenuhan dengan
rasio resin terhadap aromatik yang konstan akan menaikkan nilai penetrasi aspal.
Peningkatan kadar resin dalam aspal akan menurunkan nilai penetrasi aspal,
menurunkan indeks penetrasi aspal dan menurunkan kepekaannya terhadap geser
tetapi menaikkan viskositas aspal. Molekul-molekul aspal, aspaltene, resin, aromatik
dan kejenuhan, memiliki ikatan dan berikatan secara kimia satu dengan yang
lainnya. Ikatan ini sangat lemah dan sangat dipengaruhi oleh panas dan tegangan
geser. Ikatan ini akan putus pada saat aspal dipanaskan sehingga aspal akan mencair
dan dapat dituangkan. Ikatan ini akan segera terbentuk kembali dengan struktur yang
berbeda apabila aspal tersebut telah dingin. Putus dan terbentuknya kembali ikatan
kimia inilah yang memberikan sifat viskoelastis pada aspal. Karena struktur
molekulnya yang kompleks dan susunan kimianya yang selalu berubah menyebabkan
sulitnya memprediksi kinerja dan sifat-sifat fisik aspal berdasarkan analisa kimianya
(Clements, 1993)

Universitas Sumatera Utara


2.11.2 Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur

Kepekaan aspal terhadap temperatur adalah sensitifitas perubahan sifat


viskoelastis aspal akibat perubahan temperatur, sifat ini dinyatakan sebagai indeks
penetrasi aspal (IP). Aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki kepekaan yang
rendah terhadap perubahan temperatur. Oleh sebab itu, campuran yang dibuat dari
aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki rentang temperatur pencampuran dan
pemadatan yang lebih lebar dari campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang
rendah. Aspal dengan tingkat kekerasan atau nilai penentrasi yang sama belum tentu
memiliki nilai IP yang sama. Sebaliknya, aspal dengan nilai IP yang sama belum tentu
memiliki tingkat kekerasan yang sama. Pada aspal dengan IP yang sama, semakin
tinggi tingkat kekerasan aspal semakin tinggi ketahanan campuran beraspal
yang dihasilkannya (Brennen, 1999)

2.11.3 Viskoelastisitas Aspal

Viskoelastisitas aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis yang


sifatnya akan berubah tergantung pada temperatur atau waktu pembebanan. Kegunaan
mengetahui sifat viskoelastis aspal adalah untuk menentukan pada temperatur
beberapa pencampuran aspal dengan agregat harus dilakukan agar mendapatkan
campuran yang homogen dimana semua permukaan agregat dapat terselimuti oleh
aspal secara merata dan aspal mampu masuk ke dalam pori-pori agregat untuk
membentuk ikatan kohesi yang kuat dan untuk mengetahui pada temperatur berapa
pemadatan dapat dilakukan dan kapan harus dihentikan (Brennen, 1999)

Bila pemadatan dilakukan pada temperatur dimana kondisi aspal masih sangat
kental maka pada saat pemadatan akan terjadi pergeseran campuran beraspal karena
campuran tersebut belum cukup kaku untuk memikul beban dari alat pemadat.
Sebaliknya, bila pemadatan dilakukan pada temperatur yang sangat rendah dimana
campuran sudah bersifat kurang elastis maka pemadatan yang diberikan tidak lagi
menaikkan kepadatan campuran tetapi justru akan merusak atau mungkin
menghancurkan campuran tersebut. Hal ini disebabkan karena pada campuran
beraspal yang sudah cukup kaku, agregat pembentuknya sudah terikat kuat oleh aspal

Universitas Sumatera Utara


dan aspal tidak lagi berfungsi sebagai pelumas untuk relokasi agregat, sehingga energi
pemadatan yang diberikan sudah tidak mampu lagi memaksa partikel agregat untuk
bergerak mendekat satu dengan yang lainnya tetapi energi ini justru akan
menghancurkan ikatan antara agregat dengan aspal yang sudah terbentuk sebelumnya
(Brennen, 1999)

2.11.4 Penuaan Aspal

Penuaan aspal adalah suatu bahan pengikat yang bersifat organik, oleh sebab
itu aspal akan mudah teroksidasi. Oksidasi yang terjadi akan merubah struktur dan
komposisi molekul yang terkandung dalam aspal sehingga aspal menjadi lebih keras
dan getas. Selain oksidasi, pengerasan aspal ini juga disebabkan karena hilangnya
fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal. Dua hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penuaan pada aspal. Penuaan aspal akan terjadi dengan cepat pada
temperatur tinggi. Penuaan aspal yang paling tinggi terjadi selama proses pembuatan
campuran beraspal di unit pencampuran aspal selama pengangkutan dan
penghamparannya di lapangan. Oleh sebab itu, lamanya waktu pencampuran aspal
dengan agregat di unit pencampuran aspal tidak boleh terlalu lama. Campuran
beraspal yang di bawa ke lapangan harus ditutup dengan terpal untuk menghambat
laju oksidasi pada aspal (Yaw, 1985)

2.11.5 Viskositas Aspal Dengan Alat Viskosimeter Brookfield Termosel

Viskometer Brookfield Termosel yang diuraikan dalam prosedur ini digunakan


untuk mengukur viskositas aspal minyak pada berbagai temperatur. Torsi pada spindel
yang berputar pada temperatur tertentu digunakan untuk mengukur ketahanan relatif
terhadap perputaran dalam tabung benda uji. Nilai viskositas aspal dalam milipascal
sekon (mPa.s) diperoleh dengan mengalikan hasil pembacaan torsi dengan suatu
faktor. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur viskositas semu (perbandingan
antara tegangan geser dengan laju geser cairan newtonian dengan tegangan geser
dengan laju geser cairan non newtonian) aspal minyak pada temperatur yang
diinginkan. Beberapa jenis aspal minyak memperlihatkan sifat non newtonian pada
kondisi pengujian selama penggunaannya pada rentang temperatur tertentu. Karena

Universitas Sumatera Utara


nilai viskositas non newtonian bukan merupakan sifat khusus suatu material, tetapi
mencerminkan perilaku cairan dan sistem pengukuran, maka nilai pengukuran yang
didapat pada pengujian ini tidak selalu dapat memperkirakan kinerja aspal pada
kondisi yang diinginkan. Perbandingan nilai-nilai viskositas non newtonian hanya
dapat dilakukan bila pengukuran dilakukan dengan viskometer yang sejenis, pada
kondisi tegangan geser dan geseran yang sama (Shell, 1995)

Sistem pengukuran viskositas temperatur tinggi dari Brookfield Termosel


menggunakan Brookfield sinkro elektrik termosel standar yang penggunaannya
tergantung pada rentang viskositas, spindel, sistem Termosel, wadah pemanas, tabung
benda uji, pengontrol Strip Chart Recorder (SCR), Probe dan peralatan untuk
membuat grafik (Shell, 1995)

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian

1. Aspal Type Grade 60/70 dari Iran


2. Alkil benzena sulfonat rantai lurus E.Merck
3. Air Aquades

3.2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

1. Gelas Beaker 500 mL Pyrex


2. Gelas Ukur 100 mL Pyrex
3. Neraca Analitis (presisi ± 0.0001 g) Mettler Toledo
4. Hot Plate Stirer Corning PC 400 D
5. Termometer Fischer Scientifik
6. Viskosimeter BrookField
7. Spatula
8. Statif dan Klem
9. Stirer
10. Pipet Tetes

Universitas Sumatera Utara


3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik


Proses pembuatan aspal emulsi anionik dilakukan dengan cara memasukkan
55 g aspal murni ke dalam gelas beaker lalu ditambahkan 5 g surfaktan alkil benzena
sulfonat rantai lurus dan 40 mL aquades sedikit demi sedikit. Dipanaskan campuran
tersebut diatas hotplate stirer pada suhu 80oC ± 10 oC dan diputar dengan stirer pada
kecepatan 500 rpm selama 30 menit. Dilakukan proses yang sama dengan variasi
perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat
rantai lurus (60:40:0, 50:40:10, 45:40:15 dan 40:40:20).

3.3.2 Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik


Pengujian viskositas (kekentalan) aspal emulsi anionik dilakukan dengan cara
menempatkan aspal emulsi anionik variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal :
aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (55:40:5) ke dalam gelas
beaker. Lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC ± 10 oC dan dijaga suhu agar
tetap konstan pada suhu 80oC ± 10 oC. Dirangkai alat viskosimeter Brookfield dengan
memasang spindel 3. Kemudian spindel diturunkan sampai masuk ke dalam gelas
beaker yang berisi aspal emulsi anionik. Dicatat pembacaan stabil pada suhu 80oC ±
10 oC. Dilakukan pengujian viskositas pada variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g,
aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (60:40:0, 50:40:10,
45:40:15 dan 40:40:20). Ditentukan mana variasi aspal emulsi yang memiliki nilai
viskositas paling tinggi sebagai hasil optimum (hasil paling baik).

Universitas Sumatera Utara


3.3.3 Karakterisasi Dengan Alat Mikroskop Pemindai Elektron
Pengujian dilakukan dengan cara melapisi aspal murni dengan emas
bercampur palladium, lalu ditempatkan aspal murni tersebut pada ruang sampel yang
bertekanan 1492x102 Atm dan disinari elektron bertenaga +15 kV sehingga
mengeluarkan elektron sekunder yang dideteksi oleh detektor yang menghasilkan
suatu rangkaian listrik pada cathode ray tube (CTD). Dipilih bagian tertentu dari objek
sampel aspal murni dan difoto pada pembesaran 1000 kali dan 2500 kali, sehingga
diperoleh hasil foto yang baik dan jelas. Dilakukan proses yang sama untuk aspal
emulsi anionik variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan
alkil benzena sulfonat rantai lurus (50:40:10 dan 40:40:20).
3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik

55 g Aspal Murni

dimasukkan ke dalam gelas beaker

ditambahkan 5 g surfaktan alkil benzena

sulfonat rantai lurus

ditambahkan 40 mL aquades

diaduk secara perlahan

dipanaskan diatas hot plate stirrer pada suhu


120oC ± 10 oC

diputar dengan stirer pada kecepatan 500 rpm


selama 30 menit

Aspal Emulsi
Anionik

Universitas Sumatera Utara


Dilakukan proses yang sama dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g,
aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (60:40:0, 50:40:10,
45:40:15 dan 40:40:20).

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Proses Pengujian Viskositas Aspal Emulsi Anionik

Aspal Emulsi Anionik Variasi

Aspal : Aquades : Surfaktan

(55 : 40 : 5)

dimasukkan dalam gelas beaker


dipanaskan di atas hot plate pada suhu 120oC ± 10oC
dijaga suhu agar tetap konstan pada suhu 120oC ± 10 oC
dirangkai alat viskosimeter Brookfield dengan
menggunakan spindel 3
diturunkan spindel sampai masuk ke dalam gelas beaker
yang berisi aspal emulsi anionik.

dicatat pembacaan stabil pada suhu 120oC ± 10 oC

Hasil

Dilakukan pengujian viskositas pada variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g,


aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (60:40:0, 50:40:10,
45:40:15 dan 40:40:20) dan ditentukan mana variasi aspal emulsi yang memiliki nilai
viskositas paling tinggi sebagai hasil optimum (hasil paling baik).

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

Hasil uji viskositas pembuatan aspal emulsi anionik dari berbagai variasi berat
dapat dilihat dari tabel 2 dibawah,

Tabel 2. Hasil uji viskositas aspal emulsi anionik

Variasi Aspal Emulsi Anionik Viskositas


No
Aspal (g) Air (g) Surfaktan (g) (senti poise)
1. 60 40 0 4000
2. 55 40 5 6000
3. 50 40 10 8000
4. 45 40 15 12.000
5. 40 40 20 15.000

Universitas Sumatera Utara


3.4.3 Proses Pengujian Morfologi Aspal

Aspal Murni

dilapisi aspal murni dengan emas bercampur


palladium

ditempatkan pada ruang sampel yang bertekanan


1492x102 Atm

disinari elektron bertenaga +15 kV

dipilih bagian tertentu dari objek sampel aspal


murni

difoto pada pembesaran 1000 kali dan 2500 kali

Hasil Foto Mikroskop


Pemindai Elektron

Dilakukan uji morfologi pada aspal emulsi anionik variasi perbandingan (b/b)
dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (50:40:10
dan 40:40:20)

Dari data hasil pengujian viskositas aspal emulsi anionik pada tabel 2, maka
dapat dibuat grafik pengujian viskositas aspal emulsi anionik yang dapat dilihat pada
gambar 7 di bawah,

Universitas Sumatera Utara


16000 40:40:20
15000
V 14000
45:40:15
I 12000 12000
S
K 10000
O 50:40:10
8000 8000
S
55:40:05
I 6000 6000
T 60:40:00
A 4000 4000

S 2000
(senti
poise) 0
60:40:00 55:40:05 50:40:10 45:40:15 40:40:20

variasi aspal emulsi anionik (g)

Gambar 7. Grafik Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

Universitas Sumatera Utara


4.1.2 Hasil Uji Morfologi Aspal

Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat
hasil foto aspal murni pada pembesaran 1000 kali yang dapat dilihat pada gambar 8
dibawah,

Gambar 8. Foto hasil uji morfologi aspal murni pada pembesaran 1000 kali

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat
hasil foto aspal murni pada pembesaran 2500 kali yang dapat dilihat pada gambar 9
dibawah,

Gambar 9. Foto hasil uji morfologi aspal murni pada pembesaran 2500 kali

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat
hasil foto aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquadest : surfaktan alkil benzena
sulfonat rantai lurus (55 : 40 : 5) pada pembesaran 1000 kali yang dapat dilihat pada
gambar 10 dibawah,

Gambar 10. Foto hasil uji morfologi aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquades :
surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (55 : 40 : 5) pada pembesaran 1000 kali

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat
hasil foto aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquadest : surfaktan alkil benzena
sulfonat rantai lurus (40 : 40 : 20) pada pembesaran 2500 kali yang dapat dilihat pada
gambar 11 dibawah,

Gambar 11. Foto hasil uji morfologi aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquades :
surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (40 : 40 : 20) pada pembesaran 2500 kali

Universitas Sumatera Utara


4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

Hasil pengujian viskositas aspal emulsi anionik optimum diukur dengan


menggunakan alat viskosimeter Brookfield pada suhu ± 120ºC dan didapat nilai
optimum pada nilai 15.000 senti poise pada variasi aspal : aquades : surfaktan alkil
benzena sulfonat rantai lurus (40:40:20). Hasil viskositas didasarkan atas hukum
aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu
aliran viskos sebagai geseran dalam fluida adalah konstan sehubungan dengan
gesekannya. Hilangnya minyak ringan yang terkandung dalam aspal akibat proses
penguapan ataupun akibat dari proses destilasi hampa akan menaikkan
kandungan aspaltene dalam aspal dan meningkatkan viskositas aspal pada temperatur
yang sama. Aspal emulsi anionik terselimuti secara merata dan aspalnya mampu
masuk ke dalam pori-pori agregat sehingga membentuk ikatan kohesi yang kuat
(Clements,1993)

4.2.2 Hasil uji Morfologi Aspal

4.2.2.1 Hasil Uji Morfologi Aspal Murni

Pada gambar 8 dan 9 dapat dilihat struktur morfologi aspal murni, dimana
aspal berikatan dengan partikel-partikel kecil, terlihat lebih rapat yang berarti pori-
pori yang dihasilkan cukup kecil. Partikel-partikel kecil yang berwarna putih tersebut
mungkin adalah akibat agregat pasir, sedangkan yang berwarna hitam dan
mendominasi di permukaan adalah aspal. Elektron hamburan elastis memberikan
perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan
berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul
rendah. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan
menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau
datar (Tywman, 2005)

Universitas Sumatera Utara


4.2.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik Variasi Aspal : Aquades :
Surfaktan (55:40:5)

Pada gambar 10 terlihat perubahan atau perbedaan struktur dari pencampuran


aspal emulsi. Dimana terlihat permukaan aspal cukup keras yang menunjukkan
surfaktan dapat mengikat aspal dan aquades walau belum sempurna, yang juga
menunjukkan surfaktan telah menyebar ke dalam campuran aspal emulsi tersebut dan
menyatu. Terjadi ikatan antara aspal dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.
Sedangkan mekanisme kontras dari elektron hamburan elastis menjelaskan dengan
gambar yang secara prinsip atom-atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar
akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom
berdensitas rendah (Tywman, 2005)

4.2.2.3 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Aninonik Variasi Aspal : Air :
Surfaktan (40:40:20)

Pada gambar 11 terlihat perubahan perbedaan struktur dari pencampuran aspal


emulsi. Dimana terlihat adanya ikatan yg sangat kuat pada permukaan aspal antara
surfaktan, aquades dan aspal, disini terlihat adanya kekuatan ikatan semakin baik,
ditunjukkan dari gambar putih yang merupakan sebagian sisi aspal yang dapat terfoto
yang mana terlihat morfologinya lebih rapat dan pori-pori yang terbentuk semakin
sedikit dibandingkan dengan pencampuran aspal emulsi sebelumnya. Ini menunjukkan
bahwa dari berbagai variasi yang dilakukan dalam penelitian ini, pencampuran variasi
yang seperti inilah aspal emulsi anionik yang paling baik, karena banyaknya surfaktan
yang ditambahkan sesuai dan dapat mengikat air dan aspal secara sempurna sehingga
pori-pori yang dihasilkan semakin kecil, karena surfaktan alkil benzena rantai lurus
mengisi setiap pori-pori aspal sehingga air menjadi susah menembus aspal emulsi ini.
Berarti bahwa surfaktan yang ditambahkan berperan dalam meningkatkan kekuatan
mekanik dari aspal. Permukaan campuran aspal emulsi menunjukkan pori-pori yang
terbentuk semakin berbeda bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan surfaktan
dan secara fisis terlihat bahwa campuran kurang homogen dan juga diketahui bahwa
terjadi perubahan bentuk yang signifikan setelah penambahan surfaktan.

Universitas Sumatera Utara


Dari penelitian yang telah dilakukan dengan judul Modified Asphalt Pavement
Materials menyatakan bahwa pori-pori permukaan aspal akan berubah dengan
bertambahnya surfaktan, hal ini dimungkinkan karena semakin bertambahnya molekul
aspal sehingga menghasilkan aspal yang lebih kuat dapat mengikat agregat sehingga
aspal dapat menjadi lebih kuat dan tahan lama (Terrel, 1986 dan Walter, 1986).

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pembuatan aspal emulsi anionik dengan penambahan surfaktan alkil benzena


sulfonat rantai lurus memiliki hasil optimum pada variasi perbandingan aspal :
aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (40:40:20) yang diperoleh dari
hasil pengujian viskositas tertinggi senilai 15000 senti poise dan memiliki sifat
morfologi yang terlihat dari uji foto mikroskop pemindai elektron yaitu adanya ikatan
yg sangat kuat pada permukaan aspal emulsi anionik. Dari foto juga terlihat sifat
morfologi aspal emulsi anionik lebih rapat dan pori-pori yang terbentuk semakin kecil
karena telah terisi oleh surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus sehingga air
menjadi susah menembus aspal emulsi anionik ini yang juga berarti bahwa surfaktan
yang ditambahkan berperan dalam meningkatkan kekuatan mekanik dari aspal.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan uji kekuatan aspal


emulsi anionik.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Al-Sabagh,K.S.A., dan El-Den.N.M.R., 2009, Preparation Of Nonionic Surface


Active Agents From Local Materials To Dispersed Crud In Polluted Water,
Academic Research And Technology, Egypt, CL/No:2009030344.

Badrul,M., 2011, Scanning Electron Microscopes, Kuliah Karakterisasi Material


Laboratorium, Depok, Universitas Indonesia.
Bird,T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Brown,E.R., Rowlet,R.D., dan Boucher,J.L., 1990, Highway Research: Shearing The


Benefits, Proceeding Of The United States Strategic Highway Research
Program Conference, London.

Brennen,M., Tia,M., Altschaeffl,A., dan Wood,LE., 1999, Laboratory Investigation


Of The Use Of Foamed Asphalt For Recycled Bituminous Pavements,
Transportation Research Record 911, Washington, DC, TRB pp, 80-87.

Cervinkova,M., 2006. Stabilization / Solidification Of Munition Destruction Waste By


Asphalt Emulsion, Journal Of Hazardous Materials, Research Article, England.

Chatab,N., 1997, Mendokumentasi Sistem Mutu ISO 9000, Andi, Yogyakarta.

Clements,R.B., 1993, Quality Manager’s, Complete Guide To ISO 9000, Prentice


Hall, New Jersey.

Genaro,R.A., 1990, Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th edition, Mack


Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.

Holmberg,K., Jönsson,B., Kronberg,B., dan Lindman,B., 2003, Surfactants And


Polymers In Aqueous Solution, Edisi ke-2, England, John Wiley & Sons.

Jatmika,A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit Dan
Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 31 - 37.

Manik,J.M., dan Edward, 1987, Sifat-sifat Detergen Dan Dampaknya Terhadap


Lingkungan, UPI, Ambon, Volume XII No 1.
Matta,M.S., 1986, General Organic And Biological Chemistry, Cuming Publishing
Company. Inc., California.

Mutohar,Y., 2002, Evaluasi Pengaruh Bahan Filler Fly Ash Terhadap Karateristik
Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR), Tesis Magister, Universitas
Diponegoro, Semarang.

Nuryanto,A., 2008, Aspal Buton Dan Propelan Padat, Jakarta.

Oglesby,C.H., 1996, Teknik Jalan Raya, Edisi Keempat, Jilid II, Jakarta, Erlangga.

Universitas Sumatera Utara


Schwartz,A.M., 1958, Surface Active Agents And Detergents, Interscience Publisher,
Inc., NewYork.

Shinoda dan Friberg, 1986, Emulsions And Solubilization, Wilwy, New York.
Shell Bitumen, 2003, The Shell Bitumen Handbook, Published For Shell Bitumen by
Thomas Telford Publishing, Thomas Telford Ltd.,1 Heron Quay, London E14,
4JD.

Shell, 1995, The Shell Bitumen Industrial Handbook, Shell Bitumen, UK.

Stevens,M.P., 2001, Kimia Polimer, Cetakan Pertama, Jakarta.


Sukardjo, 1997, Kimia Fisik, Jakarta, Rineka Cipta.

Sukirman,S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Jakarta, Granit.

Terrel,R.L., dan Walter,J.L., 1986, Modified Asphalt Pavement Materials : The


European Eperience, Proceedings Of The Association Of Asphalt Paving
Technologist. Vol 55, pp. 482-518.

Twyman,R.M., 2005, Atomic Emission Spectrometry, United Kingdom, Elsevier Ltd.


Wignall,A., 2003, Proyek Jalan Teori Dan Praktek, Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga.

Yaw,A., Tuffour, Ishai.I., dan Craus,J., 1985, Relating Asphalt Aging And Durability
To Its Compositional Change, Proceeding Of The Association Of Asphalt
Paving Technology, APT, Vol 54, 163-181.
Yazid,E., 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Yogyakarta, Andi Offset.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Peralatan Penelitian

a. Viskosimeter BrookField

b. Mikroskop Pemindai Elektron

Lampiran 2. Bahan Penelitian


a. Aspal

Universitas Sumatera Utara


b. Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

Lampiran 3. Pengaplikasian Aspal


a. Pengolahan Aspal

Universitas Sumatera Utara


b. Pengaplikasian Aspal

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai