Departemen Kimia
SKRIPSI
IHSAN BAIHAQI
150822014
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
IHSAN BAIHAQI
150822014
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
IHSAN BAIHAQI
150822014
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik.
Dengan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.
Andriayani, S.Pd, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dra. Saur Lumban Raja,
M.Si selaku pembimbing 2 yang telah banyak membimbing dan memberi arahan
selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Ibu Dr. Cut Fatimah
Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia S1 FMIPA-USU dan Ibu Dr. Sovia
Lenny, M.Si selaku sekretaris Departemen Kimia S1 FMIPA-USU. Terimakasih
juga kepada Bapak Dr. Firman Sebayang, M.Si selaku Ketua Prodi Kimia
Ekstensi.
Penulis
Ihsan Baihaqi
150822014
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang peningkatan kemurnian silikon dari kaca bening secara
magnesiotermik dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Kaca bening yang diperoleh
berasal dari limbah industri rumah tangga, yaitu botol kaca bening kemudian dicuci
berulang kali sambil digosok-gosok dan dikeringkan lalu dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 100 mesh. Kaca bening yang telah dihaluskan ditambahkan HCl dan
H2SO4 sambil dipanaskan untuk melarutkan zat-zat pengotor berupa oksida-oksida logam
sehingga menghasilkan silika (SiO2) berupa padatan berwarna putih kemudian
dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD. Dari data FT-IR diperoleh spektrum FT-IR dengan
puncak serapan 1033.85 cm-1 dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak serapan 771.53 cm-1
dari gugus simetri Si-O-Si. Grafik XRD menunjukkan bahwa silika berbentuk amorf. Silika
direduksi menjadi silikon secara magnesiotermik dengan perbandingan SiO2 : Mg adalah 1 :
2, pada suhu 8000C dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Campuran hasil reduksi
dimurnikan melalui tiga tahap yaitu dengan menggunakan HCl,CH3COOH, dan HF dengan
pemanasan pada suhu 800C selama 3 jam. Kemurniannya dianalisa dengan menggunakan
XRD. Dari data XRD hasil Isolasi dengan variasi pemanasan 4 jam, 5 jam dan 6 jam
diperoleh kemurnian silikon berturut-turut 73,7%; 78,4%; dan 83,3%
ABSTRACT
Has done research about increasing the purity of silicon from magnesiothermic glass with
time variation. Clear glass obtained from industrial household waste, it’s clear glass bottles
and then washed repeatedly while being rubbed and dried. After that smoothed and sieved
using a 100 mesh. The smoothed clear glass is added HCl and H2SO4 while heated to
dissolve impurities in the form of metal oxides to produce silica (SiO2) in the form of white
solids then characterized by FT-IR and XRD. From FT-IR data obtained FT-IR spectrum
with 1033.85 cm-1 absorption peak at asymmetry Si-O-Si and peak of 771.53 cm-1 of Si-O-
Si symmetry group. The XRD graph shows that the amorphous silica. The Silica is reduced
to magnesium silicon by SiO2 ratio: Mg is 1: 2, at 8000C with 4 hours, 5 hour and 6 hour
variation. The resultant mixture was purified by three stages using HCl, CH3COOH, and
HF by heating at 800C for 3 hours. Its purity is analyzed using XRD. From XRD data of
purification result with variation of heating 4 hours, 5 hours and 6 hours obtained silicon
purity respectively 73,7%; 78.4%; and 83.3%
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitia 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Lokasi Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4
3.1 Alat 19
3.2 Bahan 19
3.3 Prosedur Penelitian 20
3.3.1 Preparasi Kaca 20
3.3.2 Isolasi Silika dari Kaca 20
3.3.3 Reduksi Silikon dari Silika 20
3.3.4 Isolasi Hasil Reduksi 20
3.3.4.1 Isolasi Tahap I 20
3.3.4.2 Isolasi Tahap II 21
3.3.4.3 Isolasi Tahap III 21
3.4 Bagan Penelitian 21
3.4.1 Preparasi Kaca Botol Bening 21
3.4.2 Isolasi Silika Dari Serbuk Kaca 22
3.4.3 Reduksi Silika Menjadi Silikon 23
3.4.4 Tahap Isolasi Silikon 23
3.4.4.1 Isolasi Tahap I 23
3.4.4.2 Isolasi Tahap II 24
3.4.4.3 Isolasi Tahap III 25
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan
dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap yang dihasilkan
dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali (Na, K, Li, Rb, dan Cs) dan alkali
tanah (Ca, Ba, Sr, Mg) dan silikat (SiO2) (Rahmawati,2011). Sedangkan menurut
Adryanta (2008), bahan baku pembuat kaca yang utama adalah pasir kuarsa sekitar
58,6 %, bahan dengan titik lebur yang tinggi, soda dan potas 21,5 % digunakan
sebagai bahan untuk mempermudah peleburan, dan ada bahan-bahan lain yang
digunakan untuk memperkuat ataupun untuk penambahan sifat-sifat lainnya seperti
kapur, dolomit, sulfat atau feldspar yang berfungsi sebagai bahan penjernihan
Kaca diproduksi dalam berbagai bentuk, seperti kaca untuk kemasan (botol,
toples), kaca datar (jendela, kaca mobil), kaca bohlam (bola lampu), kaca tabung
sinar katoda (layar TV, monitor, dan lain- lain).
Ada beberapa jenis kaca, diantaranya kaca bening dan kaca berwarna, kaca
bening mempunyai kandungan SiO2 (72,42%), Al2O3 (1,44%), TiO2 (0,035%),
Cr2O3 (0,002%), Fe2O3 (0,07%), CaO (11,50%), MgO (3,2%) Na2O (13,64%), K2O
(0,35%), SO3 (0,21%), sedangkan kaca berwarna memiliki beberapa kandungan
yang lebih tinggi dari kaca bening diantaranya, Cr2O3 (0,026%) kaca manjadi
warna hijau, dan Fe2O3 (0,29%) kaca menjadi warna cokelat (Shayyan, 2002).
Beberapa sifat kaca secara umum diantaranya padatan amorf (short range
order ), berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair, tidak
memiliki titik lebur yang pasti ada range tertentu, transparan, tahan terhadap
serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida (Nursyamsi, 2011).
Limbah kaca biasanya ditemukan dalam bentuk pecahan botol kaca, piring
kaca, pecahan lembaran kaca mobil (safety glass), dan sebagainya. Jumlah limbah
kaca di Indonesia berdasarkan data statistik Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Indonesia (KNLH) di tahun 2008 menyebutkan limbah kaca yang dihasilkan oleh
kota-kota besar di Indonesia mencapai 0,7 ton pertahunnya (Shidiq dkk, 2008)
1.2. Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah
1. Apakah serbuk kaca bening dapat menjadi salah satu sumber untuk memperoleh
silikon
2. Bagaimana pengaruh variasi waktu reduksi terhadap perolehan silikon dengan
proses reduksi secara magnesiotermik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kaca
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan
kehidupan sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang
sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya
yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri berwujud padat.
Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang
tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan
senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai bahan penyusun lainnya
(Nursyamsi, 2011).
Kaca merupakan hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang mana
telah mengalami pendinginan tanpa kristalisasi. Kaca mempunyai komposisi
gabungan dari SiO2, Al2O3, TiO2, Cr2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, SO3
(Shayyan,2002).
Senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon
dioksida (SiO2) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya (Robi
dkk, 2013). Tingginya kandungan SiO2 dalam limbah kaca, dapat dimanfaatkan dan
diolah menjadi silikon melalui metode reduksi magnesiotermik yaitu dengan
menggunakan logam magnesium dan dipanaskan dengan alat tanur elektrik
(Sadique, 2010).
2.6. Silikon
Silikon yang terdapat pada kerak bumi adalah sebesar 27,6% dan merupakan
unsur kedua terbanyak sedangkan didalam tanah berkisar 23%-35%. Tanah-tanah
berpasir yang belum lapuk dapat mengandung hingga 40% silikon sedangkan
tanah-tanah tropika yang sudah mengalami pelapukan hanya mengandung 9%
silikon. Tanah-tanah tropika ini seperti kebanyakan adalah Oxisols dan Ultisols,
yang mengandung aluminium oksida dan besi oksida yang tinggi setelah
silikon terlarut dan tercuci habis sewaktu proses pelapukan yang intensif. Silikon
yang terlarut mengalami represipitasi sebagai mineral sekunder yang merupakan
suatu proses penting dalam perkembangan tanah. Sumber utama silikon dalam
tanah adalah mineral primer, skunder, dan kuarsa (SiO2). Kuarsa merupakan
mineral utama didalam tanah yang mengandung hingga 90-95% silikon dalam
fraksi debu dan pasir (Makarim, et al., 2007)
2.6.1.Sifat Silikon
unsur lain. Di sebelah atas dan bawah masing-masing diapit unsur Karbon (C)
dan Germanium (Ge), sedangkan di sebelah kiri dan kanannya masing-masing
diapit Alumunium (Al) dan Phosor (P). Karakteristik Si agak mirip dengan
keempat unsur yang mengapitnya. Silikon merupakan satu-satunya unsur yang
bisa membentuk polimer stabil seperti C. Silikon berperilaku seperti Al dalam
membentuk mineral (Mori, 2003).
Silikon tidak tersedia di alam bebas, biasanya bentuk silikon yang tersedia
di alam bebas berikatan dengan oksigen (sebagai oksida) contohnya silikon oksida
yang terdapat pada pasir kuarsa, batuan kuarsit, dan lain lain. Silikon biasanya
diklasifikasikan kedalam tiga level kemurnian (Gustiono, et al., 2012), yaitu :
2. Reduksi Karbotermik
Silikon didapatkan dengan cara reduksi karbotermik, dimana kuarsa
dicampurkan dengan material karbon. Reaksi yang terjadi selama proses
reduksi ini adalah:
SiO2(s) + 4 C(s) Si(s) + 2 CO2(g)
Reaksi yang terjadi pada furnace dibedakan menjadi dua, yaitu reaksi pada
inner hot zone dan outer cooler zone. Silikon cair dihasilkan pada inner zone
yang mana temperaturnya berkisar antara 1900-2100oC, reaksi kimia yang
terjadi adalah:
2 SiO2(l) + SiC(s) 3 SiO(g) + CO(g)
SiO(g) + SiC(s) 2 Si(l) + CO(g)
Pada outer zone dimana temperaturnya dibawah 1900oC, SiO(g) dan CO(g),
yang keluar dari inner zone akan bereaksi dengan karbon bebas (Gustiono, et
al., 2012).
Reaksinya adalah: SiO(g) + 2 C(s) SiC(s) + CO(g)
3. Reduksi Kalsiotermik
Reduksi kalsiotermik sama dengan reduksi aluminotermik. Sebuah proyek
penelitian pada reduksi dari silika amorf (yang diperoleh dari sekam padi)
menjadi silikon dengan kemurnian yang wajar melalui proses reduksi
kalsiotermik menggunakan kalsium telah dilakukan oleh Mishra, et al. (1985).
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
SiO2 + 2 Ca 2 CaO + Si
Reduksi dari silika amorf menjadi silikon menggunakan kalsium yang telah
dilakukan pada suhu 720oC. Kemurnian silikon akhir yang diperoleh setelah
pencucian asam dengan menggunakan HNO3 dan HF terkonsentrasi adalah
sebesar 99.9 persen.
4. Reduksi Magnesiotermik
Silika (SiO2) dapat direduksi oleh magnesium untuk menghasilkan silikon
dengan reaksi :
SiO2 + 2 Mg 2 MgO + Si
Reaksi dapat melibatkan pembentukan Mg2Si terlebih dahulu, diikuti dengan
reduksi silika oleh Mg2Si melalui reaksi kimia pada suhu 9000C sebagai
berikut :
SiO2(s) + 4 Mg(s) 2MgO(s) + Mg2Si(s) = -308,5 kJ/mol
Mg2Si(s) + SiO2(s) 2 MgO(s) + 2 Si(s) = -181.8 kJ/mol
Dengan adanya kebihan Mg pada reaktan, Mg2Si akan lebih banyak terbentuk
melalui reaksi :
Si(s) + 2 Mg(s) Mg2Si(s) = -308,5 kJ/mol
Bao, et al. (2007) melakukan konversi diatomik (SiO2) menjadi silikon
nanokristal berpori menggunakan Mg pada suhu 650oC, yang merupakan titik
lebur Mg.
Dalam keadaan ini, reaksi reduksi terjadi dari lapisan permukaan ke
bagian dalam partikel silika yang menghasilkan campuran MgO dan Si.
Reduksi relatif secara lambat pada suhu 650oC dan pembentukan fase MgO
terkait dengan produk silikon yang menghambat proses pengkasaran
substansial dan proses pelengketan hasil silikon (Bao, et al., 2007).
maka dalam banyak dua senyawa tersebut adalahh identik. Pelacakan tersebut lazim
dikenal dengan bentuk “sidik jari” atau Finger print dari dua spektrum IR. Daerah
yang biasa dikenal dengan fringer prin ini karena biasanya mempunyai penyerapan
yang sangat beragam dan bermacam-macam. Hal penting dalam area sidik jari
adalah setiap senyawa yang berbeda menghasilkan pola lemah yang berbeda-beda
pada spektrum (Kusumatuti, 2011).
Spektroskopi inframerah juga telah digunakan untuk analisis bahan di
laboratorium selama lebih dari tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah
merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan
frekuensi getaran antara ikatan atom yang membentuk materi. Karena setiap
perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom, sehingga tidak ada dua
senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu,
spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis
kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam
spektrum merupakan indikasi langsung dari jumlah material (Setyawan dkk,
2013).
Teknik spektroskopi IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional,
mengidentifikasi senyawa , menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian
dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Senyawa yang dianalisa berupa
senyawa organik maupun anorganik. Hampir semua senyawa dapat menyerap
radiasi inframerah ( Mudzakir, 2008 ).
Metode spektroskopi IR banyak digunakan karena :
- Cepat dan relatif murah
- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam
molekul
- Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan
oleh karena itu dapat menyajikan sebuah finger print (sidik jari) untuk
senyawa tersebut (Setyawan dkk. 2013).
Pancaran infra-merah pada spektroskopi inframerah terbatas di antara
4000 cm-1 dan 400 cm-1 (2,5 – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik
dan diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercantum,
namun spektrum getaran tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-
pita. Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang
atau panjang gelombang. Satuan bilangan gelombang (cm-1) (Silverstein, 1986).
Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak
(transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang
diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang
dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan
jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran
(Silverstein, 1986)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.Alat-Alat
3. Botol vial -
4. Cawan besi -
6. Gabus karet -
13. Spatula -
3.2. Bahan-Bahan
1. Limbah Kaca -
2. HCl(p) p.a E’merck
3. H2SO4(p) p.a E’merck
4. Magnesium Powder p.a E’merck
5. CH3COOH(p) p.a E’merck
6. HF(p) p.a E’merck
7. Akuades -
8. Akuabides -
Kaca dihaluskan dengan menggunakan alu dan lumpang kemudian diayak dengan
menggunakan ayakan 100 mesh
Kaca ukuran 100 mesh sebanyak 100 g ditambahkan 200 mL H2SO4(p) dipanaskan pada
suhu 150-2000C selama 1 jam sehingga diperoleh suspensi berwarna hitam kecokelatan, lalu
didinginkan, disaring dan dicuci berulang kali dengan akuades.
Padatan hasil Isolasi tahap I dimasukkan kedalam gelas beaker lalu ditambahkan 50 mL
HCl 2N dan 150 mL CH3COOH 25% kemudian dipanaskan pada suhu 80oC sambil
distirer selama 3 jam, didinginkan dan disaring. Padatannya dicuci dengan 150 mL
akuabides, di keringkan dan ditimbang.
Padatan hasil Isolasi tahap II dimasukkan kedalam gelas beaker lalu ditambahkan 50
mL CH3COOH 25% dan 150 mL HF 4,8% kemudian dipanaskan pada suhu 800C
sambil distirer selama 3 jam, didinginkan dan disaring. Padatannya dicuci dengan 150
mL akuabides, di keringkan dan ditimbang lalu dikarakterisasi dengan analisa XRD.
Cara yang sama dilakukan untuk variasi Isolasi 4 jam, 5 jam dan 6 jam
Serbuk Kaca
Ditimbang
Padatan Silika
Campuran Reaksi
Catatan : Dilakukan prosedur yang sama dengan memvariasikan waktu reduksi dalam
tanur pada waktu 5 jam dan 6 jam
Didinginkan
Disaring
Padatan Filtrat
Padatan
Padatan Filtrat
Padatan
3.4.4.3 Tahap III : Isolasi dengan penambahan CH3COOH 25% dan HF 4,8%
Padatan Filtrat
Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan untuk variasi waktu reduksi 5 jam dan 6 jam
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kaca bening yang berasal dari limbah botol kaca sirup, dicuci berulang kali dengan air
sambil digosk-gosok sampai bersih agar kotoran yang menempel di kaca hilang lalu
dikeringkan. Kemudian dihaluskan menggunakan alu dan lumpang untuk memperluas
permukaannya dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh sehingga diperoleh kaca
bening yang berukuran 100 mesh.
Kaca bening yang berukuran 100 mesh dimurnikan dari zat-zat pengotornya berupa
oksida-oksida logam. Oksida-oksida logam dilarutkan dengan penambahan HCl(p) dan
H2SO4 dan dipisahkan dengan cara pencucian. Pada tahap ini, dilakukan pemanasan
pada suhu 150-2000C. Hal ini dimaksudkan agar reaksi Isolasi silika berjalan dengan
baik dibandingkan reaksi yang dilakukan pada suhu 280C tanpa pemanasan.
Gambar 4.1. Serbuk Kaca Awal Gambar 4.2. Silika Hasil Isolasi
Dari gambar 4.3 terlihat bahwa spektrum FT-IR dari silika adanya puncak serapan
pada 1033.85 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak
serapan pada 771.53 cm-1 yang merupakan puncak serapan dari gugus simetri Si-O-Si.
Dari data yang diperoleh pada (Lampiran 2) bahwa silika yang diperoleh dari
limbah kaca telah sesuai dengan literatur. Data spektrum analisa FT-IR menurut
literatur ditunjukkan pada Tabel 4.2
1000
500
Intensity (cps)
0
20 40 60
2-theta (deg)
Gambar 4.4. Difraktogram XRD Silika Ukuran 100 mesh dari Kaca Bening
Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silika pada Gambar 4.4 ditunjukkan pada
(Lampiran 2). Dari data yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan data pola difraksi
sinar – X dari tabel Standard X-Ray Diffraction Powder Patterns pada (Lampiran 7)
(Hubbard,1981) puncak – puncak yang muncul pada sudut 2θ = 20,120 ; 26,650 ; 36,670
; 36,170 ; 39,970 ; 40,100 ; 40,940 ; menunjukkan fasa amorf silika. Dari data
difraktogram yang telah diperoleh, di dalam silika terbentuk fasa amorf. Hal tersebut
ditunjukkan dengan tidak terbentuknya puncak yang terlalu tajam dengan intensitas
yang tinggi. Sehingga dapat diketahui bahwa silika merupakan fasa amorf.
Silika hasil Isolasi yang diperoleh dicampur merata dengan serbuk magnesium dengan
perbandingan 1 : 2 kemudian direduksi secara magnesiotermik didalam tanur listrik
pada suhu 8000C dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Campuran hasil reduksi
berupa padatan berwarna hitam keabu-abuan seperti gambar dibawah ini :
Pada tahap ini, dilakukan reduksi pada suhu 8000C karena menurut Sadique (2010) yang
telah melakukan reduksi abu silika (fume silika) dengan metode reduksi secara
magnesiotermik menggunakan tanur elektrik menyatakan suhu optimumnya 750-8500C
yang menghasilkan kadar silikon mencapai 99%. Dalam hal ini juga dilakukan variasi
waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam untuk mengetahui tingkatan kemurnian silikon seiring
dengan bertambahnya waktu yang dilakukan dengan perlakuan yang sama.
Campuran hasil reduksi diperkirakan masih mengandung pengotor seperti MgO, Mg2Si,
Mg2SiO4, dan SiO2 yang tidak bereaksi. Senyawa MgO dan Mg2Si dilarutkan dengan
penambahan HCl 2N, CH3COOH 25%, dan HF 4,8% sehingga akan dihasilkan silicon
murni. Pada saat penambahan HCl 2N, CH3COOH 25% dan HF 4,8%, terjadi
gelembung gas dan terbentuk campuran larutan berwarna cokelat kehitaman yang keruh
dan silicon hasil Isolasi berwarna hitam.
Pada tahap ini dilakukan pemanasan 80oC saat penambahan HCl 2N, CH3COOH 25%
dan HF 4,8%. Hal ini dimaksudkan agar reaksi Isolasi silikon berjalan dengan lebih baik
dibandingkan reaksi yang dilakukan pada suhu kamar / tanpa pemanasan.
Silikon hasil Isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan analisa XRD sehingga
dihasilkan difraktogram sebagai berikut :
Gambar 4.7. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 4 jam
Data hasil pengukuran difraktogram data XRD Silikon pada Gambar 4.7 ditunjukkan
pada (Lampiran 3). Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah,2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,175o; 2θ = 47,164o; 2θ = 56,127o; 2θ = 69,144o; 2θ = 76,437o;
dan 2θ = 87,689o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang kristal
silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.8. sebagai berikut :
Tabel 4.3. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 4 jam
menggunakan Metode RIR
Qualitative analysis results
Weight ratio
Gambar 4.8. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 4 jam dengan Metode RIR
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu silika (SiO2), dimana kandungannya sebesar 26,3%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 73,7%.
Gambar 4.9. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 5 jam
Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silikon pada Gambar 4.9 ditunjukkan pada
(Lampiran 4). Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah,2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,701o; 2θ = 47,570o; 2θ = 56,178o; 2θ = 69,021o; 2θ = 76,078o;
dan 2θ = 88,124o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang
kristal silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.4. dan Gambar 4.10. sebagai berikut :
Tabel 4.4. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 5 jam
menggunakan Metode RIR
Weight ratio
Gambar 4.10. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 5 jam dengan Metode RIR
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu spinel (Al2MgO4), dimana kandungannya sebesar 21,6%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 78,4%.
Gambar 4.11. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 6 jam
Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silikon pada Gambar 4.11 ditunjukkan pada
(Lampiran 5).Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah, 2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,212o; 2θ = 47,185o; 2θ = 56,021o; 2θ = 69,173o; 2θ = 76,013o;
dan 2θ = 87,741o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang
kristal silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.12. sebagai berikut :
Tabel 4.5. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 6 jam
menggunakan Metode RIR
Phase name Formula Figure of merit Phase reg. detail DB card number
Silicon, syn Si 0.233 ICDD 01-070-5680
Spinel, syn MgAl2O4 1.033 ICDD 01-075-4396
Weight ratio
Gambar 4.12. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 6 jam dengan Metode RIR
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu spinel (Al2MgO4), dimana kandungannya sebesar 16,7%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 83,3%.
Dari hasil analisa XRD silikon pada suhu 8000C untuk 4 jam, 5 jam, dan 6 jam
diperoleh hasil silikon murni sebesar 73,7%; 78,4%; 83,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lama waktu yang digunakan, maka semakin banyak produk silikon
yang dihasilkan sesuai dengan teori kinetika reaksi dimana waktu merupakan salah satu
faktornya (Bird,1993). Jadi silikon yang paling banyak dihasilkan adalah pada waktu 6
jam dengan suhu 8000C. Namun pada peneltian ini belum didapatkan waktu yang
optimum untuk menghasilkan silikon yang lebih baik dan efisien.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Silika dapat diperoleh dari kaca bening dengan didukung dari hasil analisa FT-
IR dan menunjukkan adanya puncak serapan pada 1033.85 cm-1 yang
merupakan puncak serapan dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak serapan
pada 771.53 cm-1 yang merupakan puncak serapan dari gugus simetri Si-O-Si.
Dari hasil analisa XRD, menunjukkan silika yang dihasilkan bersifat amorf.
2. Silikon dapat direduksi dari SiO2 secara magnesiotermik dengan variasi waktu
kalsinasi 4 jam, 5 jam dan 6 jam sehingga menghasilkan kemurnian silikon
sebesar 73,7%; 78,4%; 83,3%.
5.2. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi silikon dari
botol kaca bening dengan variasi suhu, waktu dan menggunakan pelarut yang lain
untuk memurnikan silikon agar menghasilkan kadar silikon yang lebih tinggi atau
melakukan variasi lainnya seperti perbandingan silika dengan serbuk magnesium
atau variasi sampel yang mengandung silika.
DAFTAR PUSTAKA
Bernadinus, H., Januar, Chandra. 2011. Pemanfaatan Serbuk Kaca Sebagai Powder
pada Self-Compacting Concrete.Bandung. Institut Teknologi Bandung.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Cetakan Kedua. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Brownell, L. E., and Young, E. H. 1983. Process Equipment Design. Jhon Willey
and Sons Inc.New York
Chandra, A., Miryanti, A., Widjaja, L. B. dan Pramudita, A. 2012. Isolasi dan
Karakterisasi Silika Dari Sekam Padi. Universitas Prahayangan.
Chung, F. H. 1974. Quantitative Interpretation of X-Ray Diffraction Patterns.
Matrix- Flushing Method of Quantitative Multicomponent Analysis. Jour.
Of Applied Crystallography. V. 7. P. 519-525.
Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Second Edition. Addison-
Wesley Publishing Company Inc. Canada.
Das, K., Bandyopadhyay, T. K., and Das, S. 2002. A Review on The Various
Synthesis Routes of TiC Reinforced Ferrous Based Composites. J. of Mat.
Sci., 37 (2002) 3881-3892
Email, I. W., Sani, N. A., Abdulsalam, A. K., Abdullahi, U. A. 2013. Extraction
and Quantification of Silicon From Silica Sand Obtained From Zauma
River, Zamfara State, Nigeria. European Scientific Journal. V. 9. No. 15.
ISSN: 1857-7881.
Gustiono, D., Suratman, Nuryadi, R., Deni, Y., Roseno, S., Ulfa, I. M. 2012.
Pembuatan Prototipe Polycrystalline Silicon Untuk Bahan Baku Industri
Sel Surya. MT-7. Prosiding InSINas.Jakarta
No. Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Area Corr. Area
1 324.04 28.25 80.65 331.76 316.33 6.22 4.05
2 354.9 2.8 14.51 362.62 339.47 24.46 8.15
3 462.92 4.65 10.12 640.37 362.62 300.07 70.5
4 771.53 11.33 3.89 825.53 648.08 155.52 10.71
5 1033.85 4.51 10.58 1527.62 833.25 749.39 180.66
6 1620.21 15.56 0.22 1643.35 1612.49 24.87 0.14
8 2337.72 19.83 0.15 2306.86 2245.14 43.28 0.1
9 2337.72 18.96 1.04 2353.16 2314.58 27.34 0.41
10 2368.59 17.51 2.16 2391.73 2353.16 28.2 0.96
11 2924.09 15.03 0.46 2947.23 2399.45 412.43 0.31
12 3441.01 9.93 1.92 3556.74 2985.81 524.67 18.82
13 3757.33 11.54 0.29 3765.05 3726.47 35.66 0.23
14 3857.63 11.01 0.14 3873.06 3834.49 36.63 0.02
Lampiran 2. Peak Difraktogram XRD Silika Ukuran 100 mesh dari Kaca Bening
No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps FWHM(deg Int. I(cps deg) Int. W(deg) Asym.
1 05.46(3) 6.147(2) ) )0.17(4) 105(12) 0.8(5) factor
2(3)
531(21)
2 20.12(2) 6.256(4) 783(61) 0.83(3) 122(11) 0.6(3) 1.8(1)
3 25.81(2) 6.398(3) 963(43) 0.41(8) 113(19) 0.16(5) 4(6)
4 26.25(6) 6.271(6) 903(84) 0.125(3) 142(39) 0.10(6) 1.5(5)
5 27.38(12) 5.255(3) 905(43) 0.47(12) 144(21) 0.6(2) 0,9(6)
6 28.357(6) 5.039(6) 952(81) 0.145(15) 137(10) 0.16(3) 2(3)
7 28.239(10) 4.4768(7) 950(51) 0.147(14) 300(14) 0.21(2) 0.6(2)
8 29.32(8) 4.087(4) 944(11) 0.38(6) 80(12) 0.43(16) 2(1)
9 30.67(3) 3.9061(11) 852(73) 0.25(3) 133(14) 0.29(7) 1.6(3)
10 31.69(2) 3.8685(8) 790(77) 0.251(18) 197(11) 0.27(5) 2.1(8)
11 32.38(2) 3.255(3) 731(43) 0.25(12) 244(21) 0.12(2) 0.8(6)
12 33.357(6) 3.0399(6) 639(84) 0.145(12) 137(10) 0.19(3) 0.4(3)
13 33.487(12) 3.0268(12) 615(183) 0.22(3) 418(30) 0.26(4) 0.28(9)
14 34.706(11) 2.0050(11) 585(135) 0.086(18) 105(32) 0.10(4) 1.6(8)
15 35.239(10) 2.4768(7) 557(51) 0.47(4) 120(14) 0.21(2) 0.6(2)
16 35.32(8) 2.087(4) 47(111) 0.38(6) 83(5) 0.13(16) 1(2)
17 36.17(3) 2.9061(11) 462(73) 0.28(3) 233(14) 0.21(7) 0.1(3)
18 36.69(2) 2.8685(8) 438(77) 0.251(18) 197(11) 0.27(5) 2.1(8)
19 37.600(15) 2.5990(4) 412(74) 0.16(2) 129(11) 0.20(4) 1.2(3)
20 38.18(7) 2.5203(16) 406(37) 0.36(17) 120(12) 0.7(2) 0.4(11)
21 38.82(2) 2.255(3) 437(43) 0.47(12) 149(5) 0.6(2) 0.3(6)
22 39.97(6) 2.0399(6) 481(84) 0.145(5) 137(10) 0.13(3) 1.4(3)
23 40.10(15) 2.5990(8) 412(74) 0.16(2) 109(9) 0.24(4) 0.5(3)
24 40.94(7) 2.5203(16) 406(37) 0.36(17) 128(7) 0.7(2) 0.2(11)
25 41.73(2) 2.255(3) 397(43) 0.74(12) 144(21) 0.6(2) 1.0(6)
26 42.357(6) 2.0399(6) 381(84) 0.45(2) 137(10) 0.16(3) 0.33(3)
27 42.187(12) 2.0268(12) 456(183) 0.22(3) 418(30) 0.26(19) 0.28(9)
28 44.706(11) 2.0050(11) 390(135) 0.086(18) 105(32) 0.10(4) 1.6(8)
29 45.239(10) 2.4768(7) 567(51) 0.17(4) 300(14) 0.21(2) 0.6(2)
30 45.32(8) 2.087(4) 670(111) 0.38(6) 80(10) 0.43(16) 2(2)
31 46.67(3) 1.9061(11) 462(73) 0.25(3) 139(14) 0.21(7) 0.5(3)
32 47.69(2) 1.8685(8) 631(77) 0.251(18) 197(11) 0.33(5) 2.1(8)
33 48.600(15) 1.5990(7) 567(74) 0.16(2) 114(21) 0.20(14) 0.7(3)
34 50.88() 1.5203(16) 490(37) 0.216(17) 132(2) 0.17(2) 1.0(11)
35 53.38(14) 1.255(3) 527(43) 0.49(12) 141(31) 0.9(2) 0.2(6)
36 55.357(6) 1.0399(6) 674(84) 0.145(15) 139(7) 0.16(3) 0.4(3)
37 57.487(5) 1.0268(12) 512(183) 0.22(3) 318(20) 0.26(4) 0.28(9)
38 59.706(7) 1.0050(11) 401(135) 0.086(18) 105(32) 0.17(4) 1.6(8)
39 61.239(10) 1.4768(7) 691(51) 0.147(14) 310(14) 0.21(2) 0.6(2)
40 63.32(2) 1.087(4) 475(241) 0.38(6) 80(15) 0.43(16) 2(2)
41 65.67(6) 1.9061(11) 562(73) 0.25(3) 133(14) 0.29(7) 0.7(3)
42 69.69(11) 1.8685(8) 531(77) 0.251(18) 197(11) 0.17(15) 0.1(8)
43 76.38(6) 1.255(3) 429(43) 0.47(12) 144(21) 0.36(2) 0.3(6)
44 77.357(5) 1.0279(6) 540(84) 0.40(9) 137(10) 0.19(3) 0.24(3)
45 78.107(6) 1.0268(9) 223(183) 0.125(4) 92(6) 0.31(5) 0.21(9)
46 79.71(6) 1.215(3) 490(43) 0.47(12) 141(31) 0.36(2) 0.5(6)
47 79.457(5) 1.0399(6) 340(84) 0.45(10) 137(10) 0.16(3) 0.21(3)
48 80.187(6) 1.0268(9) 413(183) 0.122(3) 99(5) 0.33(5) 0.28(9)