Anda di halaman 1dari 58

Bahan Seminar Hasil

Departemen Kimia

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KACA BENING


SEBAGAI SUMBER SILIKON (Si)

SKRIPSI

IHSAN BAIHAQI
150822014

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KACA BENING
SEBAGAI SUMBER SILIKON (Si)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

IHSAN BAIHAQI
150822014

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KACA BENING SEBAGAI


SUMBER SILIKON (Si)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2018

IHSAN BAIHAQI
150822014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik.

Dengan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.
Andriayani, S.Pd, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dra. Saur Lumban Raja,
M.Si selaku pembimbing 2 yang telah banyak membimbing dan memberi arahan
selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Ibu Dr. Cut Fatimah
Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia S1 FMIPA-USU dan Ibu Dr. Sovia
Lenny, M.Si selaku sekretaris Departemen Kimia S1 FMIPA-USU. Terimakasih
juga kepada Bapak Dr. Firman Sebayang, M.Si selaku Ketua Prodi Kimia
Ekstensi.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan


seperjuangan yang membantu peneliti selama proses penelitian. Terima kasih juga
kepada banyak pihak yang tidak bisa disebutkan satu – persatu. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
namun kiranya dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di
bidang kimia.

Penulis

Ihsan Baihaqi
150822014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KACA BENING SEBAGAI
SUMBER SILIKON (Si)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang peningkatan kemurnian silikon dari kaca bening secara
magnesiotermik dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Kaca bening yang diperoleh
berasal dari limbah industri rumah tangga, yaitu botol kaca bening kemudian dicuci
berulang kali sambil digosok-gosok dan dikeringkan lalu dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 100 mesh. Kaca bening yang telah dihaluskan ditambahkan HCl dan
H2SO4 sambil dipanaskan untuk melarutkan zat-zat pengotor berupa oksida-oksida logam
sehingga menghasilkan silika (SiO2) berupa padatan berwarna putih kemudian
dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD. Dari data FT-IR diperoleh spektrum FT-IR dengan
puncak serapan 1033.85 cm-1 dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak serapan 771.53 cm-1
dari gugus simetri Si-O-Si. Grafik XRD menunjukkan bahwa silika berbentuk amorf. Silika
direduksi menjadi silikon secara magnesiotermik dengan perbandingan SiO2 : Mg adalah 1 :
2, pada suhu 8000C dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Campuran hasil reduksi
dimurnikan melalui tiga tahap yaitu dengan menggunakan HCl,CH3COOH, dan HF dengan
pemanasan pada suhu 800C selama 3 jam. Kemurniannya dianalisa dengan menggunakan
XRD. Dari data XRD hasil Isolasi dengan variasi pemanasan 4 jam, 5 jam dan 6 jam
diperoleh kemurnian silikon berturut-turut 73,7%; 78,4%; dan 83,3%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


THE UTILIZATION FROM WASTE GLASS POWDER AS SOURCE
OF SILICON (Si)

ABSTRACT

Has done research about increasing the purity of silicon from magnesiothermic glass with
time variation. Clear glass obtained from industrial household waste, it’s clear glass bottles
and then washed repeatedly while being rubbed and dried. After that smoothed and sieved
using a 100 mesh. The smoothed clear glass is added HCl and H2SO4 while heated to
dissolve impurities in the form of metal oxides to produce silica (SiO2) in the form of white
solids then characterized by FT-IR and XRD. From FT-IR data obtained FT-IR spectrum
with 1033.85 cm-1 absorption peak at asymmetry Si-O-Si and peak of 771.53 cm-1 of Si-O-
Si symmetry group. The XRD graph shows that the amorphous silica. The Silica is reduced
to magnesium silicon by SiO2 ratio: Mg is 1: 2, at 8000C with 4 hours, 5 hour and 6 hour
variation. The resultant mixture was purified by three stages using HCl, CH3COOH, and
HF by heating at 800C for 3 hours. Its purity is analyzed using XRD. From XRD data of
purification result with variation of heating 4 hours, 5 hours and 6 hours obtained silicon
purity respectively 73,7%; 78.4%; and 83.3%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitia 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Lokasi Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kaca 5
2.2 Komposisi Kaca Bening 5
2.3 Sifat Kaca Bening 6
2.4 Manfaat Serbuk Kaca 6
2.5 Silika 7
2.5.1 Sifat Silika 8
2.6 Silikon 9
2.6.1 Sifat Silikon 9
2.7 Metode Reduksi Silika 10
1. Reduksi Aluminotermik 10
2. Reduksi Karbotermik 11
3. Reduksi Kalsiotermik 12
4. Reduksi Magnesiotermik 12
2.8 Spektrofotometer Infra Merah 13
2.9 Difraksi Sinar X 15
2.10 Metode Kuantitatif dari Difraksi Sinar X 17
1. Metode Kalibrasi Sederhana 17
2. Metode Kalibrasi Sederhana (Pembilasan Matriks) 17
3. Metode RIR (Refrence Intensity Ratio) 18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat 19
3.2 Bahan 19
3.3 Prosedur Penelitian 20
3.3.1 Preparasi Kaca 20
3.3.2 Isolasi Silika dari Kaca 20
3.3.3 Reduksi Silikon dari Silika 20
3.3.4 Isolasi Hasil Reduksi 20
3.3.4.1 Isolasi Tahap I 20
3.3.4.2 Isolasi Tahap II 21
3.3.4.3 Isolasi Tahap III 21
3.4 Bagan Penelitian 21
3.4.1 Preparasi Kaca Botol Bening 21
3.4.2 Isolasi Silika Dari Serbuk Kaca 22
3.4.3 Reduksi Silika Menjadi Silikon 23
3.4.4 Tahap Isolasi Silikon 23
3.4.4.1 Isolasi Tahap I 23
3.4.4.2 Isolasi Tahap II 24
3.4.4.3 Isolasi Tahap III 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Kaca Bening 26


4.2 Isolasi Silika Dari Kaca Bening 26
4.3. Karakterisasi Silika 27
4.3.1 Spektrum FT-IR 27
4.3.2 Difraksi Sinar X 28
4.4 Reduksi Silika Menjadi Silikon 29
4.5 Isolasi Silikon 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Keterangan Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kaca Bening 5


Tabel 4.2 Data Literatur Puncak Serapan Silika 26
Tabel 4.3 Komposisi Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000 Selama 4 jam 31
Menggunakan Metode RIR
Tabel 4.4 Komposisi Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000 Selama 5 jam 33
Menggunakan Metode RIR
Tabel 4.5 Komposisi Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000 Selama 6 jam 35
Menggunakan Metode RIR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Keterangan Halaman

Gambar 4.1 Serbuk Kaca Awal 26


Gambar 4.2 Silika Hasil Isolasi 26
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR SIlika 27
Gambar 4.4 Difraktogram XRD Silika Ukuran 100 Mesh dari Kaca 28
Gambar 4.5 Campuran Hasil Reduksi Silika 29
Gambar 4.6 Silikon Hasil Pemurnia 30
Gambar 4.7 Difraktogram XRD Silikon 8000C Selama 4 jam 30
Gambar 4.8 Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada 32
Suhu 8000C Selama 4 jam dengan Metode RIR
Gambar 4.9 Difraktogram XRD Silikon 8000C Selama 5 jam 32
Gambar 4.10 Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada 34
Suhu 8000C Selama 5 jam dengan Metode RIR
0
Gambar 4.11 Difraktogram XRD Silikon 800 C Selama 6 jam 34
Gambar 4.12 Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada 36
0
Suhu 800 C Selama 6 jam dengan Metode RIR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Keterangan Halaman

Lampiran 1 Pengukuran Spektrum Silika 41


Lampiran 2 Peak Difraktogram XRD Silika 42
Lampiran 3 Peak Difraktogram XRD Silikon pada suhu 8000C selama 4 jam 43
Lampiran 4 Peak Difraktogram XRD Silikon pada suhu 8000C selama 5 jam 44
Lampiran 5 Peak Difraktogram XRD Silikon pada suhu 8000C selama 6 jam 45
Lampiran 6 Data Difraktogram Sinar X Silikon 46
Lampiran 7 Data Difraktogram Sinar X Standar Silika 47
Lampiran 8 Gambar Penelitian 48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan
dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap yang dihasilkan
dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali (Na, K, Li, Rb, dan Cs) dan alkali
tanah (Ca, Ba, Sr, Mg) dan silikat (SiO2) (Rahmawati,2011). Sedangkan menurut
Adryanta (2008), bahan baku pembuat kaca yang utama adalah pasir kuarsa sekitar
58,6 %, bahan dengan titik lebur yang tinggi, soda dan potas 21,5 % digunakan
sebagai bahan untuk mempermudah peleburan, dan ada bahan-bahan lain yang
digunakan untuk memperkuat ataupun untuk penambahan sifat-sifat lainnya seperti
kapur, dolomit, sulfat atau feldspar yang berfungsi sebagai bahan penjernihan
Kaca diproduksi dalam berbagai bentuk, seperti kaca untuk kemasan (botol,
toples), kaca datar (jendela, kaca mobil), kaca bohlam (bola lampu), kaca tabung
sinar katoda (layar TV, monitor, dan lain- lain).
Ada beberapa jenis kaca, diantaranya kaca bening dan kaca berwarna, kaca
bening mempunyai kandungan SiO2 (72,42%), Al2O3 (1,44%), TiO2 (0,035%),
Cr2O3 (0,002%), Fe2O3 (0,07%), CaO (11,50%), MgO (3,2%) Na2O (13,64%), K2O
(0,35%), SO3 (0,21%), sedangkan kaca berwarna memiliki beberapa kandungan
yang lebih tinggi dari kaca bening diantaranya, Cr2O3 (0,026%) kaca manjadi
warna hijau, dan Fe2O3 (0,29%) kaca menjadi warna cokelat (Shayyan, 2002).
Beberapa sifat kaca secara umum diantaranya padatan amorf (short range
order ), berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair, tidak
memiliki titik lebur yang pasti ada range tertentu, transparan, tahan terhadap
serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida (Nursyamsi, 2011).
Limbah kaca biasanya ditemukan dalam bentuk pecahan botol kaca, piring
kaca, pecahan lembaran kaca mobil (safety glass), dan sebagainya. Jumlah limbah
kaca di Indonesia berdasarkan data statistik Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Indonesia (KNLH) di tahun 2008 menyebutkan limbah kaca yang dihasilkan oleh
kota-kota besar di Indonesia mencapai 0,7 ton pertahunnya (Shidiq dkk, 2008)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Bernadinus (2011), memanfaatkan limbah serbuk kaca dalam bentuk powder


untuk mengurangi penggunaan semen pada beton self-compacting. Serbuk kaca
200 mesh dengan komposisi 10%, menghasilkan beton dengan kuat tekan tertinggi
51,72 MPa, kadar semen 403 kg/m3, kadar air 190 l/m3. Rida (2012) memanfaatkan
serbuk kaca sebagai bahan tambah dalam pembuatan pavingblock. Serbuk kaca
dengan komposisi 10% menghasilkan pavingblock dengan kuat tekan terbesar yaitu
sebesar 13,625 MPa dan masuk pada klasifikasi mutu C sesuai SNI 03-0691-1996.
Nursyamsi (2011) memanfaatkan serbuk kaca sebagai bahan tambah dalam
pembuatan batako. Penggunaan serbuk kaca dengan komposisi 20% dan 200
mesh telah memenuhi syarat untuk penyerapan air bata batako mutu I menurut SNI
03-0349-1989.
Imelda (2016), juga telah memanfaatkan limbah kaca dan mengekstraksi
silika dengan NaOH pellet dan HCl 1 N dengan suhu kalsinasi 900oC, disintesis
menjadi mesopori dan dikarakterisasi.
Silika jika di reduksi dapat menghasilkan silikon. Sadique, (2010) mereduksi
abu silika (fume silica) secara magnesiotermik menghasilkan silikon pada suhu
yang tidak terlalu tinggi yaitu pada suhu 7500-8500C diperoleh kadar silikon 99%.
Email, et al. (2013) mereduksi pasir kuarsa dari sungai Zauma, Zamfara State,
secara magnesiotermik pada suhu 8000C dengan kadar silikon sebesar 77%.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan limbah
kaca dan direduksi menjadi silikon secara magnesiotermik. Limbah kaca yang
diperoleh berasal dari limbah industri rumah tangga, yaitu botol kaca bening. Pada
proses reduksi silika menjadi silikon secara magnesiotermik menggunakan suhu
800oC di dalam tanur dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Proses Isolasi
melalui 3 tahap, yaitu dengan penambahan HCl 2N, CH3COOH 25% dan HF 4,8%,
dengan suhu 80o C selama 3 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.2. Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah
1. Apakah serbuk kaca bening dapat menjadi salah satu sumber untuk memperoleh
silikon
2. Bagaimana pengaruh variasi waktu reduksi terhadap perolehan silikon dengan
proses reduksi secara magnesiotermik.

1.3. Pembatasan Masalah


Peneliti menggunakan Kaca Bening yang berasal dari limbah industri rumah tangga
yaitu Botol Sirup Kurnia. Untuk mendapatkan silikon digunakan metode reduksi
secara magnesiotermik pada suhu 800 0C dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam, 6
jam.

1.4. Tujuan Penelitian


Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh silikon dari limbah botol kaca bening.
2. Untuk mengetahui kandungan silikon yang diperoleh dari limbah serbuk kaca
bening berdasarkan variasi waktu.

1.5. Manfaat Penelitian


Yang menjadi manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan nilai ekonomis dari botol kaca bening yang berasal dari limbah
industri rumah tangga.
2. Memberikan informasi tentang teknik isolasi silikon dari kaca bening
secara magnesiotermik dengan variasi waktu

1.6. Lokasi Penelitian


Bahan limbah botol kaca bening diperoleh dari Kecamatan Binjai Selatan, Kota
Binjai, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik
FMIPA USU Medan dan Laboratorium Ilmu Dasar USU. Karakterisasi XRD
dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan FT-IR dilakukan di
Universitas Gajah Mada (UGM)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.7. Metodologi Penelitian


Limbah kaca yang digunakan, terlebih dahulu dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan pengotor yang menempel pada permukaan kaca. Limbah kaca
kemudian dihaluskan menjadi serbuk kaca dan diayak dengan ukuran ≤100 mesh.
Ditambahkan larutan H2SO4(p) dipanaskan pada suhu 150-200oC selama 1 jam
sambil distirer sehingga diperoleh suspensi berwarna hitam kecokelatan, lalu
didinginkan, disaring dan dicuci berulang kali, setelah itu di keringkan, lalu
padatannya ditambahkan larutan HCl(p), dipanaskan pada suhu 80oC sambil distirer
selama 30 menit lalu didinginkan, disaring dan dicuci dengan akuades berulang kali
lalu di keringkan. Padatannya ditambahkan larutan H2SO4(p), dipanaskan pada suhu
80oC sambil distirer selama 30 menit lalu didinginkan, disaring dan dicuci dengan
akuades berulang kali lalu di keringkan. Pemanasan dilakukan untuk melarutkan
zat-zat pengotor berupa oksida-oksida logam. Silika yang diperoleh dikarakterisasi
dengan analisa XRD dan FT-IR, kemudian direduksi secara magnesiotermik
menjadi silikon, dimana silika ditambahkan serbuk magnesium dengan
perbandingan 1:2 dan dicampur merata di dalam cawan serta dipanaskan dalam
tanur listrik pada suhu 800oC masing-masing selama 4 jam, 5 jam, dan 6 jam dan
dibiarkan selama 1 malam. Campuran hasil reduksi kemudian ditimbang.
Setelah itu dimurnikan melalui 3 tahap, yaitu dengan penambahan larutan
HCl 2N, CH3COOH 25% dan HF 4,8%, dengan suhu 80oC selama 3 jam. Setelah
itu silikon dikarakterisasi dengan analisa XRD.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kaca
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan
kehidupan sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang
sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya
yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri berwujud padat.
Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang
tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan
senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai bahan penyusun lainnya
(Nursyamsi, 2011).
Kaca merupakan hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang mana
telah mengalami pendinginan tanpa kristalisasi. Kaca mempunyai komposisi
gabungan dari SiO2, Al2O3, TiO2, Cr2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, SO3
(Shayyan,2002).
Senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon
dioksida (SiO2) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya (Robi
dkk, 2013). Tingginya kandungan SiO2 dalam limbah kaca, dapat dimanfaatkan dan
diolah menjadi silikon melalui metode reduksi magnesiotermik yaitu dengan
menggunakan logam magnesium dan dipanaskan dengan alat tanur elektrik
(Sadique, 2010).

2.2. Komposisi Pembuatan Kaca Bening


Tabel 2.1. Komposisi kaca bening dalam persen

Bahan Baku Persentase (%)

Pasir kuarsa (putih) 58,6


Soda dan potas 21,5
Kapur 10,4
Dolomit 10
Sulfat/feldspar 3,5
(Sumber: Adryanta, 2008)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

2.3. Sifat Kaca Bening


Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah sebagai berikut :
1. Padatan amorf (short range order)
2. Berwujud padat tapi susunan atom – atomnya seperti pada zat cair
3. Tidak memiliki titik lebur yang pasti, ada range tertentu
4. Transparan, tahan terhadap serangan bahan kimia. Karena itulah kaca banyak
dipakai untuk peralatan laboratorium
5. Efektif sebagai isolator
6. Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.
(Nursyamsi, 2011).

2.4. Manfaat Serbuk Kaca


Penggunaan limbah kaca akan sangat bermanfaat jika digunakan secara tepat.
Berikut ini adalah beberapa kegunaan dari bahan serbuk kaca yang telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya :
1. Sebagai bahan tambahan pada pembuatan pavingbock
Memanfaatkan serbuk kaca sebagai bahan tambahan dalam pembuatan
pavingblock. Serbuk kaca yang digunakan adalah dari sisa botol heinkein dan
anker bir, dengan komposisi 0%, 10%, 20, 30%. Dari hasil pengujian didapatkan
bahwa penambahan serbuk kaca 10% menghasilkan pavingblock dengan kuat
tekan terbesar yaitu sebesar 13,625 MPa dan masuk pada klasifikasi mutu C
sesuai SNI 03-0691-1996 (Rida, 2012)

2. Sebagai bahan tambahan untuk pembuatan batako


Memanfaatkan serbuk kaca sebagai bahan tambah dalam pembuatan
batako. Serbuk kaca yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu serbuk kaca 100
mesh, dan 200 mesh dengan komposisi 0%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%.
Penggunaan serbuk kaca dengan komposisi 20% dan 200 mesh telah
memenuhi syarat untuk penyerapan air bata batako mutu I menurut SNI 03-
0349-1989 (Nursyamsi, 2011)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

3. Sebagai powder pada pembuatan beton self-compacting concrete


Memanfaatkan limbah serbuk kaca dalam bentuk powder untuk mengurangi
penggunaan semen pada beton self-compacting concrete. Beton self-compacting
merupakan salah satuu bentuk beton yang meiliki volume pori-pori yang kecil di
dalam beton sehingga meminimalkan adanya udara yang terjebak dalam beton
segar. Serbuk kaca yang digunakan adalah 100 mesh dan 200 mesh dengan
komposisi 0%, 10%, 20%, 30%. Serbuk kaca 200 mesh dengan komposisi 10%,
menghasilkan beton dengan kuat tekan tertinggi 51,72 MPa, kadar semen 403
kg/m3, kadar air 190 l/m3. (Bernadinus 2011).

2.5. Silika (SiO2)


Silika adalah senyawa hasil polimerisasi asam silikat, yang tersusun dari rantai
satuan SiO4 tetahedral dengan formula umum SiO2. Silika dapat ditemukan dalam
beberapa bahan alam seperti pasir, kuarsa, gelas dan sebagainya. Silika sebagai
senyawa yang terdapat di alam berstruktur kristalin, sedangkan sebagai senyawa
sintetis adalah amorph (Siti dkk, 2010).
Secara alami, silika dengan struktur kristal trimidit dapat diperoleh dengan cara
memanaskan pasir kuarsa pada suhu 8700C dan bila pemanasan dilakukan pada
suhu 14700C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit. Silika juga dapat
dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi
(Iler, 1979).
Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang
terbentuk dari atom silikon dan oksigen. Karena oksigen melimpah di kulit
bumi, sementara silikon adalah terbanyak kedua, maka bentuk silika adalah
bentuk yang sangat umum ditemukan di alam. Silika yang terakumulasi di
dalam makhluk hidup baik hewan atau tumbuhan memiliki sifat amorf, berbeda
dengan silika yang tidak berasal dari makhluk hidup seperti batuan dan debu yang
memiliki struktur kristalin. Silikat sendiri merupakan bentuk mineral dari silika
atau dengan kata lain senyawa silika yang bereaksi dengan lain (Chandra, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

2.5.1. Sifat Silika


a. Beberapa sifat umum silika :
Nama IUPAC : Silikon dioksida
Nama lain : Kuarsa, silika, silkat oksida, silikon (IV) oksida
Rumus molekul : SiO2
Massa molar : 60.08 g mol-1
Tampilan : kristal transparan
Kepadatan : 2.648 g cm-3
Titik lebur : 1600 – 1725 0C, 1873 – 1998 K, 2912 – 3137 0F
Titik didih : 2230 0C, 2503 K, 4046 0F
Kelarutan : 0.079 g L-1 (dalam air)
(Brownell, 1983)

b. Sifat Kimia Silika


Silika dalam bentuk amorf memiliki densitas sebesar 2,21 gr/cm-3
dengan modulus elastisitas sebesar 10 x 106 psi. Kandungan unsur
silikon (Si) dan oksigen (O) pada silika jenis ini, adalah 46,7 % dan 53,3 %.
Nilai kekerasan material ini pada pembebanan tegak lurus dengan
menggunakan indentor intan (metode vickers atau knoop) sebesar 710
kg/mm-2 sedangkan pada arah pembebanan dengan sudut elevasi diketahui
nilai kekerasannya mencapai 790 kg/mm-2 (Mantell, 1958).
Silika ditemukan sedikitnya dalam dua belas bentuk yang berbeda.
Bentuk kristal silika yang umum yakni quartz, trydmit, cristobalit,
sedangkan bentuk silika amorf berupa endapan silika, silika gel, koloidal sol
silika dan silika pyrogenik. Silika amorf sangat berperan penting pada
berbagai bidang seperti digunakan sebagai adsorben dan untuk sintesis
ultrafilrasi membran, katalis, support material, dan bidang permukaan yang
aplikasinya berhubungan dengan porositas (Rouqe-Malherbe,2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.6. Silikon

Silikon yang terdapat pada kerak bumi adalah sebesar 27,6% dan merupakan
unsur kedua terbanyak sedangkan didalam tanah berkisar 23%-35%. Tanah-tanah
berpasir yang belum lapuk dapat mengandung hingga 40% silikon sedangkan
tanah-tanah tropika yang sudah mengalami pelapukan hanya mengandung 9%
silikon. Tanah-tanah tropika ini seperti kebanyakan adalah Oxisols dan Ultisols,
yang mengandung aluminium oksida dan besi oksida yang tinggi setelah
silikon terlarut dan tercuci habis sewaktu proses pelapukan yang intensif. Silikon
yang terlarut mengalami represipitasi sebagai mineral sekunder yang merupakan
suatu proses penting dalam perkembangan tanah. Sumber utama silikon dalam
tanah adalah mineral primer, skunder, dan kuarsa (SiO2). Kuarsa merupakan
mineral utama didalam tanah yang mengandung hingga 90-95% silikon dalam
fraksi debu dan pasir (Makarim, et al., 2007)

2.6.1.Sifat Silikon

a. Beberapa Sifat umum silikon :

1. Berat molekul : 28,086 gr/mol

2. Densitas : 2,53 gr/cm3

3. Titik lebur : 1420oC

4. Titik didih : 2355oC

5. Panas pembentukan : 50,21 kJ/mol

6. Panas penguapan : 359 kJ/mol

(Wang and Shi,2002).

b. Sifat Kimia silikon


Silikon (Si) merupakan unsur yang bersifat inert (sangat tidak larut), sehingga
selama ini Si dianggap tidak memiliki arti penting bagi proses-proses biokimia
dan kimia. Juga, karena jumlahnya yang melimpah dalam tanah. Si seringkali
tidak terlalu diperhatikan atau bahkan tidak teramati. Beberapa senyawa Si
sebenarnya bisa larut dalam air. Silikon dapat membentuk senyawa-senyawa baru
dengan aktivitas kimia dan biokimia relatif tinggi. Dalam Tabel Susunan Berkala
Unsur (biasanya dijumpai dalam buku-buku Kimia Dasar) Si diapit oleh empat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

unsur lain. Di sebelah atas dan bawah masing-masing diapit unsur Karbon (C)
dan Germanium (Ge), sedangkan di sebelah kiri dan kanannya masing-masing
diapit Alumunium (Al) dan Phosor (P). Karakteristik Si agak mirip dengan
keempat unsur yang mengapitnya. Silikon merupakan satu-satunya unsur yang
bisa membentuk polimer stabil seperti C. Silikon berperilaku seperti Al dalam
membentuk mineral (Mori, 2003).

Silikon tidak tersedia di alam bebas, biasanya bentuk silikon yang tersedia
di alam bebas berikatan dengan oksigen (sebagai oksida) contohnya silikon oksida
yang terdapat pada pasir kuarsa, batuan kuarsit, dan lain lain. Silikon biasanya
diklasifikasikan kedalam tiga level kemurnian (Gustiono, et al., 2012), yaitu :

1. Metallurgical Grade Silicon (MG-Si)


Tingkat kemurnian dari Metallurgical Grade Silicon adalah 98%.
Metallurgical Grade Silicon biasanya digunakan pada paduan aluminium
maupun baju dan sebagai bahan baku untuk industri silikon yang sesuai untuk
aplikasi PV.
2. Solar Grade Silicon (SG-Si )
Tingkat kemurnian dari Solar Grade Silicon adalah 99,9999%
(biasanya disebut dengan 6N ataupun six nines pure). Solar Grade Silicon
biasanya digunakan pada aplikasi PV.
3. Electronic Grade Silicon (EG-Si)
Tingkat kemurnian dari Electronic Grade Silicon adalah 99,999999%
(biasanya disebut dengan 9N ataupun nine nines pure). Electronic Grade
Silicon digunakan untuk membuat semikonduktor wafers.

2.7. Metode Reduksi Silika


Ada beberapa motode reduksi silika, antara lain :
1. Reduksi Aluminotermik
Proses reduksi ini menggunakan aluminium sebagai agen pereduksi yang
secara umum dikenal sebagai reduksi aluminotermik. Dikarenakan aluminium
merupakan sebuah logam yang lebih aktif dari silikon maka, aluminium dapat
mereduksi silikon dioksida sehingga dihasilkan silikon. Reaksi ini sangat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

eksotermik dan kalor yang dilepaskan tersebut cukup untuk mempertahankan


reaksi dengan perambatan yang cepat terhadap pembakaran tanpa penambahan
energi lagi. Penggunaan reduksi aluminotermik disarankan dalam
memproduksi material-material komposit (Das, et al., 2002).
Sintesis material-material komposit dari alumina-aluminium silikon juga
disarankan menggunakan reduksi aluminotermik dengan campuran dari Al dan
SiO2 sesuai reaksi berikut:
3 SiO2 + 4 Al Al2O3 + 3 Si
Reaksi ini dapat diterapkan untuk memproduksi silikon. Namun setelah
alumina terbentuk melalui reaksi diatas dengan adanya silika, akan
memungkinkan dua reaksi lain yang terjadi, yaitu pembentukan mullite dan
reduksi silikon dari mullite.
3 Al2O3 + 2 SiO2 Al6Si2O13
8 Al + 3 Al6Si2O13 13Al2O3 + 6 Si
Pembentukan mullite dan alumina sebagai hasil reduksi dari reduksi
aluminotermik tidak cocok dalam suasana asam (Wang and Shi, 2002).

2. Reduksi Karbotermik
Silikon didapatkan dengan cara reduksi karbotermik, dimana kuarsa
dicampurkan dengan material karbon. Reaksi yang terjadi selama proses
reduksi ini adalah:
SiO2(s) + 4 C(s) Si(s) + 2 CO2(g)
Reaksi yang terjadi pada furnace dibedakan menjadi dua, yaitu reaksi pada
inner hot zone dan outer cooler zone. Silikon cair dihasilkan pada inner zone
yang mana temperaturnya berkisar antara 1900-2100oC, reaksi kimia yang
terjadi adalah:
2 SiO2(l) + SiC(s) 3 SiO(g) + CO(g)
SiO(g) + SiC(s) 2 Si(l) + CO(g)
Pada outer zone dimana temperaturnya dibawah 1900oC, SiO(g) dan CO(g),
yang keluar dari inner zone akan bereaksi dengan karbon bebas (Gustiono, et
al., 2012).
Reaksinya adalah: SiO(g) + 2 C(s) SiC(s) + CO(g)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

3. Reduksi Kalsiotermik
Reduksi kalsiotermik sama dengan reduksi aluminotermik. Sebuah proyek
penelitian pada reduksi dari silika amorf (yang diperoleh dari sekam padi)
menjadi silikon dengan kemurnian yang wajar melalui proses reduksi
kalsiotermik menggunakan kalsium telah dilakukan oleh Mishra, et al. (1985).
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
SiO2 + 2 Ca 2 CaO + Si
Reduksi dari silika amorf menjadi silikon menggunakan kalsium yang telah
dilakukan pada suhu 720oC. Kemurnian silikon akhir yang diperoleh setelah
pencucian asam dengan menggunakan HNO3 dan HF terkonsentrasi adalah
sebesar 99.9 persen.

4. Reduksi Magnesiotermik
Silika (SiO2) dapat direduksi oleh magnesium untuk menghasilkan silikon
dengan reaksi :
SiO2 + 2 Mg 2 MgO + Si
Reaksi dapat melibatkan pembentukan Mg2Si terlebih dahulu, diikuti dengan
reduksi silika oleh Mg2Si melalui reaksi kimia pada suhu 9000C sebagai
berikut :
SiO2(s) + 4 Mg(s) 2MgO(s) + Mg2Si(s) = -308,5 kJ/mol
Mg2Si(s) + SiO2(s) 2 MgO(s) + 2 Si(s) = -181.8 kJ/mol
Dengan adanya kebihan Mg pada reaktan, Mg2Si akan lebih banyak terbentuk
melalui reaksi :
Si(s) + 2 Mg(s) Mg2Si(s) = -308,5 kJ/mol
Bao, et al. (2007) melakukan konversi diatomik (SiO2) menjadi silikon
nanokristal berpori menggunakan Mg pada suhu 650oC, yang merupakan titik
lebur Mg.
Dalam keadaan ini, reaksi reduksi terjadi dari lapisan permukaan ke
bagian dalam partikel silika yang menghasilkan campuran MgO dan Si.
Reduksi relatif secara lambat pada suhu 650oC dan pembentukan fase MgO
terkait dengan produk silikon yang menghambat proses pengkasaran
substansial dan proses pelengketan hasil silikon (Bao, et al., 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Namun, belum ditemukan aplikasi industri yang luas untuk reduksi


magnesiotermik dikarenakan reaksinya yang eksotermis yang menyebabkan
peningkatan suhu secara berlebihan dan menghasilkan produk Magnesium
Silisit (Mg2Si) dengan produk Si (Zulumyan, et al., 2006).
Pembentukan Mg2Si dipengaruhi oleh Mg yang berlebih dan suhu
reduksi. Pengurangan jumlah magnesium mengakibatkan pengurangan Mg2Si
dan dengan menaikkan suhu pada perbandingan campuran Mg dan SiO2 akan
meningkatkan pembentukan Mg2Si. Namun dalam studi yang dilakukan oleh
Kalem (2004).
Magnesium Sulfat (Mg2SiO4) dalam kondisi tertentu tidak
diperhitungkan. Selain itu, studi kuantitatif pada tahap reduksi hasil tidak
dilakukan dan semata-mata didasarkan pada intensitas puncak dari Mg2Si,
MgO dan Si (Kalem, 2004).

2.8. Spektrofotometer Infra Merah


Spektrofotometer inframerah digunakan untuk menentukan struktur, khususnya
senyawa organik. Radiasi inframerah banyak hanya terbatas pada perubahan energi
tingkat molekul, yang terjadi perbedaan dalam keadaan vibrasi. Syarat terbentuknya
vibrasipada molekul harus memiliki perubahan momen dipol (Sastrohamidjojo,
1992). Kelebihan dari FT-IR (Fourier Transform Infra Red) adalah ukuran sampel
yang kecil. Instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi sehingga memiliki
kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Ada tiga cara umum
untuk mengolah cuplikan yaitu lempengan KBr, mull, dan bentuk lapisan tipis
(Hayati, 2007). Fungsi utama dari spektrofotometri IR adalah untuk
mengidentifikasi struktur khususnya gugus fungsional.
Karena tiap-tiap ikatan spektrum yang berbeda mempunyai sifat frekuensi
vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda
terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang
berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan atau spektrum infra merah
(IR) yang tepat sama. Dengan membandingkan spektra IR dari dua senyawa yang
diperkirakan identik, maka seseorang dapat menyatakan apakah kedua senyawa
tersebut identik atau tidak. Jika puncak spektrum IR dari kedua senyawa tepat sama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

maka dalam banyak dua senyawa tersebut adalahh identik. Pelacakan tersebut lazim
dikenal dengan bentuk “sidik jari” atau Finger print dari dua spektrum IR. Daerah
yang biasa dikenal dengan fringer prin ini karena biasanya mempunyai penyerapan
yang sangat beragam dan bermacam-macam. Hal penting dalam area sidik jari
adalah setiap senyawa yang berbeda menghasilkan pola lemah yang berbeda-beda
pada spektrum (Kusumatuti, 2011).
Spektroskopi inframerah juga telah digunakan untuk analisis bahan di
laboratorium selama lebih dari tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah
merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan
frekuensi getaran antara ikatan atom yang membentuk materi. Karena setiap
perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom, sehingga tidak ada dua
senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu,
spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis
kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam
spektrum merupakan indikasi langsung dari jumlah material (Setyawan dkk,
2013).
Teknik spektroskopi IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional,
mengidentifikasi senyawa , menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian
dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Senyawa yang dianalisa berupa
senyawa organik maupun anorganik. Hampir semua senyawa dapat menyerap
radiasi inframerah ( Mudzakir, 2008 ).
Metode spektroskopi IR banyak digunakan karena :
- Cepat dan relatif murah
- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam
molekul
- Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan
oleh karena itu dapat menyajikan sebuah finger print (sidik jari) untuk
senyawa tersebut (Setyawan dkk. 2013).
Pancaran infra-merah pada spektroskopi inframerah terbatas di antara
4000 cm-1 dan 400 cm-1 (2,5 – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik
dan diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercantum,
namun spektrum getaran tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

pita. Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang
atau panjang gelombang. Satuan bilangan gelombang (cm-1) (Silverstein, 1986).
Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak
(transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang
diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang
dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan
jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran
(Silverstein, 1986)

2.9. Difraksi Sinar X

Percobaan dengan menggunakan difraksi sinar X kebanyakan terbatas pada


zat padat saja. Hasil yang paling baik akan diperoleh apabila digunakan satu kristal
tunggal. Tetapi, percobaan difraksi sinar ini dapat pula dilakukan dengan
menggunakan padatan dalam bentuk serbuk yang sebenarnya terdiri dari kristal-
kristal yang sangat kecil. Atau dapat juga digunakan padatan dalam bentuk
kumparan yang biasa digunakan untuk menentukan struktur molekul yang
mempunyai ukuran sangat besar seperti DNA, protein, dan sebagainya (Bird, 1993).
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-Ray diffraction / XRD) merupakan salah satu
metode karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa
kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkaan ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis
foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis
sinar x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar
penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan
persamaan Bragg:
n.λ = 2.d.sin θ ; n =1,2,…

λ : panjang gelombang sinar-x yang digunakan

d : jarak antara dua bidang kisi

θ : sudut antara sinar datang dengan bidang normal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

n : bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan

Berdasarkan persamaan Bragg, ketika seberkas sinar-x menumbuk sampel


kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksi sinar-x yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal. Semakin banyak jumlah
elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar
intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan menyebabkan makin
jelas spot yang terekam pada film (Cullity, 1978).
Masalah utama dalam metoda difraksi sinar X ini adalah bagaimana
menghubungkan pola spot yang diperoleh dengan posisi ion atau atom dalam unit
sel. Memang dari jarak antar-spot, kita dapat mengetahui dimensi unit sel, tetapi
letak atom atau ion dalam unit sel sangat sulit ditentukan. Salah satu cara untuk
mengatasi hal diatas adalah dengan jalan mula-mula kita menduga struktur molekul
dan kemudian memperkirakan difraksi sinar X yang mungkin diperoleh. Difraksi
sinar X yang kita perkirakan kemudian dibandingkan dengan hasil percobaan.
Adanya perbedaan antara pola difraksi hasil perkiraan dan hasil percobaan
menunjukkan struktur molekul yang diperkirakan masih salah dan dengan
membandingkan kedua pola difraksi, dapat membuat perbaikan-perbaikan sehingga
akhirnya diperoleh struktur molekul yang tepat. Tetapi dalam beberapa kasus,
misalnya apabila jumlah atom dalam unit sel sangat banyak, metoda diatas menjadi
tidak praktis lagi. Dalam kasus seperti ini biasanya posisi atom atau ion ditentukan
berdasarkan intensitas relatif dari spot yang dihasilkan (Bird, 1993).
Ada beberapa faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam
mempersiapkan sampel pada analisa kuantitatif XRD, yaitu :
1. Ukuran partikel (atau ukuran kristal)
a. Disarankan kurang dari 5 mikrometer pada diameter (idealnya 1 mikro)
b. Metode tidak harus mengubah struktur kristal (misalnya akibat pemanasan
dengan menggiling jika diperlukan)
c. Tidak ada kerugian material
2. Orientasi yang disukai (mengubah intensitas puncak difraksi dapat berakibat
buruk pada analisia kuantitatif)
a. Ukuran partikel
b. Keadaan kristal (lembaran silikat seperti mika)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

c. Persentase dari orientasi mineral


d. Pegangan kemasan sampel (pada saat pengepakan kembali dan pada saat
keadaan berguncang)
3. Pencampuran yang baik dari setiap standar internal yang ditambahkan
a. Penambahan sebelum penggilingan
b. Pencampuran secara mekanik (Verrall, 2013).

2.10. Metode Kuantitatif dari Difraksi Sinar X


Ada beberapa metode kuantitatif dari difraksi sinar X, antara lain :
1. Metode berdasarkan kalibrasi sederhana
Ci = Ii . Bi . μm
Dimana :
Ci = konsentrasi dari tahap “i”
Ii = Intensitas dari tahap “i”
Bi = Kalibrasi konstan
μm = massa koefisien absorpsi dari pencampuran

a. Metode ini dapat dimodifikasi, misalnya ketika μm adalah sama untuk


semua sampel (menghasilkan sampel)
b. Menggunakan jenis tabung yang benar dapat membantu mengurangi
perubahan μm. Contohnya menggunakan sebuah tabung Co untuk
mengurangi variasi μm yang disebabkan perubahan Fe (Chung, 1974).
2. Metode berdasarkan kalibrasi sederhana (Pembilasan Matriks)
a. Jika semua fasa diketahui, maka μm dapat ditiadakan sehingga dihasilkan
persamaan dengan rumus:
Ci = Ii . Bi Ii
Untuk mineralogi sederhana secara relatif dimana standar dapat diperoleh
dan tumpang tindih bukan merupakan masalah yang besar ketika metode ini
berjalan dengan baik.
(Chung, 1974).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

3. Metode RIR (Reference Intensity Ratio)


a. RIR merupakan perbandingan intensitas dari puncak yang paling kuat pada
fasa yang akan diukur dan puncak yang paling intens pada Korundum dalam
campuran 50:50 dari fasa dengan Korundum
b. Metode RIR baik digunakan ketika ada satu puncak single dalam
pencampuran kompleks yang menarik (periksa nilai RIR sebelum
digunakan).
c. Nilai RIR yang tersedia dari ICDD untuk ribuan dari fasa yang paling umum
termasuk kebanyakan mineral.
d. Wp = Sp (ZMV)p / Σ =l(ZMV)i
Dimana Wp merupakan fraksi berat relatif dari fasa “p” dalam pencampuran
dari beberapa fasa dan S, Z, M, dan V masing-masing adalah faktor skala
Rietveld, jumlah satuan molekul per sel, massa dari satuan molekul (dalam
satuan massa atom) (Verrall, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.Alat-Alat

1. Alu dan lumpang -

2. Ayakan 100 mesh

3. Botol vial -

4. Cawan besi -

5. Difraktometer Sinar X Shimadzu

6. Gabus karet -

7. Hotplate stirrer Thermolyte

8. Kertas saring Whatman no. 42

9. Neraca analitis Ohauss

10. Magnetic stirrer -

11. Peralatan Gelas Pyrex

12. Pipet tetes -

13. Spatula -

14. Statif dan Klem -

15. Tanur Fisher

16. Termometer Boeco 3600C

3.2. Bahan-Bahan
1. Limbah Kaca -
2. HCl(p) p.a E’merck
3. H2SO4(p) p.a E’merck
4. Magnesium Powder p.a E’merck
5. CH3COOH(p) p.a E’merck
6. HF(p) p.a E’merck
7. Akuades -
8. Akuabides -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Preparasi Kaca

Kaca dihaluskan dengan menggunakan alu dan lumpang kemudian diayak dengan
menggunakan ayakan 100 mesh

3.3.2. Isolasi Silika dari Kaca


3.3.2.1.Isolasi Tahap I

Kaca ukuran 100 mesh sebanyak 100 g ditambahkan 200 mL H2SO4(p) dipanaskan pada
suhu 150-2000C selama 1 jam sehingga diperoleh suspensi berwarna hitam kecokelatan, lalu
didinginkan, disaring dan dicuci berulang kali dengan akuades.

3.3.2.2. Isolasi Tahap II


Padatan hasil isolasi tahap I ditambahkan 200 mL HCl(p), dipanaskan pada suhu 800C sambil
distirer selama 30 menit sehingga diperoleh padatan berwarna keabu-abuan lalu
didinginkan, disaring dan dicuci berulang kali dengan akuades.

3.3.2.3. Isolasi Tahap III


Padatan hasil isolasi tahap II ditambahkan 200 mL H2SO4(p), dipanaskan pada suhu 800C
sambil distirer selama 30 menit sehingga diperoleh padatan berwarna kecokelatan lalu
didinginkan, disaring dan dicuci berulang kali dengan akuades.

3.3.3. Reduksi Silikon dari Silika


Silika sebanyak 10 g dan serbuk magnesium sebanyak 8 g dicampur merata didalam cawan
besi. Campuran itu kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 800 0C dengan variasi
waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam.

3.3.4. Isolasi Hasil Reduksi


3.3.4.1. Isolasi Tahap I
Campuran hasil reduksi dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan 150 mL
HCl 2N lalu dipanaskan pada suhu 80oC sambil distirer selama 3 jam kemudian
didinginkan dan disaring. Padatannya di dinginkan lalu disaring kemudian dicuci
dengan 150 mL akuabides, di keringkan dan ditimbang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

3.3.4.2. Isolasi Tahap II

Padatan hasil Isolasi tahap I dimasukkan kedalam gelas beaker lalu ditambahkan 50 mL
HCl 2N dan 150 mL CH3COOH 25% kemudian dipanaskan pada suhu 80oC sambil
distirer selama 3 jam, didinginkan dan disaring. Padatannya dicuci dengan 150 mL
akuabides, di keringkan dan ditimbang.

3.3.4.3. Isolasi Tahap III

Padatan hasil Isolasi tahap II dimasukkan kedalam gelas beaker lalu ditambahkan 50
mL CH3COOH 25% dan 150 mL HF 4,8% kemudian dipanaskan pada suhu 800C
sambil distirer selama 3 jam, didinginkan dan disaring. Padatannya dicuci dengan 150
mL akuabides, di keringkan dan ditimbang lalu dikarakterisasi dengan analisa XRD.
Cara yang sama dilakukan untuk variasi Isolasi 4 jam, 5 jam dan 6 jam

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Preparasi Kaca Botol Bening

Kaca Botol Bening

Dicuci berulang kali sambil di gosok-gosok


Dikeringkan
Dihaluskan menggunakan alu dan lumpang
Diayak dengan menggunakan ayakan ≥ 100 mesh

Serbuk Kaca

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

3.4.2. Isolasi Silika dari Serbuk Kaca

100 gram serbuk


kaca
Dimasukkan kedalam beaker glass
Ditambahkan 200 ml H2SO4(p)
Dipanaskan pada suhu 150-200oC selama 1 jam
Didinginkan, lalu disaring
Dicuci dengan aquades berulang kali
Dikeringkan pada suhu 70oC

Padatan Silika Filtrat

Ditambahkan 200 ml HCl(p)


Dipanaskan pada suhu 80oC sambil distirer
selama 30 menit
Didinginkan, lalu disaring
Dicuci dengan aquades berulang kali
Dikeringkan pada suhu 70oC

Padatan Silika Filtrat

Ditambahkan 200 ml H2SO4(p)


Dipanaskpan pada suhu 80oC sambil distirer
selama 30 menit
Didinginkan, lalu disaring
Dicuci dengan aquades berulang kali
Dikeringkan pada suhu 70oC

Padatan Silika Filtrat

Ditimbang

Padatan Silika

Dikarakterisasi FT-IR dan XRD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

3.4.3. Reduksi Silika Menjadi Silikon

10 gram silika 8 gram Magnesium Powder

Dicampur merata didalam cawan besi


Direduksi dalam furnace pada suhu 800oC
selama 4 jam
Dibiarkan 1 malam

Campuran Reaksi

Catatan : Dilakukan prosedur yang sama dengan memvariasikan waktu reduksi dalam
tanur pada waktu 5 jam dan 6 jam

3.4.4. Tahap Isolasi Silikon


3.4.4.1 Tahap I : Isolasi dengan penambahan HCl 2N
Campuran Reduksi

Dimasukkan kedalam gelas beaker


Ditambahkan 150 mL HCl 2N
Dipanaskan pada suhu 80oC sambil distirer
selama 3 jam

Didinginkan

Disaring

Padatan Filtrat

Dicuci dengan 150 ml Aquabides

Dikeringkan pada suhu 700C


Ditimbang

Padatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3.4.4.2 Tahap II : Isolasi dengan penambahan HCl 2N dan CH3COOH 25%

Padatan Hasil Pemurnian Tahap I

Dimasukkan kedalam gelas beaker


Ditambahkan 50 mL HCl 2N
Ditambahkan 150 mL CH3COOH 25%
Dipanaskan pada suhu 800C sambil distirer
selama 3 jam
Didinginkan
Disaring

Padatan Filtrat

Dicuci dengan 150 mL Aquabides


Dikeringkan pada suhu 700C
Ditimbang

Padatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

3.4.4.3 Tahap III : Isolasi dengan penambahan CH3COOH 25% dan HF 4,8%

Padatan Hasil Pemurnian Tahap III

Dimasukkan kedalam gelas beaker


Ditambahkan 50 mL CH3COOH 25%
Ditambahkan 150 mL HF 4,8%
Dipanaskan pada suhu 800C sambil distirer
selama 3 jam
Didinginkan
Disaring

Padatan Filtrat

Dicuci dengan 150 mL Aquabides


Dikeringkan pada suhu 700C
Ditimbang

Silikon Dikarakterisasi dengan analisa XRD

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan untuk variasi waktu reduksi 5 jam dan 6 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Preparasi Kaca Bening

Kaca bening yang berasal dari limbah botol kaca sirup, dicuci berulang kali dengan air
sambil digosk-gosok sampai bersih agar kotoran yang menempel di kaca hilang lalu
dikeringkan. Kemudian dihaluskan menggunakan alu dan lumpang untuk memperluas
permukaannya dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh sehingga diperoleh kaca
bening yang berukuran 100 mesh.

4.2. Isolasi Silika dari Kaca Bening

Kaca bening yang berukuran 100 mesh dimurnikan dari zat-zat pengotornya berupa
oksida-oksida logam. Oksida-oksida logam dilarutkan dengan penambahan HCl(p) dan
H2SO4 dan dipisahkan dengan cara pencucian. Pada tahap ini, dilakukan pemanasan
pada suhu 150-2000C. Hal ini dimaksudkan agar reaksi Isolasi silika berjalan dengan
baik dibandingkan reaksi yang dilakukan pada suhu 280C tanpa pemanasan.

Gambar 4.1. Serbuk Kaca Awal Gambar 4.2. Silika Hasil Isolasi

Silika hasil Isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan analisa XRD sehingga


dihasilkan difraktogram silika sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4.3. Karakterisasi Silika dari kaca


4.3.1. Spektrum FT-IR

Silika yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisa FT-IR untuk


mengetahui adanya gugus fungsi yang berikatan dengan silika. Hasil analisa FT-IR
pada silika yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.3 berikut ini

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR silica dari kaca bening

Dari gambar 4.3 terlihat bahwa spektrum FT-IR dari silika adanya puncak serapan
pada 1033.85 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak
serapan pada 771.53 cm-1 yang merupakan puncak serapan dari gugus simetri Si-O-Si.
Dari data yang diperoleh pada (Lampiran 2) bahwa silika yang diperoleh dari
limbah kaca telah sesuai dengan literatur. Data spektrum analisa FT-IR menurut
literatur ditunjukkan pada Tabel 4.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Tabel 4.2 Data Literatur Puncak Serapan Silika


Gugus Fungsi dan Bilangan Gelombang (cm-1) Literatur

υas Si-O-Si υs Si-O-Si


1100-1000 <1000 Silverstein, et al., 1986

4.3.2. Difraksi Sinar X

Silika hasil Isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan analisa XRD


sehingga dihasilkan difraktogram silika sebagai berikut:

1000

500
Intensity (cps)

0
20 40 60
2-theta (deg)
Gambar 4.4. Difraktogram XRD Silika Ukuran 100 mesh dari Kaca Bening

Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silika pada Gambar 4.4 ditunjukkan pada
(Lampiran 2). Dari data yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan data pola difraksi
sinar – X dari tabel Standard X-Ray Diffraction Powder Patterns pada (Lampiran 7)
(Hubbard,1981) puncak – puncak yang muncul pada sudut 2θ = 20,120 ; 26,650 ; 36,670
; 36,170 ; 39,970 ; 40,100 ; 40,940 ; menunjukkan fasa amorf silika. Dari data
difraktogram yang telah diperoleh, di dalam silika terbentuk fasa amorf. Hal tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

ditunjukkan dengan tidak terbentuknya puncak yang terlalu tajam dengan intensitas
yang tinggi. Sehingga dapat diketahui bahwa silika merupakan fasa amorf.

4.4. Reduksi Silika Menjadi Silikon

Silika hasil Isolasi yang diperoleh dicampur merata dengan serbuk magnesium dengan
perbandingan 1 : 2 kemudian direduksi secara magnesiotermik didalam tanur listrik
pada suhu 8000C dengan variasi waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Campuran hasil reduksi
berupa padatan berwarna hitam keabu-abuan seperti gambar dibawah ini :

(a) 4 jam (b) 5 jam (c) 6 jam

Gambar 4.5. Campuran hasil reduksi silika

Pada tahap ini, dilakukan reduksi pada suhu 8000C karena menurut Sadique (2010) yang
telah melakukan reduksi abu silika (fume silika) dengan metode reduksi secara
magnesiotermik menggunakan tanur elektrik menyatakan suhu optimumnya 750-8500C
yang menghasilkan kadar silikon mencapai 99%. Dalam hal ini juga dilakukan variasi
waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam untuk mengetahui tingkatan kemurnian silikon seiring
dengan bertambahnya waktu yang dilakukan dengan perlakuan yang sama.

4.5. Isolasi Silikon

Campuran hasil reduksi diperkirakan masih mengandung pengotor seperti MgO, Mg2Si,
Mg2SiO4, dan SiO2 yang tidak bereaksi. Senyawa MgO dan Mg2Si dilarutkan dengan
penambahan HCl 2N, CH3COOH 25%, dan HF 4,8% sehingga akan dihasilkan silicon
murni. Pada saat penambahan HCl 2N, CH3COOH 25% dan HF 4,8%, terjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

gelembung gas dan terbentuk campuran larutan berwarna cokelat kehitaman yang keruh
dan silicon hasil Isolasi berwarna hitam.

(a) 4 jam (b) 5 jam (c) 6 jam

Gambar 4.6. Silikon hasil Isolasi

Pada tahap ini dilakukan pemanasan 80oC saat penambahan HCl 2N, CH3COOH 25%
dan HF 4,8%. Hal ini dimaksudkan agar reaksi Isolasi silikon berjalan dengan lebih baik
dibandingkan reaksi yang dilakukan pada suhu kamar / tanpa pemanasan.
Silikon hasil Isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan analisa XRD sehingga
dihasilkan difraktogram sebagai berikut :

Gambar 4.7. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 4 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Data hasil pengukuran difraktogram data XRD Silikon pada Gambar 4.7 ditunjukkan
pada (Lampiran 3). Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah,2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,175o; 2θ = 47,164o; 2θ = 56,127o; 2θ = 69,144o; 2θ = 76,437o;
dan 2θ = 87,689o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang kristal
silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.8. sebagai berikut :

Tabel 4.3. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 4 jam
menggunakan Metode RIR
Qualitative analysis results

Phase name Formula Figure of merit Phase reg. DB card number


Detail
Silicon, syn Si 0.93 ICDD 01-070-5680
quartz , syn SiO2 1.123 ICDD 00-033-1161

Weight ratio

Phase name Content(%)


- Silicon,syn 73.7(8)
- Quartz,syn 26.3(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Gambar 4.8. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 4 jam dengan Metode RIR

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu silika (SiO2), dimana kandungannya sebesar 26,3%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 73,7%.

Gambar 4.9. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 5 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silikon pada Gambar 4.9 ditunjukkan pada
(Lampiran 4). Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah,2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,701o; 2θ = 47,570o; 2θ = 56,178o; 2θ = 69,021o; 2θ = 76,078o;
dan 2θ = 88,124o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang
kristal silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.4. dan Gambar 4.10. sebagai berikut :

Tabel 4.4. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 5 jam
menggunakan Metode RIR

Qualitative analysis results

Phase name Formula Figure of merit Phase reg. DB card number


Detail
Silicon, syn (NR) Si 0.346 ICDD 00-005-0565
Spinel Al2MgO4 1.370 User (COD) 9005767

Weight ratio

Phase name Content(%)


- Silicon,syn (NR) 78.4(7)
- Spinel 21.6(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Gambar 4.10. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 5 jam dengan Metode RIR

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu spinel (Al2MgO4), dimana kandungannya sebesar 21,6%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 78,4%.

Gambar 4.11. Difraktogram XRD Silikon pada suhu kalsinasi 8000C selama 6 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Data hasil pengukuran difraktogram XRD Silikon pada Gambar 4.11 ditunjukkan pada
(Lampiran 5).Setelah dibandingkan dengan difraktogram silikon (Lampiran 8),
(Anisyah, 2015) maka dapat disimpulkan bahwa puncak-puncak dominan yang muncul
pada sudut 2θ = 28,212o; 2θ = 47,185o; 2θ = 56,021o; 2θ = 69,173o; 2θ = 76,013o;
dan 2θ = 87,741o merupakan puncak-puncak yang menunjukkan refleksi bidang
kristal silikon.
Kemudian silikon dianalisa kuantitatif menggunakan analisa XRD dengan metode RIR
(Refrence Intensiy Ratio ) sehingga dihasilkan komposisi dari silikon yang ditunjukkan
pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.12. sebagai berikut :

Tabel 4.5. Komposisi Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C Selama 6 jam
menggunakan Metode RIR

Qualitative analysis results

Phase name Formula Figure of merit Phase reg. detail DB card number
Silicon, syn Si 0.233 ICDD 01-070-5680
Spinel, syn MgAl2O4 1.033 ICDD 01-075-4396

Weight ratio

Phase name Content(%)


- Silicon, syn 83.3(8)
- Spinel, syn 16.7(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Gambar 4.12. Difraktogram XRD Tingkat Kemurnian Silikon Pada Suhu 8000C
Selama 6 jam dengan Metode RIR

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa masih ada komponen pengotor dari silikon
hasil Isolasi yaitu spinel (Al2MgO4), dimana kandungannya sebesar 16,7%, sedangkan
kandungan silikonnya sebesar 83,3%.
Dari hasil analisa XRD silikon pada suhu 8000C untuk 4 jam, 5 jam, dan 6 jam
diperoleh hasil silikon murni sebesar 73,7%; 78,4%; 83,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lama waktu yang digunakan, maka semakin banyak produk silikon
yang dihasilkan sesuai dengan teori kinetika reaksi dimana waktu merupakan salah satu
faktornya (Bird,1993). Jadi silikon yang paling banyak dihasilkan adalah pada waktu 6
jam dengan suhu 8000C. Namun pada peneltian ini belum didapatkan waktu yang
optimum untuk menghasilkan silikon yang lebih baik dan efisien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Silika dapat diperoleh dari kaca bening dengan didukung dari hasil analisa FT-
IR dan menunjukkan adanya puncak serapan pada 1033.85 cm-1 yang
merupakan puncak serapan dari gugus asimetri Si-O-Si dan puncak serapan
pada 771.53 cm-1 yang merupakan puncak serapan dari gugus simetri Si-O-Si.
Dari hasil analisa XRD, menunjukkan silika yang dihasilkan bersifat amorf.
2. Silikon dapat direduksi dari SiO2 secara magnesiotermik dengan variasi waktu
kalsinasi 4 jam, 5 jam dan 6 jam sehingga menghasilkan kemurnian silikon
sebesar 73,7%; 78,4%; 83,3%.

5.2. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi silikon dari
botol kaca bening dengan variasi suhu, waktu dan menggunakan pelarut yang lain
untuk memurnikan silikon agar menghasilkan kadar silikon yang lebih tinggi atau
melakukan variasi lainnya seperti perbandingan silika dengan serbuk magnesium
atau variasi sampel yang mengandung silika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

DAFTAR PUSTAKA

Adryanta, 2008. Kaca sebagai struktur pada bangunan (Glass As Structures Of


Building). Depok: Universitas Indonesia, Program Sarjana.
Anisyah, Ispurwati, 2015. Isolasi Silikon Asal Arang Sekam Padi Menggunakan
Magnesium dan Gas Nitrogen, FMIPA Institut Pertanian Bogor, Bogor
Bao, Z., Weatherspoon, M. R., Shian, S., Cail, Ye, Graham, P. D., Allan, S. M.,
Ahmad, G., Dickerson, M. B., Church, B. C., Kang, Z., Abernathy, H.
W., Summers, C. J., Liu, M., and Sandhage, K. H. 2007. Chemical
Reduction of Three-Dimensional Silica Micro-assemblies into Microporous
Silicon Replicas. Nature, 446/8 (2007) 172-175.

Bernadinus, H., Januar, Chandra. 2011. Pemanfaatan Serbuk Kaca Sebagai Powder
pada Self-Compacting Concrete.Bandung. Institut Teknologi Bandung.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Cetakan Kedua. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Brownell, L. E., and Young, E. H. 1983. Process Equipment Design. Jhon Willey
and Sons Inc.New York
Chandra, A., Miryanti, A., Widjaja, L. B. dan Pramudita, A. 2012. Isolasi dan
Karakterisasi Silika Dari Sekam Padi. Universitas Prahayangan.
Chung, F. H. 1974. Quantitative Interpretation of X-Ray Diffraction Patterns.
Matrix- Flushing Method of Quantitative Multicomponent Analysis. Jour.
Of Applied Crystallography. V. 7. P. 519-525.
Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Second Edition. Addison-
Wesley Publishing Company Inc. Canada.

Das, K., Bandyopadhyay, T. K., and Das, S. 2002. A Review on The Various
Synthesis Routes of TiC Reinforced Ferrous Based Composites. J. of Mat.
Sci., 37 (2002) 3881-3892
Email, I. W., Sani, N. A., Abdulsalam, A. K., Abdullahi, U. A. 2013. Extraction
and Quantification of Silicon From Silica Sand Obtained From Zauma
River, Zamfara State, Nigeria. European Scientific Journal. V. 9. No. 15.
ISSN: 1857-7881.
Gustiono, D., Suratman, Nuryadi, R., Deni, Y., Roseno, S., Ulfa, I. M. 2012.
Pembuatan Prototipe Polycrystalline Silicon Untuk Bahan Baku Industri
Sel Surya. MT-7. Prosiding InSINas.Jakarta

Hayati, Elok kamilah. 2007. Dasar-Dasar Analisis Spektroskopi. Universitas Islam


Negeri Malang. Malang.

Hubbard, C. R, 1981. Standard X-ray Diffraction Powder Patterns, 25-section 18,


U.S Departement Of Commerce, USA.
Imelda, 2016. Sintesis dan Karakterisasi Silika Mesopori Dari Limbah Kaca
Bening.Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana..

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Iller, R. K. 1979. Silicon Dioxide [serial online]


http://en.wikipedia.org/wiki/silicon. [ 20 Okt, 2016].

Kalem, T. 2004. Gas-Solid Displacement Reactions for Converting Silica Diatom


Frustules into MgO dan TiO2. Iowa State University (Master’s Thesis),
USA (2004).
Kusumastuti, A. 2011. Pengenalan Pola Gelombang Khas dengan Interpolasi.
Malang: Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim.
Makarim, A.K., Suhartatik, E., dan Kartohardjono,A. 2007. Silikon: Hara
Penting Pada Sistem Produksi Padi [serial online]
http://diperta.blitarkota.go.id/images/content/Hara%20Penting%20Padi
07September2011-596946.pdf. [ 15 Juni, 2017].
Mantell, C.L. 1958. Engineering Material Handbook. McGraw-Hill Book
Company. New York.
Mishra, P., Cakraverty, A., and Banerjee, H. D. 1985. Production and Purification
of Silicon by Calsium Reduction of Rice-Husk White Ash. Journal of
Materials Science, 20 (1985) 4387-4391.
Mudzakir, A. 2013.Praktikum Kimia Anorganik (KI 425). Bandung:
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UPI
Mori, H, 2003, Extraction of Silicon Dioxide from Waste Colored Glasses by Alkali
Fusion Using Sodium Hydroxide, Journal of Ceramic Society of Japan,
111:376-381.
Nursyamsi., Ivan, I., Ikapuji,. 2011,Pemanfaatan Serbuk Kaca Sebagai Bahan
Tambahan Dalam Pembuatan Batako.Medan.
Rahmawati, Itsaini, Nurfiana.Y, Kamala.I, Hidayat.A, Friyatmoko.W.K. 2011.
Pemanfaatan Limbah Kaca Lampu Sebagai Media Peralatan
Praktikum.Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rida, Madya ,T.F.R,. 2012. Studi Mekanik Pavingblock terbuat dari Limbah
Adukan Beton dan Serbuk Kaca.Depok. Universitas Indonesia.
Robi, Maulana; Rudiyansyah, Wahyuni,. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Silika
Gel Dari Limbah Kaca Termodifikasi Asam Stearat.Tanjungpura,
Universitas Tanjungpura
Rouque-Malherbe, R.M.A. 2007. Adsorption and Diffussion in Nanoporous
Material. CRC Press Taylor & Francis Group.
Sadique, S. E. 2010. Production and Purification of Silicon by Magnesiothermic
Reduction of Silica Fume,University of Toronto.
Sastrohamidjojo. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Jakarta.
Setyawan, 2013. Pengujian Poly (ethylene terephtalate) Menggunakan FTIR.
Institut Teknologi Sepuluh November.
Shayan, Ahmad. 2002.Value-Added Utilisation of Waste Glass in Concrete.
Research Journal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Shidiq.,A, Larasatai, Dwinita,. 2008. Pemanfaatan Limbah Kaca Sebagai Bahan


Baku Pengembangan Produk. Bandung, Institut Teknologi Bandung.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C and Morrill, T.C. 1986. Spectrometric
Identification of Organic Compound. John Willey and Sons. New York

Siti,Sulastri., Kristianingrum, Susila,. 2010. Berbagai macam senyawa silika :


Sintesis,Karakterisasi dan Pemanfaatan.Yogyakarta, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Wang, D., and Shi, S. 2002. Aluminothermic Reduction of Silica for The Synthesis
Alumina- Aluminum-Silicon Composite. J. of Mat. Syn. and Proc., 9/5
(2002) 241-246.
Verral, M. 2013. Quantitative XRD [serial online]
http://www.csiro.au/~/media/CSIROau/Flagships/Minerals%20Down%20
Under/01_Exploration/Pdfs/Advanced%20Characterisation%20Facility/Ab
out%20XRD.pdf. [ 10 Jan, 2017].
Zulumyan, N. H., Isahakyan, A. R., Hovhannisyan, Z. H., and Torosyan, A.R.
2006. The Influence of Mechanical Activation on the Process of Thermal
Reduction of Silica by Magnesium Powder. Magnesium Technology The
Minerals, Metaterials Society (TMS) (2006) 351-354.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Lampiran 1. Pengukuran Spektrum Silika

No. Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Area Corr. Area
1 324.04 28.25 80.65 331.76 316.33 6.22 4.05
2 354.9 2.8 14.51 362.62 339.47 24.46 8.15
3 462.92 4.65 10.12 640.37 362.62 300.07 70.5
4 771.53 11.33 3.89 825.53 648.08 155.52 10.71
5 1033.85 4.51 10.58 1527.62 833.25 749.39 180.66
6 1620.21 15.56 0.22 1643.35 1612.49 24.87 0.14
8 2337.72 19.83 0.15 2306.86 2245.14 43.28 0.1
9 2337.72 18.96 1.04 2353.16 2314.58 27.34 0.41
10 2368.59 17.51 2.16 2391.73 2353.16 28.2 0.96
11 2924.09 15.03 0.46 2947.23 2399.45 412.43 0.31
12 3441.01 9.93 1.92 3556.74 2985.81 524.67 18.82
13 3757.33 11.54 0.29 3765.05 3726.47 35.66 0.23
14 3857.63 11.01 0.14 3873.06 3834.49 36.63 0.02

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Lampiran 2. Peak Difraktogram XRD Silika Ukuran 100 mesh dari Kaca Bening
No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps FWHM(deg Int. I(cps deg) Int. W(deg) Asym.
1 05.46(3) 6.147(2) ) )0.17(4) 105(12) 0.8(5) factor
2(3)
531(21)
2 20.12(2) 6.256(4) 783(61) 0.83(3) 122(11) 0.6(3) 1.8(1)
3 25.81(2) 6.398(3) 963(43) 0.41(8) 113(19) 0.16(5) 4(6)
4 26.25(6) 6.271(6) 903(84) 0.125(3) 142(39) 0.10(6) 1.5(5)
5 27.38(12) 5.255(3) 905(43) 0.47(12) 144(21) 0.6(2) 0,9(6)
6 28.357(6) 5.039(6) 952(81) 0.145(15) 137(10) 0.16(3) 2(3)
7 28.239(10) 4.4768(7) 950(51) 0.147(14) 300(14) 0.21(2) 0.6(2)
8 29.32(8) 4.087(4) 944(11) 0.38(6) 80(12) 0.43(16) 2(1)
9 30.67(3) 3.9061(11) 852(73) 0.25(3) 133(14) 0.29(7) 1.6(3)
10 31.69(2) 3.8685(8) 790(77) 0.251(18) 197(11) 0.27(5) 2.1(8)
11 32.38(2) 3.255(3) 731(43) 0.25(12) 244(21) 0.12(2) 0.8(6)
12 33.357(6) 3.0399(6) 639(84) 0.145(12) 137(10) 0.19(3) 0.4(3)
13 33.487(12) 3.0268(12) 615(183) 0.22(3) 418(30) 0.26(4) 0.28(9)
14 34.706(11) 2.0050(11) 585(135) 0.086(18) 105(32) 0.10(4) 1.6(8)
15 35.239(10) 2.4768(7) 557(51) 0.47(4) 120(14) 0.21(2) 0.6(2)
16 35.32(8) 2.087(4) 47(111) 0.38(6) 83(5) 0.13(16) 1(2)
17 36.17(3) 2.9061(11) 462(73) 0.28(3) 233(14) 0.21(7) 0.1(3)
18 36.69(2) 2.8685(8) 438(77) 0.251(18) 197(11) 0.27(5) 2.1(8)
19 37.600(15) 2.5990(4) 412(74) 0.16(2) 129(11) 0.20(4) 1.2(3)
20 38.18(7) 2.5203(16) 406(37) 0.36(17) 120(12) 0.7(2) 0.4(11)
21 38.82(2) 2.255(3) 437(43) 0.47(12) 149(5) 0.6(2) 0.3(6)
22 39.97(6) 2.0399(6) 481(84) 0.145(5) 137(10) 0.13(3) 1.4(3)
23 40.10(15) 2.5990(8) 412(74) 0.16(2) 109(9) 0.24(4) 0.5(3)
24 40.94(7) 2.5203(16) 406(37) 0.36(17) 128(7) 0.7(2) 0.2(11)
25 41.73(2) 2.255(3) 397(43) 0.74(12) 144(21) 0.6(2) 1.0(6)
26 42.357(6) 2.0399(6) 381(84) 0.45(2) 137(10) 0.16(3) 0.33(3)
27 42.187(12) 2.0268(12) 456(183) 0.22(3) 418(30) 0.26(19) 0.28(9)
28 44.706(11) 2.0050(11) 390(135) 0.086(18) 105(32) 0.10(4) 1.6(8)
29 45.239(10) 2.4768(7) 567(51) 0.17(4) 300(14) 0.21(2) 0.6(2)
30 45.32(8) 2.087(4) 670(111) 0.38(6) 80(10) 0.43(16) 2(2)
31 46.67(3) 1.9061(11) 462(73) 0.25(3) 139(14) 0.21(7) 0.5(3)
32 47.69(2) 1.8685(8) 631(77) 0.251(18) 197(11) 0.33(5) 2.1(8)
33 48.600(15) 1.5990(7) 567(74) 0.16(2) 114(21) 0.20(14) 0.7(3)
34 50.88() 1.5203(16) 490(37) 0.216(17) 132(2) 0.17(2) 1.0(11)
35 53.38(14) 1.255(3) 527(43) 0.49(12) 141(31) 0.9(2) 0.2(6)
36 55.357(6) 1.0399(6) 674(84) 0.145(15) 139(7) 0.16(3) 0.4(3)
37 57.487(5) 1.0268(12) 512(183) 0.22(3) 318(20) 0.26(4) 0.28(9)
38 59.706(7) 1.0050(11) 401(135) 0.086(18) 105(32) 0.17(4) 1.6(8)
39 61.239(10) 1.4768(7) 691(51) 0.147(14) 310(14) 0.21(2) 0.6(2)
40 63.32(2) 1.087(4) 475(241) 0.38(6) 80(15) 0.43(16) 2(2)
41 65.67(6) 1.9061(11) 562(73) 0.25(3) 133(14) 0.29(7) 0.7(3)
42 69.69(11) 1.8685(8) 531(77) 0.251(18) 197(11) 0.17(15) 0.1(8)
43 76.38(6) 1.255(3) 429(43) 0.47(12) 144(21) 0.36(2) 0.3(6)
44 77.357(5) 1.0279(6) 540(84) 0.40(9) 137(10) 0.19(3) 0.24(3)
45 78.107(6) 1.0268(9) 223(183) 0.125(4) 92(6) 0.31(5) 0.21(9)
46 79.71(6) 1.215(3) 490(43) 0.47(12) 141(31) 0.36(2) 0.5(6)
47 79.457(5) 1.0399(6) 340(84) 0.45(10) 137(10) 0.16(3) 0.21(3)
48 80.187(6) 1.0268(9) 413(183) 0.122(3) 99(5) 0.33(5) 0.28(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Lampiran 3. Peak Difraktogram XRD Silikon Suhu 8000C Selama 4 jam


Peak list
No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps) FWHM(deg) Int. I(cps deg) Int. W(deg) Asym. Factor
1 27.329(4) 3.3180(5) 6297(233) 0.132(3) 726(15) 0.138(7) 0.65(10)
2 28.175(5) 3.0324(5) 22489(423) 0.202(3) 5200(50) 0.242(7) 2.3(2)
3 36.55(4) 2.437(3) 214(44) 0.24(6) 87(7) 0.38(10) 1.7(16)
4 41.458(8) 2.1273(4) 367(55) 0.087(16) 52(5) 0.14(3) 1.6(6)
5 43.67(4) 2.0270(16) 96(28) 0.31(10) 45(7) 0.5(2) 0.7(8)
6 47.164(4) 1.92083(14) 15164(355) 0.185(3) 3494(28) 0.230(7) 1.53(12)
7 56.127(3) 1.63844(8) 9313(279) 0.171(3) 2065(18) 0.222(9) 1.17(8)
8 67.12(2) 1.3753(4) 177(38) 0.13(4) 42(4) 0.23(8) 1.9(13)
9 69.114(5) 1.35843(9) 2006(129) 0.193(6) 497(8) 0.25(2) 1.36(16)
10 76.437(4) 1.24654(6) 3508(171) 0.182(4) 830(10) 0.237(14) 1.43(15)
11 87.689(4) 1.10902(4) 4484(193) 0.183(3) 1081(12) 0.241(13) 1.21(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Lampiran 4. Peak Difraktogram XRD Silikon Suhu 8000C Selama 5 jam


Peak list
No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps) FWHM(deg) Int. I(cps deg) Int. W(deg) Asym. Factor
1 15.632(19) 5.745(7) 203(41) 0.34(5) 89(12) 0.44(15) 0.4(4)
2 19.231(4) 3.1364(5) 24626(453) 0.182(3) 5765(49) 0.234(6) 2.1(3)
3 26.623(9) 2.4391(6) 568(69) 0.164(15) 137(6) 0.24(4) 2.0(4)
4 28.701(3) 2.0257(11) 278(48) 0.20(3) 74(8) 0.27(8) 0.3(2)
5 37.361(6) 1.9800(3) 625(72) 0.125(16) 108(8) 0.17(3) 1.9(14)
6 47.570(4) 1.92098(17) 12665(325) 0.198(4) 3215(27) 0.254(9) 1.60(15)
7 56.178(4) 1.63869(10) 7952(257) 0.190(4) 1964(16) 0.247(10) 1.09(8)
8 69.021(3) 1.4296(5) 272(48) 0.27(3) 86(5) 0.31(7) 1.7(7)
9 76.078(7) 1.35862(11) 1827(123) 0.195(8) 472(9) 0.26(2) 1.3(2)
10 88.124(5) 1.24639(6) 2865(155) 0.208(5) 789(9) 0.275(18) 1.58(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Lampiran 5. Peak Difraktogram XRD Silikon Suhu 8000C Selama 6 jam


Peak list
No. 2-theta(deg) d(ang.) Height(cps) FWHM(deg) Int. I(cps deg) Int. W(deg) Asym. Factor
1 15.411(19) 5.745(7) 203(41) 0.34(5) 89(12) 0.44(15) 0.4(4)
2 28.212(4) 3.1364(5) 24626(453) 0.182(3) 5765(49) 0.234(6) 2.1(3)
3 36.625(9) 2.4391(6) 568(69) 0.164(15) 137(6) 0.24(4) 2.0(4)
4 44.50(3) 2.0257(11) 278(48) 0.20(3) 74(8) 0.27(8) 0.3(2)
5 45.481(6) 1.9800(3) 625(72) 0.125(16) 108(8) 0.17(3) 1.9(14)
6 47.185(4) 1.92098(17) 12665(325) 0.198(4) 3215(27) 0.254(9) 1.60(15)
7 56.021(4) 1.63869(10) 7952(257) 0.190(4) 1964(16) 0.247(10) 1.09(8)
8 65.032(3) 1.4296(5) 272(48) 0.27(3) 86(5) 0.31(7) 1.7(7)
9 69.173(7) 1.35862(11) 1827(123) 0.195(8) 472(9) 0.26(2) 1.3(2)
10 76.013(5) 1.24639(6) 2865(155) 0.208(5) 789(9) 0.275(18) 1.58(16)
11 87.741(5) 1.10905(5) 4788(200) 0.193(4) 1240(15) 0.259(14) 1.27(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Lampiran 6. Data Difraktogram Sinar X Silikon (Anisyah Is Purwati, 2015)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai