Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH SUHU TERHADAP TEGANGAN PERMUKAAN

SABUN CUCI PIRING CAIR BUATAN SENDIRI, SUNLIGHT,


DAN S.O.S

KARYA ILMIAH

OKIO PATAR SIAHAAN


082401054

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH SUHU TERHADAP TEGANGAN


PERMUKAAN SABUN CUCI PIRING CAIR
BUATAN SENDIRI, SUNLIGHT, DAN S.O.S
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : OKIO PATAR SIAHAAN
Nomor Induk Mahasiswa : 082401054
Program Studi : DIPLOMA-III KIMIA ANALIS
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Disetujui

Medan, Mei 2011

Diketahui/ Disetujui Oleh


Departemen Matematika FMIPA USU Komisi Pembimbing
Ketua Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.S Dra.Tirena B. Siregar, M.Eng.


NIP : 195408301985032001 NIP : 194805101973032001

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGARUH SUHU TERHADAP TEGANGAN PERMUKAAN


SABUN CUCI PIRING CAIR BUATAN SENDIRI, SUNLIGHT DAN S.O.S

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

OKIO PATAR SIAHAAN

082401054

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan atas sukacita dan
penyertaanNya yang luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan judul “ PENGARUH SUHU TERHADAP TEGANGAN PERMUKAAN
SABUN CUCI PIRING CAIR BUATAN SENDIRI,SUNLIGHT, DAN S.O.S”.
Karya Ilmiah ini disusun untuk melengkapi dan meyelesaikan program Diploma-III
Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.

Selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Bapak terkasih Ir.
T. Siahaan dan Ibu tersayang E.br Panjaitan,dan adik- adik tercinta. Juga dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu
Dra. Tirena B. Siregar, M.Eng, selaku dosen pembimbing pada penyelesaian karya
ilmiah ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S.selaku ketua Departemen Kimia, Ibu
Dra.Emma Zaidar Nasution,M.Si selaku ketua Program Studi DIII Kimia Analis.
Abang dan kakak Asisten Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU.Abang dan kakak
Brave yang terus mendukung dan teman- teman seperjuangan mahasiswa kimia analis
2008.

Penulis menyadari atas kekurangan dari materi yang disajikan dalam laporan
ilmiah ini disebabkan karena keterbatasan literatur dan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk kesempurnaan laporan
ilmiah ini. Semoga laporan ilmiah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011

Okio Patar Siahaan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan


sabun cuci piring buatan sendiri, Sunlight, dan SOS Dalam hal ini parameter yang
digunakan adalah variasi suhu 280C ( tanpa pemanasan ), 300C, 400C dan 500C. Sabun
piring buatan sendiri dibuat dengan menggunakan bahan aktif . Bahan aktif deterjen
pencuci piring cair yang digunakan yaitu sodium lauril eter sulfat, natrium alkil
benzena sulfonat , sodium lauril eter sulfat, berurutan. Penentuan tegangan permukaan
didasarkan atas kenaikan suhu yang menyebabkan penurunan nilai tegangan
permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabun SOS memiliki nilai tegangan
permukaan terendah 5,96 dyne / cm pada suhu 500C dan nilai tegangan permukaan
sabun terbesar dimiliki oleh sabun cuci piring Sunlight tanpa pemanasan yaitu 19,83
dyne / cm.

Universitas Sumatera Utara


EFFECT OF TEMPERATURE ON THE SURFACE TENSION OF
HOMEMADE DISH SOAP , SUNLIGHT, AND S.O.S

ABSTRACT

The effect of temperature on the surface tension of homemade liquid dish soap,
Sunlight, and SOS was carried out. The temperatures was variated 280C(without
heating), 300C, 400C and 500C. The homemade liquid dish soap was prepared by using
an active ingredients. The active ingredient of the liquid dishwashing soap were
sodium lauryl ether sulphate, sodium alkyl benzene sulfonate, and sodium lauril ether
sulfate, respectively. The determination of surface tension was based the increasing of
temperature on the liquid dishwashing soap causing of descreasing of their surface
tension. The results showed that the soap SOS has the lowest surface tension value of
5.96 dyne / cm at a temperature of 500C and the surface tension of the biggest soap is
owned by Sunlight dishwashing soap without heating is 19.83 dyne/ cm.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3
1.7 Lokasi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Sejarah Sabun 4
2.2. Pengertian Sabun 4
2.3 Komposisi Sabun 5
2.4 Cara Kerja Sabun 7
2.5 Kegunaan Sabun 8
2.6 Densitas 9
2.7 Tegangan Permukaan
2.7.1 Tegangan Antar Muka 9
2.7.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
Tegangan Permukaan 10
2.8 Metode Penentuan Tegangan Permukaan 11
2.7.1 Metode Cincin Du Nuoy 11
2.7.2 Metode Tekanan Gelembung Maksimum 11
2.7.3 Metode Kenaikan Kapiler 15
2.7.4 Metode Lempengan Wilhemly 15
2.9 Bahan Aktif Pembentuk Deterjen 15
2.10 Bahan Baku Pembentuk Deterjen 16
2.11 Resep Sabun Cuci Piring Buatan Sendiri 17

BAB 3 METODE PERCOBAAN 19

3.1. Bahan- Bahan Yang Digunakan 19


3.2 Alat- Alat Yang Digunakan 19
3.3. Komposisi Sabun Cuci Piring 20
3.4 Skema Penelitian 19

Universitas Sumatera Utara


3.4.1 Skema Pembuatan Sampel Sabun Cuci Piring Cair 1000 Ml 21
3.4.2 Skema Penentuan Tegangan Permukaan Sabun Cuci Piring Cair
Buatan sendiri, Sunlight, dan S.O.S 22
3.5 Contoh Perhitungan 23
3.5.1 Contoh Perhitungan Densitas Larutan Pencuci Piring Cair 23
3.5.2. Contoh Perhitungan Tegangan Permukaan
Larutan Pencuci Piring Cair 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24


4.1 Hasil
4.1.2 Data 24
4.2 Pembahasan 29

BAB 5 KESIMPULAN 32
5.1 Kesimpulan 32
5.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Resep Sabun Cuci Piring Buatan Sendiri 18


Tabel 3.1 Data bahan- bahan yang digunakan dalam penentuan
tegangan permukaan sabun 19
Tabel 3.2 Data alat- alat yang digunakan dalam penentuan
Tegangan permukaan sabun 19
Table 3.3 Komposisi Sabun cuci piring cair 20
Tabel 4.1. Data hasil pengukuran tegangan permukaan
larutan sabun cuci piring buatan sendiri, Sunlight dan S. O. S
dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa pemanasan 24
Tabel 4.2. Data hasil pengukuran densitas larutan sabun
cuci piring buatan sendiri , sunlight, dan S.O.S
dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa pemanasan. 25
Tabel 4.3 Data perhitungan densitas larutan sabun
cuci piring buatan sendiri , sunlight, dan S.O.S
dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa pemanasan. 26
Tabel 4.4 Data perhitungan tegangan permukaan larutan sabun cuci
piring buatan sendiri , sunlight, dan S.O.S
dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa pemanasan. 27

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi Pembuatan Deterjen 8


Gambar 2.2 Reaksi pembentukan sodium laurel eter sulfat 15
Gambar 2.3 Reaksi pembentukan natrium alkil benzene sulfonat 16
Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan
Sabun cuci piring buatan sendiri, sabun cuci piring sunlight,
dan sabun cuci pirng S.O.S 28

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan


sabun cuci piring buatan sendiri, Sunlight, dan SOS Dalam hal ini parameter yang
digunakan adalah variasi suhu 280C ( tanpa pemanasan ), 300C, 400C dan 500C. Sabun
piring buatan sendiri dibuat dengan menggunakan bahan aktif . Bahan aktif deterjen
pencuci piring cair yang digunakan yaitu sodium lauril eter sulfat, natrium alkil
benzena sulfonat , sodium lauril eter sulfat, berurutan. Penentuan tegangan permukaan
didasarkan atas kenaikan suhu yang menyebabkan penurunan nilai tegangan
permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabun SOS memiliki nilai tegangan
permukaan terendah 5,96 dyne / cm pada suhu 500C dan nilai tegangan permukaan
sabun terbesar dimiliki oleh sabun cuci piring Sunlight tanpa pemanasan yaitu 19,83
dyne / cm.

Universitas Sumatera Utara


EFFECT OF TEMPERATURE ON THE SURFACE TENSION OF
HOMEMADE DISH SOAP , SUNLIGHT, AND S.O.S

ABSTRACT

The effect of temperature on the surface tension of homemade liquid dish soap,
Sunlight, and SOS was carried out. The temperatures was variated 280C(without
heating), 300C, 400C and 500C. The homemade liquid dish soap was prepared by using
an active ingredients. The active ingredient of the liquid dishwashing soap were
sodium lauryl ether sulphate, sodium alkyl benzene sulfonate, and sodium lauril ether
sulfate, respectively. The determination of surface tension was based the increasing of
temperature on the liquid dishwashing soap causing of descreasing of their surface
tension. The results showed that the soap SOS has the lowest surface tension value of
5.96 dyne / cm at a temperature of 500C and the surface tension of the biggest soap is
owned by Sunlight dishwashing soap without heating is 19.83 dyne/ cm.

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permukaan zat cair mempunyai sifat ingin meregang, sehingga permukaannya


seolah- olah ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya
tarik menarik antara partikel sejenis di dalam zat cair sampai ke permukaan.. Di dalam
cairan, tiap molekul ditarik oleh molekul lain yang sejenis di dekatnya dengan gaya
yang sama ke segala arah. Sedangkan pada permukaan cairan, tiap molekul ditarik
oleh molekul sejenis di dekatnya dengan arah hanya kesamping dan ke bawah. Akibat
terdapat perbedaan gaya tarik, sehingga ada sisa gaya yang bekerja pada lapisan atas
cairan. Gaya tersebut mengarah ke bawah karena molekul dibawah permukaan
jumlahnya lebih banyak dan jarak antara molekul lebih rapat. Adanya gaya atau
tarikan ke bawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan berada dalam
keadaan tegang. Tegangan ini disebut tegangan permukaan

Besarnya tegangan permukaan dipengaruhi oleh gaya tarik menarik antar


molekul di dalam cairan. Umumnya cairan yang mempunyai gaya tarik antar
molekulnya besar seperti raksa, memiliki tegangan permukaannya juga besar.
Sebaliknya cairan seperti alkohol gaya tarik- menarik antara molekulnya juga kecil ,
maka tegangan permukaannya juga kecil. Dalam kehidupan sehari- hari tegangan
permukaan cairan banyak dimanfaatkan dalam hubungannya dengan kemampuan
cairan tersebut untuk membasahi benda. Deterjen sintetis modern misalnya, di desain
untuk meningkatkan kemampuan air untuk membasasi kotoran yang melekat pada
gelas, yaitu dengan menurunkan tegangan permukaannya sehingga gelas menjadi
lebih bersih ( Yazid, 2005 ).

Tegangan permukaan cairan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya jenis


cairan dan suhu. Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antar molekulnya
besar, maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada cairan seperti
bensin, gaya tarik menarik antar molekulnya kecil, maka tegangan permukaannya
kecil.

Universitas Sumatera Utara


Suhu dapat menurunkan tegangan permukaan cairan, karena suhu secara langsung
mempengaruhi energi kinetik molekul dalam cairan. Energi kinetik berbanding lurus
dengan suhu, setiap kenaikan suhu akan menyebabkan peningkatan kecepatan rata-
rata dari molekul. Jika energi kinetik meningkat, gaya antar molekul tarik-menarik
akan memiliki lebih sedikit dari efek pada semua molekul,sehingga menyebabkan
penurunan nilai tegangan permukaan (Sukardjo, 2002).

Sebagai hasil dari kecenderungan sebuah permukaan cairan mengerut, menunjukkan


jika itu merupakan salah satu bagian dari tegangan, dan itu dimungkinkan untuk
menjelaskan sebuah arti dari pada sebuah nilai tegangan permukaan, yang mana sama
untuk setiap reaksi dan di dalam seluruh arah sepanjang permukaan dari sebuah zat
cair. Simbol untuk tegangan permukaan diberi simbol γ, dan didefinisikan sebagai
satuan dari dynes per cm.

Tegangan permukaan dari sebuah larutan secara umum menurun dengan


meningkatnya suhu. Tetapi kecuali untuk pemisahan dari dari larutan kristal, misalnya
cadmium, besi dan tembaga, hingga kini belum ada yang dapat menjelaskan dari
masalah ini (Glasstone, 1940).

Sabun dapat meningkatkan kemampuan air untuk membasai benda. Dengan


penambahan suhu, maka akan semakin mampu untuk menurunkan tegangan
permukaan air. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti sejauh mana suhu
dapat mempengaruhi tegangan permukaan sabun cuci piring komersil karena semakin
meningkatnya penggunanan sabun cuci piring untuk keperluan rumah tangga.

1.2. Permasalahan

Apakah ada pengaruh kenaikan suhu sabun cuci piring cair buatan sendiri, Sunlight,
dan S.O.S terhadap nilai tegangan permukaan

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penilitian ini permasalahan dibatasi pada :

• Sabun cuci piring yang digunakan adalah sabun cuci piring buatan sendiri,
Sunlight, dan S.O.S
• Pengukuran tegangan permukaan dilakukan pada suhu 30o C, 40oC, dan 50o C

Universitas Sumatera Utara


• Pengukuran tegangan permukaan menggunakan metode penurunan / kenaikan
kapiler

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui apakah suhu berpengaruh terhadap tegangan permukaan


sabun cuci piring cair buatan sendiri, Sunlight, dan S.O.S.
- Untuk mengetahui metode penentuan tegangan permukaan larutan cuci piring

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya pengaruh kenaikan suhu sabun terhadap nilai tegangan


permukaan, maka diharapkan akan memberikan informasi tentang pengaruh kenaikan
suhu sabun pada sabun cuci piring cair terhadap nilai tegangan permukaan dimana
semakin rendah tegangan permukaan sabun tersebut maka semakin baik untuk
mengangkat noda minyak atau lemak terhadap piring.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Dalam penelitian ini divariasi merek
sabun dan suhu. Variasi suhu sabun 28oC, 30oC, 40oC, dan 50o C dalam 10 ml larutan.
Sedangkan untuk variasi sabun ditetapkan terlebih dahulu yaitu Sunlight dan S.O.S
dan dibandingkan dengan sabun buatan sendiri dengan pemakaian sodium lauril eter
sulfat sebagai bahan utama. Penentuan tegangan permukaan sabun dipengaruhi oleh
suhu sabun pada pemanasan 28oC, 30oC, 40oC, dan 50o C. Penentuan tegangan
permukaan itu sendiri menggunakan tensiometer kapiler dengan diameter 1 mm.
Replikasi dilakukan tiga kali untuk setiap perlakuan sampel

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Ilmu Pengetahuan


Alam Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun

Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan
sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan
sabun dilupakan orang dalam zaman kegelapan ( Dark Ages), namun ditemukan
kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas pada bad ke- 18.

Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada
zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi
( natrium hidroksida) dan karenanya terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium
dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu ( yang mengandung basa seperti kalium
karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali) (Fessenden, 1992).

2.2. Pengertian Sabun

Sabun adalah garam logam alkali ( biasanya garam natrium) dari asam- asam
lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Sekali
penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dan
gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam
tembakau, industri farmasi dan kosmetik. (sifat melembabkan timbul dari gugus-
gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan
air itu). Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang
lindi yang berlebih, NaCl, dan gliserol. Zat tambahan (additive) seperti batu apung, zat
warna dan parfum kemudian ditambahkan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat- zat non
polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya

Universitas Sumatera Utara


rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar- benar
larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel
(micelles), yakni segerombolan ( 50 -150) molekul yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung- ujung ionnya yang menghadap ke air.(Fessendan, 1992)

Deterjen berasal dari kata detergene yang berarti “membersihkan”, yang sesuai
dengan tujuan semula pembuatan campuran itu. Pada awal abad ke - 19 di Jerman
ditemukan bahan sintetik, semula sebagai bahan pencuci pakaian, dan dipakai sebagai
bahan pengganti konvensional yang disebut sebagai deterjen sintetik (synthetic
detergents = syndet).

Terdapat berbagai nama lain untuk syndet, yaitu cleanser bar, detergent bar, synthetic
toilet soap. Istilat tenside yang popular di Eropa merupakan istilah yang semula lebih
bersifat teknis untuk menamai mekanisme kerja bahan- bahan ini, yaitu aktif di
tegangan permukaan (tenside) namun di negara lain lebih sering disebut sebagai
surfaktan ( Wasitaatmaja, 2007 ) .

2.3. Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam
alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya
mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodoran, warna, parfum, pengontrol
pH, dan bahan tambahan khusus.
• Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai
dalam sabun berasal dari minyak kelapa ( asam lemak C12), minyak zaitun
(asam lemak C16 - C18). Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun
yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia.

• Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja
meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak,
misalnya asam lemak bebas, gliserol,lanolin, paraffin lunak, dan minyak
almon, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat. Bahan- bahan tersebut selain

Universitas Sumatera Utara


meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas
(plasticizers).
• Antioksidan
Untuk menghindari kerusakan lemak, terutama bau tengik, dibutuhkan bahan
penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxytoluene
(0,02%- 0,1%).
• Deodoran
Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh
karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah TCC ( trichloro carbinilide).
• Warna
Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang
ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali
(0,01 – 0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun
untuk menimbulkan efek berkilau.
• Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan wana yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau
masyarakat pemakainya.
• Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan
pH sabun
• Bahan tambahan khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,
maupun segi ekonomi dapat dimasukkan kedalam formula sabun. Dewasa ini
dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya
a. Sabun transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin
b. Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, triklosan,
diklorofen.
c. Antiseptik (medicated) yang menambahkan bahan antiseptik,
misalnya fenol, kresol, dan sebagainya
d. Sabun bayi yang lebih berminyak
(Wasitaadmadja,1997)

Universitas Sumatera Utara


2.4 Cara Kerja Sabun

Kemampuan sabun untuk menyingkirkan lemak dari pakaian juga berpangkal


dari “sejenis melarutkan yang sejenis”. Bila sabun bersentuhan dengan minyak atau
lemak yang mengotori pakaian , ekor hidrofob dari anion larut dalam lemak. Minyak
berangsur- angsur terpisah dari serat pakaian dan terbungkus dalam misel yang
menjerat minyak didalamnya. Misel mengemulsikan minyak dan mempertahankannya
dalam suspensi sehinggga dapat terbawa oleh air bilasan ( Brady, 1994)

Surfaktan adalah prinsip kerja dari setiap deterjen, yang jika dilarutkan kedalam cairan
cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut. Kesanggupan ini disebabkan
sifat fisiokimia yang dualistik, yaitu mempunyai bagian yang senang pada pelarut
(filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut ( fobik). Jika pelarutnya air, maka
surfaktan akan berada di batas antara air dan yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap
batas tersebut dengan bagian yang bersifat filik berada dalam air
Dua jenis surfaktan yang dikenal, yatiu:
1. Surfaktan ionik, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan
terurai menjadi ion negatif dan positif
2. Surfaktan nonionik ( tidak berionisasi), misalnya poliglikol ester dan alkohol
jenuh.
Selain sebagai pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk
busa, dan pengemulsi. Pada sabun, surfaktan bekerja sebagai pelarut ( kotoran dan
lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa. Meskipun banyaknya busa tidak
mempengaruhi daya larut dan daya bersih sabun, namun masih banyak orang
menyukai busa sabun dalam pencucian.

Pada dasarnya deterjen anionik mempunyai kemiripan dengan sabun. Deterjen


mengandung gugus yang sangat polar, bermuatan negatif (dalam hal ini –SO3-) dan
rantai hidrokarbon yang panjang yang dapat melarutkan oli dan vaselin. Bahan dasar
pembuatan deterjen adalah rantai panjang alkohol jenuh C12 hingga C18. Berikut
langkah-langkah pembuatan deterjen.

Universitas Sumatera Utara


O
H2SO4 || NaOH
CH3(CH2)nCH2OH CH3(CH2)nCH2 – O – S - OH
Pekat ||
O
Alkil hidrogensulfat
n = 10, 12, 14, 16
O
||
CH3(CH2)nCH2 – O – S – OӨNa⊕
||
O
Na-alkil sulfat ( Deterjen )

Gambar 2.1 Reaksi pembuatan deterjen

2.5. Kegunaan Sabun

Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak


sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun.
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non- polar, seperti
tetesan- tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion
molekul- molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak
menolak antara tetes sabun- minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung
tetapi tetap tersuspensi ( Fessenden, 1992).
Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang
bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau
minyak . Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjiadi, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.6. Densitas

Rapat massa atau densitas material yang didefinisikan sebagai massa per satuan
volume .Simbol yang paling sering digunakan untuk densitas yaitu ρ.
Dalam beberapa kasus (misalnya, di Amerika Serikat ), kerapatan juga
didefinisikan sebagai berat per satuan volume walaupun jumlah ini lebih tepat disebut
berat jenis.

Secara matematis, kerapatan didefinisikan sebagai massa dibagi volume:

m (2.1)
ρ=
V

dimana ρ adalah kerapatan, m adalah massa, dan V adalah volume. Dari persamaan
ini, kerapatan massa harus memiliki satuan massa per volume.
Secara umum, kerapatan dapat diubah dengan mengubah baik tekanan atau suhu.
Meningkatkan tekanan selalu meningkatkan densitas material. Peningkatan suhu
umumnya menurun densitas (Anonim1 , 2011).

2.7. Tegangan Permukaan

2.7.1 Tegangan Antar Muka

Permukaan zat cair mempunyai sifat ingin meregang, sehingga permukaannya seolah-
olah ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik
menarik antara partikel sejenis di dalam zat cair sampai ke permukaan.
Di dalam cairan, tiap molekul ditarik oleh molekul lain yang sejenis di
dekatnya dengan gaya yang sama kesegala arah. Pada permukaan cairan, tiap molekul
ditarik oleh molekul sejenis didekatnya dengan arah hanya kesamping dan kebawah,
tetapi tidak ditarik oleh molekul diatasnya karena diatas permukaan cairan berupa fase
uap ( udara ) dengan jarak antara molekul sangat renggang.
Adanya gaya atau tarikan ke bawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan
berada dalam keadaan tegang. Tegangan ini disebut dengan tegangan permukaan.
Besarnya tegangan permukaan cairan bergantung pada gaya tarik antara
molekul- molekulnya. Ketika gaya tarik besar, seperti dengan H2O, tegangan

Universitas Sumatera Utara


permukaan besar. Sebaliknya, cairan seperti bensin yang tersusun atas molekul-
molekul non polar mempunyai tegangan permukaan yang kecil karena tarikan
antarmolekul lebih lemah.
Zat yang tegangan permukaannya rendah sangat mudah membasahi
permukaan bagaimanapun keadaan permukaannya. Pelarut hidrokarbon, misalnya
nafta atau bensin, menyebar pada kaca maupun permukaan berminyak dengan
mudahnya, sebab tarikan sesama molekul hidrokarbon sangat lemah. Hampir tidak
ada usaha untuk memperluas permukaan cairan, akibatnya mereka mudah menyebar
pada permukaan apapun ( Brady, 1994 ).

2.7.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tegangan Permukaan

a. Jenis cairan
Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antara molekulnya besar, seperti
air, maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada cairan seperti bensin
karena gaya tarik antara molekulnya kecil, maka tegangan permukaannya juga kecil.
b. Suhu
Tegangan permukaan cairan turun bila suhu naik, karena dengan bertambahnya
suhu molekul- molekul cairan bergerak lebih cepat dan pengaruh interaksi antara
molekul berkurang sehingga tegangan permukaannya menurun.
c. Adanya zat terlarut
Adanya zat terlarut pada cairan dapat menaikkan atau menurunkan tegangan
permukaan. Untuk air adanya elektrolit anorganik dan non elektrolit tertentu seperti
sukrosa dan gliserin menaikkan tegangan permukaan. Sedangkan adanya zat- zat
seperti sabun, detergen, dan alkohol adalah efektif dalam menurunkan tegangan
permukaan ( Yazid, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.8. Metode Penentuan Tegangan Permukaan

2.8.1. Metode Cincin Du Nouy

Metode cincin du nouy merupakan metode yang paling baik digunakan karena lebih
akurat dan cepat dalam pengukuran tegangan permukaan deterjen, serum, suspensi,
koloid dan lain- lain.
Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari permukaan air dapat
dihitung dari persamaan :

βF
γ = (2.2)
4 RF
R = jari- jari rata- rata cincin
F = gaya yang dibutuhkan untuk mengangkut cincin dari permukaan
β = faktor koreksi yang dihitung dengan persamaan berikut :

 4b  1  
(β − a )2 =  2  2 
F
 + c (2.3)
 π  R  4πR(ρ1 − ρ 2 ) 

a = 0, 725
b = 0,09075 m-1det2
c = 0,04534 – 1,679 ( r/ R)
r = Jari- jari kawat yang digunakan untuk membuat cincin
R = jari- jari rata- rata lingkaran
P1 = massa jenis cairan yang ada di bawah
P2 = massa jenis cairan yang berada di atas

Ketika mengukur tegangan permuakaan cairan- cairan, harus diperhatikan bahwa


cairan yang ada dibawah benar- benar membasahi cincin (Bird , 1987)

2.8.2. Metode Tekanan Gelembung Maksimum

Tegangan permukaan menyebabkan adanya perbedaan tekanan pada kedua sisi


permukaan cairan yang lengkung. Tekanan pada sisi yang cembung. Ketika pertama
kali tekanan dikenakan, jari- jari gelembung sangat besar. Sementara gelembung itu
mengembang, jari- jarinya akan semakin kecil sampai nilai minimum. Pada keadaan

Universitas Sumatera Utara


ini jari- jari gelembung sama dengan jari- jari tabung gelas. Bila tekanan terus
dinaikkan, jari- jari gelembung akan membesar kembali sampai akhirnya gelembung
ini lepas dari tabung gelas dan naik ke permukaan cairan, jelas bahwa tekanan
maksimum diperoleh pada saat jari- jari minimum. Tekanan maksimum ini bukan
hanya disebabkan perbedaan tekanan pada kedua sisi gelembung, tetapi juga
disebabkan oleh adanya tekanan hidrostatik ( yang bergantung pada ketinggian
tabung gelas dalam cairan ). Jadi tekanan maksimum yang terbaca pada manometer
adalah :


∆ρ maks = + gh(ρ − ρ 0 ) (2.4)
r

r = jari- jari tabung gelas


h = jarak ujung tabung gelas dari permukaan cawan

ρ = Massa jenis cairan

ρ 0 =Massa jenis uap cair ( biasanya diabaikan karena ρ 0 << ρ ) ( Bird, 1987)

Metode tekanan gelembung maksimum memiliki keakuratan di bawah 10 %,


yang mana tidak tergantung pada jarak kontak dan hanya merupakan sebuah
pengetahuan dasar dari densitas suatu cairan ( Jika menggunakan pipa ganda ) dan
pengukurannya juga relatif cepat. Rata- rata sebuah gelembung harganya sekitar 1/ sek
(Adamson 1990).

2.8.3. Metode Kenaikan Kapiler

Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa bila sebatang pipa kapiler dimasukan
kedalam cairan maka permukaan cairan dalam pipa kapiler dapat mengalami kenaikan
atau penurunan. Apabila cairan membasahi bejana ( θ < 90 ) maka permukaan cairan
akan naik. Sedangkan bila cairan tidak membasahi bejana ( θ > 90 ) permukaan cairan
akan turun. Peristiwa naik turunnya permukaan cairan dalam kapiler ini disebut
dengan kapilaritas.

Kenaikan atau penurunan cairan dalam kapiler disebabkan oleh adanya


tegangan permukaan yang bekerja pada permukaan cairan yang menyentuh dinding

Universitas Sumatera Utara


sepanjang keliling pipa. Akibat tegangan permukaan ini pipa akan memberikan gaya
reaksi pada permukaan cairan yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan

( Yazid, 2005 ).
Pada peristiwa terangkatnya cairan pada kolom pipa, besarnya gaya keatas
akibat tegangan permukaan diberikan persamaan :

F1 = 2 π r γ cos θ (2.5)

F1 = Gaya ke atas akibat tegangan permukaan


r = Jari- jari kapiler
γ = tegangan permukaan
θ = sudut kontak

Kenaikan cairan tidak dapat berlangsung terus, karena pada permukaan cairan
juga bekerja gaya akibat berat cairan ( F2 ) yang arahnya ke bawah sebesar :

F2 = d V g (2.6)

Karena V = π r2 h, maka :

F2 = π r2 h d g (2.7)

d = rapatan cairan
g = percepatan grafitasi
h = kenaikan atau penurunan cairan dalam kapiler

Pada saat setimbang berlaku F1 dan F2 , sehingga diperoleh :


2 π r γ cos θ = π r2 h d g (2.8)

d ghr
γ = (2.9)
2 cos θ

Universitas Sumatera Utara


Untuk cairan yang membasahi bejana seperti air θ ≈ 0, sehingga cos θ = 1. Persamaan
menjadi :
d ghr
γ = (2.10)
2
Sedangkan untuk cairan yang tidak membasahi bejana seperti raksa θ = 140, sehingga
cos θ = - 0,766 ( berharga negatip). Akibatnya h memiliki harga negatip yang berarti
cairan mengalami penurunan atau ditekan dalam kapiler.

2.8.4. Metode Lempengan Wilhelmy

Metode ini didasarkan pada gaya yang diperlukan untuk menarik pelat tipis dari
permukaan cairan. Pelat digantung pada salah satu lengan neraca dan dimasukkan
kedalam cairan yang akan diselidiki. Besarnya gaya tarik pada neraca yang digunakan
untuk melepas pelat dari permukaan cairan dicatat. Pada saat pelat terlepas berlaku
hubungan :

F = W + 2 lγ (2.11)

Sehingga tegangan permukaan dapat dihitung sebagai :

F− W
γ = (2.12)
2l
Dimana : γ = tegangan permukaan

F = gaya tarik yang dicatat

W = berat lempeng ( pelat )

1 = lebar lempeng

2 = faktor karena ada dua permukaan pada lempeng

Dalam metode ini diandaikan sudut kontak θ = 00, dan pengaruh dari ujung-
ujung lempeng dapat diabaikan ( Yazid, 2005 ).

Pada metode ini, digunakan lempengan mika tipis atau kaca slide mikrosip
yang digantung pada neraca. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara statistik
ataupun dengan detasment yang secara akurat diberikan pada persamaan ideal.

Universitas Sumatera Utara


Jika pengukurannya dilakukan dengan metode detasmen, prosedurnya hampir sama
dengan metode cincin Du Nouy, tetapi faktor koreksi hanya 0,1 % ( Adamson, 1990).

2.9. Bahan Aktif Pembentuk Deterjen

Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada
dalam proses pembuatan deterjen. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil
dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.

1. Sodium lauril eter sulfat (SLES)


Sodium lauril sulfat dibuat dari lauril alkohol diperoleh dengan
hidrolisis lemak
CH3(CH2)10CH2OH + HOSO2H CH3(CH2)10CH2SO2OH + H2O
lauril alkohol asam sulfat hidrogen lauril sulfat
NaOH
O
||
CH3 (CH2)11- O- S- O-Na+ + H2O
||
O
non polar / rantai lipofilik,
polar,
rantai hidropilik
sodium laurel eter sulfat

Gambar 2.2 Reaksi pembentukan sodium lauril eter sulfat


(Hart, 1991)

Rumus Molekul : CH 3 (CH 2) 11 OSO 3 Na


Berat Molekul : 290 – 310 g/ mol
Ciri Fisik : bubuk putih
Kelarutan : 150 gr/ l
pH : 9 -10
Densitas : 1.05 gr/ cm3
Sifat- sifat : - merupakan surfaktan anionik
- ramah lingkungan
- merupakan bahan pembuat busa
- merupakan surfaktan dengan produksi terbesar
karena biaya yang relatif rendah

(http://www.chemicalland21.com)

2. Sodium alkil benzene sulfonat (sodium dedosil benzene sulfonat)

Universitas Sumatera Utara


Sodium alkil benzene sulfonat dihasilkan dari 1 dedosin melalui reaksi
Friedel Crafts.
AlCL
3 CH
CH3(CH2)9CH= CH2 + CH3(CH2)9CH
(friedel-Crafts)

1- Dodecene 1- dedosilbenzen
1) NaOH
2) H2SO4

rantai lipofilik, non polar

CH3
CH3(CH2)9CH SO3-Na+

Rantai hidrofilik, polar


Sodium alkil benzene sulfonat

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan sodium alkil benzene sulfonat


(Bahl, 1984)

Rumus Molekul : C18H29NaO3S


Berat Molekul : 342.4 g/ mol
Kelarutan : 250 g/ L
pH : 7 -10
Densitas : 1.06 gr/ cm3
Sifat- sifat : - merupakan surfaktan anionik
- merupakan bahan pembuat busa
- bersifat biodegradable karena mengandung rantai
atom C yang panjang
(www.scienceinthebox.com)

2.10 Bahan Baku Pembentuk Deterjen

1. Bahan Aktif ( Active ingredient )

Universitas Sumatera Utara


Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus
ada dalam proses pembuatan deterjen. Dalam penelitian ini menggunakan
sodium lauril eter sulfat dengan nama dagang Texapon. Secara fungsional
bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri
dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.

2. Bahan pengisi ( Filler )


Biasanya garam dapat yang tersedia secara umum adalah Natrium Klorida
(NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia, kaca,
logam, kertas, petrolium, sabun dan tekstil. Sabun pada umumnya
merupakan garam natrium dengan beberapa jenis asam lemak. Bahan ini
berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian
bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.

3. Bahan tambahan ( aditif )


Keberadaan bahan aditif dapat meningkatkan nilai jual deterjen. Dalam
penelitian ini menambahkan EDTA sebagai pengikat logam sadah dan
pengawet.

4. Bahan pewarna
Bahan pewarna dalam pembuatan sabun dimaksudkan untuk meningkatkan
nilai jual. Dalam penelitian ini menggunakan pewarna hijau sintetik

5. Bahan pewangi ( parfum )


Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan
konsumen akan produk deterjen. Dalam penelitian ini, digunakan bahan
pewangi beraroma lemon.

2.11. Resep Sabun Cuci Piring Buatan Sendiri

Universitas Sumatera Utara


Adalah penting dalam kandungan deterjen pembersih piring untuk memiliki
karakteristik tertentu seperti baik membersihkan lemak dan memungkinkan untuk
menguras tanpa goresan pada piring. Bahan ini harus memiliki sifat berbusa.. Seperti
telah dibahas dalam formulasi untuk deterjen serbuk, yang konvensional mengandung
fosfat, silakat, dan alkali lainnya. Tetapi memiliki kelemahan tertentu seperti
menyebabkan bercak, bergaris, terutama saat deterjen ini untuk digunakan di daerah
air sadah. Terlepas dari itu kelemahan lain adalah bahwa konstituen padat yang
dilarutkan ke dalam air sadah sulit untuk mengukur jumlah partikel padat yang larut
di dalam cairan.
Berikut ini adalah kandungan dalam pembuatan deterjen sabun cuci piring cair yang
dapat digunakan secara manual maupun mekanik.

Bahan Persen (%)

Sodium alkil aril sulfonat 35

Minyak kelapa 5

Etil alkohol 4.2

Parfum, pewarna, dan bahan pengawet 0.8

Air 50

Tabel 2.1 Resep sabun cuci piring buatan sendiri

(Board, 2002)

BAB 3

Universitas Sumatera Utara


METODE PERCOBAAN

3.1. Bahan- Bahan Yang Digunakan

Adapun bahan- bahan yang digunakan dalam penentuan tegangan permukaan


sabun disusun dalam tabel 3.1

No Nama Kadar (%) Merek

1 Sodium lauril eter sulfat 33 % -

2. Sodium lauril sulfat 3% -

3. NaCl 20%

4. etilen diamina tetra asetat - -


(EDTA)

5. Zat warna hijau sintetik 0,5% Light green

6. Parfum lemon 0,5% -

3.2. Alat- Alat Yang Digunakan

Adapun alat - alat yang digunakan dalam penentuan tegangan permukaan


sabun disusun dalam tabel 3.2

No Nama Ketelitian Merek

1 Neraca analitik ± 0,0001 g Sartorius

2. Tensiometer kapiler ± 1 mm Fisher

3. Termometer 00 C - 1100 C Pyrex

4. Pelat Pemanas ( Hot Plate) 00 C - 5400 C Cimarec

5. Piknometer ( 5 ml) - pyrex

3.3. Komposisi Sabun Cuci Piring

Universitas Sumatera Utara


No Nama Sabun Bahan aktif Zat warna Pewangi

1. Sabun cuci piring sodium lauril eter hijau Lemon


buatan sendiri sulfat

2. Sunlight natrium alkil benzena hijau Lemon


sulfonat

3. S.O.S sodium lauril eter kuning Lemon


sulfat

3.4 Skema Penelitian

Pembuatan sabun Sunlight S.O.S


cuci piring cair

Pengaruh suhu dengan


variasi suhu 280C,300C, 400,
dan 500C

Pengukuran Pengukuran tegangan


densitas permukaan

Hasil Hasil

Catatan: 280 C adalah suhu tanpa pemanasan

3.4.1. Skema Pembuatan Sampel Sabun Cuci Piring Cair 1000 Ml

550 ml larutan sodium lauril eter


sulfat
Universitas Sumatera Utara
Ditambahkan 30 ml larutan sodium lauril sulfat

Diaduk hingga homogen

Larutan Surfaktan

ditambahkan 300 ml larutan NaCl

Larutan surfaktan kental

Ditambahkan 4 ml parfum lemon

Ditambahkan 5 g etilen diamina tetra asetat

Ditambahkan 0,5 g pewarna hijau sintetik

Diaduk dengan kecepatan 2000 rpm

Ditambahkan aquadest sampai volume larutan


1000 ml dan diaduk hingga homogen

Didiamkan selama 24 jam

Larutan pencuci piring cair

( Board, 2002 )

3.4.2. Skema Penentuan Tegangan Permukaan Sabun Cuci Piring Cair Buatan
Sendiri, Sunlight, dan S.O.S

Sabun cuci piring cair buatan sendiri,


Sunlight, dan S.O.S
Universitas Sumatera Utara
Diukur 10 ml dengan gelas ukur
Dimasukkan kedalam beaker glass

Sabun cuci piring cair buatan sendiri,


Sunlight dan S.O.S

Dipanaskan masing- masing sabun dengan


variasi suhu 280C, 300C, 400C, dan 500C

Pengukuran Pengukuran tegangan


densitas permukaan
Ditimbang piknometer kosong dimasukkan 10 ml larutan
sabun tensiometer kapiler
Dimasukkan sabun cuci piring dihisap larutan sabun
yang telah dipanansakan ke dalam hingga naik ke skala 10
piknometer cm
ditutup dan dikeringkan dilepas bola karet
piknometer penghisap hingga larutan
ditimbang piknometer berisi sabun turun sampai
setimbang
diulangi percobaan yang sama diulangi percobaan yang
sama sebanyak 3 kali

Hasil Hasil

3.5. Contoh Perhitungan


3.5.1 Contoh Perhitungan Densitas Larutan Pencuci Piring Cair

Universitas Sumatera Utara


Nilai Densitas dihitung berdasarkan rumus :
m1 − m2
d=
v

Dengan : d = densitas

m1 = massa piknometer berisi larutan sabun cuci piring cair (g)


m2 = massa piknometer kosong (g)
V = volume piknometer (mL)
Contoh :

d ( tanpa pemanasan ) = 16, 12 gr – 10,96 gr


5 ml
= 5, 16 gr
5

= 1, 032 gr/ ml

3.5.2. Contoh Perhitungan Tegangan Permukaan Larutan Pencuci Piring Cair

d ghr
γ=
2
Dimana : γ = tegangan permukaan cairan ( dyne/ cm )
r = jari- jari pipa kapiler , yaitu 0,01 cm ( 1 cm )
h = tinggi cairan ( cm )
g = percepatan grafitasi ( 9,8 ms2- )
d = rapatan cairan ( gr/ ml)

Contoh : γ tanpa pemanasan = 0,01 cm x 2.6 cm x 980 cm/s x 1,032 gr/ ml


2
= 13,14 dyne/ cm

BAB 4

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.2. Data

Tabel 4.1. Data hasil pengukuran tegangan permukaan larutan sabun cuci piring
buatan sendiri, Sunlight dan S. O. S dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC,
dan tanpa pemanasan.

Larutan Tinggi larutan (cm)


o
sabun pencuci Variasi suhu ( C)
t1 t2 t3 trata- rata
piring
Tanpa pemanasan 2.6 2.6 2.6 2.6

(28)
Sabun buatan 30 2.1 2.0. 2.0 2.1
sendiri
40 2.1 1.9 2.0 2

50 1.8 1.9 1.8 1.83

Tanpa pemanasan 3.9 3.9 3.9 3.9

(28)

30 2.8 2.7 2.8 2.8


Sunlight
40 1.6 1.6 1.5 1.6

50 1.6 1.6 1.5 1.6

Tanpa pemanasan 1.7 1.7 1.7 1.7

(28)

30 1.6 1.5 1.5 1.5


S.O.S

40 1.4 1.2 1.3 1.3

50 1.2 1.2 1.3 1.2

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. 2. Data hasil pengukuran densitas larutan sabun cuci piring buatan sendiri ,
sunlight, dan S.O.S dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa
pemanasan.

Larutan Berat sampel (gr)

Sabun pencuci Variasi suhu (oC) m1 m2 m3 mrata- rata


piring

Tanpa pemanasan 16.13 16.12 16.12 16.12

(28)
Sabun buatan 30 16.09 16.09 16.08 16.09
sendiri
40 16.11 16.10 16.10 16.10

50 16.07 16.07 16.07 16.07

Tanpa pemanasan 16.16 16.15 16.15 16.15

(28)

30 16.14 16.13 16.13 16.13


Sunlight

40 16.12 16.11 16.11 16.11

50 16.09 16.08 16.08 16.08

Tanpa pemanasan 16.12 16.12 16.12 16.12

(28)

30 16.09 16.08 16.08 16.08


S.O.S

40 16.07 16.06 16.06 16.06

50 16.03 16.03 16.03 16.03

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 : Data hasil perhitungan densitas larutan sabun cuci piring buatan sendiri ,
sunlight, dan S.O.S dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC, dan tanpa
pemanasan.

Larutan
Variasi suhu (oC) Densitas (gr / mL)
Sabun pencuci piring

Tanpa pemanasan 1.032

(28)

30 1.026
Sabun buatan sendiri

40 1.028

50 1.022

Tanpa pemanasan 1.038

(28)

30 1.034
Sunlight

40 1.03

50 1.024

Tanpa pemanasan 1.032

(28)

30 1.024
S.O.S

40 1.02

50 1.014

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4. Data hasil perhitungan tegangan permukaan larutan sabun cuci piring
buatan sendiri , sunlight, dan S.O.S dengan variasi suhu 30oC, 40oC, 50oC,
dan tanpa pemanasan.

Larutan Tegangan Permukaan (γ)


o
Variasi suhu ( C)
Sabun pencuci piring (dyne/ cm)

Tanpa pemanasan 13.14

(28)

30 10.55
Sabun buatan sendiri

40 10.07

50 9.16

Tanpa pemanasan 19.83

(28)

30 14.16
Sunlight

40 11.14

50 8.02

Tanpa pemanasan 8.59

(28)

30 7.52
S.O.S

40 6.49

50 5.96

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan dari sabun cuci piring
buatan sendiri, sabun cuci piring sunlight, dan sabun cuci pirng S.O.S

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dimana dengan menggunakan tensiometer
kapiler, secara umum diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh kenaikan suhu terhadap
tegangan permukaan larutan sabun cuci piring cair . Pengaruh penambahan suhu ini
dapat dilihat dari nilai tegangan permukaan yang diperoleh sebelum dan sesudah
dipanaskan. Sebagai contoh pada larutan Sabun Sunlight yang ditunjukkan pada Tabel
4.4 didapat nilai tegangan permukaannya sebelum pemanasan yaitu 19,83 dyne/ cm.
Tetapi setelah dipanaskan pada suhu 500 C, tegangan permukaan larutan sabun
Sunlight tersebut turun hingga mencapai 8, 02 dyne/ cm.

Dari hasil pengukuran nilai tegangan permukaan larutan pencuci piring cair
setelah dipanaskan pada variasi suhu 30oC, 40oC, dan 50oC, memberikan pengaruh
yang cukup besar yakni setelah dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi akan
menurunkan nilai tegangan permukaan larutan pencuci piring cair. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 4.4 dimana terjadi perbandingan nilai tegangan permukaan larutan
sabun yang cukup signifikan. Hal ini dapat memberikan kesimpulan bahwa jika suhu
semakin tinggi maka tegangan permukaannya juga akan semakin rendah dan bahkan
mencapai 0 dyne/ cm.

Universitas Sumatera Utara


Dari Tabel 4.4 dapat ditarik kesimpulan berdasarkan data percobaan dimana
larutan sabun pencuci piring S.O.S memiliki daya pembersih lemak/ minyak lebih
baik dibandingkan dengan kedua sabun pembanding lain. Hal ini didasarkan pada nilai
tegangan permukaannya yang tanpa pemanasan sudah rendah, dan pasti akan lebih
ampuh lagi untuk mengangkat lemak/ minyak jika dipanaskan pada suhu sekitar 400C
-500C.

Dari gambar 4.1 juga dapat diberikan kesimpulan bahwa tegangan permukaan akan
semakin rendah jika suhu dinaikkan. Dimana grafik menggambarkan penurunan nilai
tegangan permukaan sabun pencuci piring cair.

4.2. Pembahasan

Dari hasil percobaan yang diperoleh, menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan
terhadap nilai tegangan permukaan larutan pencuci piring cair sebelum dan sesudah
pemanasan. Dalam hal ini, sebelum dipanaskan nilai tegangan permukaan sabun tinggi
dan setelah dipanaskan pada suhu 30o C, nilai tegangan permukaan akan turun, dan
akan semakin rendah jika pemanasan dilakukan pada suhu 40oC dan 50oC.

Tegangan permukaan cairan turun bila suhu naik, karena dengan


bertambahnya suhu molekul- molekul cairan bergerak lebih cepat dan pengaruh
interaksi antara molekul berkurang sehingga tegangan permukaannya menurun.Hal ini
dipengaruhi karena suhu berbanding lurus dengan energi kinetik. Setiap kenaikan suhu
akan meningkatkan kecepatan rata- rata dari molekul cairan tersebut. Jika energi
kinetik meningkat, gaya tarik menarik antar molekul akan memberikan efek yang
lebih sedikit pada setiap molekul sehingga tegangan permukaan akan menurun.

Sabun komersil memiliki bahan aktif berupa surfaktan yang berbeda- beda. Untuk
sabun cuci piring buatan sendiri dan S.O.S mempunyai bahan aktif sodium lauril eter
sulfat yang mana sodium lauril eter sulfat (SLES) adalah surfaktan anionik yang
digunakan sebagai agen foaming (untuk membersihkan dan membuat busa) yang
banyak terdapat dalam berbagai produk yang umum digunakan. Sodium lauril eter
sulfat (SLES) digunakan pada sediaan pasta gigi, sabun pembersih wajah, sabun
mandi serta deterjen.
sodium lauril eter sulfat (SLES) merupakan surfaktan digunakan untuk menghapus/

Universitas Sumatera Utara


menghilangkan noda serta sisa-sisa minyak diwajah. Sodium lauril eter sulfat (SLS)
adalah komponen penting dalam formulasi untuk menghasilkan busa karena
kemampuannya untuk membuat sabun berbuih..

Sedangkan bahan aktif permukaan yang terdapat dalam sabun cuci piring sunlight
yaitu natrium alkil benzen sulfonat yang mana bahan ini biasanya digunakan untuk
berbagai bahan kosmetik. Bahan ini sangat aktif sebagai bahan aktif pembersih wajah.

Penurunan nilai tegangan permukaan juga karena ada pengaruh surfaktan (zat aktif
permukaan) yang dikandung sabun tersebut. Dalam sabun yang dianalisa, zat aktif
yang digunakan yaitu sodium lauril eter sulfat dan natrium alkil benzena sulfat.
Penurunan tegangan permukaan disebabkan surfaktan sodium lauril eter sulfat dan
sodium lauril eter sulfat menempati ruang-ruang diantara molekul air. Ikatan hidrogen
antar molekul-molekul air pada permukaan akan digantikan dengan ikatan dari gaya
Van der Waals yang lebih lemah.Gaya Van der Waals yang terbentuk merupakan
interaksi antar molekul-molekul surfaktan yang mengadsorpsi permukaan.
(Hargreaves 2003)

Sodium alkil benzen sulfonat mampu menurunkan nilai tegangan permukaan deterjen
pencuci piring pada suhu 500C.Ttegangan permukaannya turun drastis dari 19.82 dyne/
cm ( tanpa pemanasan ) menjadi 8.02 dyne/ cm. Kemampuan SABS dalam menurunkan
nilai tegangan antarmuka sabun ini disebabkan karena.gugus hidrofilik dan lipofilik dalam
satu molekul. Dengan kedua gugus ini, surfaktan tersebut mampu meningkatkan gaya
tarik-menarik antara dua fasa yang berbeda polaritasnya. Gugus hidrofilik akan berikatan
dengan air yang polar dan gugus lipofilik akan berikatan dengan alkil yang bersifat
nonpolar.Perilaku ini menyebabkan tegangan permukaan menjadi turun.

Penurunan nilai tegangan permukaan natrium alkil benzena sulfonat lebih besar daripada
tegangan permukaan sodium lauril eter sulfat pada suhu 500C karena natrium alkil
benzena sulfonat mengandung dua gugus hidrofil yaitu benzil dan alkil. Adanya dua
gugus ini menyebabkan surfaktan tersebut lebih aktif dalam menurunkan tegangan
permukaan surfaktan tersebut.
Melalui penelitian ini, diperoleh nilai tegangan permukaan yang rendah. Hal ini
membuktikan bahwa sabun buatan sendiri maupun sabun cuci piring komersil baik
dan layak untuk digunakan. Karena ditinjau dari daya pembersihnya, sabun cuci piring
ini baik untuk membersihkan piring atau peralatan dapur lainnya. Dan sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Menteri Kesehatan RI No.220/ Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976
yang menyatakan bahwa: “Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk
digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada,
dimasukkan kedalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa,
dan tidak termasuk golongan obat.”

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan


sabun cuci piring buatan sendiri, Sunlight, dan SOS Dalam hal ini parameter yang
digunakan adalah variasi suhu 280C ( tanpa pemanasan ), 300C, 400C dan 500C,.
Sabun piring buatan sendiri dibuat dengan menggunakan bahan aktif .Bahan aktif
deterjen pencuci piring cair yang digunakan yaitu sodium lauril eter sulfat, natrium
alkil benzena sulfonat , sodium lauril eter sulfat, berurutan.

Penentuan tegangan permukaan didasarkan atas kenaikan suhu yang menyebabkan


penurunan nilai tegangan permukaan. Nilai tegangan permukaan larutan sabun
pencuci piring yang terendah yaitu pada pemanasan sabun pada suhu 50 0C . Masing-
masing nilai tegangan permukaan pada suhu 500C yaitu:
• Sabun cuci piring buatan sendiri = 9.16 dyne/cm
• Sunlight = 8.02 dyne/cm
• S.O.S = 5.96 dyne/ cm

5.2. Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar menganalisa pengaruh koagulan


CaCl3 terhadap tegangan permukaan sabun, agar diketahui apakah sabun tersebut
ramah lingkungan sekitar atau malah membahayakan..

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A.W. 1990. Physical Chemistry of Surface. Fifth Edition. New York:
John Wiley & Sons
Anonim1. http://www.liftminds.com/ lesson /186/ Physical Properties of Liquids Effect
of Temperature on Surface Tension. Diakses tanggal 13 Maret 2011
Anonim2.http://www.chemicalland21.com/specialchem/sodium lauryl sulfate.htm.
Diakses tanggal 23 Juni 2011
Anonim3 . http:// scienceinthebox.com.un/pdf/LAS. Diakses tanggal 23 Juni 2011
Atkins,P.W. 1990. Kimia Fisika. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Erlangga
Bahl,A.1948. A Textbook of Organic Chemistry. New Dehli : S. Chand & Co.
Bird, T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia
Board, N. 2002 . Soaps, Detergents, & Acid Slurry. Dehli : Asia Pasifik Business
Press
Brady, J . 1994. Kimia Universitas . Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
Denbigh, K. 1993. Prinsip- prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta : UI- Press
Fessenden, F . 1992. Kimia Organik. Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Glasstone, S. 1940. Textbook of Physical Chemistry. Second edition. Princeton : Van
Nostrand Company.
Hargreaves, T . 2003. Chemical Formulation. Cambridge :RSC Paperbacs
Hart, H . 1991 . Organic Chemistry. Boston : Houghton Mifflin Company.
Poedjiadi, A. 2004. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta
Wasitaatmadja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik . Jakarta : UI- Press
Weiser, H. 1958. Colloid Chemistry . Second edition. New York : John Wiley & Sons
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis . Yogyakarta : Penerbit Andy

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai