SKRIPSI
Oleh
INTAN AFRILIA
110405018
SKRIPSI
Oleh
INTAN AFRILIA
110405018
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses
Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan
Ambient”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
iii
DEDIKASI
Terimakasih Bapak dan Ibu atas pengorbanan dan cinta kasih yang
diberikan selama ini untuk membesarkan, mendidik,
memberi motivasi dan doa serta materil
sehingga penulis mampu mendapatkan gelar
sarjana
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Asal Sekolah:
TK Aisyiah tahun 1998–1999
SD Negeri Nangka Kebayakan tahun 1999–2005
SMP Negeri 1 Takengon tahun 2005–2008
SMA Negeri 1 Takengon tahun 2008–2011
Beasiswa yang pernah diperoleh:
1. Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2012–2014
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2014/2015 sebagai anggota Hubungan Masyarakat
2. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai anggota
Hubungan Masyarakat
3. Asisten Laboratorium Mikrobiologi Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Universitas Sumatera Utara tahun 2013/2015 modul Fermentasi Yoghurt
serta Penanaman Media dan Sterilisasi
ABSTRAK
Kata kunci : Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, asidogenesis, ambient, Hydraulic
Retention Time, pH, Volatile Fatty Acid
ABSTRACT
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI I
PENGESAHAN Ii
PRAKATA Iii
DEDIKASI V
RIWAYAT HIDUP PENULIS Vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
xviii
DAFTAR SIMBOL
xix
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG
1
1.2 PERUMUSAN MASALAH
3
1.3 TUJUAN PENELITIAN
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA
7
2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
8
2.2.1 Sumber Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
8
2.2.2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
10
2.3 PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(LCPKS) SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES
DIGESTASI ANAEROBIK
12
2.4 PROSES DIGESTASI ANAEROBIK
13
2.4.1 Hidrolisis 15
2.4.1.1 Hidrolisis Polisakarida 15
2.4.1.2 Hidrolisis protein 15
2.4.1.3 Hidrolisis Lemak 16
2.4.2 Asidogenesis 16
2.4.3 Asetogenesis 16
2.4.4 Metanogenesis 17
2.5 PROSES DIGESTASI ANAEROBIK DUA TAHAP 18
2.6 PARAMETER YANG PENTING DALAM PROSES
DIGESTASI ANAEROBIK 20
2.6.1 Parameter Digestasi Anaerobik 20
2.6.1.1 pH 20
2.6.1.2 Alkalinitas 21
2.6.1.3 Temperatur 22
2.6.1.4 Pengadukan 23
2.6.1.5 Kebutuhan Nutrisi 24
2.6.1.6 Volatile Fatty Acid (VFA) 25
2.6.2 Parameter Operasional 25
2.6.2.1 Beban Organik (Organic Loading Rate) 25
2.6.2.2 Hydraulic Retention Time (HRT) 26
2.7 ANALISA EKONOMI 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29
3.1 LOKASI PENELITIAN 29
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 29
3.2.1 Bahan-Bahan 29
3.2.2 Peralatan 29
3.2.2.1 Peralatan Utama 29
3.2.2.2 Peralatan Analisa 30
3.2.3 Rangkaian Peralatan 30
3.3 TAHAPAN PENELITIAN 31
3.3.1 Analisa Bahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
(LCPKS) 31
3.3.1.1 Analisis pH 31
3.3.1.2 Analisi M-Alkalinity 31
3.3.1.3 Analisis Total Solids (TS) 31
3.3.1.4 Analisis Volatile Solids (VS) 32
3.3.1.5 Analisis Total Suspended Solids (TSS) 33
3.3.1.6 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) 33
3.3.1.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) 34
3.3.2 Loading Up dan Operasi Target 35
3.3.3 Pengujian Sampel (Sampling) 35
3.4 JADWAL PENELITIAN 36
BAB IV PEMBAHASAN 37
4.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(LCPKS) 37
4.2 HASIL PENELITIAN VARIASI HRT (PROSES LOADING UP) 38
4.2.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas 38
4.2.2 Pengaruh HRT terhadap Volatile Suspended Solids (VSS) 40
4.2.3 Pengaruh HRT terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD) 41
4.2.4 Pengaruh HRT terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid
(VFA) 43
4.2.5 Pengaruh HRT terhadap Rasio VFA/Alkalinitas 44
4.3 HASIL PENELITIAN VARIASI pH 45
4.3.1 Pengaruh Alkalinitas terhadap pH 46
4.3.2 Pengaruh pH terhadap Volatile Suspended Solids (VSS) 48
4.3.3 Pengaruh pH terhadap Volatile SolidS (VS) 50
4.3.4 Pengaruh pH terhadap Reduksi Chemical Oxygen Demand
(COD) 52
4.3.5 Pengaruh pH terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid
(VFA) 53
4.3.6 Pengaruh pH terhadap Rasio VFA/Alkalinitas 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56
DAFTAR PUSTAKA 57
DAFTAR GAMBAR Gambar
2.1 Luas
Lahan Sawit (dalam 103 Ha) pada Tahun 2012 Gambar 2.2 Diagram
Alir Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan
Halaman
8
Limbah yang Dihasilkan 9
Gambar 2.3 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 10
Gambar 2.4 Skema Digestasi Anaerobik (A) Batch dan (B) Kontinu 14
Gambar 2.5 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik 14
Gambar 2.6 Digestasi Anaerobik Dua Tahap 18
Gambar 2.7 Tingkat Pertumbuhan Relatif Mikroorganisme
Metanogen 23
Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas 27
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 30
Gambar 4.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas 39
Gambar 4.2 Pengaruh HRT terhadap Volatile Suspended Solids
(VSS) 40
Gambar 4.3 Pengaruh HRT terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD) 42
Gambar 4.4 Pengaruh HRT terhadap Pembentukan Volatile Fatty
Acid (VFA) 43
Gambar 4.5 Pengaruh HRT terhadap VFA/Alkalinitas 45
Gambar 4.6 Pengaruh Alkalinitas terhadap 46
Gambar 4.7 Pengaruh Rata-Rata Alkalinitas terhadap pH 47
Gambar 4.8 Pengaruh pH terhadap VSS 48
Gambar 4.9 Pengaruh ph terhadap Rata-Rata VSS 49
Gambar 4.10 Pengaruh pH terhadap Volatile Solid (VS) 50
Gambar 4.11 Pengaruh pH terhadap Rata-Rata Volatile Solid (VS) 51
Gambar 4.12 Pengaruh pH terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD) 52
Gambar 4.13 Pengaruh pH terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid
(VFA) 53
Gambar 4.14 Pengaruh pH terhadap Rasio VFA/Alkalinitas 55
Gambar A.1 Rangkaian Peralatan 66
Gambar A.2 Flowchart Prosedur Analisis pH 67
Gambar A.3 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity 68
Gambar A.4 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS) 69
Gambar A.5 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS) 70
Gambar A.6 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids
(TSS) 71
Gambar A.7 Flowchart Prosedur Analisis Volaite Suspended Solids
(VSS) 71
Gambar A.8 Flowchart Prosedur Analisis Chemical Oxygen Demand
(COD) 72
Gambar A.9 Flowchart Prosedur Analisis Loading Up dan Operasi
Target 73
Gambar D.1 Tangki Umpan 81
Gambar D.2 Fermentor 81
Gambar D.3 Botol Keluaran Fermentor (Discharge) 82
Gambar D.4 Botol Penampung Biogas (Gas Collector) 82
Gambar D.5 Gas Meter 82
Gambar D.6 Rangkaian Peralatan 83
Gambar D.7 Peralatan Analisis M-Alkalinity 83
Gambar D.8 Detecting Tube Hasil Analisis Gas H2S dan CO2 83
Gambar D.9 Peralatan Analisis Padatan Tersuspensi 84
Gambar D.10 Peralatan Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) 84
Gambar D.11 Timbangan Analitik 84
Gambar D.12 Desikator 85
Gambar D.13 Oven 85
Gambar D.14 Furnace 85
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian terdahulu untuk
Menghasilkan VFA dari Proses Asidogenesis 3
Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 7
Tabel 2.2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia dalam Jutaan Ton 8
Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) 11
Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit 11
Tabel 2.5 Karakteristik Biogas 12
Tabel 2.6 Potensi Biogas yang Dihasilkan oleh Beberapa Substrat 13
Tabel 2.7 Bahan Kimia yang Biasa Digunakan sebagai Penyangga 22
Tabel 2.8 Kandungan VFA yang Umum Terdapat pada Proses
Digestasi Anaerobik 25
Tabel 2.9 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk 27
Tabel 3.1 Jadwal Analisis Influent dan Effluent 35
Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian 36
Tabel 4.1 Karakteristik LCPKS dari PKS Adolina PTPN IV 37
Tabel B.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN IV PKS
Adolina 74
Tabel B.2 Data Hasil Analisa pH, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS
pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT) 74
Tabel B.3 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT) 76
Tabel B.4 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid
(VFA) pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT) 76
Tabel B.5 Data Perhitungan Rasio VFA/Alkalinitas pada Variasi
Hydraulic Retention Time (HRT) 77
Tabel B.6 Data Hasil Analisa pH, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS
pada Variasi pH 77
Tabel B.7 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
pada Variasi pH 79
Tabel B.8 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid
(VFA) pada Variasi pH 79
Tabel B.9 Data Perhitungan Rasio VFA/Alkalinitas pada Variasi pH 79
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN 64
A.1 LOKASI PENELITIAN 64
A.2 BAHAN DAN PERALATAN 64
A.2.1 Bahan-Bahan 64
A.2.2 Peralatan 64
A.3 FLOWCHART PROSEDUR PENELITIAN 67
A.3.1 Flowchart Prosedur Analisis pH 67
A.3.2 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity 68
A.3.3 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS) 69
A.3.4 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS) 70
A.3.5 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids
(TSS) 70
A.3.6 Flowchart Prosedur Analisis Volaite Suspended Solids
(VSS) 71
A.3.7 Flowchart Prosedur Analisis Chemical Oxygen Demand
(COD) 72
A.3.8 Flowchart Prosedur Analisis Loading Up dan Operasi
Target 73
LAMPIRAN B DATA HASIL ANALISIS 74
B.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT 74
B.2 DATA HASIL PENELITIAN 74
B.2.1 Data Hasil Penelitian pada Variasi Hydraulic Retention
Time (HRT) 74
B.2.2 Data Hasil Penelitian pada Variasi pH 77
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN 80
C.1 PERHITUNGAN REDUKSI COD 80
C.2 PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI 80
LAMPIRAN D DOKUMENTASI 81
LAMPIRAN E HASIL UJI LABORATORIUM 86
E.1 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS LEMAK
DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) 86
E.2 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS PROTEIN
DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) 87
E.3 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS
KARBOHIDRAT DALAM LIMBAH CAIR PABRIK
KELAPA SAWIT (LCPKS) 87
E.4 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS
VOLATILE FATTY ACID (VFA) 88
DAFTAR SINGKATAN
1
semakin menipisnya persediaan sumber energi. Tahapan metabolisme untuk
memproduksi metana dari limbah cair terdiri dari 4 tahapan yaitu hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [6]. Karena nutrisi dan kebutuhan
pertumbuhan antara mikroorganisme asam dan metana berbeda, maka sistem dua
tahap dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi
mikroorganisme dalam setiap tahap. Tahap pertama adalah tahap fermentasi asam,
sedangkan tahap kedua adalah tahap pembentukan metana [7].
Berdasarkan penelitian terhadap limbah cair olahan keju yang dilakukan
oleh Elizabeth, 2003 [7], pada reaktor metanogenik dalam sistem dua tahap
dihasilkan biogas dengan kandungan metana yang lebih tinggi dibandingkan
dengan biogas yang dihasilkan dalam sistem satu tahap, sedangkan penelitian WC
Solomon, et al, 2013 [8] dengan menggunakan kotoran sapi pada temperatur
ambient diperoleh hasil bahwa pada temperatur ambient dapat menghasilkan
biogas meskipun hasil gas yang diperoleh masih rendah, hal ini membutuhkan
penelitian tambahan yang harus dilakukan mengingat terdapat faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi hasil biogas, seperti konsentrasi asam Volatile Fatty
Acid (VFA), rasio karbon/nitrogen (C/N), bahkan penambahan CaOH atau
senyawa lainnya untuk menstabilkan pH sehingga akan meningkatkan hasil
biogas.
VFA merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari proses digestasi
anaerobik tahap pertama (asidogenesis) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
metana dalam tahapan kedua (metanogenesis). HRT dan pH merupakan parameter
penting dalam pemantauan dan pengendalian digestasi anaerobik. HRT harus
cukup panjang untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang mati pada
proses pengolahan limbah cair tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme
yang direproduksi [9] sedangkan pH yang rendah pada proses digestasi anaerobik
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme [6]. Oleh sebab itu, peneliti tertarik
untuk mendapatkan HRT yang akan digunakan dalam operasi target dan pH
terbaik pada proses asidogenesis dengan menggunakan LCPKS pada keadaan
ambient untuk meningkatkan VFA yang dihasilkan. Tabel 1.1 berikut merupakan
beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan untuk menghasilkan VFA dari
proses asidogenesis.
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu untuk Menghasilkan VFA dari
Proses Asidogenesis
Peneliti (Tahun) Metode Hasil
Bambang Trisakti, Menggunakan limbah cair VFA yang diidentifikasi
Veronica Manalu, pabrik kelapa sawit, terdiri dari asam asetat,
Irvan, Taslim, dilangsungkan dalam reaktor asam propionat dan asam
Muhammad Continous Stirred Tank Reactor, butirat. Konsentrasi VFA
Turmuzi (2015) pada variasi HRT digunakan maksimum (5.622,72
[10] HRT 6,7; 5 dan 4 hari dengan mg/L) pada HRT 4 hari
laju pengadukan 50 rpm, pH 6 dan pH 6
dan temperatur ruangan,
sedangkan pada variasi pH
digunakan pH 5; 5,5; 6, dengan
laju pengadukan 100-110 rpm
pada temperatur 55°C
Margarita Andreas Menggunakan campuran air Produk akhir yang
Dareioti, limbah industri pertanian teridentifikasi adalah
Aekaterini Ioannis (limbah pabrik zaitun, limbah asetat, propionat, butirat,
Vavouraki, pabrik keju dan kotoran sapi laktat, dan etanol.
Michael Kornaros cair), operasi batch dengan Konsentrasi VFA
(2014) [11] volume reaktor 1 L, rentang pH maksimum (13,43 g/L)
4,5-7,5, temperatur mesofilik diperoleh pada pH 6,5
(37°C) dan kecepatan
pengadukan 150 rpm
Dhanalakshmi Menggunakan limbah pasar Rasio total VFA dan
Sridevi V dan sayur, dilangsungkan pada alkalinitas serta asam
Srinivasan SV reaktor semikontinu dengan propionat menjadi asam
(2014) [12] volume 2 L, HRT 25 hari, asetat ditemukan pada
variasi temperatur ambient dan rentang nilai antara 0,25-
35°C, serta OLR 0,5 gVS/L/hari 0,4 dan 0,34-1,38
Jianguo Jiang, Menggunakan campuran limbah VFA yang teridentifikasi
Yujing Zhang, makanan (35% nasi, 45% kubis, terdiri dari asetat,
Kaimin Li, Quan 16% babi dan 4% tofu), operasi propionat, iso-butirat, n-
Wang, Gong batch dengan volume 4,5 L, butirat, iso-valerat dan n-
Changxiu, Menglu variasi pH 5, 6, 7 dan tidak valerat. Dihasilkan yields
Li dikontrol 35°C, kecepatan VFA tertinggi (39,46 g/L
(2013) [13] pengadukan 250 rpm dari 0,316 g/g VSfed) pada
pH 6
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 perkebunan kelapa
sawit di Indonesia sebagian besar berada di Pulau Sumatera seluas 6.624.900 Ha
diikuti oleh Kalimantan seluas 3.483.700 Ha, Sulawesi seluas 336.700 Ha, Papua
seluas 108.500 Ha dan Jawa seluas 32.600 Ha [16, 17]. Gambar 2.1 berikut
merupakan luas lahan sawit berbagai provinsi di Indonesia.
381,5
38,46 789,4
1222,9
2139,8 897,9 142,6
39,0
355,9
696,8 1126,5
190,4 95,1
497,7
290,2
95,1
898,2 160,6 60,6 50,7
19,9
10,9
Gambar 2.1 Luas Lahan Sawit (dalam 103 Ha) pada Tahun 2012 [16]
Tabel 2.2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia, dalam Jutaan Ton [20]
2010/11 2011/12 2012/13 2014/15 Nov Des
2014/15 2014/15
Indonesia 23,600 26,200 28,500 30,500 33,500 33,000
Malaysia 18,211 18,202 19,321 20,161 21,250 21,250
Thailand 1,832 1,892 2,135 2,150 2,250 2,250
Colombia 753 945 974 1,042 1,070 1,070
Nigeria 850 850 910 930 930 930
Lainnya 3,590 4,022 4,129 4,276 4,293 4,293
Total 48,836 52,111 55,969 59,059 63,293 62,793
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan Limbah yang
Dihasilkan [21]
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa terdapat tiga sumber
utama limbah cair yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit konvensional yaitu
sterilizer kondensat, pemisah lumpur dan limbah hidrosiklon dengan
3
perbandingan sekitar 0,9 : 1,5 : 0,1 m [22, 23]. Produksi 1 juta ton minyak sawit
mentah membutuhkan 5 juta ton tandan buah segar (TBS). Rata-rata pengolahan 1
juta ton TBS di Pabrik Kelapa Sawit menghasilkan 230.000 ton tandan kosong
buah (TKS) dan 650.000 ton LCPKS sebagai residu [20].
10
Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [23, 27]
Parameter Satuan Nilai
pH – 4–6
Suhu °C 60 – 80
Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l 20.000 – 60.000
Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 40.000 120.000
Total Solids (TS) mg/l 30.000 – 70.000
Total Suspended Solids (TSS) mg/l 15.000 – 40.000
Volatile Solids (VS) mg/l 9.000 – 72.000
Minyak dan Lemak mg/l 6.500 -15.000
Total nitrogen mg/l 500 – 900
Ammoniacal nitrogen(NH3–N) mg/l 4 – 80
Total P mg/l 90 – 140
Total K mg/l 260 – 400
Total Ca mg/l 1.000 – 2.000
Total Mg mg/l 250 – 350
Sistem pengolahan LCPKS pada dasarnya terdiri dari proses anaerobik dan
proses aerobik. Tiga sistem pengolahan yang paling umum digunakan adalah
kolam stabilisasi, digester tangki terbuka dengan aerasi diperpanjang, dan digester
tangki tertutup yang menghasilkan biogas dan sistem aplikasi tanah [28]. Sistem
kolam stabilisasi adalah metode anaerob konvensional yang paling sering
digunakan untuk pengolahan LCPKS [4].
LCPKS merupakan limbah yang sangat polutan. Limbah cair yang tidak
ditangani dengan baik akan menyebabkan polusi berupa ancaman besar bagi
daerah sekitar aliran sungai dan badan air serta menimbulkan bau busuk pada
daerah sekitar pabrik, ditambah dengan nilai BOD yang tinggi dan pH yang
rendah, menyebabkan LCPKS sangat sulit untuk diolah dengan metode
konvensional [28]. Oleh karena itu, dibutuhkan pengolahan sebelum LCPKS
dibuang ke lingkungan. Tabel 2.4 berikut merupakan baku mutu limbah cair
industri minyak sawit yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [29]
Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran Maksimum
(mg/l) (kg/ton)
BOD5 250 1,5
COD 500 3,0
TSS 300 1,8
Minyak dan Lemak 30 0,18
Amonia Total (sebagai NH3-N) 20 0,12
pH 6,0 – 9,0
Debit Limbah Maksimum 6 m3 ton bahan baku
2.3 PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(LCPKS) SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES DIGESTASI
ANAEROBIK
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah di instalasi
pengolahan air limbah. Untuk penanganannya perlu dibangun kolam limbah
dengan kapasitas yang dapat menampung limbah cair dengan kapasitas olah
pabrik brondolan sawit/jam. Tahapan proses pengolahan air limbah terdiri atas:
(1) Deoling Pond, (2) Kolam Pendingin, (3) Primary Anoerbic Pond, (4)
Secondary Anaerobic Pond dan (5) Aeration Pond. Waktu tinggal limbah pada
kolam keseluruhan adalah 109 hari, maka perluasan kolam limbah harus
dilakukan sejalan dengan pengembangan kapasitas produksi [30].
Pengolahan secara konvensional ini membutuhkan waktu yang lama dan
lahan yang luas, sedangkan LCPKS merupakan sumber pencemar potensial yang
dapat memberikan dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik kelapa sawit
dituntut untuk menangani limbah ini melalui peningkatan teknologi pengolahan
(end of pipe) [31]. Peningkatan permintaan konsumen minyak sawit berbanding
lurus dengan produksi pabrik kelapa sawit sehingga berakibat pada peningkatan
LCPKS yang mengandung konstituen biodegradable atau dapat diuraikan secara
biologis dengan rasio BOD/COD sebesar 0,5 [32].
Biogas atau biometana adalah pilihan yang efisien untuk mencegah dan
mengurangi polusi serta memberikan energi yang berkualitas tinggi untuk bahan
bakar kendaraan, pembangkit listrik, dan pemanas [33]. Komposisi biogas
bervariasi sangat tergantung pada bahan organik dan proses biologis yang
digunakan [34]. Tabel 2.5 berikut merupakan karakteristik biogas secara umum.
Tabel 2.6 Potensi Biogas yang Dihasilkan oleh Beberapa Substrat [42]
Biogas
Komponen Komposis Biogas
(m 3/kg VS)
(CH4 : CO2)
Karbohidrat 0,38 50 : 50
Lemak 1,00 70 : 30
Protein 0,53 60 : 40
Gambar 2.4 Skema Digester Anaerobik (A) Batch dan (B) Kontinu [42]
2.4.2 Asidogenesis
Selama asidogenesis, produk hidrolisis diubah oleh bakteri asidogenik
menjadi substrat untuk metanogen [9]. Bahan molekul kecil dan substrat organik
terlarut didegradasi menjadi VFA (misalnya asam asetat, asam propionat, asam
butirat, asam suksinat, asam laktat dan lain-lain), alkohol, ammonia, CO 2 dan H2
[42]. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak terdegradasi menjadi asetat,
karbon dioksida dan hidrogen (70%) serta menjadi VFA dan alkohol (30%) [9].
Pada tahapan ini, mikroorganisme asidogenesis menyediakan substrat yang
penting bagi mikroorganisme asetogenesis dan mikroorganisme metanogenesis.
Banyak mikroorganisme yang berbeda, aktif selama tahap ini lebih dari pada
tahap lain. Mikoorganisme pada tahap ini sama dengan tahap hidrolisis, namun
organisme lain juga aktif, misalnya Enterobacterium, Bacteriodes,
Acetobacterium, Eubacterium, Clostridium, Ruminococcus, Butyribacterium,
Propionibacterium, Lactobacillus, Streptococcus, Pseudomonas, Desulfobacter,
Micrococcus, Bacillus dan Escherichia. Para anggota fakultatif kelompok ini juga
membantu melindungi metanogen yang sensitive terhadap oksigen dengan
mengkonsumsi jejak oksigen yang dapat masuk dalam umpan [42, 46].
2.4.3 Asetogenesis
Produk dari asidogenesis, yang tidak dapat langsung diubah menjadi
metana oleh bakteri metanogen, diubah menjadi substrat metanogen selama
asetogenesis [9]. Asetogenesis merupakan tahapan dimana asam organik yang
lebih tinggi dan zat-zat lain yang dihasilkan oleh asidogenesis selanjutnya dicerna
oleh asetogen untuk menghasilkan asam asetat, CO2 dan hidrogen yang dapat
digunakan oleh metanogen untuk produksi metana [46].
VFA dengan rantai karbon lebih panjang dari dua unit, dan alkohol dengan
rantai karbon lebih panjang dari satu unit, dioksidasi menjadi asetat dan hidrogen
[9]. Konversi substrat menjadi asetat mengikuti reaksi berikut [47]:
Reaksi sintrofik asetogenik:
Propionat- + 3H2O → asetat - + HCO3- + H+ + 3H2
Butirat - + 2H2O → 2 asetat - + H+ + 2H2
Propionat- + 2HCO3- → asetat - + 3 format - + H+
Butirat - + 2HCO3- → 2 asetat - + 2 format - +
H+ Reaksi homoasetogenik:
Laktat - → 1 ½ asetat - + ½ H+
Etanol - + HCO3- → 1 ½ asetat - + H2O + ½ H+
Metanol - + ½ HCO3- → ¾ asetat - + H2O
4H2 + 2HCO3- + H+ → asetat - + 4H2O
Syntrophomonas, Syntrophus, Clostridium, dan Syntrobacter adalah
contoh genus dari mikroorganisme yang dapat melakukan oksidasi anaerobik
yang bersintrofik dengan mikroorganisme untuk menguraikan gas hidrogen.
Banyak organisme ini dikenal sebagai asetogens, yaitu selain gas hidrogen dan
karbon dioksida mereka juga membentuk asetat sebagai produk utama [42].
2.4.4 Metanogenesis
Metanogenesis adalah tahapan mengubah senyawa antara menjadi produk
akhir yang lebih sederhana, terutama CH4 dan CO2 oleh dua kelompok
mikroorganisme metanogen: kelompok pertama mengkonversi asetat menjadi
metana dan karbon dioksida (methanogen aceticlastic) dan kelompok kedua
menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO 2 sebagai akseptor untuk
menghasilkan metana (methanogen hydrogenotrophic). Sekitar 72% dari metana
yang dihasilkan dalam pencernaan anaerobik adalah dari asetat; dan 28% dari
metana berasal dari hidrogen [6, 45]. Reaksi yang terjadi yaitu [47]:
Hidrogen : 4 H2 + CO2 → CH4 + 2 H2O
Asetat : CH3COOH → CH4 + CO2
Metanol : 4 CH3OH → 3 CH4 + CO2 + 2 H2O
Metanogenesis merupakan tahapan kritis dalam seluruh proses pencernaan
anaerobik, karena merupakan reaksi biokimia yang paling lambat [9]. Saat ini
hanya ada dua kelompok yang diketahui dari metanogen yang memecah asetat
yaitu Methanosaeta dan Methanosarcina, sementara yang memecah gas hidrogen
yaitu Methanobacterium, Methanococcus, Methanogenium dan
Methanobrevibacter [42].
Ide dari proses digestasi anaerobik dua tahap pada awalnya diusulkan oleh
Pohland dan Ghosh (1971). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan biodegradasi
anaerob melalui pemisahan yang terkendali dari reaksi utama [46]. Pada proses
digestasi dua tahap, substrat dimasukkan ke dalam reaktor tahap pertama, cairan
yang mengandung senyawa antara, terutama VFA secara terus menerus
dikeluarkan dan dimasukkan ke reaktor tahap kedua yaitu tahap metanogen.
Dengan cara ini, kondisi masing-masing tahap dapat dioptimalkan, kemudian
senyawa antara seperti VFA yang dapat menghambat kelompok mikroorganisme
dalam konsentrasi tinggi, terus-menerus dapat dicuci dari reaktor tahap pertama
[49]. Mikroorganisme yang terkait dengan hasil tahap pertama memiliki tingkat
pertumbuhan dan aktivitas tertinggi, maka reaktor asidogenik akan selalu lebih
kecil dari reaktor metanogen [46]. Tujuan dari proses digestasi anaerobik dua
tahap tidak hanya untuk lebih mendegradasi limbah, tetapi juga untuk
mengekstrak energi lebih bersih dari sistem [50].
Penelitian JE Hernandez dan RGJ Edyvean, 2011 [51] menggunakan two-
stage (asidogenesis dan metanogenesis) anaerobic digestion (TSAD) yang
dibandingkan dengan single-stage anaerobic digestion (SSD) untuk mengolah air
limbah sintetis yang terkontaminasi fenol. Kedua sistem dioperasikan dalam batch-
dilution dan semi kontinu pada 35°C. TSAD memiliki produksi biogas lebih
besar, pada reaktor asidogenesis lebih mudah terjadi penguraian tanpa hambatan
oleh akumulasi fenol (sampai 1.450 mg/l). Reaktor asidogenesis juga mencegah
penghambatan pembentukan biogas di tahap kedua (metanogen), dengan
menghambat fenol dan dihasilkan asam organik dengan cepat. Sistem ini
meningkatkan produksi biogas dan memungkinkan kontrol yang lebih baik dari
tahap asidogenesis dan metanogen.
Penelitian Noha et al, 2012 [50] mengevaluasi proses digestasi anaerobik
satu tahap dan dua tahap untuk produksi biometana dan biohidrogen
menggunakan thin stillage, hal ini dilakukan untuk menilai dampak dari
memisahkan tahap asidogenesis dan metanogenenesis pada digestasi anaerobik.
Thin stillage merupakan produk sampingan dari produksi etanol, ditandai dengan
TCOD yang tinggi mulai dari 122 g/l dan TVFA mulai dari 12 g/l. Dihasilkan
metana maksimum sebesar 0,33 L CH4/g CODadded pada proses dua tahap
sementara proses satu tahap mencapai hasil maksimum hanya sebesar 0,26 L
CH4/g CODadded. Pemisahan tahap pengasaman meningkatkan TVFA untuk rasio
TCOD dari 10% pada thin stillage mentah menjadi 54% karena konversi
karbohidrat menjadi hidrogen dan VFAs. Perbandingan dari dua proses
berdasarkan hasil akhir energi menunjukkan bahwa peningkatan terbesar 18,5%
pada keseluruhan untuk menghasilkan energi dicapai dengan menggunakan
digestasi anaerobik dua tahap.
Penelitian Prawit et al, 2014 [52] menggunakan reaktor UASB yang
dioperasikan pada kondisi termofilik dan digunakan untuk menyelidiki proses
anaerobik dua tahap untuk memproduksi hidrogen dan metana secara kontinu dari
skim lateks serum (SLS). Reaktor tahap pertama untuk memproduksi hidrogen
dioperasikan dengan umpan 38 g-VS/L-SLS dengan variasi HRT dari 60, 48, 36,
dan 24 jam. Produksi yield hidrogen optimum adalah 2,25±0,09 L-H2/L-SLS
dicapai pada HRT 36 jam. Effluent yang mengandung asetat diumpankan ke
reaktor UASB kedua untuk produksi metana pada HRT 9 hari dan dihasilkan
konversi metana 6.41±0.52 L-CH4/L-SLS. Efisiensi removal bahan organik yang
diperoleh dari proses dua tahap ini adalah 62%. Penelitian ini menunjukkan bahan
bakar gas bernilai tinggi dalam bentuk hidrogen dan metana dapat berpotensi
dihasilkan dengan menggunakan proses anaerobik dua tahap terus menerus, di
mana bahan organik yang tersedia secara bersamaan terdegradasi.
2.6.1.2 Alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran dari jumlah alkali (dasar) zat dalam proses
biogas. Semakin tinggi alkalinitas, semakin besar kapasitas buffer dalam proses,
yang akan menstabilkan nilai pH. Alkalinitas terutama terdiri dari ion bikarbonat
yang berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Karbon dioksida dan
ion karbonat juga berkontribusi terhadap alkalinitas. Dekomposisi substrat kaya
nitrogen dengan proporsi yang tinggi protein dan asam amino dapat meningkatkan
alkalinitas, karena amonia dirilis dapat bereaksi dengan karbon dioksida terlarut
membentuk amonium bikarbonat. Berikut merupakan reaksi dari karbon dioksida
dalam kesetimbangan dengan asam karbonat dan karbonat [42]:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ HCO3- + H+ ↔ CO32- + 2H+
Kapasitas buffer sering disebut sebagai alkalinitas. Kapasitas buffer
sebanding dengan konsentrasi bikarbonat. Kapasitas buffer adalah metode yang
dapat diandalkan untuk mengukur ketidakseimbangan digester. Peningkatan
kapasitas buffer yang rendah, paling baik dilakukan dengan mengurangi organic
loading rate, meskipun pendekatan yang lebih cepat adalah penambahan basa
kuat atau garam karbonat untuk menghilangkan karbon dioksida dari ruang gas
dan mengubahnya menjadi bikarbonat, atau bikarbonat dapat ditambahkan secara
langsung [6]. Nilai alkalinitas tinggi (2000-4000 mg/l menggunakan CaCO3)
sering diperlukan untuk memastikan pH mendekati netral selama kandungan CO 2
tinggi (30-50%). Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan jarang tersedia pada air
limbah influen, tetapi dapat dihasilkan oleh degradasi protein dan asam amino
[45] juga bisa ditingkatkan menggunakan penambahan senyawa kimia. Tabel 2.7
berikut merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai penyangga.
Tabel 2.7 Bahan Kimia yang Biasa Digunakan sebagai Penyangga [36]
Bahan Kimia Formula Kation Penyangga
Sodium bikarbonat NaHCO3 Na+
Potassium bikarbonat KHCO3 K+
Sodium karbonat Na2CO3 Na+
Potassium karbonat K2CO3 K+
Kalsium karbonat CaCO3 Ca2+
Kalsium hidroksida Ca(OH)2 Ca2+
Anhydrous ammonia (gas) NH3 NH4+
Sodium nitrat NaNO3 Na+
2.6.1.3 Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling
berpengaruh karena mengontrol aktivitas semua mikroorganisme. Umumnya,
kenaikan suhu menyebabkan peningkatan laju reaksi biokimia dan enzimatik
dalam sel menyebabkan tingkat pertumbuhan meningkat. Namun, di atas suhu
tertentu yang merupakan karakteristik dari masing-masing spesies, hal ini menjadi
penghambat dan menjadi tahap kematian mikroorganisme seperti protein dan
komponen struktural sel menjadi denaturasi. Terdapat tiga kondisi temperatur
yang memungkinkan mikroorganisme anaerobik berkembang, yaitu mesofilik
dengan temperatur optimum pada 30-37°C, termofilik dengan temperatur
optimum 55-60°C dan psikropilik dengan temperatur optimum pada 15-20°C
(ambient) [46]. Gambar 2.7 berikut merupakan tingkat pertumbuhan relatif
mikroorganisme anaerobik.
2.6.1.4 Pengadukan
Proses start-up anaerobik sering berlangsung 2-4 bulan. Start-up memiliki
potensi untuk gagal dimana bioreaktor tidak bekerja dengan baik dan biogas tidak
dapat diproduksi. Untuk menghindari masalah ini, ke dalam reaktor hidrolisis dan
reaktor metanogenesis sering diinokulasikan lumpur anaerobik dari reaktor
fermentasi lainnya. Pencampuran dalam reaktor harus dilakukan dengan sangat hati-
hati [36]. Kontak antara bahan organik dan mikroorganisme dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan pencampuran, yang menyebabkan kinerja reaktor yang lebih
tinggi [46]. Hal ini terutama penting bagi mikroorganisme
hidrolitik untuk membuat kontak yang baik dengan berbagai molekul bahwa
mereka harus mencerna dan enzim mereka dapat didistribusikan di seluruh area
permukaan besar dalam substrat. Pengadukan juga mencegah bahan dari
terakumulasi di bagian bawah tangki digestasi dan mengurangi risiko berbusa
[42].
Tabel 2.8 Kandungan VFA yang Umum Terdapat pada Proses Digestasi Anaerobik
[46]
Asam Format HCOOH
Asam Asetat CH3COOH
Asam Propionat CH3CH2COOH
Asam Butirat CH3CH2CH2COOH
Asam Valerat CH3CH2CH2CH2COOH
Asam Heksanoik CH3CH2CH2CH2 CH2COOH
Asam Heptanoik CH3CH2CH2CH2 CH2CH2COOH
Asam Oktanoik CH3CH2CH2CH2CH2CH2 CH2COOH
8
Produksi Biogas (L/L hari)
Produksi Biogas
6 Linear (Produksi Biogas)
4
y = 0,0009x + 0,1043
2
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000
Total VFA (mg/L)
Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]
3.2.2 Peralatan
3.2.2.1 Peralatan Utama
1. Fermentor tangki berpengaduk/jar fermentor (EYELA model No:
MBF 300ME)
2. Pompa sludge/slurry pump (HEISHIN, model No.:3NY06F)
3. Gas meter (SHINAGAWA, model No.:W-NK-0.5B)
4. Tangki umpan (service tank)
5. Pengaduk
6. Sensor temperatur
7. pH elektroda
8. Timer (OMRON, model No.:H5F)
9. Botol penampungan keluaran fermentor
10. Gas collector
3.2.2.2 Peralatan Analisa
1. Buret 25 ml
2. Timbangan analitik
3. Oven
4. Desikator
5. Pipet volumetrik
6. Karet penghisap
7. Pengaduk magnetic
8. Furnace
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
polutan apabila dibuang langsung ke lingkungan. Namun, kandungan organik
pada LCPKS juga tinggi yang ditunjukkan oleh nilai VS yaitu sebesar 16.060–
52.360 mg/L. Oleh karena itu, LCPKS dapat diolah secara biologis. Sedangkan
pH LCPKS yang rendah menurut Chris O, et al, 2010 [63] disebabkan oleh
adanya asam-asam fenolik dan oksidasi dari asam-asam organik yang ditunjukkan
dari terdapatnya kandungan VFA dalam konsentrasi asam asetat, asam propionat
dan asam butirat dalam LCPKS.
Menurut Anna Schurer, et al, 2009 [42], jumlah biogas yang dapat
dihasilkan dari proses digestasi anaerobik dengan menggunakan bahan baku yang
mengandung lemak, protein dan karbohidrat masing-masing sebesar 1 m 3/kg VS,
0,53 m3/kg VS dan 0,38 m3/kg VS. Hasil analisis dari Tabel 4.1 menunjukkan
adanya kandungan lemak, protein dan karbohidrat dalam LCPKS segar dengan
kandungan tertinggi berupa lemak, kemudian protein dan yang terendah adalah
karbohidrat. Oleh karena itu, LCPKS cocok untuk diolah menggunakan proses
digestasi anaerobik.
3.000 5
4
pH
2.000 3
2
1.000 Alkalinitas pH 1
0 0
0 20
Hari ke- 40 60 80
6
20.000 5
15.000 4
pH
10.000 3
5.000 2
1
0
0
0
20 40 60 80
Hari ke-
41
pertumbuhan mikroba selain konsentrasi VSS, dapat dilihat juga dari penurunan
nilai COD, dimana penurunan nilai COD pada proses asidogenesis diharapkan
tidak terlalu besar karena produk dari proses asidogenesis adalah VFA yang
merupakan asam-asam organik terlarut. Reduksi COD merupakan pengurangan
nilai COD umpan dengan COD dari fermentor. Gambar 4.3 menunjukkan
pengaruh HRT terhadap reduksi COD.
70
60 59,04
53,97 56,52
Reduksi COD (%)
50
40
31,38
30
20 29,93
10
0
0 10
20 30 40 50 60 70 80 90
Hari ke-
6.000
VFA (mg/L)
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
20
15 10 5 4
HRT (hari)
Gambar 4.4 Pengaruh HRT terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA)
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa profil pembentukan total VFA yang
meningkat dari HRT 20 hingga HRT 10, kemudian terus mengalami penurunan
pada HRT 5 dan 4. Total VFA dari masing-masing HRT bernilai lebih besar dari
total VFA LCPKS segar yang bernilai 3.158 mg/L yang menandakan bahwa
selama proses loading up terjadi pembentukan VFA. Meskipun konsentrasi VSS
tertinggi terdapat pada HRT 20, namun total VFA tertinggi diperoleh pada HRT
10. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan mikroba yang tinggi tidak
menjamin hasil VFA yang tinggi pula. VFA yang diproduksi dapat bernilai tinggi
apabila efektivitas kinerja mikroba juga tinggi.
Asam propionat, asam butirat dan asam organik lain yang terbentuk pada
proses asidogenesis akan dikonversi oleh mikroba menjadi asam asetat [71], tetapi
menurut Kaushalya C, et al, 2011 [72], asam propionat merupakan senyawa yang
paling sulit untuk dikonversi menjadi asetat akibatnya dapat menjadi inhibitor
dalam proses asidogenesis apabila konsentrasi asam propionat yang terbentuk
lebih besar dari 1.000–2.000 mg/L sedangkan konsentrasi asam butirat dapat
ditolerir hingga 10.000 mg/L.
Hasil penelitian menunjukkan adanya konsentrasi asam propionat dan
butirat yang lebih rendah dari standar konsentrasi penyebab inhibitor dengan
rentang masing-masing sebesar 692–1.936 mg/L dan 979–1.634 mg/L. Oleh sebab
itu, pada proses loading up tahapan asigogenesis LCPKS pada keadaan ambient,
penurunan HRT tidak menyebabkan dampak inhibitor pada reaktor asidogenesis.
44
3
2,48
1,94
1,72
VFA/Alkalinitas
2 1,72
1,22
0
20 15 10 5 4
HRT
3.000 5
2.500 4
pH
2.000
3
1.500
Alkalinitas pH 2
1.000
500 1
0 0
60 70 80 90 100 110 120
Hari ke-
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
6 5,5 5
pH
25.000
7
VSS
20.000 pH 6
5
VSS (mg/L)
15.000
4
pH
10.000 3
2
5.000
1
0
0
60 70 80 90 100 110 120
Hari ke-
15.000
10.000
5.000
0
6 5,5 5 4,5
pH
Gambar 4.9 Pengaruh pH terhadap Rata-Rata VSS
(Error Bar Menyatakan Standar Deviasi)
25.000 4
pH
20.000 3
15.000
2
10.000 VS influent VS effluent pH
5.000 1
0 0
60 70 80 90 100 110 120
Hari ke-
30.000
25.000
20.000
6 5,5 5 4,5
pH
Gambar 4.11 Pengaruh pH terhadap Rata-Rata Volatile Solid (VS)
(Error Bar Menyatakan Standar Deviasi)
25
20 23,22
15 20,54
10
5
0
60 70 80 90 100 110 120 130
Hari ke-
pH 6 pH 5,5 pH 5 pH 4,5
Gambar 4.12 Pengaruh pH terhadap Reduski Chemical Oxygen Demand (COD)
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
6 5,5 5 4,5
pH
Gambar 4.13 Pengaruh pH terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA)
54
10
9
8 9,10 7,90
VFA/Alkalinitas
7
6
5
4
3
2 1,72
1
0
6 5,5 5
pH
Gambar 4.14 Pengaruh pH terhadap Rasio VFA/Alkalinitas
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengaruh HRT dan pH
pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient adalah:
1. HRT terbaik pada proses loading-up (variasi HRT) dicapai pada HRT 10
dengan total VFA tertinggi sebesar 7.297 mg/L.
2. Kondisi terbaik pada variasi pH dicapai pada pH 5,5 dengan total VFA
tertinggi sebesar 8.287 mg/L, reduksi VS sebesar 12,19% dan reduksi COD
sebesar 20,54%.
3. Konsentrasi VSS yang tinggi dapat menunjukkan pertumbuhan mikroba
yang meningkat, tetapi tidak menjadi indikator bahwa VFA yang dihasilkan
akan meningkat pula.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk peneliti berikutnya adalah:
1. Melakukan proses loading up pada pH 5,5 berdasarkan hasil terbaik pada
penelitian ini.
2. Melakukan pengukuran mikroba dengan microbial count untuk
mengklarifikasi data pertumbuhan mikroba yang diperoleh dari konsentrasi
VSS.
56
DAFTAR PUSTAKA
[9] Teodorita Al Seadi, et al. Biogas Handbook. (Biogas for Eastern Europe,
2008). ISBN 978-87-992962-0-0.
[13] Jianguo Jiang, Yujing Zhang, Kaimin Li, Quan Wang, Gong Changxiu,
Menglu Li (2013), ”Volatile Fatty Acid Production from Food Waste: Effects of
pH, Temperature, and Organic Loading Rate”, Bioresource Technology, 143
(2013), hal: 525–530.
[15] Willy Verheye,”Growth and Production of Oil Palm”, Soils, Plants Growth
and Crop Production, II (2011).
[17] Bambang Drajat, Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan
Langkah Strategis ke depan, Lembaga Riset Perkebunan Nusantara, Bogor, 2012.
[21] Ta Yeong Wu, Abdul Wahab Mohammad, Jamaliah Md. Jahim, Nurina
Anuar, “Pollution Control Technologies for the Treatment of Palm Oil Mill
Effluent (POME) Through end-of-pipe Processes”, Journal of Environmental
Management, 91 (2010): hal. 1467-1490.
[22] A.N. Ma, Augustine S.H. Ong, “Treatment of Palm Oil Steriliser
Condensate by an Anaerobic Process”, Biological Wastes, XXIII (1988) hal. 85-
97.
[23] Man Kee lam, Keat Teong Lee, “Renewable and Sustainable Bioenergies
Production from Palm Oil Mill Effluent (POME): Win-Win Strategies Toward
Better Environmental Protection”, Biotechnology Advances, 29 (2011): hal. 124-
141.
[24] Yee-Shian Wong, Soon-An Ong, Kok-Keat Lim and Hong-Chen Lee,
“Acclimatization and Performance Study of Acidogenesis Anaerobic Degradation
Process for Palm Oil Mill Effluent”, International Conference on Environmental
and Industrial Innovation, 12 (2011).
[25] Jeremiah David Bala, Japareng Lalung, Norli Ismail, “Palm Oil Mill
Effluent (POME) Treatment Microbial Communities in an Anaerobic Digester: a
Review”, International Journal of Scientific and Research Publications, 4 (juni
2014). ISSN 2250-3153.
[28] Nasiman Sapari, T.Y. Chew, M.I. Yaziz, “Treatment of Palm Oil Mill
Effluent by Mesophilic Anaerobic Digestion with Flocculant Addition”, Pertanika
Journal Science and Technology, 4(2) 1996: hal. 263-273.
[30] Thomas B. Fricke. Buku Panduan Pabrik Kelapa Sawit Skala Kecil untuk
Produksi Bahan Baku Bahan Bakar Nabati (BBN). Environmental Services
Program, Agustus 2009.
[31] Edwi Mahajoeno, Bibiana Widiyati Lay, Surjono Hadi Sutjahjo, Siswanto,
“Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas”,
Biodiversitas, 9(1) 2008: hal. 48-52. ISSN: 1412-033X.
[32] Chin May Ji, Poh Phaik Eong, Tey Beng Ti, Chan Eng Seng, Chin Kit Ling,
“Biogas from Palm Oil Mill Effluent (POME): Opportunities and Challenges from
Malaysia’s Perspective”, Renewable and Suistainable Energy Reviews, 26 (2013):
hal. 717-726.
[33] Ziyan Teng, Jing hua, Changsong Wang, Xiaohua Lu, “Design and
Optimization Principles of Biogas Reactors in large Scale Applications”, Reactor
and Process Design in Sustainavle Energy Technology, Chapter 4 (2014): hal. 99-
134.
[36] Dieter Deublein, Angelika Steinhauster, 2008 Biogas from Waste and
Renewable Resources. An Introduction (Singapore: WILEY-VCH Verlag GmbH
& Co. KGaA, Weinheim)., 2008.
[37] Mario Andres Hernandez, Manuel Rodriguez Susa, Yves Andres, “Use of
Coffee Mucilage as a New Substrate for Hydrogen Production in Anaerobic Co-
digestion with Swine Manure”, Bioresource Technology, 168 (2014): hal. 112-
118.
[38] Aliyu Salihu, Md. Zahangir alam, “Palm Oil Mill Effluents: a Waste or a
Raw Material”, Journal of Applied Sciences Research, 8(1) 2012: hal. 466-473,
ISSN 1819-544X. 44 (2013): hal. 1-7.
[39] NREL. 2013. Biogas Potential in the United States. National Laboratory of
the U.S Department of Energy.
[42] Anna Schurer, Asa Jarvis. Microbiological Handbook for Biogas Plants.
(Svenskt Gastekniskt Center AB: Victoria, British Columbia, Canada, 2009).
[46] Ken Anderson, Paul Sallis, Sinan Uyanik, “Anaerobic Treatment Processes”
The Handbook of Water and Wastewater Microbiology, Chapter 24 (2003): hal.
391-426, ISBN 0-12-470100-0.
[55] Qigui Niu, Toshimasa Hojo, Wei Qiao, Hong Qiang, Yu-You Li,”
Characterization of Methanogenesis, Acidogenesis and Hydrolysis in
Thermophilic Methane Fermentation of Chicken Manure”, Chemical Engineering
Journal, 244 (2014): hal. 587–596.
[57] A.K. Kivaisi dan M. Mtila, ”Production of Biogas from Water Hyacinth
(Eichhornia crassipes) (Mart) (Solms) in a Two-Stage Bioreactor”, World Journal
of Microbiology and Biotechnology, 14 (1998), hal: 125–131.
[58] Rongpin Li, Shulin Chen, Xiujiu Li, ” Biogas Production from Anaerobic
Co-digestion of Food Waste with Dairy Manure in a Two-Phase Digestion
System”, Biochem Bioethanol, 160 hal: 643–654.
[59] Cavinato C, Bolzonella D, Fatone F, Cecchi F dan Pavan P, ”Optimization
of Two-Phase Thermophilic Anaerobic Digestion of Biowaste for Bio-Hythane
Production Through Reject Water Recirculation”, Bioresource Technology, 102
(18), hal: 8.605–8.611.
[60] Pertamina (2015). Harga LPG 12 kg Ditingkat Agen tmt 1 April 2015.
http://www.pertamina.com.
[61] APHA. 1999. Standard Methods for the Examination of Water and Waste
Water. Edisi 20. Washington DC : APHA, AWWA, WEF.
[63] Standar Nasional Indonesia. Air dan Air Limbah – Bagian 15: Cara uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) Refluks Terbuka dengan Refluks Terbuka
secara Titrimetri. SNI 06-6989.15-2004.
[64] Chris O. Nwoko, Sola Ogunyemi, ”Evaluation of Palm Oil Mill Effluent to
Maize (Zea mays. L) Crop: Yields, Tissue Nutrient Content and Residual Soil
Chemical Properties”, Australian Journal of Crop Sciences, 4 (1), hal: 16–22
(2010).
[65] Yin Jing Chan, Mei Fong Chong, Chung Lim Law, “An Integrated Anaerobic-
Aerobic Bioreactor (IAAB) for the Treatment of Palm Oil Mill Effluent (POME):
Start-up and Steady State Performance”, Process Biochemistry, 47 (2012), hal:
485–495.
[66] Hina Rizvi, Nasir Ahmad, Farhat Abbas, Iftikhar Hussain Bukhari, Abdullah
Yasar, Shafaqat Ali, Tahira Yasmeen, Muhammad Riaz, “Start-Up of UASB
Reactors Treating Municipal Wastewater and Effect of Temperature/Sludge Age
and Hydraulic Retention Time (HRT) on Its Performance”, Arabian Journal of
Chemistry, 2014.
[68] Jingxin Zhang, Yaobin Zhang, Xie Quan, Shuo Chen, “Enhancement of
Anaerobic Acidogenesis by Integrating an Electrochemical System into an
Acidogenic Reactor: Effect of Hydraulic Retention Times (HRT) and Role of
Bacteria and Acidophilic Methanogenic Archaea”, Bioresource Technology, 179
(2015), hal: 43–49.
[70] Chunseng Zhang, Haija Su, Jan Baeyens, Tianwei Tan, “Reviewing the
anaerobic digestion of food waste for biogas production”, Renewable and
Suistainable Energy Reviews, 38 (2014), hal: 383–392.
[73] A.E. Ghaly, D.R. Ramkumar, S.S. Sadaka, J.D. Rochon, “ Effect of
Reseeding and pH Control on The Performance of a Two-Stage Mesophilic
Anaerobic Digester Operating on Acid Cheese Whey”, Canadian Agricultural
Engineering, vol 42, no.4, hal: 173–183.
[75] Jey-R Sabado Ventura, Jehoon Lee, Deokjin Jahng, “A Comparative Study
on the Alternating Mesophilic and Thermophilic Two-Stages Anaerobic Digestion
on Food Waste”, Journal of Environmental Sciences, 26 (2014), hal: 1274-1283.
A.2.2 Peralatan
A. Peralatan Utama
1. Fermentor tangki berpengaduk/jar fermentor (EYELA model No.: MBF
300ME)
Fungsi: Tempat berlangsungnya proses digestasi aanerobik asidogenesis
2. Pompa sludge/slurry pump (HEISHIN, model No.:3NY06F)
Fungsi: memompa umpan (influent) masuk ke dalam fermentor dan
effluent keluar dari fermentor
3. Gas meter (SHINAGAWA, model No.:W-NK-0.5B)
Fungsi: mengukur volume gas yang kemungkinan terbentuk
4. Tangki umpan (service tank)
Fungsi: wadah penampungan umpan POME sebelum diumpankan ke
dalam fermentor
5. Pengaduk
Fungsi: menghomogenkan umpan POME di dalam tangki umpan
6. pH elektroda
Fungsi: mengukur pH
7. Timer (OMRON, model No.:H5F)
Fungsi: mengatur waktu dan lama pemompaan umpan masuk dan keluaran
(effluent) dari fermentor
8. Botol penampungan keluaran fermentor
Fungsi: Menampung keluaran (effluent) dari fermentor
9. Gas collector
Fungsi: menampung gas-gas yang mungkin terbentuk selama proses
asidogenesis
B. Peralatan Analisis
1. Buret 25 ml
Fungsi: mengukur volume zat pentiter HCl melalui titrasi dalam analisis
alkalinitas
2. Timbangan analitik
Fungsi: mengukur massa zat/sampel
3. Oven
Fungsi: memanaskan sampel dalam analisis TS dan TSS sampel
4. Desikator
Fungsi: mendinginkan sampel keluaran oven dan furnace sebelum
penimbangan
5. Karet penghisap
Fungsi: digunakan pada pipet ukur untuk menghisap zat pentiter HCl
6. Pengaduk magnetic
Fungsi: mengaduk dan menghomogenkan campuran dalam analisis
alkalinitas
7. Furnace
Fungsi: memanaskan sampel dalam analisis VS dan VSS sampel
Selesai
A.3.3 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS)
Mulai
Selesai
74
HRT Hari ke pH Alkalinitas TS VS TSS VSS
13 6,0 3.000 35.380 27.880 14.280 12.500
20 14 6,1 3.350 30.440 23.220
15 6,0 3.150 26.500 20.200 14.760 11.260
1 6,0 2.400 29.660 24.140
2 6,0 2.300 33.980 27.940
3 6,1 2.800 27.220 20.480
4 6,1 2.550 38.480 31.740
5 6,1 2.600 32.200 25.200
6 5,9 2.550 29.460 22.900
7 5,9 3.000 28.400 22.380
15 8 5,9 3.400 32.320 25.040
9 6,0 3.000 26.240 20.080
10 6,0 2.900 28.640 21.740 24.880 19.820
11 6,1 3.250 29.480 23.000
12 6,1 3.100 30.040 23.360
13 6,0 3.200 30.460 23.440 18.500 15.140
14 6,0 2.500 29.580 21.560
15 6,0 2.550 31.840 25.100 12.760 11.960
1 6,0 2.100 33.660 25.060
2 5,9 2.500 38.580 28.760
3 5,9 2.650 35.960 27.380
4 6,2 3.200 38.020 28.560
5 6,2 3.300 40.440 28.780
6 6,1 3.150 35.240 25.940
7 6,0 3.000 31.940 24.580
10 8 6,0 3.100 34.340 25.160
9 6,0 3.250 36.000 26.980
10 6,0 3.000 38.520 28.120 15.880 13.520
11 5,9 2.700 36.260 27.420
12 6,1 2.900 34.860 24.680
13 6,0 3.000 33.620 23.960 13.760 11.520
14 6,0 3.250 33.380 24.260
15 6,0 3.000 42.500 31.520 14.820 13.520
1 6,1 3.800 40.840 28.200
2 6,2 3.700 42.560 28.760
3 6,0 3.350 33.520 22.360
4 5,8 2.650 39.020 24.740
5 5,8 3.500 37.860 26.300
6 5,8 2.700 43.240 31.980
7 6,1 3.500 42.340 30.580
5
8 6,2 3.050 57.000 38.480
9 6,2 3.200 44.460 31.160 16,300 13.180
10 6,1 3.400 42.500 26.900
11 6,2 3.900 42.500 27.780
12 6,2 3.250 44.660 28.880 18.040 14.340
13 6,0 3.200 43.240 27.700
14 6,0 3.000 43.880 29.180
HRT Hari ke pH Alkalinitas TS VS TSS VSS
5 15 6,0 3.100 37.680 25.900 14.980 12.960
1 5,8 2.900 41.900 27.800
2 5,9 2.750 43.900 29.220
3 5,9 3.000 48.320 33.840
4 6,2 3.500 26.320 14.080
5 6,0 3.250 46.860 31.020
6 6,0 3.000 41.160 29.140
7 6,1 3.100 40.920 28.580
4 8 6,0 3.150 40.680 29.960
9 6,0 3.100 40.660 27.740
10 6,0 3.050 37.100 25.480 19.920 16.120
11 5,9 2.650 40.320 29.000
12 6,1 4.200 37.320 24.280
13 6,0 3.900 39.360 27.920 22.120 16.900
14 6,0 3.550 43.300 3.2000
15 6,0 3.650 45.280 28.660 26.160 19.080
(Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS dalam satuan mg/L)
Tabel B.3 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) pada Variasi
Hydraulic Retention Time (HRT)
Hari COD
HRT
ke Influent (mg/L) Effluent (mg/L) Reduksi (%) Rata-Rata (%)
10 18.210 51,95
20 13 37.824 12.67 66,49 59,04
15 15.493 59,04
10 19.231 52,38
15 13 40.385 11.539 71,43 53,97
15 25.000 38,10
10 23.077 47,83
10 13 44.231 13.462 69,57 56,52
15 21.154 52,17
10 35.211 34,02
5 13 53.368 32.39 39,30 31,38
15 42.254 20,83
10 25.35 34,76
4 13 38.860 26.761 31,14 29,93
15 29.578 23,89
Tabel B.4 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) pada
Variasi Hydraulic Retention Time (HRT)
VFA (mg/L)
HRT Hari ke
Asetat Propionat Butirat Total
10 2.217 1.033 2.079 5.328
20 13 1.043 426 290 1.758
15 1.807 616 2.322 4.744
VFA (mg/L)
HRT Hari ke
Asetat Propionat Butirat Total
10 2.126 535 1.383 4.043
15 13 1.884 1.403 1.680 4.968
15 2.873 1.226 1.397 5.495
10 4.193 1.737 1.440 7.370
10 13 3.407 1.428 1.770 6.604
15 4.529 1.698 1.691 7.917
10 4.650 2.194 959 7.803
5 13 3.092 1.532 1.111 5.736
15 2.795 1.942 866 5.603
10 2.212 2.040 1.057 5.308
4 13 2.540 1.818 987 5.345
15 2.931 1.949 1.216 6.097
Tabel B.8 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) pada
Variasi pH
VFA (mg/L)
pH Hari ke
Asetat Propionat Butirat Total
10 2.212 2.040 1.057 5.308
6,0 13 2.540 1.818 987 5.345
15 2.931 1.949 1.216 6.097
10 5.400 2.665 4.337 12.402
5,5 13 3.079 1.261 2.212 6.551
15 2.992 1.378 1.536 5.907
10 3.120 1.358 1.762 6.240
5,0 13 2.985 1.131 1.845 5.961
15 2.627 818 1.654 5.099
10 2.843 946 1.899 5.688
4,5 13 3.553 1.023 1.865 6.441
15 3.032 1.019 1.878 5.929
= 37.823,83 18.209,86
37.823,83 100%
= 51,95 %
2 iX 2
nX i
Standar deviasi =
nn 1
X 2 = 175.326.438.400
i
X = 418.720
i
15 (175.326.438.400) - 418.720 2
Standar deviasi = = 4.485
1515 1
80
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI
Gambar D.8 Detecting Tube Hasil Analisis Gas H2S dan CO2
Gambar D.9 Peralatan Analisis Padatan Tersuspensi