Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

“PENGOLAHAN ANAEROBIK”

Disusun Oleh:

Aulia Syalwa Iskandar 191431005


Avina Vidiati 191431006
Dina Safitri 191431008
Dini Nurcahya 191431009

PROGRAM STUDI D3 ANALIS KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Percobaan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Chemical Oxygen Demand 2
2.2 Tahapan Metode Secara Anaerobik 2
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengolahan Anaerobik 3
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Anaerobik 4
BAB III METODE PERCOBAAN 5
3.1 Alat dan Bahan 5
3.2 Cara Kerja 5
3.2.1 Tahap Percobaan 5
3.2.2 Penentuan Konsentrasi Nutrisi Bagi Mikroorganisme 6
3.2.3 Pengaruh Pengolahan Dua Tahap 6
3.2.4 Penentuan kandungan organic (Chemical Oxygen Demand/COD) sampel 7
3.2.5 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) 7
3.3 Keselamatan Kerja 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 9
4.1 Data Pengamatan dan Perhitungan 9
4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD) 9
4.1.2 Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) 9
4.2 Pembahasan 10
4.2.1 Pembahasan Aulia Syalwa Iskandar 10
4.2.2 Pembahasan Avina Vidiati 12
4.2.3 Pembahasan Dina Safitri 12
4.2.4 Pembahasan Dini Nurcahya 12
BAB V PENUTUP 15
5.1. Kesimpulan 15
5.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode
pengolahan untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi (2000
mg/L). Dengan tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik
tidak dapat berlangsung dengan efisien karena waktu yang dibutuhkan untuk
dekomposisi bahan-bahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan
terlalu besar. Pengolahan anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan
bakteri anaerobik yang pertumbuhannya sangat lambat dan penjagaan kondisi kedap
oksigen bebas yang cukup ketat. Dengan demikian tahap persiapan penumbuhan
bakteri anaerobik (tahap start-up) merupakan salah satu kendala dalam implementasi
pengolahan air limbah secara anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas
membutuhkan penanganan khusus dan biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi
di industri pengolahan anaerobik biasanya dikombinasikan dengan pengolahan
aerobik.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan
konsentrasi kandungan organik (COD) dalam efluen setelah percobaan
berlangsung selama seminggu.
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
3. Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air
limbah.
4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
reaktor terhadap kandungan bahan organik mula-mula.
5. Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu
untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chemical Oxygen Demand


Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik
dan anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik, mikroorganisme
pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah membutuhkan oksigen bebas
(O2) dalam sistem pengolahannya. Dengan oksigen yang disuplai oleh aerasi dan
bantuan enzim dalam mikroorganisme maka pada waktu yang sama akan terjadi
dekomposisi bahan-bahan organik dan pertumbuhan mikroorganisme baru karena
mikroorganisme mendapatkan energi pada saat proses dekomposisi bahan-bahan
organik berlangsung. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik mikroorganisme
pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah akan terganggu
pertumbuhannya atau bahkan akan mati jika terdapat oksigen bebas (O2) dalam sistem
pengolahannya. Oleh karena itu, perlu penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang
membutuhkan penanganan khusus dan biaya yang tidak murah harus diperhatikan.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolah air limbah,
terdapat dua berdasarkan pertumbuhan mikroorganisme yakni pertumbuhan secara
tersuspensi dan secara terlekat. Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi adalah tipe
pertumbuhan mikroba dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organik bercampur
secara merata dengan air limbah dalam peralatan pengolah air limbah. Sedangkan
pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah jenis pertumbuhan mikroba yang melekat
pada bahan pengisi yang terdapat pada peralatan pengolah air limbah. Contoh
peralatan pengolahan air limbah yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba
tersuspensi secara aerobik diantaranya yaitu Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi.
Sedangkan reaktor yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba terlekat secara
aerobik diantaranya yaitu Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor. Contoh
peralatan pengolah air limbah secara menggunakan sistem pertumbuhan mikroba
tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow Anaerobic Sludge
Blanket. Sedangkan Filter Anaerobik dan Anaerobic Fluidized Bed Reactor
merupakan contoh peralatan pengolah air limbah/reaktor yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba terlekat secara anaerobik.

2.2 Tahapan Metode Secara Anaerobik


Berdasarkan jumlah tahapan reaksi dalam pengolahan secara anaerobik
terdapat dua macam sistem pengolahan yaitu Pengolahan Satu Tahap dan Pengolahan
Dua Tahap. Dalam Pengolahan Satu Tahap semua reaksi pengolahan secara anaerobik
yakni hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis berlangsung dalam satu reaktor.
Sedangkan dalam Pengolahan Dua Tahap reaksi hidrolisis berlangsung dalam reaktor
pertama dan reaksi asetogenesis dan metanogenesis berlangsung dalam reaktor kedua.
Reaksi hidrolisis dijaga pada pH 6,5-7,0, reaksi asetogenesis dan metanogenesis
dijaga pada rentang pH 4,5-6,0. Dengan pemisahan tahapan reaksi yang berlangsung
pada rentang pH yang berbeda maka pada Pengolahan Dua Tahap diharapkan akan
terjadi pengolahan air limbah dengan efisiensi yang lebih tinggi.

2
Gambar 1. Skema Tahapan Reaksi Degradasi Air Limbah secara Anaerobik

Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut
dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi
pendekomposisi atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan mengukur
kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap (mixed liquor volatile
suspended solids/MLVSS) dalam reaktor.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengolahan Anaerobik


● Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4-60oC dan suhu dijaga konstan.
mikroorganisme akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur
optimum. Semakin tinggi temperatur, reaksi juga akan semakin cepat. tetapi
mikroorganisme akan semakin berkurang. Proses pembentukan metana berjalan
pada rentang temperatur 30-40oC, tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah
4oC. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur
12oC pada rentang temperatur 4-65oC. Mikroorganisme yang berjenis termofilik
lebih sensitif terhadap perubahan temperatur daripada jenis mesofilik. Pada
temperatur 38oC, jenis mesofilik dapat bertahan pada perubahan temperatur ±
2,8oC. Untuk jenis termofilik pada suhu 49oC, perubahan suhu yang diizinkan ±
0,8oC dan pada temperatur 52oC perubahan temperatur yang diizinkan ± 0,3oC.
● pH (keasaman)
Mikroorganisme penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH.
Rentang pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4-7,4.
Mikroorganisme yang tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap
perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses
anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembentukan asam dan tahap
pembentukan metana, maka pengaturan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar

3
akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk
meningkatkan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.
● Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur
dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme,
unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substrat). Konsentrasi
substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang
optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi
substrat. Kandungan air dalam substrat dan homogenitas sistem juga
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi
akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat
kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.
● Zat Beracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat
menjadi penghambat racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada
konsentrasi yang tinggi. Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin
bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Mikroorganisme
penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada mikroorganisme
penghasil asam.
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air tersebut bisa disebut
dengan Mixed Liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi
pendekomposisi atau pendegradasi air limbah, maka ditentukan dengan mengukur
kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap, yakni Mixed Liquor
Volatile Suspended Solid (MLVSS) dalam reaktor.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Anaerobik


Kelebihan Kekurangan

● Produksi padatan yang cukup ● Mikroorganisme anaerob lebih


rendah, yaitu 3-5 kali dibandingkan mudah terhambat oleh banyak
proses anaerob bahan atau senyawa lain
● Konsumsi energi yang rendah dan ● Proses start up berlangsung lambat
biaya operasional yang sangat karena lumpur butuh beradaptasi
rendah ● Beberapa pengolahan lanjutan
● Kebutuhan lahan yang sedikit biasanya dibutuhkan
● Biaya konstruksi rendah ● Proses biokimia dan mikrobiologi
● Memproduksi gas metan dalam proses anaerob sangat rumit,
● Kemungkinan reaktor bertahan dan masih harus dikaji lebih lanjut
tanpa asupan nutrisi beberapa bulan ● Kemungkinan timbulnya bau,
● Toleransi tinggi terhadap beban walaupun dapat dikontrol
bahan organik ● Penghilangan nitrogen, fosfor, dan
● Dapat diaplikasikan dalam skala patogen kurang memuaskan
kecil dan besar
● Konsumsi nutrien sedikit
Source : Chernicharo (2007)

4
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


No. Alat Bahan

1 2 buah labu erlenmeyer 250 mL Glukosa 2,0 g/L

2 2 buah corong gelas NH4HCO3 0,15 g/L

3 2 buah cawan porselin KH2PO4 0,15 g/L

4 1 buah desikator NaHCO3 0,5 g/L

5 1 buah neraca analitik K2HPO4 0,5 g/L

6 1 buah oven Trace Metal Solution A 1 mL

7 1 buah furnace MgSO4.7H2O 5,0 g/L

8 1 buah Hach COD Digester Trace Metal Solution B 1 mL

9 2 buah tabung Hach FeCl3 5,0 g/L

10 1 buah buret lengkap dengan klem CaCl2 5,0 g/L


dan statif

11 KCl 5,0 g/L

12 CoCl2 1,0 g/L

13 NiCl2 1,0 g/L

14 FAS

15 Indikator ferroin

16 Kertas saring

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Tahap Percobaan
1. Lakukan aklimatisasi mikroba dengan memberikan umpan pada laju alir
yang rendah (± 0,3 L/s)
2. Naikkan laju alir sebesar 0,2L/s hingga mencapai laju 1,5L/s dan hentikan
kenaikan laju alir dan biarkan bereaksi selama beberapa hari
3. Tentukan konsentrasi organic (COD) awal dalam Reaktor 1 maupun
Reaktor 2 sebelum penambahan umpan/nutrisi bagi mikroorganisme
dalam tangki
4. Tentukan konsentrasi organic (COD) dari umpan

5
5. Tentukan kandungan mikroorganisme dalam reactor 1 maupun reactor 2
dengan cara menentukan MLVSS secara gravimetri
6. Lakukan percobaan inti yang meliputi pengaruh pengolahan dua tahap,
pengaruh suhu, dan pembebanan hidrolis
7. Tentukan konsentrasi organic (COD) dari efluen reactor 1 maupun reactor
2 setelah proses berjalan selama seminggu untuk mengetahui efisiensi
pengolahan
8. Catat total gas yang terbentuk pada reactor 1 dan reactor 2 setelah proses
berjalan selama seminggu untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.

3.2.2 Penentuan Konsentrasi Nutrisi Bagi Mikroorganisme

3.2.3 Pengaruh Pengolahan Dua Tahap

6
3.2.4 Penentuan kandungan organic (Chemical Oxygen Demand/COD) sampel

3.2.5 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

7
3.3 Keselamatan Kerja
Mengenakan Alat Pelindung Diri lengkap. Gunakan peralatan kerja seperti kacamata
pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian, dan
sepatu tertutup untuk melindungi kaki. Lakukan praktikum sesuai dengan
prosedur/SOP.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan dan Perhitungan


4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD)
● Konsentrasi FAS = 0,1 N
● Pengenceran Umpan = 50/1
● Pengenceran Sampel = 25/1
● Volume Blanko = 2,5 mL
● Volume Sampel = 2,5 mL
● Volume Umpan = 2,5 mL
Jenis Titrasi Volume FAS (mL)

1 4,85

Blanko 2 4,80

Rata-rata 4,825

1 4,85

Umpan 2 4,70

Rata-rata 4,775

1 6,55

Sampel 2 5,00

Rata-rata 5,775

● Rumus menentukan COD:


COD (mg O2/ L) =
(𝑉 𝐹𝐴𝑆 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐹𝐴𝑆 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐹𝐴𝑆 𝑥 1000 𝑥 𝐵𝐸 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

a) COD pada umpan


(4,825 − 4,775) 0,1 𝑥 1000 𝑥 8 𝑥 50
COD (mg O2/L) = 2,5
= 800 mg/L
b) COD pada sampel
(4,825 − 5,775) 0,1 𝑥 1000 𝑥 8 𝑥 25
COD (mg O2/L) = 2,5
= -7600 mg/L

4.1.2 Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)


Volume sampel 50 mL

Berat cawan kosong (a) 34,3717 gram

9
Berat kertas saring (b) 1,2254 gram

Berat cawan setelah oven (c) 35,5270 gram

Berat cawan setelah furnace (d) 34,4300 gram

● Perhitungan :
𝑐−𝑎 6
𝑇𝑆𝑆 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 10
35,5270 − 34,3717 6
= 50
𝑥 10
= 23. 106 𝑚𝑔/𝐿

𝑐−𝑑 6
𝑉𝑆𝑆 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 10
35,5270 − 34,4300 6
= 50
𝑥 10
= 21. 940 𝑚𝑔/𝐿

𝐹𝑆𝑆 =23.106 - 21.940


= 1. 1660 𝑚𝑔/𝐿

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Aulia Syalwa Iskandar
Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan air limbah secara
anaerobik. Proses anaerobik merupakan proses pemecahan bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme dalam keadaan tanpa oksigen. Bahan utama yang
digunakan pada praktikum ini yaitu limbah cair yang memiliki COD ≥ 2000
mg/L. Peralatan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah 2 buah
reaktor anaerobik yang berfungsi sebagai tempat terjadinya dekomposisi
bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah. Prosesnya ini
dilakukan oleh mikroorganisme. Pada praktikum ini, 2 buah reaktor anaerobik
tersebut disusun secara paralel, di mana kandungan organik dari efluen salah
satu reaktor tidak akan mempengaruhi kandungan organik dari efluen reaktor
lainnya.
Pengolahan anaerobik merupakan pengolahan air limbah dengan
mikroorganisme tanpa menggunakan oksigen (udara). Kehadiran O2 dalam
sistem pengolahan dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
dekomposisi bahan organik dalam air limbah terganggu titik pengolahan secara
anaerobik digunakan untuk air limbah yang mengandung bahan organik COD ≥
2000 mg/L. Dalam sampel limbah, ditambahkan nutrisi sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme yang akan men dekomposisi bahan organik
sehingga menurunkan kandungan organik dalam sampel.
Pada pengolahan anaerob, akan dihasilkan gas yang sebagian besar
berupa gas metana (CH4). Gas tersebut merupakan biogas yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Volume gas metana yang
terbentuk dari proses pengolahan limbah secara aerobik ini akan sama nilainya

10
dengan volume air yang keluar dari tabung gas collection. Gas metana yang
terbentuk tersebut akan mendorong air keluar dari tabung gas collection
sehingga volume air yang keluar dari tabung gas collection tersebut sama
dengan volume gas metana yang terbentuk.
Praktikum ini menggunakan pengolahan satu tahap titik dimana reaksi
pengolahan yang meliputi reaksi hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis
berlangsung dalam satu reaktor. Secara teoritis penurunan kadar organik relatif
cepat jika produksi gas metana stabil. Namun, kadar organik yang terlalu tinggi
yang ditunjukkan pada efluen Rektor 1 dan 2 menyebabkan produksi asam
berlebih sehingga mengganggu proses metagenesis. Fluktuasi kadar organik
dapat terjadi karena pengadukan yang kurang optimal sehingga mikroba tidak
tercampur secara merata dan tidak dapat bekerja secara optimal.
Penghitungan nilai COD dari air umpan dan sampel (efluen) bertujuan
untuk mengetahui kandungan organik dalam sampel. Prinsip dari pengukuran
COD adalah dengan mengetahui banyaknya oksigen yang diperlukan mikroba
untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel. Semakin tinggi nilai
COD, maka kandungan organik dalam sampel pun semakin banyak. Dalam
analisis COD ini, reaksi yang berlangsung adalah adalah reaksi redoks dalam
keadaan asam
Sampel (efluen) perlu diencerkan terlebih dahulu sebanyak 25 kali agar
tidak terlalu pekat sehingga mempermudah penentuan titik akhir titrasi titik
Selain itu pengencer yang diperlukan agar Hach COD Digester dapat bekerja
secara optimum. Nilai COD aquades juga diukur sebagai blanko dalam tabung
harus ditambahkan 1,5 mL larutan kalium dikromat yang merupakan oksidator
kuat sebagai sumber oksigen. Selanjutnya ditambahkan juga 3,5 mL larutan
asam sulfat sebagai Ag2SO4 untuk menghilangkan gangguan dari klorida dan
mempercepat reaksi titik tabung hach dimasukkan ke dalam Hach COD
Digester selama 1,5 jam pada suhu 150oC secara duplo.
Efluen dari tabung hach kemudian didinginkan lalu dilakukan titrasi
menggunakan larutan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin. Titrasi dengan
larutan FAS bertujuan untuk mengetahui kalium bikromat yang tidak tereduksi.
Blanko berfungsi sebagai faktor pengoreksi Untuk menghindari adanya zat
organik dari pelarut yang ikut oksidasi saat reaksi berlangsung sehingga
volume titran yang diperoleh dari proses titrasi hanya volume titran yang
bereaksi dengan sampel. Dari percobaan ini, diperoleh nilai COD umpan dan
sampel (efluen) secara berurutan adalah 800 mg/L dan -7600 mg/L. Nilai COD
umpan masih terbilang tinggi dan nilai COD pada efluen juga didapatkan
minus (-). Hal ini bisa saja disebabkan oleh kemungkinan pengenceran yang
dilakukan terlalu besar, sehingga zat organik yang teroksidasi lebih sedikit.
Kemudian, dilakukan pengukuran nilai MLVSS (Mixed Liquor Volatile
Suspended Solid) dari sampel (efluen), di mana nilai MLVSS ini sama dengan
nilai VSS (Volatile Suspended Solid) nilai VSS merupakan kandungan organik
yang mudah teruapkan, yang nilainya dapat mewakili jumlah mikroorganisme
yang ada di dalamnya. Selain itu, dihitung juga TSS (Total Suspended Solid)

11
dan FSS (Fixed Suspended Solid). Pengukuran MLVSS dilakukan untuk
mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Dari
percobaan tersebut diperoleh nilai TSS, VSS, dan FSS secara berurutan sebesar
23.106, 21.940 dan 1.1660 mg/L. Dari nilai-nilai yang diperoleh tersebut, dapat
disimpulkan bahwa air limbah sudah memenuhi baku mutu dan dapat langsung
dibuang ke lingkungan. Artinya proses pengolahan aerobik sudah optimum
untuk menurunkan nilai MLVSS.

4.2.2 Pembahasan Avina Vidiati


Praktikum yang dilakukan ini menggunakan metode anaerobik pada
proses pengolahan air limbah. Metode anaerobik memiliki prinsip bahwa
pengolahan pendegradasi/prosesnya menggunakan mikroorganisme yang
berkembangnya itu harus kedap terhadap oksigen (O₂). Jika terdapat O₂ maka
mikroorganisme tidak dapat tumbuh (mati) atau bekerja dengan baik. Sehingga
pada pengolahan ini harus dipastikan bahwa mikroorganisme yang berada di
dalam reaktor itu dijaga dan terhindar dari bebasnya masuk O₂. Dan biasanya
tabung reaktor dilindungi menggunakan blanket untuk menutupi reaktor dari
sumber cahaya dari luar.
Reaktor yang digunakan sebanyak 2 buah reaktor anaerobik yang disusun
secara paralel, yang mana kandungan organik dari efluen reaktor nomor 1 tidak
akan mempengaruhi kandungan organik dari efluen reaktor nomor 2. Dalam
reaktor itu berisi sampel limbah+mikroorganisme anaerob yang kemudian
ditambahkan nutrisi sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme yang akan
mendekomposisi bahan organik, sehingga dapat menurunkan kandungan
organik dalam sampel. Setelah itu pengolahan anaerob akan dihasilkan gas
yang sebagian besar berupa gas metana (CH4) yang merupakan biogas sebagai
sumber energi alternatif. Volume gas metana yang terbentuk akan sama
nilainya dengan volume air yang keluar dari tabung gas collection. Gas CH4
yang terbentuk akan mendorong air keluar dari tabung gas collection sehingga
volume air yang keluar dari tabung gas collection tersebut sama dengan
volume gas metana yang terbentuk.
Dan praktikum ini termasuk kedalam pengolahan satu tahap yang
artinya semua proses mulai dari hidrolisis, asetogenesis dan metanogenesis
dilakukan dalam satu reaktor yang sama. Tahapan percobaan yang pertama
dilakukan adalah aklimatisasi mikroba yang bertujuan supaya mikroba dapat
beradaptasi terhadap lingkungan barunya (air umpan) dengan cara memberikan
air umpan pada laju alir secara bertahap.
Untuk praktikum kelompok kami menggunakan air umpan yang sudah
diolah selama 4 minggu di dalam reaktor. Kemudian diambil umpan sebanyak
60 mL yang kemudian dibagi beberapa mL untuk dilakukan penentuan
pengukuran COD kandungan organik yang ada pada umpan. Tentunya COD
awal akan tinggi yang disebabkan karena kualitas air tersebut masih
mengandung banyaknya kandungan bahan organik. Setelah itu di reaktor diberi
nutrisi ke dalam umpan supaya mikroba pendegradasi dapat tumbuh dan terjadi

12
proses pengolahan air. Nutrisi yang diberikan tersebut adalah sebesar 2000
mg/L yang berasal dari pembuatan secara sintetis campuran glukosa, amonium
hidrogen karbonat, kalium dihidrogen karbonat, natrium hidrogen karbonat,
dan kalium.
Air umpan diencerkan sebanyak 50 kali supaya tidak terlalu pekat,
sedangkan air sampel diencerkan sebanyak 25 kali dan siapkan juga larutan
blanko sebagai faktor pengoreksi. Dilanjut dengan memipet blanko, air umpan
dan air sampel yang sudah diencerkan sebanyak 2,5 mL. Setelah itu
ditambahkan dengan pereaksi kromat 1,5 mL dan pereaksi asam sulfat 3,5 mL
ke dalam tabung Hach. Percobaan ini dilakukan secara duplo sehingga
menggunakan 6 tabung Hach. Kemudian panaskan dalam COD Digester
selama 1 jam. Tunggu hingga tabung Hach tidak terlalu panas dan dilanjut
pindahkan larutan yang berada di tabung Hach ke dalam labu erlenmeyer untuk
dilakukan titrasi dengan FAS (ferro ammonium sulfat) 0,1 N menggunakan
indikator ferroin. Yang mula-mula blanko/umpan/sampel berwarna kuning
kehijauan berubah menjadi jingga kecoklatan yang artinya titik akhir titrasi
sudah tercapai. Pada analisis COD, dimana reaksi yang terjadi adalah reaksi
redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4 dimana dalam keadaan
asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat
mengoksidasi Fe dengan reaksi:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
COD awal yaitu sebesar 800 mg/L dan COD akhir sebesar -7600 mg/L.
Prinsip dari pengukuran COD adalah dengan mengetahui banyaknya oksigen
yang diperlukan mikroba untuk mengoksidasi kandungan organik dalam
sampel. Semakin tinggi nilai COD, maka kandungan organik dalam sampel
pun semakin banyak. Dalam analisis COD ini, terjadi penurunan nilai dapat
disebabkan karena kandungan-kandungan organik pada umpan telah
terdekomposisi oleh mikroba sehingga dihasilkan efluen atau air yang lebih
jernih. Akan tetapi hasil COD akhir yang menunjukkan nilai minus yang
diduga disebabkan karena pengenceran untuk sampel terlalu besar sehingga
kandungan organik dalam sampel hanya sedikit yang teroksidasi.
Selanjutnya pada proses pengolahan anaerob juga dihasilkan gas metan
(CH₄) sebagai hasil samping yang menjadi suatu kelebihan bagi pengolahan
dengan metode ini. Dilakukan pengukuran konsentrasi MLVSS (Mixed Liquor
Volatile Suspended Solids) secara gravimetri dalam menentukan kandungan
mikroorganisme. Untuk kasus ini nilai MLVSS sama dengan VSS (Volatile
Suspended Solids). Yang mana MLVSS merupakan komponen biomassa untuk
menyatakan konsentrasi mikroorganisme secara tidak langsung. Dan analisis
ini pun melakukan pengukuran terhadap Total Suspended Solids (TSS) dan
Fixed Suspended Solids (FSS). Yang mana total padatan tersuspensi dalam
reaktor (TSS) merupakan gabungan dari padatan tersuspensi volatil (VSS) dan
padatan tersuspensi tetap (FSS). Sehingga nilai VSS menunjukkan besarnya
bahan organik, sedangkan nilai FSS menunjukkan besarnya bahan anorganik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum itu didapatkan nilai MLVSS =

13
VSS yaitu sebesar 21.940 mg/L sedangkan nilai TSS sebesar 23.106 mg/L dan
nilai FSS adalah sebesar 1.1660 mg/L. Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
yang diperoleh menunjukkan bahwa air limbah ini dapat langsung dibuang ke
lingkungan karena nilai yang diperoleh sudah sesuai dengan baku mutu dan
sudah optimum dalam menurunkan nilai MLVSS pada proses pengolahan
aerobik..

4.2.3 Pembahasan Dina Safitri


Pada praktikum ini, dilakukan pengolahan air limbah dengan
menggunakan metode anaerobik. Metode pengolahan air limbah secara
anaerobik merupakan metode pengolahan untuk air limbah yang mempunyai
kandungan organik tinggi, yaitu 2000 mg/L. Menurut Mufida (2015), proses
pengolahan air limbah, khususnya yang mengandung pencemar senyawa
organik biodegradable yang tinggi, teknologi yang digunakan sebagian besar
menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa pencemar
organik tersebut. Mikroorganisme ini dikondisikan secara terkontrol, sehingga
aktivitasnya optimal untuk mendegradasi bahan organik tersebut. Kondisi
terkontrol yang dimaksud adalah kondisi anaerob di mana mikroorganisme
dapat hidup di lingkungan tanpa oksigen, mikroorganisme yang memegang
peranan penting yaitu bakteri Asetogenik dan Methanogenik. Bakteri tersebut
mengkonversi bahan organik primer atau sekunder menjadi gas. Pada
umumnya, bahan organik yang terkandung pada air limbah diukur dengan
parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Mixed Liquor Volatile
Suspended Solid (MLVSS) yang merupakan parameter pengukuran
pencemaran air oleh bahan-bahan organik.
Pada praktikum ini, digunakan air umpan yang telah disimpan dan
diolah dalam reaktor selama 4 minggu. Pengolahan yang dilakukan, yaitu
proses aklimatisasi mikroba dengan jalan memberikan umpan pada laju alir
rendah (), kemudian laju alir dinaikkan sebesar 0,2 L/detik hingga mencapai
laju alir 1,5 L/detik, kenaikan laju alir dihentikan dan dibiarkan reaksi
berlangsung selama beberapa hari. Proses aklimatisasi dilakukan bertujuan
untuk mengadaptasikan mikroorganisme dengan kondisi lingkungan yang
baru, termasuk sumber makanannya. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan
perubahan warna suspensi menjadi coklat kehitaman dan terjadi peningkatan
nilai MLVSS. Selanjutnya, dilakukan penentuan konsentrasi nutrisi bagi
mikroorganisme. Nutrisi yang diberikan yaitu sebanyak 2000 mg COD/L yang
berasal dari pembuatan secara sintetis campuran glukosa, amonium hidrogen
karbonat, kalium dihidrogen karbonat, natrium hidrogen karbonat, dan kalium.
Sebelum dilakukan penambahan nutrisi, dilakukan terlebih dahulu penentuan
kandungan organik (Chemical Oxygen Demand) yang terdapat pada umpan.
Nilai COD sebelum proses masih tinggi sehingga dilakukan proses
dekomposisi bahan organik untuk menurunkan kandungan organiknya secara
anaerobik. Selanjutnya, dilakukan penambahan nutrisi dan COD diukur dengan
cara titrasi menggunakan larutan FAS (Ferro Ammonium Sulfat) 0,1 N.

14
Selanjutnya, dilakukan penentuan kandungan organik (Chemical
Oxygen Demand) pada sampel. Sampel (efluen) yang akan dianalisis
diencerkan terlebih dahulu sebanyak 25 kali agar tidak terlalu pekat sehingga
mempermudah proses Hach COD Digester dan penentuan titik akhir titrasi,
sedangkan pada air umpan pengenceran dilakukan sebanyak 50 kali. Sampel
dimasukkan ke dalam tabung Hach, kemudian ditambahkan pereaksi Kalium
bikromat dan asam sulfat pekat. Pada analisis COD, dimana reaksi yang
terjadi adalah reaksi redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4
dimana dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan
sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe dengan reaksi:

Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O


Fe2+ Fe3+ + e

Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+ 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+

Kemudian, tabung Hach dimasukkan ke dalam Hach COD Digester


dan dipanaskan pada suhu 150 selama 2 jam. Sampel didinginkan kemudian
dititrasi dengan larutan FAS 0,1 N menggunakan indikator feroin sebanyak 3
tetes. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
coklat. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali (duplo). Diperoleh nilai COD pada
umpan sebesar 800 mg/L dan COD pada sampel sebesar -7600 mg/L.
Dihasilkan nilai negatif pada kandungan organik sampel dapat disebabkan
karena pengenceran yang dilakukan pada sampel terlalu besar sehingga hanya
sedikit kandungan organik dalam sampel yang teroksidasi. Pada proses ini
dilakukan juga penentuan kandungan organik pada blanko sebagai faktor
pengoreksi.

Selanjutnya, dilakukan pengukuran konsentrasi Mixed Liquor Volatile


Suspended Solids (MLVSS) secara gravimetri untuk menentukan kandungan
mikroorganisme, dalam hal ini nilai MLVSS ini sama dengan VSS (Volatile
Suspended Solids). MLVSS merupakan komponen biomassa untuk
menyatakan konsentrasi mikroorganisme secara tidak langsung. Pada analisis
ini juga dilakukan pengukuran terhadap Total Suspended Solids (TSS) dan
Fixed Suspended Solids (FSS). Total padatan tersuspensi dalam reaktor (TSS)
merupakan gabungan dari padatan tersuspensi volatil (VSS) dan padatan
tersuspensi tetap (FSS). Nilai VSS menunjukkan besarnya bahan organik,
sedangkan nilai FSS (Fixed Suspended Solids) menunjukkan besarnya bahan
anorganik. Berdasarkan praktikum, diperoleh nilai MLVSS = VSS, yaitu
sebesar 21.940 mg/L, nilai TSS sebesar 23.106 mg/L, dan nilai FSS adalah
sebesar 1.1660 mg/L.

4.2.4 Pembahasan Dini Nurcahya


Pada praktikum dilakukan pengolahan air limbah secara anaerobik.
Pada prinsipnya, pengolahan ini melibatkan mikroorganisme pendegradasi
bahan-bahan organik pada air limbah. Mikroorganisme tersebut tidak dapat

15
tumbuh atau bahkan akan mati jika pada reaktornya terdapat Oksigen bebas
(O2). Dengan demikian, pada pengolahan secara anaerobik, kondisi sistem
harus dijaga dengan ketat agar tidak adar oksigen bebas yang masuk.
Pengolahan secara anaerobik digolongkan menjadi dua berdasarkan tahap
reaksinya. Pada percobaan ini dilakukan pengolahan satu tahap, yang artinya
semua proses (hidrolisis, asetogenesis dan metanogenesis) dilakukan dalam
satu reaktor yang sama. Tahapan yang pertama dilakukan yaitu aklimatisasi
mikroba. Aklimatisasi bertujuan untuk mikroba agar dapat beradaptasi
terhadap lingkungan barunya dalam hal ini air umpan. Tahapan ini dilakukan
dengan cara memberikan air umpan pada laju alir yang bertahap.
Pada praktikum yang dilakukan, air umpan telah dimasukkan dan
diolah di dalam reaktor selama 4 minggu. Sebelum dilakukan penambahan
nutrisi, dilakukan pengukuran COD (kandungan organik) yang ada pada
umpan. COD awal yang ditentukan tentunya akan tinggi hal tersebut
dikarenakan kualitas air tersebut masih buruk dan mengandung banyaknya
kandungan bahan organik. Kemudian, nutrisi ditambahkan ke dalam umpan
tersebut agar mikroba pendegradasi dapat tumbuh dan terjadi proses
pengolahan air. Nutrisi yang diberikan tersebut adalah sebesar 2000 mg/L.
Pengukuran COD setelah 4 minggu ditentukan dengan cara titrasi oleh larutan
FAS (ferro ammonium sulfat).
Air umpan terlebih dahulu diencerkan sebanyak 50x agar tidak terlalu
pekat, sedangkan air sampel diencerkan sebanyak 25x. Sampel tersebut juga
ditambahkan dengan pereaksi kromat dan pereaksi asam sulfat. Setelah
dipanaskan dalam COD digester, sampel dititrasi dengan FAS menggunakan
indikator ferroin. Mula-mula sampel berwarna kuning kehijauan dan titik akhir
dicapai ketika warnanya berubah menjadi jingga kecoklatan. COD awal yaitu
sebesar 800 mg/L dan COD akhir sebesar -7600 mg/L. Penurunan ini
disebabkan karena kandungan-kandungan organik pada umpan telah
terdekomposisi oleh mikroba sehingga dihasilkan efluen atau air yang lebih
jernih. Akan tetapi hasil COD akhir yang menunjukkan nilai minus diduga
disebabkan karena pengenceran untuk sampel terlalu besar sehingga
kandungan organik dalam sampel hanya sedikit yang teroksidasi.
Selain itu, pada proses pengolahan anaerob juga dihasilkan gas metan
sebagai hasil samping yang tentunya hal ini menjadi kelebihan tersendiri bagi
pengolahan dengan metode ini. Untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada air
limbah (umpan) sebelum proses dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS.
Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah teruapkan, dimana jumlahnya
mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan
bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll.
ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri di dalam
sampel. Pada prinsipnya, pengukuran VSS ini menggunakan metode
gravimetri. Sampel terlebih dahulu disaring dengan kertas saring yang telah
diketahui beratnya. Endapan tersebut dimasukkan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya pula, kemudian dipanaskan dengan oven. Dilanjutkan

16
dengan pemanasan endapan dengan furnace. Dengan demikian, padatan yang
mudah menguap (VSS) dapat dihitung dengan mengurangi berat endapan
setelah pemanasan dengan furnace dan berat setelah pemanasan dengan oven.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh jumlah mikroorganisme yang dinyatakan
dalam VSS yaitu sebesar 21.940 mg/L .

17
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Diperoleh konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan, yaitu sebesar
800 mg/L dan konsentrasi kandungan organik (COD) dalam efluen setelah
percobaan berlangsung, yaitu sebesar -7600 mg/L.
2. Diperoleh kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS), yaitu
sebesar 21.940 mg/L.

5.2 Saran
Lebih teliti dalam melakukan proses pengenceran agar jumlah proses
pengenceran yang dilakukan tidak terlalu besar, sehingga kandungan organik yang
teroksidasi menjadi sedikit.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chernicharo, C. 2007. Anaerobic Reactors. IWA Publishing


Romli, Muhammad, dkk. PENENTUAN NILAI PARAMETER KINETIKA LUMPUR AKTIF
UNTUK PENGOLAHAN AIR LINDI SAMPAH (LEACHATE). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Topandi, A., dkk. 2015. Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik. Politeknik Negeri
Bandung

19

Anda mungkin juga menyukai