“PENGOLAHAN ANAEROBIK”
Disusun Oleh:
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Percobaan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Chemical Oxygen Demand 2
2.2 Tahapan Metode Secara Anaerobik 2
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengolahan Anaerobik 3
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Anaerobik 4
BAB III METODE PERCOBAAN 5
3.1 Alat dan Bahan 5
3.2 Cara Kerja 5
3.2.1 Tahap Percobaan 5
3.2.2 Penentuan Konsentrasi Nutrisi Bagi Mikroorganisme 6
3.2.3 Pengaruh Pengolahan Dua Tahap 6
3.2.4 Penentuan kandungan organic (Chemical Oxygen Demand/COD) sampel 7
3.2.5 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) 7
3.3 Keselamatan Kerja 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 9
4.1 Data Pengamatan dan Perhitungan 9
4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD) 9
4.1.2 Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) 9
4.2 Pembahasan 10
4.2.1 Pembahasan Aulia Syalwa Iskandar 10
4.2.2 Pembahasan Avina Vidiati 12
4.2.3 Pembahasan Dina Safitri 12
4.2.4 Pembahasan Dini Nurcahya 12
BAB V PENUTUP 15
5.1. Kesimpulan 15
5.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Skema Tahapan Reaksi Degradasi Air Limbah secara Anaerobik
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut
dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi
pendekomposisi atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan mengukur
kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap (mixed liquor volatile
suspended solids/MLVSS) dalam reaktor.
3
akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk
meningkatkan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.
● Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur
dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme,
unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substrat). Konsentrasi
substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang
optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi
substrat. Kandungan air dalam substrat dan homogenitas sistem juga
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi
akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat
kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.
● Zat Beracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat
menjadi penghambat racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada
konsentrasi yang tinggi. Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin
bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Mikroorganisme
penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada mikroorganisme
penghasil asam.
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air tersebut bisa disebut
dengan Mixed Liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi
pendekomposisi atau pendegradasi air limbah, maka ditentukan dengan mengukur
kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap, yakni Mixed Liquor
Volatile Suspended Solid (MLVSS) dalam reaktor.
4
BAB III
METODE PERCOBAAN
14 FAS
15 Indikator ferroin
16 Kertas saring
5
5. Tentukan kandungan mikroorganisme dalam reactor 1 maupun reactor 2
dengan cara menentukan MLVSS secara gravimetri
6. Lakukan percobaan inti yang meliputi pengaruh pengolahan dua tahap,
pengaruh suhu, dan pembebanan hidrolis
7. Tentukan konsentrasi organic (COD) dari efluen reactor 1 maupun reactor
2 setelah proses berjalan selama seminggu untuk mengetahui efisiensi
pengolahan
8. Catat total gas yang terbentuk pada reactor 1 dan reactor 2 setelah proses
berjalan selama seminggu untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.
6
3.2.4 Penentuan kandungan organic (Chemical Oxygen Demand/COD) sampel
7
3.3 Keselamatan Kerja
Mengenakan Alat Pelindung Diri lengkap. Gunakan peralatan kerja seperti kacamata
pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian, dan
sepatu tertutup untuk melindungi kaki. Lakukan praktikum sesuai dengan
prosedur/SOP.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 4,85
Blanko 2 4,80
Rata-rata 4,825
1 4,85
Umpan 2 4,70
Rata-rata 4,775
1 6,55
Sampel 2 5,00
Rata-rata 5,775
9
Berat kertas saring (b) 1,2254 gram
● Perhitungan :
𝑐−𝑎 6
𝑇𝑆𝑆 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 10
35,5270 − 34,3717 6
= 50
𝑥 10
= 23. 106 𝑚𝑔/𝐿
𝑐−𝑑 6
𝑉𝑆𝑆 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 10
35,5270 − 34,4300 6
= 50
𝑥 10
= 21. 940 𝑚𝑔/𝐿
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Aulia Syalwa Iskandar
Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan air limbah secara
anaerobik. Proses anaerobik merupakan proses pemecahan bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme dalam keadaan tanpa oksigen. Bahan utama yang
digunakan pada praktikum ini yaitu limbah cair yang memiliki COD ≥ 2000
mg/L. Peralatan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah 2 buah
reaktor anaerobik yang berfungsi sebagai tempat terjadinya dekomposisi
bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah. Prosesnya ini
dilakukan oleh mikroorganisme. Pada praktikum ini, 2 buah reaktor anaerobik
tersebut disusun secara paralel, di mana kandungan organik dari efluen salah
satu reaktor tidak akan mempengaruhi kandungan organik dari efluen reaktor
lainnya.
Pengolahan anaerobik merupakan pengolahan air limbah dengan
mikroorganisme tanpa menggunakan oksigen (udara). Kehadiran O2 dalam
sistem pengolahan dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
dekomposisi bahan organik dalam air limbah terganggu titik pengolahan secara
anaerobik digunakan untuk air limbah yang mengandung bahan organik COD ≥
2000 mg/L. Dalam sampel limbah, ditambahkan nutrisi sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme yang akan men dekomposisi bahan organik
sehingga menurunkan kandungan organik dalam sampel.
Pada pengolahan anaerob, akan dihasilkan gas yang sebagian besar
berupa gas metana (CH4). Gas tersebut merupakan biogas yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Volume gas metana yang
terbentuk dari proses pengolahan limbah secara aerobik ini akan sama nilainya
10
dengan volume air yang keluar dari tabung gas collection. Gas metana yang
terbentuk tersebut akan mendorong air keluar dari tabung gas collection
sehingga volume air yang keluar dari tabung gas collection tersebut sama
dengan volume gas metana yang terbentuk.
Praktikum ini menggunakan pengolahan satu tahap titik dimana reaksi
pengolahan yang meliputi reaksi hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis
berlangsung dalam satu reaktor. Secara teoritis penurunan kadar organik relatif
cepat jika produksi gas metana stabil. Namun, kadar organik yang terlalu tinggi
yang ditunjukkan pada efluen Rektor 1 dan 2 menyebabkan produksi asam
berlebih sehingga mengganggu proses metagenesis. Fluktuasi kadar organik
dapat terjadi karena pengadukan yang kurang optimal sehingga mikroba tidak
tercampur secara merata dan tidak dapat bekerja secara optimal.
Penghitungan nilai COD dari air umpan dan sampel (efluen) bertujuan
untuk mengetahui kandungan organik dalam sampel. Prinsip dari pengukuran
COD adalah dengan mengetahui banyaknya oksigen yang diperlukan mikroba
untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel. Semakin tinggi nilai
COD, maka kandungan organik dalam sampel pun semakin banyak. Dalam
analisis COD ini, reaksi yang berlangsung adalah adalah reaksi redoks dalam
keadaan asam
Sampel (efluen) perlu diencerkan terlebih dahulu sebanyak 25 kali agar
tidak terlalu pekat sehingga mempermudah penentuan titik akhir titrasi titik
Selain itu pengencer yang diperlukan agar Hach COD Digester dapat bekerja
secara optimum. Nilai COD aquades juga diukur sebagai blanko dalam tabung
harus ditambahkan 1,5 mL larutan kalium dikromat yang merupakan oksidator
kuat sebagai sumber oksigen. Selanjutnya ditambahkan juga 3,5 mL larutan
asam sulfat sebagai Ag2SO4 untuk menghilangkan gangguan dari klorida dan
mempercepat reaksi titik tabung hach dimasukkan ke dalam Hach COD
Digester selama 1,5 jam pada suhu 150oC secara duplo.
Efluen dari tabung hach kemudian didinginkan lalu dilakukan titrasi
menggunakan larutan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin. Titrasi dengan
larutan FAS bertujuan untuk mengetahui kalium bikromat yang tidak tereduksi.
Blanko berfungsi sebagai faktor pengoreksi Untuk menghindari adanya zat
organik dari pelarut yang ikut oksidasi saat reaksi berlangsung sehingga
volume titran yang diperoleh dari proses titrasi hanya volume titran yang
bereaksi dengan sampel. Dari percobaan ini, diperoleh nilai COD umpan dan
sampel (efluen) secara berurutan adalah 800 mg/L dan -7600 mg/L. Nilai COD
umpan masih terbilang tinggi dan nilai COD pada efluen juga didapatkan
minus (-). Hal ini bisa saja disebabkan oleh kemungkinan pengenceran yang
dilakukan terlalu besar, sehingga zat organik yang teroksidasi lebih sedikit.
Kemudian, dilakukan pengukuran nilai MLVSS (Mixed Liquor Volatile
Suspended Solid) dari sampel (efluen), di mana nilai MLVSS ini sama dengan
nilai VSS (Volatile Suspended Solid) nilai VSS merupakan kandungan organik
yang mudah teruapkan, yang nilainya dapat mewakili jumlah mikroorganisme
yang ada di dalamnya. Selain itu, dihitung juga TSS (Total Suspended Solid)
11
dan FSS (Fixed Suspended Solid). Pengukuran MLVSS dilakukan untuk
mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Dari
percobaan tersebut diperoleh nilai TSS, VSS, dan FSS secara berurutan sebesar
23.106, 21.940 dan 1.1660 mg/L. Dari nilai-nilai yang diperoleh tersebut, dapat
disimpulkan bahwa air limbah sudah memenuhi baku mutu dan dapat langsung
dibuang ke lingkungan. Artinya proses pengolahan aerobik sudah optimum
untuk menurunkan nilai MLVSS.
12
proses pengolahan air. Nutrisi yang diberikan tersebut adalah sebesar 2000
mg/L yang berasal dari pembuatan secara sintetis campuran glukosa, amonium
hidrogen karbonat, kalium dihidrogen karbonat, natrium hidrogen karbonat,
dan kalium.
Air umpan diencerkan sebanyak 50 kali supaya tidak terlalu pekat,
sedangkan air sampel diencerkan sebanyak 25 kali dan siapkan juga larutan
blanko sebagai faktor pengoreksi. Dilanjut dengan memipet blanko, air umpan
dan air sampel yang sudah diencerkan sebanyak 2,5 mL. Setelah itu
ditambahkan dengan pereaksi kromat 1,5 mL dan pereaksi asam sulfat 3,5 mL
ke dalam tabung Hach. Percobaan ini dilakukan secara duplo sehingga
menggunakan 6 tabung Hach. Kemudian panaskan dalam COD Digester
selama 1 jam. Tunggu hingga tabung Hach tidak terlalu panas dan dilanjut
pindahkan larutan yang berada di tabung Hach ke dalam labu erlenmeyer untuk
dilakukan titrasi dengan FAS (ferro ammonium sulfat) 0,1 N menggunakan
indikator ferroin. Yang mula-mula blanko/umpan/sampel berwarna kuning
kehijauan berubah menjadi jingga kecoklatan yang artinya titik akhir titrasi
sudah tercapai. Pada analisis COD, dimana reaksi yang terjadi adalah reaksi
redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4 dimana dalam keadaan
asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat
mengoksidasi Fe dengan reaksi:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
COD awal yaitu sebesar 800 mg/L dan COD akhir sebesar -7600 mg/L.
Prinsip dari pengukuran COD adalah dengan mengetahui banyaknya oksigen
yang diperlukan mikroba untuk mengoksidasi kandungan organik dalam
sampel. Semakin tinggi nilai COD, maka kandungan organik dalam sampel
pun semakin banyak. Dalam analisis COD ini, terjadi penurunan nilai dapat
disebabkan karena kandungan-kandungan organik pada umpan telah
terdekomposisi oleh mikroba sehingga dihasilkan efluen atau air yang lebih
jernih. Akan tetapi hasil COD akhir yang menunjukkan nilai minus yang
diduga disebabkan karena pengenceran untuk sampel terlalu besar sehingga
kandungan organik dalam sampel hanya sedikit yang teroksidasi.
Selanjutnya pada proses pengolahan anaerob juga dihasilkan gas metan
(CH₄) sebagai hasil samping yang menjadi suatu kelebihan bagi pengolahan
dengan metode ini. Dilakukan pengukuran konsentrasi MLVSS (Mixed Liquor
Volatile Suspended Solids) secara gravimetri dalam menentukan kandungan
mikroorganisme. Untuk kasus ini nilai MLVSS sama dengan VSS (Volatile
Suspended Solids). Yang mana MLVSS merupakan komponen biomassa untuk
menyatakan konsentrasi mikroorganisme secara tidak langsung. Dan analisis
ini pun melakukan pengukuran terhadap Total Suspended Solids (TSS) dan
Fixed Suspended Solids (FSS). Yang mana total padatan tersuspensi dalam
reaktor (TSS) merupakan gabungan dari padatan tersuspensi volatil (VSS) dan
padatan tersuspensi tetap (FSS). Sehingga nilai VSS menunjukkan besarnya
bahan organik, sedangkan nilai FSS menunjukkan besarnya bahan anorganik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum itu didapatkan nilai MLVSS =
13
VSS yaitu sebesar 21.940 mg/L sedangkan nilai TSS sebesar 23.106 mg/L dan
nilai FSS adalah sebesar 1.1660 mg/L. Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
yang diperoleh menunjukkan bahwa air limbah ini dapat langsung dibuang ke
lingkungan karena nilai yang diperoleh sudah sesuai dengan baku mutu dan
sudah optimum dalam menurunkan nilai MLVSS pada proses pengolahan
aerobik..
14
Selanjutnya, dilakukan penentuan kandungan organik (Chemical
Oxygen Demand) pada sampel. Sampel (efluen) yang akan dianalisis
diencerkan terlebih dahulu sebanyak 25 kali agar tidak terlalu pekat sehingga
mempermudah proses Hach COD Digester dan penentuan titik akhir titrasi,
sedangkan pada air umpan pengenceran dilakukan sebanyak 50 kali. Sampel
dimasukkan ke dalam tabung Hach, kemudian ditambahkan pereaksi Kalium
bikromat dan asam sulfat pekat. Pada analisis COD, dimana reaksi yang
terjadi adalah reaksi redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4
dimana dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan
sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe dengan reaksi:
15
tumbuh atau bahkan akan mati jika pada reaktornya terdapat Oksigen bebas
(O2). Dengan demikian, pada pengolahan secara anaerobik, kondisi sistem
harus dijaga dengan ketat agar tidak adar oksigen bebas yang masuk.
Pengolahan secara anaerobik digolongkan menjadi dua berdasarkan tahap
reaksinya. Pada percobaan ini dilakukan pengolahan satu tahap, yang artinya
semua proses (hidrolisis, asetogenesis dan metanogenesis) dilakukan dalam
satu reaktor yang sama. Tahapan yang pertama dilakukan yaitu aklimatisasi
mikroba. Aklimatisasi bertujuan untuk mikroba agar dapat beradaptasi
terhadap lingkungan barunya dalam hal ini air umpan. Tahapan ini dilakukan
dengan cara memberikan air umpan pada laju alir yang bertahap.
Pada praktikum yang dilakukan, air umpan telah dimasukkan dan
diolah di dalam reaktor selama 4 minggu. Sebelum dilakukan penambahan
nutrisi, dilakukan pengukuran COD (kandungan organik) yang ada pada
umpan. COD awal yang ditentukan tentunya akan tinggi hal tersebut
dikarenakan kualitas air tersebut masih buruk dan mengandung banyaknya
kandungan bahan organik. Kemudian, nutrisi ditambahkan ke dalam umpan
tersebut agar mikroba pendegradasi dapat tumbuh dan terjadi proses
pengolahan air. Nutrisi yang diberikan tersebut adalah sebesar 2000 mg/L.
Pengukuran COD setelah 4 minggu ditentukan dengan cara titrasi oleh larutan
FAS (ferro ammonium sulfat).
Air umpan terlebih dahulu diencerkan sebanyak 50x agar tidak terlalu
pekat, sedangkan air sampel diencerkan sebanyak 25x. Sampel tersebut juga
ditambahkan dengan pereaksi kromat dan pereaksi asam sulfat. Setelah
dipanaskan dalam COD digester, sampel dititrasi dengan FAS menggunakan
indikator ferroin. Mula-mula sampel berwarna kuning kehijauan dan titik akhir
dicapai ketika warnanya berubah menjadi jingga kecoklatan. COD awal yaitu
sebesar 800 mg/L dan COD akhir sebesar -7600 mg/L. Penurunan ini
disebabkan karena kandungan-kandungan organik pada umpan telah
terdekomposisi oleh mikroba sehingga dihasilkan efluen atau air yang lebih
jernih. Akan tetapi hasil COD akhir yang menunjukkan nilai minus diduga
disebabkan karena pengenceran untuk sampel terlalu besar sehingga
kandungan organik dalam sampel hanya sedikit yang teroksidasi.
Selain itu, pada proses pengolahan anaerob juga dihasilkan gas metan
sebagai hasil samping yang tentunya hal ini menjadi kelebihan tersendiri bagi
pengolahan dengan metode ini. Untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada air
limbah (umpan) sebelum proses dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS.
Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah teruapkan, dimana jumlahnya
mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan
bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll.
ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri di dalam
sampel. Pada prinsipnya, pengukuran VSS ini menggunakan metode
gravimetri. Sampel terlebih dahulu disaring dengan kertas saring yang telah
diketahui beratnya. Endapan tersebut dimasukkan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya pula, kemudian dipanaskan dengan oven. Dilanjutkan
16
dengan pemanasan endapan dengan furnace. Dengan demikian, padatan yang
mudah menguap (VSS) dapat dihitung dengan mengurangi berat endapan
setelah pemanasan dengan furnace dan berat setelah pemanasan dengan oven.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh jumlah mikroorganisme yang dinyatakan
dalam VSS yaitu sebesar 21.940 mg/L .
17
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Diperoleh konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan, yaitu sebesar
800 mg/L dan konsentrasi kandungan organik (COD) dalam efluen setelah
percobaan berlangsung, yaitu sebesar -7600 mg/L.
2. Diperoleh kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS), yaitu
sebesar 21.940 mg/L.
5.2 Saran
Lebih teliti dalam melakukan proses pengenceran agar jumlah proses
pengenceran yang dilakukan tidak terlalu besar, sehingga kandungan organik yang
teroksidasi menjadi sedikit.
18
DAFTAR PUSTAKA
19