Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PENELITIAN

PENGUJIAN KUALITAS BIODIESEL YANG


DIHASILKAN DENGAN KATALIS HETEROGEN
ABU DAUN KUCAI DENGAN PARAMETER BERAT
KATALIS, RASIO MOL MINYAK TERHADAP
METANOL DAN WAKTU REAKSI

TOBY FEBIANTO
180405096

DAVID
180405103

LAPORAN PENELITIAN BERIKUT DIAJUKAN UNTUK


MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI
SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian dengan judul
“Pengujian Kualitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Katalis Heterogen Abu
Daun Kucai dengan Parameter Berat Katalis, Rasio Minyak Terhadap
Metanol dan Waktu Reaksi”
Adapun tujuan dari penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Teknik, Departemen Teknik
Kimia, Universitas Sumatera Utara.
Dengan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Okta Bani, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya
membimbing Penulis dalam proses penyusunan dan penulisan proposal.
2. Prof. Ir. Indra Surya M.Sc., Ph.D selaku Dosen Penguji atas saran dan bantuan
yang telah diberikan untuk kesempurnaan penulisan proposal.
3. Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan
laporan penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, 22 Febuari 2022

Penulis I Penulis II

(Toby Febianto) (David)

i
ABSTRAK

Tanaman kucai (Allium schoenoprasum) berasal dari leluhur liar yang


merupakan penduduk asli Eropa dan Asia. Dimana saat ini daun kucai
telah dimanfaatkan sebagai sayuran hijau atau rempah-rempah di seluruh
dunia secara musiman, terutama pada daerah benua Asia. Dikarenakan
hanya dimanfaatkan secara musiman sebagai bahan pangan, daun kucai
masih belum mencapai titik optimal dalam pemanfaatannya. Abu daun
kucai memiliki logam tinggi, sehingga berpotensi dalam penggunaannya
sebagai katalis pembuatan biodiesel. Bedasarkan hasil karakterisasi SEM-
EDX, diperoleh kandungan abu daun kucai pada kalsinasi suhu 600 C
sebesar 26,14% untuk Kalium Oksida dan 17,55% Kalsium Oksida.
Dengan dua kandungan lainnya yang tinggi yaitu Karbon berkisar pada
21,94 % dan Difosfor Pentoksida sebesar 22,05%. Hasil yield terbaik dari
pembuatan biodiesel terdapat pada kondisi operasi suhu reaksi 60 C,
jumlah katalis 3%, perbandingan mol minyak dan metanol 1:12, dan
waktu reaksi 120 menit dengan nilai 94,42%. Hasil analisa sifat fisika
biodiesel telah memenuhi standar SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, EN
14214/09 bedasarkan nilai densitas, viskositas, kadar air, dan total
gliserol. Akan tetapi, pada analisa kemurnian biodiesel masih tidak
memenuhi standar, sebagaimana diperoleh kandungan metil ester sebesar
69,13477% dan kandungan trigliserida sebesar 18,8353%. Hal berikut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, terutama seperti permasalahan
katalis abu daun kucai yang tidak dapat memaksimalkan kontak antara
trigliserida terhadap metanol sehingga reaksi tidak dapat mengarah pada
produk biodiesel.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA i
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 BIODIESEL 8
2.2 REAKSI TRANSESTERIFIKASI 9
2.3 BAHAN BAKU 12
2.3.1 Minyak Kelapa 12
2.3.2 Metanol 14
2.3.3 Abu Daun Kucai 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17
3.1 LOKASI PENELITIAN DAN WAKTU PENELITIAN 17
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 17
3.2.1 Bahan Penelitian 17
3.2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa 17
3.2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia Daun Kucai 18
3.2.1.3 Sifat Fisika dan Kimia Metanol 18
3.2.2 Peralatan 18
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN 19
3.3.1 Tahap Pembuatan Katalis Heterogen

iii
Abu Daun Kucai 19
3.3.2 Tahap Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Kelapa dengan Proses Transesterifikasi 19
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 20
3.4.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Daun Kucai 20
3.4.2 Tahap Transesterifikasi 20
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 22
3.5.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Daun Kucai 23
3.5.2 Tahap Transesterifikasi 23
3.6 PROSEDUR ANALISIS 24
3.6.1 Analisa Kadar FFA Minyak Kelapa 24
3.6.2 Analisa Kadar K2O/CaO Abu Daun Kucai 24
3.6.3 Analisa Densitas Biodiesel 24
3.6.4 Analisa Viskositas Kinematik Biodiesel 24
3.6.5 Analisa Kemurnian Biodiesel 24
3.6.6 Analisa Yield Biodiesel 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1 ANALISA BAHAN BAKU 25
4.1.1 Hasil Analisis Minyak Kelapa Sawit 25
4.1.2 Hasil Analisis dan Karaterisasi SEM-EDX
Serbuk dan Abu Daun Kucai 25
4.2 ANALISIS PROSES TRANSESTERIFIKASI 27
4.2.1 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel 27
4.2.2 Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol
Terhadap Yield Biodiesel 29
4.2.2 Pengaruh Waktu Reaksi Transesterifikasi
Terhadap Yield Biodiesel 30
4.3 ANALISIS SIFAT FISIKA BIODIESEL 31
4.4 ANALISIS GUGUS METIL ESTER
DENGAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) 32
4.5 ANALISA METIL ESTER DENGAN GAS
CHROMATOGRAPHY (GC) 33

iv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 35
5.1 KESIMPULAN 35
5.2 SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 37

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol 10
Gambar 2.2 Rasio Asam Lemak Jenuh dan Tidak Jenuh
dari Berbagai Minyak 14
Gambar 3.1 Flowchart Tahap Pembuatan Katalis Heterogen
Daun Abu Kucai 22
Gambar 3.2 Flowchart Tahap Transesterifikasi Minyak Kelapa 23
Gambar 4.1 Hasil Analisis SEM (a) Serbuk Daun Kucai dan (b) Abu daun
kucai pada kaslinasi suhu 600˚C pada Perbesaran 3000x 27
Gambar 4.2 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel pada
Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi 60 ˚C, Rasio
Mol Minyak dan Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 90 menit 28
Gambar 4.3 Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol terhadap Yield
Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi
60 ˚C, Jumlah Katalis Optimum 3% dan Waktu Reaksi 90
menit. 29
Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Reaksi Transesterfikasi terhadap Yield
Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi
60 ˚C, Jumlah Katalis Optimum 3% dan Rasio Mol Minyak
dan Metanol 1:12 30
Gambar 4.5 Karakteristik FTIR biodiesel pada kondisi operasi katalis 3%;
rasio minyak terhadap metanol 1:12 selama 120 menit pada
suhu 60˚C 32
Gambar 4.6 Kromatogram komposisi biodiesel pada kondisi operasi
katalis 3%; rasio minyak terhadap metanol 1:12 selama 120
menit pada suhu 60˚C 33
Gambar C.1 Reaksi Transesterifikasi dengan Metanol LC-1
Gambar D.1 Hasil Analisis SEM-EDX Serbuk Daun Kucai LD-1
Gambar D.2 Hasil Analisis SEM-EDX Abu Daun Kucai LD-2
Gambar D.3 Hasil Analisis GC Biodiesel LD-4
Gambar E.1 Sampel Minyak Kelapa Sawit LE-1

vi
Gambar E.2 (a) Serbuk Daun Kucai Sebelum Kalsinasi dan (b) Serbuk
Daun Kucai Setelah Kalsinasi LE-1
Gambar E.3 Foto Proses Transesterifikasi LE-2
Gambar E.4 Foto Proses Pemisahan Metil Ester dan Gliserol LE-3
Gambar E.5 Foto Proses Pencucian Metil Ester LE-4
Gambar E.6 Foto Produk Akhir Biodiesel LE-5

vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit 4
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Heterogen 5
Tabel 2.1 Standar Biodiesel Bedasarkan SNI 7182:2015,
ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09 9
Tabel 2.2 Data Mikro dan Makronutrien dalam Kucai Mentah
yang dibeku-keringkan 15
Tabel 3.1 Daftar Bahan yang Digunakan Beserta Fungsinya 17
Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa 17
Tabel 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Daun Kucai 18
Tabel 3.4 Sifat Fisika dan Kimia Metanol 18
Tabel 3.5 Rancangan Penelitian dengan Variasi Berat Katalis 19
Tabel 3.6 Rancangan Penelitian dengan Variasi Rasio Mol Minyak
terhadap Metanol 20
Tabel 3.7 Rancangan Penelitian dengan Variasi Waktu Reaksi 20
Tabel 4.1 Komposisi Senyawa dalam Serbuk dan Abu Daun Kucai 26
Tabel 4.2 Perbandingan Sifat Fisika Biodiesel yang Diperoleh dari
Penelitian dengan, SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, dan
EN 14214/09 31
Tabel 4.3 Komposisi Biodiesel yang Diperoleh dari Penelitian serta
Perbandingan Terhadap, SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09,
dan EN 14214/09 34
Tabel A.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit LA-1
Tabel A.2 Komposisi Trigliserida Minyak Kelapa Sawit LA-1
Tabel A.3 Data Perhitungan Kadar Air Minyak Sawit dan Biodiesel LA-2
Tabel B.1 Data Pengaruh Berat Katalis terhadap Yield Biodiesel LB-1
Tabel B.2 Data Pengaruh Rasio Mol Minyak dengan Metanol terhadap
Yield Biodiesel LB-1
Tabel B.3 Data Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biodiesel LB-1

viii
Tabel B.4 Hasil Analisis Densitas, Viskositas Kinematik dan
Kemurnian pada Biodiesel pada Yield Terbaik LB-2

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU LA-1
LA.1 KOMPOSISI FFA MINYAK KELAPA SAWIT LA-1
LA.2 KOMPOSISI TRIGLISEIRDA MINYAK
KELAPA SAWIT LA-1
LA.3 KADAR FREE FATTY ACID (FFA) PADA
MINYAK KELAPA SAWIT LA-2
LA.4 KADAR AIR MINYAK SAWIT DAN
BIODIESEL LA-2
LAMPIRAN B DATA PENELITIAN LB-1
LB.1 DATA YIELD BIODIESEL LB-1
LB.2 DATA DENSITAS, VISKOSITAS DAN
KADAR ESTER BIODIESEL LB-1
LAMPIRAN C DATA PENELITIAN LC-1
LC.1 PERHITUNGAN KEBUTUHAN METANOL LC-1
LC.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN KATALIS LC-1
LC.3 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL LC-2
LC.4 PERHITUNGAN VISKOSITAS KINEMATIK
BIODIESEL LC-3
LC.5 PERHTIUNGAN YIELD BIODIESEL LC-4
LAMPIRAN D HASIL ANALISIS LD-1
LD.1 HASIL ANALISIS SEM-EDX SERBUK DAN
ABU DAUN KUCAI LD-1
LD.2 HASIL ANALISIS GC BIODIESEL LD-4
LAMPIRAN E DOKUMENTASI PENELITIAN LC-1
LE.1 FOTO PERSIAPAN BAHAN BAKU
PENELITIAN LE-1
LE.2 FOTO PERSIAPAN KATALIS LE-1
LE.3 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI LE-2

x
DAFTAR SINGKATAN

AOCS American Oil Chemist Society


ASTM American Standard Testing and Material
cSt sentistokes
EDX Energy Dispersive Spectroscopy
EN European Standard
FFA Free Fatty Acid
GC Gas Chromatography
OECD Organization for Economic Co-operation and Development
SEM Scanning Electron Microscope
SNI Standar Nasional Indonesia

xi
BAB I
PENDAHULUAN

4.1 LATAR BELAKANG


Meningkatnya permintaan akan energi dengan terbatasnya sumber daya
berbasis fosil menyebabkan terjadinya peningkatan akan kebutuhan sumber energi
berkelanjutan dan terbarukan. Sumber energi alternatif yang cocok dengan bahan
bakar fosil adalah sumber bahan bakar terbarukan berbabis biomassa, dimana
sumber energi ini telah menyumbang hampir 59% dari total sumber energi
terbarukan pada tahun 2015 bagi Uni Eropa. Komitmen Uni Eropa untuk energi
terbarukan diharapkan meningkat 55-75% pada tahun 2050 (Sharma dkk, 2020).
Bahan bakar biomassa dapat berupa aditif bahan bakar atau hampir digunakan
secara murni. Karakteristik umum mereka adalah bahan mentah dan sifat
terbarukannya (renewable) (Mizik dan Gabor, 2021).
Biodiesel merupakan energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari berbagai
jenis sumber biomassa di alam. Biodiesel dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti diesel petro yang bermasalah terhadap lingkungan (Niawanti, 2020).
Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel diyakini
tidak menyebabkan pemanasan global separah bahan bakar fosil dikarenakan
kandungan karbon dalam trigliserida berasal dari karbon dioksida diudara (Marjaya
dkk, 2015)
Biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber seperti minyak kelapa
sawit, minyak jelantah, minyak dedak padi dan ganggang (Niawanti, 2020). Secara
kimia, biodiesel adalah metil ester yang diperoleh dari pencampuran asam lemak
rantai panjang yang dberasal dari sumber hayati seperti minyak nabati dan lemak
hewani. Kelapa sawit merupakan salah satu jenis biomassa yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biodiesel. Minyak kelapa sawit atau Crude
Palm Oil (CPO) off grade memiliki kadar asam lemak bebas tinggi yang diperoleh
dari tangki limbah setelah proses pemisahan minyak. Rendemen yang dihasilkan
oleh minyak sawit sebesar 28%. Hal ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki
minyak kelapa swait sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Mardawati dkk,
2019).

1
Karakteristik minyak terbagi menjadi dua, yakni karakteristik fisik dan
kimia. Karakteristik fisik minyak terdiri atas warna, aroma, daya larut, titik cair,
titik didih, titik leleh, massa jenis, viskositas dan indeks bias, sedangkan
karakteristik kimia terdiri atas komposisi asam lemak, jumlah asam lemak bebas
(FFA), bilangan peroksida (PV) dan titik asap. Beberapa karakteristik yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas minyak adalah asam lemak bebas, bilangan
peroksida, titik asap dan komposisi asam lemak (Taufik dan Hermawan, 2018).
Secara konvensional, biodiesel diproduksi melalui proses transesterifikasi
minyak nabati atau lemak hewani. Dalam reaksinya, molekul triasilgliserol, selaku
komponen utama minyak nabati, bereaksi dengan tiga molekul alkohol rantai
pendek, biasanya, metanol atau etanol, dengan adanya katalis akan menghasilkan
tiga molekul metil asam lemak atau etil ester (FAME atau FAEE, masing-masing)
dan satu molekul gliserol. Katalis digunakan untuk mempercepat laju proses
transesterifikasi dan dapat dibagi menjadi dua, yakni katalis homogen dan
heterogen (Ferreira dkk, 2019).
Secara umum, jenis katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi di
di industri adalah katalis basa homogen. Proses katalitik basa homogen memiliki
keunggulan seperti waktu reaksi yang lebih cepat dibanding proses katalitik asam.
Meskipun demikian, penggunaan katalis basa homogen untuk transesterifikasi
memiliki kekurangan diantaranya proses pemisahan yang lebih sulit, pemurnian
dan selektivitasnya terhadap kandungan asam lemak bebas (ALB) pada bahan yang
digunakan (Wahyudin dkk, 2018). Maka pada produksi biodiesel penggunaan
katalis heterogen disadari sebagai pilihan terbaik. Katalis heterogen dapat dengan
mudah digunakan, dipulihkan dan aman terhadap lingkungan (Faraque dkk, 2020).
Metode pembuatan biodiesel skala industri pada umumnya menggunakan
katalis homogen yang dapat berdampak pada biaya produksi berupa proses
pemisahan dan pemurnian serta biaya dari proses pengembangan sintesa permulaan
atau operasional (Chua, dkk, 2020).
Katalis basa heterogen yang biasanya dipakai adalah CaO dan K2O (Sinaga
dkk, 2018). Salah satu bahan alami yang mengandung kalsium dan kalium yang
tinggi adalah daun kucai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iksen dkk
(2019), didapati kandungan kadar kalium sebesar (321,1147 ± 0,9891) mg/100 g,

2
kadar kalsium sebesar (47,4054 ± 0,7960) mg/100 g dan kandungan natrium
sebesar (10,0729 ± 0,0619) mg/100 g. Kandungan daun kucai mentah dan kering
juga pernah diamati oleh Snafi (2013), dimana dalam 100 gram daun kucai kering
mengandung kalium dan kalsium masing-masing sebanyak 2.960 mg dan 813 mg.
Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi penelitian ini
disajikan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Pada Tabel 1.1 menunjukan rangkuman
penelitian terdahulu mengenai pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak
kelapa sawit, yakni Ristianingsih dkk (2015) dengan yield tertinggi 65,38%, Oko
dan Irmawati (2017) dengan yield tertinggi 90,74% dan Rasyid (2018) dengan yield
tertinggi 97%. Tabel 1.2 menunjukan rangkuman penelitian terlebih dahulu
mengenai pembuatan biodiesel dengan katalis heterogen basa, yakni Erwin dkk
(2014) dengan katalis abu batang pisang menghasilkan yield tertinggi 76,7%,
Kusyanto dan Aditya(2017) dengan katalis abu sekam padi menghasilkan yield
tertinggi 67%, Sinaga dkk (2018) dengan katalis kulit kokoa menghasilkan yield
tertinggi 92,68%.

3
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel Menggunakan Minyak Kelapa Sawit

No Nama Judul Variabel Proses Hasil

Yield tertinggi sebesar


Pembuatan Biodiesel dari Crude
Rasio mol minyak:metanol = 1:3, 65,38% dengan
Palm Oil (CPO) Sebagai Bahan
1. Ristianingsih dkk, 2015 1:4, 1:5, 1:6 perbandingan mol minyak :
Bakar Alternatif Melalui Proses
Berat katalis = 0,25 – 1 % metanol = 1:3 dan berat
Transesterifikasi Langsung
katalis 1%

Suhu Kalsinasi = 900oC


Sintesis Biodiesel dari Minyak Yield tertinggi = 90,47%
Waktu kalnisasi = 2,5 jam
Sawit Menggunakan Katalis CaO dengan perbandingan mol
2. Oko dan Irmawati, 2017 Rasio mol minyak:metanol = 1:6,
Superbasa dari Pemanfaatan minyak : metanol = 1:12
1:9 dan 1:12
Limbah Cangkang Telur Ayam dan berat katalis 1,5%
Berat katalis = 1 - 2 %

The Production Of Biodiesel From Berat katalis = 1-5% Konversi tertinggi = 90 %


A Traditional Coconut Oil Using Waktu transesterifikasi = dengan kemurnian = 97%
3. Rasyid dkk, 2018
NaOH/γ-Al2O3 Heterogeneous 60,120,180,240 dan 300 menit pada variasi waktu 180
Catalyst Rasio mol minyak:etanol = 1:2 menit dan berat katalis 3%

4
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel Menggunakan Katalis Heterogen

No Nama Judul Variabel Proses Hasil

Berat katalis = 2,4,6,8 dan 19%


Pemanfaatan Abu Batang Pisang
Suhu kalsinasi = 600oC
(Musa Paradisiaca) dengan Variasi Yield tertinggi = 76,8%
1 Erwin dkk, 2014 Waktu refuks = 120 menit
Berat Abu sebagai Katalisd dalam dengan berat katalis 8%
Suhu refluks = 55oC
Pembuatan Biodiesel
Rasio mol minyak:metanol = 1:6

Pemanfaatan Abu Sekam Padi


Suhu kalnisasi = 500oC
Kusyanto dan Menjadi Katalis Heterogen dalam Yield tertinggi = 67% dengan
2 Waktu kalnisasi = 3 jam
Aditya, 2017 Pembuatan Biodiesel dari Minyak berat katalis 25%
Berat katalis = 10,15,120 dan 25%
Sawit

Utilization of cacao peel waste to Suhu kalsinasi = 650,700 dan 750oC


Yield tertinggi = 92,68%
K2 O heterogeneous catalyst in Variasi waktu = 2, 3 dan 4 jam
pada rasio mol metanol :
3 Sinaga dkk, 2018 biodiesel synthesis by waste Rasio mol minyak:metanol = 1:9;
minyak = 12:1 dengan suhu
cooking oil: effect of catalyst 1:12; 1:15
65oC dan berat katalis 6%
calcination temperature Berat katalis = 6%

5
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Penggunaan abu daun kucai sebagai katalis heterogen dapat dilakukan
karena daun kucai memiliki kandungan logam yang dapat digunakan sebagai katalis
basa pada pembuatan biodiesel. Pemilihan daun kucai sebagai sampel didasari oleh
sebab penelitian terdahulu yang menggunakan katalis heterogen berupa abu batang
pisang (Erwin, dkk, 2014) dan abu sekam padi (Kusyanto dan Aditya, 2017)
diperoleh yield biodiesel tertinggi yang relatif rendah yaitu sekitar 76,8% untuk abu
batang pisang dan 67% untuk abu daun kucai. Oleh karena itu penelitian berikut
mengandung informasi baru yang memiliki potensi dalam penentuan jenis katalis
digunakan pada pembuatan biodisel.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio mol minyak
terhadap metanol, waktu reaksi dan berat katalis abu daun kucai sebagai katalis
heterogen terhadap yield biodiesel yang dihasilkan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pemanfaatan abu daun kucai sebagai katalis heterogen pada pembuatan biodiesel
dan meningkatkan nilai ekonomis daun kucai.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan utama yang
digunakan pada penelitian ini yaitu minyak kelapa, metanol dan abu daun kucai.
Minyak kelapa diperoleh dari Pasar Swalayan Maju Bersama Jl. Mangkubumi
No.3-5, Medan. Sedangkan daun kucai diperoleh di Pasar Perguruan, Jl. Pukat VIII
D/H Perguruan Medan
Adapun variabel yang akan dilakukan yaitu:
a. Kalsinasi abu daun kucai:
Ukuran partikel = 100 mesh (Kusyanto dan Aditya, 2017)
Waktu kalsinasi = 3 jam (Kusyanto dan Aditya, 2017)

6
Suhu kalsinasi = 600oC
Tahap Transesterifikasi:
Variabel tetap : suhu reaksi = 60oC
Variabel berubah:
Berat katalis = 3, 4, 5 dan 6 %
Rasio mol minyak : metanol = 1:6, 1:9, 1:12 dan 1:15
Waktu reaksi = 60, 90, 120 dan 150 menit

Parameter yang diuji:


a. Analisa kadar FFA minyak kelapa sawit dengan menggunakan AOCS
Official Method 5a-40
b. Analisa kadar K2O/CaO dalam serbuk daun kucai sebelum dan sesudah
kalsinasi dengan SEM-EDX
c. Analisis yield biodiesel yang dihasilkan
d. Analisa kadar air minyak kelapa sawit dan biodiesel menggunakan oven
e. Analisa densitas minyak kelapa sawit dan biodiesel dengan Metode Tes
OECD 109
f. Analisis viskositas kinematik minyak kelapa sawit dan biodiesel yang
dihasilkan dengan Metode Tes ASTM D-44
g. Analisa gugus fungsi biodiesel yang dihasilkan menggunakan FTIR
h. Analisa kemurnian biodiesel yang dihasilkan dengan GC

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan dari minyak nabati dan lemak
hewani. Penggunaan biodiesel sebagai pengganti diesel dapat mempromosikan
keamanan akan energi dan memberi dorongan terhadap status ekonomi sosial dari
industri pedesaan, serta mengurangi akibat buruk pada lingkungan yang disebabkan
bahan bakar fosil. Dikarenakan biodiesel diproduksi dari biomassa, biodiesel
dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang berpotensi menjadi sumber energi
yang berkepanjangan dan dapat diandalkan. Sebagai tambahan, produksi dari
biodiesel dapat membantu mengurangi limbah lingkungan, terutama terhadap
produksi dari generasi kedua biodiesel, yang dibuat dari limbah domestik (Mahlia
dkk, 2020)
Biodiesel konvensional diproduksi dengan proses transesterifikasi dari
trigliserol dengan alkohol (Etanol atau Metanol) dalam kehadiran dari basa
menjadi asam lemak etil atau metil ester. Komposisi tersebut sesuai dengan
komposisi asam lemak dari kandungan asli lemak yang dianggap memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas dan performa dari biodiesel yang
dihasilkan (Rasmey dkk, 2019)
Parameter yang sangat berpengaruh dalam penggunaan biodiesel
diantaranya adalah angka asam dan viskositas. Nilai SNI biodiesel angka asam
tidak boleh melebihi 0,5 mg-KOH/g dan viskositas kinematik (pada 40˚C) berkisar
antara 2,3-6,0 mm2/s. Nilai angka asam dan viskositas yang terlalu tinggi dapat
merusak performa mesin. Syarat suatu bahan bisa digunakan sebagai bahan baku
untuk biodiesel adalah bahan tersebut memiliki komposisi trigliserida ditas 95%
serta memiliki kandungan FFA (Free Fatty Acid) atau asam lemak bebas dibawah
2%. Jika suatu sampel minyak yang mengandung FFA diatas 2% maka harus
dilakukan proses pre-treatment terlebih dahulu yaitu reaksi esterifikasi dari FFA
menjadi metil ester (Laila dan Oktavia, 2017)
Saat ini biodiesel diproduksi berdasarkan standar yang berbeda. Standar
Eropa (EN 14214) dan Standar US (ASTM D 6751) adalah referensi yang banyak

8
digunakan. Standar EN 14214 didasarkan pada biodiesel yang dibuat dari minyak
rapeseed dan campuran minyak yang punya karaktersitik seperti rapeseed,
sedangkan ASTM D 6751 dikembangkan untuk biodiesel yang dibuat dari kedelai
dan minyak jelantah. (Jenvanitpanjakul, 2009). Standar biodiesel berdasarkan SNI
7182:2015, ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09 ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Bedasarkan SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, dan
EN 14214/09
SNI ASTM D EN
No. Parameter Satuan
7182:2015 6752/09 14214/09
1. Kandungan ester %b/b ≥ 96,5 - ≥ 96,5
2. Densitas 40˚C kg/m3 850-890 - 860-900
2
3. Viskositas kinematik mm /s 2,3-6,0 1,9-6,0 3,5-5,0
4 Titik nyala ˚C ≥ 100 ≥ 130 ≥ 101
5 Kadar sulfur mg/kg ≤ 100 ≤ 15 ≤ 10
6 Residu karbon %b/b ≤ 0,05 ≤ 0,05 -
7 Angka setana - ≥ 51 ≥ 47 ≥ 51
8 Kadar abu tersulfatasi %b/b ≤ 0,02 ≤ 0,02 ≤ 0,02
9 Air dan sedimen %b/b ≤ 0,05 ≤ 0,05 -
10 Kadar air mg/kg - - ≤ 500
11 Kontaminan total mg/kg - - ≤ 24
Korosi pada jalur
12 - No. 1 ≤ No. 3 Kelas I
tembaga
13 Stabilitas oksidasi jam 3 ≥3 6
mg KOH/g
14 Angka asam ≤ 0,5 ≤ 0,8 ≤ 0,5
iodin/100g
15 Nilai iodin G ≤ 115 - ≤ 120
16 Linoleat metil ester %b/b - - ≤ 12,0
Metil ester ganda tak
17 %b/b - - ≤1
jenuh
18 Kandungan metanol %b/b - ≤ 0,20 ≤ 0,20
Kandungan
19 %b/b ≤ 0,80 - ≤ 0,80
monogliserida
20 Kandungan digliserida %b/b - - ≤ 0,20
21 Kandungan trigliserida %b/b - - ≤ 0,20
22 Total gliserol %b/b ≤ 0,24 ≤ 0,24 ≤ 0,25
Sumber: SNI 7182:2015, 2015; ASTM D 6751, 2009; EN 14214, 2009

2.2 REAKSI TRANSESTERIFIKASI


Pada industri, proses reaksi transesterifikasi lebih diunggulkan pada
penggunaan katalis homogen basa seperti natrium atau kalium karbonat dan logam
alkali oksida atau hidroksida karena lebih tidak korosif dibandingkan katalis asam.

9
Akan tetapi, sejak reaksi dengan dasar katalis homogen basa sangat sensitif
terhadap air dan asam lemak bebas dalam bahan baku, gliserida dan alkohol pada
pokoknya anhidrat untuk menghindari terbentuknya sabun yang dapat mengurangi
perolehan berat biodiesel. Oleh karena itu, pemakaian katalis padat dimana
heterogen lebih disukai dikarenakan tidak terbentuknya produk samping yang
berpolusi dan permasalahan lingkungan seperti korosi yang disebabkan oleh
karakteristik alkali dan asam dapat diminimalisir dan tidak diperlukannya proses
pemurnian yang lebih lanjut (Sulaiman dkk, 2019)
Kinetika daripada reaksi transesterifikasi mengikuri reaksi semu orde satu
yang dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol.


(Mapossa dkk, 2020)

Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses


reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut.
1. Suhu Reaksi
Diketahui bahwa hasil maksimum metil ester dari minyak biji bunga
matahari menggunakan NaOH diperoleh pada 60˚C. Akan tetapi, sejauh reaksi
temperatur lebih tinggi daripada titik didih dari metanol pada tekanan normal,
penambahan pada temperatur hingga 65˚C dapat menyebabkan pengurangan persen
hasil dari metil ester. Apabila kadar FFA tinggi pada minyak, penambahan
temperatur dapat mempercepat saponifikasi gliserida oleh katalis alkali (Shaaban
dkk, 2015).
2. Jumlah Katalis
Seperti yang telah disebutkan, salah satu faktor kritis yang dapat
mempengaruhi proses transesterifikasi adalah tipe dan konsentrasi katalis.

10
Pemakaian katalis dalam proses transesterifikasi mempercepat kecepatan reaksi,
dan menambah hasil biodiesel diperoleh. Disamping itu, pemakaian katalis dalam
proses produksi berkontribusi pada tanggapan nyata pada laju produksi. Pemakaian
tipe katalis yang berbeda digunakan untuk memproduksi biodiesel melalui proses
transesterifikasi dari beberapa jenis sumber (Mofijur dkk, 2020).
3. Rasio Mol Minyak terhadap Alkohol
Yield daripada biodiesel akan terus bertambah seiring rasio mol dari
minyak:alkohol ditambah. Nilai yang diperoleh dari rasio mol lebih baik
dipertimbangkan dalam reaksinya, bahwa etanol merupakan alkohol berantai
panjang dan rentan terhadap halangan stearat, dibandingkan metanol yang
digunakan, memberikan konversi sebesar lebih kurang 92% (Ahmed dkk, 2020).
4. Waktu Reaksi
Waktu reaksi hingga 4 jam dapat menambah yield biodiesel mencapai 70%.
Akan tetapi, penambahan waktu reaksi hingga 6 jam tidak menambah yield pada
biodiesel. Reaksi Transesterifikasi merupakan reaksi bolak-balik. Penurunan yield
berikut dapat terjadi karena reaksi terbalik, dengan demikian berakibat menurunnya
hasil produk diinginkan. Penurunan berikut juga dapat terjadi dikarenakan reaksi
transesterifikasi telah berlangsung cukup lama, kemudian lebih sedikit katalis
terpakai dalam reaksi. Katalis yang tersisa dapat bereaksi dengan asam lemak
bebas, menyebabkan saponifikasi dan penurunan konversi dari reaktan menjadi
biodiesel (Dianursanti, 2014).
5. Kecepatan Pengadukan
Mengatur kecepatan pengadukan merupakan hal yang penting dalam reaksi
dari minyak yang dikatalisasi untuk perannya dalam mengontrol kelarutan diantara
komponen dari sistem reaksi dan untuk mengkonfirmasi homogenitas dari
campuran sepanjang interval reaksi. Pengaruh dari kecepatan reaksi diteliti. Pada
umumnya, meningkatkan kecepatan pengadukan dapat membantu secara signifikan
untuk mengatasi kehadiran resistansi terhadap proses perpindahan massa di antara
fasa cair yang bereaksi (metanol dan minyak kelapa sawit) dan menjamin
pencampuran yang homogen di antara keseluruhan komponen untuk menjaga
efektivitas reaksi konversi yield yang tinggi dari minyak kelapa sawit. Penambahan
kecepatan reaksi dari 900 rpm hingga 1300 rpm dapat memberikan efek yang tidak

11
mencolok, menandakan bahwa peningkatan kecepatan lebih lanjut tidak akan
memberikan perubahan. Perlakuan berikut dapat di jelaskan dengan memprediksi
pengaruh dari pengadukan berkecepatan tinggi dalam meningkatkan kekruhan pada
sistem bereaksi dimana mengurangi homogenitas dari fasa cair dan padat pada
dinding gelas reaktor. Pengaruh tersebut dapat berefek negatif terhadap
kesetimbangan reaksi dan penurunan dari laju transesterifikasi (Abukhadra dkk,
2019).
6. Kadar Asam Lemak Bebas
Tingkat kejenuhan asam lemak bebas dalam biodiesel sirsak lebih tinggi
daripada biodiesel lobak, menandakan indeks setana yang lebih tinggi dalam
biodiesel sirsak. Hal ini dikarenakan tingkat kejenuhan tinggi dari metil ester asam
lemak memberikan stabilitas oksidatif lebih tinggi dibandingkan yang tidak jenuh,
biodiesel sirsak dapat memiliki stabilitas oksidatif lebih besar dibandingkan
biodiesel lobak. Hal berikut menyarankan bahwa minyak biji sirsak merupakan
suatu bahan baku yang sesuai untuk sintesis biodiesel (Su dkk, 2018).
7. Kadar Air
Suatu parameter kualitas yang penting dalam komersialisasi dari biodiesel
adalah kandungan air. Seperti yang diidentifikasi, hanya dengan jumlah air (embun)
dapat menyebabkan korosi pada komponen tangki bahan bakar, mempengaruhi
panas pembakaran, mendukung tumbuhnya mikroorganisme, dan terjadi proses
gelasi (pembentukan gel) pada temperatur rendah. Sebagai tambahan, sebuah
masalah serious mengenai kelembaban biodiesel adalah degradasi oksidatif dan
hidrolitik diinduksi oleh hidrolisis ester ketika air terdapat dalam medium.
Kelembaban biodiesel berikut dapat terjadi selama proses produksi, pencucian,
penyimpanan dan transportasi yang disebabkan oleh karakter higroskopis daripada
biodiesel. Oleh karena itu, analisa dari kandungan air pada biodiesel sangat penting
untuk mengontrol kualitas (Delfino dkk, 2018).

2.3 BAHAN BAKU


2.3.1 Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit merupakan mayoritas dalam produksi minyak, dengan
produksi tahunan berlebih sebesar 50 juta ton. Sekitar 85% dari minyak kelapa

12
sawit dunia diproduksi digunakan pada aplikasi pangan. Selama tiga dekade
terakhir, penelitian pada keuntungan nutrisi dari minyak kelapa sawit selah
mendemonstrasikan kecukupan nutrisi dari produk-produk minyak kelapa sawit,
dan berdampak dalam transisi terhadap pemahaman atribut berikut. Beberapa studi
telah mendemonstrasikan bahwa minyak kelapa sawit mirip dengan minyak tidak
tidak jenuh dalam hal pengaruh terhadap lemak darah. Minyak kelapa sawit
memberikan sebuah alternatif kesehatan pada trans-asam lemat yang mengandung
lemak ter-hidrogenasi yang telah diteliti memiliki efek merusak yang serius
terhadap kesehatan. Efek yang mirip oleh minyak kelapa sawit pada lemak darah,
sebanding dengan minyak sayuran hijau lainnya yang dapat disebabkan karena
struktur daripada mayoritas trigliserida gliserol tulang punggung. Sebagai
tambahan, minyak kelapa sawit juga diberkahi dengan sejumlah fitonutrien yang
bermanfaat untuk kesehatan, seperti tocotrienol, crotenoid, dan phytosterols (May
dan Nesaretnam, 2014).
Pohon kelapa sawit termasuk dalam genus Elaeis. Buah pohon kelapa
memiliki mesocarp penuh daging darimana minyak kelapa diturunkan dan sebuah
biji dimana minyak kelapa kernel berasal. Kandungan mayoritas dari minyak kelapa
adalah triacylglycerol (TG). Molekul gliserol diestirifikasi dengan tiga lemak
bebas. Selama proses ekstraksi minyak buah kelapa dari mesocarp yang gemuk,
triacylglycerol menarik komponen seluler lemak-terlarut lainnya. Hal berikut
termasuk phospatives, sterol, pigmen, tocopherol, tocotrienol, monogliserol,
digliserol, dan asam lemak bebas (ALB). Asam lemak bebas merupakan asam
alifatik seperti myristic, palmitic, stearic, asam linoleat. Minyak kelapa juga
mengandung vitamin, antioksidan dan fitonutrien (Odia dkk, 2015)
Perbandingan rasio asam lemak jenuh dari minyak kelapa dengan minyak
lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

13
Gambar 2.2 Rasio Asam Lemak Jenuh dan Tidak Jenuh dari Berbagai Minyak
(Lima dan Jane, 2019)

2.3.2 Metanol (CH3OH)


Metanol merupakan alkohol yang peling sering digunakan dalam proses
tranesterifikasi dikarenakan harga yang murah serta keuntungan dalam fisik dan
kimiawi sebagai alkohol rantai terpendek. Laju reaksi yang relatif lambat dari
transesterifikasi dengan katalis asam dan harga yang mahal dari enzim lipase
membatasi dua metode berikut dalam produksi komersial biodiesel. Sebaliknya,
transesterifikasi katalis alkali telah diaplikasikan secara luas dalam industri selama
mereka dapat mengkatalisasi reaksi pada temperatur rendah dan tekanan atmosfir,
dimana berujung pada konversi yang tinggi dalam rentang waktu tertentu (Zeng
dkk, 2017).

2.3.3 Abu Daun Kucai


Allium schoenoprasum (kucai) berasal dari leluhur liar yang merupakan
penduduk asli Eropa dan Asia. Kucai sekarang telah di dibudayakan sebagai
sayuran hijau atau sebagai rempah-rempah di seluruh dunia, terutama di belahan
bumi utara (Snafi, 2014). Mikro dan makronutrien dalam kucai mentah dan yang
dibeku-keringkan dapat dilihat pada Tabel 2.2

14
Tabel 2.2 Data Mikro dan Makronutrien dalam Kucai Mentah yang dibeku-
keringkan
Kandungan Mineral/Nutrien Satuan Mentah Freeze-dried
Air g 90,65 2,0
Energi kcal 30 311
Protein g 3,27 21,2
Total lemak g 0,73 3,5
Karbohidrat g 4,35 64,29
Total makanan g 2,5 26,2
Total gula g 1,8 0
Kalium mg 296 2960
Kalsium mg 92 813
Magnesium mg 42 640
Fosfor mg 58 518
Natrium mg 3 70
Besi mg 1,6 20
Zinc mg 0,56 5,12
Vitamin A IU 4353 68300
Vitamin C (Total asam askorbat) mg 58,1 660
Folat mg 105 108
Niasin mg 0,647 5,9
Vitamin B6 mg 0,138 1,996
Riboflavin mg 0,115 1,5
Thiamin mg 0,078 0,9
Vitamin B mg 12 12
Vitamin E (Alfa tocoferol) mg 0,21 0
Asam lemak polimer asam tidak jenuh g 0,267 1,369
Total lemak jenuh g 0,146 0,591
Asam lemak monomer tidak jenuh g 0,095 0,49
Sumber: (Snafi, 2013)
Daun kucai mengandung banyak variasi senyawa dari alkaloid, flavonoid,
glycosid, steroid, tannin dan beberapa material seperti kalium, magnesium dan
natrium, dimana mengandung kalium yang tinggi dipercaya melarutkan kalsium
oksalat dalam batu ginjal, dimana merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kelarutan kalsium merupakan kalium (Haro dkk, 2017).
Abu daun kucai diperoleh dengan pemasukan dalam krus porselen, dan
diarangkan diatas hotplate lalu diabukan di tanur pada temperatur 100˚C dan
perlahan dinaikkan menjadi 500˚C dengan interval 25˚C setiap rentang ±5 menit.
Pengabuan dilakukan selama ±14 jam dan dibiarkan dingin kedalam desikator
(Iksen dkk, 2019)

15
Dapat dilihat bahwa distribusi ukuran pori menjadi lebih lebar ketika
temperatur kalsinasi ditambah, menandakan bahwa ketidakteraturan ukuran pori
sangat berpengaruh kondisi perlakuan. Penurunan temperatur sintering merupakan
hal yang bagus untuk menjaga struktur original dari sebagian pendahulu agar
sampel dapat memiliki kristalisasi rendah dan pori yang kecil. Sementara
temperatur kalsinasi yang lebih tinggi lebih diunggulkan untuk memperoleh
partikel yang terkristalisasi dengan baik dan pertumbuhan dari nanopartikel
berlangsung bertahap dimana akan menunjang perluasan pori dan penurunan
permukaan. Oleh karena itu, sampel yang dikalsinasi pada temperatur yang lebih
rendah, lebih baik untuk penyimpanan pori-pori kecil dimana akan memperoleh
sifat katalisasi yang luar biasa karena efek-nano dari partikel (Tang dkk, 2013).

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak kelapa dan daun
kucai yang dapat diperoleh dari Pasar Perguruan, Jl. Pukat VIII D/H Perguruan
Medan yang sementara sebagai bahan habis pakai. Untuk bahan aditif lainnya yang
digunakan sebagai pemicu reaksi transesterifikasi (alkohol) digunakan metanol,
aquadest, dan phenolphtalein yang dapat diperoleh dari CV. Rudang Jaya di Jl. Dr.
Mansyur No.12, Kec. Medan Baru.
Bahan-bahan yang digunakan beserta fungsinya pada penelitian dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Daftar Bahan yang Digunakan Beserta fungsinya
Nama Bahan Fungsi Sumber
Maju Bersama
Minyak Kelapa Sawit Bahan Dasar
Supermarket Medan
Daun Kucai Katalis Pasar Perguruan
Metanol Bahan Dasar CV. Rudang Jaya
Aquadest Pencuci Produk Prima Jaya Alkes
Phenolpthalein Indikator CV. Rudang Jaya

3.2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa


Berikut merupakan sifat fisika dan kimi daripada minyak kelapa:
Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa
No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Wujud Cairan (Liquid)
2. Warna Kuning Keemasan
3. Kelarutan Tidak larut dalam air; larut dalam
alkohol
4. Kadar Air 0,078%
5. Kadar Asam Lemak 0,062%
Bebas

17
6. Reaktivitas Reaksi reversible terhadap alkohol
terkhusus metil alkohol dan etil alkohol
(Utami, 2018)
3.2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia Daun Kucai
Berikut merupakan sifat fisika dan kimi daripada daun kucai::
Tabel 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Daun Kucai
No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Wujud Padatan (Solid)
2. Warna Hijau
3. Kelarutan Tidak larut dalam air dan alkohol
4. Bau Sedikit menyengat
5. Kandungan Logam Kalium 296mg/kg dan Kalsium 92mg/kg
(Snafi, 2013)
3.2.1.3 Sifat Fisika dan Kimia Metanol
Berikut merupakan sifat fisika dan kimi daripada metanol:
Tabel 3.4 Sifat Fisika dan Kimia Metanol
No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Wujud dan warna Cairan (Liquid) dan tidak berwarna
2. Titik leleh -97,8°C
3. Titik nyala 9,7°C
4. Densitas 790−800 kg/m3 (20°C)
5. Berat Molekul 32,04 g/mol
6. Sifat Korosif Menimbulkan korosi dalam kontak
jangka panjang
(Valtech, 2020)

3.2.2 Peralatan Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam pada penelitian ini adalah:
1. Aluminium foil
2. Batang pengaduk
3. Beaker glass
4. Blender
5. Buret
6. Corong gelas
7. Corong pisah
8. Erlenmeyer
9. Furnace

18
10. Gelas ukur
11. Hot plate
12. Labu leher tiga
13. Magnetic stirrer
14. Oven
15. Penjepit tabung
16. Piknometer
17. Pipet tetes
18. Refluks kondensor
19. Statif dan klem
20. Termometer
21. Viskosimeter Oswald

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN


3.3.1 Tahap Pembuatan Katalis Heterogen Abu Daun Kucai
Tahap pembuatan katalis heterogen dari abu daun kucai dilakukan dengan
cara pengeringan, penghancuran, pengayakan, kemudian dilanjutkan dengan proses
kalsinasi pada suhu 600oC selama 3 jam.

3.2.2 Tahap Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Proses


Transesterifikasi
Pembuatan biodiesel dari minyak kelapa dilakukan melalui proses
transesterifikasi dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dan suhu reaksi 60oC.
Sedangkan variabel bebas berupa berat katalis, rasio mol minyak terhadap metanol
dan waktu reaksi.
Tabel 3.5 Rancangan Penelitian dengan Variasi Berat Katalis
Suhu Suhu reaksi Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run
kalsinasi (oC) (oC) katalis(%) terhadap metanol (menit)
1 3
2 4
600 60 1:9 90
3 5
4 6

19
Tabel 3.6 Rancangan Penelitian dengan Variasi Rasio Mol Minyak terhadap
Metanol
Suhu Suhu reaksi Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run o o
kalsinasi ( C) ( C) katalis(%) terhadap metanol (menit)
5 Berat 1:6
6 600 60 katalis 1:12 90
7 terbaik 1:15

Tabel 3.7 Rancangan Penelitian dengan Variasi Waktu Reaksi


Suhu Suhu reaksi Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run
kalsinasi (oC) (oC) katalis(%) terhadap metanol (menit)
8 Berat 60
9 600 60 katalis Rasio terbaik 120
10 terbaik 150

3.4 PROSEDUR PENELITIAN


3.4.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Daun Kucai
Prosedur pembuatan abu daun kucai dilakukan dengan modifikasi dari
Erwin dkk (2014), Kusyanto dan Aditya (2017), Sinaga dkk (2018) sebagai berikut:
1. Daun kucai dicuci dengan air kemudian dijemur selama hingga kering.
2. Daun kucai dipotong hingga berukuran ± 1 mm.
3. Daun kucai dikeringkan dengan oven pada suhu 110oC selama 30 menit
kemudian ulangi hingga beratnya konstan.
4. Daun kucai kering dihaluskan dengan blender.
5. Serbuk daun kucai kemudian diayak dan digerus menggunakan ayakan 100
mesh.
6. Daun kucai dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 600oC selama 3
jam.
7. Serbuk abu daun kucai dianalisis kadar kalium dengan Scanning Electron
Microscope (SEM) serta Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-
EDX)
8. Sebuk abu daun kucai disimpan dalam wadah tertutup dan siap digunakan.

3.4.2 Tahap Transesterifikasi

20
Prosedur reaksi transesterifikasi dilakukan dengan modifikasi dari Taslim
dkk (2020)
1. Minyak kelapa dimasukkan sebanyak 50 gram pada labu leher tiga yang
telah dipasang tabung refluks dan termometer alkohol.
2. Minyak kelapa sawit dipanaskan dengan hot plate hingga suhu 60oC.
3. Katalis abu daun kucai, dengan variasi berat 1,5 g; 2 g; 2,5 g dan 3 g, serta
metanol dengan berat 11,23 g; 16,85 g; 22,47 g dan 28,09 g terhadap minyak
kelapa dimasukkan ke dalam labu leher tiga.
4. Campuran direaksikan dengan magnetic stirrer hingga 60, 90, 120 dan 150
menit.
5. Setelah tercapai waktu reaksi, produk reaksi didinginkan selama 30 menit
dengan bantuan air dingin hingga mencapai suhu ruangan kemudian
disaring dengan kertas saring untuk memisahkan katalis yang tersisa.
6. Campuran reaksi kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan
dibiarkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan
7. Lapisan bawah (gliserol) dipisahkan dari lapisan atas (metil ester)
8. Dilakukan proses pencucian metil ester dengan menambah air panas
sebanyak 100 ml pada suhu 80oC pada corong pemisah.
9. Campuran dikocok dan didiamkan selama 5 menit hingga terbentuk 2
lapisan kembali. Kemudian lapisan bawah dialirkan keluar dari corong
pemisah.
10. Langkah pencucian ini dilakukan hingga air pencucian menjadi jernih.
11. Metil ester dipanaskan pada suhu 105oC menggunakan hotplate dan diaduk
menggunakan magnetic stirrer.
12. Metil ester didinginkan hingga suhu ruangan lalu ditimbang untuk
mengetahui yield. Kemudian pada metil ester dengan yield terbaik dianalisis
gugus fungsi, kemurnian, densitas, viskositasnya dan kadar air

21
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN
3.5.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Daun Kucai

Mulai

Dicuci daun kucai kemudian dijemur selama 1 hari

Dipotong daun kucai hingga kecil

Dikeringikan daun kucai dalam oven pada suhu 110oC


selama 30 menit kemudian ditimbang

Apakah beratnya Tidak


telah konstan?

Iya

Dihaluskan daun kucai keringn dengan blender

Diayak dan digerus sebuk abu daun kucai dengan ayakan 100
mesh

Dikalsinasi serbuk daun kucai pada suhu 600oC selama 3 jam

Dianalis kandungan K2O/CaO pada serbuk abu daun kucai


yang lolos ayakan

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Tahap Pembuatan Katalis Heterogen Daun Abu


Kucai

22
3.5.2 Tahap Transesterifikasi

Mulai

Dipanaskan sebanyak 50gram minyak kelapa dalam labu


leher tiga hingga mencapai suhu 60oC

Dilarutkan katalis abu daun kucai dengan variasi 3, 4, 5 dan 6% dalam metanol
dengan rasio mol minyak terhadap metanol 1:6, 1:9, 1:12 dan 1:15 ke labu leher
tiga
Direaksikan campuran minyak kelapa, katalis dan metanol
dengan magnetic stirrer selama 60, 90, 120 dan 150 menit

Dipisahkan campuran dari katalis dengan kertas saring

Dimasukkan campuran ke dalam corong pemisah dan


dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan

Dipisahkan lapisan atas dan lapisan bawah

Dicuci lapisan atas yang berupa metil ester dengan air panas 80oC
kemudian campuran dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan

Apakah air pencucian Tidak


telah jernih?

Iya

Dipanaskan metil ester dengan hotplate pada suhu 105oC hingga jenuh

Didinginkan metil ester dan hitung yield yang dihasilkan. Pada yield terbaik
dianalisis gugus fungsi, kemurnian, densitas, viskositas dan kadar air

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Tahap Transesterifikasi Minyak Kelapa

23
3.6 PROSEDUR ANALISIS
3.6.1 Analisis Kadar FFA Minyak Kelapa Sawit
Analisis kadar FFA minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan standar
AOCS Ca 5a-40

3.6.2 Analisis Kadar K2O/Cao Daun Kucai


Analisa kadar K2O/CaO dalam serbuk daun kucai sebelum dan sesudah
kalsinasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) serta Energy
Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX)

3.6.3 Analisa Densitas Minyak Kelapa Sawit dan Biodiesel


Analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109. Pengukuran
densitas ini menggunakan peralatan utama yakni piknometer dengan perbedaan
berat kosong dan penuh dihitung pada aquadest suhu 40°C

3.6.4 Analisis Viskositas Kinematik Minyak Kelapa Sawit dan Biodiesel


Analisis viskositas menggunakan metode tes ASTM D-445. Pengukuran
viskositas ini menggunakan peralatan utama yakni viskosimeter Ostwald tube tipe
kapiler dan bath pemanas pada suhu 40 °C.

3.6.5 Analisis Gugus Metil Ester pada Biodiesel


Analisis gugus metil ester yang terdapat dalam biodiesel dengan Fourier
Transform Infrared (Ftir)

3.6.6 Analisis Kemurnian Biodiesel


Analisis kemurnian biodiesel dengan instrumen Gas Chromatography (GC)

3.6.7 Analisis Yield Biodiesel


Analisis yield biodiesel yang dihasilkan secara kuantitatif dapat ditentukan
dengan persamaan 3.1
Massa biodiesel
Yield = (3.1)
Massa minyak kelapa

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISA BAHAN BAKU


4.1.1 Hasil Analisis Minyak Kelapa Sawit
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa minyak
goreng kelapa sawit yang diperoleh dari Maju Bersama Supermarket, Medan.
Adapun analisa yang dilakukan pada minyak kelapa sawit berupa kandungan Free
Fatty Acid (FFA). Berdasarkan penelitian Purba (2021), berat molekul asam lemak
bebas pada minyak kelapa sawit adalah 272,10 g/mol. Data tersebut digunakan
untuk mengetahui kandungan FFA minyak kelapa sawit dengan metode analisis
AOCS Official Method Ca 5a-40 dan diperoleh kadar FFA minyak kelapa adalah
0,51 %. Disarankan kandungan FFA pada minyak dibawah 1% hal ini disebabkan
kandungan FFA diatas 1% dapat membentuk sabun ketika proses pemisahan
biodiesel (Susilowati dkk, 2019). Kandungan FFA yang tinggi dapat menghasilkan
sabun ketika menggunakan katalis basa karena katalis bereaksi terhadap FFA pada
minyak. Sehingga akan mengurangi yield biodiesel yang dihasilkan serta
memperumit proses pemisahan (Wendi dkk, 2014).
Selain melakukan analisis kadar FFA, dilakukan juga analisis densitas
menggunakan tes OECD 109, analisis viskositas dengan tes ASTM D-445 serta
kadar air pada minyak kelapa sawit secara berturut-turut adalah 910 Kg/m3; 21,964
cSt dan 0,2%. Kadar air yang tinggi dapat mempercepat reaksi hidrolisis dan secara
bersamaan mengurangi yield biodiesel. Maka disarankan kadar air pada bahan baku
tidak melebihi 0,5% untuk memperoleh yield biodiesel diatas 90% (Krishnaprabu,
2019)

4.1.2 Hasil Analisis dan Karaterisasi SEM-EDX Serbuk dan Abu Daun
Kucai
Pada penelitian ini serbu daun kucai dengan ukuran 100 mesh dikalsinasi
pada suhu 600oC selama 3 jam untuk mendapatkan katalis abu daun kucai. Serbuk
dan abu daun kucai kemudian dianalisis EDX. Hasil analisis EDX serbuk dan abu

25
daun kucai ditunjukkan pada Tabel 4.1. Analisis EDX dilakukan untuk
mengidentifikasi komposisi unsur serta senyawa oksida pada sampel.
Pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa kandungan K2O serta CaO serbuk daun
kucai yang sebelumnya masing-masing berkisar 2,86% dan 0,84%. Kandungan
logam tersebut kemudian meningkat menjadi 26,14% dan 17,55% setelah melalui
proses kalsinasi. Kandungan lain yang meningkat adalah P2O5 dari 0,94% menjadi
22,02%. Sedangkan kandungan karbon mengalami penurunan dari 86,62% menjadi
21,94%.

Tabel 4.1 Komposisi Senyawa dalam Serbuk dan Abu Daun Kucai
Komposisi (%)
No Komponen Serbuk Daun Abu Daun Kucai
Kucai (600oC)
1 C 86,62 21,94
2 Na2O 0,12 0,62
3 MgO 0,32 3,06
4 Al2O3 0,64 1,60
5 SiO2 1,65 2,86
6 P2O5 0,94 22,02
7 SO3 2,88 1,12
8 Cl 0,20 2,54
9 K2O 2,86 26,14
10 CaO 0,84 17,55
11 CuO 0,81 -
12 ZnO 0,67 -
13 ZrO2 1,44 -
14 FeO - 0,55

Morfologi permukaan serbuk dan abu daun kucai dianalisis menggunakan


SEM. Hasil analisis SEM serbuk dan abu daun kucai ditunjukkan pada Gambar 4.1

26
(a) (b)
Gambar 4.1 Hasil Analisis SEM (a) Serbuk Daun Kucai dan (b) Abu daun kucai
pada kaslinasi suhu 600oC pada Perbesaran 3000x

Dari Gambar 4.1 dapat diamati perubahan morfologi antara serbuk dan abu
daun kucai. Permukaan pada serbuk daun kucai terlihat lebih halus, berongga serta
tidak terdapat pori-pori yang jelas. Namun pada abu daun kucai yang dikalsinasi
pada suhu 600oC, permukaan abu daun kucai lebih kasar, lebih kecil serta memiliki
banyak pori-pori yang jelas pada permukaannya. Proses kalsinasi bertujuan untuk
menghilangkan senyawa volatil, mengoksidasi sebagian massa dan membuat bahan
yang dikalsinasi menjadi rapuh. Proses kalsinasi mendegradasi ukuran partikel serta
meningkatkan jumlah pori serta meningkatkan luas permukaan (Taslim dkk, 2019).
Pada proses transesterifikasi, katalis dengan tingkat pori dan luas permukaan yang
lebih besar akan meningkatkan reaksi sebab molekul reaktan seperti trigliserida
dapat menembus dengan mudah ke dalam pori-pori katalis (Taslim dkk, 2020).
Pada morfologi abu daun kucai pada kalsinasi suhu 600oC dapat digunakan sebagai
katalis sebab abu yang dihasilkan memiliki permukaan kasar serta pori-pori yang
tampak jelas

4.2 ANALISIS PROSES TRANSESTERIFIKASI


4.2.1 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel
Daun kucai sebagai katalis dikalsinasi pada suhu 600 ˚C digunakan sebagai
katalis dalam reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel. Pengaruh jumlah %
katalis abu daun kucai terhadap yield biodiesel dilakukan dengan variabel tetap
suhu reaksi 60 ˚C, serta dengan rasio mol minyak terhadap methanol ditetapkan
sebesar 1:9 dengan waktu reaksi 90 menit.

27
Variasi jumlah katalis dalam penelitian berikut adalah 3%, 4%, 5%, 6%.
Pengaruh jumlah katalis terhadap yield biodiesel ditunjukkan pada Gambar 4.2

89
87
85
83
% Yield

81
79
77
75
3 4 5 6
% Katalis

Gambar 4.2 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel pada


Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi 60 ˚C, Rasio Mol
Minyak dan Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 90 menit.
Pada Gambar 4.4 terjadi penurunan yield biodiesel ketika katalis yang
digunakan melebihi 3%. Tidak adanya data jumlah katalis 2%, sebagaimana tidak
diperoleh produk biodiesel sama sekali dengan jumlah katalis 2%. Penambahan
jumlah katalis, akan berlangsung lurus terhadap hasil biodiesel yang dihasilkan.
Akan tetapi, peningkatan jumlah katalis yang berlebih dapat menyebabkan
berkurangnya konversi akibat kejenuhan situs aktif katalis dan memungkinkan
terjadinya emulsi sehingga memperburuk reaksi transfer massa (Ramirez, dkk.,
2021).
Penggunaan katalis yang terlalu banyak menyebabkan campuran katalis dan
reaktan menjadi kental dan memerlukan energi lebih untuk pencampuran (Taslim,
dkk., 2019).
Jumlah katalis yang telalu banyak dan katalis K2O yang ditambahkan tidak
akan berperan sebagai katalis, melainkan akan bereaksi dengan asam lemak bebas
maupun trigliserida melalui reaksi asam basa sehingga terbentuk garam yang
berupa produk sabun (Oko dan Feri, dkk., 2019)
Bedasarkan hasil penelitian Oladipo dkk. (2018), menunjukkan jumlah
katalis dari kulit papaya yang optimal adalah 3,5%. Mereka juga menyatakan bahwa

28
penggunaan katalis berlebih juga menyebabkan pemisahan katalis campuran lebih
sulit dan meningkatkan kemungkinan terbentuknya sabun. Dari uraian disebutkan,
maka katalis yang digunakan sebaiknya dengan jumlah paling sedikit untuk
menghasilkan yield biodiesel terbanyak, sebagaimana diperoleh yield tertinggi
sebesar 86,6% dengan jumlah katalis sebesar 3%.

4.2.2 Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol Terhadap Yield Biodiesel
Variasi rasio mol minyak dan methanol terhadap yield biodiesel yang
diperlakukan adalah 1:6; 1:9; 1:12; dan 1:15. Pengaruh rasio mol terhadap yield
biodiesel ditunjukkan pada Gambar 4.5. Dengan diketahui data pada run 1 (variasi
jumlah katalis 3%) sama dengan data run 6 (variasi rasio mol minyak dan metanol
1:9).

94
92
90
88
% Yield

86
84
82
80
1:6 1:9 1 : 12 1 : 15
Rasio Mol Minyak terhadap Metanol

Gambar 4.3 Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol terhadap Yield
Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi
60 ˚C, Jumlah Katalis Optimum 3% dan Waktu Reaksi 90
menit.
Dari Gambar 4.3 diperoleh rasio mol minyak dan metanol paling optimal
berada pada perbandingan 1:12 dengan jumlah yield biodiesel jatuh pada angka
92,4%. Rasio mol minyak dan metanol pada 1:6 memiliki yield paling rendah pada
82,6 % disebabkan oleh tidak cukupnya metanol untuk bereaksi. Metanol yang
ditambahkan semakain banyak, akan semakin besar pula rendemen biodiesel yang
diperoleh, hal ini dikarenakan penambahan metanol berlebih akan menggeser

29
kesetimbangan reaksi ke kanan sehingga produk biodiesel yang dihasilkan akan
semakin banyak (Sukaryo, dkk., 2021)
Diketahui juga bahwa ketika rasio metanol terhadap minyak ditingkatkan
melampaui jumlah optimal, hasil biodiesel dapat menurun. Hal ini dikarenakan
gliserol yang dihasilkan sebagai produk samping akan larut dalam metanol,
sehingga menghambat reaksi transesterifikasi pada permukaan biodiesel yang
menyebabkan pergeseran reaksi berbalik arah (Farooq, dkk., 2018). Sehingga,
diperoleh perbandingan mol minyak dan metanol paling optimal adalah pada 1:12
dengan total yield biodiesel 92,4%.

4.2.3 Pengaruh Waktu Reaksi Transesterifikasi Terhadap Yield Biodiesel


Variasi waktu reaksi transesterifikasi terhadap yield biodiesel yang
diperlakukan adalah 60, 90, 120, dan 150 menit. Pengaruh waktu reaksi
transesterifikasi terhadap yield biodiesel ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dengan
diketahui data pada run 10 (variasi rasio mol minyak dan metanol 1:12) sama
dengan data run 7 (variasi waktu reaksi 90 menit).

94
92
90
% Yield

88
86
84
82
80
60 90 120 150
Waktu (menit)

Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Reaksi Transesterfikasi terhadap Yield


Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 ˚C, Suhu Reaksi
60 ˚C, Jumlah Katalis Optimum 3% dan Rasio Mol Minyak
dan Metanol 1:12.

30
Dikutip dari Prastyo, dkk. (2021), bahwa meningkatnya waktu reaksi akan
berpengaruh pada waktu kontak antara situs aktif katalis, metanol, dan bahan baku
semakin lama. Mengakibatkan kenversi biodiesel yang meningkat juga.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dedy (2019) sebagaimana disebutkan
reaksi biodiesel merupakan reaksi reversible sehingga ketika kesetimbangan telah
tercapai, proses reaksi sebaiknya dihentikan agar tidak terjadi reaksi yang berbalik
arah serta membuat energi yang digunakan lebih efisien. Sebagaimana dapat
dibuktikan pada Gambar 4.6, ketika reaksi dilanjutkan hingga waktu 150 menit,
yield biodiesel yang diperoleh menurun dari titik optimal sebelumnya dengan waktu
reaksi 120 menit.
Bedasarkan penelitian Fatimah (2021), kondisi optimum reaksi berada pada
jumlah katalis 3% dan waktu reaksi 120 menit. Penelitian dari Adu (2020)
mendapati waktu reaksi 120 menit sebagai kondisi paling optimal dengan suhu 60
˚C. Diperoleh dari penelitian berikut, yield biodiesel terbaik adalah 94,42% dengan
variasi waktu reaksi tranesterifikasi adalah 120 menit.

4.3 ANALISIS SIFAT FISIK BIODIESEL


Sifat fisika yang dianalisa antar lain densitas, viskositas dan kadar air pada
run terbaik yakni run 9 dengan variasi katalis 3%; rasio minyak terhadap metanol
1:12 selama 120 menit pada suhu 60oC. Sifat fisika dari biodiesel dengan yield
terbaik kemudian dianalisa untuk dibandingkan dengan standar SNI 7182:2015,
ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09 yang ditunjukan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Perbandingan Sifat Fisika Biodiesel yang Diperoleh dari Penelitian
dengan, SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09
Biodiesel yang SNI ASTM D EN
Parameter Satuan
dihasilkan 7182:2015 6751/09 14214/09
Densitas Kg/m3 887 850-890 - 860-890
Viskositas
mm2/s 3,557 2,3 – 6,0 1,9 – 6,0 3,5-5,0
kinematik
Kadar air Mg/kg 0 - - ≤ 500

31
4.4 ANALISIS GUGUS METIL ESTER DENGAN FOURIER
TRANSFORM INFRARED (FTIR)
Pengujian karakteristik Fourier Transform Infrared (FTIR) dapat digunakan
untuk membuktikan dan meyakinkan bahwa hasil proses transesterifikasi
trigliserida terhadap metanol memiliki gugus fungsi utama biodiesel yakni gugus
metil ester (Bintang dan Saleh, 2015). Analisa FTIR dilakukan pada biodiesel
dengan yield terbaik yakni run 9, dengan variasi katalis 3%; rasio minyak terhadap
metanol 1:12 selama 120 menit pada suhu 60oC. Hasil analisis FTIR dari biodiesel
pada run 9 ditunjukkan pada Gambar 4.5.
100
90
80
Transmittance [%]

70
60
50
40
30

3779.87
3698.77

3468.78

2927.11
2857.75

2351.99

1746.06

1589.87

1457.98
1366.48

1245.49
1172.86

1021.22

877.39

725.44

3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


Wavenumber cm-1

Gambar 4.5 Karakteristik


E:\FTIR Data\ANORGANIK_YP FTIR biodiesel
LAB\Rival AA\2022\MEAS\Biodisesel.0 Biodisesel pada
Instrument kondisi
type and / or accessory operasi07/02/2022
katalis 3%;
rasio minyak terhadap
Page 1/1metanol 1:12 selama 120 menit pada

suhu 60oC.
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat karakteristik FTIR biodiesel pada run 9
dengan variasi katalis 3%; rasio minyak terhadap metanol 1:12 selama 120 menit
pada suhu 60oC. Pada hasil analisa ditemukan gugus C–H (sp3) alkana pada
gelombang 2927,11 cm-1 dan 2857,75 cm-1 (Setiadji, dkk., 2017). Pada hasil analisa
dapat ditemukan gugus C=O yang berada pada gelombang 1746.06 cm-1 dan
diperoleh Gugus C–O pada gelombang 1245,48 dan 1172,96 cm-1 (Setiadji, dkk.,
2017). Gugus C=O dan C–O ini menandakan terbentuknya gugus ester pada
biodiesel (Suranta dan Nurhayati, 2020). Puncak serapan pada bilangan gelombang
1457,98 cm-1 merupakan gugus CH2. Gugus alkena didapati pada puncak

32
gelombang 725,44 cm-1. Daerah gelombang 722,35 cm-1 merupakan serapan gugus
CH=CH yang merupakan rantai asam lemak tak jenuh (Rosmawaty, dkk., 2018).
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa biodiesel yang dihasilkan pada run 9
mengindikasikan keberadaan gugus metil ester yang ditandai pada gugus C=O dan
C –O

4.5 ANALISA METIL ESTER DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY


(GC)
Biodiesel yang kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan
instrumen Gas Chromatography (GC) untuk mengetahui komposisi ester yang
ditunjukkan pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Kromatogram komposisi biodiesel pada kondisi operasi katalis


3%; rasio minyak terhadap metanol 1:12 selama 120 menit pada
suhu 60oC.

Hasil analisa GC Gambar 4.6 menunjukkan beberapa puncak senyawa ester


yang terkandung pada sampel biodiesel. Rincian komposisi dari kromatogram pada
biodiesel hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan standar SNI 7182:2015,
ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09 yang ditunjukan pada Tabel 4.3

33
Tabel 4.3 Komposisi Biodiesel yang Diperoleh dari Penelitian serta Perbandingan
Terhadap, SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09
Biodiesel yang SNI ASTM D EN
Parameter Satuan
dihasilkan 7182:2015 6751/09 14214/09
Kandungan
% b/b 69,13477 ≥ 96,5 - ≥ 96,5
Ester
Kandungan
% b/b 1,8978 ≤ 0,80 - ≤ 0,80
monogliserida
Kandungan
% b/b 6,6731 - - ≤ 0,20
digliserida
Kandungan
% b/b 18,8353 - - ≤ 0,20
trigliserida
Total gliserol % b/b 0 ≤ 0,24 ≤ 0,24 ≤ 0,25

Pada Tabel 4.3, dapat dilihat kandungan metil ester didalam biodiesel
sebanyak 69,13% maka pengujian GC ini telah sesuai dengan pengujian FTIR yang
telah dilakukan. Pada pengujian FTIR sebelumnya didapati gugus C–O dan C=O
yang menandakan terbentuknya gugus ester pada biodiesel (Suranta dan Nurhayati,
2020). Pada kadar gliserol, didapati 0% dimana hasil ini telah sesuai dengan standar
yang ada. Namun pada komposisi total kandungan ester, monogliserida, digliserida
serta trigliserida biodiesel yang dihasilkan pada run 9 masih belum memenuhi
standar. Hal ini disebabkan ketidakmampuan trigliserida dalam minyak untuk
bereaksi pada metanol untuk membentuk metil ester yang terbukti dengan jumlah
kandungan trigliserida yang masih bersisa yakni 18,8%. Adapun penyebab
trigliserida yang tidak terkonversi semua adalah penggunaan abu daun kucai
sebagai katalis yang belum optimal. Katalis abu daun kucai tidak dapat
memaksimalkan kontak antara trigliserida terhadap metanol sehingga reaksi tidak
dapat mengarah ke arah produk.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian berikut adalah:
1. Abu daun kucai memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai katalis
heterogeny dalam proses pembuatan biodiesel dengan reaksi
transesterifikasi dikarenakan memiliki kadar oksida logam yang tinggi,
yaitu K2O.
2. Kondisi reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel adalah pada
kondisi jumlah katalis 3%, rasio mol minyak dan metanol 1:12, dan waktu
reaksi 120 menit. Dengan kondisi variabel tetap yang telah ditentukan
adalah suhu kalsinasi 600 ˚C dan suhu reaksi 60 ˚C. Diperoleh dengan
kondisi operasi berikut didapat yield biodiesel terbaik sebesar 94,42%.
3. Hasil karakterisasi sifat fisika pada biodiesel dengan kondisi operasi terbaik
telah memenuhi standar SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, EN 14214/09
bedasarkan nilai densitas, viskositas, kadar air, dan total gliserol.
4. Proses pencucian biodiesel telah tepat, sebagaimana pengujian kadar air
pada biodiesel menunjukkan nilai nol pada data. Hal ini memungkinkan
kandungan air pada biodiesel sangat kecil sehingga diperlukan timbangan
yang lebih sensitive.
5. Hasil karakterisasi biodiesel yang diperoleh masih belum memenuhi standar
tertera terhadap kandungan total kandungan ester, monogliserida,
digliserida dan trigliserida, Hal ini disebabkan ketidakmampuan trigliserida
dalam minyak untuk bereaksi pada metanol untuk membentuk metil ester.

5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Disarankan untuk mengkaji variasi pengaruh suhu kalsinasi dari daun kucai
untuk mengetahui kemampuan katalis
2. Disarankan untuk mengkaji variasi kecepatan pengadukan dari proses reaksi
transesterifikasi untuk mengetahui pengaruh terhadap hasil yield biodiesel

35
3. Disarankan pencegahan kontak udara antara katalis abu daun kucai dengan
udara untuk menjaga efektifitas kemampuan katalis.
4. Disarankan untuk melalukan analisis luas permukaan dan diameter pori dari
abu daun kucai dengan metode BET-EBH

36
DAFTAR PUSTAKA
Abukhadraa, Mostafa R., Mohamed Abdel Salamc dan Sherouk M. Ibrahima. 2019.
Insight into the catalytic conversion of palm oil into biodiesel using
Na+/K+ trapped muscovite/phillipsite composite as a novel catalyst: Effect
of ultrasonic irradiation and mechanism. Renewable and Sustainable
Energy Reviews 115(109346):1–12
Adu, Risna Erni Yati. 2020. Pemanfaatan Abu Tongkol Jagung sebagai Alternatif
Katalis Basa pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal
Saintek Lahan Kering. 3(1): 7-9
Ahmed, Shakib, Fazlay Rubbi, Tanjina Bintay Azad dan Likhan Das. 2020.
Biodiesel from Vegetable Oil with Ethanol using Eggshell as
Heterogeneous Catalyst. International Conference on Mechanical,
Industrial and Energy Engineering 19–21
Asia-Pacific Economic Cooperation. 2007. Establishment of the Guidelines for the
Development of Biodiesel Standards in the APEC Region. Texas.
Bintang, Muh. Taufiq M. dan A. Saleh. 2015. Sintesis Biodiesel Dari Minyak Biji
Nyamplung (Callophylluminnophylum L.) dengan Metode
Ultrasonokimia. Chimica et Natura Acta. 3(2): 84-89
Chua, S. Y., L. A/P .Periasamy, C. M. H. Goh, Y. H. Tan, N. M. Mubarak, J.
Kansedo, M. Khalid, R. Walvekar, dan E.C. Abdullah. 2020. Biodiesel
synthesis using natural solid catalyst derived from biomass waste—A
review. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 81:41-60
Delfinoa, José Rodrigues, Thúlio C. Pereiraa, Helmara D. Costa Viegasa, Edmar P.
Marquesa, Antônio A. Pupim Ferreirab, Lei Zhangc, Jiujun Zhanga dan
Aldaléa L. Brandes Marquesa. 2018. A simple and fast method to
determine water content in biodiesel by electrochemical impedance
spectroscopy. Talanta 179:753-759
Dianursanti, Pijar Religia dan Anondho Wijanarko. 2014. Utilization of n-Hexane
as Co-Solvent to Increase Biodiesel Yield on Direct Transesterification
Reaction from Marine Microalgae. Procedia Environmental Sciences
23:412–420

37
Erwin, O. Patibong dan S. P. Pasaribu. 2014. Pemanfaatan Abu Batang Pisang
(Musa Paradisiaca) dengan Variasi Berat Abu Sebagai Katalis dalam
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Indonesia Chimica Acta.
7(2):12–20.
Faraque, M. O., A. A. Razzak dan M. M. Hossain. 2020. Application of
Heterogeneous Catalysts for Biodiesel Production from Microalgal Oil—
A Review. Catalysts. 10:1–25.
Farooq, M., Ramli, A., Naeem, A., Ahmad, S., dan Islam, M.G.U. 2018. Biodiesel
Production from Date Seed Oil (Phoenix dactylifera L) via Egg Shell
Derived Heterogeneous Catalyst. Chemical Engineering Research and
Design. Vol. 132:644-651
Fatimah, Kartika. 2021. Perbandingan Optimasi Biodiesel Dari Minyak Biji Kelor
(Moringa oleifera L.) Menggunakan Metode Response Surface
Methodology (RSM) dan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO).
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. Skripsi
Ferreira, R. S. B., R. M. d. Passos, K. A. Sampaio dan E. A. C. Batista, 2019.
Heterogeneous Catalysts for Biodiesel Production: A Review. Food and
Public Health. 9(4):125–137.
Haro, Ginda, Siti Morin Sinaga, I. Iksen, N. Nerdy dan Suthinee
Theerachetmongkol. 2017. Protective Effects of Chives Leaves (Allium
Schoenoprasum, L.) Infusion Against Ethylene Glycol and Ammonium
Chloride Induced Nephrolithiasis in rats. Journal of Applied
Pharmaceutical Science 7(08):222-225
Iksen, G, Haro dan Masfira. 2019. Determination of Potassium, Calcium, and
Sodium Level in Fresh and Boiled Chives (Allium Schoenoprasum L.)
Leaves by Atomic Absorption Spectrophotometry. Journal Of
Pharmaceutical and Sciences (Jps). 2(2):24–28.
Irawan, Dedy. 2019. Pengaruh Rasio Metanol dan KOH pada Proses Pembuatan
Biodiesel dengan Metode Elektrolisis Menggunakan Elektroda Perak.
Prosiding Senati. ISSN: 208-4218
Krishnaprabu, S. 2019. A Review on Biodiesel Production as Alternative Fuel. Int.
J. Pure App. Biosci. 7(2): 258-266

38
Kusyanto dan P. A. Hasmara. 2017. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Menjadi Katalis
Heterogen dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Sawit. J. trop Pharm
Chem. 4(1):14–21.
Laila, Lia dan Listiana Oktavia. 2017. Kaji Eksperimen Angka Asam dan
Viskositas Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit dari PT Smart
Tbk. Jurnal Teknologi Proses dan Invoasi Industri 2(1):27–31
Lima, R. S. dan J. M. Block. 2019. Coconut Oil: What Do We Really Know About
It So Far. Food Quality Safety. Vol 20: 1-12.
Mahlia, T.M.I., Z.A.H.S. Syazmi, M. Mofijur, A.E. Pg Abas, M.R. Bilad, Hwai
Chyuan Ong dan A.S. Silitonga. 2020. Patent landscape review on
biodiesel production: Technology updates. Renewable and Sustaianable
Energy Reviews 118(109526):1–9
Mapossa, António B., Joelda Dantas dan Ana C. F.M. Costa. 2019.
Transesterification reaction for biodiesel production from soybean oil
using Ni0.5Zn0.5Fe2O4 nanomagnetic catalyst: Kinetic study.
International Journal of Energy Research 44(11):1-11
Mardwati, E., M. S. Hidayat, D. M. Rahmah dan S. Rosalinda. 2019. Produksi
Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Kasar Off Grade dengan Variasi
Pengaruh Asam Sulfat pada Proses Esterifikasi Terhadap Mutu Biodiesel
yang dihasilkan. Jurnal Indutri Pertanian. 1(3):46–60.
Marjaya, A., R. A. SuE, D. Murniati. 2015. Efektivitas Berat Katalis Dari Abu Kulit
Buah Kelapa Pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit Menjadi
Minyak Sawit Menjadi Metil Ester. Jurnal Kajiah Ilmiah UBJ. 15(1):35–
48
May, Choo Yuen dan Kalanithi Nesaretnam. 2014. Research advancements in palm
oil nutrition. European Journal of Lipid Science and Technology
116(10):1301–1315
Mizik, T. and G. Gyarmat. 2021. Economic and Sustainability of Biodiesel
Production - A Systematic Literature Review. Clean Technologies. 3:19–
36.
Mofijur, M., Sk. Yasir Arafat Siddiki, Md. Bengir Ahmed Shuvho, F. Djavanroodi,
I.M. Rizwanul Fattah, Hwai Chyuan Ong, M.A. Chowdhury dan T.M.I.

39
Mahlia. 2020. Effect of nanocatalysts on the transesterification reaction of
first, second and third generation biodiesel sources- A mini-review.
Chemosphere 270(128642):1–14
Niawanti, Helda. 2020. Review Perkembangan Metode Produksi Dan Teknologi
Pemurnian Dalam Pembuatan Biodiese. Journal Chemurgy. 4(1):27–35.
Odia, Osaretin J, Sandra Ofori dan Omosivie Maduka. 2015. Palm oil and the heart:
A review. World Journal of Cardiology 7(3): 44–149
Oko, S. dan I. Syahrir. 2018. Sintesis Biodiesel dari Minyak Sawit Menggunakan
Katalis CaO Superbasa dari Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam.
Jurnal Teknologi. 10(2):113–122.
Oko, Syarifuddin dan Mohammad Feri. 2019. Pengembangan Katalis CaO Dari
Cangkang Telur Ayam Dengan Impregnasi KOH dan Aplikasinya
Terhadap pembuatan biodiesel dari Minyak Jarak. Jurnal Teknologi.
11(2): ISSN 2085 – 1669
Oladipo, B., T. V. Ojumu, dan E. Betiku. 2018. Potential of Pawpaw Peels as a Base
Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production: Modeling and
Optimization Studies. Nigerian Society of Chemical Engineers 48 Annual
Conference
Prastyo, Elli, Dian Farkhatus S., dan Puji Astuti Ibrahim. 2021. Pengaruh Waktu
Reaksi Terhadap Yield dan Kandungan Metil Ester Sintesis Biodiesel
Ampas Tahu Metode Elektrokatalitik. Jurnal Tekno Insentif. 15(1): 54-64
Purba, H. L. M. 2021. Karakterisasi Dan Aplikasi Abu Biji Pepaya (Carica Papaya)
Sebagai Katalis Heterogen Dalam Pembuatan Biodiesel Dari Minyak
Kelapa Sawit (RBD PALM OLEIN). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Ramirez, J.L. Aleman, Joel Moreira, S. Torres Arellano, Adriana Longoria, Patrick
U. Okoye, dan P.J. Sebastian. 2021. Preparation of a heterogeneous
catalyst from moringa leaves as a sustainable precursor for biodiesel
production. Fuel. 284:118983
Rasmey, A-H.M., M.A. Tawfik dan M.M. Abdel-Kareem. 2019. Direct
transesterification of fatty acids produced by Fusarium solani for biodiesel

40
production: effect of carbon and nitrogen on lipid accumulation in the
fungal biomass. Journal of Apllied Microbiology ISSN 1364–5072
Rasyid, R., Z. Sabara1, A. Pratiwi H, R. Juradin dan R. Malik. 2018. The Production
of Biodiesel from a Traditional Coconut Oil Using NaOH/γ-Al2O3
Heterrogeneous Catalyst. IOP Conf. Series: Earth and Enviromental
Science, 175:1–5
Ristianingsih, Y., N. Hidyah dan F. W. Sari. 2015. Pembuatan Biodiesel dari Crude
Palm Oil (CPO) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses
Transesterifikasi Langsung. Jurnal Teknologi. 2(1).
Rosmawaty, I. W. Supata dan D. Kamanasa. 2017. Pemanfaatan Katalis Ca3(PO4)2
Dari Tulang Ikan Tuna Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak
Bintanggur (Callophyllum inophyllum L). MjoCE. 8(1):12-24.
Setiadji, S., N. Tanyela B., T. Sudiarti, E. Prabowo H., dan B. Wahid N. 2017.
Alternatif Pembuatan Biodiesel Melalui Transesterifikasi Minyak Castor
(Ricinus communis) Menggunakan Katalis Campuran Cangkang Telur
Ayam dan Kaolin. Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Kimia.3(1): 1-10
Shaaban, W., A.H. El-Shazly, M.F. Elkady dan M. Ohshima. 2015. Investigation
of Factors Affect Biodiesel Production in Microreactor with T-Mixer.
International Proceedings of Chemical, Biological and Environmental
Engineering. 88(3):11–15
Sharma, A. K., P. K. Sharma, V. Chintala, N. Khatri dan A. Patel. 2020.
Environment-Friendly Biodiesel/Diesel Blends for Improving the Exhaust
Emission and Engine Performance to Reduce the Pollutants Emitted from
Transportation Fleets. International Journal of Environmental Research
and Public Health. 17:1–18.
Sinaga, M. S., S. Pandia, T. F. Tarigan dan W. G. Tiffani. 2018. Utilization Of
Cacao Peel Waste To K2O Heterogeneous Catalyst In Biodiesel Synthesis
By Waste Cooking Oil: Effect Of Catalyst Calcination Temperature. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science. 205:1–8.

41
Snafi, Ali Esmail Al. 2013. Pharmacological Effects Of Allium Species Grown In
Iraq. International Journal of Pharmaceuticals and Health care Research
01(04):132–147
Su, Chia-Hung, Hoang Chinh Nguyen, Uyen Khanh Pham, My Linh Nguyen dan
Horng-Yi Juan. 2018. Biodiesel Production from a Novel Nonedible
Feedstock, Soursop (Annona muricata L.) Seed Oil. Energies 2018 1–11
Sulaiman, Nur Fatin, Ainul Nadia Nor Hashim, Susilawati Toemen, Salmiah Jamal
Mat Rosid, Wan Nur Aini Wan Mokhtar, Renugambaal Nadarajan dan
Wan Azelee Wan Abu Bakar. 2020. Biodiesel production from refined
used cooking oil using co-metal oxide catalyzed transesterification.
Renewable Energy 153:1–11
Suranta, Jepri dan Nurhayati, 2020. Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas
Menjadi Biodiesel Menggunakan Katalis CaO Cangkang Siput Gonggong
(Strombus Canarium) Diimpregnasi KoH: Variasi Waktu Dan Temperatur
Reaksi.Riau: Universitas Riau
Susilowati, E., A. Hasan dan A. Syarif. 2019. Free Fatty Acid Reduction in a Waste
Cooking Oil as a Raw Material for Biodiesel with Activated Coal Ash
Adsorbent. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1167
Tang, Wenxiang, Xiaofeng Wu, Dongyan Li, Zhen Wang, Gang Liu, Haidi Liua
and Yunfa Chen. 2014. Oxalate route for promoting activity of manganese
oxide catalysts in total VOCs’ oxidation: effect of calcination temperature
and preparation method. Journal of Materials Chemistry A 2:2544–2554
Taslim, D. A. Sinaga, M. N. Sihaloho, Iriany dan O. Bani. 2019. Biodiesel
Synthesis from Waste Cooking Oil using Heterogeneous Catalyst from
Corncob Ash Impregnated with KOH. International Conference on
Advance and Scientific Innovation (ICASI). 1175(2019)
Taslim, F. Irawan dan Iriany. 2020. Moringa Leaves (Moringa Oleifera) Potential
as Green Catalyst for Biodiesel Production. IOP Conf. Series: Materials
Science and Engineering 1003 (2020)
Taufik, M. dan H. Seftiono. 2018. Karakteristik Fisik Dan Kimia Minyak Goreng
Sawit Hasil Proses Penggorengan dengan Metode Deep-Fat Frying.
Jurnal Teknologi. 10(2):123–130.

42
Utami, Rizky. 2018. Penentuan Kadar Air dan Asam Lemak Bebas Dalam Minyak
Goreng Yang Beredar Dipasaran Kec. Medan Selayang. Karya Ilmiah
Valtech. 2020. Methanol. www.labchem.com. Diakses pada tanggal 9 Juli 2021.x`
Wahyudi, A. H. Tambunan, N. Purwanti, Joelianingsih dan H. Nabetani. 2018.
Tinjauan Perkembangan Proses Katalitik Heterogen dan Non-Katalitik
untuk Produksi Biodiesel. Jurnal Keteknikan Pertanian. 6(2):123–130.
Wendi, V. Cuaca dan Talim. 2014. Effect of Reaction Temperature and Catalyst
Concentration for Producing Biodiesel from Waste Beef Tallow Using
Heterogeneous Catalyst CaO from Waste Eggshell. Sriwijaya
International Seminar on Energy and Environmental Science &
Technology.
Zeng, Dan, Liu Yang dan Tao Fang. 2017. Process optimization, kinetic and
thermodynamic studies on biodiesel production by supercritical methanol
transesterification with CH3ONa catalyst. Fuel 203:739–748

43
LAMPIRAN A
DATA BAHAN BAKU

LA.1 KOMPOSISI FFA MINYAK KELAPA SAWIT


Tabel A.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Purba, 2021)
Komposisi Berat Molekul % x BM
Komponen Penyusun
(% Berat) (gr/mol) (gr/mol)
Asam Laurat (C12:0) 0,2319 200,32 0,46
Asam Miristat (C14:0) 0,8323 228,37 1,90
Asam Palmitat (C16:0) 37,0699 256,43 95,06
Asam Palmitoleiat (C16:1) 0,1555 254,41 0,40
Asam Stearat (C18:0) 3,2619 284,48 9,28
Asam Oleat (C18:1) 47,0248 282,47 132,83
Asam Linoleat (C18:2) 10,8267 280,45 30,36
Asam Linolenat(C18:3) 0,1746 278,43 0,49
Asam Arakidat (C20:0) 0,2854 312,53 0,89
Asam Eikosenoat (C20:1) 0,1369 310,54 0,43
Jumlah 100 272,10

Dari perhitungan pada Tabel A.1, diperoleh berat molekul rata-rata asam
lemak minyak goreng kelapa sawit sebesar 272,10 gr/mol.

LA.2 KOMPOSISI TRIGLISEIRDA MINYAK KELAPA SAWIT


Tabel A.2 Komposisi Trigliserida Minyak Kelapa Sawit (Purba, 2021)
Komposisi Berat Molekul % x BM
Komponen Penyusun
(% Berat) (gr/mol) (gr/mol)
Tri Laurin 0,2319 639,02 1,48
Tri Miristin 0,8323 723,16 6,02
Tri Palmitatin 37,0699 807,34 299,28
Tri Palmitolein 0,1555 801,27 1,25
Tri Stearin 3,2619 891,51 29,08
Tri Olein 47,0248 885,51 416,41
Tri Linolen 10,8267 879,43 95,21
Tri Linolenin 0,1746 873,507 1,53
Tri Arakidatin 0,2854 975,669 2,78
Tri Eikosenin (C20:1) 0,1369 969,669 1,33
Jumlah 100 854,37
Dari perhitungan pada Tabel A.2, diperoleh berat molekul rata-rata asam
lemak minyak goreng kelapa sawit sebesar 854,37 gr/mol.

LA-1
LA.3 KADAR FREE FATTY ACID (FFA) PADA MINYAK KELAPA
SAWIT
Untuk analisis kadar FFA minyak kelapa sawit, digunakan minyak kelapas
sawit sebanyak 20 gram dan larutan NaOH dengan normalitas 0,1 N. volume NaOH
yang terpakai adalah 3,7 mL. Dari perhitungan, didapat kadar FFA minyak kelapa
sawit adalah 0,52 %

V NaOH x N NaOH x BM FFA


%FFA = %
g sampel x 10
V NaOH x N NaOH x BM FFA
%FFA = %
g sampel x 10
3,8 x 0,1 x 272,10
%FFA = %
20 x 10
%FFA = 0,516 %

LA.4 KADAR AIR MINYAK SAWIT DAN BIODIESEL


Data untuk perhitungan kadar air minyak sawit dan biodiesel dapat dilihat
pada Tabel LA.3. Dari perhitungan, didapat kadar air minyak sawit adalah 0,2%
dan kadar air biodiesel adalah 0% atau 0 mg air/1 kg biodiesel.

Tabel A.3 Data Perhitungan Kadar Air Minyak Sawit dan Biodiesel
Bahan Massa Basah (g) Massa Kering (g)
Minyak Sawit 10,00 9,98
Biodiesel 10,00 10,00

berat minyak basah-berat minyak kering


Kadar air = x 100 %
berat minyak kering
10,00 - 9,98
Kadar air = x 100 %
9,98
Kadar air = 0,2 %

berat biodiesel basah-berat biodiesel kering


Kadar air = x 100 %
berat biodiesel kering

LA-2
10,00 - 10,00
Kadar air = x 100 %
10,00
Kadar air = 0 %

LA-3
LAMPIRAN B
DATA PENELITIAN

LB.1 DATA YIELD BIODIESEL


Hasil perhitungan yield biodiesel yang didapat ditunjukkan pada tabel B.1,
Tabel B.2, dan Tabel B.3.
Tabel B.1 Data Pengaruh Berat Katalis terhadap Yield Biodiesel
Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run Yield (%)
katalis (%) terhadap metanol (menit)
1 3 86,6
2 4 82,4
1:9 90
3 5 81,4
4 6 80,2

Tabel B.2 Data Pengaruh Rasio Mol Minyak dengan Metanol terhadap Yield
Biodiesel
Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run Yield (%)
katalis (%) terhadap metanol (menit)
5 1:6 82,6
1 1:9 86,6
3 90
6 1:12 92,4
7 1:15 84,2

Tabel B.3 Data Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biodiesel


Berat Rasio mol minyak Waktu reaksi
Run Yield (%)
katalis (%) terhadap metanol (menit)
8 60 87,8
6 90 92,4
3 1:12
9 120 94,42
10 150 83

LB-1
LB.2 DATA DENSITAS, VISKOSITAS DAN KADAR ESTER BIODIESEL
Tabel B.4 Hasil Analisis Densitas, Viskositas Kinematik dan Kemurnian pada
Biodiesel pada Yield Terbaik
Berat Rasio mol Waktu Densitas Viskositas Kadar ester
Run katalis minyak terhadap reaksi (kg/m3) (cSt) (%)
(%) metanol (menit)
9 3% 1 : 12 120 887 3,557 69,13

LB-2
LAMPIRAN C
CONTOH PERHITUNGAN

LC.1 PERHITUNGAN KEBUTUHAN METANOL

Gambar C.1 Reaksi Transesterifikasi dengan Metanol

Massa minyak = 50 g

Minyak : metanol = 1 : 12

BM Minyak = 854,37 g/mol

massa minyak
Mol minyak =
BM minyak

50
=
854,37

= 0,059 mol

Mol metanol = 12 x 0,059

Massa metanol = Mol metanol x BM mrrtanol

= 0,708 x 32

= 22,473 g

LC-1
LC.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN KATALIS
Massa minyak = 50 g

% katalis = 3% massa minyak

Massa katalis = 3% x 50 g

= 1,5 g

LC.3 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL


Pengukuran data untuk densitas dilakukan pada suhu 40oC

Densitas air (40oC) = 0,99225

Massa piknometer kosong = 14,42 g

Massa piknometer + air = 24,06 g

Massa air = 9,64 g

Massa air
Volume piknometer =
Densitas air

9,64
=
0,99225

= 9,72 ml

Massa piknometer + biodiesel = 23,04 g

Massa biodiesel = 8,62 g

Massa biodiesel
Densitas biodiesel =
Volume piknometer

8,62
=
9,72

= 0,887 g/cm3 = 887 kg/m3

LC-2
LC.4 PERHITUNGAN VISKOSITAS KINEMATIK BIODIESEL
Pengukuran data untuk viskositas kinematik dilakukan pada suhu 40oC

densitas sampel
Specific gravity (sg) =
densitas air

Viskositas sampel = k x sg x t

Kalibrasi air :

Viskositas air (40oC) = 0,656 x 10-3 kg/m.s

tair = 3,2676 s

sgair =1

Viskositas air = k x sg xt

0,656 x 10-3 = k x 1 x 3,2676

K = 0,201 x 10-3

Viskositas biodiesel :

trata-rata biodiesel = 17,58 s

densitas sampel
sgbiodiesel =
densitas air

0,887
= = 0,894
0,99225

Viskositas biodiesel = k x sg xt

= 0,201 x 10-3 x 0,894 x 17,58

= 0,3155 x 10-3

−3
0,3155 x 10
Viskositas kinematik = 887

= 3,557 x 10-6 m2/s = 3,557 cSt

LC-3
LC.5 PERHTIUNGAN YIELD BIODIESEL
massa biodiesel
Yield = 𝑥 100%
massa bahan baku
47,21
= 𝑥 100%
50
= 94,42 %

LC-4
LAMPIRAN D
HASIL ANALISIS

LD.1 HASIL ANALISIS SEM-EDX SERBUK DAN ABU DAUN KUCAI

10
10 µm
µm

LD-1
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide)
Fitting Coefficient : 0.0301
Total Oxide : 24.0
Element (keV) Mass% Sigma Mol% Compound Mass% Cation K
C K 0.277 86.62 0.04 97.73 C 86.62 0.00 85.9218
O 4.99
Na K 1.041 0.09 0.02 0.03 Na2O 0.12 0.30 0.1254
Mg K 1.253 0.19 0.02 0.11 MgO 0.32 0.61 0.2371
Al K 1.486 0.34 0.02 0.09 Al2O3 0.64 0.97 0.4832
Si K 1.739 0.77 0.03 0.37 SiO2 1.65 2.12 1.2791
P K 2.013 0.41 0.03 0.09 P2O5 0.94 1.02 0.6913
S K 2.307 1.15 0.03 0.49 SO3 2.88 2.76 2.0499
Cl K 2.621 0.20 0.01 0.08 Cl 0.20 0.00 0.4029
K K 3.312 2.38 0.02 0.41 K2O 2.86 4.68 4.2000
Ca K 3.690 0.60 0.02 0.20 CaO 0.84 1.16 1.0779
Cu K 8.040 0.64 0.04 0.14 CuO 0.81 0.78 0.9705
Zn K 8.630 0.54 0.04 0.11 ZnO 0.67 0.63 0.8071
Zr L 2.042 1.07 0.06 0.16 ZrO2 1.44 0.90 1.7538
Total 100.00 100.00 100.00 15.93

Gambar D.1 Hasil Analisis SEM-EDX Serbuk Daun Kucai

10
10 µm
µm

LD-2
3200

CaKa
2800

KKa
PKa
2400

AlKa SiKa
2000
FeLa

ClKa ClKb
OKa
Counts

CaKb
FeLl
1600
NaKa MgKa

KKb
1200
SKa SKb
CKa

800 FeKesc

FeKb
400 FeKa

0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

keV
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide)
Fitting Coefficient : 0.0213
Total Oxide : 24.0
Element (keV) Mass% Sigma Mol% Compound Mass% Cation K
C K 0.277 21.94 0.32 64.89 C 21.94 0.00 8.7575
O 26.30
Na K 1.041 0.46 0.05 0.36 Na2O 0.62 0.29 0.5863
Mg K 1.253 1.85 0.09 2.70 MgO 3.06 1.11 2.1073
Al K 1.486 0.85 0.07 0.56 Al2O3 1.60 0.46 1.1417
Si K 1.739 1.34 0.10 1.69 SiO2 2.86 0.69 2.1711
P K 2.013 9.61 0.25 5.51 P2O5 22.02 4.53 16.4209
S K 2.307 0.45 0.07 0.50 SO3 1.12 0.20 0.7721
Cl K 2.621 2.54 0.06 2.54 Cl 2.54 0.00 5.1166
K K 3.312 21.70 0.21 9.86 K2O 26.14 8.10 40.6502
Ca K 3.690 12.54 0.20 11.12 CaO 17.55 4.57 21.5480
Fe K 6.398 0.43 0.06 0.27 FeO 0.55 0.11 0.7283
Total 100.00 100.00 100.00 20.07

Gambar D.2 Hasil Analisis SEM-EDX Abu Daun Kucai

LD-3
LD.2 HASIL ANALISIS FTIR DAN GC BIODIESEL

100
90
80
Transmittance [%]

70
60
50
40
30

3779.87
3698.77

3468.78

2927.11
2857.75

2351.99

1746.06

1589.87

1457.98
1366.48

1245.49
1172.86

1021.22

877.39

725.44
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumber cm-1

Gambar D.3 Hasil Biodisesel


AnalisaInstrument
E:\FTIR Data\ANORGANIK_YP LAB\Rival AA\2022\MEAS\Biodisesel.0 FTIR Biodiesel
type and / or accessory 07/02/2022

Page 1/1

LD-4
Gambar D.4 Hasil Analisis GC Biodiesel

LD-5
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI PENELITIAN

LE.1 FOTO PERSIAPAN BAHAN BAKU PENELITIAN

Gambar E.1 Sampel Minyak Kelapa Sawit


LE.2 FOTO PERSIAPAN KATALIS

(a) (b)
Gambar E.2 (a) Serbuk Daun Kucai Sebelum Kalsinasi dan (b) Serbuk
Daun Kucai Setelah Kalsinasi

LE-1
LE.3 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI

Gambar E.3 Foto Proses Transesterifikasi

LE-2
Gambar E.4 Foto Proses Pemisahan Metil Ester dan Gliserol

Gambar E.5 Foto Proses Pencucian Metil Ester

LE-3
Gambar E.6 Foto Produk Akhir Biodiesel

LE-4

Anda mungkin juga menyukai