Anda di halaman 1dari 103

HASIL PENELITIAN

PENENTUAN KINETIKA PRODUKSI BIOGAS DARI


LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) CO-
DIGESTION TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS): PENGARUH PERBANDINGAN RASIO

DISUSUN OLEH :

GIO VANNY AGUSTIN


160405006

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN KINETIKA PRODUKSI BIOGAS DARI


LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) CO-
DIGESTION TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS): PENGARUH PERBANDINGAN RASIO

DIAJUKAN OLEH:

GIO VANNY AGUSTIN


160405006

Diketahui/Disetujui,

Koordinator Penelitian, Dosen Pembimbing,

Ir. Bambang Trisakti, M.T. Ir. Bambang Trisakti, M.T.


NIP. 19660925 199103 1 003 NIP. 19660925 199103 1 003

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan laporan hasil penelitian dengan judul “Penentuan Kinetika Produksi
Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Co-Digestion Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS): Pengaruh Perbandingan Rasio”, ini ditulis
berdasarkan hasil penelitian yang telah lakukan di Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Laporan hasil penelitian ini merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan laporan ini, penulis banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Trisakti, M.T, selaku dosen pembimbing atas
kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan
skripsi ini sekaligus sebagai Kooardinator Penelitian.
2. Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia
USU.
3. Rekan mahasiswa Teknik Kimia USU, terutama angkatan 2016 yang telah
mendukung dan membantu penulis mulai dari awal berjumpa di hari pertama
kuliah di kampus hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian
ini.
4. Keluarga besar penulis untuk dukungan doa dan motivasi yang tiada tara.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Medan, Agustus
2020

Gio Vanny Agustin


ii
ABSTRAK

Pembentukan produksi biogas dapat dilakukan dari campuran limbah cair pabrik
kelapa sawit dan tandan kosong kelapa sawit. Penelitian tentang proses permodelan
produksi biogas pada proses metanogenesis dari LCPKS co-digestion TKKS telah
dilakukan. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan perbandingan rasio (ω) pada
proses metanogenesis. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh perbandingan
rasio terhadap produksi biogas dan konstanta kinetik dari persamaan orde satu,
logistik, dan Gompertz yanag dimodifikasi serta mendapatkan model terbaik yang
dapat menggambarkan proses tersebut. Proses dilakukan dengan memvariasikan
perbandingan rasio fermentor reaktor batch , yaitu 20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1.
Analisa laju produksi biogas dan perbandingan rasio dilakukan untuk
menggambarkan produksi biogas pada metanogenesis. Produksi biogas tertinggi
dicapai pada variasi perbandingan rasio 35:1 yakni 0,0803 mL/mg VS. Masing-
masing persamaan/model menghasilkan tingkat keakurasian yang baik diliat dari R
squared dan dan nilai RMSE-nya. Pemodelan kinetika terbaik di dapatkan pada
persamaan Logistik dengan parameter kinetik Mm dan Rm adalah 0,6643 mL/mg VS
dan 2,8879 mL/mg VS.hari. Perbedaan nilai pertumbuhan mikroba yang diprediksi
dan diukur pada perbandingan rasio 35:1 adalah 1,071 % dengan koefisien
determinasi (R2) dan Root Mean Squared Error (RMSE) sebesar 0,9453 dan 0,3320.
Hasil R2 dan RMSE menunjukkan bahwa produksi biogas metanogenesis LCPKS
co-digestion TKKS pada perbandingan rasio 35:1 secara batch dapat dimodelkan
menggunakan persamaan logistik dengan tingkat keakurasian terbaik dibanding 2
model lainnya.

Kata kunci : Digestasi Anaerobik, Kinetika, LCPKS, Perbandingan rasio


TKKS

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR SIMBOL xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA 7
2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) DAN TANDAN
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) 8
2.3 DIGESTASI ANAEROBIK 10
2.4 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK 11
2.4.1 Tahapan Hidrolisis 11
2.4.2 Tahapan Asidogenesis 12
2.4.3 Tahapan Asetogenesis 13
2.4.4 Tahapan Metanogenesis 13
2.5 DIGESTER BATCH 14
2.6 BIOGAS 15
2.7 POTENSI METANA 17
2.8 PARAMETER UTAMA PADA DIGESTASI ANAEROBIK 17
2.8.1 Temperatur 17

iv
2.8.2 pH dan Alkalinitas 18
2.8.3 Pengadukan 19
2.8.4 Nutrisi 20
2.8.5 Total Solid (TS) dan Volatile Solis (VS) 21
2.8.6 Total Suspended Solid (TSS) 22
2.8.7 Chemical Oxygen Demand (COD) 22
2.9 KINETIKA REAKSI 23
2.9.1 Monod Model 23
2.9.2 The First Order Kinetic Model 24
2.9.3 Modified Stover-Kincannon Model 24
2.9.4 Grau Second-Order Multi-Component Model 25
2.9.5 Van der Meer and Heertjes Model 26
2.9.6 Michaelis Menten Model 26
2.9.7 Model Kinetik Gompertz yang dimodifikasi 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29
3.1 LOKASI PENELITIAN 29
3.2 BAHAN PENELITIAN 29
3.2.1 Bahan Utama 29
3.2.3 Bahan Pendukung/Analisa 29
3.3 TAHAPAN PENELITIAN 30
3.3.1 Analisis Bahan Baku 30
3.3.2 Variasi Rasio Substrat 30
3.4 KUMPULAN DATA 30
3.4.1 Analisis Data Proses Metanogenesis 30
3.4.2 Analisis Data Kinetika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 33
4.2 PENGARUH PERBANDINGAN RASIO (w) SELAMA PROSES
DIGESTASI ANAEROBIK 34
4.2.1 Pengaruh Perbandingan Rasio (w) Terhadap Dekomposisi Volatile
Solid (VS) 34
4.2.2 Pengaruh Perbandingan Rasio (w) Terhadap Produksi Biogas 36
4.3 ANALISIS KINETIKA PROFIL PRODUKSI BIOGAS PADA
PROSES METANOGENESIS LCPKS CO-DIGESTION TKKS 37

v
4.3.1 Model Kinetika Orde Satu/First Orde 37
4.3.2 Model Kinetika Persamaan Logistik 44
4.3.3 Model Kinetika Gompertz yang dimodifikasi 50
4.4 PERBANDINGAN RASIO PRODUKSI BIOGAS TERBAIK 58
4.4.1 Pengaruh Perbandingan Rasio terhadap Produksi Biogas
Terbaik 58
4.4.2 Evaluasi dan Perbandingan Berbagai Model Kinetika pada
Perbandingan Produksi Biogas Terbaik 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61
5.1 KESIMPULAN 61
5.2 SARAN 61
DAFTAR PUSTAKA 62

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Produksi Minyak Sawit dan Area Perkebunan di Indonesia 7


Gambar 2. 2 Skematik Konversi Pome/LCPKS Aerob dan Anaerob 10
Gambar 2. 3 Aliran Proses Selama Pencernaan Anaerob 11
Gambar 2. 4 Reaksi Asidogenesis 12
Gambar 2. 5 Reaksi Asetogenesis 13
Gambar 2. 6 Reaksi Metanogenesis 15
Gambar 2. 7 Proses Produksi Biogas 16
Gambar 2. 8 Proses Produksi Biogas dari LCPKS atau POME 16
Gambar 2. 9 Hasil Metana Untuk Mono-Digestion dan Co-Digestion 17
Gambar 2. 10 Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pertumbuhan 18
Gambar 2. 11 Diagram Skematis Bioreaktor Skala Laboratorium 20
Gambar 2. 12 Kurva Pertumbuhan 27
Gambar 3. 1 Rangkaian Peralatan 29
Gambar 4. 1 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) terhadap Volatile Solid (VS) 34
Gambar 4. 2 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) terhadap Dekomposisi Volatile
Solid (VS). 35
Gambar 4. 3 Pengaruh Waktu terhadap Volume Biogas pada Perbandingan Rasio
(ω) 36
Gambar 4. 4 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Orde Satu pada
Perbandingan Rasio (ω) 20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 37
Gambar 4. 5 Tren Konstanta (a) A, mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas (yield),
(c) k, hari-1, Konstanta Reaksi/Proses Fungsi Perbandingan Rasio 42
Gambar 4. 6 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Logistik pada
Perbandingan Rasio (ω) 20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 44
Gambar 4. 7 Tren Konstanta (a) Mm,mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas Maksimum
(yield), (b) Rm, mL/mg VS.hari, Laju Produksi Biogas 48

vii
Gambar 4. 8 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Gompertz
Dimodifikasi pada Perbandingan Rasio (ω) 20:1; 25:1; 30:1;
35:1; dan 40:1 51
Gambar 4.9 Tren Konstanta (a) Mm, mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas
Maksimum (yield), (b) Rm, mL/mg VS, Laju Produksi Biogas
Maksimum (c) λ, hari, Konstanta Periode Fase Lag Produksi Biogas
Fungsi Perbandingan Rasio 56
Gambar 4. 10 Pengaruh Perbandingan Rasio terhadap Produksi Biogas Terbaik 58
Gambar 4. 11 Perbandingan Data dan Berbagai Model Kinetika Produksi Biogas
terhadap Waktu Pada Perbandingan Rasio (ω) 35:1 59

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu Mengenai Penentuan Parameter Kinetika


Produksi Biogas Pada Proses Anaerobik Dengan Menggunakan
Permodelan 3
Tabel 2. 1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) 8
Tabel 2. 2 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 9
Tabel 2. 3 Komposisi Biogas 12
Tabel 2. 4 Jenis Mikroorganisme yang terlibat Pada Proses Digestasi Anaerobik 14
Tabel 2. 5 Klasifikasi Konfigurasi Digester Anaerob 15
Tabel 2. 6 Rentang Operasional Optimal dari Parameter Penting Untuk Proses AD 19
Tabel 2. 7 Kandungan C/N Biomassa 20
Tabel 2. 8 Model Pertumbuhan Bakteri 23
Tabel 3. 1 Metode Analisa pada Proses Pembuatan Biogas 30
Tabel 4. 1 Karakteristik LCPKS Perkebunan Nusantara III, Pabrik Kelapa Sawit
(PKS), Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai 33
Tabel 4. 2 Karakteristik Starter, Biogas Plant, USU 33
Tabel 4. 3 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob 40
Tabel 4. 4 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob 41
Tabel 4. 5 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Produksi Biogas Model Persamaan
Logistik 46
Tabel 4. 6 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob 47
Tabel 4. 7 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Produksi Biogas Model Persamaan
Gompertz Termodifikasi 53
Tabel 4. 8 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob 54
Tabel 4. 9 Nilai Parameter dari Berbagai Persamaan Kinetika 59
Tabel L3. 1 Karakteristik LCPKS Perkebunan Nusantara III, Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai dan Starter Pilot Plant
Biogas, Pusdiklat LPPM USU L3-4
Tabel L3. 2 Hasil Analisis Karakteristik Campuran LCPKS dan Starter L3-4
ix
Tabel L3. 3 Data Hasil Analisis Volatile Solid (VS) Pengaruh Perbandingan
Rasio (ω) L3-5
Tabel L3. 4 Data Produksi Biogas pada Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) L3-5
Tabel L3. 5 Data Hasil Analisis Yield Produksi Biogas (mL/mg VS) Pada
Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) L3-5
Tabel L3.6 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
dengan Data 3 Permodelan Kinetika Perbandingan Rasio 20:1 L3-7
Tabel L3.7 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
dengan Data 3 Permodelan Kinetika Perbandingan Rasio 25:1 L3-7
Tabel L3.8 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
dengan Data 3 Permodelan Kinetika Perbandingan Rasio 30:1 L3-7
Tabel L3.9 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
dengan Data 3 Permodelan Kinetika Perbandingan Rasio 35:1 L3-7
Tabel L3.10 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
dengan Data 3 Permodelan Kinetika Perbandingan Rasio 40:1 L3-7
Tabel L3.11 Data Parameter Kinetik dari 3 Permodelan Kinetika pada
Perbandingan Rasio 20:1 L3-7
Tabel L3.12 Data Parameter Kinetik dari 3 Permodelan Kinetika pada
Perbandingan Rasio 25:1 L3-7
Tabel L3.13 Data Parameter Kinetik dari 3 Permodelan Kinetika pada
Perbandingan Rasio 30:1 L3-7
Tabel L3.14 Data Parameter Kinetik dari 3 Permodelan Kinetika pada
Perbandingan Rasio 35:1 L3-7
Tabel L3.15 Data Parameter Kinetik dari 3 Permodelan Kinetika pada
Perbandingan Rasio 40:1 L3-7

x
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS L1-1


L1.1 ANALISIS VOLATILE SOLID (VS) L1-1
LA.2 ANALISIS GAS L1-1
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN L2-1
L2.1 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE SOLID (VS) L2-1
L2.2 PERHITUNGAN PERSENTASE DEGRADASI VOLATILE
SOLID (VS) L2-2
L2.3 PERHITUNGAN PRODUKSI BIOGAS / (VS) L2-1

L2.4CONTOH PERHITUNGAN ROOT MEAN SQUARE ERROR


(RMSE) L2-3
LAMPIRAN 3 DATA HASIL ANALISA L3-1
L3. 1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DAN DAN
IIIIIIIDAN STARTER L3-1
L3. 2 DATA HASIL PENELITIAN PERBANDINGAN RASIO L3-2
L3. 3 DATA HASIL ANALISIS LAJU PRODUKSI BIOGAS
MENGGUNAKAN 3 PEMODELAN KINETIKA L3-3

xi
DAFTAR SINGKATAN

AIC Akaike Information Kriterion


AD Anaerobik Digestasi
COD Chemical Oxygen Demand
LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
MAD Mean Absolute Deviation
MAPE Mean Absolute Percentage Error
MSE Mean Square Error
pH Power of Hydrogen
R2 R Squared
RMSE Root Mean Square Error
SCOD Soluble Chemical Oxygen Demand
TS Total Solids
TSS Total Suspended Solids
VS Volatile Solids
VSS Volatile Suspended Solids
VFA Volatile Fatty Acid

xii
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


Mm Potensi produksi biogas maksimum Laju (VSS g/L)
Rm produksi biogas maksimum (VSS g/L.hari)
λ Periode fase lag hari
Mexp Hasil produksi biogas terukur (VSS g/L)
Mt Hasil produksi biogas model (VSS g/L)

R2 Koefisien determinasi
RMSE Root-mean-square error
ω Perbandingan rasio

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor ekonomi utama di negara-
negara Asia Tenggara (Sawatdeenarunat et al., 2019) Umumnya bahwa setiap satu
ton tandan buah di pabrik kelapa sawit menghasilkan hampir 0,5-0,75 ton Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) (Suksong et al., 2020). Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) telah digunakan sebagai co-subtrat dengan LCPKS untuk
meningkatkan produksi biogas (Ahmad et al., 2019). TKKS mengandung
polisakarida seperti glukan sekitar 33,5%-41,2% yang dapat dicerna secara anaerob
untuk menghasilkan biohidrogen ataupun dihidrolisis menjadi glukosa (Charnnok et
al., 2019) Berdasarkan komposisinya, LCPKS dan TKKS berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. (Harsono et al., 2014)
berpendapat bahwa polutan paling signifikan dari pabrik kelapa sawit adalah
LCPKS, limbah ini jika tidak dibuang dengan benar akan memiliki dampak negatif
pada lingkungan sekitarnya seperti polusi air dan emisi gas rumah kaca. Salah satu
cara mengolah limbah ini ialah dengan metode anaerobic digestion.
Anaerobic digestion (AD) adalah proses biokimia yang memanfaatkan bahan
organik biodegradable sebagai bahan baku utama dan mengubahnya menjadi biogas
dimana proses ini terjadi tanpa adanya oksigen (Hamzah et al., 2019). Biogas
merupakan solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan biaya yang
efisien (Achinas & Euverink, 2019). Produk biogas yang dihasilkan biasanya
mengandung 65% metana, 35%% karbon dioksida dan selebihnya beberapa gas
lainnya ( Ahmad, 2019a). Jumlah biogas yang dihasilkan oleh proses AD bergantung
pada pada beberapa parameter seperti suhu, pH, TS, rasio C/N, COD, pengadukan,
dan reaktor set-up (Vaez & Zilouei, 2020).
Co-digestion adalah campuran dari dua atau lebih subtrat. Tujuan dari
pencampuran yaitu untuk menyeimbangkan pH atau keberagaman subtrat di dalam
digester dan untuk mempertahankan rasio karbon terhadap nitogen yang optimal.
Adapun substrat yang cocok untuk pencernaan anaerob mengandung karbon (C) dan
nitrogen (N). Keseimbangan C dan N merupakan persyaratan untuk biogas. Secara

1
proporsional, rasio yang direkomendasikan sebagai rasio yang optimal untuk kinerja
digester yang efektif tanpa meghambat proses yaitu sekitar 30:1 atau 20:1 (Issah et
al., 2020). Pencampuran LCPKS dan TKKS adalah salah satu langkah untuk
produksi hidrogen dan listrik. Hidrogen adalah sumber energi sekunder yang bagus
dikarenakan efiesiensi pemanfaatannya yang tinggi dan ramah lingkungan
(Darmawan et al., 2019).
Penelitian tentang pembuatan biogas dari LCPKS co-digestion TKKS telah
dilakukan yang dipengaruhi oleh perbandingan rasio sudah dilakukan, mulai dari
skala lab hingga ke skala pilot plant (Octiva et al., 2018). Permodelan yang
digunakan dalam pembuatan biogas telah banyak dilakukan sebagai pengontol dan
pembanding. Permodelan tentang pembutan biogas diantaranya yaitu: persamaan
Logistik, Modified Stover–Kincannon, Grau Second-order Multi-component
Substrate Removal, , Monod, Van der Meer and Heertjes, The First Order Kinetic,
Gompertz, dan Modification Gompertz.
Gompertz yang dimodifikasi digunakan dalam menganalisis dinamika proses
selama digestasi anaerobik yang dilakukan untuk menjelaskan perbedaan
biodegrabilitas substrat serta kecepatannya (Maneein et al., 2020). Model orde satu
diadopsi sebagai espresi sederhana yang melibatkan fenomena kompleks (López et al., 2020).
Sedangkan untuk persamaan logistik telah umum diterapkan untuk permodelan kinetik
metanogenesis (Scarcelli et al., 2020). Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan ditinjau
konstanta pembentukan biogas dari LCPKS menggunakan beberapa persamaan
variasi perbandingan substrat. Penelitian terdahulu tentang pembentukan biogas
menggunakan pemodelan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

2
Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu Mengenai Penentuan Parameter Kinetika Produksi Biogas Pada Proses
Anaerobik Dengan Menggunakan Permodelan
Peneliti Judul Penelitian Kondisi Penelitian Hasil Penelitian

(Mohammed, Improved of Biogas Digunakan limbah daun ziziphus (ZL) dan Model kinetika yang diperoleh yaitu:
Ridha, & Production by Anaerobic limbah sapi (CM) pada reaktor batch rasio 1. Untuk substrat ZL:CM
Majeed, 2020) Co-Digestion of Zizhipus 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, dan 100:0.
G(t) = 4090.exp{-exp[((126)/4090)(32,43-t)+1]}
Leaven and Cow Manure Hasil percobaan akan di aplikasikan pada
2. Untuk substrat CM
Waste. persamaankgompertzkyangkdimodifikasik
dengankmembandingkan antara mono- G(t) = 2380.exp{-exp[((52)/2380)(27,40-t)+1]}

digestion dan co-digestion.

(Hou, Zhao, Untuk rasio pencampuran optimum FW:RS:RB adalah


Synergistic Effects of Digunakan limbah jerami padi (RS) dan 60:10:30, peningkatan hasil metana sebesar 35,23%
Lei, Shimizu,
Rice Straw and Rice dedak padi (RB) sebagai penambahan dengan persamaan berikut:
& Zhang,
Bran on Enchanced pada limbah makanan (FW) dengan
2020)
Mathane Production perbandingan rasio 100:0:0; 50:50:0;
G(t) = 242,91.exp{-exp[((11,62)/242,91)(3,67-t)+1]}
and Proses Stability of 50:0:50; 34:33:33; 50:25:25; 60:30:10;
Anaerobic Co-Digestion 60:20:20; dan 60:10:30. Hasil percobaan
of Food Waste. akan diaplikasikan pada gompertz yang
dimodifikasi.

3
(Ramadhani, Kinetics of Anaerobic Limbah makanan digunakan sebagai Model Gompertz yang dimodifikasi
Damayanti, bahan baku pembuatan biogas pada produksi biogas:
Digestion of Palm Oil
Sudibyo, & menggunakan reactor batch. Reaktor P = 7583,2 x exp {-exp[581,8e/7583,2(2,4-t)+1]}
Mill Effluent (POME) in
Budhijanto, dioperasikan dengan konsentrasi RMSE dan R2 yaitu 1,71% dan 0,9998%
Double-Stage Batch
2018) Bioreactor with padatan 7,5% total solid dan pH 7.

Recirculation and Campuran diaduk dua kali sehari.

Fluidization of Setiap reaktor dipertahankan dengan

Microbial suhu yang berbeda (30, 40, 50 dan 60

Immobilization Media °C) menggunakan water bath. Studi


kinetika dilakukan menggunakan
persamaan Gompertz yang
dimodifikasi dan model logistik.

4
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Produksi biogas biasanya dipengaruhi oleh jenis substrat, rasio pencampuran,
rasio C/N, Organic Loading Rate (OLR), Hydraulic Retention Time (HRT), pH,
maupun suhu yang digunakan. Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh
perbandingan rasio (ω) terhadap produksi biogas dari LCPKS co-digestion TKKS
untuk mendapatkan konstanta produksi biogas dengan menggunakan persamaan
Orde satu, Logistik, dan Gompertz yang dimodifikasi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan pengaruh perbandingan rasio (ω) terhadap laju produksi
biogas yang dihasilkan.
2. Mendapatkan konstanta kinetika produksi biogas dari LCPKS co-digestion
TKKS menggunakan persamaan Orde satu, Logistik, dan Gompertz yang
dimodifikasi pada variasi perbandingan rasio (ω).
3. Mendapatkan persamaan kinetika terbaik dengan mengevaluasi nilai R 2
(Coefficient Determination) dan RMSE (Root Mean Squarred Error).

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh perbandingan rasio
(ω) terhadap laju produksi biogas yang dihasilkan.
2. Memberikan informasi tambahan mengenai konstanta kinetika produksi
biogas dari LCPKS co-digestion TKKS menggunakan persamaan Orde satu,
Logistik, dan Gompertz yang dimodifikasi pada variasi perbandingan rasio
(ω).
3. Memberikan informasi tambahan mengenai persamaan kinetika terbaik
dengan mengevaluasi nilai R2 (Coefficient Determination) dan RMSE (Root
Mean Squarred Error).

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini,
bahan baku yang digunakan adalah Limbah Cair Kelapa Sawit dari PT Perkebunan
Nusantara III, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, Kabupaten Serdang
5
Bedagai. Penelitian dilakukan menggunakan reaktor batch dengan kapasitas 6 liter.
Adapun variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Variabel tetap:
 LCPKS dan TKKS dari PKS Rambutan PTPN III.
 Reaktor batch berpengaduk volume 6 L
 Suhu 55o C
 Variabel divariasikan:
Perbandingan rasio dari fermentor divariasikan 20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan
40:1
Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi analisis pada
bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan waktu analisa awal (t 0) limbah.
Adapun analisis cairan ini terdiri dari :
a. Analisis Cairan
 Pengukuran pH
 Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)
 Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat)
 Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)
 Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat)
 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka)
 Analisis Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) (Metode Reflux Terbuka)
Analisis VSS dilakukan setiap hari .
b. Analisis Gas :
Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu
gas CO2 dan H2S.
c. Analisis Model Kinetika
Analisa keakuratan dan perbandingan model kinetika dengan:
 Penentuan Parameter Kinetika (Excel Solver)
 R- Squared/R2
 Root Mean Square Error/RMSE

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA


Kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang dibudidayakan secara luas di
daerah tropis dan subtropis yang lembab. Tetapi saat ini Indonesia, Malaysia,
Thailand, Columbia dan Nigeria adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar
dunia. Kelapa sawit adalah spesies paling penting dari genus Elaeis yang termasuk
dalam famili Palmae. Namun, tanaman ini sering dianggap sebagai tanaman minyak
paling produktif dan ekonomis di dunia, dengan satu hektar tanaman kelapa sawit
menghasilkan 10-35 ton tandan buah segar (TBS) per tahun. 30 ton TBS per jam
menghasilkan POME dimana terdiri dari metana dengan laju pembakaran tahunan
12,0 juta liter bahan bakar minyak (Ohimain & Izah, 2017).
Berikut merupakan data produksi minyak sawit dan area perkebunan di
Indonesia dari tahun 2014 hingga 2017 dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini:

Produksi Minyak Sawit Area Perkebunan


Gambar 2.1 Produksi Minyak Sawit dan Area Perkebunan di Indonesia
(Rajani et al., 2019)

Indonesia menghasilkan hampir 25 juta m3 ton kelapa sawit pada tahun


2011/2012. Sekitar 28 m3 biogas dihasilkan untuk setiap m3 limbah minyak sawit
dari pengolahan limbah pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit dapat mengolah
setiap ton tandan buah segar (TBS) yang menghasilkan rata-rata 120-200 kg minyak
kelapa sawit mentah (CPO), 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit atau empty
7
fresh fruit bunches (EFB), 130-150 kg serat, 60-65 kg kulit, 55-60 kg kernel, dan 0,7
m3 air limbah (Kismurtono et al., 2016).

2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) DAN TANDAN


KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
LCPKS merupakan kombinasi dari limbah yang diproduksi dan dibuang dari
sumber utama seperti air limbah yang terdiri dari klarifikasi (60%), sterilisasi
kondensat (36%) dan air limbah hidrosiklon (4%) (Norfadilah et al., 2016). LCPKS
mengandung sejumlah besar minyak (triasilgliserol) dan produk degradatif, seperti
mono dan diasilgliserol serta asam lemak, yang semuanya berkontribusi terhadap
tingginya COD dan BOD (Ahmad, 2019b). Berikut Karakteristik limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS) disajikan pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Bahan Baku Parameter Karakteristik Standar EIA


Temperatura 30 45
Ph 4,5 5,5 - 9,0
BOD 55000 50
COD 60000 100
VSS 28000 400
TS 45000
TVS 26300
TP 950
LCPKS
TOC 25000
Alkalinity 2993
O dan G 1500 50
NH3-N 90 150
TKN 890
TNb 945 200
VFA 1900
SO4 5
−1 a b
Semua parameter dalam mg L kecuali pH. suhu. Total nitrogen.
Sumber: Ahmad et al., (2019)

Pada pabrik kelapa sawit, hanya 18-20 % crude palm oil yang dihasilkan dari
tandan buah segar kelapa sawit, sementara 80 hingga 82 % merupakan limbah
organik yang dapat menjadi produk sampingan utama. Limbah organik tersebut baik
fraksi cair maupun padat, menjadi sumber polusi utama dengan dampak lingkungan
yang tinggi terhadap keberlanjutan industri minyak sawit. Sekitar 60 % (W/W)
limbah organik tersebut adalah padatan yang terdiri dari 23,5 % tandan buah kosong;
13,5 % serat mesocarp; 5 % cangkang dan 3,5 % decanter cake (Eko & Chaiprasert,
8
2020).
Tandan kosong kelapa sawit adalah produk sampingan bermasalah lainnya
dari pabrik kelapa sawit. TKKS memliki kadar air yang tinggi 60-70% dan
kandungan tinggi bahan organik berpotensi digunakan untuk produksi biogas.
Terlepas dari biomassa lignoselulosa, potensi biokimia metana (BMP) EFB
dilaporkan 0,15– 0,20 L CH4 / gVS dalam kondisi termofilik (55◦C) (Saelor et al.,
2017).
Tabel 2.2 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Bahan Baku Parameter Unit Nilai
COD (g/L) ND
Total Solid (%) 99,70
Volatile solids (%) 77,30
Karbohidrat (g/L) ND
pH - ND
Alkalinitas (gCaCO3/kg) 0,9
TKKS Lignin (%) 30,50
Hemiselulosa (%) 26,20
Selulosa (%) 43,30
Karbon ( %C ) 50,1
Hiidrogen (%H ) 6,29
Oxsigen (%O) 42,97
Nitrogen (%N) 0,71
ND = Tidak ditentukan
Sumber: Saelor et al., (2017)
Kadar air tinggi TKKS (65%) adalah kelemahan utama material untuk proses
hilir (pembakaran, gasifikasi, dan pirolisis), dan pengeringan sangat penting untuk
mencapai tingkat kelembaban minimum <10% 80. TKKS kaya akan bahan
anorganik, seperti K2O, SO3, CaO, SiO2, Cl, Fe2O3, P2O3, MgO, dan beberapa elemen
yang dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik melalui proses mulsa (Sivasangar
et al., 2015).

9
2.3 DIGESTASI ANAEROBIK
Anaerobic digestation (AD) adalah metode yang gunakan untuk produksi
biogas serta pengolahan LCPKS (Wongfaed et al., 2015). Pencernaan anaerob dapat
dilakukan dalam tangki tertutup digester anaerob, tangki digester terbuka, atau
lagoon (Norfadilah et al., 2016). Pada proses ini, materi organik diuraikan oleh
bermacam-macam mikroba dengan kondisi bebas oksigen dan menghasilkan biogas
(CH4 sekitar 50-75% dan CO2 ssekitar 25-50%) (Zheng et al., 2014).
Keuntungan dari digestasi anaerobik dibandingkan dengan banyak teknologi
bioenergi lainnya yaitu AD dapat mengakomodasi berbagai jenis substrat bahkan
substrat yang memiliki kandungan kelembaban dan kotoran yang tinggi. AD dapat
dilakukan baik dalam skala besar maupun skala kecil dan di semua lokasi geografis
(Xu et al., 2018). Kelebihan AD juga lainnya yaitu lumpur yang dihasilkan sedikit,
kebutuhan nutrisi rendah, efisiensi dan produksi metana tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai sumber energi seperti pembangkit listrik tenaga biogas (Sumantri
et al., 2018).
Berikut merupakan skematik konversi POME / LCPKS aerob dan anaerob
disajikan pada gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2 Skematik Konversi POME / LCPKS Aerob dan Anaerob


(Ahmad & Ghufran, 2019)

10
2.4 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK
Ada empat tahap dasar yang terlibat dalam AD. Keempat dasar ini tahapan
membuat proses produksi biogas dari berbagai bahan organik seperti yang terjadi
pada digester anaerob. Tahapan yang dimaksud adalah hidrolisis, asidogenesis,
asetogenesis, dan metanogenesis. AD Proses ditandai oleh penguraian bahan
organik menjadi metana, karbon dioksida, nutrisi anorganik dan kompos dalam
lingkungan anaerob (Sawyerr et al., 2019).
Berikut merupakan tahapan proses digester anarobik disajikan dalam Gambar
2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3 Aliran Proses Selama Pencernaan Anaerob


(Sawyerr et al., 2019)

2.4.1 Tahapan Hidrolisis


Tahap pertama dalam digesti anaerobik adalah hidrolisis, dimana hidrolisis
terjadi sebagai ekstraseluler enzim yang diproduksi oleh mikroba hidrolitik,
menguraikan polimer organik kompleks menjadi monomer larut sederhana. Protein,
lipid, dan karbohidrat dihidrolisis menjadi asam amino, asam lemak rantai panjang,

11
dan gula (Zheng et al., 2014). Bakteri yang melakukan hidrolisis pada AD adalah
umum dan beragam, yaitu filum Bacteroidetes dan Firmicutes (termasuk spesies
Clostridia) (Omettoet al., 2019). Berikut merupakan komposisi dari biogas disajikan
pada Tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.3 Komposisi Biogas
Komponen Konsentrasi (%)
Methane (CH4) 55–60
Carbon dioxide (CO2) 35–40
Hydrogen (H2) 2–7
Hydrogen sulphide (H2S) 2
Ammonia (NH3) 0–0.05
Nitrogen (N) 0–2
Sumber: Ometto et al. (2019)

2.4.2 Tahapan Asidogenesis


Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversi oleh bakteri
fermentasi (acidogens) untuk campuran asam lemak volatil (VFA) dan produk kecil
lainnya seperti alkohol (Zheng et al., 2014). Selama asidogenesis, metabolisme
perantara termasuk asam lemak volatil, alkohol, aldehida terdegradasi menjadi asetat,
karbon dioksida dan gas hidrogen. Namun asidogenesis kadang-kadang disebut
sebagai fermentasi, dari produk-produk ini, asam lemak volatil sebagian besar
dibentuk oleh bakteri asidogenik (Ohimain & Izah, 2017). Bakteri asidogenesis yaitu
filum Bacteroidetes, Firmicutes, Chloroflexi, dan Proteiobacteria (Ometto et al.,
2019).
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2
(glukosa) (asam butirat)
C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O
(glukosa) (asam propionat)
Gambar 2.4 Reaksi Asidogenesis
(Azargoshasb et al., 2015)

2.4.3 Tahapan Asetogenesis


Asetogenesis adalah pembentukan asetat, H2, dan CO2 dari produk
12
fermentasi dari langkah asidogenesis. Bakteri yang aktif dalam langkah ini termasuk
genera Pelotomaculum, Smithllela, dan Syntrophobacter tetapi juga organisme (mis.,
Syntrophomonas) (Ometto et al., 2019).
CH3CH2COOH + 2H2O CH3COOH + CO2 + 3H2 (1)
CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2CH3COOH + 2H2 (2)
Gambar 2.5 Reaksi Asetogenesis
(Azargoshasb et al., 2015)

2.4.4 Tahapan Metanogenesis


Langkah terakhir dalam produksi biogas adalah metanogenesis.
Methanogensis di mana terutama H2 dan CO2 (methanogen hidrogenotropik) dan
asetat (metanogen asetatlastik) dikonversi menjadi CH4 dan CO2 (Ometto et al.,
2019). Methanogen hidrogenotrofik menggunakan hidrogen sebagai akseptor
elektron untuk produksi metana, sedangkan metanogen asetotrofik menggunakan
format sebagai donor elektron untuk pengurangan metana dan karbon dioksida.
Asetat yang berasal dari asam asetat dapat langsung digunakan sebagai substrat oleh
bakteri metanogenik untuk menghasilkan biogas. Degradasi produk dilakukan oleh
keragaman besar anaerob fakultatif melalui banyak jalur fermentasi. Biasanya,
sekitar 66% dari metana yang dihasilkan dibentuk melalui dekarboksilasi asetat,
sedangkan 34% sisanya diproduksi melalui mekanisme reduksi karbon dioksida oleh
aktivitas bakteri hidrogenofilik (Ohimain & Izah, 2017). Faktor yang mempengaruhi
tahap metanogenesis ini adalah kondisi operasi seperti komposisi bahan baku, laju
aliran umpan HRT, suhu, agitasi, dan pH. Produksi metana dapat terhenti karena
beberapa faktor, yaitu digester kelebihan muatan, perubahan suhu, atau masuknya
oksigen dalam jumlah besar (Trisakti et al., 2017).
CO2 + 4 H2 → CH4+ 2 H2O
Gambar 2.6 Reaksi Metanogenesis
(Garritano et al., 2018)
Volume yang ditampilkan oleh penganalisa dan volume air yang dipindahkan
digunakan untuk memperkirakan hasil metana (%) dibawah ini:
% metana = (vol. displayed by gas analyzer/vol. of water displaced) × 100
(Chaterjee et al., 2019). Berikut merupakan jenis mikroorganisme yang terlibat pada
proses digestasi anaerobik disajikan pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Jenis Mikroorganisme Yang Terlibat Pada Proses Digestasi Anaerobik
13
Jalur kelas
Substrat / produk proses konversi Contoh
mikrobiologis mikroba
Polimer kompleks Protein menjadi Beberapa spesies
untuk monomer bentuk rendahnya Clostridium dan
yaitu asam amino Bacillus
dan peptida
Polimer kompleks Karbohidrat untuk Beberapa spesies
bakteri
Hidrolisis untuk monomer produk yang lebih Clostridium dan
hidrolitik
rendah yaitu gula Staphylococcus
Polimer kompleks Lipid dengan Beberapa spesies
untuk monomer asam lemak Clostridium
rendah, konstituen Staphylococcus
dan alkohol dll
produk Monomer asam amino Beberapa spesies
menjadi perantara dikonversi Staphylococcus,
menjadi asam Pseudomonas,
bakteri
Asidogenesis lemak, asetat E. Bacillus,
fermentasi
coli, Desulfovibio
asidogenik
Monomer untuk Gula untuk Beberapa spesies
produk perantara menurunkan Clostridium
metabolit
perantara Asam lemak atau spesies Clostridium.
metabolisme alkohol menjadi
untuk metana, hidrogen atau
karbon dioksida, asetat
Bakteri asetat dll.
Acetogenesis
acetogenesis Perantara Asam lemak atau spesies
metabolik alkohol menjadi Sytrophomonas.
menjadi metana, hidrogen atau
karbon dioksida, asetat,
asetat dll.
metanogen Metana, karbon Hidrogen dan CO2 Methanobacterium,
pereduksi dioksida, asetat menjadi metana methanoplanus.
CO2 dll menjadi
metana, karbon
dioksida,
Metanogenesis hidrogen.
Aceticlastic Metana, karbon Asetat menjadi Metahnobacteria
methanogens dioksida, asetat metana dan CO2 (methanococcus)
dll menjadi
metana, karbon
dioksida
Sumber: Ohimain & Izah (2017)

2.5 DIGESTER BATCH


Digester batch beroperasi dengan jumlah limbah yang ditentukan,
sepenuhnya ditutup dan hanya dibuka kembali setelah produksi biogas dan mencerna
penarikan untuk memulai siklus baru, yang paling umum adalah kontinu /semi
kontinu biodigester, di mana limbah yang akan dicerna ditempatkan bersamaan
dengan pengumpulannya, tanpa perlu membuka peralatan. Digester anaerob yang
tercampur sempurna adalah dasarnya sistem perawatan anaerob, dengan waktu
retensi hidraulik (HRT) dan padatan yang sama waktu retensi (SRT), memberikan
14
stabilitas proses. Dimana lebih cocok untuk limbah dengan konsentrasi padatan yang
tinggi, kandungan kebutuhan oksigen kimia (COD) antara 8000 dan 50000 mg / L
(Nasir et al., 2019).
Berikut merupakan berbagai klasifikasi konfigurasi digester anaerob disajikan
pada tabel 2.5 dibawah ini:
Tabel 2.5 Klasifikasi Konfigurasi Digester Anaerob
Digester anaerob pertumbuhan • Continuous stirred-tank reactor (CSTR)
tersuspensi • Up flow anaerobic sludge blanket (UASB)
• Anaerobic sequencing batch reactor (ASBR)
• Anaerobic baffled reactor (ABR)
Digester anaerob pertumbuhan • Anaerobic filter (AF)
terlampir • Expanded-bed reactor (EBR)
• Fluidized-bed reactor (FBR)
Digester anaerob solid-state • Batch digester
• Continuous digester
Digester anaerobik rumah • Digester kubah tetap (tipe Cina)
tangga • Digester drum terapung (tipe India)

Sumber : Nguyen et al. (2019)

2.6 BIOGAS
Biogas dihasilkan dari proses pencernaan anaerobik dimana sebagian besar
terdiri dari metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Selain CH4 dan CO2, biogas
mentah juga mengandung sedikit jumlah amonia (NH 3), hidrogen sulfida (H2S),
hidrogen (H2), oksigen (O2), nitrogen (N2) dan karbon monoksida (CO) (Sun et al.,
2015). Biogas mempunyai sifat yang khas yaitu: tidak berwarna, relatif tidak berbau,
mudah terbakar, dan terbarukan (Ohimain & Izah, 2017). Menurut (Ravindra et al.,
2015), volume biogas dihasilkan oleh digester anaerob dan laju alirnya direkam
setiap hari selama 44 hari. Selain itu, residu biogas dapat digunakan sebagai pupuk
organik non fitotoksin (Kismurtono et al., 2016). Berikut merupakan rangkaian
proses produksi biogas yang disajikan pada Gambar 2.7 dibawah ini:

15
Gambar 2.7 Proses Produksi Biogas
(Aziz et al., 2019)
Dibawah ini merupakan rangkaian proses produksi biogas secara anaerobik
dari LCPKS atau POME ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.8 Proses Produksi Biogas dari LCPKS atau POME


(Rajani et al., 2019)
16
2.7 POTENSI METANA
Potensi metana didasarkan pada pencampuran atau tidaknya suatu bahan
baku. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh fakta perbedaan dalam
konten organik, komposisi kimia atau rasio inokulum terhadap substrat (I / S) antara
masing-masing uji BMP yang dilakukan.
Berikut merupakan perbedaan hasil metana untuk mono-digestion dan co-
digestion disajikan pada Gambar 2.9 dibawah ini:

Gambar 2.9 Hasil Metana Untuk Mono-Digestion dan Co-Digestion


(Sulaiman & Seswoya, 2019)
Dapat disimpulkan bahwa tingkat produksi metana yang lebih tinggi dapat
dicapai dengan karbohidrat yang lebih tinggi. Dalam grafik diatas, campuran co-
digestion memiliki konsentrasi karbohidrat yang tinggi dimana hampir 37% tingkat
degradasi dan dengan minimum 18% peningkatan tingkat produksi hasil metana
(Sulaiman & Seswoya, 2019).

2.8 PARAMETER UTAMA PADA DIGESTASI ANAEROBIK


2.8.1 Temperatur
Seperti proses biologis lainnya, suhu memainkan peran penting dalam
aktivitas mikroba dari proses AD. Temperatur yang lebih tinggi secara signifikan
meningkatkan kinetika pertumbuhan mikroba, sekresi enzim, difusi substrat, dan
pencampuran. Temperatur juga mempengaruhi kelarutan gas, mempengaruhi
17
toksisitas sulfida dan amonia, terutama terhadap metanogen. Proses AD termofilik
memiliki laju degradasi organik yang lebih tinggi karena laju pertumbuhan
termofilik bakteri dan metanogen dari pada kondisi mesofilik, membutuhkan HRT
yang lebih pendek Namun, yang pertama juga sangat rentan terhadap kegagalan jika
terjadi perubahan mendadak dalam kondisi lingkungan / operasi karena sensitivitas
yang lebih tinggi dari mikroba termofilik daripada mikroba mesofilik terhadap
perubahan mendadak suhu, laju pembebanan, adanya senyawa penghambat di antara
faktor-faktor lain. Selain itu, proses AD termofilik perlu buffered karena memiliki
rasio asam volatil / alkalinitas yang lebih tinggi, dan juga membutuhkan input energi
yang lebih tinggi untuk mempertahankan suhu digester yang lebih tinggi (Nguyen et
al., 2019). Pengaruh temperatur dapat dilihat pada Gambar 2.10 yang menunjukkan
sifat-sifat yang ditunjukkan oleh rezim suhu terhadap pertumbuhan bakteri

Gambar 2.10 Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pertumbuhan


(Krishnan et al., 2017)

2.8.2 pH dan Alkalinitas


Proses pH adalah indikator penting dalam proses anaerob. Bakteri
metanogenik sensitif terhadap kondisi asam. Kondisi asam dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri dan bakteri produksi metana. pH optimal mempunyai nilai yang
berbeda pada berbagai tahapan proses AD yang terjadi selama transformasi biologis.
Tingkat pH bisa di bawah 5 selama produksi asam organik, yang terjadi selama tahap
acetogenesis. Menurut (Zhao et al., 2018). kisaran pH optimal untuk mendapatkan
hasil biogas yang maksimal dalam AD adalah 6.5-7.5. pH yang lebih rendah
merupakan indikasi kegagalan sistem atau kapasitas buffer yang rendah dan dapat
menghambat pencernaan. PH tinggi juga dapat membatasi proses metanogenesis.

18
Nilai pH tergantung pada faktor-faktor berikut: VFA konsentrasi, konsentrasi
bikarbonat, alkalinitas sistem dan fraksi CO2 dalam gas digester. Hubungan antara
VFA dan konsentrasi bikarbonat adalah sangat penting untuk mempertahankan nilai
pH konstan dalam sistem (Sawyerr et al., 2019).
Berikut merupakan rentang operasional optimal dari parameter penting untuk
proses AD disajikan pada Tabel 2.6 dibawah ini:
Tabel 2.6 Rentang Operasional Optimal dari Parameter Penting untuk Proses AD
Parameter Rentang Optimal
pH 6,8–7,4
Temperature (°C) Mesophilic: 35–40
Thermophilic: 55–60
Solids retention time-to-hydraulic retention time ratio ≫1,0
(SRT/HRT)
Liquid-state: <15%
Total solids (TS) (%) Solid-state:
15%–30%
Total VFAs (mg/L as acetic acid) 50–250
Total alkalinity (ALK) (mg/L as CaCO3) 1500–3000
VFA/ALK ratio 0,1–0,2
Acetic acid (mg/L) <1000
Propionic acid (mg/L) <250
Oxidation reduction potential (ORP) (mV, with standard -200 to -350
hydrogen electrode)
Carbon to nitrogen (C/N) ratio 20–30
Chemical oxygen demand (COD) to nitrogen to 350:7:1
phosphorus (COD:N:P) ratio
Total ammonia nitrogen (TAN) (mg-N/L) 50–1000
H2 (ppm) <100
Sumber : Nguyen et al. (2019)

2.8.3 Pengadukan
Dalam digester anaerob konvensional, pencampuran telah diamati umumnya
meningkatkan hasil CH4 dan membuat digester lebih stabil. Pencampuran juga
membantu dalam menghilangkan kelebihan CO2 yang memiliki efek penghambatan
pada tekanan parsial lebih besar dari 0,2 atmosfer yang berakibat campuran (biogas
dan udara) dapat meledak. Ketika ledakan seperti itu terjadi, oksigen udara masuk
menghancurkan sifat mikroba pada LCPKS dan produksi metana berhenti (Sawyerr
et al., 2019).

19
Keterangan:
1. Unit kontrol
2. Pompa asam
3. Pompa dasar
4. Pompa antifoam
5. pemeriksaan pH
6. Pengontrol suhu
7. Motor listrik
8. Pelabuhan
pengambilan
sampel.
9. Kondensor
10. Berangkat ke
kantong gas

Gambar. 2.11 Diagram Skematis Bioreaktor Skala Laboratorium


(Mohd Ghazi & Nasir, 2018)

2.8.4 Nutrisi
Nutrisi dan elemen pelacak perlu ditambahkan pada dosis yang disarankan
untuk pertumbuhan mikroba dalam proses AD. Kinerja digester yang diberi makan
dengan substrat yang kekurangan nutrisi, seperti bahan baku lignoselulosa, agri-
residu, dapat sangat ditingkatkan dengan co-digesting dimana substrat yang kaya
nutrisi seperti kotoran hewan atau limbah makanan untuk menyesuaikan rasio
karbon-nitrogen (C / N) ke kisaran optimal 20-30. Selain itu, untuk media cair (mis.,
Air limbah industri), rasio COD: N: P perlu dipertahankan sekitar 350: 7: 1 untuk
sistem yang sarat muatan (Tabel 2.5). Selain itu, suplementasi elemen jejak, terutama
besi, nikel, kobalt, molibdenum, selenium, magnesium, seng, mangan, dll telah
terbukti memiliki pengaruh positif terhadap stabilitas proses AD dan produksi CH4
(Nguyen et al., 2019).
Kandungan C/N ratio dalam beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel
2.7:
Tabel 2.7 Kandungan C/N Biomassa
Biomassa Rasio C/N
Kotoran Manusia 8
Kotoran Bebek 8
Kotoran Ayam 10
Kotoran Kambing 12
Kotoran Babi 18
Kotoran Kerbau 24
20
Eceng Gondok 25
Jerami Jagung 60
Jerami Padi 70
Jerami Gandum 90
LCPKS 13,4
(Matin & Hadiyanto, 2018)

2.8.5 Total Solid (TS) dan Volatile Solid (VS)


Konsentrasi total solid (TS) dan volatile solid (VS) merupakan parameter makro
dalam proses anaerobik (Shamurad et al., 2020). TS digunakan untuk menunjukkan proporsi yang
signifikan dari biomassa aktif (Sandoval-Cobo et al., 2020). Adanya peningkatan nilai TS
secara kontinyu mengakibatkan penurunan produksi biogas. (Tsunatu et al., 2017)
menyimpulkan bahwa peningkatan nilai TS menyebabkan penurunan volume air
yang akibatnya mengurangi tingkat aktivitas mikroba dan mengakibatkan penurunan
hasil biogas. Komposisi total solid (TS) yang baik untuk produksi biogas berkisar 7-
9 %. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob berjalan dengan baik
(Effendy et al., 2018).
Volatile solid (VS) merupakan padatan organik yang menguap pada proses
pembakaran diatas 500oC. Analisis VS ini perlu dilakukan untuk mengetahui
banyaknya materi organik dalam limbah yang akan dikonversikan menjadi biogas
oleh bakteri metano. Konsentrasi Volatile solid (VS) didefinisikan sebagai fraksi
organik TS dan umumnya diukur sebagai persentase TS dalam gram per kilogram.
Untuk mengisolasi anorganik dari fraksi organik TS, substrat yang sudah kering
dibakar dalam tungku meredam pada 550° C. Residu setelah pembakaran adalah
fraksi anorganik (Kelly Orhorhoro, 2017). Pengukuran nilai VS dipengaruhi oleh
liginin dan senyawa organik non biodegradable yang mana dalam penggunaanya
harus dilakukan secara hati-hati (Sandoval-Cobo et al., 2020). Konsentrasi VS dapat
digunakan untuk menilai efisiensi sistem AD. Semakin tinggi kosentrasi VS semakin
tinggi pula pembebanan proses.

21
2.8.6 Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) merupakan analisis untuk melihat kondisi
kehidupan mikroorganisme (bakteri metanogenik) dalam menghasilkan biogas.
Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid (TSS) merupakan residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm
atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS ini menyatakan banyaknya senyawa
organik dan anorganik yang tersuspensi di dalam air (Speece, 1983).

2.8.7 Chemical Oxygen Demand (COD)


COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena
bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator
kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat,
sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang
kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi (Rao et al., 2010).
COD (chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah
senyawa organik, baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat
terbiodegradasi. Pengujian COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan
kalium dikromat untuk mengoksidasi senyawa organik (Abu Shmeis, 2018). Tahap
metanogenesis merupakan satu-satunya tahap di mana COD dari inffluent diubah
menjadi bentuk gas (van et al., 2008). Nilai COD juga dapat mengindikasikan
potensi biogas dari bahan. Nilai COD dapat menurun dan meningkat. Peningkatan
nilai COD disebabkan oleh jumlah biomassa yang lebih tinggi karena adanya indikasi
mikroba yang cukup untuk mengubah organik kompleks (Musa et al., 2020). Penurunan
COD disebabkan adanya perombakan pada substrat (Sarono et al., 2016). Penurunan
COD menunjukan terjadi penguraian substrat oleh bakteri ataupun mikroorganisme
lainya (Utami et al., 2016).

22
2.9 KINETIKA REAKSI
Kinetika reaksi digunakan untuk pembentukan produk dengan cara
mendeskripsikan dan mengadakan penilaian biogas kumulatif yang diperoleh melalui
penyesuaian hasil eksperimen produksi biogas dengan berbagai persamaan kinetik.
Laju produksi dan produksi kumulatif di reaktor disimulasikan (Prajapati et al.,
2020). Berikut merupakan beberapa persamaan kinetika reaksi mengenai produksi
biogas adalah sebagai berikut:

2.9.1 Kinetika Reaksi “Monod Model”


Pada tahun 1949, Monod mengusulkan sebuah model untuk menggambarkan
pertumbuhan mikroba di mana μmax (h-1) adalah laju pertumbuhan spesifik
maksimum, kSM (mol.L-1) adalah substrat konstan dan S adalah konsentrasi substrat
(Seengenyoung et al., 2019).
Berikut merupakan model pertumbuhan bakteri yang dipilih untuk
memodelkan asimilasi substrat pada Tabel 2.8:
Tabel 2.8 Model Pertimbuhan Bakteri

Persamaan Model Fungsi

μ = μ max S u Akurat untuk kultur yang homogen dan


K u+ S u substrat sederhana
n Mengintegrasikan adopsi mikroba ke proses
μ = μ max S u
n
K u+ S u stasioner melalui mutasi

Menjelaskan kinetika reaksi, difusi, dan


μ = μ max ( K + L+ S u ) φ
2L peremebesan subtrat melalui dinding sel

μ=
μ max S u Mempertimbangkan konsentrasi sel
KSi ( 1−K ) S u tergantung pada tingkat degradasi subtrat

23
μ = μ max S u [1-exp(- Modifikasi model monod untuk
K s+Su mempertimbangkan perlambatan selama fase
t/T)] jeda
Sumber: Abunde Neba et al. (2020)

2.9.2 Kinetika Reaksi “The First Order Kinetic Model”


Model orde pertama telah banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya
ketika reaksi hidrolisis merupakan langkah pembatas laju dari destruksi anaerobik.
Orde pertama juga digunakan untuk menggambarkan laju hidrolisis dari berbagai
fase pencernaan anerobik, hal ini menunjukkan kemiringan garis lurus dengan
kemiringan yang besarnya merupakan konstanta laju hidrolisis. Model kinetik orde
pertama dapat dilihat pada persamaan 2.1:
k(t)=-ln (1- M(t)/Mmax) (2.1)
di mana,
M(t) = Produksi biogas akumulatif pada waktu destruksi (mL / g VS)
Mmax = Produksi biogas akumulatif maksimum (mL / g VS)
k = Konstanta hidrolisis (1 / hari)
e = Konstanta matematis (2.718282)
(Mao et al., 2019)

2.9.3 Kinetika Reaksi “Modified Stover–Kincannon Model”

Model Stover-Kincannon dimodifikasi telah berhasil diterapkan dalam sistem


kontraktor dan reaktor biofilm. Ciri-ciri khusus dari model ini adalah tingkat
pemanfaatan substrat dinyatakan sebagai fungsi dari laju pembebanan organik pada
kondisi tunak. Penghilangan substrat organik dalam filter anerobik dapat ditentukan
berdasarkan laju pembuangan substrat sebagai fungsi dari konsentrasi substrat.
Jadi, pada kondisi tunak bentuk model Stover-Kicannon disajikan oleh

24
persamaan 2.2:

ds V KB V 1
= = + 2 (2.2)
dt Q(Si−Se) U max QSi U max
Di mana ds / dt adalah laju penyisihan substrat (g / L / d), Q adalah tingkat aliran
masuk (L / d), V adalah volume reaktor (L), Si dan Se adalah kosentrasi substrat
influent dan konsentrasi substrat limbah (g / L), U max adalah konstanta laju
pemanfaatan maksimum (g / L / d), dan Kb adalah konstanta nilai saturasi (g / L /d)
(Nor et al., 2020).

2.9.4 Kinetika Reaksi “Grau Second-order Multi-component Substrate Removal


Model”
Persamaan yang diberikan oleh Grau second-order multi-component substrate
removal Model digunakan untuk memodelkan beberapa kinetika penghilangan
substrat yang dapat dilihat pada persamaan 2.3:

ds S
−¿
dt
= Kn(s)X
s0( )
n (2.3)

Di mana – ds/dt adalah laju penurunan konsentrasi substrat yang dihidrolisis, S


adalah konsentrasi subtrat awal, X adalah konsentrasi bakteri asidogeneik, dan n
menentukan tingkat adaptasi oleh bakteri asidogenik untuk degradasi subsrat.
Model degradasi subtrat multi komponen didasarkan pada asumsi bahwa
komponen yang berbeda secara bersamaan dihapus dan diangkut kedalam sel.
Dengan asumsi hidrolisis dan asidogenesis dikatalis oleh bakteri asidogen yang
konsentrasi nya konstan, maka persamaan nya disajikan pada 2.4:

ds S
−¿
dt
=¿ Kha( )
s0
n (2.4)

25
Dimana K adalah tingkat maksimum degradasi subtrat oleh bakteri asidogeneik.
Kemudian model dari persamaan 2.4 dimodifikasi menjadi persamaan 2.5:

ds S
−¿
dt
=¿Kn(s)X
s 0
(−Rf n ) (2.5)

Dimana Rf adalah fraksi subsrat yang tidak dapat terurai di degradasi secara biologis
(Abunde Neba et al., 2020).

2.9.5 Kinetika Reaksi “Van der Meer and Heertjes Model”


Model yang dikembangkan oleh Van der Meer dan Heertjes digunakan untuk
menentukan tingkat produksi metana. Dalam model ini produksi metana dikaitkan
dengan konstanta kinetika Van der Meer dan Heertjes (ksg), inflow AMBR, dan
efisiensi penyisihan COD. Model kinetika reaksi Van der Meer and Heertjes dapat
dilihat pada persamaan 2.6:
VM=ksgQ(Si-Se) t
Di mana VM adalah produksi metana (ml / d), Q adalah laju aliran air limbah (L / d),(2.6)
i
konsentrasi COD influen dan efluen (mg / L), dan ksg adalah konstanta kinetik Van der
n Meer dan Hee
/ mg COD) (Ghasemaghaei et al., 2018). g
k
2.9.6 Kinetika Reaksi “Michaelis-Menten Model” a
Persamaan ini digunakan untuk menggambarkan tingkat t
pemanfaatan substrat tertentu dari proses berdasarkan subtrat dan
konsentrasi biomassa seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.7: s
a
v = v max S o
K s+ S o t
(2.7) u
r
dimana Vmax laju penggunaan media spesifik maksimum pada
a

26
si, K (setengah konstanta saturasi) yaitu konsentrasi media pada setengah (2.8)
dari laju penggunaan maksimum (Elreedy & Tawfik, 2015).

27
2.9.7 Kinetika Reaksi “Model Persamaan Gompertz yang Dimodifikasi”
Model Gompertz yang dimodifikasi adalah analisis statistik dan permodelan
kinetika untuk mengevaluasi pengaruh komposisi substrat terhadap akumulasi
produksi metana (de Castro et al., 2020). Pertumbuhan bakteri sering kali secara
eksponensial oleh karena itu sering kali digunakan grafik dengan memplot logaritma
ukuran populasi relatif [y = ln (N∞/N0)] terhadap waktu untuk mengambarkan
pertumbuhannya. Tiga fase kurva pertumbuhan dapat dijelaskan oleh tiga parameter:
laju pertumbuhan spesifik maksimum, µm, yang merupakan garis singgung pada titik
belok; lag time, λ, didefinisikan sebagai intercept sumbu x; dan asymptote [A = ln
(𝑁∞/N0)] yang merupakan nilai maksimal yang dicapai.

Gambar 2.12 Kurva Pertumbuhan

Grafik pada gambar 2.12 menggambarkan kurva pertumbuhan sigmoidal


yang mengandung parameter matematika (a, b, c, ...), parameter matematis tersebut
tidak memiliki makna biologis. Oleh karena itu (Zwietering et al., 1990) menulis

ulang persamaan gompertz untuk menggantikan parameter (a, b, c..) dengan (A, μ λ).
Model Gompertz yang dimodifikasi adalah yang paling cocok untuk
menggambarkan data ekseperimen dari beberapanfungsinsigmoidal.
Adapun alasan dalam pemilihan persamaan Gompertz yang
dimodifikasi dalam pemodelan penelitian ini adalah:
1. Bentuk grafik yang dihasilkan pada grafik akumulasi volume
biogas vs waktu membentuk kurva S dan merupakan jenis
sigmoidal (Syaichurrozi, 2018).
2. Model Gompertz yang dimodifikasi memiliki jangkauan aplikasi
yang jauh lebih luas untuk produksi metana (Zhi et al., 2019).
3. Persamaan Gompertz yang dimodifikasi merupakan persamaan

28
fundamental yang paling dekat untuk produksi biogas dalam sistem
batch dan berhubungan langsung dengan biogas yang dihasilkan
(Budiyono et al., 2014).

4. Persamaan Gompertz telah menerapkan parameter-parameter


biologis di dalam persamaannya (Zwietering et al., 1990)
5. Model Gompertz mampu mendeskripsikan eksperimen dengan
sempurna (Mohammed et al., 2020).
6. Modifikasi Gompertz merupakan fitur tertinggi dalam
mengantisipasi keluaran biogas dikarenakan laju produksi
biogas,produksi biogas maksimal, dan fase lag dapat diperkirakan
(Fadzil et al., 2020).
7. Pada beberapa penelitian dalam pemodelan biogas, persamaan
gompertz yang dimodifkasi memberikan error terendah dengan
tingkat kecocokan tinggi (Deepanraj et al., 2017).

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

3.2 BAHAN PENELITIAN


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.2.1 Bahan Utama
1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dan Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) segar dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN III Unit
Kebun Rambutan Tebing Tinggi.
2. Starter dari pilot plant biogas, Departemen Teknik Kimia, Universitas
Sumatera Utara

3.2.2 Bahan Pendukung/Analisis


1. Asam klorida (HCl) 0,1 N
2. Aquadest (H2O)
3. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

Keterangan
1. Jar Fermentor
2. Water Bath
3. Stirrer
4. Valve umpan
5. Termometer
6. Sampling Injector
7. Water trap
8. Gelas ukur
9. Penampung gas
10. Kecepatan pengadukan
11. Stirrer Controlller

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan

30
3.3 TAHAPAN PENELITIAN
3.3.1 Analisis Bahan Baku
Bahan baku berupa LCPKS dan TKKS dari PKS Rambutan PTPN III yang
sudah dilakukan pengukuran pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS.

3.3.2 Variasi Rasio Substrat


Proses variasi rasio substrat (ω) dilakukan pada fermentor dengan
memvariasikan rasio substrat yaitu 20:1, 25:1, 30:1, 35:1, dan 40:1.

3.4 KUMPULAN DATA


3.4.1 Analisis Data Pada Proses Metanogenesis
Penentuan kinerja proses pembuatan biogas ditentukan dengan menganalisis
parameter-parameter seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Metode Analisis pada Proses Pembuatan Biogas
Parameter Metode Frekuensi
VS (mg/L) APHA 2540E 1 × / hari
COD (mg/L) APHA 5220B 1 × / 3 hari
VSS (mg/L) APHA 2540E 1 × / 3 hari
Volume Biogas Gas Meter 1 × / hari
(mL/hari)
Komposisi biogas Gas Analyzer 1 × / 3 hari

3.4.2 Analisis Data Kinetika


Penentuan bebeapa persamaan dan parameter kinetika dilakukan dengan
menggunakan excel solver serta dilakukan analisis keakuratan model yaitu:
a. Root Mean Square Error/RMSE
b. R-squared/R2

31
3.4.2.1 Penentuan Konstanta Produksi Biogas (First Order)
Prosedur penentuan konstanta pertumbuhan mikroba adalah sebagai berikut:
1. Kinetika First Order digunakan untuk memodelkan data penelitian.
2. Data M (yield) (mL/mg) dan waktu, t (hari), digunakan untuk menentukan
nilai konstanta pertumbuhan mikroba pada masing-masing perbandingan
proses dengan trial- error dengan metode regresi non-linear.
3. Nilai konstanta disubstitusikan pada model kinetika First Order
4. Diplot grafik nilai M(t) (mL/mg VS) vs t (h) eksperimen dan simulasi
persamaan kinetika orde satu dan dibandingkan kedua grafik.
5. Nilai error model First order dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2)
untuk menentukan kecocokan model kinetika yang digunakan hingga nilai R2
mendekati 1.

3.4.2.2 Penetuan Konstanta Produksi Biogas (Logistik)


Prosedur penentuan konstanta pembentukan biogas adalah sebagai berikut:
1. Kinetika First Order digunakan untuk memodelkan data penelitian.
2. Data M (yield) (mL/mg) dan waktu, t (hari), digunakan untuk menentuka nilai
konstanta pertumbuhan mikroba pada masing-masing perbandingan proses
dengan trial- error dengan metode regresi non-linear.
3. Nilai konstanta disubstitusikan pada model kinetika Logistik
4. Diplot grafik nilai M(t) (mL/mg VS) vs t (h) eksperimen dan simulasi
persamaan kinetika orde satu dan dibandingkan kedua grafik.
5. Nilai error model First order dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2)
untuk menentukan kecocokan model kinetika yang digunakan hingga nilai R2
mendekati 1.

3.4.2.3 Penetuan Konstanta Produksi Biogas (Gompertz dimodifikasi)


Prosedur penentuan konstanta pembentukan biogas adalah sebagai berikut:
R max . e
1. Kinetika Gompertz yang dimodifikasi P=A×exp -exp { [ A
( λ -t ) +1 ]}
digunakan untuk memodelkan data penelitian.
2. Data P (ml/g VS) dan waktu, t (hari), digunakan untuk menentukan nilai
konstanta pembentukan biogas A, Rmax, dan α pada masing-masing
pengadukan dengan trial-error dengan metode regresi non-linear.
32
3. Nilai A, Rmax, dan α disubstitusikan pada model kinetika Gompertz yang

R max . e
{ [
dimodifkasi, P= A × exp -exp
A
( λ -t ) +1 ]}
4. Diplot grafik nilai P (ml/g VS) vs t (h) eksperimen dan simulasi persamaan
Gompertz yang dimodifikasi dan dibandingkan kedua grafik.
5. Nilai error model kinetika Gompertz dihitung dengan nilai koefisien
determinasi (R2) untuk menentukan kecocokan model kinetika yang
digunakan hingga nilai R2 mendekati 1.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU


Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa limbah cair pabrik kelapa
sawit (LCPKS) dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dari Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) Rambutan, PT Perkebunan Nusantara III, Kabupaten Serdang Bedagai dan
starter yang berasal dari digester anaerobik methanogenik 3000 L, biogas plant,
USU. Karakteristik LCPKS dan starter yang digunakan pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Karakteristik LCPKS Perkebunan Nusantara III, Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai
Parameter Satuan Hasil Metode
4,7 pH Meter
M-Alkalinitas 1400 Titrasi
COD (mg/L) 68131,87 APHA 5220B
(mg/L) 32000 APHA 2540E
(mg/L) 11738 APHA 2540E

Tabel 4.2 Karakteristik Starter, Biogas Plant, USU


Parameter Satuan Hasil Metode
8,4 pH Meter
M-Alkalinitas 4100 Titrasi
COD (mg/L) 37500 APHA 5220B
(mg/L) 14000 APHA 2540E
(mg/L) 16000 APHA 2540E

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa LCPKS dan starter
berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biogas. LCPKS dan
TKKS mengandung COD yang cukup untuk digunakan sebagai bahan baku dan
starter mengandung mikroorganisme yang berperan dalam digestasi anaerobik.
Pencampuran kedua bahan diharapkan akan menyeimbangkan kebutuhan nutrisi
sehingga mikroorganisme dapat tumbuh dan mendegradasi LCPKS menjadi biogas.
Dilakukan pengontrolan pH dan alkalinitas campuran dengan menambahkan buffer
yaitu NaHCO3 agar proses dapat berlangsung seragam dan maksimal.

34
4.2 PENGARUH PERBANDINGAN RASIO (ω) SELAMA PROSES
DIGESTASI ANAEROBIK
Penelitian ini merupakan tahapan digestasi anaerobik satu tahap secara batch
pada kondisi suhu termofilik (55 °C) dan pH 7±0,2 dengan bahan baku LCPKS dan
TKKS (80%) dan starter (20%) pada reaktor 6000 ml. Pengontrolan pH dan
dilakukan dengan menambahkan buffer (NaHCO3) ke dalam campuran. Penelitian
dilakukan dengan memvariasikan perbandingan rasio substrat (ω) yaitu 20:1, 25:1,
30:1, 35:1, dan 40:1. Analisis yang dilakukan berupa analisis padatan (TS, VS, TSS,
VSS, dan COD) dan gas (volume dan komposisi biogas) untuk memonitoring
pengaruh laju pengadukan terhadap proses digestasi anaerobik.

4.2.1 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) Terhadap Dekomposisi Volatile Solid


(VS)
Volatile solids (VS) merupakan ukuran fraksi organik dari total padatan yang
terdapat dalam sampel dari suatu digester. Reduksi VS digunakan sebagai
pengukuran efisiensi kerja digester (Meegoda et al., 2018). Penurunnan VS yang
lebih tinggi menghasilkan produksi biogas yang lebih tinggi karena tren pembuangan
VS sama dengan hasil biogas (Rajaput et al., 2019).
Pengaruh perbandingan rasio (ω) terhadap Volatile Solid (VS) dapat
ditunjukkan pada Gambar 4.1 di bawah ini:
14

12

10
V S (mg/mL )

2
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1
0
0 2 4 6 8 10 12 14

Waktu (Hari)
Gambar 4.1 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) Terhadap Volatile Solid (VS)

35
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa untuk setiap perbandingan rasio (ω)
terjadi fluktuatif seiring dengan pertambahan waktu. Nilai VS yang berfluktuasi
diakibatkan karena sistem belum stabil, hal ini artinya pertumbuhan mikroorganisme
masih terjadi sehingga memungkinkan terjadi perbedaan perubahan kadar VS
terhadap waktu (Nurkholis et al., 2016). Pada perbandingan rasio (ω) 20:1; 25:1;
30:1; 35:1; dan 40:1 diperoleh nilai akhir VS berturut-turut sebesar 9,000 mg/mL,
9,080 mg/mL, 9,140 mg/mL, 8,980 mg/mL, dan 9,000 mg/mL.

9.4
9.3
9.2
9.14
9.1 9.08
9 9 8.98 9
VS (mg/mL)

8.9
8.8
8.7
8.6
8.5
8.4
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1

Perbandingan Rasio
Gambar 4.2 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) Terrhadap Dekomposisi Volatile
Solid (VS)

Gambar 4.2 menunjukkan profil Reduksi VS untuk setiap perbandingan rasio


(ω). Nilai VS terbaik didapat pada rasio LCPKS:TKKS 35:1 mencapai 8,980 mg/mL
dengan reduksi VS sebesar 25,91%. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Abudi et
al., 2016) pengaruh rasio pencampuran limbah makan dan sekam padi melaporkan
bahwasanya hubungan yang sama antara produksi biogas dengan pembuangan
padatan (Rajput & Sheikh, 2019). Dan juga penelitian yang dilakukan oleh (Babaee
& Shayegan, 2011) dengan perbedaan beban organik, 1,5; 2 dan 2,5 reduksi VS
paling tinggi didapat pada 1,5 mencapai 88%.
Parameter utama yang dapat menunjukkan potensi dari produksi metana
36
adalah nilai VS. Semakin tinggi VS yang tereduksi menunjukkan semakin banyak
bahan organik yang dikonversi oleh mikroorganisme dalam fermentor (Garretson &
Goswarni, 2017). (Raposo et al., 2012) menyatakan bahwa semakin tinggi VS yang
tereduksi menunjukkan semakin banyak bahan organik yang dikonversi oleh
mikroba dalam fermentor. Oleh sebab itu pada proses methanogenesis
LCPKS:TKKS dengan keadaan termofilik, rasio yang optimum diperoleh pada rasio
LCPKS:TKKS 35:1 dengan nilai reduksi VS sebesar 25,91 %.

4.2.1 Pengaruh Perbandingan Rasio (ω) Terhadap Produksi Biogas


Langkah terakhir dalam produksi biometana ialah metanogenesis. Pada fase
metanogenik, bakteri metanogenik melakukan produksi metana dan karbon dioksida
dari produk antara pada kondisi anaerobik yang ketat dan proses ini merupakan
reaksi biokimia yang paling lambat dari proses keseluruhan (Adekunle & Okolie,
2015). Pada penelitian ini konsentrasi biogas ditunjukkan oleh konsentrasi metana,
karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Pengaruh waktu terhadap volume biogas
ditunjukkan pada Gambar 4.3.
1600

1400

1200
Volume Gas (mL)

1000

800

600

400

200
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Hari ke-
Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Terhadap Volume Biogas Pada Perbandingan Rasio (ω)

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada pada perbandingan rasio(ω) 20:1,


25:1, 30:1, 35:1 dan 40:1 volume biogas terus meningkat dari hari pertama sampai
hari ke-12 pada setiap rasio LCPKS dan TKKS, namun setelah hari ke-13 sampai ke-
15 volume biogasnya telah konstan.Volume biogas meningkat karena adanya
penggunaan substrat yang optimal oleh mikroorganisme sehingga biogas diproduksi
secara maksimal (Mujdalifah, 2019). Peningkatan yang optimal pada hari ke-12
didapat pada rasio LCPKS:TKKS 35:1 yaitu mencapai 1510 mL. Nilai paling rendah
37
didapat pada 20:1 yaitu 1110 mL. Menurut penelitian yang dilakukan (Bedoić et al.,
2020) menunjukkan bahwasanya produksi biogas limbah makanan co-digestion
jerami padi mengahasilkan 70% daripada mono co-digestion.

38
4.3 ANALISIS KINETIKA PROFIL PRODUKSI BIOGAS PADA PROSES
METANOGENESIS LCPKS CO-DIGESTION TKKS
Studi produksi biogas berbahan baku LCPKS co-digestion TKKS bertujuan
untuk mengetahui pengaruh perbandingan rasio (ω) terhadap konstanta kinetika
pembuatan biogas pada reaktor batch digestasi anaerobik. Data percobaan
laboratorium dari 6000 mL batch digester anaerob yang beroperasi pada suhu
termofilik 55o C dan pH 7 ± 0,2 digunakan untuk mmeriksa kesesuain persamaan yang
menggambarkan dengan baik kinetika produksi biogas.

4.3.1 Model Kinetika Orde Satu/First Orde


Adapun kekurangan dari model Orde 1 yaitu bentuk linier yang terdapat pada
eksponensial tidak dapat digunakan untuk memadai dan memperhitungkan serta
memprediksi produksi metana kumulatif melalui seluruh proses terutama setelah fase
eksponensial. Untuk keakuratan model ini, maka dapat menggunakan persamaan
RMSE dan R2 (Achinas & Willem Euverink, 2020).

4.3.1.1 Parameter/Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Waktu Terhadap


Pengaruh Perbandingan Rasio Proses Metanogenesis

1.4
1.2
1
Laju Produksi Biogas

0.8
(mL/mg VS)

0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)
20 estimasi 25 estimasi 30 estimasi 35 estimasi 40 estimasi 20 data
25 data 30 data 35 data 40 data

Gambar 4.4 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Orde Satu pada
Perbandingan Rasio (ω) 20:1; 25:; 30:1; 35:1; dan 40:1

39
1.2 1

1 0.8

Laju Produksi Biogas


Laju Produksi Biogas

0.8
0.6
0.6

(mL/mg VS)
(mL/mg VS)

0.4
0.4

0.2 0.2

0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

(a) (b)

2
1.6
1.8
1.4
1.6
Laju Produksi Biogas

1.2
Laju Produksi Biogas
1.4
1
1.2
0.8
(mL/mg VS)

1
(mL/mg VS)

0.6 0.8
0.4 0.6
0.2 0.4
0 0.2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0
Waktu (Hari) 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)

(c) (d)
3.5

2.5
Laju Produksi Biogas

2
(mL/mg VS)

1.5

0.5

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)

(e)

Gambar 4.5 Perbandingan Grafik di Setiap Variasi Perbandingan Rasio (a)


Perbandingan 20:1; (b) Perbandingan 25:1; (c) Perbandingan 30:1; (d)
Perbandingan 35:1; dan (e) Perbandingan 40:1

40
Biogas kumulatif yang diukur pada masing-masing perbandingan rasio (ω)
20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 adalah 0,497 mL/mg VS; 0,397 mL/mg VS; 0,649
mL/mg VS; 0,567 mL/mg VS; dan 0,594 mL/mg VS, sedangkan model kinetika orde
satu memperkirakan biogas kumulatif menjadi 0,490 mL/mg VS; 0,396 mL/mg VS;
0,653 mL/mg VS; 0,575 mL/mg VS; dan 0,601 mL/mg VS. dimana adanya perbedaan
nilai data yang terukur dan nilai model berturut- turut sebesar 1,41 %; 0,19 %; 0,71 %;
1,29 % dan 1,21 %.
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa potensi produksi biogas maksimum (Mm)
mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada perbandingan rasio sama dengan 30:1.
Hal ini mengindikasikan perubahan perbandingan rasio berpengaruh signifikan
terhadap produksi biogas, perbandingan rasio yang terlalu tinggi atau rendah tidak
menyebabkan produksi biogas menjadi baik, tetapi kondisi perbandingan rasio
optimulah yang seesuai untuk produksi biogas. Hal ini sesuai dengan studi yang
dilaporkan yaitu perbandingan rasio optimum untuk proses metanogenesis, yaitu pada
rentang perbandingan rasio 35:1 (Octiva et al., 2018). Dapat dilihat pula, konstanta
laju reaksi metanogenesis ini mengalami fluktuasi serta pada shape faktor mengalami
kenaikan seiring dengan bertambahnya perbandingan rasio. Istilah k merupakan
ukuran laju produksi biogas terhadap waktu. Nilai k bisa (-) ataupun (+) itu tergantung
sudut pandang substrat atau produk. Konstanta kinetik (-k) berarti nilai k adalah
konstanta laju yang terkait dengan degradasi bahan organik, sedangkan konstanta
kinetik (k) berarti bahwa nilai konstanta laju k berkaitan dengan produksi biogas.
Semakin (+) nilai k maka semakin cepat pula laju produksi biogas, dan semakin (-)
nilai k semakin cepat laju degradasi bahan organik (Budiyono et al., 2014). Pada
penelitian ini diperoleh nilai K untuk tiap-tiap perbandingan rasio sebesar 0,310;
1,550; 0,197; 0,663; dan 0,716 hari.
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan perbandingan rasio (ω)
20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 dengan pemodelan kinetika orde 1 adalah adalah
0,9456; 0,9463; 0,9627; 0,9365; dan 0,9304. R square koefisien determinasi
merupakan hasil perhitungan kuadarat dari koefisien korelasi, yang berada pada angka
nol sampai dengan satu. Semakin besar nilai R square, maka semakin kuat hubungan
antara kedua variabel (Senata, 2016). Menurut analisis kinetika, parameter kinetik
dipengaruhi oleh parameter proses dimana nantinya akan diperiksa menggunakan
korelasi. Nilai RMSE yang rendah mencerminkan kemampuan tinggi model untuk
41
mengakumulasikannya (Achinas & Euverink, 2019).
Menurut literatur (Y. Li et al., 2013) yang didalamnya terdapat Brown, et al
(2012) menyatakan bahwasanya konstanta kinetik orde satu dari biomassa
lignoselulosa berkisar antara 0,08-0,09 L/hari. Menurut Gunaseelan (2004)
menemukan bahwa konstanta kinetik urutan pertama limbah buah-buahan berkisar
antara 0,02-0,12 L/hari, dan limbah sayur-sayuran berkisar antara 0,05-0,13.
Sedangkan menurut Li, et al (2013) bahwa substrat seperti sekam padi, pupuk
kandang, dan batang Chenopodium yang mengandung lignin >15% berdasarkan TS
memiliki nilai k lebih rendah dibanding bahan baku lainnya (0,05-0,06 L/hari). Oleh
sebab itu pengaruh kandungan lignin juga signifikan terhadap konstanta kinetik Orde
satu. Sedangkan penelitian untuk rasio pencampuran terbaik yang dilakukan oleh (E, I,
L, E, & J, 2013) yang menyatakan bahwasanya potensi produksi biogas maksimum
untuk campuran kotoran sapi dan kotoran unggas diperoleh dengan rasio 25% kotoran
sapi + 75% kotoran unggas.

42
Tabel 4.3 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob
Biogas Kumulatif (yield)
Konstanta Kinetik Fitting error
(mL/mg VS)
ω
Persamaan Kinetika Orde Satu
(rasio)
Mm k dP
M(exp) M(t) R2 RMSE
(mL/mg VS) (hari-1) (%)

20:1 0,6087 0,310 0,497 0,490 1,41 0,9456 0,177 P=0,6087[1-exp(-0,310t)]

25:1 0,4395 0,550 0,397 0,396 0,19 0,9463 0,115 P=0,4395[1-exp(-0,550t)]

30:1 0,9421 0,197 0,649 0,653 0,71 0,9627 0,240 P=0,9421[1-exp(-0,197t)]

35:1 0,6224 0,6630,588 0,567 0,575 1,29 0,9365 0,357 P=0,6224[1-exp(-0,663t)]

40:1 0,6453 0,716 0,594 0,601 1,21 0,9304 0,766 P=0,6453[1-exp(-0,716t)]

43
4.3.1.2 Penentuan Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio
(ω)
Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan persamaan konstanta produksi
biogas fungsi perbandingan rasio (ω). Untuk menentukan persamaan konstanta
tersebut, maka diperlukan data konstanta laju produksi biogas yaitu Mm (mL/mg VS),
dan k (hari-1) pada tiap variasi perbandingan rasio (ω) digestasi. Data konstanta
produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dengan
memplot data perbandingan rasio (ω) dan konstanta simulasi model orde pertama,
diperoleh grafik persamaan regresi polinomial pada masing-masing variabel seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Tabel 4.4 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob
A
(ω) k (hari-1)
(mL/mg VS)
(Rasio)
20:1 0,6087 0,310
25:1 0,4395 0,550
30:1 0,9421 0,197
35:1 0,6224 0,663
40:1 0,6453 0,716

Konstanta biogas kumulatif (yield) diplot terhadap masing-masing variabel


(perbandingan rasio (ω)) digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan orde satu. Perbandingan rasio (ω) akan
disubstitusi ke dalam persamaan konstanta yang diperoleh untuk memperoleh nilai
masing-masing konstanta pada perbandingan rasio tertentu. Nilai konstanta yang
diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk umum persamaan orde satu akan
didapatkan prediksi potensi proses digestasi anaerob dalam produksi biogas
penghasil metana dan dapat dijadikan sebagai acuan pengontrolan proses digestasi
anaerob dalam proses metanogenesis dari LCPKS co-digestion TKKS menggunakan
reaktor batch dengan pengaruh perbandingan rasio (ω). Penentuan persaman
41
konstanta model Orde satu dijelaskan oleh Gambar 4.6.

1
0.9 f(x) = 0 x⁴ − 0.02 x³ + 0.96 x² − 18.46 x + 130.96
R² = 1
0.8

M m (mL/mg V S)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
15 20 25 30 35 40 45
10:1 20:1 30:1 40:1 50:1
Perbandingan Rasio
(a)

0.8
f(x) = − 0 x⁴ + 0.02 x³ − 0.94 x² + 18.1 x − 127.23
R² = 1
0.7

0.6

0.5
K (H ari)

0.4

0.3

0.2

0.1

0
15 20 25 30 35 40 45
10:1 20:1 30:1 40:1 50:1

(b)
Gambar 4.6 Tren Konstanta (a) A, mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas (yield),
(c) k, hari-1, Konstanta Reaksi/Proses Fungsi Perbandingan Rasio

42
Gambar 4.6 menunjukkan tren konstanta laju produksi biogas fungsi
perbandingan rasio (ω). Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi
produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.

Mm(f(ω)) = 0,0002ω4 - 0,0215ω3 + 0,9562ω2 - 18,463ω + 130,96


Persamaan untuk konstanta reaksi/proses fungsi perbandingan rasio (ω) mengalami
fluktuasi dimana nilai tertinnggi terdapat pada 30:1 yaitu 0,9421 (mL/mg VS).
Dimana:
Mm(f(ω)) = Potensi produksi biogas fungsi perbandingan rasio (mL/mg VS)

ω = perbandingan rasio
Sehingga, persamaan fungsi perbandingan rasio (ω) untuk konstanta Mm adalah
Mm = Mm(f(ω))
Mm = 0,0002ω4 - 0,0215ω3 + 0,9562ω2 - 18,463ω + 130,96

Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga


konstanta Mm pada laju produksi biogas (yield) berdasarkan data perbandingan rasio
(ω) digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam hal menentukan
variabel yang digunakan. Menurut (Kafle et al., 2014) yang menyatakan bahwa
keakuratan kesalahan atau kurangnya dalam memprediksi produksi metana dari
bungkil minyak matahari saat menggunakan kinetika Orde satu adalah sebesar 10%.

43
4.3.2 Model Kinetika Persamaan Logistik
Menurut (L. Li et al., 2012) persamaan Logistik sesuai dengan bentuk global dari
kinetika produksi biogas dimana sebuah eksponensial awal yang terutama didasarkan pada
empat asumsi dan dikembangkan sesederhana mungkin untuk menghindari parameter yang
tidak dapat diidentifikasi.
4.3.2.1 Parameter/Konstanta Laju Produksi Biogas fungsi waktu terhadap pengaruh
Perbandingan Rasio Proses Metanogenesis

2
1.8
1.6
1.4
Laju Produksi Biogas

1.2
1
(mL/mg VS)

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Estimasi 20:1 estimasi 25:1


Waktu
estimasi(Hari)
30:1 estimasi 35:1 estimasi 40:1
Data 20:1 Data 25:1 Data 30:1 Data 35:1 Data 40:1

Gambar 4.7 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Logistik pada Perbandingan Rasio
(ω) 20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1

44
1.2 0.9
0.8
1
0.7
Laju Produksi Biogas

Laju Produksi Biogas


0.8 0.6
0.5
0.6
(mL/mg VS)

(mL/mg VS)
0.4
0.4 0.3
0.2
0.2
0.1
0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

(a) (b)

1.6 2
1.4 1.8
1.6
1.2
Laju Produksi Biogas

Laju Produksi Biogas 1.4


1 1.2
0.8 1
(mL/mg VS)

(mL/mg VS)

0.6 0.8
0.6
0.4
0.4
0.2 0.2
0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

(c) (d)

3.5

3
Laju Produksi Biogas

2.5

2
(mL/mg VS)

1.5

0.5

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)

(e)

Gambar 4.8 Perbandingan Grafik di Setiap Perbandingan Rasio (a) Perbandingan


20:1; (b) Perbandingan 25:1; (c) Perbandingan 30:1; (d) Perbandingan

45
35:1; dan (e) Perbandingan 40:1

Biogas kumulatif yang diukur pada masing-masing perbandingan rasio (ω)


20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 adalah 0,497 mL/mg VS; 0,397 mL/mg VS; 0,649
mL/mg VS; 0,567 mL/mg VS; dan 0,594 mL/mg VS, sedangkan model kinetika
logistik memperkirakan biogas kumulatif menjadi 0,480 mL/mg VS; 0,394 mL/mg
VS; 0,650 mL/mg VS; 0,544 mL/mg VS; dan 0,583 mL/mg VS, dimana adanya
perbedaan nilai data yang terukur dan nilai model berturut- turut sebesar 3,42 %;
0,78 %; 0,18 %; 4,10 %; dan 1,79 %.
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa Rm yaitu laju maksimum yield produksi
biogas mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada perbandingan rasio (ω) 35:1.
Sedangkan untuk nilai Mm juga mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada
perbandingan rasio (ω) 30:1. Hal ini mengindekasikan bahwasanya perbandingan
rasio (ω) akan berpengaruh signifikan terhadap yield produksi biogas signifikan,
perbandingan rasio (ω) yang terlalu tinggi atau rendah tidak menyebabkan produksi
biogas menjadi baik, tetapi kondisi perbandingan rasio (ω) optimulah yang seesuai
untuk produksi biogas. Hal ini sesuai dengan studi yang dilaporkan yaitu
perbandingan rasio optimum untuk proses proses asidogenesis, yaitu pada 35:1
(Octiva et al., 2018). Dalam kasus ini, nilai λ adalah 0 yang menunjukkan bahwa
mikroba tidak membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Hal disebabkan karena
perbandingan rasio proses dijaga konstan dan masih sesuai dengan perbandingan
rasio produksi biogas. Rendahnya nilai λ menunjukkan digester memiliki mikroba
penting yang diperkaya (inokulum) untuk meningkatkan pencernaan anaerob
(Matheri et al., 2016). Tahap lag phase merupkaan tahap adaptasi mikroba terhadap
lingkungan dan exponential phase adalah tahap dimana mikroba mulai melakukan
pertumbuhan (Ramayanti & Giasmara, 2017) (Syaichurrozi et al., 2013).
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan perbandingan rasio (ω)
2 0 : 1 ; 2 5 : 1 ; 3 0 : 1 ; 3 5 : 1 ; d a n 4 0 : 1 dengan pemodelan persamaan logistik
adalah 0,9918; 0,9944; 0,9923; 0,9831; dan 0,9570. Nilai R square yang semakin
mendekati satu menunjukkan bahwa persamaan/model tersebut memiliki
kemampuan yang baik dalam memprediksi suatu nilai (Shodiqin et al., 2018). Selain
46
itu, diperoleh nilai RMSE berada di antara 0,11 dan 0,75. Nilai RMSE yang kecil
mengindikasikan bahwa model tersebut tepat dan sesuai (Nguyen et al., 2019).
Menurut (Deepanraj et al., 2017) pada penelitian nya menyatakan bahwa
bahan baku yang diberi perlakuan awal sebelumnya dapat meningkatkan produksi
biogas dan penghilangan VS sebesar 9926 ml dan 41,96-46,52 g/L dengan
menggunakan parameter kinetik Logistik dan Gompertz yang dimodifikasi, hasil dari
kinetika menyatakan bahwa model Gompertz yang dimodifikasi lebih akurat.

47
Tabel 4.5 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Produksi Biogas Model Persamaan Logistik

Konstanta Kinetik Produksi Biogas (yield) Fitting error


ω
(mL/mg VS) Persamaan Kinetika Logistik
(Rasio)
Rm Mm λ dP
M(exp) M(t) R2 RMSE
(mL/mgVS) (mL/mgVS) (hari) (%)
0,6058
M (t) = 4 x 0,0968(−1)
20:1 0,0968 0,6058 0 0,497 0,480 3,42 0,9919 0,180 1+ exp { 0,6058
+2 }
0,4326
25:1 0,1379 0,4326 0 0,397 0,394 0,78 0,9954 0,116 M (t) = 4 x 0,1379(−1)
1+ exp { 0,4326
+2 }
0,8323
M (t) = 4 x 0,1335(−1)
30:1 0,1335 0,8323 0,213 0,649 0,650 0,18 0,9630 0,239 1+ exp { 0,8323
+2 }
0,6684
35:1 2,3998 0,6683 2,887 0,567 0,544 4,13 0,9453 0,332 M (t) = 4 x 2,3998(−1)
1+ exp { 0,6684
+2 }
0,6643
40:1 2,3606 0,6643 1,9209 0,594 0,583 1,79 0,9319 0,758 M (t) = 4 x 2,3606(−1)
1+ exp { 0,6643
+2 }

48
4.3.2.2 Penentuan Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio
(ω)
Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan persamaan konstanta produksi
biogas fungsi perbandingan rasio (ω). Untuk menentukan persamaan konstanta
tersebut, maka diperlukan data konstanta laju produksi biogas yaitu Mm (mL/mg VS),
dan λ (hari) serta laju pertumbuhan Rm pada tiap variasi perbandingan rasio (ω)
digestasi. Data konstanta produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) ditunjukkan
pada Tabel 4.4. Dengan memplot data perbandingan rasio (ω) dan konstanta simulasi
model persamaan logistik, diperoleh grafik persamaan regresi polinomial pada
masing-masing variabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Tabel 4.6 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob
(ω) Mm Rm
(Rasio) λ (hari)
(mL/mg VS) (mL/mg VS)
20:1 0,6058 0,096 0

25:1 0,4326 0,137 0

30:1 0,8323 0,133 0,213

35:1 0,6683 2,399 2,887

40:1 0,6643 2,360 1,920

Konstanta biogas kumulatif (yield) diplot terhadap masing-masing variabel


(perbandingan rasio (ω)) digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan logistik perbandingan rasio (ω) akan disubstitusi
ke dalam persamaan konstanta yang diperoleh untuk memperoleh nilai masing-
masing konstanta pada perbandingan rasio tertentu. Nilai konstanta yang diperoleh
akan disubstitusikan ke dalam bentuk persamaan logistik akan didapatkan prediksi
potensi proses digestasi anaerob dalam produksi biogas penghasil metana dan dapat
dijadikan sebagai acuan pengontrolan proses digestasi anaerob dalam proses
metanogenesis dari LCPKS co-digestion TKKS menggunakan reaktor batch dengan
49
pengaruh perbandingan rasio (ω). Penentuan persamaan konstanta model logistik
dijelaskan oleh Gambar 4.7.
0.9
0.8 f(x) = 0 x⁴ − 0.02 x³ + 0.68 x² − 13.24 x + 94.87
R² = 1
M m (mL /m g V S) 0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
15 20 25 30 35 40 45
10:1 20:1 30:1 40:1 50:1

Perbandingan Rasio
(a)

3
f(x) = − 0 x⁴ + 0.05 x³ − 2.29 x² + 42.41 x − 288.07
R² = 1
2.5
R m (mL /mg V S.hari)

1.5

0.5

0 10:1 20:1 30:1 40:1 50:1


15 20 25 30 35 40 45
Perbandingan Rasio
(b)

Gambar 4.7 Tren Konstanta (a) Mm, mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas (yield), (b)
Rm, mL/mg.hari, Laju Produksi Biogas

50
Gambar 4.7 menunjukkan tren konstanta laju produksi biogas fungsi
perbandingan rasio (ω). Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi
produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.
Mm(f(ω)) = 0,0001ω4 - 0,0152ω3 + 0,6801ω2 - 13,244ω+ 94,869
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta laju produksi biogas fungsi
perbandingan rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.

Rm(f(ω)) = -0,0005ω4 + 0,0536ω3 - 2,2887ω2 + 42,406ω - 288,07

Persamaan untuk konstanta lag phase time (λ) fungsi perbandingan rasio (ω)
mengalami fluktuasi dimana perbandingan tertiingi yaitu 35:1 Dimana:
Mm(f(ω)) = Konstanta potensi laju produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω)
(mL/mg VS)
Rm(f(ω)) = Konstanta laju produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) (mL/mg
VS.hari)
ω = perbandingan rasio
Sehingga, persamaan fungsi perbandingan rasio (ω) untuk konstanta
Mm dan Rm adalah Mm = Mm(f(ω))
Mm = 0,0001ω4 - 0,0152ω3 + 0,6801ω2 - 13,244ω+ 94,869
Rm = Rm (f(ω))
Rm = -0,0005ω4 + 0,0536ω3 - 2,2887ω2 + 42,406ω - 288,07
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga
konstanta Mm dan Rmax pada laju produksi biogas berdasarkan data perbandingan
rasio (ω) digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam hal
menentukan variabel yang digunakan.

51
4.3.3. Model Kinetika Gompertz yang dimodifikasi
Menurut (Van et al., 2018) persamaan gompertz yang dimodifikasi
menjelaskan kurva produksi biogas kumulatif dalam pencernaan batch dengan
asumsi bahwa tingkat substrat membatasi pertumbuhan dalam hubungan logaritmik.
Model gompertz yang dimodifikasi telah banyak digunakan diliteratur untuk
menetukan potensi produksi biogas maksimum dari substrat, selain itu persamaan
gompertz dimodifikasi merupan persamaan yang rumit dan biasanya memerlukan
keahlian dan perangkat lunak khusus untuk menganalisanya. Model gompertz yang
dimodifikasi tidak mempunyai kapasitas untuk menilai secara sederhana status
stabilitas/ penghambatan proses penguraian anaerobik (Owamah & Izinyon, 2015).
Maka akan perlu untuk mendapatkan parameter biologis secara eksperimental
untuk memodelkan profil pertumbuhan dengan fungsi matematika. Parameter
kinetika yang diperoleh merupakan fungsi waktu, laju pengadukan (ω) yaitu: P
adalah kumulatif produksi biogas spesifik, ml/g VS; A adalah potensi produksi
biogas, ml/g VS; Rmax adalah tingkat produksi biogas maksimum (ml/gVS); λ
periode fase lag (waktu minimum untuk menghasilkan biogas), hari; dan t waktu
kumulatif untuk produksi biogas, hari. Konstanta A, Rmax, dan λ dapat ditentukan
menggunakan regresi non linier dan dievaluasi berdasarkan nilai R2, dan root mean
square error (RMSE). Pemodelan produksi biogas membantu menganalisis model
kinetik dan parameter lain yang dapat digunakan untuk merancang dan
meningkatkan percobaan laboratorium ke dalam aplikasi ukuran industri. Berikut ini
pembahasan mengenai penentuan konstanta laju dekomposisi.

4.3.3.1 Parameter/Konstanta Laju Produksi Biogas fungsi waktu terhadap


pengaruh Perbandingan Rasio Proses Metanogenesis
Persamaan Gompertz yang dimodifikasi dapat digunakan untuk memprediksi
laju pembentukan biogas yaitu dengan asumsi bahwa biogas yang dihasilkan adalah
fungsi pertumbuhan bakteri dalam digester batch (Budiyono et al., 2014). Untuk
mengukur parameter kurva pertumbuhan batch secara analitik, persamaan Gompertz
yang dimodifikasi disesuaikan dengan data produksi biogas kumulatif. Dengan
memplot data eksperimen dan simulasi model Gompertz yang dimodifikasi,
diperoleh grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan Konstanta kinetik
yang diperoleh disajikan sepenuhnya pada Tabel 4.3. Untuk mengevaluasi model,

52
parameter kinetik sampel dihitung menggunakan korelasi determinasi (R 2) dan root
mean square error (RMSE). Data konstanta disubstitusi ke dalam persamaan 2.11
sehingga diperoleh persamaan model laju produksi biogas dengan menggunakan
persamaan Gompertz yang dimodifikasi. Hasil persamaan dapat dilihat pada tabel 4.3

2
1.8
1.6
1.4
1.2
Laju Produksi Biogas

1
(mL/mg VS)

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)
20 data 20 estimasi 25 data 25 estimasi 30 data 30 estimasi
35 data 40 data 35 estimasi 40 estimasi

Gambar 4.8 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Gompertz Dimodifikasi


Pada Perbandingan Rasio (ω) 20:1; 25:1; 30;1; 35:1; dan 40:1

53
1.2 0.9
0.8
1
0.7
Laju Produksi Biogas

Laju Produksi Biogas


0.8 0.6
0.5
0.6
(mL/mg VS)

(mL/mg VS)
0.4
0.4 0.3
0.2
0.2
0.1
0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

1.6 2
1.4 1.8
1.6
1.2
Laju Produksi Biogas

Laju Produksi Biogas


1.4
1 1.2
0.8 1
(mL/mg VS)

(mL/mg VS)
0.6 0.8
0.6
0.4
0.4
0.2 0.2
0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

3.5

2.5
Laju Produksi Biogas

2
(mL/mg VS)

1.5

0.5

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)

Gambar 4.9 Perbandingan Grafik di Setiap Perbandingan Rasio (a) Perbandingan


20:1; (b) Perbandingan 25:1; (c) Perbandingan 30:1; (d) Perbandingan
35:1; dan (e) Perbandingan 40:1

54
Biogas kumulatif yang diukur pada masing-masing perbandingan rasio (ω)
20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 adalah 0,497 mL/mg VS; 0,395 mL/mg VS; 0,649
mL/mg VS; 0,567 mL/mg VS; dan 0,594 mL/mg VS, sedangkan model gompertz
yang dimodifikasi memperkirakan biogas kumulatif menjadi 0,483 mL/mg VS; 0,395
mL/mg VS; 0,649 mL/mg VS; 0,544 mL/mg VS; dan 0,583 mL/mg VS, dimana adanya
perbedaan nilai data yang terukur dan nilai model berturut- turut sebesar 2,97 %;
0,60%; 0,008 %; 4,11 % dan 1,79 %.
Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa potensi produksi biogas (Mm) mengalami
fluktuasi dengan nilai tertinggi pada perbandingan rasio proses sama dengan 30:1.
Hal ini mengindikasikan perubahan perbandingan rasio berpengaruh signifikan
terhadap produksi biogas, perbandingan rasio yang terlalu tinggi atau rendah tidak
menyebabkan produksi biogas menjadi baik, tetapi kondisi perbandingan rasio
optimulah yang seesuai untuk produksi biogas. Hal ini sesuai dengan studi yang
dilaporkan yaitu perbandingan rasio optimum untuk proses proses metanogenesis,
yaitu pada rentang 20:1-30:1 (Issah et al., 2020). Pada tabel tersebut juga dapat
dilihat bahwa potensi produksi biogas maksimum tidak selalu bertambah seiring
dengan bertambahnya laju produksi biogas maksimum. Hal ini, tentu bisa terjadi
karena data parameter tersebut diambil dengan pertimbangan R square terbesar yang
bertujuan agar persamaan/model tersebut semakin memiliki hubungan yang tepat
dengan data eksperiment. Dalam kasus ini, nilai λ adalah 0,001-2,97 yang
menunjukkan bahwa mikroba tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
beradaptasi. Hal disebabkan karena perbandingan rasio proses dijaga konstan dan
masih sesuai dengan perbandingan rasio produksi biogas. Rendahnya nilai λ
menunjukkan digester memiliki mikroba penting yang diperkaya (inokulum) untuk
meningkatkan pencernaan anaerob (Matheri et al., 2016). Tahap lag phase merupaan
tahap adaptasi mikroba terhadap lingkungan dan exponential phase adalah tahap
dimana mikroba mulai melakukan pertumbuhan (Ramayanti & Giasmara, 2017)
(Syaichurrozi et al., 2013).
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan perbandingan rasio (ω)
20:1; 25:1; 30:1; 35:1; dan 40:1 dengan pemodelan gompertz yang dimodifikasi

55
adalah adalah 0,9429; 0,9453; 0,9632; 0,9453; dan 0,9319. Nilai R square yang
semakin mendekati satu menunjukkan bahwa persamaan/model tersebut memiliki
kemampuan yang baik dalam memprediksi suatu nilai (Uddin et al., 2019). Selain
itu, diperoleh nilai RMSE berada di antara 0,11dan 0,75. RMSE adalah metrik statistik
standar yang digunakan untuk mengakses model yang paling pas (Membere & Sallis,
2018). Nilai RMSE yang kecil mengindikasikan bahwa model tersebut tepat dan
sesuai (Nguyen et al., 2019). Beberapa peneliti telah menggunakan model Gompertz
yang dimodifikasi untuk mengevaluasi produksi biogas dalam proses pencernaan
anaerob dan hasil yang diperoleh sangat baik. (Kothari et al., 2018), meneliti
bahwasanya proses yang dilakukan secara anaerobik meggunakan kotoran sapi,
limbah kotoran unggas, dan air limbah industri susu berpotensi untuk produksi
biogas dimana pencapaian terbaik didapat pada suhu 50o C dan memperoleh nilai R2
sebesar 0,9800.

56
Tabel 4.7 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Produksi Biogas Model Gompertz yang
dimodifikasi
Konstanta Kinetik Produksi Biogas
Fitting error Persamaan Kinetika Gompertz dimodifikasi
(mL/mg VS)
ω
(Rasio) Mm Rm λ dP
M(exp) M(t) R2 RMSE
(mL/mgVS) (mL/mgVS.hari) (hari) (%)

0,110 e
20:1 0,6001 0,1102 0 0,497 0,483 2,976 0,9429 0,187 {
M (t) = 0,600 exp −exp [ 0,600
( 0,000−1 )+ 1 ]}
0,150 e
25:1 0,4332 0,1508 0 0,367 0,365 0,605 0,9453 0,116 {
M (t) = 0,433 exp −exp [ 0,433
( 0,00 0−1 ) +1 ]}
0,142 e
30:1 0,8462 0,1429 0,280 0,593 0,588 0,008 0,9632 0,238 {
M (t) = 0,846 exp −exp [ 0,846
( 0,280−1 ) +1 ]}
3,721e
35:1 0,6684 3,7216 2,927 0,462 0,459 4,119 0,9453 0,332
{
M (t) = 0,668 exp −exp [ 0,668
( 2,927−1 ) +1 ]}
3,328 e
40:1 0,6642 3,3283 1,941 0,360 0,359 1,793 0,9319 0,758
{
M (t) = 0,664 exp −exp [ 0,664
(1,941−1 )+ 1 ]}

57
4.3.3.2 Penentuan Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio
(ω)
Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan persamaan konstanta produksi
biogas fungsi perbandinga rasio (ω). Untuk menentukan persamaan konstanta
tersebut, maka diperlukan data konstanta laju produksi biogas yaitu Mm (mL/mg VS),
dan λ (hari) serta laju pertumbuhan Rm pada tiap variasi perbandingan rasio (ω)
digestasi. Data konstanta produksi biogas fungsi perbandingan rasio (ω) ditunjukkan
pada Tabel 4.7. Dengan memplot data perbandingan rasio (ω) dan konstanta simulasi
model gompertz yang dimodifikasi, diperoleh grafik persamaan regresi polinomial
pada masing-masing variabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.
Tabel 4.8 Konstanta Laju Produksi Biogas Fungsi Perbandingan Rasio (ω) Digestasi
Anaerob

(ω) Mm Rm Λ
(mL/mgVS) (mL/mgVS.hari) (hari)
(Rasio)
20:1
0,6001 0,1102 0,000
25:1
0,4332 0,1508 0,000
30:1
0,8462 0,1429 0,280
35:1
0,6684 3,7216 2,927
40:1
0,6642 3,3283 1,941

Konstanta laju produksi biogas (yield) diplot terhadap masing-masing


variabel (perbandingan rasio(ω)) digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan
regresi polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan
untuk mensimulasikan model gompertz yang dimodifikasi. Perbandingan rasio (ω)
akan disubstitusi ke dalam persamaan konstanta yang diperoleh untuk memperoleh
nilai masing-masing konstanta pada perbandingan rasio tertentu. Nilai konstanta
yang diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk persamaan gompertz yang
dimodifikasi akan didapatkan prediksi potensi proses digestasi anaerob dalam
produksi biogas penghasil metana dan dapat dijadikan sebagai acuan pengontrolan
proses digestasi anaerob dalam proses metanogenesis dari LCPKS co-digestion
TKKS menggunakan reaktor batch dengan pengaruh perbandingan rasio (ω).
Penentuan persamaan konstanta model gompertz yang dimodifikasi dijelaskan oleh

54
Gambar 4.10.

55
0.9
f(x) = 0 x⁴ − 0.02 x³ + 0.73 x² − 14.19 x + 101.3
0.8 R² = 1
0.7

M m (m L /m g V S)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
15 20 25 30
10:1 20:1 30:1 35 40
40:1 50:145

Perbandingan Rasio
(a)

3.5 f(x) = 0 x⁴ − 0.01 x³ + 0.48 x² − 8.29 x + 52.61


R² = 1
3
Rm (mL/mg VS. hari)

2.5

1.5

0.5

0
15 20 10:1 25 20:1 30 30:1 35 40:140 50:145
Perbandingan Rasio
(b)

56
2.5
f(x) = − 0 x⁴ + 0.03 x³ − 1.24 x² + 22.67 x − 151.98
R² = 1
2

1.5

Λ (H ari)
1

0.5

0
15 20 25 30 35 40 45
10:1 20:1 30:1 40:1 50:1
pH

Perbandingan Rasio
(c)
Gambar 4.10 Tren Konstanta (a) Mm, mL/mg VS, Potensi Produksi Biogas
Maksimum (yield), (b) Rm, mL/mg VS, Laju Produksi Biogas
Maksimum (c) λ, hari, Konstanta Periode Fase Lag Produksi Biogas
Fungsi Perbandingan Rasio

Gambar 4.10 menunjukkan tren konstanta laju produksi biogas fungsi


pebandingan rasio (ω). Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi laju
produksi biogas fungsi perbandigan rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.
Mm(f(ω)) = 0,0001ω4 - 0,0163ω3 + 0,7309ω2 - 14,189ω + 101,3
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta laju produksi biogas maksimum fungsi
perbandingan rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.
Rm(f(ω)) = 0,0001ω4 - 0,0125ω3 + 0,4847ω2 - 8,2864ω + 52,609

Persamaan regresi polinomial untuk konstanta periode fase lag fungsi perbandingan
rasio (ω) ditunjukkan pada persamaan berikut.

λ(f(ω)) = -0,0003ω4 + 0,0295ω3 - 1,2415ω2 + 22,674ω - 151,98

Dimana:
Mm(f(ω)) = Konstanta potensi laju produksi biogas fungsi perbandingan rasio
(ω) (mL/mg VS)
Rm(f(ω)) = Konstanta laju produksi biogas maksimum fungsi perbandingan
rasio (ω)(mL/mg VS.hari)
λ (f(ω)) = Konstanta Periode Fase Lag fungsi perbandingan rasio (ω) (hari)
ω = Perbandingan Rasio
57
Sehingga, persamaan fungsi perbandingan rasio (ω) untuk konstanta Mm, Rm
dan λ adalah
Mm = M(f(ω))
Mm = 0,0001ω4 - 0,0163ω3 + 0,7309ω2 - 14,189ω + 101,3
Rm = Rm (f(ω))
Rm = 0,0001ω4 - 0,0125ω3 + 0,4847ω2 - 8,2864ω + 52,609
λ = λ(f(ω))
λ = -0,0003ω4 + 0,0295ω3 - 1,2415ω2 + 22,674ω - 151,98

Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga


konstanta A, Rmax dan λ pada laju produksi biogas (yield) berdasarkan data
perbandingan rasio (ω) digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam
hal menentukan variabel yang digunakan.

58
4.4 PERBANDINGAN RASIO PRODUKSI BIOGAS TERBAIK
4.4.1 Pengaruh Perbandingan Rasio terhadap Produksi Biogas Terbaik
140

120

100

Produksi Gas (L/mg VS hari)


80

60

40

20

0
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1
Rasio LCPKS: TKKS

Gambar 4.11 Pengaruh Perbandingan Rasio Terhadap Produksi Biogas Terbaik

Gambar 4.11 menunjukkan gambar produksi biogas. Produksi biogas


tertinggi didapat pada rasio rasio 35:1 yaitu diperoleh 80,30 L/Kg.VS. Menurut
penelitian yang dilakukan Mattocks (1984) tingkat pemuatan organik (OLR) adalah
parameter penting karena ini mengindikasikan jumlah padatan volatil yang akan
dimasukkan ke dalam digester setiap hari. Li dkk. (2015) menyatakan bahwa OLR
yang tinggi menyebabkan akumulasi VFA yang menghambat methanogenesis.
Oleh karena itu, pada proses metanogenesis LCPKS co-digestion TKKS
dengan menggunakan reaktor batch pada keadaan ambient, variasi perbandingan
rasio memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan produksi biogas,
dimana diperoleh konsentrasi yield tertinggi dicapai pada perbandingan rasio 35:1.

59
4.5 Evaluasi dan Perbandingan Berbagai Model Kinetika pada Perbandingan
Rasio Produksi Biogas Terbaik

1
0.9
0.8
L aju Produksi B iogas

0.7
0.6
(mL /mg V S )

0.5
0.4
0.3 Data Orde Satu Logistik Gompertz dimodifikasi
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)

Gambar 4.12 Perbandingan Data dan berbagai Model kinetika Produksi Biogas
terhadap waktu pada Perbandingan Rasio (ω) 35:1.

Gambar 4.12 menunjukkan profil produksi biogas terbaik (yield, mL/mg VS)
pada proses metanogenesis pada perbandingan rasio 35:1 yang dibandingkan antara
data eksperiment dengan berbagai model kinetika. Model empiris atau analisis
statistik dapat diformulasikan untuk menjelaskan mekanisme dasar yang mendasari
sistem yang kompleks dan dengan demikian memberikan panduan yang lebih baik
dalam proses desain dan kontrol (Shin et al., 2008). Melalui model-model tersebut,
kita dapat merancang proses digestasi anaerob. Model-model tersebut memliki nilai
dan jenis parameter yang berbeda-beda yang ditampilkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Nilai Parameter dari Berbagai Persamaan Kinetika


Model Kinetika
Parameter
A b C Satuan
Mm 0,6224 0,6683 0,6492 mL/mg VS
Λ - 2,8879 1,8662 Hari
K 0,6634 - - /hari
Rm - 2,8879 1,8662 mL/mg VS.hari
R2 0,93657 0,94533 0,94253 -
RMSE 0,3575 0,3320 0,3404 -

60
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz dimodifikasi
M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)
Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

Pada tabel diatas, dapat dilihat setiap model memiliki parameter yang
berbeda- beda. Pada ketiga model/persamaan kinetika tersebut hanya parameter Mm
yang dimiliki oleh setiap model kinetika. Mm menunjukkan jumlah/potensi produksi
biogas tertinggi yang dapat diraih oleh setiap model kinetika. Model Logistik
menghasilkan nilai parameter Mm tertinggi sementara nilai terendah berada pada
model persamaan kinetik orde satu. Akan tetapi, nilai ini tidak dapat menjadi acuan
bahwa model tersebut merupakan model terbaik yang menggambarkan proses
metanogenesis LCPKS co-digestion TKKS pada perbandingan rasio 35:1 dengan
sistem anaerob.
Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai R2 terbesar terdapat pada persamaan
logistik yaitu 0,9831. Nilai R square yang semakin mendekati satu menunjukkan
bahwa persamaan/model tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam
memprediksi suatu nilai (Uddin et al., 2019). Nilai R2 yang dihasilkan dari ketiga
model ini > 0,9 yang menunjukkan permodelannya telah sesuai (Gallipoli et al.,
2020)
Dapat disimpulkan bahwa persamaan logistik adalah persamaan yang paling
cocok untuk menggambarkan produksi biogas proses metanogenesis dengan kondisi
perbandingan rasio 35:1. Melalui penelitian ini juga, dapat dilihat berdasarkan Tabel
4.10 bahwa ke-2 model persamaan lainnya juga cocok menggambarkan proses
tersebut karena memiliki keakuratan yang baik juga. Menurut (Deepanraj et al.,
2017) yang menyatakan bahwa co-digestion dari 30% kotoran unggas dengan rasio
C/N 20,19 menghasilkan lebih banyak biogas dengan efisiensi degradasi yang tinggi
dibandingkan dengan substrat lainnya. Model Gompertz yang dimodifikasi memiliki
konsistensi yang lebih baik dengan data eksperimen untuk R 2 sebesar 0,9991 dan

61
nilai RMSE yang lebih kecil daripada model Logistik dan model Orde satu.

62
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Kinerja digester anaerobik untuk proases asidogenesis operasi batch yang
ditinjau dari produksi biogas diperoleh pada perbandinga rasio (ω) 35:1
2. Produksi biogas terbaik didalam digester anaerob diperoleh pada
perbandingan rasio 35:1 hari ke-12 dengan nilai sebesar 0,0803 mL/mg VS.
3. Potensi produksi biogas tertinggi digambarkan pada model kinetika
Gompertz dimodifikasi dengan konsentrasi 0,6683 mL/mg VS.
4. Persamaan/model kinetika dengan keakuratan terbaik digambarkan melalui
model/persamaan kinetika logistik.
5. Nilai konstanta produksi biogas terbaik sebagai fungsi laju perbandingan
rasio proses diperoleh pada ω 35:1 yaitu Mm dan Rm masing-masing sebesar
0,6683 mL/mg VS dan 2,399 mL/mg VS hari.

5.2 SARAN
Saran yang diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan analisis konstanta menggunakan persamaan lainnya dengan
laju degradai/perubahan substrat seperti menggunakan persamaan kinetika
monod, contois dan Haldane

63
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, N. I. H., Hanafiah, M. M., & Mohamed Ali, M. Y. (2019). Sustainable
biogas production from agrowaste and effluents – A promising step for small-
scale industry income. Renewable Energy.
Abu Shmeis, R. M. (2018). Water Chemistry and Microbiology. In Comprehensive
Analytical Chemistry.
Abudi, Z. N., Hu, Z., Sun, N., Xiao, B., Rajaa, N., Liu, C., & Guo, D. (2016). Batch
anaerobic co-digestion of OFMSW (organic fraction of municipal solid
waste), TWAS (thickened waste activated sludge) and RS (rice straw):
Influence of TWAS and RS pretreatment and mixing ratio. Energy.
Abunde Neba, F., Asiedu, N. Y., Addo, A., Morken, J., Østerhus, S. W., & Seidu, R.
(2020). Biodigester rapid analysis and design system (B-RADeS): A
candidate attainable region-based simulator for the synthesis of biogas reactor
structures. Computers and Chemical Engineering.
Achinas, S., & Euverink, G. J. W. (2019). Effect of combined inoculation on biogas
production from hardly degradable material. Energies.
Achinas, S., & Willem Euverink, G. J. (2020). Rambling facets of manure-based
biogas production in Europe: A briefing. Renewable and Sustainable Energy
Reviews.
Adekunle, K. F., & Okolie, J. A. (2015). A Review of Biochemical Process of
Anaerobic Digestion. Advances in Bioscience and Biotechnology.
Ahmad, A, Amri, I., & Fitrah, R. (2019). Startup of expanded granular sludge bed
reactor treating undiluted palm oil mill effluent. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering.
Ahmad, Anwar. (2019a). Effect of Ozonation on Biodegradation and
Methanogenesis of Palm Oil Mill Effluent Treatment for the Production of
Biogas. Ozone: Science & Engineering, 1–10.
Ahmad, Anwar. (2019b). Effect of Ozonation on Biodegradation and
Methanogenesis of Palm Oil Mill Effluent Treatment for the Production of
Biogas. Ozone: Science and Engineering.
Ahmad, Anwar, & Ghufran, R. (2019). Review on industrial wastewater energy
sources and carbon emission reduction: towards a clean production.
International Journal of Sustainable Engineering.
Azargoshasb, H., Mousavi, S. M., Amani, T., Jafari, A., & Nosrati, M. (2015).
Three-phase CFD simulation coupled with population balance equations of
anaerobic syntrophic acidogenesis and methanogenesis reactions in a
continuous stirred bioreactor. Journal of Industrial and Engineering
Chemistry.
Babaee, A., & Shayegan, J. (2011). Effect of Organic Loading Rates (OLR) on
Production of Methane from Anaerobic Digestion of Vegetables Waste.
Proceedings of the World Renewable Energy Congress – Sweden, 8–13 May,
2011, Linköping, Sweden.
Bedoić, R., Špehar, A., Puljko, J., Čuček, L., Ćosić, B., Pukšec, T., & Duić, N.
(2020). Opportunities and challenges: Experimental and kinetic analysis of
anaerobic co-digestion of food waste and rendering industry streams for
biogas production. Renewable and Sustainable Energy Reviews.

64
Budiyono, Syaichurrozi, I., & Sumardiono, S. (2014). Kinetic model of biogas yield
production from vinasse at various initial pH: Comparison between modified
gompertz model and first order kinetic model. Research Journal of Applied
Sciences, Engineering and Technology.
Charnnok, B., Sakdaronnarong, C., & Sinbuathong, N. (2019). Hydrothermal
pretreatment with sulfonated bentonite catalyst enhances potassium removal
and bioconversion of oil palm empty fruit bunch to sugar and biohydrogen.
Biomass Conversion and Biorefinery.
Chaterjee, P. K., Neogi, S., Saha, S., Jeon, B. H., & Dey, A. (2019). Low pH
treatment of starch industry effluent with bacteria from leaf debris for
methane production. Water Environment Research : A Research Publication
of the Water Environment Federation.
Darmawan, A., Ajiwibowo, M. W., Anggoro Cahyo, F., Aziz, M., & Tokimatsu, K.
(2019). Co-production of hydrogen and power from palm mill wastes. Energy
Procedia.
de Castro, T. M., Torres, D. G. B., Arantes, E. J., de Carvalho, K. Q., Passig, F. H.,
Christ, D., … Gomes, S. D. (2020). Anaerobic co-digestion of industrial
landfill leachate and glycerin: methanogenic potential, organic matter
removal and process optimization. Environmental Technology (United
Kingdom).
Deepanraj, B., Sivasubramanian, V., & Jayaraj, S. (2017). Effect of substrate
pretreatment on biogas production through anaerobic digestion of food waste.
International Journal of Hydrogen Energy.
E, C. C., I, C. E. U., L, C. O., E, E. B., & J, N. C. (2013). Determination of optimum
mixing ratio of cow dung and poultry droppings in biogas production under
tropical condition. African Journal of Agricultural Research.
Effendy, Antara, M., Rauf, R. A., Tangkesalu, D., Christoporus, Fardhal Pratama,
M., … Muhardi. (2018). Evaluation of economic efficiency from smallholder
cocoa investment in Indonesia: A case study in central Sulawesi province
with tropical climate. Australian Journal of Crop Science.
Eko, H., & Chaiprasert, P. (2020). Enhancement of methane production from high
solid anaerobic digestion of pretreated palm oil decanter cake using a
modified solid inclined reactor. Journal of Chemical Technology and
Biotechnology.
Elreedy, A., & Tawfik, A. (2015). Effect of Hydraulic Retention Time on Hydrogen
Production from the Dark Fermentation of Petrochemical Effluents
Contaminated with Ethylene Glycol. Energy Procedia.
Fadzil, F., Fadzil, F., Sulaiman, S. M., Shaharoshaha, A. M., & Seswoya, R. (2020).
Mild thermal Pre-treatment as a method for increasing the methane potential
of food waste. International Journal of Design and Nature and Ecodynamics.
Gallipoli, A., Braguglia, C. M., Gianico, A., Montecchio, D., & Pagliaccia, P.
(2020). Kitchen waste valorization through a mild-temperature pretreatment
to enhance biogas production and fermentability: Kinetics study in
mesophilic and thermophilic regimen. Journal of Environmental Sciences
(China).
Garretson, P., & Goswarni, N. (2017). Is India looking towards space-based
resources?
Garritano, A. N., Faber, M. de O., De Sà, L. R. V., & Ferreira-Leitão, V. S. (2018).
Palm oil mill effluent (POME) as raw material for biohydrogen and methane
production via dark fermentation. Renewable and Sustainable Energy

65
Reviews.

Ghasemaghaei, M., Ebrahimi, S., & Hassanein, K. (2018). Data analytics


competency for improving firm decision making performance. Journal of
Strategic Information Systems.
Hamzah, M. A. A., Alias, A. B., Him, N. R. N., Rashid, Z. A., & Ghani, W. A. W. A.
K. (2019). Characterization of food waste and empty fruit bunches (EFB) for
anaerobic digestion application. Journal of Physics: Conference Series.
Harsono, S. S., Grundmann, P., & Soebronto, S. (2014). Anaerobic treatment of palm
oil mill effluents: Potential contribution to net energy yield and reduction of
greenhouse gas emissions from biodiesel production. Journal of Cleaner
Production.
Hou, T., Zhao, J., Lei, Z., Shimizu, K., & Zhang, Z. (2020). Synergistic effects of
rice straw and rice bran on enhanced methane production and process
stability of anaerobic digestion of food waste. Bioresource Technology.
Issah, A. A., Kabera, T., & Kemausuor, F. (2020). Biogas optimisation processes and
effluent quality: A review. Biomass and Bioenergy.
Kafle, G. K., Bhattarai, S., Kim, S. H., & Chen, L. (2014). Effect of feed to microbe
ratios on anaerobic digestion of Chinese cabbage waste under mesophilic and
thermophilic conditions: Biogas potential and kinetic study. Journal of
Environmental Management.
Kelly Orhorhoro, E. (2017). Experimental Determination of Effect of Total Solid
(TS) and Volatile Solid (VS) on Biogas Yield. American Journal of Modern
Energy.
Kismurtono, M., Julendra, H., Mahajoeno, E., & Korniawan, M. (2016).
Development of enhanced biogas production from palm oil mill effluent
(POME). Proceedings of the 2016 International Conference on
Cogeneration, Small Power Plants and District Energy, ICUE 2016.
Kothari, R., Ahmad, S., Pathak, V. V., Pandey, A., Singh, S., Kumar, K., & Tyagi,
V. V. (2018). Experiment-based thermodynamic feasibility with co-digestion
of nutrient-rich biowaste materials for biogas production. 3 Biotech.
Krishnan, S., Singh, L., Sakinah, M., Thakur, S., Wahid, Z. A., & Ghrayeb, O. A.
(2017). Role of organic loading rate in bioenergy generation from palm oil
mill effluent in a two-stage up-flow anaerobic sludge blanket continuous-
stirred tank reactor. Journal of Cleaner Production.
Li, L., Kong, X., Yang, F., Li, D., Yuan, Z., & Sun, Y. (2012). Biogas production
potential and kinetics of microwave and conventional thermal pretreatment of
grass. Applied Biochemistry and Biotechnology.
Li, Y., Zhang, R., Liu, G., Chen, C., He, Y., & Liu, X. (2013). Comparison of
methane production potential, biodegradability, and kinetics of different
organic substrates. Bioresource Technology.
López, I., Benzo, M., Passeggi, M., & Borzacconi, L. (2020). A simple kinetic model
applied to anaerobic digestion of cow manure. Environmental Technology
(United Kingdom).
Maneein, S., Milledge, J. J., Harvey, P. J., & Nielsen, B. V. (2020). Methane
production from Sargassum muticum: effects of seasonality and of freshwater
washes. Energy and Built Environment.
Mao, C., Xi, J., Feng, Y., Wang, X., & Ren, G. (2019). Biogas production and
synergistic correlations of systematic parameters during batch anaerobic
digestion of corn straw. Renewable Energy.

66
Mariam Sulaiman, S., & Seswoya, R. (2019). Kinetics Modelling of Batch
Anaerobic Co-digestion of Domestic Primary Sewage Sludge and Food
Waste in a Stirred Reactor. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering.
Matheri, A. N., Belaid, M., Seodigeng, T., & Ngila, C. J. (2016). Modelling the
kinetic of biogas production from co-digestion of pig waste and grass
clippings. Lecture Notes in Engineering and Computer Science.
Matin, H. H. A., & Hadiyanto. (2018). Optimization of C/N Ratio to Biogas
Production from Rice Husk Waste by Using Solid State Anaerobic Digestion
(SS-AD). Advanced Science Letters.
Meegoda, J. N., Li, B., Patel, K., & Wang, L. B. (2018). A review of the processes,
parameters, and optimization of anaerobic digestion. International Journal of
Environmental Research and Public Health.
Membere, E., & Sallis, P. (2018). Effect of temperature on kinetics of biogas
production from macroalgae. Bioresource Technology.
Mohammed, J., Ridha, A. M., & Majeed, M. H. (2020). Improved of biogas
production by anaerobic co-digestion of Ziziphus leaves and cow manure
wastes. International Journal of Design and Nature and Ecodynamics.
Mohd Ghazi, T. I., & Nasir, I. M. (2018). A novel oscillatory flow bioreactor for a
potentially higher biomethane generation and sustainable cattle manure
treatment. Journal of Engineering Science and Technology.
Mujdalifah, I. (2019). (Inventory and Evaluation of Feed Nutrition of Gosong Kaki
Merah Bird (Megapodius reinwardt) on In-Situ Conservation in Kerandangan
Natural Tourism Park). Journal of Chemical Information and Modeling.
Musa, S. S., Zhao, S., Wang, M. H., Habib, A. G., Mustapha, U. T., & He, D. (2020).
Estimation of exponential growth rate and basic reproduction number of the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) in Africa. Infectious Diseases of
Poverty.
Nasir, M. A. A., Jahim, J. M., Abdul, P. M., Silvamany, H., Maaroff, R. M., &
Yunus, M. F. M. (2019). The use of acidified palm oil mill effluent for
thermophilic biomethane production by changing the hydraulic retention time
in anaerobic sequencing batch reactor. International Journal of Hydrogen
Energy, 44(6), 3373–3381.
Nguyen, D., Nitayavardhana, S., Sawatdeenarunat, C., Surendra, K. C., & Khanal, S.
K. (2019). Biogas Production by Anaerobic Digestion: Status and
Perspectives. In Biofuels: Alternative Feedstocks and Conversion Processes
for the Production of Liquid and Gaseous Biofuels.
Nor Faekah, I., Fatihah, S., & Mohamed, Z. S. (2020). Kinetic evaluation of a
partially packed upflow anaerobic fixed film reactor treating low-strength
synthetic rubber wastewater. Heliyon.
Norfadilah, N., Raheem, A., Harun, R., & Ahmadun, F. (2016). Bio-hydrogen
production from palm oil mill effluent (POME): A preliminary study.
International Journal of Hydrogen Energy.
Ohimain, E. I., & Izah, S. C. (2017). A review of biogas production from palm oil
mill effluents using different configurations of bioreactors. Renewable and
Sustainable Energy Reviews.
Ometto, F., Karlsson, A., Ejlertsson, J., Björn, A. V., & Shakeri, S. Y. (2019).
Anaerobic digestion: an engineered biological process. In Substitute Natural
Gas from Waste (pp. 63–74). Elsevier.
Owamah, H. I., & Izinyon, O. C. (2015). Development of simple-to-apply biogas

67
kinetic models for the co-digestion of food waste and maize husk.
Bioresource Technology.
Pham Van, D., Hoang Minh, G., Pham Phu, S. T., & Fujiwara, T. (2018). A new
kinetic model for biogas production from co-digestion by batch mode. Global
Journal of Environmental Science and Management.
Prajapati, K. B., & Singh, R. (2020). Enhancement of biogas production in bio-
electrochemical digester from agricultural waste mixed with wastewater.
Renewable Energy.
Rajani, A., Santosa, A., Saepudin, A., Gobikrishnan, S., & Andriani, D. (2019).
Review on biogas from palm oil mill effluent (POME): Challenges and
opportunities in Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 293(1), 12004. IOP Publishing.
Rajaput, A., Nasim Gilani, F., & S.Goudar, E. (2019). A Study of pattern of neck
injuries in the victims autopsied at tertiary care medical college and hospital
of North Karnataka. IP International Journal of Forensic Medicine and
Toxicological Sciences.
Rajput, A. A., & Sheikh, Z. (2019). Effect of inoculum type and organic loading on
biogas production of sunflower meal and wheat straw. Sustainable
Environment Research.
Ramadhani, L. I., Damayanti, S. I., Sudibyo, H., & Budhijanto, W. (2018). Kinetics
of Anaerobic Digestion of Palm Oil Mill Effluent (POME) in Double-Stage
Batch Bioreactor with Recirculation and Fluidization of Microbial
Immobilization Media. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering.
Ramayanti, C., & Giasmara, K. R. (2017). Pembuatan Bioetanol Berbahan Baku
Kertas Bekas menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Fermentasi. Indo. J.
Chem. Res.
Rao, P. V., Baral, S. S., Dey, R., & Mutnuri, S. (2010). Biogas generation potential
by anaerobic digestion for sustainable energy development in India.
Renewable and Sustainable Energy Reviews.
Raposo, F., De La Rubia, M. A., Fernández-Cegrí, V., & Borja, R. (2012). Anaerobic
digestion of solid organic substrates in batch mode: An overview relating to
methane yields and experimental procedures. Renewable and Sustainable
Energy Reviews.
Ravindra, P., Yong, K. Y., & Veera Rao, V. P. R. (2015). Production of biogas from
palm oil mill effluent. In Advances in Bioprocess Technology.
S. Octiva, C., Irvan, Sarah, M., Trisakti, B., & Daimon, H. (2018). Production Of
Biogas From Co-Digestion Of Emptyfruitbunches (Efb) With Palm Oil Mill
Effluent (Pome): Effect Of Mixing Ratio. Rasayan Journal of Chemistry.
Saelor, S., Kongjan, P., & O-Thong, S. (2017). Biogas Production from Anaerobic
Co-digestion of Palm Oil Mill Effluent and Empty Fruit Bunches. Energy
Procedia.
Sandoval-Cobo, J. J., Casallas-Ojeda, M. R., Carabalí-Orejuela, L., Muñoz-Chávez,
A., Caicedo-Concha, D. M., Marmolejo-Rebellón, L. F., & Torres-Lozada, P.
(2020). Methane potential and degradation kinetics of fresh and excavated
municipal solid waste from a tropical landfill in Colombia. Sustainable
Environment Research.
Sarono, Suparno, O., Suprihatin, & Hasanudin, U. (2016). The performance of
biogas production from pome at different temperatures. International Journal
of Technology.

68
Sawatdeenarunat, C., Wangnai, C., Songkasiri, W., Panichnumsin, P.,
Saritpongteeraka, K., Boonsawang, P., … Chaiprapat, S. (2019). Biogas
Production From Industrial Effluents. In Biofuels: Alternative Feedstocks and
Conversion Processes for the Production of Liquid and Gaseous Biofuels.

Sawyerr, N., Trois, C., Workneh, T., & Okudoh, V. (2019). An Overview of Biogas
Production: Fundamentals, Applications and Future Research. International
Journal of Energy Economics and Policy, 9(2), 105–116.
Scarcelli, P. G., Serejo, M. L., Paulo, P. L., & Boncz, M. Á. (2020). Evaluation of
biomethanization during co-digestion of thermally pretreated microalgae and
waste activated sludge, and estimation of its kinetic parameters. Science of
the Total Environment.
Seengenyoung, J., Mamimin, C., Prasertsan, P., & O-Thong, S. (2019). Pilot-scale of
biohythane production from palm oil mill effluent by two-stage thermophilic
anaerobic fermentation. International Journal of Hydrogen Energy.
Senata, M. (2016). Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Yang
Tercatat Pada Indeks Lq-45 Bursa Efek Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi
Mikrosil.
Shamurad, B., Sallis, P., Petropoulos, E., Tabraiz, S., Ospina, C., Leary, P., … Gray,
N. (2020). Stable biogas production from single-stage anaerobic digestion of
food waste. Applied Energy.
Shin, J.-D., Han, S.-S., Eom, K.-C., Sung, S.-H., Park, S.-W., & Kim, H.-O. (2008).
Predicting Methane Production Potential of Anaerobic Co-digestion of Swine
Manure and Food Waste. Environmental Engineering Research.
Shodiqin, A., Aini, A. N., & Rubowo, M. R. (2018). Perbanding Dua Metode
Regresi Robust yakni Metode Least Trimmed Squares (LTS) dengan metode
Estimator-MM (Estmasi-MM) (Studi Kasus Data Ujian Tulis Masuk
Terhadap Hasil IPK Mahasiswa UPGRIS). Jurnal Ilmiah Teknosains.
Sivasangar, S., Zainal, Z., Salmiaton, A., & Taufiq-Yap, Y. H. (2015). Supercritical
water gasification of empty fruit bunches from oil palm for hydrogen
production. Fuel.
Speece, R. E. (1983). Anaerobic biotechnology for industrial wastewater treatment.
Environmental Science & Technology.
Suksong, W., Tukanghan, W., Promnuan, K., Kongjan, P., Reungsang, A., Insam,
H., & O-Thong, S. (2020). Biogas production from palm oil mill effluent and
empty fruit bunches by coupled liquid and solid-state anaerobic digestion.
Bioresource Technology.
Sumantri, I., Budiyono, B., & Purwanto, P. (2018). Performance of Anaerobic
Baffled Reactor with Three Compartments in Removal of COD of
Wastewater of Chilly Sauce. E3S Web of Conferences.
Sun, Q., Li, H., Yan, J., Liu, L., Yu, Z., & Yu, X. (2015). Selection of appropriate
biogas upgrading technology-a review of biogas cleaning, upgrading and
utilisation. Renewable and Sustainable Energy Reviews.
Syaichurrozi, I. (2018). Biogas production from co-digestion Salvinia molesta and
rice straw and kinetics. Renewable Energy.
Syaichurrozi, I., Budiyono, & Sumardiono, S. (2013). Predicting kinetic model of
biogas production and biodegradability organic materials: Biogas production
from vinasse at variation of COD/N ratio. Bioresource Technology.
Trisakti, B., Irvan, M., Taslim, & Turmuzi, M. (2017). Effect of temperature on

69
methanogenesis stage of two-stage anaerobic digestion of palm oil mill
effluent (POME) into biogas. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering.
Tsunatu, D. Y., Atiku, K. G., Samuel, T. T., Hamidu, B. I., & Dahutu, D. I. (2017).
Production Of Bioethanol From Rice Straw Using Yeast Extracts Peptone
Dextrose. Nigerian Journal of Technology.

Uddin, M. N., Rahman, M. A., Taweekun, J., Techato, K., Mofijur, M., & Rasul, M.
(2019). Enhancement of biogas generation in up-flow sludge blanket (UASB)
bioreactor from palm oil mill effluent (POME). Energy Procedia, 160, 670–
676.
Utami, I., Redjeki, S., Astuti, D. H., & Sani. (2016). Biogas production and removal
COD - BOD and TSS from wastewater industrial alcohol (vinasse) by
modified UASB bioreactor. MATEC Web of Conferences.
Vaez, E., & Zilouei, H. (2020). Towards the development of biofuel production from
paper mill effluent. Renewable Energy.
van Lier, J. B., Mahmoud, N., & Zeeman, G. (2008). Biological wastewater
treatment: principles, moddeling and design - Chapter 16: Anaerobic
wastewater treatment. In Biological Wastewater Treatment : Principles,
Modelling and Design.
Wongfaed, N., Kongjan, P., & O-Thang, S. (2015). Effect of Substrate and
Intermediate Composition on Foaming in Palm Oil Mill Effluent Anaerobic
Digestion System. Energy Procedia.
Xu, F., Li, Y., Ge, X., Yang, L., & Li, Y. (2018). Anaerobic digestion of food waste
– Challenges and opportunities. Bioresource Technology.
Zhao, J., Wang, D., Liu, Y., Ngo, H. H., Guo, W., Yang, Q., & Li, X. (2018). Novel
stepwise pH control strategy to improve short chain fatty acid production
from sludge anaerobic fermentation. Bioresource Technology.
Zheng, Y., Zhao, J., Xu, F., & Li, Y. (2014). Pretreatment of lignocellulosic biomass
for enhanced biogas production. Progress in Energy and Combustion
Science.
Zhi, S., Li, Q., Yang, F., Yang, Z., & Zhang, K. (2019). How methane yield, crucial
parameters and microbial communities respond to the stimulating effect of
antibiotics during high solid anaerobic digestion. Bioresource Technology.
Zwietering, M. H., Jongenburger, I., Rombouts, F. M., & Van’t Riet, K. (1990).
Modeling of the bacterial growth curve. Applied and Environmental
Microbiology.

70
LAMPIRAN 1
PROSEDUR ANALISIS

L1.1 ANALISIS VOLATILE SOLID (VS)


Adapun prosedur analisis Volatile Solid (VS) adalah :
1. Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan muffle
furnace pada suhu 550°C selama 1 jam.
2. Setelah itu cawan penguap didinginkan di dalam desikator hingga mencapai
suhu kamar.
3. Berat cawan penguap ditimbang.
4. Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

(A-B) ×1000
Mg padatan total/L =
Volume sampel, ml
Di mana :
A = Berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran (mg)
B = Berat residu + cawan porselen setelah pembakaran (mg)

L1.2 ANALISIS GAS


Analisis gas dilakukan dengan melakukan pengukuran volume gas setiap
hari dengan gas meter dan diukur komposisi biogas menggunakan gas analyser

LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE SOLID (VS)


Sampel: Perbandingan rasio 35:1 hari ke-3
Volume Sampel = 5 ml
A = 12200 mg
B = 11080 mg

L1-1
(A-B) x 1000
VS (mg/L) = Volume Sampel (mL)
( 12200-11080 ) ×1000
=
5
= 224000 mg/L

L2.2 PERHITUNGAN PERSENTASE DEGRADASI VOLATILE SOLID (VS)


Sampel: Perbandingan rasio 35:1
VS umpan = 12200 mg/L
VS reaktor = 11080 mg/L
VS Umpan – VS Reaktor
VS reaktor (%) = ×100%
VS Umpan
12200 –1 1080
= ×100%
12200
= 9,18 %

L2.3 PERHITUNGAN PRODUKSI BIOGAS / VS


Sampel: Perbandingan rasio 35:1 ke-3
Akumulasi Produksi Biogas = 480 ml
VS umpan = 12200 mg/L
VS reaktor = 10200 mg/L
VS Terdegradasi = 12200 – 10200 = 2000 mg/L
4 80
Produksi Biogas/VS =
200 0
= 0,240 mL/mg VS

L2.4 CONTOH PERHITUNGAN ROOT MEAN SQUARE ERROR (RMSE)


Sampel: perbandingan rasio proses 35:1 model persamaan logistik
n

∑ M ¿ ¿ ¿ ¿¿ = 1,5432
t =0

n = 14

L1-2
n
RMSE = ∑ M ¿ ¿ ¿ ¿¿
t =0

1,5432 0,5
=
14
= 0,3320

L1-3
LAMPIRAN 3
DATA HASIL ANALISIS

L3.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN


STARTER
Tabel L3.1 Karakteristik LCPKS Perkebunan Nusantara III, Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai dan Starter
Pilot Plant Biogas, Pusdiklat LPPM USU
Hasil
Parameter Satuan Metode
LCPKS Starter
pH 4,7 8,4 pH Meter
M-Alkalinitas 1400 4100 Titrasi
COD (mg/L) 68131,87 37500 APHA 5220B
VS (mg/L) 32000 14000 APHA 2540E
VSS (mg/L) 11738 16000 APHA 2540E

Tabel L3.2 Hasil Analisis Karakteristik Campuran LCPKS dan Starter


Parameter Satuan Hasil Metode
pH 7 pH Meter
M-Alkalinitas 3500 Titrasi
COD (mg/L) 55357 APHA 5220B
VS (mg/L) 44000 APHA 2540E
VSS (mg/L) 12000 APHA 2540E

L3-1
L3.2 DATA HASIL PENELITIAN PADA PENGARUH PERBANDINGAN
RASIO (ω)
Tabel L3.3 Data Hasil Analisis Volatile Solid (VS) Pengaruh Perbandingan Rasio (ω)
Perbandingan Rasio (ω)
Hari Ke-
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1
0 11880 11800 11660 12200 12140
1 11400 11120 10440 11080 11000
2 11300 10360 10000 10040 10400
3 10240 10680 10680 10200 11700
4 10040 10800 10720 11800 9200
5 10320 10120 10800 10520 10000
6 10660 9120 10220 11210 11900
7 9900 9500 10060 10160 10100
8 11060 10680 11060 10160 10400
9 10100 9220 10220 10000 9000
10 9000 9080 9140 8980 9000
11 9560 9440 10200 10000 9380
12 10160 9340 10360 9400 8120
13 10160 9340 10360 9400 8120
14 10160 9340 10360 9400 8120

Tabel L3.4 Data Produksi Biogas pada Pengaruh Perbandingan Rasio (ω)
Rata-Rata Rata-Rata
Perbandingan
Total Biogas Produksi Biogas
Rasio (ω)
(ml/g hari) (ml/g VS)
20:1 0,13 74,17
25:1 0,09 58,04
30:1 0,098 71,91
35:1 0,126 80,30
40:1 0,109 79,39

L3-2
Tabel L3.5 Data Hasil Analisis Yield Produksi Biogas (ml/mg VS) pada
Pengaruh Perbandingan Rasio (ω)
Perbandingan Rasio (ω)
Hari ke-
20:1 25:1 30:1 35:1 40:1
1 0,29167 0,23529 0,13934 0,16071 0,14912
2 0,46552 0,21527 0,18674 0,16666 0,1954
3 0,23780 0,36607 0,41836 0,27000 1,04545
4 0,27717 0,51000 0,55319 1,75000 0,20408
5 0,39103 0,37500 0,70930 0,50595 0,33640
6 0,57377 0,25746 0,49305 0,95959 3,29166
7 0,39899 0,33913 0,50000 0,51470 0,42647
8 1,04878 0,77678 1,48333 0,54901 0,55172
9 0,53371 0,36434 0,68750 0,54090 0,33757
10 0,35417 0,36764 0,42063 0,39751 0,36624
11 0,46121 0,44067 0,77390 0,61363 0,44927
12 0,64535 0,43902 0,90769 0,50714 0,32089
13 0,64535 0,43902 0,90769 0,50714 0,32089
14 0,64535 0,43902 0,90769 0,50714 0,32089

L3.3 DATA HASIL ANALISIS LAJU PRODUKSI BIOGAS


MENGGUNAKAN 3 PEMODELAN KINETIKA

Tabel L3.6 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
Data 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan rasio = 20:1
Data Gompertz
Hari First Order Logistik
Eksperimen Modifikasi
1 0,29167 0,1624346 0,1236885 0,1153
2 0,46552 0,2815253 0,1982194 0,2205
3 0,2378 0,3688378 0,2905924 0,3269
4 0,27717 0,4328519 0,3853192 0,4151
5 0,39103 0,4797846 0,4653423 0,4798
6 0,57377 0,5141937 0,5225975 0,5239
7 0,39899 0,5394211 0,5588727 0,5527
8 1,04878 0,5579169 0,5801155 0,5709
9 0,53371 0,5714772 0,5919858 0,5822
10 0,35417 0,5814191 0,5984457 0,5892
11 0,46121 0,5887082 0,6019107 0,5935
12 0,64535 0,5940522 0,6037548 0,5961
13 0,64535 0,5979702 0,6047322 0,5977
14 0,64535 0,6008427 0,6052491 0,5986

L3-3
Tabel L3.7 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
Data 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan rasio 25:1

Hari Data First Order Logistik Gompertz


Eksperimen modifikasi
0 0,23529412 0,1859966 0,1411664 0,1509
1 0,21527778 0,2932740 0,2743504 0,2877
2 0,36607143 0,3551484 0,3725724 0,3696
3 0,51000000 0,3908357 0,4139886 0,4073
4 0,37500000 0,4114191 0,4272603 0,4230
5 0,25746269 0,4232910 0,4311224 0,4292
6 0,33913043 0,4301384 0,4322141 0,4317
7 0,77678571 0,4340877 0,4325201 0,4326
8 0,36434109 0,4363656 0,4326057 0,4330
9 0,36764706 0,4376794 0,4326296 0,4331
10 0,44067797 0,4384372 0,4326363 0,4332
11 0,43902439 0,4388742 0,4326382 0,4332
12 0,43902439 0,4391263 0,4326387 0,4332
13 0,43902439 0,4392717 0,4326389 0,4332
14 0,23529412 0,1859966 0,1411664 0,1509

Tabel L3.8 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
Data 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan rasio 30:1
Hari Data First Order Logistik Gompertz
Eksperimen modifikasi
0 0,13934426 0,1691131 0,1524307 0,1200
1 0,18674699 0,3078702 0,2486326 0,2464
2 0,41836735 0,4217204 0,3723033 0,3881
3 0,55319149 0,5151344 0,5043384 0,5171
4 0,70930233 0,5917805 0,6200831 0,6200
5 0,49305556 0,6546686 0,7052745 0,6952
6 0,50000000 0,7062682 0,7602489 0,7474
7 1,48333333 0,7486057 0,7927734 0,7824
8 0,68750000 0,7833436 0,8110356 0,8053
9 0,42063492 0,8118460 0,8209896 0,8202
10 0,77397260 0,8352322 0,8263276 0,8297
11 0,90769231 0,8544206 0,8291650 0,8358
12 0,90769231 0,8701646 0,8306663 0,8396
13 0,90769231 0,8830826 0,8314587 0,8421
14 0,13934426 0,1691131 0,1524307 0,1200

L3-4
Tabel L3.9 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS)
dengan Data 3 Pemodelan Kinetika pada Perbandingan rasio 35:1
Hari Data First Order Logistik Gompertz
Eksperimen modifikasi
1 0,16071429 0,3018208 1,513E-13 1E-09
2 0,16666667 0,4572843 2,617E-07 0,0881
3 0,27000000 0,5373613 0,2697984 0,532
4 1,75000000 0,5786078 0,6683373 0,6364
5 0,50595238 0,5998533 0,6683379 0,6479
6 0,95959596 0,6107965 0,6683379 0,6491
7 0,51470588 0,6164332 0,6683379 0,6492
8 0,54901961 0,6193366 0,6683379 0,6492
9 0,54090909 0,6208321 0,6683379 0,6492
10 0,39751553 0,6216024 0,6683379 0,6492
11 0,61363636 0,6219992 0,6683379 0,6492
12 0,50714286 0,6222035 0,6683379 0,6492
13 0,50714286 0,6223088 0,6683379 0,6492
14 0,50714286 0,622363 0,6683379 0,6492

Tabel L3.10 Hasil Analisis Perbandingan Data Experiment (yield, mL/mg VS) dengan
Data 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan rasio 40:1

Hari Data First Order Logistik Gompertz


Eksperimen modifikasi
1 0,14912281 0,3299381 1,858E-07 0
2 0,19540230 0,4911770 0,1953375 0,1954
3 1,04545455 0,5699735 0,6643093 0,6643
4 0,20408163 0,6084809 0,6643104 0,6643
5 0,33644860 0,6272993 0,6643104 0,6643
6 3,29166667 0,6364957 0,6643104 0,6643
7 0,42647059 0,6409899 0,6643104 0,6643
8 0,55172414 0,6431863 0,6643104 0,6643
9 0,33757962 0,6442596 0,6643104 0,6643
10 0,36624204 0,6447841 0,6643104 0,6643
11 0,44927536 0,6450404 0,6643104 0,6643
12 0,32089552 0,6451657 0,6643104 0,6643
13 0,32089552 0,6452269 0,6643104 0,6643
14 0,32089552 0,6452568 0,6643104 0,6643

L3-5
Tabel L3.11 Data Parameter Kinetik dari 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan
rasio = 20:1
Model Kinetika
Parameter
a B c satuan
Mm 0,6087 0,6058 0,6001 mL/mg VS
Λ - 0 0 hari
K 0,3104 - - /hari
Rm - 0,0968 0,1102 mL/mg VS.hari
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz dimodifikasi

M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)


Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

Tabel L3.12 Data Parameter Kinetik dari 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan
rasio = 25:1
Model Kinetika
Parameter
A B C Satuan
Mm 0,4395 0,4326 0,4332 mL/mg VS
Λ - 0 0 Hari
K 0,5503 - - /hari
Rm - 0,1379 0,1585 mL/mg VS.hari
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz dimodifikasi

M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)


Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

L3-6
Tabel L3.13 Data Parameter Kinetik dari 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan
rasio = 30:1
Model Kinetika
Parameter
a B c satuan
Mm 0,9421 0,8323 0,8462 mL/mg VS
Λ - 0,2135 0,2803 hari
K 0,1978 - - /hari
Rm - 0,1335 0,1429 mL/mg VS.hari
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz dimodifikasi

M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)


Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

Tabel L3.14 Data Parameter Kinetik dari 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan
rasio = 35:1
Model Kinetika
Parameter
A B c satuan
Mm 0,6224 0,6683 0,6492 mL/mg VS
Λ - 2,887 1,8662 hari
K 0,6634 - - /hari
Rm - 2,399 0,5505 mL/mg VS.hari
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz dimodifikasi

M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)


Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

L3-7
Tabel L3.15 Data Parameter Kinetik dari 3 Pemodelan kinetika pada perbandingan
rasio = 40:1
Model Kinetika
Parameter
A B c satuan
Mm 0,6453 0,6643 0,6643 mL/mg VS
Λ - 1,9209 1,9465 hari
K 0,7160 - - /hari
Rm - 2,3606 3,6455 mL/mg VS.hari
Keterangan:
a = Orde 1
b = Persamaan logistik
c = Gompertz
dimodifikasi

M (t) = Akumulasi produksi biogas (yield) (mL/mg VS)


Mm = Potensi produksi biogas maksimum (yield) (mL/mg VS)
k = konstanta proses/reaksi metanogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju produksi biogas maksimum (mL/mg VS.hari)

L3-8
L3-9

Anda mungkin juga menyukai