Anda di halaman 1dari 102

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Kimia Skripsi Sarjana

2020

Optimasi Suhu Hidrolisis dan


Konsentrasi Asam Sulfat dalam
Pembuatan Nanoselulosa Berbahan
Dasar Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)

Ellsworth
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/28005
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
OPTIMASI SUHU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT DALAM PEMBUATAN
NANOSELULOSA BERBAHAN DASAR SERAT
BATANG PISANG KEPOK (Musa acuminata x balbisiana)

SKRIPSI

Oleh

ELLSWORTH
150405090

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


OPTIMASI SUHU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT DALAM PEMBUATAN
NANOSELULOSA BERBAHAN DASAR SERAT
BATANG PISANG KEPOK (Musa acuminata x balbisiana)

SKRIPSI

Oleh

ELLSWORTH
150405090

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERSETUJUAN

Tim Penguji menyetujui perbaikan skripsi:

Nama : Ellsworth

NIM : 150405090

Judul : Optimasi Suhu Hidrolisis dan Konsentrasi Asam Sulfat dalam


Pembuatan Nanoselulosa Berbahan Dasar Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)

yang telah diperbaiki sesuai saran dari Tim Penguji.

Pembimbing

Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T., M.,Sc.


NIP. 19730408 199802 2 002

Dosen Penguji I

Prof. Ir. Indra Surya, M.Sc., Ph. D


NIP. 19630609 198903 1 004

Dosen Penguji II

M. Hendra S. Ginting., S.T., M.T.


NIP. 19700919 199903 1 001

iii
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Optimasi Suhu Hidrolisis dan Konsentrasi Asam Sulfat dalam
Pembuatan Nanoselulosa Berbahan Dasar Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberkati dan menyertai penulis di
sepanjang hidup penulis, terutama selama melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Surya, M.Sc. selaku dosen penguji I yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Mhd. Hendra S. Ginting, S.T., M.T. selaku dosen penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T., selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM, selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Dr. Erni Misran, S.T., M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Kimia
USU dan Dosen Pembimbing Akademik penulis.
8. Seluruh dosen/staf pengajar dan pegawai administrasi Departemen Teknik
Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga kepada penulis.
9. Fenny Wijaya, selaku partner penelitian penulis.

iv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta,
Bapak Christian Sik dan Ibu Ju Pek Sim

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan
motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas segala pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada hentinya
telah diberikan selama ini.

Terima kasih juga kepada kakak tersayang,


Vanessa Sik atas semangat, dukungan, serta doa yang telah diberikan.

Semoga Tuhan selalu memberkati mereka.

vi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Ellsworth
NIM : 150405090
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/24 Mei 1998
Nama Orang Tua : Christian Sik dan Ju Pek Sim
E-mail : ellsworth790@gmail.com
Alamat Orang Tua : Jalan Madong Lubis no. 26B,
Medan, Sumatera Utara
Asal Sekolah:
• TK Budi Murni-3, Tahun 2002-2003
• SD Budi Murni-3, Tahun 2003-2009
• SMP Methodist-2 Medan, Tahun 2009-2012
• SMA Methodist-2 Medan, Tahun 2012-2015
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota HIMATEK FT-USU.
2. Kerja Praktek di PT. Toba Pulp Lestari Tbk., Porsea, Sumatera Utara
(November 2018 s/d Desember 2018).
Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal pertemuan ilmiah:
1. TALENTA-International Conference on Science and Technology
(TALENTA-ICST 2019)
2. Jurnal Teknik Kimia USU (2020)

vii
Universitas Sumatera Utara
OPTIMASI SUHU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI ASAM
SULFAT DALAM PEMBUATAN NANOSELULOSA
BERBAHAN DASAR SERAT BATANG PISANG KEPOK (Musa
acuminata x balbisiana)

ABSTRAK

Nanokristal selulosa (NCC) merupakan kristal selulosa berukuran nano yang


memanjang dan berbentuk seperti tongkat / jarum. Nanokristal selulosa biasanya
diisolasi dari serat tumbuhan atau biomassa yang mengandung selulosa. Batang
pisang merupakan salah satu limbah yang masih kurang dimanfaatkan di Indonesia.
Penelitian ini mengkaji tentang kondisi suhu hidrolisis dan konsentasi asam sulfat
optimal dalam isolasi NCC untuk mendapatkan nilai yield, kristalinitas, water
holding capacity (WHC), zat larut dalam air dan susut pengeringan yang terbaik.
Pada penelitian ini, isolasi NCC dilakukan dengan cara hidrolisis asam. Penelitian
ini dimulai dengan proses delignifikasi serat dengan menggunakan NaOH pada
suhu 80°C selama 5 menit, diikuti dengan proses bleaching dengan menggunakan
H2O2 selama 30 menit dengan dua pengulangan, dilanjutkan dengan proses
hidrolisis asam dengan menggunakan H2SO4 selama 1 jam pada variasi suhu
hidrolisis (Thidrolisis) 45, 50, 55, 60°C dan variasi konsentrasi asam sulfat (cH2SO4) 40,
45, 50 dan 55%. Reaksi dihentikan dengan penambahan aquadest 4°C. Suspensi
kemudian melalui proses sentrifugasi, pencucian dan ultrasonikasi sebanyak 3 kali
dan di-dialisis hingga mencapai pH netral. Gel NCC yang didapat kemudian
dikeringkan dan dihitung % yield NCC yang didapat. Hasil analisis Scanning
Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bentuk NCC yang berbentuk tongkat
dan hasil analisis Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan NCC
yang terisolasi berukuran 125 – 144 nm. Hasil analisis Fourier Transform Infra-
Red menunjukkan NCC yang terisolasi memiliki struktur kristalin selulosa I. Nilai
yield NCC tertinggi diperoleh pada variasi Thidrolisis 60°C dan cH2SO4 55% sebesar
26,75%. Nilai kristalinitas yang tertinggi diperoleh pada Thidrolisis 55°C dan cH2SO4
55%, sebesar 82,04%. Hasil ini didukung oleh nilai WHC variasi tersebut yang
terendah, sebesar 2,701 g air/ g NCC. Nilai zat larut dalam air yang terendah
diperoleh sebesar 0% dan nilai susut pengeringan NCC terendah diperoleh sebesar
0%.

Kata kunci: Nanokristal selulosa, serat batang pisang, hidrolisis asam, optimasi,
kristalinitas

viii
Universitas Sumatera Utara
OPTIMIZATION OF HYDROLYSIS TEMPERATURE AND
SULFURIC ACID CONCENTRATION ON NANOCELLULOSE
ISOLATION FROM KEPOK BANANA PSEUDOSTEM FIBER
(Musa acuminata x balbisiana)

ABSTRACT

Nanocrystalline cellulose (NCC) is nano-sized cellulose crystal that has rod /


needle-like shape. Nanocrystalline cellulose is usually isolated from plant fiber or
cellulosic biomass. Banana pseudostem is one of the many underused waste
materials in Indonesia. This research aims to find the optimal hydrolysis
temperature and sulfuric acid concentration in isolating NCC with the best yield,
crystallinity, water holding capacity (WHC), water solubility, and drying shrinkage.
In this research, NCC was isolated by acid hydrolysis. First, fiber was delignified
with NaOH at 80°C for 5 minutes, then followed by bleaching with H2O2 for 30
minutes twice. Cellulose fiber was then hydrolysed with 40, 45, 50, 55% H2SO4 at
45, 50, 55, 60°C for 1 hour and quenched with 4°C aquadest. The resulting
suspension was then centrifuged, washed and ultrasonicated 3 times and dialysed
to neutral pH. NCC gel was then dried and yield was calculated. Scanning Electron
Microscopy (SEM) analysis showed the isolated NCC had a rod-like shape.
Transmission Electron Microscopy analysis showed the isolated NCC had a
measured length of 125 – 144 nm. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
characterization showed the isolated NCC has a cellulose I crystalline structure. The
highest NCC yield was obtained at 60°C and 55% H2SO4 at 26,75% and the highest
crystallinity index was obtained at 55°C and 55% H2SO4 at 82,04%. This result was
further supported by WHC analysis, with the highest crystallinity having the lowest
WHC at 2,701 g water/ g NCC. The lowest water solubility obtained was 0% and
the lowest drying shrinkage obtained was 0%
Keywords: nanocrystalline cellulose, banana pseudostem fiber, acid hydrolysis,
optimization, crystallinity.

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Serat selulosa merupakan wujud struktural yang mengandung bagian bagian
amorf dan kristalin yang dapat dipisahkan melalui metode mekanis (Nagendra,
dkk., 2014), kimia (Nascimento, dkk., 2016) atau enzimatis (Anderson, dkk., 2014).
Hasil pemisahannya berupa serat nanoselulosa (cellulose nanofibrils (CNF)) atau
nanokristal selulosa (cellulose nanocrystal (CNC) / nanocrystal cellulose (NCC))
(Salas, dkk., 2014). Selain merupakan polimer alami yang paling berlimpah di
alam, NCC memiliki aplikasi yang luas, seperti bahan sintesa antimikroba,
penstabil interfasa minyak/air, bahan pembuatan kertas nano, film pembatas dan
sensor pH, serta sebagai pengisi komposit, dimana komposit berpengisi NCC
memiliki aplikasi yang lebih banyak lagi (George dan Sabapathi, 2015). Bahan
bahan alami yang telah pernah diekstraksi selulosanya dan dijadikan NCC antara
lain sekam padi, dengan indeks kristalinitas 75%, stabilitas termal yang tinggi dan
kandungan lignin dibawah 0,35% (Nascimento, dkk., 2016), kulit kayu jeruk,
dengan indeks kristalinitas 55%, diameter rata-rata 10 nm dan panjang 458 nm
(Marino, dkk., 2015), dan tulang daun tumbuhan kelapa sawit dengan indeks
kristalinitas 71,20% pada penggilingan 15 kali dengan menggunakan mesin
penggiling (Nagendra, dkk., 2014).
Dalam penelitian ini, bahan baku pembuatan NCC yang digunakan adalah serat
batang pisang. Tahun 2014 produksi pisang di Indonesia mencapai 7.008.407 ton
(Putri, dkk., 2015). Meskipun buahnya memiliki banyak manfaat, produksi buah
pisang yang banyak berarti limbah batang pisang yang dihasilkan banyak juga.
Limbah batang pisang yang dibiarkan begitu saja dapat menyebabkan
ketidakseimbangan ekosistem dan menyebabkan petani sulit memanen buah yang
telah matang (Padam, dkk., 2012; Mohiuddin, dkk., 2013). Pembakaran limbah
batang pisang yang bertumpuk di alam terbuka dapat menyebabkan masalah
lingkungan yang serius (Padam, dkk., 2012). Untuk mengatasi masalah tersebut,
upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memanfaatkan limbah batang pisang

1
Universitas Sumatera Utara
tersebut yaitu sebagai pakan ternak alternatif (Sutowo, dkk., 2016), kulit pisang
sebagai pupuk cair (Nasrun, dkk., 2016), bonggol tanaman pisang sebagai bahan
pembuatan kerupuk (Badan Litbang Pertanian, 2013). Pemanfaatan serat batang
pisang sebagai bahan baku pembuatan NCC adalah karena serat tersebut
mengandung selulosa 60 - 65%, hemiselulosa 6 - 19%, dan lignin 5 - 10%
(Bhatnagar, dkk., 2015).
Secara umum, metode-metode yang digunakan untuk pembuatan NCC terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu mekanis (Nagendra, dkk., 2014, Sofia, dkk., 2016, Souza,
dkk., 2017, Wang dan Sain, 2012) dan kimia (Nascimento, dkk., 2016, Marino,
dkk., 2015, Rahman, dkk., 2017, Tibolla, dkk., 2018). Pembuatan NCC secara
mekanis meliputi homogenisasi yang melibatkan serat dipaksakan melewati suatu
bukaan yang sangat kecil dengan menggunakan piston pada tekanan tinggi,
penggilingan yang melibatkan serat dilumatkan diantara 2 roda penggiling yang
berputar pada kecepatan tinggi, cryocrushing dimana serat selulosa yang beku
dihancurkan, dan sonikasi dimana NCC dihasilkan melalui aplikasi gaya
hidrodinamis yang dihasilkan oleh alat ultrasound pada serat bahan baku. Metode
pembuatan NCC secara kimia yang utama dilakukan yaitu hidrolisis asam, dimana
serat dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan komponen-komponen yang
bukan merupakan selulosa, kemudian diikuti dengan hidrolisis asam untuk
memisahkan bagian amorf dan melepaskan NCC (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode hidrolisis asam,
dimana selulosa pertama diisolasi dari serat batang pisang melalui proses pelepasan
lignin yang disebut delignifikasi, yang dilakukan dengan perlakuan dengan alkali,
yaitu NaOH. Selanjutnya diikuti dengan konversi selulosa menjadi nanoselulosa
melalui hidrolisis asam dengan menggunakan H2SO4. Metode ini mudah dan cepat
untuk menghasilkan nanoselulosa yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik. Telah
dilaporkan bahwa indeks kristalinitas dari nanoselulosa yang dihasilkan dengan
hidrolisis asam lebih tinggi dibandingkan metode lain seperti metode ultrasonic dan
hidrolisis enzimatis serta memilki ukuran yang lebih kecil (Wulandari, dkk., 2016).
Pada metode ini, suhu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan dapat
memberikan pengaruh yang signifikan kepada NCC yang dihasilkan. Pada
penelitian penyiapan nanoselulosa dari pulp peracetic flax, sampel nanoselulosa

2
Universitas Sumatera Utara
yang didapat dari hidrolisis 50% H2SO4 memiliki indeks kristalinitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan sampel yang dihidrolisis dengan konsentrasi H2SO4
43%, sementara sampel yang dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 64%
mengalami kehancuran total dari selulosa (Barbash, dkk., 2017). Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi asam yang lebih rendah dapat menghasilkan
nanoselulosa dengan indeks kristalinitas yang lebih tinggi. Pada penelitian dengan
menggunakan bahan baku serat kapas, suhu hidrolisis yang rendah membutuhkan
waktu reaksi yang lebih lama untuk menghasilkan NCC yang dapat membentuk
suspensi yang homogen, namun reaksi dari suhu hidrolisis yang tinggi sulit
dikendalikan, dimana dalam waktu 15 menit pada suhu hidrolisis 65°C, telah terjadi
perubahan warna yang mengindikasikan terjadinya reaksi samping seperti
dehidrasi. Waktu dan suhu reaksi yang paling optimal untuk suspensi NCC koloidal
yang stabil yaitu 45°C selama 1 jam (Li, dkk., 2001). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa suhu hidrolisis mempengaruhi sifat dari NCC yang dihasilkan.
Untuk mengetahui karakteristik dari NCC yang dihasilkan, beberapa analisa
yang akan dilakukan antara lain pengujian fisik yang meliputi pengujian Water
Holding Capacity (WHC) untuk mengetahui kadar air maksimum yang dapat diikat
oleh NCC, pengujian zat larut dalam air untuk mengetahui kemurnian dari NCC
yang didapat, serta pengujian susut pengeringan untuk mengetahui kadar uap air
yang terikat pada NCC. Karakterisasi lain yang akan dilakukan yaitu Fourier
Transform Infra Red (FTIR) untuk menganalisa ikatan atom-atom yang membentuk
NCC, X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui kristalinitas dari NCC,
Transmission Electron Microscopy (TEM) untuk mengetahui ukuran dari partikel
NCC, Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi dari
permukaan NCC. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan kajian terhadap
pengaruh suhu hidrolisis dan konsentrasi H2SO4 optimum untuk menghasilkan
NCC dengan sifat terbaik.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Salah satu metode pembuatan nanoselulosa adalah hidrolisis asam, dimana
selulosa diisolasi dari suatu bahan yang mengandung selulosa melalui proses
delignifikasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan reaksi hidrolisis

3
Universitas Sumatera Utara
menggunakan suatu asam kuat seperti asam sulfat. Namun, konsentrasi asam dan
suhu hidrolisis mempengaruhi kualitas nanoselulosa yang dihasilkan. Menurut
studi literatur yang telah dilakukan, konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan
menyebabkan kehancuran total selulosa sedangkan konsentrasi asam yang terlalu
rendah tidak dapat memulai reaksi hidrolisis, sementara suhu yang terlalu tinggi
sulit dikendalikan dan suhu yang terlalu rendah membutuhkan waktu yang lebih
lama. Untuk mengetahui kondisi operasi yang tepat, perlu dilakukan kajian
terhadap konsentrasi asam dan suhu operasi yang optimal untuk menghasilkan
nanoselulosa dengan tingkat kristalinitas yang tertinggi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu optimum hidrolisis selulosa serat
batang pisang serta konsentrasi asam sulfat optimum pada hidrolisis selulosa serat
batang pisang terhadap karakteristik NCC yang dihasilkan yang meliputi analisis
yield, analisis karakteristik dan uji fisik yang meliputi uji Water Holding Capacity
(WHC), uji zat larut dalam air dan uji susut pengeringan serta untuk mengetahui
kondisi operasi yang paling optimal untuk menghasilkan NCC dengan kristalinitas
tertinggi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan dapat:
1. Menjadi salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan limbah batang
pisang di Indonesia.
2. Memberikan informasi tambahan bagi masyarakat dan dunia industri tentang
pemanfaatan limbah batang pisang menjadi nanokristal selulosa (NCC).

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Teknik,
Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Adapun bahan baku yang
digunakan pada penelitian ini yaitu serat batang pisang kepok (musa acuminata x
balbisiana) sebagai bahan dasar, natrium hidroksida (NaOH) sebagai bahan utama
delignifikasi serat batang pisang, hidrogen peroksida (H2O2) sebagai bahan pemutih

4
Universitas Sumatera Utara
alfa selulosa dan asam sulfat (H2SO4) sebagai bahan utama hidrolisis selulosa serat
batang pisang menjadi nanoselulosa.
Variabel yang digunakan adalah :
• Variabel terikat : Perlakuan delignifikasi serat batang pisang pada suhu 80°C
selama 5 menit dengan menggunakan 300 ml 30 % (w/w) NaOH, bleaching
dengan menggunakan 60 ml 30% (v/v) H2O2 selama 30 menit, waktu
hidrolisis dengan H2SO4 selama 1 jam [23].
• Variabel bebas : suhu hidrolisis serat batang pisang yaitu sebesar 45, 50, 55,
dan 60°C dan variasi konsentrasi asam sulfat pada hidrolisis serat batang
pisang yaitu sebesar 40, 45, 50 dan 55%.
Uji – uji yang akan dilakukan pada serbuk nanoselulosa batang pisang tersebut
adalah:
1. Analisis yield
2. Analisis karakteristik, yang meliputi :
• Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
• X-Ray Diffraction (XRD)
• Transmission Electron Microscopy (TEM)
• Scanning Electron Microscope (SEM)
3. Uji fisik, yang meliputi:
• Water Holding Capacity (WHC)
• Zat larut dalam air
• Susut pengeringan

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SERAT BATANG PISANG


Serat batang pisang merupakan serat lignoselulosa yang didapat dari bagian
pseudo-stem pada suatu tanaman pisang dan merupakan produk limbah dari
pengolahan pisang yang tidak termanfaatkan atau hanya termanfaatkan sebagian.
Serat batang pisang memiliki sifat mekanis yang baik dan kekuatan spesifik yang
sebanding dengan bahan konvensional seperti glass fiber dengan densitas yang
lebih rendah. Serat batang pisang juga memiliki sifat-sifat seperti kekuatan yang
tinggi, ringan, sifat ketahanan api, kemampuan penyerapan air yang tinggi dan
dapat terdegradasi secara biologis. Serat batang pisang umumnya dimanfaatkan
untuk pembuatan kerajinan tangan dan dekorasi rumahan. Bahan komposit dari
serat batang pisang digunakan pada papan bangunan dan papan tahan api. Tabel 2.1,
2.2, dan 2.3 menunjukkan sifat fisik, komposisi kimia dan sifat mekanis dari serat
batang pisang secara berurut (Bhatnagar, dkk., 2015).
Tabel 2.1 Sifat Fisik dari Serat Batang Pisang (Bhatnagar, dkk., 2015)

Diameter (μm) 80 - 250


Panjang (mm) 1000 – 5000
Rasio (l/d) 150
Kadar Air (%) 60

Tabel 2.2 Komposisi Kimia dari Serat Batang Pisang (Bhatnagar, dkk., 2015)
Selulosa (%) 60 – 65
Hemiselulosa (%) 6 – 19
Lignin (%) 5 – 10
Pektin (%) 3–5
Abu (%) 1–3
Ekstraktif (%) 3–6

6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Sifat Mekanis dari Serat Batang Pisang (Bhatnagar, dkk., 2015)
Kekuatan Tensil (MPa) 529 – 914
Kekusatan Tensil Spesifik (MPa) 392 – 677
Modulus Young (GPa) 27 – 32
Modulus Young Spesifik (GPa) 20 – 24
Density (Kg/m3) 950 – 750

2.2 NANOKRISTAL SELULOSA / NANOCRYSTAL CELULLOSE (NCC)


Selulosa adalah salah satu biopolimer yang terbanyak jumlahnya di alam.
Selulosa memiliki arti yang sangat penting untuk industri serat dan kertas. Selulosa
dan beberapa turunannya juga banyak dipakai di berbagai cabang industri lain
seperti makanan, cat dan biopolimer. Salah satu turunan dari produk selulosa yang
semakin banyak digunakan adalah partikel selulosa. Partikel selulosa dicirikan
memiliki tingkat kekristalan yang tinggi dan mempunyai ukuran dari beberapa ratus
nanometer (nm) sampai 100 mikrometer (μm) (Hermawan, 2017).
Istilah nanokristal selulosa (cellulose nanocrystal (CNC)) digunakan untuk
menyebut nanopartikel selulosa kristal memanjang yang berbentuk seperti tongkat.
CNC memiliki potensi tinggi sebagai agen penguat dalam nanokomposit karena
ukurannya dan kemungkinan untuk memodifikasi permukaannya secara kimia.
CNC konvensional memiliki modulus dan kekakuan yang tinggi yang dapat
mencapai 134 GPa. Struktur kristal CNC menunjukkan kekuatan tensil dari 0,8
hingga 10 GPa (Rosli, dkk., 2013).
Nanokristal selulosa biasanya memiliki lebar 2 – 30 nm dan dapat memiliki
panjang beberapa ratus nanometer dan terbentuk melalui hidrolisis asam dari serat
selulosa. Semakin sulit untuk asam menghidrolisa serat, semakin lambat jalannya
reaksi. Asam sulfat merupakan asam yang biasa digunakan untuk penyiapan
nanoselulosa melalui hidrolisis kimia namun dapat digunakan asam lain seperti
asam klorida, asam bromida, dan asam fosfat.
Partikel nanokristal selulosa menunjukkan sifat mekanis yang sangat baik.
Modulus Young teoritis dari suatu partikel NCC sepanjang rantai selulosa
diperkirakan sebesar 167,5 GPa, yang hampir sebanding dengan modulus Kevlar
dan lebih tinggi dibandingkan modulus dari baja. Seperti jenis nanokristal lainnya,

7
Universitas Sumatera Utara
NCC juga dapat difungsikan untuk mengurangi sifat hidrofilik dan dapat dijadikan
sebagai suatu matriks polimer yang bersifat hidrofobik (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Diantara pengisi berukuran nanometer lainnya, bahan selulosa telah menarik
banyak perhatian. Selulosa merupakan polimer yang berlimpah di alam dan terdapat
pada berbagai tumbuhan dan organisme yang hidup. Selulosa bersifat ramah
lingkungan, murah dan dapat terdegradasi secara biologis. Cellulose nanofiber
berbahan dasar tumbuhan telah menarik banyak perhatian karena menunjukkan
kekuatan tensil, kekakuan dan fleksibilitas yang tinggi serta sifat mekanis, elektrik
dan termal yang baik dibandingkan dengan serat komersil lainnya. Penggunaan
cellulose nanofiber sebagai penguat pada matriks meningkatkan sifat
termomekanikal, mengurangi sensitivitas polimer terhadap air dan
mempertahankan biodegradabilitas. Pencampuran cellulose nanofiber dengan
polisakarida (seperti ragi) meningkatkan sifat mekanis (Averous dan Pollet, 2012).
Tibolla, dkk., 2018, menghasilkan nanoselulosa dari bahan kulit pisang dengan
kristalinitas 63,1 – 66,4% melalui metode hidrolisis asam dengan konsentrasi
H2SO4 0,1, 1, dan 10%. Mereka juga melaporkan bahwa perlakuan alkalin serta
pemutihan (bleaching) memisahkan senyawa senyawa amorf dalam jumlah besar
pada kulit pisang dan mengisolasi selulosa sebagai senyawa utama. Zain, dkk., 2014,
menghasilkan nanoselulosa dengan menggunakan bahan baku kulit pomelo yang
telah didelignifikasi dengan menggunakan 4% NaOH dan diputihkan (bleaching)
dengan kristalinitas 60,27% melalui metode hidrolisis asam dengan konsentrasi
H2SO4 65%. Nascimento, dkk., 2016, menghasilkan nanoselulosa dari bahan sekam
padi dengan kristalinitas hingga 70% melalui metode hidrolisis asam dengan
konsentrasi asam sulfat 63,7%. Mereka juga melaporkan bahwa perlakuan NaOH
yang diikuti dengan pemutihan asam perasetat mengurangi kadar lignin pada sekam
padi secara efektif. Zheng, dkk., 2019, menghasilkan nanokristalin selulosa dengan
kristalinitas 40,1% dari kulit kacang kenari (walnut) dengan metode hidrolisis asam
sulfat dengan konsentrasi 64%.

8
Universitas Sumatera Utara
2.3 PROSES-PROSES PENYEDIAAN NANOSELULOSA
Proses-proses yang terlibat dalam penyediaan nanoselulosa, yaitu:
2.3.1 Delignifikasi
Delignifikasi adalah suatu proses mengubah struktur kimia biomasa
berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif dengan
komponen kimia lain dan diusahakan komponen lain tetap utuh sehingga substrat
selulosa dan hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh agen
hidrolisis (Agustini dan Efiyanti, 2015). Delignifikasi juga meningkatkan
kristalinitas dari selulosa (Sanchez, dkk., 2011).
Delignifikasi dapat dilakukan secara fisis, biologis, dan kimia. Delignifikasi fisis
dilakukan dengan cara memanaskan sampel dalam autoclave (Agustini dan Efiyanti,
2015). Kondisi optimal untuk delignifikasi fisis yaitu dengan memanipulasi faktor
fisika adalah pada temperatur 160 - 260°C pada tekanan 0,69 - 4,83 MPa, yang
setara dengan 6,8 - 47,7 atm (Sun dan Cheng, 2002) dan 270°C selama 1 menit atau
190°C selama 10 menit (Hou, 2005). Delignifikasi biologis dilakukan dengan
memperlakukan biomassa yang telah diperlakukan dalam autoklaf dengan
mikroorganisme (Agustini dan Efiyanti, 2015). Kondisi optimal untuk delignifikasi
secara biologis yaitu dengan menggunakan fungi Pleurotus ostreatus dengan waktu
inkubasi 5 minggu (Madadi dan Abbas, 2017) dan fungi Ceriperiopsis
subvermispora dan Cyathus stercoreus dengan waktu inkubasi 6 minggu. Proses
biodegradasi dengan fungi-fungi ini telah meningkatkan proses biodegradasi sekitar
29 - 77 % (Akin, dkk., 1995). Delignifikasi kimiawi dilakukan dengan cara
mensterilkan biomassa dalam autoclave dengan penambahan senyawa kimia
(Agustini dan Efiyanti, 2015).
Senyawa NaOH dan KOH merupakan dua senyawa alkali kuat yang sering
digunakan untuk delignifikasi serat alami, dimana NaOH merupakan alternatif yang
memiliki efektivitas delignifikasi lebih rendah namun lebih ekonomis dibandingkan
dengan KOH (Ilyas, dkk., 2017, Paixao, dkk., 2013). Meskipun sama-sama dapat
menurunkan kadar lignin, perlakuan delignifikasi fisis dan biologis belum seefektif
perlakuan kimia (Agustini dan Efiyanti, 2015).

9
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 PERLAKUAN PERSIAPAN NANOSELULOSA DARI SELULOSA
2.3.2.1 Hidrolisis Asam
Perlakuan dari bahan-bahan selulosa, ragi atau hemiselulosa dengan
menggunakan larutan asam untuk memecah polisakarida menjadi gula sederhana
disebut sebagai hidrolisis asam. Hidrolisis dapat dilakukan pada kondisi asam dan
basa namun hidrolisis yang jauh lebih cepat terjadi pada jarak pH yang lebih rendah.
Asam klorida dan asam sulfat merupakan dua jenis asam yang biasa digunakan
untuk hidrolisis asam. Asam klorida memberikan nanokristal yang mendekati netral
dengan kelarutan yang terbatas dalam air, sedangkan asam sulfat memberikan
produk yang lebih stabil pada jarak pH yang luas. Waktu reaksi merupakan kondisi
operasi penting yang harus dipertimbangkan pada operasi hidrolisis. Waktu reaksi
yang tidak cukup hanya akan menghasilkan serat yang tidak dapat larut dan agregat
(Islam dan Alam, 2014).
Pada saat hidrolisis berlangsung, bagian bagian amorf yang tidak beraturan dan
selulosa antar serat terhidrolisis sementara kristalin yang stabil tetap utuh dan dapat
diisolasi sebagai partikel nanokristalin yang berupa batangan. Dispersi NCC dalam
suatu asam kuat diencerkan dengan air dan dicuci dengan sentrifugasi. Netralisasi
atau dialisis dengan air distilasi dilakukan untuk memisahkan asam bebas dari
dispersi.
Pengaruh kondisi hidrolisis dengan morfologi, yield dan sifat dari NCC telah
diteliti. Konsentrasi asam yang lebih tinggi, waktu reaksi yang lebih lama, dan suhu
yang lebih tinggi biasanya menghasilkan muatan permukaan yang lebih tinggi dan
ukuran yang lebih tipis, namun memiliki yield, kristalinitas dan termal stabilitas
yang lebih rendah (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Ioelovich, 2012 mengisolasi CNC dengan bahan baku selulosa kapas melalui
metode hidrolisis asam dengan konsentrasi asam sulfat 50 – 70%. Reaksi hidrolisis
dijalankan pada 45°C selama 40 – 60 menit, dan dispersi akhir dari CNC yang telah
dicuci diperoleh dengan sonikasi. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa
hidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 60% memberikan yield 65 – 70%. Ketika
konsentrasi asam 65%, yield NCC sekitar 20% dengan penurunan derajat

10
Universitas Sumatera Utara
kristalinitas dan ketika konsentrasi asam diatas 65%, sampel selulosa larut
sepenuhnya.
Guo, dkk., 2015, meneliti tentang pengaruh ultrasonikasi terhadap yield NCC
yang didapat. Mereka menggunakan selulosa dari bahan pulp kayu lunak sebagai
bahan baku, dan reaksi hidrolisis dijalankan pada suhu 45°C selama 45 – 120 menit
dalam suatu ultrasonic cleaner untuk percobaan dengan perlakuan ultrasonik dan
dalam suatu wadah dengan pengadukan 400 rpm untuk percobaan tanpa perlakuan
ultrasonik. Hasil menunjukkan bahwa yield NCC untuk waktu hidrolisis 45, 90 dan
120 menit adalah 52,8 %, 65,3%, dan 71,0% untuk sampel dengan perlakuan
ultrasonik dan 18,3%, 59,7%, dan 62,5% untuk sampel tanpa perlakuan ultrasonic.
Selain itu, hasil karakterisasi juga menunjukkan bahwa sampel dengan perlakuan
ultrasonikasi memiliki bentuk yang lebih pendek dan tipis dibandingkan dengan
sampel tanpa perlakuan ultrasonikasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
ultrasonikasi tidak hanya mempengaruhi yield, namun juga morfologi dari NCC
yang dihasilkan.

2.3.2.2 Homogenisasi
Metode ini merupakan metode yang umum digunakan untuk produksi skala
besar CNF. Pada metode ini, suatu suspensi serat dipaksakan melalui suatu celah
yang sangat kecil dengan menggunakan piston pada tekanan yang tinggi (50 – 2000
MPa). Lebar dari celah homogenisasi berjarak dari 5 – 20 μm tergantung dari
viskositas suspensi serat dan tekanan yang diaplikasikan. Pengurangan ukuran serat
selulosa terjadi oleh penurunan tekanan yang tinggi, gaya geser yang tinggi, aliran
turbulen dan tumbukan antar partikel. Tingkat pengurangan ukuran tergantung dari
jumlah siklus homogenisasi dan tekanan yang diaplikasikan. Semakin tinggi
tekanannya, semakin tinggi efisiensi disrupsi per siklus melalui mesin
(Kargarzadeh, dkk., 2017). Beberapa kelemahan dari metode ini yaitu:
1. Serat pulp yang kurang hancur dan pemampatan dari homogenizer ketika pulp
dipompakan melewati suatu celah yang kecil. Untuk mengatasi masalah ini,
dilakukan berbagai perlakuan mekanis sebelum homogenisasi dilakukan seperti
penggilingan dan ultrasonikasi
2. Konsumsi energi yang tinggi

11
Universitas Sumatera Utara
3. Kerusakan mekanis dari struktur kristalin CNF yang dihasilkan
(Kargarzadeh, dkk., 2017).
Wang, dkk., 2015, menghasilkan nanoselulosa kristalin melalui metode
homogenisasi dengan menggunakan bahan baku selulosa kapas. Pertama, bahan
baku dipotong menjadi potongan-potongan kecil dan diperlakukan dengan 1%
KOH. Larutan selulosa kapas tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan
magnetic stirrer pada suhu 110 – 150°C hingga larut. Setelah larutan didinginkan
hingga 80°C, larutan tersebut dihomogenisasi pada tekanan 40 – 140 MPa dengan
50 siklus. Air yang terdeionisasi ditambahkan selama proses berlangsung,
kemudian dicuci dan disentrifugasi. Selulosa yang dihasilkan dikeringkan dengan
metode vacuum freeze hingga mencapai berat konstan. Didapat NCC dengan indeks
kristalinitas 32,62% dengan ukuran 10 – 20 nm.

2.3.2.3 Penggilingan
Pada metode ini digunakan penggiling komersil yang telah dimodifikasi dengan
piringan yang didesain khusus untuk memisah misahkan serat. Pada peralatan
tersebut, slurry selulosa dilewatkan melalui batu penggiling statis dan suatu batu
penggiling berputar dengan kecepatan sekitar 1500 rpm. Mekanisme pemisahan
dari perlakuan penggilingan dihasilkan dari gaya gesek yang terjadi karena batu
penggiling yang bergesekan satu sama lain. Hal ini memecah struktur dinding sel
yang terdiri dari serat nano dalam struktur berlapis-lapis dan ikatan hidrogen.
Sebagai hasilnya, serat berukuran nano terisolasi dari pulp (Missoum, dkk., 2013).
Kelemahan dari metode ini adalah kebutuhan untuk biaya pemeliharaan dan
pengganti dari batu penggiling, karena serat pulp kayu dapat merusak batu
penggiling tersebut. Namun, kelebihan utama dari metode ini adalah tidak
diperlukannya perlakuan mekanis lainnya (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Hassan, dkk., 2012, menghasilkan serat nano dari jerami dan ampas tebu melalui
suatu penggiling dan suatu homogenizer dengan 30 penggilingan untuk sampel
jerami dan 10 penggilingan untuk sampel ampas tebu. Mereka menemukan bahwa
perlakuan dengan homogenizer menghasilkan serat nano yang lebih kecil dan lebih
seragam. Iwamoto, dkk., 2007, meneliti tentang penyiapan serat nano dari pulp
setelah 1 – 30 penggilingan ulang pada 1500 rpm. Didapat serangkaian pulp yang

12
Universitas Sumatera Utara
berupa serat nano dengan lebar 20 – 50 nm setelah 5 penggilingan ulang dan
penggilingan lanjut tidak mengubah dimensi dari serat nano tersebut. Iwamoto, dkk.,
2006, juga melaporkan bahwa terjadi penurunan pada derajat polimerisasi dan
kristalinitas seiring dengan meningkatnya jumlah penggilingan.
Souza, dkk., 2016, meneliti tentang perbandingan struktur yang dihasilkan dari
isolasi nanoselulosa dengan dua metode isolasi yang berbeda, yaitu hidrolisis asam
dan penggilingan dengan ball mill. Sampel bahan baku berupa residu kertas yang
disediakan oleh suatu perusahaan di Brazil. Isolasi sampel I dilakukan melalui
metode hidrolisis asam dengan menggunakan larutan asam sulfat 40% sebagai
media hidrolisis pada suhu 50°C selama 1 jam. Isolasi sampel II dilakukan melalui
metode penggilingan dalam ball mill selama 4 jam dengan 80 gram bola porselen
dengan diameter 21 mm. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa sampel
nanoselulosa dari metode penggilingan memiliki stabilitas termal yang lebih rendah
dibandingkan dengan nanoselulosa dari metode hidrolisis. Ukuran rata rata yang
didapat dari kedua metode yaitu: 246 nm untuk nanoselulosa hidrolisis dan 281 nm
untuk nanoselulosa penggilingan.

2.3.2.4 Cryocrushing
Cryocrushing merupakan suatu metode pengurangan ukuran serat mekanis
untuk selulosa dalam keadaan beku. Metode ini menghasilkan serat dengan
diameter yang relatif besar yang berjarak 0,1 – 1 μm. Pada metode ini, serat selulosa
yang mengandung air dibekukan dalam nitrogen cair dan dihancurkan. Aplikasi dari
gaya impak yang tinggi pada serat selulosa yang beku akan menghancurkan dinding
sel yang disebabkan oleh tekanan yang dilepaskan kristal es. Hal ini akan melepas
serat nano, yang kemudian dapat di-dispersikan secara seragam dengan
menggunakan suatu disintegrator (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Wang dan Sain, 2006, menghasilkan nanoselulosa melalui cryocrushing dengan
bahan baku yang dilanjutkan dengan penyeratan tekanan tinggi. Hasil TEM
menunjukkan bahwa diameter serat nano berjarak 50 – 100 nm. Serat nano yang
dihasilkan juga memiliki kemampuan dispersi dalam emulsi akrilik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan air. Namun metode cryocrushing memiliki

13
Universitas Sumatera Utara
produktivitas yang rendah dan mahal yang dikarenakan oleh konsumsi energi yang
tinggi.

2.3.2.5 Ultrasonikasi
Gelombang high-intensity ultrasonication (HIUS) dapat menghasilkan kekuatan
osilasi mekanikal yang kuat dikarenakan oleh kavitasi, yang merupakan suatu
fenomena fisik yang melibatkan pembentukan, ekspansi dan ledakan dari
gelembung gas mikroskopis ketika molekul dalam suatu cairan menyerap energi
ultrasonic. Radiasi ultrasonik digunakan dalam banyak proses termasuk
emulsifikasi, katalisis, homogenisasi, disagregasi, pemotongan dan dispersi. Isolasi
serat dari beberapa sumber selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan energy
HIUS dalam suatu proses bath. Semakin tinggi suhu operasi, semakin bagus
pemisahan dari selulosa, dimana semakin panjang serat yang digunakan, semakin
rendah tingkat pemisahan yang terjadi. Konsentrasi selulosa dari suspense
tergantung dimensi dari serat selulosa, dimana konsentrasi akan semakin rendah
apabila serat semakin panjang (Islam dan Alam, 2014).
Ibrahim, dkk., 2015, mengekstrasi nanokristalin selulosa dengan menggunakan
kapas sebagai bahan baku dengan menggunakan kombinasi metode hidrolisis asam
dan ultrasonikasi. Reaksi hidrolisis dijalankan pada suhu ruangan dengan
konsentrasi asam sulfat 30 – 60 %. Suspensi hasil hidrolisis kemudian disonikasi
dengan amplitudo 80 dengan periode 30 – 120 menit. Hasil menunjukkan bahwa
indeks kristalinitas dari sampel meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
sonikasi hingga 60 menit, namun menurun drastis pada waktu sonikasi 120 menit.
Rezanezhad, dkk., 2013, mengisolasi nanoselulosa dengan menggunakan sekam
padi dan jerami sebagai bahan baku dengan menggunakan metode ultrasonikasi.
Setelah dilakukan perlakuan untuk mengekstraksi selulosa dari bahan baku,
selulosa dari kedua bahan direndam dalam air distilasi kemudian disonikasi selama
15 menit dengan menggunakan suatu prosesor ultrasonik UW 3200 pada 20 – 25
kHz. Nanoselulosa yang dihasilkan memiliki diameter yang berjarak 30 – 35 nm
untuk selulosa sekam padi dan 26 – 29 nm untuk selulosa jerami dengan kristalinitas
70,9% untuk selulosa sekam padi dan 62,79% untuk selulosa jerami. Hasil
karakterisasi termogravimetrik menunjukkan bahwa kurva TG untuk nanoselulosa

14
Universitas Sumatera Utara
yang terisolasi memiliki kecenderungan untuk degradasi yang mirip dengan serat
selulosa yang didapat dari masing masing bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan ultrasonic memiliki pengaruh yang sedikit terhadap dekomposisi termal
dari nanoselulosa yang dihasilkan.

Kompresi
Tekanan Suara

Amplitudo

Ekspansi

Pembentukan Gelembung Ledakan Gelembung

Gambar 2.1 Mekanisme ultrasonikasi

2.4 ANALISA NANOSELULOSA KRISTALIN


Pengujian-pengujian yang dilakukan pada nanoselulosa yang dihasilkan yaitu:
2.4.1 Analisa Yield
Perhitungan % yield dilakukan untuk mengetahui berapa banyak produk yang
dapat dihasilkan dari bahan baku yang digunakan. Pada penelitian ini, dilakukan
perhitungan % yield α-selulosa dari bahan baku serat batang pisang yang digunakan
dan % yield NCC dari α-selulosa yang digunakan.

2.4.2 Analisis Karakteristik


Pada penelitian ini, analisa karakteristik yang dilakukan yaitu:
2.4.2.1 Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR)
FTIR merupakan singkatan dari Fourier Transform Infrared, dan merupakan
metode yang biasa digunakan untuk spektroskopi inframerah, dimana radiasi
inframerah dilewatkan melalui suatu sampel. Sedikit dari radiasi inframerah diserap
oleh sampel dan sisanya menembus sampel. Spektrum yang dihasilkan
melambangkan absorpsi molekuler dan transmisi, membentuk suatu pola khusus

15
Universitas Sumatera Utara
dari suatu sampel dan seperti sidik jari, tidak ada dua struktur molekul unik yang
menghasilkan pola spectrum inframerah yang sama (Thermonicolet, 2001).
Informasi yang diberikan oleh FT-IR yaitu:
- Dapat mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui
- Dapat menentukan kualitas atau konsistensi dari suatu sampel
- Dapat menentukan jumlah komponen dari suatu campuran
(Thermonicolet, 2001)

Spektrometer Sampel

Detektor
Sumber
Energi

Panjang Gelombang

Gambar 2.1 Cara kerja Fourier Transform Infrared

2.4.2.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD)


X-Ray Diffraction (XRD) merupakan teknik untuk mengkarakterisasi bahan
bahan berbentuk kristal. Alat ini memberikan informasi struktur, fasa,
kecenderungan orientasi kristal dan parameter structural lainnya seperti ukuran
partikel rata-rata, kristalinitas, regangan dan kerusakan pada kristal. X-Ray powder
diffraction biasa digunakan untuk mengidentifikasi bahan bahan berbentuk kristal
yang tidak diketahui (misalnya mineral, senyawa inorganik). Penentuan dari
padatan yang tidak diketahui penting dipelajari pada bidang geologi, sains
lingkungan, sains material, keteknikan dan biologi. Aplikasi lain meliputi
karakterisasi dari bahan kristal, identifikasi dari mineral mineral bubuk halus seperti
tanah liat dan tanah liat berlapis campuran yang sulit untuk ditentukan secara optic,
penentuan dari dimensi sel unit dan pengukuran dari kemurnian sampel (Bunaciu,
dkk., 2015).
Beberapa kelebihan dari X-Ray Powder Diffraction (XRPD) yaitu:
- Identifikasi bahan tidak diketahui cepat dilakukan (<20 menit)

16
Universitas Sumatera Utara
- Menyediakan penentuan mineral yang tidak ambigu dalam kebanyakan kasus
- Membutuhkan sedikit penyiapan sampel
- Unit XRD yang tersedia secara luas
- Interpretasi data yang relatif sederhana
(Bunaciu, dkk., 2015)

Goniometer
Detektor
X-Ray

Tabung X-Ray

Sampel Kristal Analisis


Gambar 2.2 Diagram Skematis dari suatu sistem Difraktometer

2.4.2.3 Analisis Transmission Electron Microscopy (TEM)


Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan teknik memproyeksikan
gambar dimana suatu cahaya elektron difokuskan pada suatu specimen dan
memunculkan gambar sampel yang diperbesar pada suatu layar fluorescent atau
suatu layar film fotografik [45]. TEM dapat digunakan untuk menggambarkan
nanopartikel secara langsung dengan skala yang mendekati sebuah atom. Saat ini,
banyak metode yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel seperti TEM,
XRD, pengukuran magnetik, absorpsi optikal dan small angle neutron scattering
(SANS). Masing masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan, namun hanyak
TEM yang dapat menunjukkan visualisasi langsung dari nanopartikel yang
dianalisa (Ma, dkk., 2006).

17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Contoh gambar analisa TEM dari NCC berbahan dasar kapas

2.4.2.4 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)


Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) menampilkan informasi dari
suatu permukaan dengan melacak suatu sampel dengan suatu cahaya elektron.
Kebanyakan sampel membutuhkan beberapa perlakuan sebelum dimasukkan ke
dalam alat. Dua variasi perlakuan yang paling umum dilakukan sebelum analisa.
SEM adalah sputter coating untuk sampel yang tidak konduktif dan dehidrasi untuk
kebanyakan sampel biologis.

Gambar 2.4 Contoh gambar SEM dari NCC berbahan dasar sekam padi

18
Universitas Sumatera Utara
SEM menghasilkan suatu gambar tiga dimensi yang berwarna hitam putih.
Pembesaran gambar dapat dilakukan hingga 10 nanometer dan meskipun tidak
sekuat TEM, interaksi yang terjadi pada permukaan specimen memberikan
tampilan gambar yang lebih mendetil. SEM dapat digunakan untuk mendeteksi dan
menganalisa keretakan pada permukaan, meneliti kontaminasi permukaan,
memberikan analisa kimia yang kualitatif dan mengidentifikasikan struktur
kristalin (Choudhary dan Priyanka, 2017).

2.4.3 Uji Fisik


Pada penelitian ini, uji fisik meliputi:
2.4.3.1 Uji Water Holding Capacity (WHC)
Pengisi dari suatu komposit yang berbahan dasar kayu dapat menyerap air
sebelum berikatan dengan polimer untuk membentuk komposit, dimana hal ini
dapat menurunkan sifat-sifat mekanis dari komposit tersebut (Mohammadi, dkk.,
2016). Selain itu, kemampuan penyerapan air dari suatu sampel berhubungan
dengan kristalinitas bahan tersebut, dimana peningkatan derajat kristalinitas akan
mengakibatkan penurunan kemampuan penyerapan air dari sampel (Ioelovich,
2014). Perbedaan WHC dengan water absorption yaitu WHC merupakan jumlah
air yang terikat setelah proses sentrifugasi pada suatu bahan dalam tabung
sentrifugasi (Kohn, dkk., 2016), sementara water absorption merupakan jumlah air
maksimal yang dapat diserap oleh suatu bahan ketika dicelupkan dalam air (Gupta
dan Deep, 2018).

2.4.3.2 Uji Zat Larut dalam Air


Serat terbagi atas dua jenis, yaitu serat yang tidak dapat larut dalam air seperti:
selulosa, hemiselulosa dan lignin serta serat yang dapat larut dalam air seperti
pektin, gum, dan mucilage. Pektin merupakan komponen struktur dari sel tumbuhan
yang berperan sebagai perekat antar senyawa interseluler sementara gum dan
mucilage merupakan tipe serat tumbuhan berupa polisakarida bercabang banyak
yang membentuk gel, mengikat air dan senyawa organik lainnya (Dhingra, dkk.,
2012).

19
Universitas Sumatera Utara
2.4.3.3 Uji Susut Pengeringan
Kadar air yang terkandung dalam partikel nanokristalin selulosa akan cenderung
meningkat seiring dengan mengecilnya ukuran partikel (Landri, dkk., 2011).
Semakin kecil suatu ukuran partikel, maka semakin kuat pengaruh dari ketertarikan
gaya van der Waals (Lee, dkk., 2019). Rantai selulosa yang cenderung berikatan
satu sama lain berinteraksi melalui ikatan hidrogen, gaya van der Waals dan gaya
elektrostatis. Pada permukaan dari rantai tersebut, ikatan hidrogen intermolekul
yang terlepas akan mengikat ikatan hidrogen dari uap air yang ada di udara dan
dengan bantuan gaya van der Waals, akan menstabilkan struktur dari selulosa
(Khazraji dan Robert, 2013)

20
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Proses
Industri Kimia, dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN


3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu serat dari pelepah tengah
batang pisang yang tidak terlalu keras namun tidak terlalu lembut sebagai bahan
baku persiapan nanoselulosa, asam sulfat (H2SO4) sebagai agen penghidrolisis,
hidrogen peroksida (H2O2) sebagai agen bleaching dan natrium hidroksida (NaOH)
sebagai agen delignifikasi. Tabel 3.1 dan 3.2 menjelaskan tentang sifat dan wujud
bahan kimia yang digunakan.
Tabel 3.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat
No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Bentuk Cairan
2. Warna Bening
3. Berat Molekul 98,08 g/mol
4. Titik Didih 270°C
5. Gravitasi Spesifik 1,84
(Sciencelab, 2013)

Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Kimia Hidrogen Peroksida


No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Bentuk Cairan
2. Warna Bening

21
Universitas Sumatera Utara
3. Titik lebut -0,41°C
4. Titik Didih 150,2°C
5. Gravitasi Spesifik 1,41
(Labchem, 2012)

Tabel 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida


No. Sifat dan Wujud Keterangan
1. Wujud Padatan pelet
2. Titik leleh 323°C
3. Berat Molekul 40 g/mol
4. Densitas 2130 kg/m3
5. Sifat korosif Korosif terhadap bahan logam
(Labchem, 2012)

3.2.2 Peralatan Penelitian


Peralatan Penelitian yang digunakan akan dalam penelitian ini adalah:
Corong Pemisah, Hot Plate, Indikator Universal, Kertas Whatman No.1, Membran
Dialisis, Neraca Elektrik, Oven, Stirrer, Ultrasonic bath, Wadah dan Water Bath.
Peralatan analisa karakteristik yang akan digunakan yaitu: Fourier Transform
Infra-Red (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscopy
(TEM) dan Scanning Electron Microscope (SEM).

3.3 PROSEDUR PENELITIAN


3.3.1 Delignifikasi Batang Pisang
Proses delignifikasi batang pisang yaitu sebagai berikut:
1. 15 g serat batang pisang yang telah dipotong sekecil mungkin direndam
selama 5 menit dalam 10% (w/v) NaOH yang telah dipanaskan hingga suhu
80°C dengan pengadukan konstan.
2. Ditambahkan 60 ml 30% (v/v) H2O2 kedalam campuran dan diaduk selama
30 menit. Tahap ini diulang dua kali hingga menghasilkan campuran
sebanyak 420 ml, yang diaduk selama 30 menit pada suhu 80°C.

22
Universitas Sumatera Utara
3. Serat kemudian difiltrasi, dan dicuci dengan menggunakan air hingga
mencapai pH netral.
4. Serat kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest dan dikeringkan
dibawah sinar matahari hingga berat konstan.
5. Dihitung yield alfa selulosa yang didapat dari serat batang pisang dengan
menggunakan rumus:
Berat serat batang pisang - Berat alfa selulosa
% alfa selulosa= ×100%
Berat serat batang pisang

Adapun flowchart dari proses delignifikasi batang pisang yaitu sebagai berikut:

Mulai

Direndam 15 g serat batang pisang


dalam 10% (w/v) NaOH pada
suhu 80°C selama 5 menit

Ditambahkan 60 ml 30% (v/v)


H2O2 kedalam campuran dan
diaduk selama 30 menit

Ditambahkan 60 ml 30% (v/v)


H2O2 kedalam campuran dan
diaduk selama 30 menit

Dipisahkan dan dicuci serat dengan menggunakan


air hingga mencapai pH netral.

Dicuci serat dengan menggunakan aquadest

23
Universitas Sumatera Utara
A

Dikeringkan serat dibawah sinar matahari hingga berat konstan

Dihitung % yield alfa selulosa yang didapat

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Delignifikasi Serat Batang Pisang

3.3.2 Persiapan Nanoselulosa dari Serat Batang Pisang


Proses persiapan nanoselulosa dari serat batang pisang yaitu sebagai berikut:
1. 4 g dari alfa selulosa hasil delignifikasi dihidrolisis pada suhu tertentu dengan
50 ml asam sulfat pada konsentrasi tertentu.
2. Reaksi hidrolisis kemudian dihentikan dengan menambahkan aquadest 4°C
sebanyak 250 mL sehingga membentuk suspensi selulosa.
3. Suspensi yang terbentuk kemudian disentrifugasi pada 11000 rpm selama 30
menit dan dicuci dengan menggunakan aquadest.
4. Suspensi yang terbentuk kemudian diultrasonikasi selama 5 menit.
5. Tahap 3 dan 4 diulangi hingga pencucian 3 kali.
6. Suspensi kemudian di-dialisis dengan menggunakan membran dialisis hingga
mencapai pH netral.
7. Suspensi koloidal yang terbentuk kemudian dikeringkan pada oven dengan
suhu 80°C
8. Dihitung % yield nanoselulosa kristalin yang didapat dari selulosa dengan
menggunakan rumus:

Berat nanoselulosa kristalin


% Nanoselulosa Kristalin (g)=
Berat selulosa yang digunakan

24
Universitas Sumatera Utara
Adapun flowchart dari proses persiapan nanoselulosa dari serat batang
pisang yaitu sebagai berikut

Mulai

Dihidrolisis 4 g alfa selulosa pada suhu


45, 50, 55, dan 60°C dengan konsentrasi
asam sulfat 40, 45, 50 dan 55%

Dihentikan reaksi hidrolisis dengan


menambahkan aquadest 4°C sebanyak 250 mL.

Disentrifugasi suspensi pada 11000 rpm selama 30


menit dan dicuci dengan menggunakan aquadest.

Suspensi yang terbentuk kemudian diultrasonikasi


selama 5 menit.

Apakah pencucian
telah diulang sebanyak
3 kali? Tidak

Ya

Di-dialisis suspensi hingga pH netral

Dikeringkan suspensi koloidal yang terbentuk pada


oven pada suhu 80°C

25
Universitas Sumatera Utara
A

Dihitung % yield nanoselulosa kristalin yang didapat

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Persiapan Nanoselulosa dari Serat Batang


Pisang

3.3.3 Prosedur Pengujian Water Holding Capacity (WHC)


Prosedur pengujian Water Holding Content dari nanoselulosa yang dihasilkan
adalah sebagai berikut:
1. 1 g sampel NCC ditimbang dan dilarutkan dalam 38 ml air distilasi dalam
suatu tabung sentrifugasi.
2. Larutan kemudian dikocok selama 10 menit, kemudian dimasukkan dalam
suatu centrifuge dengan konfigurasi 3000 rpm selama 30 menit
3. Air dalam tabung sentrifugasi dipisahkan, dan berat presipitat dalam tabung
sentrifugasi ditimbang
4. WHC dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
g air (berat tabung sentrifugasi+presipitat)-(berat tabung sentrifugasi kosong)
WHC ( )=
g berat sampel

Adapun flowchart dari proses pengujian Water Holding Capacity adalah


sebagai berikut:

Mulai

Ditimbang 1 g sampel NCC

26
Universitas Sumatera Utara
B

Dilarutkan dalam 38 ml air distilasi


pada suatu tabung sentrifugasi

Larutan dikocok selama 10 menit dan dimasukkan


dalam centrifuge (3000 rpm, 30 menit)

Dipisahkan air dalam tabung dan berat


presipitat dalam tabung ditimbang

Dihitung kadar WHC nanoselulosa

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Kadar WHC

3.3.4 Prosedur Pengujian Zat Larut dalam Air


Prosedur pengujian zat larut dalam air dari nanoselulosa yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:

1. Ditimbang 0,5 g sampel nanoselulosa dan dicampurkan dengan 80 ml air


distilasi selama 10 menit dengan pengadukan.
2. Suspensi kemudian disaring dengan menggunakan kertas Whatman no.1
3. Diuapkan diatas waterbath pada suhu 100 - 105°C selama 1 jam.
4. Ditimbang kembali sampel kering dan dibandingkan dengan berat awal
sampel.

27
Universitas Sumatera Utara
Adapun flowchart dari proses pengujian zat larut dalam air adalah sebagai
berikut:

Mulai

Ditimbang 0,5 g sampel

Dicampurkan dalam 80 ml air distilasi


selama 10 menit dengan pengadukan

Disaring dengan menggunakan kertas Whatman


no.1

Diuapkan diatas waterbath pada suhu 100 - 105°C


selama 1 jam

Ditimbang kembali sampel

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Zat Larut dalam Air

3.3.5 Prosedur Pengujian Susut Pengeringan


Prosedur pengujian susut pengeringan dari nanoselulosa yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
1. Ditimbang 0,5 g sampel nanoselulosa dan dimasukkan dalam cawan
porselen
2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 - 105°C hingga berat konstan

28
Universitas Sumatera Utara
3. Persentase susut pengeringan ditentukan dengan perbandingan berat sampel
dengan berat setelah dikeringkan

Adapun flowchart dari proses pengujian susut pengeringan adalah sebagai


berikut:

Mulai

Ditimbang 0,5 g sampel dan dimasukkan ke


dalam cawan porselen

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 - 105°C


hingga berat konstan

Ditimbang kembali sampel kering dan dilakukan


perbandingan dengan berat awal

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Pengujian Susut Pengeringan

29
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) SERAT


BATANG PISANG
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk mengamati
morfologi dari bahan baku serat batang pisang kepok (Musa acuminata x
balbisiana), alfa selulosa serta nanokristalin selulosa yang dihasilkan melalui
proses hidrolisis asam dan ultrasonikasi. Hasil analisis SEM dari ketiga sampel
tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Lapisan Ekstraktif

(a)

30
Universitas Sumatera Utara
(b)

(c)
Gambar 4.1 Analisis Morfologi Permukaan (a) Serat Batang Pisang (b) Alfa
Selulosa (c) Nanokristalin Selulosa

31
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 4.1, tampak terjadinya perubahan morfologi seiring dengan
bertambahnya perlakuan terhadap serat batang pisang. Dari Gambar 4.1(a),
tampak bahwa adanya suatu lapisan yang membungkus serat selulosa. Proses
delignifikasi dan bleaching dengan menggunakan NaOH dan H2O2 bertujuan
untuk menghilangkan lapisan tersebut untuk mempermudah perlakuan kimia
terhadap selulosa (Aseer, dkk., 2013, Kumar, dkk., 2014). Pada proses
delignifikasi menggunakan senyawa alkali, makromolekul lignin dipecah menjadi
molekul-molekul kecil agar dapat dilarutkan dalam larutan alkali tersebut dan
molekul-molekul yang telah terpecah tersebut tidak dapat berkondensasi kembali
menjadi makromolekul. Ikatan utama antara unit-unit makromolekul lignin adalah
ikatan eter, serta ikatan karbon-karbon dan ikatan ester. Pada perlakuan dengan
menggunakan senyawa alkali, ikatan kimia yang berbeda akan menunjukkan sifat
reaksi yang berbeda juga (Chen dan Wang, 2016). Natrium, kalium, dan kalsium
hidroksida merupakan beberapa senyawa alkali yang dapat digunakan untuk
proses delignifikasi, namun NaOH merupakan senyawa yang paling umum
digunakan karena memiliki kemampuan degradasi lignin yang tertinggi (Paixiao,
dkk., 2015).
Sementara itu, permukaan dari alfa selulosa pada Gambar 4.1(b) tampak lebih
halus dibandingkan dengan serat batang pisang dikarenakan adanya pemisahan
dari komponen amorf yaitu hemiselulosa dan lignin. Hal ini membuktikan bahwa
perlakuan menggunakan NaOH dan H2O2 terhadap serat batang pisang efektif
dalam menghilangkan lapisan lignin dan hemiselulosa yang membungkus selulosa
(Aseer, dkk., 2013, Kumar, dkk., 2014, Mukwaya, dkk., 2015, Mazlita, dkk.,
2016). Selain itu, pada Gambar (b), morfologi serat selulosa tampak lebih jelas
dibandingkan dengan pada Gambar (a) yang masih dilapisi oleh lapisan ekstraktif.
Pada Gambar (c), keberadaan dari kristal selulosa menunjukkan bahwa struktur
alfa selulosa yang berserat telah terurai menjadi sel-sel individual, dimana bagian
amorf dari selulosa telah mengalami dekomposisi (Mazlita, dkk., 2014). Struktur
morfologi yang lebih akurat tampak pada analisis Transmission Electron
Microscopy (TEM) dari nanokristalin selulosa.

32
Universitas Sumatera Utara
4.2 ANALISIS TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPY (TEM)
NANOKRISTAL SELULOSA (NCC)
Hasil analisis Transmission Electron Microscopy (TEM) dari sampel
nanokristal selulosa yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Analisis Karakterisasi Transmission Electron Microscope (TEM) dari


Nanokristalin selulosa (NCC) Serat Batang Pisang

33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 menunjukkan hasil nanokristal selulosa (NCC) yang memiliki
morfologi jarum dengan panjang 125 – 144 nanometer. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian Pereira, dkk., 2014, dan Zheng, dkk., 2019, yang menyatakan
bahwa ukuran geometri dari nanokristalin selulosa berada dalam range 100 nm
hingga 1 – 2 μm, tergantung dari sumber selulosanya.
Nanokristal selulosa yang berbentuk seperti batangan (rod) diperoleh melalui
proses hidrolisis asam dengan menghilangkan bagian amorf dari rantai selulosa
(Bhat, dkk., 2017). Hal ini dikarenakan bagian amorf dari selulosa lebih mudah
berinteraksi dengan asam dibandingkan dengan bagian kristalinnya yang akan
menyebabkan degradasi dari bagian amorf tersebut dan menyisakan bagian
kristalinnya (Xie, dkk., 2018).
Menurut penelitian Vanhatalo dan Dahl, 2014, peningkatan suhu hidrolisis,
konsentrasi asam dan waktu hidrolisis hingga suatu batasan tertentu dapat
memperkecil ukuran kristal dari selulosa namun memberikan nilai yield yang
lebih rendah. Konsentrasi asam yang terlalu tinggi tidak akan mempengaruhi
pengecilan ukuran kristal selulosa lebih dari konsentrasi asam optimal yang
diperlukan.

4.3 ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) BAHAN


DARI SERAT BATANG PISANG
Karakterisasi Fourier Transform InfraRed (FTIR) dilakukan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi yang ada pada bahan baku serat batang pisang
kepok (Musa acuminata x balbisiana), alfa selulosa, dan nanokristal selulosa
(NCC) yang dihasilkan. Karakterisasi FTIR dan daerah absorbansi gugus fungsi
dari serat batang pisang, alfa selulosa dan nanokristal selulosa (NCC) ditunjukkan
pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.1:

34
Universitas Sumatera Utara
120
Stretching
C-O-C

100

Vibration
Stretching
80 O-H
Transmittance (%)

C-H
Stretching Wagging
O-H CH2

60
Stretching
C-O

40

20

0
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Wavenumber (cm-1)

Serat Batang Pisang Alfa Selulosa Nanokristalin Selulosa

Gambar 4.3 Karakterisasi FT-IR dari Serat Batang Pisang, Alfa Selulosa dan
Nanokristalin Selulosa

Tabel 4.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi dari Serat Batang Pisang, Alfa
Selulosa dan Nanokristalin selulosa
Serat Alfa Selulosa
Frekuensi Bilangan NCC
Jenis Batang Serat Batang
Gelombang Serat Batang
Ikatan Pisang Pisang
(cm-1) Pisang (cm-1)
(cm-1) (cm-1)
Stretching 3400 – 3200
3318 3282 3323
Gugus O-H (Nandiyanto, dkk., 2019)
Streching 2900 – 2880
2889 2885 2896
Gugus C-H (Nandiyanto, dkk., 2019)
Gugus 2140 – 2100
2104 - -
C≡C (Deba, dkk., 2017)
Asam 1725 – 1700
1723 - -
Karboksilat (Nandiyanto, dkk., 2019)
Vibrasi 1650 – 1610
1615 1625 1640
Gugus O-H (Zain, dkk, 2015)
Bending 1350 – 1260
- 1322,07 -
Gugus OH (Nandiyanto, dkk., 2019)
Wagging 1317
- - 1317
CH2 (Zghari, dkk., 2018)

35
Universitas Sumatera Utara
Stretching
~1232
Gugus C- 1238 - -
(Yang, dkk., 2007)
O-C
Stretching 1028 – 985
1025 1019 1011
Gugus C-O (Liu dan Kim, 2017)

Gambar 4.3 menunjukkan hasil analisis FTIR yang menunjukkan puncak-


puncak (peak) serapan yang dapat menunjukkan gugus-gugus khusus yang
terdapat pada suatu senyawa. Pada hasil pengujian ini, grafik penyerapan sampel
serat batang pisang, alfa selulosa dan nanokristalin selulosa yang diperoleh mirip
satu sama lain dikarenakan memiliki senyawa dasar yang sama, yaitu selulosa.
Puncak penyerapan 3318 cm-1 pada serat batang pisang, 3282 cm-1 pada alfa
selulosa dan 3323 cm-1 pada nanokristalin selulosa menunjukkan adanya gugus
stretching gugus O-H (3400 – 3200 cm-`). Gugus O-H pada rentang ini merujuk
pada stretching OH ikatan hidrogen intramolekuler pada struktur selulosa I dan
selulosa II (Haule, dkk., 2016).
Puncak penyerapan pada bilangan gelombang 2889 cm-1 untuk serat batang
pisang, 2885 cm-1 untuk alfa selulosa dan 2896 cm-1 untuk nanokristalin selulosa
menunjukkan adanya stretching dari gugus C-H (2900 – 2880 cm-1). Gugus metil
tersebut terkandung pada segala komponen kayu, namun utamanya terdapat pada
selulosa (Poletto, dkk., 2012).
Puncak penyerapan pada bilangan gelombang 2104 cm-1 pada serat batang
pisang menunjukkan keberadaan ikatan rangkap tiga dari gugus karbon. Ikatan ini
merupakan salah satu dari ciri khas serat lignoselulosa. (Deba, dkk., 2017).
Hilangnya puncak penyerapan tersebut pada sampel alfa selulosa dan
nanokristalin selulosa menunjukkan perlakuan NaOH yang efektif pada proses
delignifikasi.
Puncak penyerapan pada bilangan gelombang 1723 cm-1 pada serat batang
pisang menunjukkan keberadaan grup asetil dan ester dari hemiselulosa serta
ikatan ester dari grup asam karboksilat pada lignin dan hemiselulosa (1725 – 1700
cm-1). Hilangnya puncak penyerapan tersebut pada sampel alfa selulosa dan
nanokristalin selulosa menunjukkan perlakuan NaOH yang efektif pada proses
delignifikasi (Nandiyanto, dkk., 2019, Zheng, dkk., 2019).

36
Universitas Sumatera Utara
Puncak penyerapan 1615 cm-1 pada sampel serat batang pisang, 1625 cm-1 dan
1322 cm-1 pada alfa selulosa, serta 1323 dan 1640 cm-1 pada nanokristalin selulosa
menunjukkan keberadaan gugus O-H pada ketiga sampel tersebut. Gugus ini
berasal dari air yang terserap oleh grup hidroksil pada selulosa (Zain, dkk., 2014,
Zheng, dkk., 2019)
Puncak penyerapan 1322 cm-1 pada alfa selulosa berhubungan dengan bending
O-H in-plane pada selulosa (1350-1260 cm-1). Gugus O-H yang berada pada
intensitas 1335 – 1316 cm-1 menyatakan komponen selulosa, dan berhubungan
dengan kandungan struktur selulosa kristal I dan selulosa amorf (Bodirlau dan
Teaca, 2007).
Puncak penyerapan 1317 cm-1 pada nanokristal selulosa menunjukkan adanya
wagging gugus CH2. Gugus ini menunjukkan struktur kristalin I selulosa yang
membedakannya dari selulosa amorf (Lionetto, dkk., 2012; Dungani, dkk., 2016;
Zghari, dkk., 2018).
Puncak penyerapan 1238 cm-1 pada serat batang pisang menunjukkan
stretching dari gugus C-O-C yang merupakan gugus khas dari struktur lignin.
Hilangnya puncak tersebut pada alfa selulosa dan nanokristalin selulosa
menunjukkan perlakuan delignifikasi dengan NaOH yang efektif dalam
menghilangkan lignin (Montes, dkk., 2019; Yun dan He, 2017; Yang, dkk., 2007).
Puncak 1025 cm-1 pada serat batang pisang, 1019 cm-1 pada alfa selulosa dan
1011 cm-1 pada nanokristalin selulosa menunjukkan adanya stretching gugus C-O
pada grup fungsional dari ikatan glikosida dari ketiga sampel tersebut (1100 –
1000 cm-1). Selulosa merupakan homopolisakarida dari glukosa dimana semua
unit terikat oleh ikatan glikosida (Ouellette dan Rawn, 2015).
Dari puncak-puncak penyerapan tersebut, sampel-sampel yang dianalisa
diketahui merupakan sampel selulosa. Hemiselulosa dan lignin yang terkandung
pada serat batang pisang sebagai bahan baku lignoselulosa terdegradasi secara
efektif oleh proses delignifikasi dan bleaching menjadi alfa selulosa. Struktur
kristalin dari alfa selulosa efektif terisolasi dari struktur amorf sebagai
nanokristalin selulosa melalui proses hidrolisis asam sulfat yang ditunjukkan dari
struktur kristalin I selulosa.

37
Universitas Sumatera Utara
4.4 ANALISIS YIELD ALFA SELULOSA DAN NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) DARI SERAT BATANG PISANG
Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 masing-masing menunjukkan yield alfa selulosa dari
15 gram serat batang pisang dari 10 pengulangan dan yield nanokristalin selulosa
(NCC) dari 4 gram alfa selulosa.

Tabel 4.2 Yield Alfa Selulosa dari Hasil Delignifikasi Serat Batang Pisang.

Run Yield (%)


1 54
2 48,67
3 42
4 42,67
5 45,33
6 46,67
7 47,33
8 46,67
9 52,67
10 54,67
Rata-rata 48,07

Tabel 4.3 Yield Nanokristalin selulosa (NCC) dari Alfa Selulosa


Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam
Yield (%)
(°C) Sulfat (%)
45 0
45 50 1,5
55 3
45 2,5
50 50 5,25
55 8,75
45 3,75
55 50 7
55 25
45 5
60 50 25,75
55 26,75

Dari Tabel 4.2, didapat nilai yield alfa selulosa dari hasil delignifikasi serat
batang pisang dengan NaOH selama 5 menit pada suhu 80°C dan bleaching

38
Universitas Sumatera Utara
dengan H2O2 selama 60 menit untuk 10 pengulangan, yaitu: 54, 48,67, 42, 42,67,
45,33, 46,67, 47,33, 46,67, 52,67, 54,67, 48,067 %, dengan nilai rata-rata yaitu
48,067%. Hasil ini sesuai dengan teori kadar selulosa dari serat batang pisang oleh
Das, dkk., 2018, dan Rahman, dkk., 2018, yang masing-masing menyatakan 44 –
54% dan 48 – 50%.
Dari Tabel 4.3, didapat yield nanokristalin selulosa dari alfa selulosa untuk 16
variasi yang berbeda. Pada konsentrasi asam sulfat 40% dan suhu hidrolisis 45, 50,
55, dan 60°C tidak menunjukkan adanya pembentukan gel nanokristalin selulosa.
Hal ini dapat dikarenakan kondisi minimum yang diperlukan untuk mengisolasi
nanokristalin selulosa adalah dengan konsentrasi asam sulfat 45 – 70 % (Ioelovich
dan Leykin, 2006; Ioelovich, 2008; Ioelovich 2012; Habibi, dkk., 2010; Li dan
Ragauskas, 2011) Pada konsentrasi asam sulfat 45%, suhu hidrolisis 45, 50, 55,
dan 60°C masing masing menunjukkan nilai 0, 2,5, 3,75, dan 5%. Pada
konsentrasi asam sulfat 50%, suhu hidrolisis 45, 50, 55, dan 60°C masing masing
menunjukkan nilai 1,5, 5,25, 7, dan 25,75%. Pada konsentrasi asam sulfat 55%,
suhu hidrolisis 45, 50, 55, dan 60°C masing masing menunjukkan nilai 3, 8,75, 25
dan 26,75%.
Pada penelitian ini, hidrolisis serat batang pisang dilakukan secara kimiawi
melalui penambahan senyawa kimia. Senyawa natrium hidroksida (NaOH) dan
kalium hidroksida (KOH) merupakan senyawa-senyawa alkali kuat yang paling
sering digunakan untuk delignifikasi serat alami, dimana NaOH merupakan
alternatif yang lebih ekonomis dibandingkan dengan KOH (Ilyas, dkk., 2017;
Paixao,dkk., 2013).
NCC diisolasi dengan menggunakan metode hidrolisis asam. Ketika serat
selulosa diperlakukan dengan asam, asam akan berdifusi pada bagian non-kristalin
dari serat selulosa dan menghidrolisis ikatan glikosida. Setelah itu, ikatan
glikosida lain dalam selulosa akan terhidrolisis dan akhirnya hidrolisis terjadi
pada bagian pereduksi dan pada permukaan nanokristal. Hidrolisis dari grup
pereduksi dan permukaan nanokristal akan menyebabkan nanokristal menjadi
bermuatan tergantung asam yang digunakan (Borjesson dan Westman, 2015).
NCC yang dihasilkan dari metode hidrolisis asam akan mengandung ion sulfat
yang dapat memicu reaksi dehidrasi pada NCC yang dihasilkan. Ion sulfat

39
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dipisahkan dari NCC melalui metode dialisis dengan menggunakan
membran dialisis (Yu, dkk., 2013).

Bagian Amorf
Struktur Selulosa

Bagian Kristalin Hidrolisis Asam

Nanokristal Individual
Gambar 4.4 Mekanisme Isolasi Nanokristalin Selulosa dengan Metode Hidrolisis
Asam

Salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis yaitu suhu reaksi,
dimana suhu yang semakin tinggi akan memberikan kecepatan reaksi. Suhu
hidrolisis yang rendah membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama untuk
menghasilkan NCC yang dapat membentuk suspensi yang homogen, namun
reaksi dari suhu hidrolisis yang tinggi sulit dikendalikan dikarenakan degradasi
yang terlalu cepat (Li, dkk., 2001).
Faktor lain yang mempengaruhi sifat dari nanokristalin selulosa adalah
konsentrasi asam, dimana asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat.
Konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan menyebabkan reaksi kekurangan air,
sedangkan konsentrasi asam yang terlalu rendah tidak akan dapat memiliki
kemampuan penetrasi matriks selulosa yang cukup. Konsentrasi asam yang
rendah tidak akan mampu melewati hingga bagian dalam dari selulosa, sehingga
hidrolisis dari bagian amorf selulosa tidak akan berjalan efektif dan menurunkan
yield dari nanokristalin selulosa (Chang, dkk., 2010).
Faktor terakhir yang mempengaruhi yield dari nanokristalin selulosa ialah
perlakuan ultrasonikasi setelah hidrolisis asam. Ultrasonikasi memecah struktur
serat selulosa melalui gaya hidrodinamik dari gelombang ultrasonic yang
dihasilkan oleh alat ultrasound. Hal ini dapat memecah ikatan hidrogen antarserat
sehingga melepas nanoselulosa kristalin (Hu, dkk., 2017).

40
Universitas Sumatera Utara
4.5 ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD) DARI SERAT BATANG
PISANG KEPOK (MUSA ACUMINATA X BALBISIANA), ALFA
SELULOSA DAN NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Analisis karakteristik X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk menganalisis
kristalinitas dari serat batang pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana), serta
alfa selulosa dan nanokristalin selulosa (NCC) dari serat batang pisang kepok
tersebut yang dihasilkan dari hidrolisis asam sulfat dan melalui proses
ultrasonikasi. Hasil analisis ditunjukkan oleh Gambar 4.5.

1800 I200
1600

1400
Serat Batang Pisang
1200 Alfa Selulosa
Intensitas

NCC T=45C C=55%


1000 NCC T=55C C=55%
Iam
800

600

400

200

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
2θ (°)
Gambar 4.5 Hasil Analisis X-Ray Diffraction Bahan dari Serat Batang Pisang

Dari Gambar 4.5, tampak adanya dua puncak yang menunjukkan karakteristik
sampel pada jarak 2θ = 15 - 30°. Puncak pertama yang berada pada 2θ = 18°
berhubungan dengan bagian amorf dari sampel sedangkan puncak kedua yang
berada pada 2θ = 22° mengindikasikan keberadaan bagian kristal. Fenomena ini
disebabkan oleh interaksi antara ikatan gugus hidroksil pada selulosa membentuk
struktur kristalin (Asrofi, 2018).
Pada Gambar 4.5, tampak bahwa puncak pada 2θ = 18° berkurang seiring
dengan perlakuan serat batang pisang. Hal ini mengindikasikan struktur selulosa
yang semakin lama semakin terstruktur pada alfa selulosa dan nanokristalin

41
Universitas Sumatera Utara
selulosa (Asrofi, dkk., 2018). Perlakuan alkali terhadap serat batang pisang
bertujuan untuk menghilangkan struktur amorf yang dapat meningkatkan
kristalinitas dan kemurnian dari selulosa yang dihasilkan (Ilyas, dkk., 2017).
Sementara itu, perlakuan hidrolisis asam pada selulosa akan menghilangkan lebih
lanjut bagian non-kristalin dari struktur selulosa sehingga akan meningkatkan
kristalinitas serta menyebabkan nanokristalin selulosa tidak dapat larut dalam air,
karena bagian kristalin dari selulosa lebih sulit berikatan dengan molekul air
(Borjesson dan Westman, 2015).
Indeks kristalinitas (CrI, %) dihitung dengan menggunakan metode oleh Segal,
dkk.,1959, yaitu:
I200 -Iam
CrI = × 100 (4.1)
I200

Dimana:
I200 = Intensitas maksimum puncak difraksi pada 2θ = 22,6° (daerah kristal)
Iam = Puncak difraksi pada 2θ = 18° (daerah amorf)
(Asrofi, dkk., 2018; Zheng, dkk., 2019; Segal, dkk., 1959)

Dengan menggunakan persamaan tersebut, didapat bahwa kristalinitas dari


serat batang pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana), alfa selulosa,
nanokristalin selulosa (NCC) pada konsentrasi asam 55% dan suhu hidrolisis
45°C serta nanokristalin selulosa (NCC) pada konsentrasi asam 55% dan suhu
hidrolisis 55°C masing masing sebesar: 34,77%, 74,36%, 75,56% dan 82,04%.

Tabel 4.4 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD


Sampel Indeks Kristalinitas (CrI, %)
Serat Batang Pisang Kepok 34,77
Alfa Selulosa 74,36
NCC (Thidrolisis = 45°C, cH2SO4 = 55%) 75,56
NCC (Thidrolisis = 55°C, cH2SO4 = 55%) 82,04

42
Universitas Sumatera Utara
4.6 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Analisis Water Holding Capacity (WHC) dilakukan untuk mengetahui
kapasitas penyerapan air dari nanokristalin selulosa (NCC) dari serat batang
pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana) yang diperoleh melalui metode
hidrolisis asam sulfat dan proses ultrasonikasi. Hasil dari pengujian WHC
ditunjukkan oleh Gambar 4.6.

9
Kapasitas Penyerapan Air (g air/

8 Asam Sulfat 45%


7 Asam Sulfat 50%
g nanoselulosa)

6
Asam Sulfat 55%
5
4
3
2
1
0
45 50 55 60
Suhu Hidrolisis (°C)
Gambar 4.6 Hasil Analisis WHC Nanokristalin selulosa (NCC) dari Serat Batang
Pisang Kepok (Musa acuminata x balbisiana)

Dari Gambar 4.6, dapat dilihat meski hasil menunjukkan adanya fluktuasi,
water holding capacity dari nanokristalin selulosa memiliki kecenderungan untuk
menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam dan suhu hidrolisis.
Nanokristalin selulosa yang dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 55% pada
suhu 55°C memiliki kemampuan penyerapan air yang paling rendah, yaitu dengan
nilai 2,701 gram air / gram nanoselulosa sedangkan nanokristalin selulosa yang
dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 55% pada suhu 45°C memiliki
kemampuan penyerapan air yang paling tinggi, dengan nilai 7,67 gram air / gram
nanoselulosa.
Sifat penyerapan air yang tinggi menandakan tingkat porositas yang tinggi.
Proses sonikasi memecah ikatan selulosa menjadi molekul selulosa dengan
porositas yang berukuran lebih kecil dari ukuran nano, dimana molekul air

43
Universitas Sumatera Utara
menjadi sulit berinteraksi dengan rantai selulosa (Asrofi, dkk., 2018). Hal ini
mengartikan bahwa kristalinitas yang tinggi akan menghasilkan nilai penyerapan
air yang lebih rendah pula.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jiang dan Hsieh, 2013, aerogel
nanoselulosa yang dihasilkan dengan metode cyclic-freeze-thawing memiliki
kemampuan penyerapan air hingga 104 g air/g aerogel dengan kristalinitas 61 –
62%. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan penyerapan air dari suatu senyawa
berbanding terbalik dengan kristalinitas senyawa tersebut.
Sifat penyerapan air tersebut dapat memberikan dampak yang baik atau buruk
tergantung dari aplikasinya. Pada aplikasi sebagai pengisi komposit, komposit
tersebut dapat menyerap uap air yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
sifat mekanis dari komposit tersebut. Pada aplikasi produk medis dan kebersihan,
sifat penyerapan air dari nanokristalin selulosa dapat memberikan dampak positif
pada aplikasi seperti tisu dan popok bayi (Borjesson dan Westman, 2015).

4.7 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR NANOKRISTALIN


SELULOSA (NCC)
Hasil analisis zat larut dalam air pada nanokristalin selulosa (NCC) dari serat
batang pisang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Analisis ini dilakukan untuk
menganalisis kemurnian dari nanokristalin selulosa yang diperoleh.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Zat Larut dalam Air dari Nanokristalin Selulosa
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Zat Larut dalam Air
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 0
55 16,67
45 20
50 50 33,33
55 8,79
45 0
55 50 4,76
55 7,87
45 13,33
60 50 2,63
55 5,71

44
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.5, tampak bahwa nilai zat larut dalam air pada nanokristalin
selulosa yang dihasilkan bernilai fluktuatif, namun memiliki kecenderungan untuk
menurun seiring dengan peningkatan variabel suhu hidrolisis dan konsentrasi
asam sulfat yang digunakan. Zat larut dalam air pada nanokristalin selulosa
berasal dari kandungan jenis serat yang dapat larut dalam air pada serat alami
berupa pektin, gum, dan mucilage, sementara selulosa, hemiselulosa dan lignin
merupakan jenis serat yang tidak larut dalam air (Dhingra, dkk., 2012).
Penghilangan lignin dan zat yang larut dalam air berupa pektin, gum dan
mucilage biasanya terjadi pada tahap delignifikasi dengan perlakuan alkali,
sementara perlakuan hidrolisis asam berperan dalam degradasi bahan ekstraktif,
hemiselulosa dan struktur amorf pada selulosa (Nasrabadi, dkk., 2013). Namun,
perlakuan hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada sampel yang
masih mengandung residu pektin dapat menyebabkan asam untuk berikatan silang
dengan ikatan rantai molekul pektin (Wang, dkk., 2003).
Suhu hidrolisis dan konsentrasi asam juga dapat mempengaruhi ikatan pektin
yang terbentuk. Suhu hidrolisis yang semakin tinggi akan meningkatkan ikatan
pektin yang terbentuk, namun peningkatan suhu dari 50 - 90°C tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pektin yang terbentuk (Chan dan
Choo, 2013). Sementara itu, konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan
menyebabkan degradasi pektin (Locatelli, dkk., 2019). Hal ini dapat menjelaskan
nilai zat larut dalam air pada nanokristalin selulosa yang semakin menurun seiring
dengan meningkatnya suhu hidrolisis dan konsentrasi asam.

4.8 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN NANOKRISTALIN SELULOSA


(NCC)
Hasil analisis susut pengeringan pada nanokristalin selulosa yang diperoleh
dari bahan baku serat batang pisang ditunjukkan pada Tabel 4.6. Analisis ini
dilakukan untuk mengukur kadar air yang terkandung pada nanokristalin selulosa
(NCC) yang terisolasi.

45
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil Analisis Susut Pengeringan pada Nanokristalin Selulosa
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Susut Pengeringan
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 3,57
55 0
45 0
50 50 0
55 0
45 0
55 50 0
55 14,81
45 18,18
60 50 9,23
55 10,13

Dari hasil tersebut, tampak nilai susut pengeringan yang semakin tinggi seiring
dengan meningkatnya suhu hidrolisis dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan,
dengan nilai tertinggi 18,18% pada kondisi suhu hidrolisis 60°C dan konsentrasi
asam sulfat 45%.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Landri, dkk., 2011, kadar air yang
terkandung dalam partikel nanokristalin selulosa akan cenderung meningkat
seiring dengan mengecilnya ukuran partikel. Semakin kecil suatu ukuran partikel,
maka semakin kuat pengaruh dari ketertarikan gaya van der Waals (Lee, dkk.,
2019). Rantai selulosa yang cenderung berikatan satu sama lain berinteraksi
melalui ikatan hidrogen, gaya van der Waals dan gaya elektrostatis. Pada
permukaan dari rantai tersebut, ikatan hidrogen intermolekul yang terlepas akan
mengikat ikatan hidrogen dari uap air yang ada di udara dan dengan bantuan gaya
van der Waals, akan menstabilkan struktur dari selulosa (Khazraji dan Robert,
2013).
Dari pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan
konsentrasi asam sulfat dan suhu hidrolisis yang digunakan akan menghasilkan
nanokristalin selulosa dengan ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini juga dapat
menjelaskan tingkat penyerapan air (Water Holding Capacity) yang meningkat
seiring dengan peningkatan variabel konsentrasi asam dan suhu hidrolisis yang
digunakan.

46
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Hasil analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron
Microscopy (TEM) dari serat batang pisang, alfa selulosa dan nanokristal
selulosa (NCC) menunjukkan penghilangan bahan ekstraktif seperti lignin dan
hemiselulosa seiring dengan perlakuan lanjut dari serat batang pisang. Hal ini
menunjukkan perlakuan delignifikasi dengan menggunakan 10% (w/v) NaOH,
dan pemutihan (bleaching) dengan menggunakan 30% (v/v) H2O2 efektif dalam
menghilangkan senyawa-senyawa pengotor tersebut. Penghilangan senyawa-
senyawa tersebut dibuktikan dengan hasil analisa Fourier Transform Infrared
(FTIR) yang menunjukkan penghilangan puncak lignin dan hemiselulosa pada
sampel alfa selulosa dan nanokristalin selulosa.
2. Hasil analisa Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan
nanokristalin selulosa (NCC) yang dihasilkan memiliki bentuk seperti jarum
dengan ukuran rata-rata 125 – 144 nanometer serta terbebas dari bahan-bahan
ekstraktif seperti lignin dan hemiselulosa.
3. Hasil analisa yield dari nanokristalin selulosa (NCC) menunjukkan bahwa
kondisi optimal dari variasi konsentrasi asam dan suhu hidrolisis yang
dilakukan untuk menghasilkan nanokristalin selulosa (NCC) adalah dengan
konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 60°C dengan nilai yield
26,75%.
4. Hasil analisa Water Holding Capacity (WHC) dari nanokristalin selulosa
(NCC) menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan air dari nanokristalin
selulosa (NCC) yang tertinggi tampak pada nanokristalin selulosa yang
dihasilkan dari kondisi konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 45°C,
yaitu 7,67 gram air / gram nanoselulosa sedangkan kemampuan penyerapan air
yang terendah tampak pada nanokristalin selulosa yang dihasilkan dari kondisi

47
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 55°C, yaitu 2,701 gram air /
gram nanoselulosa.
5. Analisa zat larut dalam air pada sampel nanokristalin selulosa (NCC)
menunjukkan nilai zat larut dalam air yang tertinggi pada suhu hidrolisis 45°C
dan konsentrasi asam sulfat 55%, dengan nilai 33,33%. Senyawa zat larut
dalam air berasal dari kandungan jenis serat yang larut dalam air pada sampel
serat batang pisang yang digunakan berupa pektin.
6. Analisa susut pengeringan pada sampel nanokristalin selulosa (NCC)
menunjukkan nilai susut pengeringan yang tertinggi pada suhu hidrolisis 60°C
dan konsentrasi asam sulfat 45%, dengan nilai 18,18%. Ukuran partikel yang
semakin kecil akan memiliki sifat higroskopis (penyerapan uap air) yang lebih
tinggi dikarenakan gaya van der Waals yang lebih dominan.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah:
1. Perlunya dilakukan perbandingan pengaruh metode penghasil nanoselulosa
kristalin lain (mekanis dan enzimatis) terhadap kualitas dan kuantitas
nanokristalin selulosa yang dihasilkan.
2. Perlunya dilakukan perbandingan sumber selulosa terhadap kualitas dan
kuantitas nanokristalin selulosa yang dihasilkan.
3. Perlunya dilakukan pencucian menggunakan solven organik seperti etanol
untuk membersihkan ekstraktif berupa pektin dan wax agar tidak ada residu
ekstraktif pada nanokristalin selulosa yang dihasilkan.

48
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Luciasih dan Lisna Efiyanti. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap


Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, 69-80. 2015
Akin, D.E., L.L. Rigsby, Sethuraman, A. W.H.-III Morrison, Gamble, G.R. &
Eriksson, K.E.L. Alterations in structure, chemistry, and biodegradability of
grass lignocelluloses treated with white rot fungi Ceriporiopsis
subvermispora and Cyathus stercoreus. Appl. Environ. Microbiol., 61, 1591
- 1598. 1995.
Anderson, Sarah R., Dominic Esposito, William Gillete, J. Y. Zhu, Ulrich Baxa,
dan Scott E. McNeil. Enzymatic preparation of nanocrystalline and
microcrystalline cellulose. Tappi Journal, Vol. 13, No. 5. 2014.
Aseer, J. Ronald, K. Sankaranarayanasamy, P. Jayabalan, R. Natarajan, dan K.
Priya Dasan. Morphological, Physical, and Thermal Properties of
Chemically Treated Banana Fiber. Journal of Natural Fibers, 10: 365 – 380.
2013.
Asrofi, Mochamad, Hairul Abral, Anwar Kasim, Adjar Pratoto, Melbi Mahardika,
Ji-Won Park, dan Hyun-Joong Kim. Isolation of Nanocellulose from Water
Hyacinth Fiber (WHF) Produced via Digester-Sonication and Its
Characterization. Fibers and Polymers, Vol. 19, No. 8, 1618 – 1625. 2018.
Averous, Luc dan Pollet, Eric. Environmental Silicate Nano-Biocomposites.
London: Springer-Verlag. 2012.
Badan Litbang Pertanian. 2013. Kerupuk Bonggol Pisang: Dari Limbah Yang
Kaya Gizi ke Meja Makan Kita. Jakarta: SinarTani.
Bakri, Muhammad Khusairy Bin, dan Elammaran Jayamani. Comparative Study
of Functional Groups in Natural Fibers: Fourier Transform Infrared
Analysis (FTIR). International Conference on Futuristic Trends in
Engineering Science, Humanities and Technology. 2016.
Barbash, V., O. Yashchenko, dan A. Kedrovska. Preparation and Properties of
Nanocellulose from Peracetic Flax Pulp. Journal of Scientific Research &
Reports 16(1): 1-10. 2017.

49
Universitas Sumatera Utara
Bhat, Aamir H., Y. K. Dasan, Imran Khan, H. Soleimani, dan Amil Usmani.
Application of nanocrystalline cellulose: Processing and biomedical
applications. Cellulose Reinforced Nanofibre Composites. 2017.
Bhatnagar, Ravi, Gourav Gupta dan Sachin Yadav. A Review of Composition and
Properties of Banana Fibers. International Journal of Scientific &
Engineering Research. Volume 6, Issue 5. 2015.
Bodirlau, R., dan C. A. Teaca. Fourier Transform Infrared Spectroscopy and
Therman Analysis of Lignocellulose Fillers Treated with Organic
Anhydrides. Romanian Journal of Physics, Vol. 64, No. 1 – 2, pg 93 – 104.
2007.
Borjesson, Mikaela dan Gunnar Westman. 2015. Crystalline Nanocellulose –
Preparation, Modification and Properties. Intech: Croatia.
Bunaciu, Andrei A., Elena Gabriela Udristiotu, dan Hassan Y. Aboul-Enein. X-
Ray Diffraction: Instrumentation and Application. Critical Reviews in
Analytical Chemistry 45, 289–299. 2015.
Chan, Siew-Yin dan Wee-Sim Choo. Effect of extraction conditions on the yield
and chemical properties of pectin from cocoa husks. Food Chemistry 141,
3752 – 3758. 2013.
Chang, Chih-Ping, I-Chen Wang, Kuo-Jung Hung and Yuan-Shing Pemg. 2010.
Preparation and Characterization of Nanocrystalline Cellulose by Acid
Hydrolysis of Cotton Linter. Taiwan J For Sci 25(3), 231 – 44.
Chen, Hongzhang dan Lan Wang. 2016. Technologies for Biochemical
Conversion of Biomass. Academic Press: Amerika Serikat.
Choudary, Om Prakash dan Priyanka. Scanning Electron Microscope: Advantages
and Disadvantages in Imaging Components. International Journal of
Current Microbiology and Applied Sciences, Vol. 6, No. 5, pp. 1877 – 1882.
ISSN: 2319 – 7706. 2017.
Das, S., M. Rahman, and M. Hasan. 2018. Physico-Mechanical Properties of
Pineapple Leaf and Banana Fiber Reinforced Hybrid Polypropylene
Composites: Effect of Fiber Ratio and Sodium Hydroxide Treatment. IOP
Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng. 438 012027.

50
Universitas Sumatera Utara
Dhingra, Devinder, Mona Michael dan Hradesh Rajput. Dietary fibre in foods: a
review. Journal of Food Science and Technology 49 (3), 255 – 266. 2012.
Dong, XM, Revol J-F and Gray DG. 1998. Effect of microcrystallite preparation
conditions on the formation of colloid crystals of cellulose. Cellulose(5), 19-
32.
Duff, S.J.B. dan W.D. Murray. Bioconversion of forest products industry waste
cellulosics to fuel ethanol: a review. Bioresource Technology, 55, 1 – 33.
1996.
Dungani, Rudi, Abdulwahab F. Owolabi, Chaturbhuj K. Saurabh, H. P. S. Abdul
Khalil, Paridah M. Tahir. C. I. C. M. Hazwan, Kamoldeen A. Ajijolakewu,
M. M. Masri, E. Rosamah dan P. Aditiawati. Preparation and Fundamental
Characterization of Cellulose Nanocrystal from Oil Palm Fronds Biomass.
Journal of Polymers and the Environment. 2016.
Elisabeth, Dian Adi Anggraeni. Kerupuk Bonggol Pisang: Dari Limbah yang
Kaya Gizi ke Meja Makan Kita. Badan Litbang Pertanian, Edisi 24-30 No.
3504. 2013.
George, Johnsy, dan S. N. Sabapathi. Cellulose nanocrystals: synthesis, functional
properties and applications. Nanotechnology, Science and Applications 8, 45
– 54. 2015.
Grous, W.R., Converse, A.O. dan H.F. Grethlein. Effect of steam explosion
pretreatment on pore size and enzymatic hydrolysis of poplar. Enzyme
Microbiol Technol, 8, 274 – 280. 1986.
Guo, J., Guo, X., Wang, S., dan Yin, Y. Effects of ultrasonic treatment during
acid hydrolysis on the yield, particle size and structure of cellulose
nanocrystals. Carbohydr, Polym., 135, 248-255. 2015.
Habibi, Youssef, Lucian A. Lucia, dan Orlando J. Rojas. Cellulose Nanocrystals:
Chemistry, Self-Assembly and Applications. Chem. Rev. 110, 3479 – 3500.
2010.
Hassan, M.L., Mathew, A.P., Hassan, E.A., El-Wakil, N.A., dan Oksman, K.
Nanofibers from bagasse and rice straw: process optimization and properties.
Wood Sci. Technol., 46, 193-205. 2012.

51
Universitas Sumatera Utara
Hatakka, A.I. Pretreatment of wheat straw by white-rot fungi for enzymatic
saccharification of cellulose. Appl. Microbiol. Biotechnol, 19, 361 – 363.
1983.
Haule, L. V., C. M. Carr dan M. Rigout. Investigation into the supramolecular
properties of fibres regenerated from cotton based waste garments.
Carbohydrate Polymers. 2016.
Hermawan, Edy. Pembuatan Partikel Selulosa Menggunakan Larutan Alkalin.
Jurnal Teknik Mesin Vol. 06, No. 1. 2017.
Hou, Ching T. 2005. Handbook of Industrial Biocatalysis. United States: Taylor
& Francis Group, LLC.
Hu, Zhijun, Rui Zhai, Jing Li, Yan Zhang dan Jiang Lin. Preparation and
Characterization of Nanofibrillated Cellulose from Bamboo Fiber via
Ultrasonication Assisted by Repulsive Effect. International Journal of
Polymer Science 2017. 2017
Ibrahim, Ismail K. (Al-Khateeb), Sabri M. Hussin, Yusra M. Al-Obaidi.
Extraction of Cellulose Nano Crystalline from Cotton by Ultrasonic and Its
Morphological and Structural Characterization. International Journal of
Materials Chemistry and Physics, Vol. 1, No. 2, pp. 99 – 109. 2015.
Ilyas, R. A, S. M. Sapuan, M. R. Ishak dan E. S. Zainudin. Effect of
Delignification on the Physical, Thermal, Chemical and Structural
Properties of Sugar Palm Fibre. BioResources 12(4), 8734 – 8754. 2017.
Ioelovich, M, dan A. Leykin. Microcrystalline cellulose: nanostructure formation.
Cellulose Chemistry and Technology, Vol. 40, no. 5, pg 313-317. 2006.
Ioelovich, M. Cellulose as a nanostructured polymer: A short review.
BioResources Vol. 3, no. 4, pg 1403 – 1418. 2008.
Ioelovich, M. Optimal conditions for isolation of nanocrystalline cellulose
particles. Nanoscience and Nanotechnology, Vol. 2, no. 2, pg 9 – 13. 2012.
Ioelovich, M. Peculiarities of cellulose nanoparticles. Tappi J., 13 (5), 45 – 52.
2014.
Ioelovich, Michael. Crystallinity and Hydrophility of Chitin and Chitosan.
Research and Reviews: Journal of Chemistry, 3(3), pp. 7-14. 2014.

52
Universitas Sumatera Utara
Iqbal, Shoaib, dan Zuhaib Ahmad. 2011. Impact of Degree of Polymerization of
Fiber on Viscose Fiber Strength. The Swedish School of Textiles: Swedia.
Islam, Mohammad Tajul, Mohammad Mahbubul Alam, Alessia Patrucco, Alessio
Montarsolo dan Marina Zoccola. Preparation of Nanocellulosa: A Review.
AATCC Journal of Research Vol. 1, No. 5. 2014.
Iwamoto, S., Nakagaito, A.N., dan Yano, H. Nano-fibrillation of pulp fibers for
the processing of transparent nanocomposites. Appl. Phys. A., 89, 461 – 466.
2007.
Iwamoto, S., Nakagaito, A.N., Yano, H., dan Nogi, M. Optically transparent
composites reinforced with plant fiber-based nanofibers. Appl. Phys. A, 81
(6), 1109 – 1112. 2006.
Jiang, Feng, dan You-Lo Hsieh. Super water absorbing and shape memory
nanocellulose aerogels from TEMPO-oxidized cellulose nanofibrils via
cyclic freezing-thawing. Journal of Materials Chemistry A, 2, 350. 2013.
Kargarzadeh, Hanieh, Michael Ioelovich, Ishak Ahmad, Sabu Thomas, dan Alain
Dufresne. 2017. Handbook of Nanocellulose and Cellulose Nanocomposites.
First Edition. Jerman: Wiley-VCH Verlag GmBH & Co. KGaA.
Khazraji, Ali Chami dan Sylvain Robert. Interaction Effects between Cellulose
and Water in Nanocrystalline and Amorphous Regions: A Novel Approach
Using Molecular Modeling. Journal of Nanomaterials, Vol. 2013. 2013.
Kumar, Anuj, Yuvraj Singh Negi, Veena Choudary, dan Nishi Kant Bhardwaj.
Characterization of Cellulose Nanocrystals Produced by Acid-Hydrolysis
from Sugarcane Bagasse as Agro-Waste. Journal of Materials, Physics and
Chemistry. 2014.
Labchem. 2017. Hydrogen Peroxide. www.labchem.com. Diakses pada: 5
November 2019.
Labchem. 2018. Sodium Hydroxide. www.labchem.com. Diakses pada: 6
November 2019.
Landry, Veronic, Ayse Alemdar, dan Pierre Blanchet. Nanocrystalline Cellulose:
Morphological, Physical and Mechanical Properties. Journal of Forest
Products, Vol. 61, No. 2. 2011.

53
Universitas Sumatera Utara
Larocque, G. L., dan O. Maass. The Mechanism of the Alkaline Delignification of
Wood. Canadian Journal of Research, Vol. 19, Sec. B. 1941.
Lee, Hyung-Joo, Heon-Seok Lee, Junwon Seo, Yong-Hak Kang, Woosuk Kim,
Thomas H dan K. Kang. 2019. State-of-the-Art of Cellulose Nanocrystals
and Optimal Method for their Dispersion for Construction-Related
Applications. Applied Sciences, 9, 426.
Li, Xiao-Fang, En-Yong Ding, Guo-Kang Li. A Method of Preparing Spherical
Nano-Crystal Cellulose With Mixed Crystalline Forms of Cellulose I and II.
Chinese Journal of Polymer Science, Vol. 19, No. 3, 291-296, 2001.
Li, Yang dan Arthur J. Ragauskas. Cellulose Nano Whiskers as a Reinforcing
Filler in Polyurethanes. Advances in Diverse Industrial Applications of
Nanocomposites. 2011.
Lim, Lim Sze, Ishak Ahmad dan Azwan Mat Lazim. 2015. pH Sensitive Hydrogel
Based on Poly(Acrylic Acid) and Cellulose Nanocrystals. Sains Malaysiana
44(6): 779 – 785.
Lionetto, Francesca, Roberta Del Sole, Donato Cannoletta, Giuseppe Vasapollo
dan Alfonso Maffezzoli. Monitoring Wood Degradation during Weathering
by Cellulose Crystallinity. Materials, 5, 1910 – 1922. 2012.
Locatelli, Gabriel Olivo, Leandro Finkler, dan Christine L. L. Finkler.
Comparison of acid and enzymatic hydrolysis of pectin as inexpensive
source to cell growth of Cupriavidus necator. Annals of the Brazilian
Academy of Science 91(2). 2019.
Ma, Hongbao, Kuan-Jiunn Shieh, dan Tracy X. Qiao. 2006. Study of
Transmission Electron Microscopy (TEM) and Scanning Electron
Microscopy (SEM). Nature and Science, 4(3), 2006.
Marino, Mayra, Lucimara Lopes da Silva, Nelson Duran dan Ljubica Tasic. 2015.
Enhanced Materials from Nature: Nanocellulose from Citrus Waste.
Molecules 20, 5908-5923.
Mazlita, Y., H. V. Lee, dan S. B. A. Hamid. Preparation of Cellulose Nanocrystals
Bio-Polymer from Agro-Industrial Wastes: Separation and Characterization.
Polymers & Polymer Composites, Vol. 24, No. 9. 2016.

54
Universitas Sumatera Utara
Missoum, Karim, Mohamed Naceur, dan Julien Bras. Nanofibrillated Cellulose
Surface Modification: A Review. Materials, 6, 1745 – 1766. 2013.
Mohammadi, Hossein, Seyedmohammad Mirmehdi dan Lisiane Nunes Hugen.
2016. Rice Straw/Thermoplastic Composite: Effect of Filler Loading,
Polymer Type and Moisture Absorption on the Performance. CERNE, 449-
456. ISSN: 0104 – 7760.
Mohiuddin, A. K. M., Manas Kanti Saha, Md. Sanower Hossian dan Aysha
Ferdoushi. 2014. Usefulness of Banana (Musa paradisiaca) Wastes in
Manufacturing of Bio-products: A Review. The Agriculturists 12(1): 148 –
158.
Montes, Magdalena L. Iglesias, Francesca Luzi, Franco Dominici, Luigi Torre,
Viviana P. Cyras, Liliana B. Manfredi, dan Debora Puglia. Design and
Characterization of PLA Bilayer Films Containing Lignin and Cellulose
Nanostructures in Combination with Umbelliferone as Active Ingredient.
Front Chem. 7: 157. 2019.
Mukwaya, Vincent, Weidong Yu, Rabie AM Asad, dan Hajo Yagoub. An
environmentally friendly method for the isolation of cellulose nano fibrils
from banana rachis fibers. Textile Research Journal. 2015.
Nagendra, Surya, V.V.S. Prasad dan K. Ramji. Synthesis of Bio-Degradable
Banana Nanofiber. International Journal of Innovative Technology and
Research Vol. 2, Issue. 1, 2014.
Nascimento, Pedro, Renan Marim, Gizilene Carvalho, dan Suzana Mali. 2016.
Nanocellulose Produced from Rice Hulls and its Effect on the Properties of
Biodegradable Starch Films. Materials Research 19(1): 167-174.
Nasrabadi, Bijan Nasri, Tayebeh Behzad dan Rouhollah Bagheri. Extraction and
Characterization of Rice Straw Cellulose Nanofibers by an Optimized
Chemomechanical Method. Journal of Applied Polymer Science. 2013.
Nasrun, Jalaluddin, Herawati. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Barangan
Sebagai Bahan Pembuatan Pupuk Cair. Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5: 2,
19-26.
Oladele, Isiaka Oluwole, Michael Seun Omokafe dan Sunday Joseph Olusegun.
2016. Influence of Chemical Treatment on the Constituents and Tensile

55
Universitas Sumatera Utara
Properties of Selected Agro-Fibres. The West Indian Journal of Engineering
Vol.38, No.2, pp.4-12.
Ouellette, Robert J., dan J. David Rawn. 2015. Principles of Organic Chemistry.
Elsevier: Amerika Serikat.
Padam, Birdie Scott, Hoe Seng Tin, Fook Yee Chye, dan Mohd Ismail Abdullah.
2014. Banan by-products: an under-utilized renewable food biomass with
great potential. J Food Sci Technol 51(12): 3257 – 3545.
Paixao, S. M., S. A. Ladeira, T. P. Silva, B. F. Arez, J. C. Roseiro, M. L. L.
Martins dan L. Alves. 2016. Sugarcane bagasse delignification with
potassium hydroxide for enhanced enzymatic hydrolysis. RSC Adv, 6, 1042
– 1052.
Pelissari, Franciele Maria, Margarita Maria Andrade-Mahecha, Paulo Jose do
Amaral Sobral, dan Florencia Cecilia Menegalli. 2017. Nanocomposites
based on banana starch reinforced with cellulose nanofibers isolated from
banana peels. Journal of Colloid and Interface Science 505, 154–167.
Pereira, A. L. S., D. M. Nascimento, M. M. S. Filho, J. P. S. Morais, N. F.
Vasconcelos, J. P. A. Feitosa, A. I. S. Brigida, dan M. F. Rosa.
Improvement of polyvinyl alcohol properties by adding nanocrystalline
cellulose isolated from banana pseudostems. Carbohydrate Polymers. 2014.
Poletto, Matheus, Ademir J. Zattera, dan Ruth M. C. Santana. Structural
Differences Between Wood Species: Evidence from Chemical Composition,
FTIR Spectroscopy, and Thermogravimetric Analysis. Journal of Applied
Polymer Science, Vol. 126, E336 – E343. 2012.
Putri, T.K., D. Veronika, A. Ismail, A. Karuniawan, Y. Maxiselly, A.W. Irwan,
dan W. Sutari. 2015. Pemanfaatan jenis-jenis pisang (banana dan plantain)
lokal Jawa Barat berbasis produk sale dan tepung. Jurnal Kultivasi Vol.
14(2).
Pyrz, William D., dan Douglas J. Buttrey. 2008. Particle Size Determination
Using TEM: A Discussion of Image Acquisition and Analysis for the
Novice Microscopist. Langmuir 24, 11350-11360.

56
Universitas Sumatera Utara
Rahman, Nur Hayati Abdul, Buong Woei Chieng, Nor Azowa Ibrahim dan
Norizah Abdul Rahman. 2017. Extraction and Characterization of Cellulose
Nanocrystals from Tea Leaf Waste Fibers. Polymers, 9, 588.
Rahman, Maliha, Sangita Das dan Mahbub Hasan. 2018. Mechanical properties of
chemically treated banana and pineapple leaf fiber reinforced hybrid
polypropylene composites. Advances in Materials and Processing
Technologies.
Rezanezhad, Shaghayegh, Nooroddin Nazanezhad, dan Ghasem Asadpur. 2013.
Isolation of Nanocellulose from Rice Waste via Ultrasonication.
Lignocellulose 2 (1), 282 – 291.
Rosli, Noor Afizah, Ishak Ahmad, dan Ibrahim Abdullah. 2013. Isolation and
Characterization of Cellulose Nanocrystals from Agave angustifolia Fibre.
BioResources 8(2), 1893 – 1908.
Salas, Carlos, Tiina Nypelo, Carlos Rodriguez-Abreu, Carlos Carrillo, Orlando J.
Rojas. 2014. Nanocellulose properties and applications in colloids and
interfaces. Current Opinion in Colloid & Interface Science 19, 383–396.
Sanchez, Oscar, Rocio Sierra, dan Carlos J. Almeciga-Diaz. 2011. Delignification
Process of Agro-Industrial Wastes: an Alternative to Obtain Fermentable
Carbohydrates for Producing Fuel. Intech: Croatia.
ScienceLab. 2013. Sulphuric Acid. www.sciencelab.com. Diakses pada tanggal 25
Juli 2018.
Segal, L., J. J. Creely, A. E. Martin, Jr., dan C. M. Conrad. An Empirical Method
for Estimating the Degree of Crystallinity of Native Cellulose Using the X-
Ray Diffractometer. Textile Research Journal. 1959.
Sofia, M. Rahimi Kord, R. J. Brown, T. Tsuzuki, dan T. J. Rainey. 2016. A
comparison of cellulose nanocrystals and cellulose nanofibers extracted
from bagasse using acid and ball milling methods. Adv. Nat. Sci.: Nanosci.
Nanotechnol. 7 035004.
Souza, Alana Gabrieli de., Fabiany Sayuri Kano, Jean Jacques Bonvent, dan
Derval dos Santos Rosa. 2017. Cellulose Nanostructures Obtained from
Waste Paper Industry: A Comparison of Acid and Mechanical Isolation
Methods. Materials Research, 20: 209 – 214.

57
Universitas Sumatera Utara
Sun, Ye dan Cheng, Jiayang. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review. Bioresource Technology 83. 2002.
Sutowo, I., T. Adelina, dan D. Febrina. 2016. Kualitas Nutrisi Silase Limbah
Pisang (Batang dan Bonggol) dan Level Molases yang Berbeda Sebagai
Pakan Alternatif Ternak Ruminansia. Jurnal Peternakan Vol 13, No. 2, (41
- 47).
Thermo Nicolet. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Nicolet Corporation: United States of America.
Tibolla, H., F.M. Pelissari, J.T Martins, A.A Vicente, dan F.C. Menegalli. 2018.
Cellulose nanofibers produced from banana peel by chemical and
mechanical treatments: Characterization and cytotoxicity assessment. Food
Hydrocolloids (75), 192 – 201.
Vanhatalo, Kari M. dan Olli P. Dahl. Effect of Mild Acid Hydrolysis Parameters
on Properties of Microcrystalline Cellulose. BioResources 9(3), 4729 – 4740.
2014.
Wang, B. dan M. Sain. 2007. Dispersion of Soybean Stock-Based Nanofiber in
Plastic Matrix. Polym Int 56: 538 – 546.
Wang, H. M., R. W. Kessler and W. Kessler. Removing Pectin and Lignin During
Chemical Processing of Hemp for Textile Applications. Textile Research
Journal 73 (8), 664 – 669.
Wang, Yihong, Xiaoyi Wei, Jihua Li, Fei Wang, Qinghuang Wang, Jiacui Chen
dan Lingxue Kong. 2015. Study on Nanocellulose by High Pressure
Homogenization in Homogeneous Isolation. Fibers and Polymers, Vol. 16.
No.3, 572 – 578.
Wulandari, W. T., A. Rochliadi dan I. M. Arcana. 2016. Nanocellulose prepared
by acid hydrolysis of isolated cellulose from sugarcane bagasse. IOP Conf.
Series: Materials Science and Engineering 107.
Xie, Hongxiang, Haishun Du, Xianghao Yang dan Chuanling Si. Recent
Strategies in Preparation of Cellulose Nanocrystals and Cellulose
Nanofibrils Derived from Raw Cellulose Materials. International Journal of
Polymer Science, Vol. 2018. 2018.

58
Universitas Sumatera Utara
Xu, Changyan, Sailing Zhu, Cheng Xing, Dagang Li, Nanfeng Zhu dan Handong
Zhou. 2014. Isolation and Properties of Cellulose Nanofibrils from Coconut
Palm Petioles by Different Mechanical Process. PLoS ONE 10(4).
Yang, Haiping, Rong Yan, Hanping Chen, Dong Ho Lee dan Chuguang Zheng.
Characteristics of hemicellulose, cellulose and lignin pyrolysis. Fuel 86,
1781-1788. 2007.
Yun, Na, dan Beihai He. Photo-induced Yellowing of Mg(OH)2-based Peroxide
Bleached Deinked Pulp. BioResources 12(3), 5236 – 5248. 2017.
Zain, Nor Fazelin Mat, Salma Mohammad Yusop, dan Ishak Ahmad. 2014.
Preparation and Characterization of Cellulose and Nanocellulose from
Pomelo (Citrus grandis) Albedo. Journal of Nutrition & Food Sciences,
Volume: 5, Issue: 1.
Zghari, B., L. Hajji., dan A. Boukir. Effect of Moist and Dry Heat Weathering
Conditions on Cellulose Degradation of Historical Manuscripts exposed to
Accelerated Ageing: CNMR and FTIR Spectroscopy as a non-Invasive
Monitoring Approach. Journal of Materials and Environmental Sciences,
Vol. 9. Issue 2, pg 641-654. 2018.
Zheng, Dingyuan, Yangyang Zhang, Yunfeng Guo dan Jinquan Yue. Isolation and
Characterization of Nanocellulose with a Novel Shape from Walnut
(Juglans Regia L.) Shell Agricultural Waste. Polymers, 11, 1130. 2019.

59
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ i
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. iii
PRAKATA ........................................................................................................ iv
DEDIKASI ........................................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xix
DAFTAR SIMBOL ...........................................................................................xx
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ........................................................3
1.3 TUJUAN PENELITIAN .............................................................4
1.4 MANFAAT PENELITIAN .........................................................4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN ............................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................6
2.1 SERAT BATANG PISANG .......................................................6
2.2 NANOKRISTAL
……. SELULOSA / NANOCRYSTAL
CELLULOSE (NCC) ..................................................................7
2.3 PROSES -PROSES PENYEDIAAN NANOSELULOSA ..........9
2.3.1 Delignifikasi ......................................................................9
2.3.2 Perlakuan Persiapan Nanoselulosa Dari Selulosa ............10
2.3.2.1 Hidrolisis Asam....................................................10
2.3.2.2 Homogenisasi .......................................................11

x
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 Penggilingan.........................................................12
2.3.2.4 Cryocrushing ........................................................13
2.3.2.5 Ultrasonikasi ........................................................14
2.4 ANALISA NANOSELULOSA KRISTALIN ...........................15
2.4.1 Analisa Yield ......................................................................15
2.4.2 Analisis Karakteristik ........................................................15
2.4.2.1 Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) .........15
2.4.2.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD) .........................16
2.4.2.3 Analisis Transmission Electron Microscopy
(TEM) .....................................................................17
2.4.2.4 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ....18
2.4.3 Uji Fisik ..............................................................................19
2.4.3.1 Uji Water Holding Capacity (WHC)......................19
2.4.3.2 Uji Zat Larut dalam Air ..........................................19
2.4.3.3 Uji Susut Pengeringan ............................................20
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ......................................................21
3.1 LOKASI PENELITIAN .............................................................21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN ...................................................21
3.2.1 Bahan Penelitian ...............................................................21
3.2.2 Peralatan Penelitian ..........................................................22
3.3 PROSEDUR PENELITIAN ......................................................22
3.3.1 Delignifikasi Batang Pisang .............................................22
3.3.2 Persiapan Nanoselulosa dari Serat Batang Pisang............24
3.3.3 Prosedur Pengujian Water Holding Capacity (WHC)......26
3.3.4 Prosedur Pengujian Zat Larut dalam Air ..........................27
3.3.5 Prosedur Pengujian Susut Pengeringan ............................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................30
4.1 ANALISIS SCANNING ELECTRON MICROSCOPY
(SEM) BAHAN DARI SERAT BATANG PISANG ...............30
4.2 ANALISIS TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPY
(TEM) NANOKRISTAL SELULOSA (NCC) .........................33

xi
Universitas Sumatera Utara
4.3 ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR)
BAHAN DARI SERAT BATANG PISANG ...........................34
4.4 ANALISIS YIELD ALFA SELULOSA DAN
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) DARI SERAT
BATANG PISANG ...................................................................38
4.5 ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD) BAHAN DARI
SERAT BATANG PISANG .....................................................41
4.6 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 43
4.7 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 44
4.8 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47
5.1 KESIMPULAN 47
5.2 SARAN 48
DAFTAR PUSTAKA 49

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Ultrasonikasi 15
Gambar 2.2 Cara kerja Fourier Transform Infrared 16
Gambar 2.3 Diagram Skematis dari sistem Difraktometer 17
Gambar 2.4 Contoh gambar analisa TEM dari NCC berbahan dasar
kapas 18
Gambar 2.5 Contoh gambar SEM dari NCC berbahan dasar sekam
padi 18
Gambar 3.1 Flowchart Delignifikasi Serat Batang Pisang 24
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Persiapan Nanoselulosa dari Serat
Batang Pisang 26
Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Kadar WHC 27
Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Zat Larut dalam Air 28
Gambar 3.5 Flowchart Pengujian Susut Pengeringan 29
Gambar 4.1 Analisa Morfologi Permukaan (a) Serat Batang Pisang (b)
Alfa Selulosa (c) Nanokristalin Selulosa 31
Gambar 4.2 Analisa Karakterisasi Transmission Electron Microscopy
(TEM) dari Nanokristalin Selulosa (NCC) Serat Batang
Pisang 33
Gambar 4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dari
Serat Batang Pisang, Alfa Selulosa dan Nanokristalin
Selulosa 35
Gambar 4.4 Mekanisme Isolasi Nanokristalin Selulosa dengan Metode
Hidrolisis Asam 40
Gambar 4.5 Hasil Analisis XRD Bahan dari Serat Batang Pisang 41
Gambar 4.6 Hasil Analisis WHC Nanokristalin Selulosa (NCC) dari
Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana) 43
Gambar C.1 Bahan Baku Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana) 67

xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar C.2 Proses Delignifikasi Menggunakan NaOH 67
Gambar C.3 Proses Pemutihan menggunakan H2O2 68
Gambar C.4 Penyaringan dan Pencucian Alfa Selulosa 68
Gambar C.5 Alfa Selulosa Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 68
Gambar C.6 Proses Hidrolisis Asam dengan Menggunakan H2SO4 69
Gambar C.7 Penghentian Reaksi Hidrolisis dengan Aquadest 69
Gambar C.8 Proses Sentrifugasi dengan Kecepatan 11.000 rpm selama
15 menit 69
Gambar C.9 Proses Ultrasonikasi selama 30 menit 70
Gambar C.10 Proses Dialisis dengan Menggunakan Membran Dialisis 70
Gambar C.11 Analisis Water Holding Capacity (WHC) 72
Gambar C.12 Analisis Zat Larut dalam Air 73
Gambar C.13 Analisis Susut Pengeringan 73
Gambar D.1 Hasil Analisis SEM dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 74
Gambar D.2 Hasil Analisis SEM Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 74
Gambar D.3 Hasil Analisis SEM Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa
Selulosa 75
Gambar D.4 Hasil Analisis TEM Nanokristalin Selulosa (NCC) 75
Gambar D.5 Hasil Analisis FTIR dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 76
Gambar D.6 Hasil Analisis FTIR Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 76
Gambar D.7 Hasil Analisis FTIR Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa
Selulosa 77
Gambar D.8 Hasil Analisis XRD dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 78
Gambar D.9 Hasil Analisis XRD Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 78

xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar D.10 Hasil Analisis XRD Nanokristalin Selulosa (NCC) dari
Suhu Hidrolisis 45°C dan Konsentrasi Asam Sulfat 55% 78
Gambar D.11 Hasil Analisis XRD Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Suhu
Hidrolisis 55°C dan Konsentrasi Asam Sulfat 55% .................. 79

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Sifat Fisik dari Serat Batang Pisang 6
Tabel 2.2 Komposisi Kimia dari Serat Batang Pisang 6
Tabel 2.3 Sifat Mekanis dari Serat Batang Pisang 7
Tabel 3.1 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Asam Sulfat 21
Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Hidrogen Peroksida 21
Tabel 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida 22
Tabel 4.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi dari Serat Batang Pisang,
Alfa Selulosa dan Nanokristalin Selulosa 35
Tabel 4.2 Yield Alfa Seulosa dari Serat Batang Pisang 38
Tabel 4.3 Yield Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa Selulosa 38
Tabel 4.4 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD 42
Tabel 4.5 Hasil Analisis Zat Larut dalam Air pada Nanokristalin
Selulosa (NCC) 44
Tabel 4.6 Hasil Analisis Susut Pengeringan pada Nanokristalin
Selulosa (NCC) 46
Tabel A.1 Data Hasil Analisis Yield Alfa Selulosa 60
Tabel A.2 Data Hasil Analisis Yield Nanokristalin Selulosa (NCC) 60
Tabel A.3 Data Hasil Analisis XRD 61
Tabel A.4 Data Hasil Water Holding Capacity (WHC) 61
Tabel A.5 Data Hasil Analisis Zat Larut dalam Air 61
Tabel A.6 Data Hasil Analisis Susut Pengeringan 62
Tabel D.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi Bahan dari Serat Batang
Pisang 77
Tabel D.2 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD 79

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 60
A.1 DATA HASIL ANALISIS YIELD 60
A.2 DATA HASIL ANALISIS X-RAY DIFFRACTION
(XRD) 61
A.3 DATA HASIL ANALISIS WATER HOLDING
CAPACITY (WHC) 61
A.4 DATA HASIL ANALISIS ZAT LARUT DALAM
AIR 61
A.5 DATA HASIL ANALISIS SUSUT
PENGERINGAN 62
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 63
B.1 PERHITUNGAN PROSES DELIGNIFIKASI 63
B.2 PERHITUNGAN PROSES HIDROLISIS 63
B.3 PERHITUNGAN YIELD NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) 64
B.4 PERHITUNGAN INDEKS KRISTALINITAS
(CrI) NANOKRISTALIN SELULOSA 64
B.5 PERHITUNGAN WATER HOLDING CAPACITY
(WHC) NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 65
B.6 PERHITUNGAN ZAT LARUT DALAM AIR
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 65
B.7 PERHITUNGAN SUSUT PENGERINGAN
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 66
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 67
C.1 BAHAN BAKU 67
C.2 PROSES DELIGNIFIKASI 67
C.3 PROSES PEMUTIHAN (BLEACHING) 68
C.4 PROSES FILTRASI DAN PENCUCIAN 68

xvii
Universitas Sumatera Utara
C.5 ALFA SELULOSA 68
C.6 PROSES HIDROLISIS ASAM 69
C.7 PENGHENTIAN REAKSI 69
C.8 PROSES SENTRIFUGASI 69
C.9 PROSES ULTRASONIKASI 70
C.10 PROSES DIALISIS 70
C.11 PRODUK NANOKRISTALIN SELULOSA
PADA BERBAGAI VARIASI 70
C.12 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY
(WHC) 72
C.13 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR 73
C.14 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN 73
LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM ANALISIS
DAN INSTRUMEN 74
D.1 HASIL SEM BAHAN DARI SERAT BATANG
PISANG 74
D.2 HASIL TEM NANOKRISTALIN SELULOSA
(NCC) 75
D.3 HASIL FTIR SERAT BATANG PISANG 76
D.4 HASIL FTIR ALFA SELULOSA 76
D.5 HASIL FTIR NANOKRISTALIN SELULOSA
(NCC) 77
D.6 HASIL XRD SERAT BATANG PISANG 78
D.7 HASIL XRD ALFA SELULOSA 78
D.8 HASIL XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI
SUHU HIDROLISIS 45°C DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT 55% 78
D.9 HASIL XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI
SUHU HIDROLISIS 55°C DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT 55% 79

xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

NCC Nanokristal Selulosa


WHC Water Holding Capacity
FTIR Fourier Transform Infra-Red
XRD X-Ray Diffraction
TEM Transmission Electron Microscopy
SEM Scanning Electron Microscopy
H2SO4 Asam Sulfat
NaOH Natrium Hidroksida
H2O2 Hidrogen Peroksida
CrI Crystallinity Index / Indeks Kristalinitas

xix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


w/w Konsentrasi g solut/g larutan
v/v Konsentrasi V solute/V larutan
T Suhu hidrolisis °C
ρ Densitas g/ml
I200 Intensitas maksimum cps
pada puncak difraksi
2θ = 22,6°
Iam Intensitas maksimum cps
pada puncak difraksi
2θ = 18°

xx
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN A
DATA PENELITIAN

A.1 DATA HASIL ANALISIS YIELD


Tabel A.1 Data Hasil Analisis Yield Alfa Selulosa

Run Yield (%)


1 54
2 48,67
3 42
4 45,33
5 46,67
6 47,33
7 46,67
8 52,67
9 54,67
10 48,067
Rata-Rata 48,067

Tabel A.2 Data hasil analisis yield nanokristalin selulosa (NCC)

Konsentrasi Asam Sulfat Suhu Hidrolisis


Yield (%)
(%) (°C)
45 0
50 0
40
55 0
60 0
45 0
50 2,5
45
55 3,75
60 5
45 1,5
50 5,25
50
55 7
60 25,75
45 3
50 8,75
55
55 25
60 26,75

60
Universitas Sumatera Utara
A.2 DATA HASIL ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD)
Tabel A.3 Data Hasil Analisis XRD
Sampel Indeks Kristalinitas (CrI, %)
Serat Batang Pisang Kepok 34,77
Alfa Selulosa 74,36
NCC (Thidrolisis = 45°C, cH2SO4 = 55%) 75,56
NCC (Thidrolisis = 55°C, cH2SO4 = 55%) 82,04

A.3 DATA HASIL ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)


Tabel A.4 Data Hasil Analisis Water Holding Capacity (WHC)

Konsentrasi Asam Sulfat Suhu Hidrolisis Water Holding Capacity


(%) (°C) (g air/g nanoselulosa)
45 0
50 0
40
55 0
60 0
45 0
50 6,35
45
55 3,67
60 3,6
45 4,357
50 5,167
50
55 3,762
60 3,107
45 7,67
50 4,857
55
55 2,701
60 3,27

A.4 DATA HASIL ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR


Tabel A.5 Data Hasil Analisis Zat Larut dalam Air
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Zat Larut dalam Air
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 0
55 16,67
45 20
50 50 33,33
55 8,79
45 0
55 50 4,76
55 7,87

61
Universitas Sumatera Utara
45 13,33
60 50 2,63
55 5,71

A.5 DATA HASIL ANALISIS SUSUT PENGERINGAN


Tabel A.6 Data Hasil Analisis Susut Pengeringan
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Susut Pengeringan
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 3,57
55 0
45 0
50 50 0
55 0
45 0
55 50 0
55 14,81
45 18,18
60 50 9,23
55 10,13

62
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN PROSES DELIGNIFIKASI


Proses delignifikasi dilakukan dengan cara merendamkan 15 gram sampel serat
batang pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana) dalam 10% (w/v) NaOH
pada suhu 80°C dengan pengadukan konstan selama 5 menit dengan rasio 1:20
(g/mL), sehingga untuk 15 gram sampel, dibutuhkan 300 mL larutan NaOH 10%
(w/v), maka jumlah NaOH yang diperlukan adalah:
10
Massa NaOH = 100 × 300

Massa NaOH = 30 gram.


Maka 30 gram NaOH ditambahkan dalam aquadest hingga larutan berjumlah
300 mL.

B.2 PERHITUNGAN PROSES HIDROLISIS


Perhitungan proses hidrolisis pada lampiran ini diambil dari variasi hidrolisis
asam 50% (w/w). Dalam hal ini, 4 gram dari sampel alfa selulosa diperlakukan
dengan 50 ml asam sulfat 50% (w/w) pada suhu variasi dengan pengadukan
konstan. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 250 ml aquadest dingin (~5°C).
Karena densitas yang berbeda, maka dibuat terlebih dahulu 70 gram larutan
asam sulfat 50% (w/w) diperlukan 25 g aquadest dan 25 g asam sulfat. Densitas
air pada suhu ruangan (25°C) yaitu: 0,997 g/ml (Geankoplis, 1993) dan densitas
asam sulfat 95 - 98% yang digunakan pada suhu ruangan (25°C) memiliki
densitas 1,840 g/ml (CCI, 2016), maka:
Massa aquadest
Volume aquadest=
densitas aquadest
35 g
Volume aquadest = g
0,997
ml

Volume aquadest = 35,105 ml


Massa asam sulfat
Volume asam sulfat = densitas asam sulfat
35 g
Volume asam sulfat = g
1,84
ml

Volume asam sulfat = 19,022 ml

63
Universitas Sumatera Utara
Volume campuran = 35,105 + 19,022 = 54,127 ml
Larutan asam sulfat 50% (w/w) tersebut kemudian dikurangi hingga
volumenya menjadi 50 ml. Perhitungan ini juga dilakukan untuk konsentrasi asam
40, 45 dan 55 %.

B.3 PERHITUNGAN YIELD NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)


Perhitungan yield nanokristalin selulosa pada lampiran ini diambil pada variasi
suhu hidrolisis 60°C dan konsentrasi asam sulfat 50%. Dalam hal ini, yield
nanokristalin selulosa yang didapat adalah sebanyak 1,03 g dari 4 g alfa selulosa,
maka:
1,03
Yield (%) = ( ) ×100%
4

Yield (%) = 0,2575 ×100%


Yield (%) = 25,75%
Sehingga didapatkan yield 25,75% untuk kondisi suhu hidrolisis 60°C dan
konsentrasi asam sulfat 50%. Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh variasi
bebas yang dilakukan.

B.4 PERHITUNGAN INDEKS KRISTALINITAS (CrI)


NANOKRISTALIN SELULOSA
Perhitungan indeks kristalinitas dari nanokristalin selulosa dilakukan dengan
menggunakan rumus empiris yang telah diturunkan oleh Segal, dkk., 1958, yaitu:
I200 -Iam
CrI = × 100
I200
Dimana I200 merupakan intensitas maksimum puncak difraksi pada 2θ = 22,6°
(daerah kristal) dan Iam merupakan puncak difraksi pada 2θ = 18° (daerah amorf).
Pada lampiran ini, digunakan data X-Ray Diffraction (XRD) dari nanokristalin
selulosa pada variasi suhu hidrolisis 55°C dan konsentrasi asam sulfat 55%. Nilai
I200 dan Iam pada variasi tersebut masing-masing, yaitu: 1414 dan 254, sehingga
nilai CrI, yaitu:
I200 -Iam
CrI (%) = ×100%
I200
1414-254
CrI (%) = ×100%
1414

64
Universitas Sumatera Utara
CrI (%) = 82,04%
Sehingga didapat nilai indeks kristalinitas pada variasi tersebut, yaitu 82,04%.
Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh sampel yang diuji.

B.5 PERHITUNGAN WATER HOLDING CAPACITY (WHC)


NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Perhitungan Water Holding Capacity (WHC) dari nanokristalin selulosa (NCC)
dilakukan dengan cara:
g air (berat tabung sentrifugasi+presipitat)-(berat tabung sentrifugasi kosong)
WHC ( )=
g berat sampel
Pada lampiran ini, digunakan data water holding capacity (WHC) dari variasi
suhu hidrolisis 60°C dan konsentrasi asam sulfat 50%. Pada variasi tersebut,
nanokristalin selulosa yang didapat sebanyak 1,03 g, dengan berat tabung
sentrifugasi + presipitat setelah sentrifugasi sebesar 16,22 g dan berat tabung
kosong sebesar 13,02 g, sehingga nilai water holding capacity (WHC) dari variasi
tersebut, yaitu:
g air (berat tabung sentrifugasi+presipitat)-(berat tabung sentrifugasi kosong)
WHC ( )=
g berat sampel
g air 16,22-13,02
WHC ( )=
g 1,03
g air
WHC ( ) = 3,107 g air/g nanokristalin selulosa
g
Sehingga nilai water holding capacity (WHC) untuk variasi tersebut yaitu
3,107 g air/g nanokristalin selulosa. Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh
variasi sampel yang didapat.

B.6 PERHITUNGAN ZAT LARUT DALAM AIR NANOKRISTALIN


SELULOSA (NCC)
Perhitungan zat larut dalam air dari nanokristalin selulosa (NCC) dilakukan
dengan cara mencari persentase berat nanokristalin selulosa yang hilang dari
kertas saring setelah nanokristalin selulosa dicuci dalam air dengan pengadukan
selama 10 menit kemudian disaring. Pada lampiran ini, digunakan data pada
variasi suhu hidrolisis 55°C dan konsentrasi asam 55%, yaitu:

65
Universitas Sumatera Utara
berat awal-berat setelah pencucian
Zat Larut dalam air (%) = ( ) ×100%
berat awal

0,89-0,82
Zat Larut dalam air (%) = ( ) ×100%
0,89
Zat Larut dalam air (%) = 7,87 %
Sehingga didapat zat larut dalam air untuk variasi tersebut sebesar 7,87 %.
Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh variasi yang dilakukan.

B.7 PERHITUNGAN SUSUT PENGERINGAN NANOKRISTALIN


SELULOSA (NCC)
Perhitungan zat larut dalam air dari nanokristalin selulosa (NCC) dilakukan
dengan cara mencari persentase berat nanokristalin selulosa yang hilang dari
kertas saring setelah dikeringkan dalam oven hingga berat konstan. Pada lampiran
ini, digunakan data pada variasi suhu hidrolisis 60°C dan konsentrasi asam 50%,
yaitu:
berat awal-berat setelah pengeringan
Susut Pengeringan (%) = ( ) ×100%
berat awal

0,65-0,59
Susut Pengeringan (%) = ( ) ×100%
0,65
Susut Pengeringan (%) = 9,23 %
Maka didapat nilai susut pengeringan dari variasi tersebut, yaitu sebesar
9,23 %. Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh variasi yang dilakukan.

66
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 BAHAN BAKU

Gambar C.1 Bahan Baku Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana)

C.2 PROSES DELIGNIFIKASI

Gambar C.2 Proses Delignifikasi Menggunakan NaOH

67
Universitas Sumatera Utara
C.3 PROSES PEMUTIHAN (BLEACHING)

Gambar C.3 Proses Pemutihan Menggunakan H2O2

C.4 PROSES FILTRASI DAN PENCUCIAN

Gambar C.4 Penyaringan dan Pencucian Alfa Selulosa

C.5 ALFA SELULOSA

Gambar C.5 Alfa Selulosa Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana)

68
Universitas Sumatera Utara
C.6 PROSES HIDROLISIS ASAM

Gambar C.6 Proses Hidrolisis Asam dengan Menggunakan H2SO4

C.7 PENGHENTIAN REAKSI

Gambar C.7 Penghentian Reaksi Hidrolisis dengan Aquadest

C.8 PROSES SENTRIFUGASI

Gambar C.8 Proses Sentrifugasi dengan Kecepatan 11.000 rpm selama 15 menit

69
Universitas Sumatera Utara
C.9 PROSES ULTRASONIKASI

Gambar C.9 Proses Ultrasonikasi selama 30 menit

C.10 PROSES DIALISIS

Gambar C.10 Proses Dialisis dengan Menggunakan Membran Dialisis

C.11 PRODUK NANOKRISTALIN SELULOSA PADA BERBAGAI


VARIASI
Konsentrasi Asam Sulfat Suhu Hidrolisis
pH
(%) (°C)
45 -
50 -
40
55 -
60 -

45 45 -

70
Universitas Sumatera Utara
50

55

60

45

50 50

55

71
Universitas Sumatera Utara
60

45

50

55

55

60

C.12 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)

Gambar C.11 Analisis Water Holding Capacity (WHC)

72
Universitas Sumatera Utara
C.13 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR

Gambar C.12 Analisis Zat Larut dalam Air

C.14 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN

Gambar C.13 Analisis Susut Pengeringan

73
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN D
HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM ANALISIS DAN
INSTRUMEN

D.1 HASIL SEM BAHAN DARI BAHAN SERAT BATANG PISANG

Gambar D.1 Hasil Analisis SEM dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)

Gambar D.2 Hasil Analisis SEM Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)

74
Universitas Sumatera Utara
Gambar D.3 Hasil Analisis SEM Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa Selulosa

D.2 HASIL TEM NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)

Gambar D.4 Hasil Analisis TEM Nanokristalin Selulosa (NCC)

75
Universitas Sumatera Utara
D.3 HASIL FTIR SERAT BATANG PISANG

Gambar D.5 Hasil Analisis FTIR dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)

D.4 HASIL FTIR ALFA SELULOSA

Gambar D.6 Hasil Analisis FTIR Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)

76
Universitas Sumatera Utara
D.5 HASIL FTIR NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)

Gambar D.7 Hasil Analisis FTIR Nanokristalin Selulosa dari Alfa Selulosa

Tabel D.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi Bahan dari Serat Batang Pisang
Frekuensi Alfa Selulosa Nanokristalin
Serat Batang
Bilangan Serat Batang selulosa Serat
Jenis Ikatan Pisang
Gelombang Pisang Batang Pisang
(cm-1)
(cm-1) (cm-1) (cm-1)
Stretching
3400 - 3200 3318 3282 3323
Gugus O-H
Streching
2900 - 2880 2889 2885 2896
Gugus C-H
Gugus C≡C 2140 - 2100 2104 - -
Asam
1725 - 1700 1723 - -
Karboksilat
Vibrasi Gugus
1680 - 1620 1615 1625 1640
O-H
Bending
1350 - 1260 - 1322,07 -
Gugus OH
Wagging CH2 1317 - - 1317
Stretching
~1232 1238 - -
Gugus C-O-C
Stretching
1028 - 985 1025 1019 1011
Gugus C-O

77
Universitas Sumatera Utara
D.6 HASIL XRD SERAT BATANG PISANG

Gambar D.8 Hasil Analisis XRD dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)

D.7 HASIL XRD ALFA SELULOSA

Gambar D.9 Hasil Analisis XRD Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)

D.8 HASIL ANALISIS XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI SUHU


HIDROLISIS 45°C DAN KONSENTRASI ASAM SULFAT 55%

Gambar D.10 Hasil Analisis XRD Nanokristal Selulosa dari Suhu Hidrolisis 45°C
dan Konsentrasi Asam Sulfat 55%

78
Universitas Sumatera Utara
D.9 HASIL ANALISIS XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI SUHU
HIDROLISIS 55°C DAN KONSENTRASI ASAM SULFAT 55%

Gambar D.11 Hasil Analisis XRD Nanokristal Selulosa dari Suhu Hidrolisis 55°C
dan Konsentrasi Asam Sulfat 55%

Tabel D.2 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD

Sampel Indeks Kristalinitas (CrI, %)


Serat Batang Pisang Kepok 34,77
Alfa Selulosa 74,36
NCC (Thidrolisis = 45°C, cH2SO4 = 55%) 75,56
NCC (Thidrolisis = 55°C, cH2SO4 = 55%) 82,04

79
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai