2020
Ellsworth
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/28005
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
OPTIMASI SUHU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT DALAM PEMBUATAN
NANOSELULOSA BERBAHAN DASAR SERAT
BATANG PISANG KEPOK (Musa acuminata x balbisiana)
SKRIPSI
Oleh
ELLSWORTH
150405090
SKRIPSI
Oleh
ELLSWORTH
150405090
Nama : Ellsworth
NIM : 150405090
Pembimbing
Dosen Penguji I
Dosen Penguji II
iii
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Optimasi Suhu Hidrolisis dan Konsentrasi Asam Sulfat dalam
Pembuatan Nanoselulosa Berbahan Dasar Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
iv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta,
Bapak Christian Sik dan Ibu Ju Pek Sim
Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan
motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas segala pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada hentinya
telah diberikan selama ini.
vi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Ellsworth
NIM : 150405090
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/24 Mei 1998
Nama Orang Tua : Christian Sik dan Ju Pek Sim
E-mail : ellsworth790@gmail.com
Alamat Orang Tua : Jalan Madong Lubis no. 26B,
Medan, Sumatera Utara
Asal Sekolah:
• TK Budi Murni-3, Tahun 2002-2003
• SD Budi Murni-3, Tahun 2003-2009
• SMP Methodist-2 Medan, Tahun 2009-2012
• SMA Methodist-2 Medan, Tahun 2012-2015
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota HIMATEK FT-USU.
2. Kerja Praktek di PT. Toba Pulp Lestari Tbk., Porsea, Sumatera Utara
(November 2018 s/d Desember 2018).
Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal pertemuan ilmiah:
1. TALENTA-International Conference on Science and Technology
(TALENTA-ICST 2019)
2. Jurnal Teknik Kimia USU (2020)
vii
Universitas Sumatera Utara
OPTIMASI SUHU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI ASAM
SULFAT DALAM PEMBUATAN NANOSELULOSA
BERBAHAN DASAR SERAT BATANG PISANG KEPOK (Musa
acuminata x balbisiana)
ABSTRAK
Kata kunci: Nanokristal selulosa, serat batang pisang, hidrolisis asam, optimasi,
kristalinitas
viii
Universitas Sumatera Utara
OPTIMIZATION OF HYDROLYSIS TEMPERATURE AND
SULFURIC ACID CONCENTRATION ON NANOCELLULOSE
ISOLATION FROM KEPOK BANANA PSEUDOSTEM FIBER
(Musa acuminata x balbisiana)
ABSTRACT
ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara
tersebut yaitu sebagai pakan ternak alternatif (Sutowo, dkk., 2016), kulit pisang
sebagai pupuk cair (Nasrun, dkk., 2016), bonggol tanaman pisang sebagai bahan
pembuatan kerupuk (Badan Litbang Pertanian, 2013). Pemanfaatan serat batang
pisang sebagai bahan baku pembuatan NCC adalah karena serat tersebut
mengandung selulosa 60 - 65%, hemiselulosa 6 - 19%, dan lignin 5 - 10%
(Bhatnagar, dkk., 2015).
Secara umum, metode-metode yang digunakan untuk pembuatan NCC terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu mekanis (Nagendra, dkk., 2014, Sofia, dkk., 2016, Souza,
dkk., 2017, Wang dan Sain, 2012) dan kimia (Nascimento, dkk., 2016, Marino,
dkk., 2015, Rahman, dkk., 2017, Tibolla, dkk., 2018). Pembuatan NCC secara
mekanis meliputi homogenisasi yang melibatkan serat dipaksakan melewati suatu
bukaan yang sangat kecil dengan menggunakan piston pada tekanan tinggi,
penggilingan yang melibatkan serat dilumatkan diantara 2 roda penggiling yang
berputar pada kecepatan tinggi, cryocrushing dimana serat selulosa yang beku
dihancurkan, dan sonikasi dimana NCC dihasilkan melalui aplikasi gaya
hidrodinamis yang dihasilkan oleh alat ultrasound pada serat bahan baku. Metode
pembuatan NCC secara kimia yang utama dilakukan yaitu hidrolisis asam, dimana
serat dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan komponen-komponen yang
bukan merupakan selulosa, kemudian diikuti dengan hidrolisis asam untuk
memisahkan bagian amorf dan melepaskan NCC (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode hidrolisis asam,
dimana selulosa pertama diisolasi dari serat batang pisang melalui proses pelepasan
lignin yang disebut delignifikasi, yang dilakukan dengan perlakuan dengan alkali,
yaitu NaOH. Selanjutnya diikuti dengan konversi selulosa menjadi nanoselulosa
melalui hidrolisis asam dengan menggunakan H2SO4. Metode ini mudah dan cepat
untuk menghasilkan nanoselulosa yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik. Telah
dilaporkan bahwa indeks kristalinitas dari nanoselulosa yang dihasilkan dengan
hidrolisis asam lebih tinggi dibandingkan metode lain seperti metode ultrasonic dan
hidrolisis enzimatis serta memilki ukuran yang lebih kecil (Wulandari, dkk., 2016).
Pada metode ini, suhu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan dapat
memberikan pengaruh yang signifikan kepada NCC yang dihasilkan. Pada
penelitian penyiapan nanoselulosa dari pulp peracetic flax, sampel nanoselulosa
2
Universitas Sumatera Utara
yang didapat dari hidrolisis 50% H2SO4 memiliki indeks kristalinitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan sampel yang dihidrolisis dengan konsentrasi H2SO4
43%, sementara sampel yang dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 64%
mengalami kehancuran total dari selulosa (Barbash, dkk., 2017). Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi asam yang lebih rendah dapat menghasilkan
nanoselulosa dengan indeks kristalinitas yang lebih tinggi. Pada penelitian dengan
menggunakan bahan baku serat kapas, suhu hidrolisis yang rendah membutuhkan
waktu reaksi yang lebih lama untuk menghasilkan NCC yang dapat membentuk
suspensi yang homogen, namun reaksi dari suhu hidrolisis yang tinggi sulit
dikendalikan, dimana dalam waktu 15 menit pada suhu hidrolisis 65°C, telah terjadi
perubahan warna yang mengindikasikan terjadinya reaksi samping seperti
dehidrasi. Waktu dan suhu reaksi yang paling optimal untuk suspensi NCC koloidal
yang stabil yaitu 45°C selama 1 jam (Li, dkk., 2001). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa suhu hidrolisis mempengaruhi sifat dari NCC yang dihasilkan.
Untuk mengetahui karakteristik dari NCC yang dihasilkan, beberapa analisa
yang akan dilakukan antara lain pengujian fisik yang meliputi pengujian Water
Holding Capacity (WHC) untuk mengetahui kadar air maksimum yang dapat diikat
oleh NCC, pengujian zat larut dalam air untuk mengetahui kemurnian dari NCC
yang didapat, serta pengujian susut pengeringan untuk mengetahui kadar uap air
yang terikat pada NCC. Karakterisasi lain yang akan dilakukan yaitu Fourier
Transform Infra Red (FTIR) untuk menganalisa ikatan atom-atom yang membentuk
NCC, X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui kristalinitas dari NCC,
Transmission Electron Microscopy (TEM) untuk mengetahui ukuran dari partikel
NCC, Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi dari
permukaan NCC. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan kajian terhadap
pengaruh suhu hidrolisis dan konsentrasi H2SO4 optimum untuk menghasilkan
NCC dengan sifat terbaik.
3
Universitas Sumatera Utara
menggunakan suatu asam kuat seperti asam sulfat. Namun, konsentrasi asam dan
suhu hidrolisis mempengaruhi kualitas nanoselulosa yang dihasilkan. Menurut
studi literatur yang telah dilakukan, konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan
menyebabkan kehancuran total selulosa sedangkan konsentrasi asam yang terlalu
rendah tidak dapat memulai reaksi hidrolisis, sementara suhu yang terlalu tinggi
sulit dikendalikan dan suhu yang terlalu rendah membutuhkan waktu yang lebih
lama. Untuk mengetahui kondisi operasi yang tepat, perlu dilakukan kajian
terhadap konsentrasi asam dan suhu operasi yang optimal untuk menghasilkan
nanoselulosa dengan tingkat kristalinitas yang tertinggi.
4
Universitas Sumatera Utara
alfa selulosa dan asam sulfat (H2SO4) sebagai bahan utama hidrolisis selulosa serat
batang pisang menjadi nanoselulosa.
Variabel yang digunakan adalah :
• Variabel terikat : Perlakuan delignifikasi serat batang pisang pada suhu 80°C
selama 5 menit dengan menggunakan 300 ml 30 % (w/w) NaOH, bleaching
dengan menggunakan 60 ml 30% (v/v) H2O2 selama 30 menit, waktu
hidrolisis dengan H2SO4 selama 1 jam [23].
• Variabel bebas : suhu hidrolisis serat batang pisang yaitu sebesar 45, 50, 55,
dan 60°C dan variasi konsentrasi asam sulfat pada hidrolisis serat batang
pisang yaitu sebesar 40, 45, 50 dan 55%.
Uji – uji yang akan dilakukan pada serbuk nanoselulosa batang pisang tersebut
adalah:
1. Analisis yield
2. Analisis karakteristik, yang meliputi :
• Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
• X-Ray Diffraction (XRD)
• Transmission Electron Microscopy (TEM)
• Scanning Electron Microscope (SEM)
3. Uji fisik, yang meliputi:
• Water Holding Capacity (WHC)
• Zat larut dalam air
• Susut pengeringan
5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.2 Komposisi Kimia dari Serat Batang Pisang (Bhatnagar, dkk., 2015)
Selulosa (%) 60 – 65
Hemiselulosa (%) 6 – 19
Lignin (%) 5 – 10
Pektin (%) 3–5
Abu (%) 1–3
Ekstraktif (%) 3–6
6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Sifat Mekanis dari Serat Batang Pisang (Bhatnagar, dkk., 2015)
Kekuatan Tensil (MPa) 529 – 914
Kekusatan Tensil Spesifik (MPa) 392 – 677
Modulus Young (GPa) 27 – 32
Modulus Young Spesifik (GPa) 20 – 24
Density (Kg/m3) 950 – 750
7
Universitas Sumatera Utara
NCC juga dapat difungsikan untuk mengurangi sifat hidrofilik dan dapat dijadikan
sebagai suatu matriks polimer yang bersifat hidrofobik (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Diantara pengisi berukuran nanometer lainnya, bahan selulosa telah menarik
banyak perhatian. Selulosa merupakan polimer yang berlimpah di alam dan terdapat
pada berbagai tumbuhan dan organisme yang hidup. Selulosa bersifat ramah
lingkungan, murah dan dapat terdegradasi secara biologis. Cellulose nanofiber
berbahan dasar tumbuhan telah menarik banyak perhatian karena menunjukkan
kekuatan tensil, kekakuan dan fleksibilitas yang tinggi serta sifat mekanis, elektrik
dan termal yang baik dibandingkan dengan serat komersil lainnya. Penggunaan
cellulose nanofiber sebagai penguat pada matriks meningkatkan sifat
termomekanikal, mengurangi sensitivitas polimer terhadap air dan
mempertahankan biodegradabilitas. Pencampuran cellulose nanofiber dengan
polisakarida (seperti ragi) meningkatkan sifat mekanis (Averous dan Pollet, 2012).
Tibolla, dkk., 2018, menghasilkan nanoselulosa dari bahan kulit pisang dengan
kristalinitas 63,1 – 66,4% melalui metode hidrolisis asam dengan konsentrasi
H2SO4 0,1, 1, dan 10%. Mereka juga melaporkan bahwa perlakuan alkalin serta
pemutihan (bleaching) memisahkan senyawa senyawa amorf dalam jumlah besar
pada kulit pisang dan mengisolasi selulosa sebagai senyawa utama. Zain, dkk., 2014,
menghasilkan nanoselulosa dengan menggunakan bahan baku kulit pomelo yang
telah didelignifikasi dengan menggunakan 4% NaOH dan diputihkan (bleaching)
dengan kristalinitas 60,27% melalui metode hidrolisis asam dengan konsentrasi
H2SO4 65%. Nascimento, dkk., 2016, menghasilkan nanoselulosa dari bahan sekam
padi dengan kristalinitas hingga 70% melalui metode hidrolisis asam dengan
konsentrasi asam sulfat 63,7%. Mereka juga melaporkan bahwa perlakuan NaOH
yang diikuti dengan pemutihan asam perasetat mengurangi kadar lignin pada sekam
padi secara efektif. Zheng, dkk., 2019, menghasilkan nanokristalin selulosa dengan
kristalinitas 40,1% dari kulit kacang kenari (walnut) dengan metode hidrolisis asam
sulfat dengan konsentrasi 64%.
8
Universitas Sumatera Utara
2.3 PROSES-PROSES PENYEDIAAN NANOSELULOSA
Proses-proses yang terlibat dalam penyediaan nanoselulosa, yaitu:
2.3.1 Delignifikasi
Delignifikasi adalah suatu proses mengubah struktur kimia biomasa
berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif dengan
komponen kimia lain dan diusahakan komponen lain tetap utuh sehingga substrat
selulosa dan hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh agen
hidrolisis (Agustini dan Efiyanti, 2015). Delignifikasi juga meningkatkan
kristalinitas dari selulosa (Sanchez, dkk., 2011).
Delignifikasi dapat dilakukan secara fisis, biologis, dan kimia. Delignifikasi fisis
dilakukan dengan cara memanaskan sampel dalam autoclave (Agustini dan Efiyanti,
2015). Kondisi optimal untuk delignifikasi fisis yaitu dengan memanipulasi faktor
fisika adalah pada temperatur 160 - 260°C pada tekanan 0,69 - 4,83 MPa, yang
setara dengan 6,8 - 47,7 atm (Sun dan Cheng, 2002) dan 270°C selama 1 menit atau
190°C selama 10 menit (Hou, 2005). Delignifikasi biologis dilakukan dengan
memperlakukan biomassa yang telah diperlakukan dalam autoklaf dengan
mikroorganisme (Agustini dan Efiyanti, 2015). Kondisi optimal untuk delignifikasi
secara biologis yaitu dengan menggunakan fungi Pleurotus ostreatus dengan waktu
inkubasi 5 minggu (Madadi dan Abbas, 2017) dan fungi Ceriperiopsis
subvermispora dan Cyathus stercoreus dengan waktu inkubasi 6 minggu. Proses
biodegradasi dengan fungi-fungi ini telah meningkatkan proses biodegradasi sekitar
29 - 77 % (Akin, dkk., 1995). Delignifikasi kimiawi dilakukan dengan cara
mensterilkan biomassa dalam autoclave dengan penambahan senyawa kimia
(Agustini dan Efiyanti, 2015).
Senyawa NaOH dan KOH merupakan dua senyawa alkali kuat yang sering
digunakan untuk delignifikasi serat alami, dimana NaOH merupakan alternatif yang
memiliki efektivitas delignifikasi lebih rendah namun lebih ekonomis dibandingkan
dengan KOH (Ilyas, dkk., 2017, Paixao, dkk., 2013). Meskipun sama-sama dapat
menurunkan kadar lignin, perlakuan delignifikasi fisis dan biologis belum seefektif
perlakuan kimia (Agustini dan Efiyanti, 2015).
9
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 PERLAKUAN PERSIAPAN NANOSELULOSA DARI SELULOSA
2.3.2.1 Hidrolisis Asam
Perlakuan dari bahan-bahan selulosa, ragi atau hemiselulosa dengan
menggunakan larutan asam untuk memecah polisakarida menjadi gula sederhana
disebut sebagai hidrolisis asam. Hidrolisis dapat dilakukan pada kondisi asam dan
basa namun hidrolisis yang jauh lebih cepat terjadi pada jarak pH yang lebih rendah.
Asam klorida dan asam sulfat merupakan dua jenis asam yang biasa digunakan
untuk hidrolisis asam. Asam klorida memberikan nanokristal yang mendekati netral
dengan kelarutan yang terbatas dalam air, sedangkan asam sulfat memberikan
produk yang lebih stabil pada jarak pH yang luas. Waktu reaksi merupakan kondisi
operasi penting yang harus dipertimbangkan pada operasi hidrolisis. Waktu reaksi
yang tidak cukup hanya akan menghasilkan serat yang tidak dapat larut dan agregat
(Islam dan Alam, 2014).
Pada saat hidrolisis berlangsung, bagian bagian amorf yang tidak beraturan dan
selulosa antar serat terhidrolisis sementara kristalin yang stabil tetap utuh dan dapat
diisolasi sebagai partikel nanokristalin yang berupa batangan. Dispersi NCC dalam
suatu asam kuat diencerkan dengan air dan dicuci dengan sentrifugasi. Netralisasi
atau dialisis dengan air distilasi dilakukan untuk memisahkan asam bebas dari
dispersi.
Pengaruh kondisi hidrolisis dengan morfologi, yield dan sifat dari NCC telah
diteliti. Konsentrasi asam yang lebih tinggi, waktu reaksi yang lebih lama, dan suhu
yang lebih tinggi biasanya menghasilkan muatan permukaan yang lebih tinggi dan
ukuran yang lebih tipis, namun memiliki yield, kristalinitas dan termal stabilitas
yang lebih rendah (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Ioelovich, 2012 mengisolasi CNC dengan bahan baku selulosa kapas melalui
metode hidrolisis asam dengan konsentrasi asam sulfat 50 – 70%. Reaksi hidrolisis
dijalankan pada 45°C selama 40 – 60 menit, dan dispersi akhir dari CNC yang telah
dicuci diperoleh dengan sonikasi. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa
hidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 60% memberikan yield 65 – 70%. Ketika
konsentrasi asam 65%, yield NCC sekitar 20% dengan penurunan derajat
10
Universitas Sumatera Utara
kristalinitas dan ketika konsentrasi asam diatas 65%, sampel selulosa larut
sepenuhnya.
Guo, dkk., 2015, meneliti tentang pengaruh ultrasonikasi terhadap yield NCC
yang didapat. Mereka menggunakan selulosa dari bahan pulp kayu lunak sebagai
bahan baku, dan reaksi hidrolisis dijalankan pada suhu 45°C selama 45 – 120 menit
dalam suatu ultrasonic cleaner untuk percobaan dengan perlakuan ultrasonik dan
dalam suatu wadah dengan pengadukan 400 rpm untuk percobaan tanpa perlakuan
ultrasonik. Hasil menunjukkan bahwa yield NCC untuk waktu hidrolisis 45, 90 dan
120 menit adalah 52,8 %, 65,3%, dan 71,0% untuk sampel dengan perlakuan
ultrasonik dan 18,3%, 59,7%, dan 62,5% untuk sampel tanpa perlakuan ultrasonic.
Selain itu, hasil karakterisasi juga menunjukkan bahwa sampel dengan perlakuan
ultrasonikasi memiliki bentuk yang lebih pendek dan tipis dibandingkan dengan
sampel tanpa perlakuan ultrasonikasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
ultrasonikasi tidak hanya mempengaruhi yield, namun juga morfologi dari NCC
yang dihasilkan.
2.3.2.2 Homogenisasi
Metode ini merupakan metode yang umum digunakan untuk produksi skala
besar CNF. Pada metode ini, suatu suspensi serat dipaksakan melalui suatu celah
yang sangat kecil dengan menggunakan piston pada tekanan yang tinggi (50 – 2000
MPa). Lebar dari celah homogenisasi berjarak dari 5 – 20 μm tergantung dari
viskositas suspensi serat dan tekanan yang diaplikasikan. Pengurangan ukuran serat
selulosa terjadi oleh penurunan tekanan yang tinggi, gaya geser yang tinggi, aliran
turbulen dan tumbukan antar partikel. Tingkat pengurangan ukuran tergantung dari
jumlah siklus homogenisasi dan tekanan yang diaplikasikan. Semakin tinggi
tekanannya, semakin tinggi efisiensi disrupsi per siklus melalui mesin
(Kargarzadeh, dkk., 2017). Beberapa kelemahan dari metode ini yaitu:
1. Serat pulp yang kurang hancur dan pemampatan dari homogenizer ketika pulp
dipompakan melewati suatu celah yang kecil. Untuk mengatasi masalah ini,
dilakukan berbagai perlakuan mekanis sebelum homogenisasi dilakukan seperti
penggilingan dan ultrasonikasi
2. Konsumsi energi yang tinggi
11
Universitas Sumatera Utara
3. Kerusakan mekanis dari struktur kristalin CNF yang dihasilkan
(Kargarzadeh, dkk., 2017).
Wang, dkk., 2015, menghasilkan nanoselulosa kristalin melalui metode
homogenisasi dengan menggunakan bahan baku selulosa kapas. Pertama, bahan
baku dipotong menjadi potongan-potongan kecil dan diperlakukan dengan 1%
KOH. Larutan selulosa kapas tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan
magnetic stirrer pada suhu 110 – 150°C hingga larut. Setelah larutan didinginkan
hingga 80°C, larutan tersebut dihomogenisasi pada tekanan 40 – 140 MPa dengan
50 siklus. Air yang terdeionisasi ditambahkan selama proses berlangsung,
kemudian dicuci dan disentrifugasi. Selulosa yang dihasilkan dikeringkan dengan
metode vacuum freeze hingga mencapai berat konstan. Didapat NCC dengan indeks
kristalinitas 32,62% dengan ukuran 10 – 20 nm.
2.3.2.3 Penggilingan
Pada metode ini digunakan penggiling komersil yang telah dimodifikasi dengan
piringan yang didesain khusus untuk memisah misahkan serat. Pada peralatan
tersebut, slurry selulosa dilewatkan melalui batu penggiling statis dan suatu batu
penggiling berputar dengan kecepatan sekitar 1500 rpm. Mekanisme pemisahan
dari perlakuan penggilingan dihasilkan dari gaya gesek yang terjadi karena batu
penggiling yang bergesekan satu sama lain. Hal ini memecah struktur dinding sel
yang terdiri dari serat nano dalam struktur berlapis-lapis dan ikatan hidrogen.
Sebagai hasilnya, serat berukuran nano terisolasi dari pulp (Missoum, dkk., 2013).
Kelemahan dari metode ini adalah kebutuhan untuk biaya pemeliharaan dan
pengganti dari batu penggiling, karena serat pulp kayu dapat merusak batu
penggiling tersebut. Namun, kelebihan utama dari metode ini adalah tidak
diperlukannya perlakuan mekanis lainnya (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Hassan, dkk., 2012, menghasilkan serat nano dari jerami dan ampas tebu melalui
suatu penggiling dan suatu homogenizer dengan 30 penggilingan untuk sampel
jerami dan 10 penggilingan untuk sampel ampas tebu. Mereka menemukan bahwa
perlakuan dengan homogenizer menghasilkan serat nano yang lebih kecil dan lebih
seragam. Iwamoto, dkk., 2007, meneliti tentang penyiapan serat nano dari pulp
setelah 1 – 30 penggilingan ulang pada 1500 rpm. Didapat serangkaian pulp yang
12
Universitas Sumatera Utara
berupa serat nano dengan lebar 20 – 50 nm setelah 5 penggilingan ulang dan
penggilingan lanjut tidak mengubah dimensi dari serat nano tersebut. Iwamoto, dkk.,
2006, juga melaporkan bahwa terjadi penurunan pada derajat polimerisasi dan
kristalinitas seiring dengan meningkatnya jumlah penggilingan.
Souza, dkk., 2016, meneliti tentang perbandingan struktur yang dihasilkan dari
isolasi nanoselulosa dengan dua metode isolasi yang berbeda, yaitu hidrolisis asam
dan penggilingan dengan ball mill. Sampel bahan baku berupa residu kertas yang
disediakan oleh suatu perusahaan di Brazil. Isolasi sampel I dilakukan melalui
metode hidrolisis asam dengan menggunakan larutan asam sulfat 40% sebagai
media hidrolisis pada suhu 50°C selama 1 jam. Isolasi sampel II dilakukan melalui
metode penggilingan dalam ball mill selama 4 jam dengan 80 gram bola porselen
dengan diameter 21 mm. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa sampel
nanoselulosa dari metode penggilingan memiliki stabilitas termal yang lebih rendah
dibandingkan dengan nanoselulosa dari metode hidrolisis. Ukuran rata rata yang
didapat dari kedua metode yaitu: 246 nm untuk nanoselulosa hidrolisis dan 281 nm
untuk nanoselulosa penggilingan.
2.3.2.4 Cryocrushing
Cryocrushing merupakan suatu metode pengurangan ukuran serat mekanis
untuk selulosa dalam keadaan beku. Metode ini menghasilkan serat dengan
diameter yang relatif besar yang berjarak 0,1 – 1 μm. Pada metode ini, serat selulosa
yang mengandung air dibekukan dalam nitrogen cair dan dihancurkan. Aplikasi dari
gaya impak yang tinggi pada serat selulosa yang beku akan menghancurkan dinding
sel yang disebabkan oleh tekanan yang dilepaskan kristal es. Hal ini akan melepas
serat nano, yang kemudian dapat di-dispersikan secara seragam dengan
menggunakan suatu disintegrator (Kargarzadeh, dkk., 2017).
Wang dan Sain, 2006, menghasilkan nanoselulosa melalui cryocrushing dengan
bahan baku yang dilanjutkan dengan penyeratan tekanan tinggi. Hasil TEM
menunjukkan bahwa diameter serat nano berjarak 50 – 100 nm. Serat nano yang
dihasilkan juga memiliki kemampuan dispersi dalam emulsi akrilik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan air. Namun metode cryocrushing memiliki
13
Universitas Sumatera Utara
produktivitas yang rendah dan mahal yang dikarenakan oleh konsumsi energi yang
tinggi.
2.3.2.5 Ultrasonikasi
Gelombang high-intensity ultrasonication (HIUS) dapat menghasilkan kekuatan
osilasi mekanikal yang kuat dikarenakan oleh kavitasi, yang merupakan suatu
fenomena fisik yang melibatkan pembentukan, ekspansi dan ledakan dari
gelembung gas mikroskopis ketika molekul dalam suatu cairan menyerap energi
ultrasonic. Radiasi ultrasonik digunakan dalam banyak proses termasuk
emulsifikasi, katalisis, homogenisasi, disagregasi, pemotongan dan dispersi. Isolasi
serat dari beberapa sumber selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan energy
HIUS dalam suatu proses bath. Semakin tinggi suhu operasi, semakin bagus
pemisahan dari selulosa, dimana semakin panjang serat yang digunakan, semakin
rendah tingkat pemisahan yang terjadi. Konsentrasi selulosa dari suspense
tergantung dimensi dari serat selulosa, dimana konsentrasi akan semakin rendah
apabila serat semakin panjang (Islam dan Alam, 2014).
Ibrahim, dkk., 2015, mengekstrasi nanokristalin selulosa dengan menggunakan
kapas sebagai bahan baku dengan menggunakan kombinasi metode hidrolisis asam
dan ultrasonikasi. Reaksi hidrolisis dijalankan pada suhu ruangan dengan
konsentrasi asam sulfat 30 – 60 %. Suspensi hasil hidrolisis kemudian disonikasi
dengan amplitudo 80 dengan periode 30 – 120 menit. Hasil menunjukkan bahwa
indeks kristalinitas dari sampel meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
sonikasi hingga 60 menit, namun menurun drastis pada waktu sonikasi 120 menit.
Rezanezhad, dkk., 2013, mengisolasi nanoselulosa dengan menggunakan sekam
padi dan jerami sebagai bahan baku dengan menggunakan metode ultrasonikasi.
Setelah dilakukan perlakuan untuk mengekstraksi selulosa dari bahan baku,
selulosa dari kedua bahan direndam dalam air distilasi kemudian disonikasi selama
15 menit dengan menggunakan suatu prosesor ultrasonik UW 3200 pada 20 – 25
kHz. Nanoselulosa yang dihasilkan memiliki diameter yang berjarak 30 – 35 nm
untuk selulosa sekam padi dan 26 – 29 nm untuk selulosa jerami dengan kristalinitas
70,9% untuk selulosa sekam padi dan 62,79% untuk selulosa jerami. Hasil
karakterisasi termogravimetrik menunjukkan bahwa kurva TG untuk nanoselulosa
14
Universitas Sumatera Utara
yang terisolasi memiliki kecenderungan untuk degradasi yang mirip dengan serat
selulosa yang didapat dari masing masing bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan ultrasonic memiliki pengaruh yang sedikit terhadap dekomposisi termal
dari nanoselulosa yang dihasilkan.
Kompresi
Tekanan Suara
Amplitudo
Ekspansi
15
Universitas Sumatera Utara
dari suatu sampel dan seperti sidik jari, tidak ada dua struktur molekul unik yang
menghasilkan pola spectrum inframerah yang sama (Thermonicolet, 2001).
Informasi yang diberikan oleh FT-IR yaitu:
- Dapat mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui
- Dapat menentukan kualitas atau konsistensi dari suatu sampel
- Dapat menentukan jumlah komponen dari suatu campuran
(Thermonicolet, 2001)
Spektrometer Sampel
Detektor
Sumber
Energi
Panjang Gelombang
16
Universitas Sumatera Utara
- Menyediakan penentuan mineral yang tidak ambigu dalam kebanyakan kasus
- Membutuhkan sedikit penyiapan sampel
- Unit XRD yang tersedia secara luas
- Interpretasi data yang relatif sederhana
(Bunaciu, dkk., 2015)
Goniometer
Detektor
X-Ray
Tabung X-Ray
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Contoh gambar analisa TEM dari NCC berbahan dasar kapas
Gambar 2.4 Contoh gambar SEM dari NCC berbahan dasar sekam padi
18
Universitas Sumatera Utara
SEM menghasilkan suatu gambar tiga dimensi yang berwarna hitam putih.
Pembesaran gambar dapat dilakukan hingga 10 nanometer dan meskipun tidak
sekuat TEM, interaksi yang terjadi pada permukaan specimen memberikan
tampilan gambar yang lebih mendetil. SEM dapat digunakan untuk mendeteksi dan
menganalisa keretakan pada permukaan, meneliti kontaminasi permukaan,
memberikan analisa kimia yang kualitatif dan mengidentifikasikan struktur
kristalin (Choudhary dan Priyanka, 2017).
19
Universitas Sumatera Utara
2.4.3.3 Uji Susut Pengeringan
Kadar air yang terkandung dalam partikel nanokristalin selulosa akan cenderung
meningkat seiring dengan mengecilnya ukuran partikel (Landri, dkk., 2011).
Semakin kecil suatu ukuran partikel, maka semakin kuat pengaruh dari ketertarikan
gaya van der Waals (Lee, dkk., 2019). Rantai selulosa yang cenderung berikatan
satu sama lain berinteraksi melalui ikatan hidrogen, gaya van der Waals dan gaya
elektrostatis. Pada permukaan dari rantai tersebut, ikatan hidrogen intermolekul
yang terlepas akan mengikat ikatan hidrogen dari uap air yang ada di udara dan
dengan bantuan gaya van der Waals, akan menstabilkan struktur dari selulosa
(Khazraji dan Robert, 2013)
20
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
Universitas Sumatera Utara
3. Titik lebut -0,41°C
4. Titik Didih 150,2°C
5. Gravitasi Spesifik 1,41
(Labchem, 2012)
22
Universitas Sumatera Utara
3. Serat kemudian difiltrasi, dan dicuci dengan menggunakan air hingga
mencapai pH netral.
4. Serat kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest dan dikeringkan
dibawah sinar matahari hingga berat konstan.
5. Dihitung yield alfa selulosa yang didapat dari serat batang pisang dengan
menggunakan rumus:
Berat serat batang pisang - Berat alfa selulosa
% alfa selulosa= ×100%
Berat serat batang pisang
Adapun flowchart dari proses delignifikasi batang pisang yaitu sebagai berikut:
Mulai
23
Universitas Sumatera Utara
A
Selesai
24
Universitas Sumatera Utara
Adapun flowchart dari proses persiapan nanoselulosa dari serat batang
pisang yaitu sebagai berikut
Mulai
Apakah pencucian
telah diulang sebanyak
3 kali? Tidak
Ya
25
Universitas Sumatera Utara
A
Selesai
Mulai
26
Universitas Sumatera Utara
B
Selesai
27
Universitas Sumatera Utara
Adapun flowchart dari proses pengujian zat larut dalam air adalah sebagai
berikut:
Mulai
Selesai
28
Universitas Sumatera Utara
3. Persentase susut pengeringan ditentukan dengan perbandingan berat sampel
dengan berat setelah dikeringkan
Mulai
Selesai
29
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lapisan Ekstraktif
(a)
30
Universitas Sumatera Utara
(b)
(c)
Gambar 4.1 Analisis Morfologi Permukaan (a) Serat Batang Pisang (b) Alfa
Selulosa (c) Nanokristalin Selulosa
31
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 4.1, tampak terjadinya perubahan morfologi seiring dengan
bertambahnya perlakuan terhadap serat batang pisang. Dari Gambar 4.1(a),
tampak bahwa adanya suatu lapisan yang membungkus serat selulosa. Proses
delignifikasi dan bleaching dengan menggunakan NaOH dan H2O2 bertujuan
untuk menghilangkan lapisan tersebut untuk mempermudah perlakuan kimia
terhadap selulosa (Aseer, dkk., 2013, Kumar, dkk., 2014). Pada proses
delignifikasi menggunakan senyawa alkali, makromolekul lignin dipecah menjadi
molekul-molekul kecil agar dapat dilarutkan dalam larutan alkali tersebut dan
molekul-molekul yang telah terpecah tersebut tidak dapat berkondensasi kembali
menjadi makromolekul. Ikatan utama antara unit-unit makromolekul lignin adalah
ikatan eter, serta ikatan karbon-karbon dan ikatan ester. Pada perlakuan dengan
menggunakan senyawa alkali, ikatan kimia yang berbeda akan menunjukkan sifat
reaksi yang berbeda juga (Chen dan Wang, 2016). Natrium, kalium, dan kalsium
hidroksida merupakan beberapa senyawa alkali yang dapat digunakan untuk
proses delignifikasi, namun NaOH merupakan senyawa yang paling umum
digunakan karena memiliki kemampuan degradasi lignin yang tertinggi (Paixiao,
dkk., 2015).
Sementara itu, permukaan dari alfa selulosa pada Gambar 4.1(b) tampak lebih
halus dibandingkan dengan serat batang pisang dikarenakan adanya pemisahan
dari komponen amorf yaitu hemiselulosa dan lignin. Hal ini membuktikan bahwa
perlakuan menggunakan NaOH dan H2O2 terhadap serat batang pisang efektif
dalam menghilangkan lapisan lignin dan hemiselulosa yang membungkus selulosa
(Aseer, dkk., 2013, Kumar, dkk., 2014, Mukwaya, dkk., 2015, Mazlita, dkk.,
2016). Selain itu, pada Gambar (b), morfologi serat selulosa tampak lebih jelas
dibandingkan dengan pada Gambar (a) yang masih dilapisi oleh lapisan ekstraktif.
Pada Gambar (c), keberadaan dari kristal selulosa menunjukkan bahwa struktur
alfa selulosa yang berserat telah terurai menjadi sel-sel individual, dimana bagian
amorf dari selulosa telah mengalami dekomposisi (Mazlita, dkk., 2014). Struktur
morfologi yang lebih akurat tampak pada analisis Transmission Electron
Microscopy (TEM) dari nanokristalin selulosa.
32
Universitas Sumatera Utara
4.2 ANALISIS TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPY (TEM)
NANOKRISTAL SELULOSA (NCC)
Hasil analisis Transmission Electron Microscopy (TEM) dari sampel
nanokristal selulosa yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.2.
33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 menunjukkan hasil nanokristal selulosa (NCC) yang memiliki
morfologi jarum dengan panjang 125 – 144 nanometer. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian Pereira, dkk., 2014, dan Zheng, dkk., 2019, yang menyatakan
bahwa ukuran geometri dari nanokristalin selulosa berada dalam range 100 nm
hingga 1 – 2 μm, tergantung dari sumber selulosanya.
Nanokristal selulosa yang berbentuk seperti batangan (rod) diperoleh melalui
proses hidrolisis asam dengan menghilangkan bagian amorf dari rantai selulosa
(Bhat, dkk., 2017). Hal ini dikarenakan bagian amorf dari selulosa lebih mudah
berinteraksi dengan asam dibandingkan dengan bagian kristalinnya yang akan
menyebabkan degradasi dari bagian amorf tersebut dan menyisakan bagian
kristalinnya (Xie, dkk., 2018).
Menurut penelitian Vanhatalo dan Dahl, 2014, peningkatan suhu hidrolisis,
konsentrasi asam dan waktu hidrolisis hingga suatu batasan tertentu dapat
memperkecil ukuran kristal dari selulosa namun memberikan nilai yield yang
lebih rendah. Konsentrasi asam yang terlalu tinggi tidak akan mempengaruhi
pengecilan ukuran kristal selulosa lebih dari konsentrasi asam optimal yang
diperlukan.
34
Universitas Sumatera Utara
120
Stretching
C-O-C
100
Vibration
Stretching
80 O-H
Transmittance (%)
C-H
Stretching Wagging
O-H CH2
60
Stretching
C-O
40
20
0
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Wavenumber (cm-1)
Gambar 4.3 Karakterisasi FT-IR dari Serat Batang Pisang, Alfa Selulosa dan
Nanokristalin Selulosa
Tabel 4.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi dari Serat Batang Pisang, Alfa
Selulosa dan Nanokristalin selulosa
Serat Alfa Selulosa
Frekuensi Bilangan NCC
Jenis Batang Serat Batang
Gelombang Serat Batang
Ikatan Pisang Pisang
(cm-1) Pisang (cm-1)
(cm-1) (cm-1)
Stretching 3400 – 3200
3318 3282 3323
Gugus O-H (Nandiyanto, dkk., 2019)
Streching 2900 – 2880
2889 2885 2896
Gugus C-H (Nandiyanto, dkk., 2019)
Gugus 2140 – 2100
2104 - -
C≡C (Deba, dkk., 2017)
Asam 1725 – 1700
1723 - -
Karboksilat (Nandiyanto, dkk., 2019)
Vibrasi 1650 – 1610
1615 1625 1640
Gugus O-H (Zain, dkk, 2015)
Bending 1350 – 1260
- 1322,07 -
Gugus OH (Nandiyanto, dkk., 2019)
Wagging 1317
- - 1317
CH2 (Zghari, dkk., 2018)
35
Universitas Sumatera Utara
Stretching
~1232
Gugus C- 1238 - -
(Yang, dkk., 2007)
O-C
Stretching 1028 – 985
1025 1019 1011
Gugus C-O (Liu dan Kim, 2017)
36
Universitas Sumatera Utara
Puncak penyerapan 1615 cm-1 pada sampel serat batang pisang, 1625 cm-1 dan
1322 cm-1 pada alfa selulosa, serta 1323 dan 1640 cm-1 pada nanokristalin selulosa
menunjukkan keberadaan gugus O-H pada ketiga sampel tersebut. Gugus ini
berasal dari air yang terserap oleh grup hidroksil pada selulosa (Zain, dkk., 2014,
Zheng, dkk., 2019)
Puncak penyerapan 1322 cm-1 pada alfa selulosa berhubungan dengan bending
O-H in-plane pada selulosa (1350-1260 cm-1). Gugus O-H yang berada pada
intensitas 1335 – 1316 cm-1 menyatakan komponen selulosa, dan berhubungan
dengan kandungan struktur selulosa kristal I dan selulosa amorf (Bodirlau dan
Teaca, 2007).
Puncak penyerapan 1317 cm-1 pada nanokristal selulosa menunjukkan adanya
wagging gugus CH2. Gugus ini menunjukkan struktur kristalin I selulosa yang
membedakannya dari selulosa amorf (Lionetto, dkk., 2012; Dungani, dkk., 2016;
Zghari, dkk., 2018).
Puncak penyerapan 1238 cm-1 pada serat batang pisang menunjukkan
stretching dari gugus C-O-C yang merupakan gugus khas dari struktur lignin.
Hilangnya puncak tersebut pada alfa selulosa dan nanokristalin selulosa
menunjukkan perlakuan delignifikasi dengan NaOH yang efektif dalam
menghilangkan lignin (Montes, dkk., 2019; Yun dan He, 2017; Yang, dkk., 2007).
Puncak 1025 cm-1 pada serat batang pisang, 1019 cm-1 pada alfa selulosa dan
1011 cm-1 pada nanokristalin selulosa menunjukkan adanya stretching gugus C-O
pada grup fungsional dari ikatan glikosida dari ketiga sampel tersebut (1100 –
1000 cm-1). Selulosa merupakan homopolisakarida dari glukosa dimana semua
unit terikat oleh ikatan glikosida (Ouellette dan Rawn, 2015).
Dari puncak-puncak penyerapan tersebut, sampel-sampel yang dianalisa
diketahui merupakan sampel selulosa. Hemiselulosa dan lignin yang terkandung
pada serat batang pisang sebagai bahan baku lignoselulosa terdegradasi secara
efektif oleh proses delignifikasi dan bleaching menjadi alfa selulosa. Struktur
kristalin dari alfa selulosa efektif terisolasi dari struktur amorf sebagai
nanokristalin selulosa melalui proses hidrolisis asam sulfat yang ditunjukkan dari
struktur kristalin I selulosa.
37
Universitas Sumatera Utara
4.4 ANALISIS YIELD ALFA SELULOSA DAN NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) DARI SERAT BATANG PISANG
Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 masing-masing menunjukkan yield alfa selulosa dari
15 gram serat batang pisang dari 10 pengulangan dan yield nanokristalin selulosa
(NCC) dari 4 gram alfa selulosa.
Tabel 4.2 Yield Alfa Selulosa dari Hasil Delignifikasi Serat Batang Pisang.
Dari Tabel 4.2, didapat nilai yield alfa selulosa dari hasil delignifikasi serat
batang pisang dengan NaOH selama 5 menit pada suhu 80°C dan bleaching
38
Universitas Sumatera Utara
dengan H2O2 selama 60 menit untuk 10 pengulangan, yaitu: 54, 48,67, 42, 42,67,
45,33, 46,67, 47,33, 46,67, 52,67, 54,67, 48,067 %, dengan nilai rata-rata yaitu
48,067%. Hasil ini sesuai dengan teori kadar selulosa dari serat batang pisang oleh
Das, dkk., 2018, dan Rahman, dkk., 2018, yang masing-masing menyatakan 44 –
54% dan 48 – 50%.
Dari Tabel 4.3, didapat yield nanokristalin selulosa dari alfa selulosa untuk 16
variasi yang berbeda. Pada konsentrasi asam sulfat 40% dan suhu hidrolisis 45, 50,
55, dan 60°C tidak menunjukkan adanya pembentukan gel nanokristalin selulosa.
Hal ini dapat dikarenakan kondisi minimum yang diperlukan untuk mengisolasi
nanokristalin selulosa adalah dengan konsentrasi asam sulfat 45 – 70 % (Ioelovich
dan Leykin, 2006; Ioelovich, 2008; Ioelovich 2012; Habibi, dkk., 2010; Li dan
Ragauskas, 2011) Pada konsentrasi asam sulfat 45%, suhu hidrolisis 45, 50, 55,
dan 60°C masing masing menunjukkan nilai 0, 2,5, 3,75, dan 5%. Pada
konsentrasi asam sulfat 50%, suhu hidrolisis 45, 50, 55, dan 60°C masing masing
menunjukkan nilai 1,5, 5,25, 7, dan 25,75%. Pada konsentrasi asam sulfat 55%,
suhu hidrolisis 45, 50, 55, dan 60°C masing masing menunjukkan nilai 3, 8,75, 25
dan 26,75%.
Pada penelitian ini, hidrolisis serat batang pisang dilakukan secara kimiawi
melalui penambahan senyawa kimia. Senyawa natrium hidroksida (NaOH) dan
kalium hidroksida (KOH) merupakan senyawa-senyawa alkali kuat yang paling
sering digunakan untuk delignifikasi serat alami, dimana NaOH merupakan
alternatif yang lebih ekonomis dibandingkan dengan KOH (Ilyas, dkk., 2017;
Paixao,dkk., 2013).
NCC diisolasi dengan menggunakan metode hidrolisis asam. Ketika serat
selulosa diperlakukan dengan asam, asam akan berdifusi pada bagian non-kristalin
dari serat selulosa dan menghidrolisis ikatan glikosida. Setelah itu, ikatan
glikosida lain dalam selulosa akan terhidrolisis dan akhirnya hidrolisis terjadi
pada bagian pereduksi dan pada permukaan nanokristal. Hidrolisis dari grup
pereduksi dan permukaan nanokristal akan menyebabkan nanokristal menjadi
bermuatan tergantung asam yang digunakan (Borjesson dan Westman, 2015).
NCC yang dihasilkan dari metode hidrolisis asam akan mengandung ion sulfat
yang dapat memicu reaksi dehidrasi pada NCC yang dihasilkan. Ion sulfat
39
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dipisahkan dari NCC melalui metode dialisis dengan menggunakan
membran dialisis (Yu, dkk., 2013).
Bagian Amorf
Struktur Selulosa
Nanokristal Individual
Gambar 4.4 Mekanisme Isolasi Nanokristalin Selulosa dengan Metode Hidrolisis
Asam
Salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis yaitu suhu reaksi,
dimana suhu yang semakin tinggi akan memberikan kecepatan reaksi. Suhu
hidrolisis yang rendah membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama untuk
menghasilkan NCC yang dapat membentuk suspensi yang homogen, namun
reaksi dari suhu hidrolisis yang tinggi sulit dikendalikan dikarenakan degradasi
yang terlalu cepat (Li, dkk., 2001).
Faktor lain yang mempengaruhi sifat dari nanokristalin selulosa adalah
konsentrasi asam, dimana asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat.
Konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan menyebabkan reaksi kekurangan air,
sedangkan konsentrasi asam yang terlalu rendah tidak akan dapat memiliki
kemampuan penetrasi matriks selulosa yang cukup. Konsentrasi asam yang
rendah tidak akan mampu melewati hingga bagian dalam dari selulosa, sehingga
hidrolisis dari bagian amorf selulosa tidak akan berjalan efektif dan menurunkan
yield dari nanokristalin selulosa (Chang, dkk., 2010).
Faktor terakhir yang mempengaruhi yield dari nanokristalin selulosa ialah
perlakuan ultrasonikasi setelah hidrolisis asam. Ultrasonikasi memecah struktur
serat selulosa melalui gaya hidrodinamik dari gelombang ultrasonic yang
dihasilkan oleh alat ultrasound. Hal ini dapat memecah ikatan hidrogen antarserat
sehingga melepas nanoselulosa kristalin (Hu, dkk., 2017).
40
Universitas Sumatera Utara
4.5 ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD) DARI SERAT BATANG
PISANG KEPOK (MUSA ACUMINATA X BALBISIANA), ALFA
SELULOSA DAN NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Analisis karakteristik X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk menganalisis
kristalinitas dari serat batang pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana), serta
alfa selulosa dan nanokristalin selulosa (NCC) dari serat batang pisang kepok
tersebut yang dihasilkan dari hidrolisis asam sulfat dan melalui proses
ultrasonikasi. Hasil analisis ditunjukkan oleh Gambar 4.5.
1800 I200
1600
1400
Serat Batang Pisang
1200 Alfa Selulosa
Intensitas
600
400
200
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
2θ (°)
Gambar 4.5 Hasil Analisis X-Ray Diffraction Bahan dari Serat Batang Pisang
Dari Gambar 4.5, tampak adanya dua puncak yang menunjukkan karakteristik
sampel pada jarak 2θ = 15 - 30°. Puncak pertama yang berada pada 2θ = 18°
berhubungan dengan bagian amorf dari sampel sedangkan puncak kedua yang
berada pada 2θ = 22° mengindikasikan keberadaan bagian kristal. Fenomena ini
disebabkan oleh interaksi antara ikatan gugus hidroksil pada selulosa membentuk
struktur kristalin (Asrofi, 2018).
Pada Gambar 4.5, tampak bahwa puncak pada 2θ = 18° berkurang seiring
dengan perlakuan serat batang pisang. Hal ini mengindikasikan struktur selulosa
yang semakin lama semakin terstruktur pada alfa selulosa dan nanokristalin
41
Universitas Sumatera Utara
selulosa (Asrofi, dkk., 2018). Perlakuan alkali terhadap serat batang pisang
bertujuan untuk menghilangkan struktur amorf yang dapat meningkatkan
kristalinitas dan kemurnian dari selulosa yang dihasilkan (Ilyas, dkk., 2017).
Sementara itu, perlakuan hidrolisis asam pada selulosa akan menghilangkan lebih
lanjut bagian non-kristalin dari struktur selulosa sehingga akan meningkatkan
kristalinitas serta menyebabkan nanokristalin selulosa tidak dapat larut dalam air,
karena bagian kristalin dari selulosa lebih sulit berikatan dengan molekul air
(Borjesson dan Westman, 2015).
Indeks kristalinitas (CrI, %) dihitung dengan menggunakan metode oleh Segal,
dkk.,1959, yaitu:
I200 -Iam
CrI = × 100 (4.1)
I200
Dimana:
I200 = Intensitas maksimum puncak difraksi pada 2θ = 22,6° (daerah kristal)
Iam = Puncak difraksi pada 2θ = 18° (daerah amorf)
(Asrofi, dkk., 2018; Zheng, dkk., 2019; Segal, dkk., 1959)
42
Universitas Sumatera Utara
4.6 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Analisis Water Holding Capacity (WHC) dilakukan untuk mengetahui
kapasitas penyerapan air dari nanokristalin selulosa (NCC) dari serat batang
pisang kepok (Musa acuminata x balbisiana) yang diperoleh melalui metode
hidrolisis asam sulfat dan proses ultrasonikasi. Hasil dari pengujian WHC
ditunjukkan oleh Gambar 4.6.
9
Kapasitas Penyerapan Air (g air/
6
Asam Sulfat 55%
5
4
3
2
1
0
45 50 55 60
Suhu Hidrolisis (°C)
Gambar 4.6 Hasil Analisis WHC Nanokristalin selulosa (NCC) dari Serat Batang
Pisang Kepok (Musa acuminata x balbisiana)
Dari Gambar 4.6, dapat dilihat meski hasil menunjukkan adanya fluktuasi,
water holding capacity dari nanokristalin selulosa memiliki kecenderungan untuk
menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam dan suhu hidrolisis.
Nanokristalin selulosa yang dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 55% pada
suhu 55°C memiliki kemampuan penyerapan air yang paling rendah, yaitu dengan
nilai 2,701 gram air / gram nanoselulosa sedangkan nanokristalin selulosa yang
dihidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 55% pada suhu 45°C memiliki
kemampuan penyerapan air yang paling tinggi, dengan nilai 7,67 gram air / gram
nanoselulosa.
Sifat penyerapan air yang tinggi menandakan tingkat porositas yang tinggi.
Proses sonikasi memecah ikatan selulosa menjadi molekul selulosa dengan
porositas yang berukuran lebih kecil dari ukuran nano, dimana molekul air
43
Universitas Sumatera Utara
menjadi sulit berinteraksi dengan rantai selulosa (Asrofi, dkk., 2018). Hal ini
mengartikan bahwa kristalinitas yang tinggi akan menghasilkan nilai penyerapan
air yang lebih rendah pula.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jiang dan Hsieh, 2013, aerogel
nanoselulosa yang dihasilkan dengan metode cyclic-freeze-thawing memiliki
kemampuan penyerapan air hingga 104 g air/g aerogel dengan kristalinitas 61 –
62%. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan penyerapan air dari suatu senyawa
berbanding terbalik dengan kristalinitas senyawa tersebut.
Sifat penyerapan air tersebut dapat memberikan dampak yang baik atau buruk
tergantung dari aplikasinya. Pada aplikasi sebagai pengisi komposit, komposit
tersebut dapat menyerap uap air yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
sifat mekanis dari komposit tersebut. Pada aplikasi produk medis dan kebersihan,
sifat penyerapan air dari nanokristalin selulosa dapat memberikan dampak positif
pada aplikasi seperti tisu dan popok bayi (Borjesson dan Westman, 2015).
Tabel 4.5 Hasil Analisis Zat Larut dalam Air dari Nanokristalin Selulosa
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Zat Larut dalam Air
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 0
55 16,67
45 20
50 50 33,33
55 8,79
45 0
55 50 4,76
55 7,87
45 13,33
60 50 2,63
55 5,71
44
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.5, tampak bahwa nilai zat larut dalam air pada nanokristalin
selulosa yang dihasilkan bernilai fluktuatif, namun memiliki kecenderungan untuk
menurun seiring dengan peningkatan variabel suhu hidrolisis dan konsentrasi
asam sulfat yang digunakan. Zat larut dalam air pada nanokristalin selulosa
berasal dari kandungan jenis serat yang dapat larut dalam air pada serat alami
berupa pektin, gum, dan mucilage, sementara selulosa, hemiselulosa dan lignin
merupakan jenis serat yang tidak larut dalam air (Dhingra, dkk., 2012).
Penghilangan lignin dan zat yang larut dalam air berupa pektin, gum dan
mucilage biasanya terjadi pada tahap delignifikasi dengan perlakuan alkali,
sementara perlakuan hidrolisis asam berperan dalam degradasi bahan ekstraktif,
hemiselulosa dan struktur amorf pada selulosa (Nasrabadi, dkk., 2013). Namun,
perlakuan hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada sampel yang
masih mengandung residu pektin dapat menyebabkan asam untuk berikatan silang
dengan ikatan rantai molekul pektin (Wang, dkk., 2003).
Suhu hidrolisis dan konsentrasi asam juga dapat mempengaruhi ikatan pektin
yang terbentuk. Suhu hidrolisis yang semakin tinggi akan meningkatkan ikatan
pektin yang terbentuk, namun peningkatan suhu dari 50 - 90°C tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pektin yang terbentuk (Chan dan
Choo, 2013). Sementara itu, konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan
menyebabkan degradasi pektin (Locatelli, dkk., 2019). Hal ini dapat menjelaskan
nilai zat larut dalam air pada nanokristalin selulosa yang semakin menurun seiring
dengan meningkatnya suhu hidrolisis dan konsentrasi asam.
45
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil Analisis Susut Pengeringan pada Nanokristalin Selulosa
Suhu Hidrolisis Konsentrasi Asam Susut Pengeringan
(°C) Sulfat (%) (%)
45 0
45 50 3,57
55 0
45 0
50 50 0
55 0
45 0
55 50 0
55 14,81
45 18,18
60 50 9,23
55 10,13
Dari hasil tersebut, tampak nilai susut pengeringan yang semakin tinggi seiring
dengan meningkatnya suhu hidrolisis dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan,
dengan nilai tertinggi 18,18% pada kondisi suhu hidrolisis 60°C dan konsentrasi
asam sulfat 45%.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Landri, dkk., 2011, kadar air yang
terkandung dalam partikel nanokristalin selulosa akan cenderung meningkat
seiring dengan mengecilnya ukuran partikel. Semakin kecil suatu ukuran partikel,
maka semakin kuat pengaruh dari ketertarikan gaya van der Waals (Lee, dkk.,
2019). Rantai selulosa yang cenderung berikatan satu sama lain berinteraksi
melalui ikatan hidrogen, gaya van der Waals dan gaya elektrostatis. Pada
permukaan dari rantai tersebut, ikatan hidrogen intermolekul yang terlepas akan
mengikat ikatan hidrogen dari uap air yang ada di udara dan dengan bantuan gaya
van der Waals, akan menstabilkan struktur dari selulosa (Khazraji dan Robert,
2013).
Dari pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan
konsentrasi asam sulfat dan suhu hidrolisis yang digunakan akan menghasilkan
nanokristalin selulosa dengan ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini juga dapat
menjelaskan tingkat penyerapan air (Water Holding Capacity) yang meningkat
seiring dengan peningkatan variabel konsentrasi asam dan suhu hidrolisis yang
digunakan.
46
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Hasil analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron
Microscopy (TEM) dari serat batang pisang, alfa selulosa dan nanokristal
selulosa (NCC) menunjukkan penghilangan bahan ekstraktif seperti lignin dan
hemiselulosa seiring dengan perlakuan lanjut dari serat batang pisang. Hal ini
menunjukkan perlakuan delignifikasi dengan menggunakan 10% (w/v) NaOH,
dan pemutihan (bleaching) dengan menggunakan 30% (v/v) H2O2 efektif dalam
menghilangkan senyawa-senyawa pengotor tersebut. Penghilangan senyawa-
senyawa tersebut dibuktikan dengan hasil analisa Fourier Transform Infrared
(FTIR) yang menunjukkan penghilangan puncak lignin dan hemiselulosa pada
sampel alfa selulosa dan nanokristalin selulosa.
2. Hasil analisa Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan
nanokristalin selulosa (NCC) yang dihasilkan memiliki bentuk seperti jarum
dengan ukuran rata-rata 125 – 144 nanometer serta terbebas dari bahan-bahan
ekstraktif seperti lignin dan hemiselulosa.
3. Hasil analisa yield dari nanokristalin selulosa (NCC) menunjukkan bahwa
kondisi optimal dari variasi konsentrasi asam dan suhu hidrolisis yang
dilakukan untuk menghasilkan nanokristalin selulosa (NCC) adalah dengan
konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 60°C dengan nilai yield
26,75%.
4. Hasil analisa Water Holding Capacity (WHC) dari nanokristalin selulosa
(NCC) menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan air dari nanokristalin
selulosa (NCC) yang tertinggi tampak pada nanokristalin selulosa yang
dihasilkan dari kondisi konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 45°C,
yaitu 7,67 gram air / gram nanoselulosa sedangkan kemampuan penyerapan air
yang terendah tampak pada nanokristalin selulosa yang dihasilkan dari kondisi
47
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi asam sulfat 55% dan suhu hidrolisis 55°C, yaitu 2,701 gram air /
gram nanoselulosa.
5. Analisa zat larut dalam air pada sampel nanokristalin selulosa (NCC)
menunjukkan nilai zat larut dalam air yang tertinggi pada suhu hidrolisis 45°C
dan konsentrasi asam sulfat 55%, dengan nilai 33,33%. Senyawa zat larut
dalam air berasal dari kandungan jenis serat yang larut dalam air pada sampel
serat batang pisang yang digunakan berupa pektin.
6. Analisa susut pengeringan pada sampel nanokristalin selulosa (NCC)
menunjukkan nilai susut pengeringan yang tertinggi pada suhu hidrolisis 60°C
dan konsentrasi asam sulfat 45%, dengan nilai 18,18%. Ukuran partikel yang
semakin kecil akan memiliki sifat higroskopis (penyerapan uap air) yang lebih
tinggi dikarenakan gaya van der Waals yang lebih dominan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah:
1. Perlunya dilakukan perbandingan pengaruh metode penghasil nanoselulosa
kristalin lain (mekanis dan enzimatis) terhadap kualitas dan kuantitas
nanokristalin selulosa yang dihasilkan.
2. Perlunya dilakukan perbandingan sumber selulosa terhadap kualitas dan
kuantitas nanokristalin selulosa yang dihasilkan.
3. Perlunya dilakukan pencucian menggunakan solven organik seperti etanol
untuk membersihkan ekstraktif berupa pektin dan wax agar tidak ada residu
ekstraktif pada nanokristalin selulosa yang dihasilkan.
48
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
49
Universitas Sumatera Utara
Bhat, Aamir H., Y. K. Dasan, Imran Khan, H. Soleimani, dan Amil Usmani.
Application of nanocrystalline cellulose: Processing and biomedical
applications. Cellulose Reinforced Nanofibre Composites. 2017.
Bhatnagar, Ravi, Gourav Gupta dan Sachin Yadav. A Review of Composition and
Properties of Banana Fibers. International Journal of Scientific &
Engineering Research. Volume 6, Issue 5. 2015.
Bodirlau, R., dan C. A. Teaca. Fourier Transform Infrared Spectroscopy and
Therman Analysis of Lignocellulose Fillers Treated with Organic
Anhydrides. Romanian Journal of Physics, Vol. 64, No. 1 – 2, pg 93 – 104.
2007.
Borjesson, Mikaela dan Gunnar Westman. 2015. Crystalline Nanocellulose –
Preparation, Modification and Properties. Intech: Croatia.
Bunaciu, Andrei A., Elena Gabriela Udristiotu, dan Hassan Y. Aboul-Enein. X-
Ray Diffraction: Instrumentation and Application. Critical Reviews in
Analytical Chemistry 45, 289–299. 2015.
Chan, Siew-Yin dan Wee-Sim Choo. Effect of extraction conditions on the yield
and chemical properties of pectin from cocoa husks. Food Chemistry 141,
3752 – 3758. 2013.
Chang, Chih-Ping, I-Chen Wang, Kuo-Jung Hung and Yuan-Shing Pemg. 2010.
Preparation and Characterization of Nanocrystalline Cellulose by Acid
Hydrolysis of Cotton Linter. Taiwan J For Sci 25(3), 231 – 44.
Chen, Hongzhang dan Lan Wang. 2016. Technologies for Biochemical
Conversion of Biomass. Academic Press: Amerika Serikat.
Choudary, Om Prakash dan Priyanka. Scanning Electron Microscope: Advantages
and Disadvantages in Imaging Components. International Journal of
Current Microbiology and Applied Sciences, Vol. 6, No. 5, pp. 1877 – 1882.
ISSN: 2319 – 7706. 2017.
Das, S., M. Rahman, and M. Hasan. 2018. Physico-Mechanical Properties of
Pineapple Leaf and Banana Fiber Reinforced Hybrid Polypropylene
Composites: Effect of Fiber Ratio and Sodium Hydroxide Treatment. IOP
Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng. 438 012027.
50
Universitas Sumatera Utara
Dhingra, Devinder, Mona Michael dan Hradesh Rajput. Dietary fibre in foods: a
review. Journal of Food Science and Technology 49 (3), 255 – 266. 2012.
Dong, XM, Revol J-F and Gray DG. 1998. Effect of microcrystallite preparation
conditions on the formation of colloid crystals of cellulose. Cellulose(5), 19-
32.
Duff, S.J.B. dan W.D. Murray. Bioconversion of forest products industry waste
cellulosics to fuel ethanol: a review. Bioresource Technology, 55, 1 – 33.
1996.
Dungani, Rudi, Abdulwahab F. Owolabi, Chaturbhuj K. Saurabh, H. P. S. Abdul
Khalil, Paridah M. Tahir. C. I. C. M. Hazwan, Kamoldeen A. Ajijolakewu,
M. M. Masri, E. Rosamah dan P. Aditiawati. Preparation and Fundamental
Characterization of Cellulose Nanocrystal from Oil Palm Fronds Biomass.
Journal of Polymers and the Environment. 2016.
Elisabeth, Dian Adi Anggraeni. Kerupuk Bonggol Pisang: Dari Limbah yang
Kaya Gizi ke Meja Makan Kita. Badan Litbang Pertanian, Edisi 24-30 No.
3504. 2013.
George, Johnsy, dan S. N. Sabapathi. Cellulose nanocrystals: synthesis, functional
properties and applications. Nanotechnology, Science and Applications 8, 45
– 54. 2015.
Grous, W.R., Converse, A.O. dan H.F. Grethlein. Effect of steam explosion
pretreatment on pore size and enzymatic hydrolysis of poplar. Enzyme
Microbiol Technol, 8, 274 – 280. 1986.
Guo, J., Guo, X., Wang, S., dan Yin, Y. Effects of ultrasonic treatment during
acid hydrolysis on the yield, particle size and structure of cellulose
nanocrystals. Carbohydr, Polym., 135, 248-255. 2015.
Habibi, Youssef, Lucian A. Lucia, dan Orlando J. Rojas. Cellulose Nanocrystals:
Chemistry, Self-Assembly and Applications. Chem. Rev. 110, 3479 – 3500.
2010.
Hassan, M.L., Mathew, A.P., Hassan, E.A., El-Wakil, N.A., dan Oksman, K.
Nanofibers from bagasse and rice straw: process optimization and properties.
Wood Sci. Technol., 46, 193-205. 2012.
51
Universitas Sumatera Utara
Hatakka, A.I. Pretreatment of wheat straw by white-rot fungi for enzymatic
saccharification of cellulose. Appl. Microbiol. Biotechnol, 19, 361 – 363.
1983.
Haule, L. V., C. M. Carr dan M. Rigout. Investigation into the supramolecular
properties of fibres regenerated from cotton based waste garments.
Carbohydrate Polymers. 2016.
Hermawan, Edy. Pembuatan Partikel Selulosa Menggunakan Larutan Alkalin.
Jurnal Teknik Mesin Vol. 06, No. 1. 2017.
Hou, Ching T. 2005. Handbook of Industrial Biocatalysis. United States: Taylor
& Francis Group, LLC.
Hu, Zhijun, Rui Zhai, Jing Li, Yan Zhang dan Jiang Lin. Preparation and
Characterization of Nanofibrillated Cellulose from Bamboo Fiber via
Ultrasonication Assisted by Repulsive Effect. International Journal of
Polymer Science 2017. 2017
Ibrahim, Ismail K. (Al-Khateeb), Sabri M. Hussin, Yusra M. Al-Obaidi.
Extraction of Cellulose Nano Crystalline from Cotton by Ultrasonic and Its
Morphological and Structural Characterization. International Journal of
Materials Chemistry and Physics, Vol. 1, No. 2, pp. 99 – 109. 2015.
Ilyas, R. A, S. M. Sapuan, M. R. Ishak dan E. S. Zainudin. Effect of
Delignification on the Physical, Thermal, Chemical and Structural
Properties of Sugar Palm Fibre. BioResources 12(4), 8734 – 8754. 2017.
Ioelovich, M, dan A. Leykin. Microcrystalline cellulose: nanostructure formation.
Cellulose Chemistry and Technology, Vol. 40, no. 5, pg 313-317. 2006.
Ioelovich, M. Cellulose as a nanostructured polymer: A short review.
BioResources Vol. 3, no. 4, pg 1403 – 1418. 2008.
Ioelovich, M. Optimal conditions for isolation of nanocrystalline cellulose
particles. Nanoscience and Nanotechnology, Vol. 2, no. 2, pg 9 – 13. 2012.
Ioelovich, M. Peculiarities of cellulose nanoparticles. Tappi J., 13 (5), 45 – 52.
2014.
Ioelovich, Michael. Crystallinity and Hydrophility of Chitin and Chitosan.
Research and Reviews: Journal of Chemistry, 3(3), pp. 7-14. 2014.
52
Universitas Sumatera Utara
Iqbal, Shoaib, dan Zuhaib Ahmad. 2011. Impact of Degree of Polymerization of
Fiber on Viscose Fiber Strength. The Swedish School of Textiles: Swedia.
Islam, Mohammad Tajul, Mohammad Mahbubul Alam, Alessia Patrucco, Alessio
Montarsolo dan Marina Zoccola. Preparation of Nanocellulosa: A Review.
AATCC Journal of Research Vol. 1, No. 5. 2014.
Iwamoto, S., Nakagaito, A.N., dan Yano, H. Nano-fibrillation of pulp fibers for
the processing of transparent nanocomposites. Appl. Phys. A., 89, 461 – 466.
2007.
Iwamoto, S., Nakagaito, A.N., Yano, H., dan Nogi, M. Optically transparent
composites reinforced with plant fiber-based nanofibers. Appl. Phys. A, 81
(6), 1109 – 1112. 2006.
Jiang, Feng, dan You-Lo Hsieh. Super water absorbing and shape memory
nanocellulose aerogels from TEMPO-oxidized cellulose nanofibrils via
cyclic freezing-thawing. Journal of Materials Chemistry A, 2, 350. 2013.
Kargarzadeh, Hanieh, Michael Ioelovich, Ishak Ahmad, Sabu Thomas, dan Alain
Dufresne. 2017. Handbook of Nanocellulose and Cellulose Nanocomposites.
First Edition. Jerman: Wiley-VCH Verlag GmBH & Co. KGaA.
Khazraji, Ali Chami dan Sylvain Robert. Interaction Effects between Cellulose
and Water in Nanocrystalline and Amorphous Regions: A Novel Approach
Using Molecular Modeling. Journal of Nanomaterials, Vol. 2013. 2013.
Kumar, Anuj, Yuvraj Singh Negi, Veena Choudary, dan Nishi Kant Bhardwaj.
Characterization of Cellulose Nanocrystals Produced by Acid-Hydrolysis
from Sugarcane Bagasse as Agro-Waste. Journal of Materials, Physics and
Chemistry. 2014.
Labchem. 2017. Hydrogen Peroxide. www.labchem.com. Diakses pada: 5
November 2019.
Labchem. 2018. Sodium Hydroxide. www.labchem.com. Diakses pada: 6
November 2019.
Landry, Veronic, Ayse Alemdar, dan Pierre Blanchet. Nanocrystalline Cellulose:
Morphological, Physical and Mechanical Properties. Journal of Forest
Products, Vol. 61, No. 2. 2011.
53
Universitas Sumatera Utara
Larocque, G. L., dan O. Maass. The Mechanism of the Alkaline Delignification of
Wood. Canadian Journal of Research, Vol. 19, Sec. B. 1941.
Lee, Hyung-Joo, Heon-Seok Lee, Junwon Seo, Yong-Hak Kang, Woosuk Kim,
Thomas H dan K. Kang. 2019. State-of-the-Art of Cellulose Nanocrystals
and Optimal Method for their Dispersion for Construction-Related
Applications. Applied Sciences, 9, 426.
Li, Xiao-Fang, En-Yong Ding, Guo-Kang Li. A Method of Preparing Spherical
Nano-Crystal Cellulose With Mixed Crystalline Forms of Cellulose I and II.
Chinese Journal of Polymer Science, Vol. 19, No. 3, 291-296, 2001.
Li, Yang dan Arthur J. Ragauskas. Cellulose Nano Whiskers as a Reinforcing
Filler in Polyurethanes. Advances in Diverse Industrial Applications of
Nanocomposites. 2011.
Lim, Lim Sze, Ishak Ahmad dan Azwan Mat Lazim. 2015. pH Sensitive Hydrogel
Based on Poly(Acrylic Acid) and Cellulose Nanocrystals. Sains Malaysiana
44(6): 779 – 785.
Lionetto, Francesca, Roberta Del Sole, Donato Cannoletta, Giuseppe Vasapollo
dan Alfonso Maffezzoli. Monitoring Wood Degradation during Weathering
by Cellulose Crystallinity. Materials, 5, 1910 – 1922. 2012.
Locatelli, Gabriel Olivo, Leandro Finkler, dan Christine L. L. Finkler.
Comparison of acid and enzymatic hydrolysis of pectin as inexpensive
source to cell growth of Cupriavidus necator. Annals of the Brazilian
Academy of Science 91(2). 2019.
Ma, Hongbao, Kuan-Jiunn Shieh, dan Tracy X. Qiao. 2006. Study of
Transmission Electron Microscopy (TEM) and Scanning Electron
Microscopy (SEM). Nature and Science, 4(3), 2006.
Marino, Mayra, Lucimara Lopes da Silva, Nelson Duran dan Ljubica Tasic. 2015.
Enhanced Materials from Nature: Nanocellulose from Citrus Waste.
Molecules 20, 5908-5923.
Mazlita, Y., H. V. Lee, dan S. B. A. Hamid. Preparation of Cellulose Nanocrystals
Bio-Polymer from Agro-Industrial Wastes: Separation and Characterization.
Polymers & Polymer Composites, Vol. 24, No. 9. 2016.
54
Universitas Sumatera Utara
Missoum, Karim, Mohamed Naceur, dan Julien Bras. Nanofibrillated Cellulose
Surface Modification: A Review. Materials, 6, 1745 – 1766. 2013.
Mohammadi, Hossein, Seyedmohammad Mirmehdi dan Lisiane Nunes Hugen.
2016. Rice Straw/Thermoplastic Composite: Effect of Filler Loading,
Polymer Type and Moisture Absorption on the Performance. CERNE, 449-
456. ISSN: 0104 – 7760.
Mohiuddin, A. K. M., Manas Kanti Saha, Md. Sanower Hossian dan Aysha
Ferdoushi. 2014. Usefulness of Banana (Musa paradisiaca) Wastes in
Manufacturing of Bio-products: A Review. The Agriculturists 12(1): 148 –
158.
Montes, Magdalena L. Iglesias, Francesca Luzi, Franco Dominici, Luigi Torre,
Viviana P. Cyras, Liliana B. Manfredi, dan Debora Puglia. Design and
Characterization of PLA Bilayer Films Containing Lignin and Cellulose
Nanostructures in Combination with Umbelliferone as Active Ingredient.
Front Chem. 7: 157. 2019.
Mukwaya, Vincent, Weidong Yu, Rabie AM Asad, dan Hajo Yagoub. An
environmentally friendly method for the isolation of cellulose nano fibrils
from banana rachis fibers. Textile Research Journal. 2015.
Nagendra, Surya, V.V.S. Prasad dan K. Ramji. Synthesis of Bio-Degradable
Banana Nanofiber. International Journal of Innovative Technology and
Research Vol. 2, Issue. 1, 2014.
Nascimento, Pedro, Renan Marim, Gizilene Carvalho, dan Suzana Mali. 2016.
Nanocellulose Produced from Rice Hulls and its Effect on the Properties of
Biodegradable Starch Films. Materials Research 19(1): 167-174.
Nasrabadi, Bijan Nasri, Tayebeh Behzad dan Rouhollah Bagheri. Extraction and
Characterization of Rice Straw Cellulose Nanofibers by an Optimized
Chemomechanical Method. Journal of Applied Polymer Science. 2013.
Nasrun, Jalaluddin, Herawati. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Barangan
Sebagai Bahan Pembuatan Pupuk Cair. Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5: 2,
19-26.
Oladele, Isiaka Oluwole, Michael Seun Omokafe dan Sunday Joseph Olusegun.
2016. Influence of Chemical Treatment on the Constituents and Tensile
55
Universitas Sumatera Utara
Properties of Selected Agro-Fibres. The West Indian Journal of Engineering
Vol.38, No.2, pp.4-12.
Ouellette, Robert J., dan J. David Rawn. 2015. Principles of Organic Chemistry.
Elsevier: Amerika Serikat.
Padam, Birdie Scott, Hoe Seng Tin, Fook Yee Chye, dan Mohd Ismail Abdullah.
2014. Banan by-products: an under-utilized renewable food biomass with
great potential. J Food Sci Technol 51(12): 3257 – 3545.
Paixao, S. M., S. A. Ladeira, T. P. Silva, B. F. Arez, J. C. Roseiro, M. L. L.
Martins dan L. Alves. 2016. Sugarcane bagasse delignification with
potassium hydroxide for enhanced enzymatic hydrolysis. RSC Adv, 6, 1042
– 1052.
Pelissari, Franciele Maria, Margarita Maria Andrade-Mahecha, Paulo Jose do
Amaral Sobral, dan Florencia Cecilia Menegalli. 2017. Nanocomposites
based on banana starch reinforced with cellulose nanofibers isolated from
banana peels. Journal of Colloid and Interface Science 505, 154–167.
Pereira, A. L. S., D. M. Nascimento, M. M. S. Filho, J. P. S. Morais, N. F.
Vasconcelos, J. P. A. Feitosa, A. I. S. Brigida, dan M. F. Rosa.
Improvement of polyvinyl alcohol properties by adding nanocrystalline
cellulose isolated from banana pseudostems. Carbohydrate Polymers. 2014.
Poletto, Matheus, Ademir J. Zattera, dan Ruth M. C. Santana. Structural
Differences Between Wood Species: Evidence from Chemical Composition,
FTIR Spectroscopy, and Thermogravimetric Analysis. Journal of Applied
Polymer Science, Vol. 126, E336 – E343. 2012.
Putri, T.K., D. Veronika, A. Ismail, A. Karuniawan, Y. Maxiselly, A.W. Irwan,
dan W. Sutari. 2015. Pemanfaatan jenis-jenis pisang (banana dan plantain)
lokal Jawa Barat berbasis produk sale dan tepung. Jurnal Kultivasi Vol.
14(2).
Pyrz, William D., dan Douglas J. Buttrey. 2008. Particle Size Determination
Using TEM: A Discussion of Image Acquisition and Analysis for the
Novice Microscopist. Langmuir 24, 11350-11360.
56
Universitas Sumatera Utara
Rahman, Nur Hayati Abdul, Buong Woei Chieng, Nor Azowa Ibrahim dan
Norizah Abdul Rahman. 2017. Extraction and Characterization of Cellulose
Nanocrystals from Tea Leaf Waste Fibers. Polymers, 9, 588.
Rahman, Maliha, Sangita Das dan Mahbub Hasan. 2018. Mechanical properties of
chemically treated banana and pineapple leaf fiber reinforced hybrid
polypropylene composites. Advances in Materials and Processing
Technologies.
Rezanezhad, Shaghayegh, Nooroddin Nazanezhad, dan Ghasem Asadpur. 2013.
Isolation of Nanocellulose from Rice Waste via Ultrasonication.
Lignocellulose 2 (1), 282 – 291.
Rosli, Noor Afizah, Ishak Ahmad, dan Ibrahim Abdullah. 2013. Isolation and
Characterization of Cellulose Nanocrystals from Agave angustifolia Fibre.
BioResources 8(2), 1893 – 1908.
Salas, Carlos, Tiina Nypelo, Carlos Rodriguez-Abreu, Carlos Carrillo, Orlando J.
Rojas. 2014. Nanocellulose properties and applications in colloids and
interfaces. Current Opinion in Colloid & Interface Science 19, 383–396.
Sanchez, Oscar, Rocio Sierra, dan Carlos J. Almeciga-Diaz. 2011. Delignification
Process of Agro-Industrial Wastes: an Alternative to Obtain Fermentable
Carbohydrates for Producing Fuel. Intech: Croatia.
ScienceLab. 2013. Sulphuric Acid. www.sciencelab.com. Diakses pada tanggal 25
Juli 2018.
Segal, L., J. J. Creely, A. E. Martin, Jr., dan C. M. Conrad. An Empirical Method
for Estimating the Degree of Crystallinity of Native Cellulose Using the X-
Ray Diffractometer. Textile Research Journal. 1959.
Sofia, M. Rahimi Kord, R. J. Brown, T. Tsuzuki, dan T. J. Rainey. 2016. A
comparison of cellulose nanocrystals and cellulose nanofibers extracted
from bagasse using acid and ball milling methods. Adv. Nat. Sci.: Nanosci.
Nanotechnol. 7 035004.
Souza, Alana Gabrieli de., Fabiany Sayuri Kano, Jean Jacques Bonvent, dan
Derval dos Santos Rosa. 2017. Cellulose Nanostructures Obtained from
Waste Paper Industry: A Comparison of Acid and Mechanical Isolation
Methods. Materials Research, 20: 209 – 214.
57
Universitas Sumatera Utara
Sun, Ye dan Cheng, Jiayang. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review. Bioresource Technology 83. 2002.
Sutowo, I., T. Adelina, dan D. Febrina. 2016. Kualitas Nutrisi Silase Limbah
Pisang (Batang dan Bonggol) dan Level Molases yang Berbeda Sebagai
Pakan Alternatif Ternak Ruminansia. Jurnal Peternakan Vol 13, No. 2, (41
- 47).
Thermo Nicolet. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Nicolet Corporation: United States of America.
Tibolla, H., F.M. Pelissari, J.T Martins, A.A Vicente, dan F.C. Menegalli. 2018.
Cellulose nanofibers produced from banana peel by chemical and
mechanical treatments: Characterization and cytotoxicity assessment. Food
Hydrocolloids (75), 192 – 201.
Vanhatalo, Kari M. dan Olli P. Dahl. Effect of Mild Acid Hydrolysis Parameters
on Properties of Microcrystalline Cellulose. BioResources 9(3), 4729 – 4740.
2014.
Wang, B. dan M. Sain. 2007. Dispersion of Soybean Stock-Based Nanofiber in
Plastic Matrix. Polym Int 56: 538 – 546.
Wang, H. M., R. W. Kessler and W. Kessler. Removing Pectin and Lignin During
Chemical Processing of Hemp for Textile Applications. Textile Research
Journal 73 (8), 664 – 669.
Wang, Yihong, Xiaoyi Wei, Jihua Li, Fei Wang, Qinghuang Wang, Jiacui Chen
dan Lingxue Kong. 2015. Study on Nanocellulose by High Pressure
Homogenization in Homogeneous Isolation. Fibers and Polymers, Vol. 16.
No.3, 572 – 578.
Wulandari, W. T., A. Rochliadi dan I. M. Arcana. 2016. Nanocellulose prepared
by acid hydrolysis of isolated cellulose from sugarcane bagasse. IOP Conf.
Series: Materials Science and Engineering 107.
Xie, Hongxiang, Haishun Du, Xianghao Yang dan Chuanling Si. Recent
Strategies in Preparation of Cellulose Nanocrystals and Cellulose
Nanofibrils Derived from Raw Cellulose Materials. International Journal of
Polymer Science, Vol. 2018. 2018.
58
Universitas Sumatera Utara
Xu, Changyan, Sailing Zhu, Cheng Xing, Dagang Li, Nanfeng Zhu dan Handong
Zhou. 2014. Isolation and Properties of Cellulose Nanofibrils from Coconut
Palm Petioles by Different Mechanical Process. PLoS ONE 10(4).
Yang, Haiping, Rong Yan, Hanping Chen, Dong Ho Lee dan Chuguang Zheng.
Characteristics of hemicellulose, cellulose and lignin pyrolysis. Fuel 86,
1781-1788. 2007.
Yun, Na, dan Beihai He. Photo-induced Yellowing of Mg(OH)2-based Peroxide
Bleached Deinked Pulp. BioResources 12(3), 5236 – 5248. 2017.
Zain, Nor Fazelin Mat, Salma Mohammad Yusop, dan Ishak Ahmad. 2014.
Preparation and Characterization of Cellulose and Nanocellulose from
Pomelo (Citrus grandis) Albedo. Journal of Nutrition & Food Sciences,
Volume: 5, Issue: 1.
Zghari, B., L. Hajji., dan A. Boukir. Effect of Moist and Dry Heat Weathering
Conditions on Cellulose Degradation of Historical Manuscripts exposed to
Accelerated Ageing: CNMR and FTIR Spectroscopy as a non-Invasive
Monitoring Approach. Journal of Materials and Environmental Sciences,
Vol. 9. Issue 2, pg 641-654. 2018.
Zheng, Dingyuan, Yangyang Zhang, Yunfeng Guo dan Jinquan Yue. Isolation and
Characterization of Nanocellulose with a Novel Shape from Walnut
(Juglans Regia L.) Shell Agricultural Waste. Polymers, 11, 1130. 2019.
59
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ i
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. iii
PRAKATA ........................................................................................................ iv
DEDIKASI ........................................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xix
DAFTAR SIMBOL ...........................................................................................xx
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ........................................................3
1.3 TUJUAN PENELITIAN .............................................................4
1.4 MANFAAT PENELITIAN .........................................................4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN ............................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................6
2.1 SERAT BATANG PISANG .......................................................6
2.2 NANOKRISTAL
……. SELULOSA / NANOCRYSTAL
CELLULOSE (NCC) ..................................................................7
2.3 PROSES -PROSES PENYEDIAAN NANOSELULOSA ..........9
2.3.1 Delignifikasi ......................................................................9
2.3.2 Perlakuan Persiapan Nanoselulosa Dari Selulosa ............10
2.3.2.1 Hidrolisis Asam....................................................10
2.3.2.2 Homogenisasi .......................................................11
x
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 Penggilingan.........................................................12
2.3.2.4 Cryocrushing ........................................................13
2.3.2.5 Ultrasonikasi ........................................................14
2.4 ANALISA NANOSELULOSA KRISTALIN ...........................15
2.4.1 Analisa Yield ......................................................................15
2.4.2 Analisis Karakteristik ........................................................15
2.4.2.1 Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) .........15
2.4.2.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD) .........................16
2.4.2.3 Analisis Transmission Electron Microscopy
(TEM) .....................................................................17
2.4.2.4 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ....18
2.4.3 Uji Fisik ..............................................................................19
2.4.3.1 Uji Water Holding Capacity (WHC)......................19
2.4.3.2 Uji Zat Larut dalam Air ..........................................19
2.4.3.3 Uji Susut Pengeringan ............................................20
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ......................................................21
3.1 LOKASI PENELITIAN .............................................................21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN ...................................................21
3.2.1 Bahan Penelitian ...............................................................21
3.2.2 Peralatan Penelitian ..........................................................22
3.3 PROSEDUR PENELITIAN ......................................................22
3.3.1 Delignifikasi Batang Pisang .............................................22
3.3.2 Persiapan Nanoselulosa dari Serat Batang Pisang............24
3.3.3 Prosedur Pengujian Water Holding Capacity (WHC)......26
3.3.4 Prosedur Pengujian Zat Larut dalam Air ..........................27
3.3.5 Prosedur Pengujian Susut Pengeringan ............................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................30
4.1 ANALISIS SCANNING ELECTRON MICROSCOPY
(SEM) BAHAN DARI SERAT BATANG PISANG ...............30
4.2 ANALISIS TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPY
(TEM) NANOKRISTAL SELULOSA (NCC) .........................33
xi
Universitas Sumatera Utara
4.3 ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR)
BAHAN DARI SERAT BATANG PISANG ...........................34
4.4 ANALISIS YIELD ALFA SELULOSA DAN
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) DARI SERAT
BATANG PISANG ...................................................................38
4.5 ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD) BAHAN DARI
SERAT BATANG PISANG .....................................................41
4.6 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY (WHC)
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 43
4.7 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 44
4.8 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47
5.1 KESIMPULAN 47
5.2 SARAN 48
DAFTAR PUSTAKA 49
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Ultrasonikasi 15
Gambar 2.2 Cara kerja Fourier Transform Infrared 16
Gambar 2.3 Diagram Skematis dari sistem Difraktometer 17
Gambar 2.4 Contoh gambar analisa TEM dari NCC berbahan dasar
kapas 18
Gambar 2.5 Contoh gambar SEM dari NCC berbahan dasar sekam
padi 18
Gambar 3.1 Flowchart Delignifikasi Serat Batang Pisang 24
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Persiapan Nanoselulosa dari Serat
Batang Pisang 26
Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Kadar WHC 27
Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Zat Larut dalam Air 28
Gambar 3.5 Flowchart Pengujian Susut Pengeringan 29
Gambar 4.1 Analisa Morfologi Permukaan (a) Serat Batang Pisang (b)
Alfa Selulosa (c) Nanokristalin Selulosa 31
Gambar 4.2 Analisa Karakterisasi Transmission Electron Microscopy
(TEM) dari Nanokristalin Selulosa (NCC) Serat Batang
Pisang 33
Gambar 4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dari
Serat Batang Pisang, Alfa Selulosa dan Nanokristalin
Selulosa 35
Gambar 4.4 Mekanisme Isolasi Nanokristalin Selulosa dengan Metode
Hidrolisis Asam 40
Gambar 4.5 Hasil Analisis XRD Bahan dari Serat Batang Pisang 41
Gambar 4.6 Hasil Analisis WHC Nanokristalin Selulosa (NCC) dari
Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana) 43
Gambar C.1 Bahan Baku Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana) 67
xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar C.2 Proses Delignifikasi Menggunakan NaOH 67
Gambar C.3 Proses Pemutihan menggunakan H2O2 68
Gambar C.4 Penyaringan dan Pencucian Alfa Selulosa 68
Gambar C.5 Alfa Selulosa Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 68
Gambar C.6 Proses Hidrolisis Asam dengan Menggunakan H2SO4 69
Gambar C.7 Penghentian Reaksi Hidrolisis dengan Aquadest 69
Gambar C.8 Proses Sentrifugasi dengan Kecepatan 11.000 rpm selama
15 menit 69
Gambar C.9 Proses Ultrasonikasi selama 30 menit 70
Gambar C.10 Proses Dialisis dengan Menggunakan Membran Dialisis 70
Gambar C.11 Analisis Water Holding Capacity (WHC) 72
Gambar C.12 Analisis Zat Larut dalam Air 73
Gambar C.13 Analisis Susut Pengeringan 73
Gambar D.1 Hasil Analisis SEM dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 74
Gambar D.2 Hasil Analisis SEM Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 74
Gambar D.3 Hasil Analisis SEM Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa
Selulosa 75
Gambar D.4 Hasil Analisis TEM Nanokristalin Selulosa (NCC) 75
Gambar D.5 Hasil Analisis FTIR dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 76
Gambar D.6 Hasil Analisis FTIR Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 76
Gambar D.7 Hasil Analisis FTIR Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa
Selulosa 77
Gambar D.8 Hasil Analisis XRD dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa
acuminata x balbisiana) 78
Gambar D.9 Hasil Analisis XRD Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang
Kepok (Musa acuminata x balbisiana) 78
xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar D.10 Hasil Analisis XRD Nanokristalin Selulosa (NCC) dari
Suhu Hidrolisis 45°C dan Konsentrasi Asam Sulfat 55% 78
Gambar D.11 Hasil Analisis XRD Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Suhu
Hidrolisis 55°C dan Konsentrasi Asam Sulfat 55% .................. 79
xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sifat Fisik dari Serat Batang Pisang 6
Tabel 2.2 Komposisi Kimia dari Serat Batang Pisang 6
Tabel 2.3 Sifat Mekanis dari Serat Batang Pisang 7
Tabel 3.1 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Asam Sulfat 21
Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Hidrogen Peroksida 21
Tabel 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida 22
Tabel 4.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi dari Serat Batang Pisang,
Alfa Selulosa dan Nanokristalin Selulosa 35
Tabel 4.2 Yield Alfa Seulosa dari Serat Batang Pisang 38
Tabel 4.3 Yield Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa Selulosa 38
Tabel 4.4 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD 42
Tabel 4.5 Hasil Analisis Zat Larut dalam Air pada Nanokristalin
Selulosa (NCC) 44
Tabel 4.6 Hasil Analisis Susut Pengeringan pada Nanokristalin
Selulosa (NCC) 46
Tabel A.1 Data Hasil Analisis Yield Alfa Selulosa 60
Tabel A.2 Data Hasil Analisis Yield Nanokristalin Selulosa (NCC) 60
Tabel A.3 Data Hasil Analisis XRD 61
Tabel A.4 Data Hasil Water Holding Capacity (WHC) 61
Tabel A.5 Data Hasil Analisis Zat Larut dalam Air 61
Tabel A.6 Data Hasil Analisis Susut Pengeringan 62
Tabel D.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi Bahan dari Serat Batang
Pisang 77
Tabel D.2 Indeks Kristalinitas dari Sampel yang Diuji XRD 79
xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 60
A.1 DATA HASIL ANALISIS YIELD 60
A.2 DATA HASIL ANALISIS X-RAY DIFFRACTION
(XRD) 61
A.3 DATA HASIL ANALISIS WATER HOLDING
CAPACITY (WHC) 61
A.4 DATA HASIL ANALISIS ZAT LARUT DALAM
AIR 61
A.5 DATA HASIL ANALISIS SUSUT
PENGERINGAN 62
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 63
B.1 PERHITUNGAN PROSES DELIGNIFIKASI 63
B.2 PERHITUNGAN PROSES HIDROLISIS 63
B.3 PERHITUNGAN YIELD NANOKRISTALIN
SELULOSA (NCC) 64
B.4 PERHITUNGAN INDEKS KRISTALINITAS
(CrI) NANOKRISTALIN SELULOSA 64
B.5 PERHITUNGAN WATER HOLDING CAPACITY
(WHC) NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 65
B.6 PERHITUNGAN ZAT LARUT DALAM AIR
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 65
B.7 PERHITUNGAN SUSUT PENGERINGAN
NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC) 66
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 67
C.1 BAHAN BAKU 67
C.2 PROSES DELIGNIFIKASI 67
C.3 PROSES PEMUTIHAN (BLEACHING) 68
C.4 PROSES FILTRASI DAN PENCUCIAN 68
xvii
Universitas Sumatera Utara
C.5 ALFA SELULOSA 68
C.6 PROSES HIDROLISIS ASAM 69
C.7 PENGHENTIAN REAKSI 69
C.8 PROSES SENTRIFUGASI 69
C.9 PROSES ULTRASONIKASI 70
C.10 PROSES DIALISIS 70
C.11 PRODUK NANOKRISTALIN SELULOSA
PADA BERBAGAI VARIASI 70
C.12 ANALISIS WATER HOLDING CAPACITY
(WHC) 72
C.13 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR 73
C.14 ANALISIS SUSUT PENGERINGAN 73
LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM ANALISIS
DAN INSTRUMEN 74
D.1 HASIL SEM BAHAN DARI SERAT BATANG
PISANG 74
D.2 HASIL TEM NANOKRISTALIN SELULOSA
(NCC) 75
D.3 HASIL FTIR SERAT BATANG PISANG 76
D.4 HASIL FTIR ALFA SELULOSA 76
D.5 HASIL FTIR NANOKRISTALIN SELULOSA
(NCC) 77
D.6 HASIL XRD SERAT BATANG PISANG 78
D.7 HASIL XRD ALFA SELULOSA 78
D.8 HASIL XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI
SUHU HIDROLISIS 45°C DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT 55% 78
D.9 HASIL XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI
SUHU HIDROLISIS 55°C DAN KONSENTRASI
ASAM SULFAT 55% 79
xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
xix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SIMBOL
xx
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN A
DATA PENELITIAN
60
Universitas Sumatera Utara
A.2 DATA HASIL ANALISIS X-RAY DIFFRACTION (XRD)
Tabel A.3 Data Hasil Analisis XRD
Sampel Indeks Kristalinitas (CrI, %)
Serat Batang Pisang Kepok 34,77
Alfa Selulosa 74,36
NCC (Thidrolisis = 45°C, cH2SO4 = 55%) 75,56
NCC (Thidrolisis = 55°C, cH2SO4 = 55%) 82,04
61
Universitas Sumatera Utara
45 13,33
60 50 2,63
55 5,71
62
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
63
Universitas Sumatera Utara
Volume campuran = 35,105 + 19,022 = 54,127 ml
Larutan asam sulfat 50% (w/w) tersebut kemudian dikurangi hingga
volumenya menjadi 50 ml. Perhitungan ini juga dilakukan untuk konsentrasi asam
40, 45 dan 55 %.
64
Universitas Sumatera Utara
CrI (%) = 82,04%
Sehingga didapat nilai indeks kristalinitas pada variasi tersebut, yaitu 82,04%.
Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh sampel yang diuji.
65
Universitas Sumatera Utara
berat awal-berat setelah pencucian
Zat Larut dalam air (%) = ( ) ×100%
berat awal
0,89-0,82
Zat Larut dalam air (%) = ( ) ×100%
0,89
Zat Larut dalam air (%) = 7,87 %
Sehingga didapat zat larut dalam air untuk variasi tersebut sebesar 7,87 %.
Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh variasi yang dilakukan.
0,65-0,59
Susut Pengeringan (%) = ( ) ×100%
0,65
Susut Pengeringan (%) = 9,23 %
Maka didapat nilai susut pengeringan dari variasi tersebut, yaitu sebesar
9,23 %. Perhitungan ini dilakukan untuk seluruh variasi yang dilakukan.
66
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar C.1 Bahan Baku Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana)
67
Universitas Sumatera Utara
C.3 PROSES PEMUTIHAN (BLEACHING)
Gambar C.5 Alfa Selulosa Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana)
68
Universitas Sumatera Utara
C.6 PROSES HIDROLISIS ASAM
Gambar C.8 Proses Sentrifugasi dengan Kecepatan 11.000 rpm selama 15 menit
69
Universitas Sumatera Utara
C.9 PROSES ULTRASONIKASI
45 45 -
70
Universitas Sumatera Utara
50
55
60
45
50 50
55
71
Universitas Sumatera Utara
60
45
50
55
55
60
72
Universitas Sumatera Utara
C.13 ANALISIS ZAT LARUT DALAM AIR
73
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN D
HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM ANALISIS DAN
INSTRUMEN
Gambar D.1 Hasil Analisis SEM dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)
Gambar D.2 Hasil Analisis SEM Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)
74
Universitas Sumatera Utara
Gambar D.3 Hasil Analisis SEM Nanokristalin Selulosa (NCC) dari Alfa Selulosa
75
Universitas Sumatera Utara
D.3 HASIL FTIR SERAT BATANG PISANG
Gambar D.5 Hasil Analisis FTIR dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)
Gambar D.6 Hasil Analisis FTIR Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)
76
Universitas Sumatera Utara
D.5 HASIL FTIR NANOKRISTALIN SELULOSA (NCC)
Gambar D.7 Hasil Analisis FTIR Nanokristalin Selulosa dari Alfa Selulosa
Tabel D.1 Daerah Penyerapan Gugus Fungsi Bahan dari Serat Batang Pisang
Frekuensi Alfa Selulosa Nanokristalin
Serat Batang
Bilangan Serat Batang selulosa Serat
Jenis Ikatan Pisang
Gelombang Pisang Batang Pisang
(cm-1)
(cm-1) (cm-1) (cm-1)
Stretching
3400 - 3200 3318 3282 3323
Gugus O-H
Streching
2900 - 2880 2889 2885 2896
Gugus C-H
Gugus C≡C 2140 - 2100 2104 - -
Asam
1725 - 1700 1723 - -
Karboksilat
Vibrasi Gugus
1680 - 1620 1615 1625 1640
O-H
Bending
1350 - 1260 - 1322,07 -
Gugus OH
Wagging CH2 1317 - - 1317
Stretching
~1232 1238 - -
Gugus C-O-C
Stretching
1028 - 985 1025 1019 1011
Gugus C-O
77
Universitas Sumatera Utara
D.6 HASIL XRD SERAT BATANG PISANG
Gambar D.8 Hasil Analisis XRD dari Serat Batang Pisang Kepok (Musa acuminata
x balbisiana)
Gambar D.9 Hasil Analisis XRD Alfa Selulosa dari Serat Batang Pisang Kepok
(Musa acuminata x balbisiana)
Gambar D.10 Hasil Analisis XRD Nanokristal Selulosa dari Suhu Hidrolisis 45°C
dan Konsentrasi Asam Sulfat 55%
78
Universitas Sumatera Utara
D.9 HASIL ANALISIS XRD NANOKRISTAL SELULOSA DARI SUHU
HIDROLISIS 55°C DAN KONSENTRASI ASAM SULFAT 55%
Gambar D.11 Hasil Analisis XRD Nanokristal Selulosa dari Suhu Hidrolisis 55°C
dan Konsentrasi Asam Sulfat 55%
79
Universitas Sumatera Utara