2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8409
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON
DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI
PREKURSOR
SKRIPSI
SKRIPSI
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.
Disetujui di
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Saharman Gea, S.Si, M.Si, Ph.D
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
Puji dan Syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik di bidang Ilmu Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Shalawat
serta salam penulis hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, segala
yang Beliau lakukan dan perbuat merupakan sunnah menuju jalan kebenaran.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tak
terhingga kepada Ayahanda tersayang H.Marasonang Siregar dan Ibunda tercinta
Farida Hanum yang selalu sabar dan penuh kasih sayang dalam mendidik dan
membesarkan penulis serta sebagai motivator terbaik untuk anak-anaknya.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua adik penulis Anisah
dan Putri yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini. Kepada Bapak Saharman Gea Ph.D selaku Dosen
Pembimbing yang begitu banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan,
bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan baik. Ibu Cut Fatimah Zuhra,M.Si
dan Ibu Sovia Lenny S.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU yang telah membimbing dan
memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama menjalani studi. Kak Sri Rahayu
S.Si selaku laboran serta kakak, abang dan teman dalam satu team penelitian
diantaranya Kak Tari, Kak Nami, Kak Juli, Kak Suci, Kak Melda, Kak Reka,
Abangda Averroes, Abangda Yasir, Satria, Denny, Ardiansyah, Malik dan Rio
yang telah membantu serta menyemangati penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan skripsinya. Sahabat seperjuangan dan orang terkasih yaitu Dian
Andita, Nabila, Meutia, Allysa, Goldha dan Abangda Ali Muhsin Syam yang
selalu memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis serta mendengarkan
keluh dan kesah penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsinya. Rekan-
rekan seperjuangan di stambuk 2014 yang telah menemani seluruh proses awal
studi hingga skripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari pihak pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa
yang akan datang.
iv
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACK iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Pembatasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Metodelogi Percobaan 5
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN
vi
Nomor
Judul Halaman
Tabel
vii
Nomor
Judul Halaman
Gambar
2.1 Struktur Kimia dari CQDs 11
4.1 (a) Serat Ampas tebu, (b) Serat α-Selulosa yang 23
diisolasi dari Ampas tebu
4.2 Hasil isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa ampas 24
tebu
4.3 Hasil Sintesis CDs dengan variasi waktu yang berbeda 24
(a) 4 jam (b) 8 jam dan (c) 12 jam
4.4 Spektra FT-IR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan 25
carbon dots dengan variasi waktu pemanasan 4, 8 dan
12 jam
4.5 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 27
4 jam
4.6 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 28
8 jam
4.7 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 28
12 jam
4.8 Grafik spektrum absorbansi CDs yang diukur dalam 29
rentang waktu yang berbeda
viii
Nomor
Judul Halaman
Lampiran
1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Ampas tebu 35
2 Proses Isolasi Nanoserat Selulosa dari α-Selulosa 37
Ampas tebu
3 Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai 38
precursor
4 Daerah Absorpsi untuk Gugus Fungsi dari Selulosa, 39
Hemiselulosa dan Lignin (Oh et al,2005)
5 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 4 jam 39
dengan skala 50 nm
6 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 8 jam 40
dengan skala 500 nm
7 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 12 jam 40
dengan skala 500 nm
8 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Serat Selulosa 41
9 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Nanoserat 42
Selulosa
10 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 4 43
jam
11 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 8 44
jam
12 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 45
12 jam
13 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 4 jam 46
14 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 8 jam 46
15 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 12 jam 47
ix
AT = Ampas Tebu
FT-IR = Fourier Transform Infrared
TEM = Transmission Electron Microscopy
UV-Vis = Ultra Violet Visible
H2O2 = Hidrogen Peroksida
HCl = Hidrogen Klorida
NaOCl = Natrium Hipoklorit
NaOH = Natrium Hidroksida
CDs = Carbon dots
BAB 1
PENDAHULUAN
Selain itu, pada nanoserat selulosa ampas tebu terdapat selulosa dengan
adanya gugus aktif karboksil dan lignin yang mengandung gugus fenolat. Adanya
kandungan selulosa dan lignin pada ampas tebu berpotensi untuk dikonversi
menjadi sumber karbon. Material karbon merupakan prekursor yang cocok untuk
sintesis carbon dots (CDs) dalam skala besar (Zhang, 2016). Jenis prekursor dapat
mempengaruhi ukuran CDs, menentukan gugus fungsi permukaan, serta sifat-sifat
penting yang mempengaruhi spesifikasi optik (Mozdbar,2018). Banyak peneliti
telah mengkaji berbagai sumber karbon sebagai prekursor terhadap sintesis CDs
diantaranya dari asam sitrat (Zhai, et.al. 2012) , susu kedelai (Zhou, et.al. 2012)
dan sari jeruk (Sahu, et.al. 2012). CDs telah menarik banyak perhatian karena sifat
photoluminescence-nya yang stabil, serta eksitasi dan emisi spektranya yang luas.
Selain itu, CDs memiliki sifat biokompatibilitas yang baik, dan sitotoksisitas
(cytotoxicity) yang rendah. Bagaimanapun, material yang kaya akan kandungan
karbon dapat digunakan untuk mensintesis CDs (Zhou et al, 2012).
Kemajuan yang telah dicapai mengenai kajian yang meliputi sintesis, sifat
dan aplikasi CDs telah dipaparkan oleh para peneliti. Secara umum, struktur CDs
yang dihasilkan dari selulosa terdiri dari microsphere dengan ukuran yang
berkisar antara 2–5 µm. CDs microsphere yang dihasilkan ini dapat diperlakukan
terlebih lanjut untuk mendapatkan ukuran yang berbeda dan gugus fungsi yang
berbeda. CDs dapat disintesis dari berbagai macam metode. Metode dalam
sintesis CDs secara umum diklasifikasikan ke dalam dua cara, yaitu: metode top-
down dan bottom-up (Baker dkk, 2010). Metode top-down merupakan metode
sintesis secara fisika meliputi laser ablation method, arc discharge method, dan
plasma treatment, sedangkan metode bottom-up merupakan metode sintesis
secara kimia yang meliputi sintesis elektrokimia, sintesis hidrotermal, sintesis
microwave dan support assisted synthesis.
Metode hidrotermal merupakan metode sintesis sederhana dengan prinsip
pemanasan menggunakan kadar oksigen yang rendah (Dewi,2016). CDs telah
disintesis dari jelaga lilin dengan reaksi hidrotermal (Liu et.al, 2011). Senyawa ini
memiliki berbagai jenis aplikasi yang menarik perhatian para peneliti, seperti
potensinya sebagai super kapasitor, katalis, dan adsorben. Khairani (2017) telah
berhasil mensintesis CDs melalui metode hidrotermal dengan melakukan variasi
temperatur yakni berkisar antara 140–160⁰C dan waktu sintesis yakni 15–300
menit. Peningkatan temperatur dan waktu sintesis menyebabkan pergeseran
puncak bilangan gelombang ikatan C-N, seiring dengan meningkatnya panjang
gelombang absorbansi. Hal ini mengindikasikan bahwa ikatan C-N memberikan
pengaruh terhadap kemampuan absorbansi CDs. Hasil uji fotoluminesensi
menunjukkan bahwa peningkatan temperatur dan waktu reaksi menyebabkan
pergeseran puncak gelombang emisi ke arah panjang gelombang lebih kecil dan
menurunkan intensitas emisi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan melaksanakan penelitian
dalam pengaruh waktu pemanasan terhadap sintesis CDs dari nanoserat selulosa
ampas tebu sebagai prekursor dengan metode sintesis hidrotermal sehingga
menghasilkan sebuah material yang dapat digunakan untuk berbagai bidang
industri serta meningkatkan nilai ekonomis dari limbah ampas tebu.
1.2. Permasalahan
a. Limbah ampas tebu tidak hanya dijadikan sebagai hasil buangan, tetapi
juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber selulosa sehingga menghasilkan
produk yang bermanfaat seperti CDs
b. Selulosa merupakan limbah organik yang umumnya tidak digunakan.
Penelitian ini dapat mengurangi volume limbah yang dapat menyebabkan
kerugian.
c. CDs merupakan salah satu bahan yang luas digunakan di dunia sebagai
bahan elektronik, sehingga penelitian ini dapat meningkatkan nilai
ekonomis.
c. Tahap ketiga yaitu isolasi dan karakterisasi nanoserat selulosa dari ampas
tebu dengan cara menghidrolisis serat selulosa ampas tebu menggunakan
asam klorida 10% selama 3 jam di dalam ultrasonikator. Kemudian serat
dikeluarkan dari dalam ultrasonikator dan dicuci hingga pH 7,
dihomogenisasi dengan alat high stear homogenizer dengan kecepatan
8.000 rpm selama 15 menit, lalu dikeringkan suspensi di dalam oven pada
suhu 500C hingga kering sehingga diperoleh nanoserat selulosa.
d. Tahap keempat yaitu sintesis CDs dengan metode hidrotermal dengan
cara membakar nanoserat selulosa dengan suhu 5500C pada furnace.
Kemudian ditambahkan secara merata 30 mg carbon yang dihasilkan ke
dalam 40 mL larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan perbandingan
volume 1:3 dan dilakukan pemanasan dengan variasi waktu 4, 8 dan 12
jam masing-masing pada suhu 1000C. Kemudian larutan dinetralkan
dengan penambahan NaOH 1 M dan disaring dengan menggunakan
membran filtrasi dengan ukuran 0,22 µm.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki
peranan penting dalam kehidupan. Di Indonesia sendiri, sejak zaman
kolonialisme, tebu dianggap sebagai komoditi terbesar. Umumnya, tebu
diproduksi untuk memenuhi konsumsi gula sebagai bahan sumber kalori (Habibi
et al., 2010). Departemen Pertanian Republik Indonesia melaporkan bahwa
produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun (Dirjenbun, 2014).
Tingginya produksi tebu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula
menghasilkan sisa pengolahan berupa ampas tebu. Struktur utama dari residu
pertanian ini merupakan selulosa yang merupakan polimer alam (Habibi et al.,
2010)
Pada dekade terakhir, pemanfaatan hasil samping proses pengolahan tebu
tidak mendapat perhatian yang besar kecuali tetes tebu yang dimanfaatkan sebagai
bahan dasar untuk pembuatan etanol, monosodium glutamate (MSG), pakan
ternak, pupuk, papan partikel, pulp, dan bahan bakar boiler di pabrik gula. Dalam
proses produksi gula, tebu-tebu yang digunakan menghasilkan ampas tebu
sebanyak 35-40% dan yang termanfaatkan hanya 5% (Misran, 2005). Mengingat
besarnya produksi gula di Indonesia sendiri mengindikasikan bahwa sangat
sedikit pemanfaatan ampas tebu yang didaur ulang.
Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung lignoselulosa dapat
dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti bioetanol atau biogas.
Ampas tebu memiliki kandungan selulosa 52,7%, hemiselulosa 20,0%, dan lignin
24,2% (Samsuri et al., 2007). Adanya kandungan selulosa dan lignin pada ampas
tebu berpotensi untuk dikonversi menjadi sumber karbon.
2.2 Selulosa
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat
padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam
dan ammonia (Brown dan Saxena, 2007). Selulosa merupakan komponen utama
dari semua bahan tanaman, sekitar setengah atau satu per tiga dari jaringan
tanaman dan bertambah secara konstan melalui fotosintesis, dengan perkiraan
biosintesis 1011 ton/tahun. Secara khusus, selulosa merupakan komponen utama
pada tumbuhan tinggi, termasuk kayu, kapas, ampas tebu dan lainnya. Selulosa
merupakan bahan baku potensial yang besar untuk sejumlah industri dan telah
menciptakan banyak penelitian (Sun,et.al. 2004).
Secara kimiawi, selulosa merupakan polisakarida yang tersusun oleh
monomer glukosa monosakarida dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang
yang mirip dengan amilosa. Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa
terikat pada ikatan β-1,4- glikosidik. Jumlah selulosa dalam suatu serat bervariasi
menurut sumbernya dan umumnya berkaitan dengan bahan seperti air, lilin,
pektin, protein, lignin dan substansi mineral. Selulosa yang diperoleh dari kayu
memerlukan proses yang panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin
(Bhimte dan Tayade, 2007).
Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat mekanik
yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian tinggi,
kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik (Gea, dkk.,
2011). Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil disebabkan adanya ikatan
hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh.
Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat
mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter) yang
tinggi selama proses produksi.
Selulosa pada serat tanaman pada umumnya adalah komponen organik
yang paling dominan pada kebanyakan biomassa. Pada ampas tebu kandungan
selulosa dilaporkan setinggi 35,3% kalsium hidroksida, 32-44% besi klorida, 35-
50% asam hidroklorit, 32-44% asam nitrat, 45,5% hidrogen peroksida, 47.5-
51.1% asam sulfat, 40-41.5% kalium hidroksida.
struktur kimia umum dari CDs. Ikatan yang terdapat pada CDs terdiri dari
beberapa gugus fungsi yang saling berikatan membentuk CDs dengan
karakteristik yang berbeda dari karbon biasa. Umumnya gugus fungsi yang
terdapat pada CDs menunjukkan ikatan ONH-COONH.
Gambar 2.1 Struktur kimia dari CDs. (Lim, Shen, dan Gao, 2014)
CDs merupakan material yang termasuk dalam kelas karbon dimensi nol
yang memiliki struktur karbon sp2. Karena bentuknya, CDs menghasilkan
beberapa sifat yang unik seperti photoluminescence dan
electrochemiluminescence. CDs memiliki berbagai kemampuan unggul dari
pewarna organik dalam hal kestabilan terhadap cahaya, fotobleaching dan
blinking. Dengan keunggulan sifatnya, kajian intensif mengenai CDs terus
berkembang dengan cepat hingga saat ini.
Untuk mensintesis CDs dapat dilakukan dalam beberapa metode yang
berbeda. Kebanyakan metode yang digunakan memerlukan peralatan yang cukup
rumit, katalis dan bahan-bahan kimia yang tidak baik terhadap lingkungan.
Namun, dari beberapa metode tersebut, metode karbonisasi hidrotermal memiliki
biaya yang murah, ramah lingkungan dan tidak berbahaya untuk memproduksi
material berbasis karbon baru dari berbagai prekursor (Wang dan Hu, 2014).
dengan titik didih tinggi, diikuti dengan ekstraksi dan konsentrasi. Buhnia et al.
(2013) mensintesis dua jenis CDs, hidrofobik dan hidrofilik dengan diameter lebih
kecil dari 10 nm dari karbonisasi karbohidrat. Bagian hidrofobik diproduksi
dengan mencampurkan jumlah karbohidrat yang berbeda dengan octadecylamine
dan octadecene sebelum dipanaskan hingga 70-300°C selama 10-30 menit.
Bagian hidrofilik dapat disintesis dengan memanaskan larutan karbohidrat dalam
rentang pH yang lebar. CDs hidrofilik emisi kuning dan merah juga bisa disintesis
dengan mencampurkan larutan karbohidrat dengan konsentrasi asam fosfat yang
diikuti dengan pemanasan pada suhu 90°C selama 60 menit (Wang dan Hu, 2014).
Sintesis CDs dengan metode microwave menggunakan bahan sulfur, urea
dan citric acid telah berhasil disintesis. Pada masing-masing kondisi dibuat
dengan variasi waktu sintesis yang berbeda-beda yaitu 5, 15, 25, 35, 45 dan 55
menit. Hasil sintesis c-dots dengan variasi waktu sintesis berbeda menunjukan
pergeseran warna dari kuning muda menjadi coklat tua. Emisi cahaya CDs yang
diamati dalam cahaya UV menunjukan perpendaran warna hijau kekuningan.
Meningkatnya lama waktu sintesis menyebabkan penyerapan spektrum absorbansi
yang dihasilkan semakin luas dan semakin rendah nilai energi gapnya yaitu pada
rentang 1,7-2,1 eV. Hal ini mengindikasikan bahwa efek waktu sintesis
mempengaruhi sifat optik CDs yang dihasilkan (Dany,2015).
CDs juga telah berhasil disintesis melalui metode hidrotermal dengan
melakukan variasi temperatur yakni berkisar 140–160⁰C dan waktu sintesis yakni
15–300 menit. Analisis FTIR menunjukkan bahwa sampel CDs terdiri dari ikatan
kimia C-N, C=C, C=N/C=O, C-O-C dan O-H. Peningkatan temperatur dan waktu
sintesis menyebabkan pergeseran puncak bilangan gelombang ikatan C-N, seiring
dengan meningkatnya panjang gelombang absorbansi. Hal ini mengindikasikan
bahwa ikatan C-N memberikan pengaruh terhadap kemampuan absorbansi CDs.
Hasil uji fotoluminesensi menunjukkan bahwa peningkatan temperatur dan waktu
reaksi menyebabkan pergeseran puncak gelombang emisi ke arah panjang
gelombang lebih kecil dan menurunkan intensitas emisi. Sampel dengan
absorbansi tertinggi memiliki emisi pada panjang gelombang 434 nm yang
diidentifikasi sebagai warna biru. Dari hasil uji fototermal didapatkan bahwa
kenaikan temperatur tertinggi terjadi pada sampel yang memiliki panjang
absorbansi tertinggi (656 nm) yakni sebesar 7⁰C dengan nilai koefisien konversi
fototermal sebesar 5,17%. (Khairani, 2017).
dan struktur seperti dislokasi. Analisis kimia juga bisa dilakukan. TEM dapat
digunakan untuk mempelajari pertumbuhan lapisan, komposisi dan cacat pada
semikonduktor. Resolusi tinggi dapat digunakan untuk menganalisis kualitas,
bentuk, ukuran dan quantum wells, wires and dots.
Pada dasarnya karakterisasi TEM untuk nanopartikel CDs
mendistribusikan diameter rata-rata kurang dari 50 nm dan memperlihatkan
struktur berbentuk bola-bola kecil. Partikel CDs berbentuk bola dengan ukuran
partikel yang beragam bergantung pada teknik sintesis dan jenis prekursor yang
digunakan. Skala 100 nm mempresentasikan citra TEM yang terakumulasi pada
ukuran diameter diatas 10 nm. Hal ini telah menunjukkan bahwa adanya
perbedaan untuk setiap analisis diameter nanopartikel CDs dengan menggunakan
TEM berdasarkan skala yang berbeda (Jumardin, 2017).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3.5 Sintesis carbon dots dari Nanoserat Selulosa Ampas Tebu sebagai
Prekursor
Dilakukan pembakaran nanoserat selulosa ampas tebu dengan furnace
dengan laju pemanasan 10oC min-1 pada suhu 550 oC. Ditambahkan secara merata
30 mg carbon yang dihasilkan ke dalam 40 mL larutan asam nitrat dan asam sulfat
dengan perbandingan volume 1:3 dan dilakukan pemanasan dengan variasi waktu
4, 8 dan 12 jam pada suhu 100oC. Kemudian larutan dinetralkan dengan
penambahan NaOH 1M dan disaring dengan menggunakan membran filtrasi
dengan ukuran pori 0,22 µm. Setelah itu material carbon dots yang dihasilkan
dikarakterisasi dengan FT-IR, UV-Vis dan TEM. (Cheng,et.al. 2017).
CDs yang diuji adalah CDs hasil sintesis dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12
jam. Nanopartikel CDs dalam bentuk larutan, di pindahkan 1 mg/ml ke wadah
pengukuran. Selanjutnya dibiarkan kering untuk beberapa menit dan setelah
kering CDs tersebut dimasukkan ke dalam spot atau holder TEM untuk
pengambilan gambar secara morfologi dengan perbesaran 50-500 nm. Dari analisa
permukaan menggunakan TEM dapat dihitung ukuran carbon dots dengan
menggunakan software image J.
Hasil dari detektor berupa data absorbansi cahaya yang diserap oleh
sampel pada panjang gelombang tertentu. Absorbansi panjang gelombang
menunjukkan karakter dari suatu partikel atau senyawa. Nilai absorbansi
menunjukkan jumlah partikel yang terbentuk. Semakin besar ukuran partikel
maka semakin besar panjang gelombang yang terserap karena partikel lebih besar
memiliki atom yang lebih banyak untuk menyerap panjang gelombang dari
sumber cahaya (Octavia, 2014).
Ampas Tebu
Diputihkan dengan campuran larutan NaOH 17,5% dan asam asetat 7,4% (masing-masing
100mL) dengan larutan NaOCl 1,75% dengan perbandingan volume campuran Larutan 1:3
Ditambahkan larutan H2O2 10% sambil dipanaskan pada suhu 70°C selama 2 jam
Disaring dan dicuci dengan Aquadest
Dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C hingga kering
FT-IR
Nanoserat Selulosa
Dikarakterisasi
FT-IR
Dibakar menggunakan furnace pada suhu 550°C dan laju pemanasan 10°C/menit
Ditambahkan secara merata 30mg carbon yang dihasilkan kedalam 40 mL asam nitrat
dan asam sulfat dengan perbandingan volume 1:3 dan dipanaskan larutan diatas penangas
minyak dengan variasi waktu 4, 8 dan 12 jam masing-masing pada suhu 100°C.
Diamati perubahan warna larutan dari bening menjadi coklat bening dan akhirnya coklat
kehitaman
Didinginkan hingga suhu ruang
Dinetralkan hingga pH 7 dengan penambahan NaOH 1M
Carbon Dots
Dikarakterisasi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) Serat Ampas Tebu, (b) Serat α-selulosa yang diisolasi dari
Ampas tebu
didalam oven pada suhu 50°C. Hasil Isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa
dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Hasil isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa ampas tebu
4.1.3 Hasil Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai prekursor
Nanoserat selulosa yang diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian
dikarbonisasi dengan menggunakan furnace pada suhu 550°C. Karbon yang
dihasilkan disintesis dengan campuran larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan
perbandingan volume yang telah ditentukan. Proses sintesis CDs dilakukan
dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam. Larutan CDs kemudian difiltrasi
dengan menggunakan membran filter 0,22 µm untuk menghilangkan zat pengotor
yang masih tersisa. Hasil sintesis CDs yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar
4.3
Gambar 4.3 Hasil Sintesis CDs dengan variasi waktu yang berbeda (a) 4 jam
(b) 8 jam dan (c) 12 jam
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa spektrum Fourier Transform Infrared spectroscopy
Untuk mengetahui karakteristik gugus fungsi yang terdapat pada
permukaan CDs dilakukan karakterisasi FTIR. Gambar 4.4 menunjukkan
spektrum FTIR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan CDs dengan variasi waktu
sintesis 4, 8 dan 12 jam. Perbandingan hasil pengukuran FT-IR CDs dari ampas
tebu dengan metode hidrotermal pada variasi waktu sintesis menunjukkan bahwa
hasil yang didapatkan tidak terdapat perubahan yang signifikan.
Gambar 4.4 Spektra FT-IR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan carbon dots
dengan variasi waktu pemanasan 4, 8 dan 12 jam
Dari Gambar 4.4 di atas terlihat bahwa hasil FT-IR ketiga sampel CDs
memiliki ikatan O-H stretching pada bilangan gelombang berturut-turut 3441,16,
Gambar 4.5 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 4 jam
CDs pada waktu sintesis 4 jam memiliki ukuran diameter berkisar antara 9,00-
23,84 nm dengan diameter rata-ratanya adalah 16,42 nm.
Gambar 4.6 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 8 jam
Gambar 4.7 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 12 jam
Gambar 4.7 menunjukkan hasil morfologi CDs dengan partikel berbentuk bola
yang memiliki ukuran yang lebih kecil dan tersebar merata pada permukaannya.
Partikel yang dihasilkan amemiliki ukuran diameter berkisar antara 7,64-21,72 nm
dengan diameter rata-ratanya adalah 14,68 nm.
Gambar 4.8 Grafik Spektrum absorbansi CDs yang diukur dalam rentang waktu
yang berbeda-beda
Hal ini dikarenakan pada CDs dengan waktu sintesis 4 jam partikel masih
dalam ukuran yang besar dan masih dalam bentuk cluster sehingga memiliki daya
serap absorbansi yang lebih tinggi dibandingkan CDs dengan waktu sintesis 8 dan
12 jam yang memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan
penelitan sebelumnya (Vasimalai, 2018) yang menunjukkan bahwa puncak
karakteristik untuk CDs pada spektrum absorbansi dengan rentang panjang
gelombang 275-324 nm.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan analisa dengan
menggunakan Photoluminisence (PL) untuk melihat spektrum emisi dan
cahaya tampak dari CDs yang dihasilkan.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas penelitian ini
dengan melakukan penelitian terhadap aplikasi dari carbon dots.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, W., Yu, H., Liu, Y., Hai, Y., Zhang, M., & Chen, P. (2011). Isolation and
characterization of cellulose nanofibers from four plant cellulose fibers using
a chemical-ultrasonic process. Cellulose, 18(2), 433–442.
https://doi.org/10.1007/s10570-011-9497-z
Chirayil, C. J., Joy, J., Mathew, L., Mozetic, M., Koetz, J., & Thomas, S. (2014).
Isolation and characterization of cellulose nanofibrils from Helicteres isora
plant. Industrial Crops and Products, 59, 27–34.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2014.04.020
Dany, H. R., Prasetya, M. A., & Sulhadi, S. (2015). Sintesis carbon nanodots
sulfur dengan metode microwave
Fernandes, M. C., Ferro, M. D., Paulino, A. F. C., Mendes, J. A. S., Gravitis, J.,
Evtuguin, D. V., & Xavier, A. M. R. B. (2015). Enzymatic saccharification
and bioethanol production from Cynara cardunculus pretreated by steam
explosion. Bioresource Technology, 186, 309–315.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.03.037
Gea, S., Reynolds, C. T., Roohpour, N., Wirjosentono, B., Soykeabkaew, N.,
Bilotti, E., & Peijs, T. (2011). Investigation into the structural,
morphological, mechanical and thermal behaviour of bacterial cellulose after
a two-step purification process. Bioresource Technology, 102(19), 9105–
9110. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2011.04.077
Gea, S., Tjandra, S., Joshua, J., & Wirjosentono, B.,. (2018). Morphological study
of fluoresenct carbon Nanoparticles (F-CNPs) from ground coffee waste soot
oxidation by diluted acid
Gea, S., Zulfahmi, Z., Yunus, D., Andriayani., A & Hutapea, Y,A,. (2018). The
Isolation of Nanofiber Cellulose from Oil Palm empty fruit bunch via steam
explosion and hydrolysis with HCl 10%
Jumardin. (2017). Sintesis nanopartikel karbon (C-dot) dengan metode ablasi laser
untuk aplikasi bio-imaging.Bogor.Institut Pertanian Bogor
Lim, S. Y., Shen, W., & Gao, Z. (2014). Carbon quantum dots and their
applications. Chemical Society Reviews, 44(1), 362–381.
https://doi.org/10.1039/c4cs00269e
Misran, E. (2005). Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Jurnal Teknologi
Proses, 6-10.
Niimura, H., Yokoyama, T., Kimura, S., Matsumoto, Y., & Kuga, S. (2010). AFM
observation of ultrathin microfibrils in fruit tissues. Cellulose, 17(1), 13–18.
https://doi.org/10.1007/s10570-009-9361-6
Sahu, S., Behera, B., Maiti, T. K., & Mohapatra, S. (2012). Simple one-step
synthesis of highly luminescent carbon dots from orange juice: application as
excellent bio-imaging agents. Chemical Communications, 48(70), 8835.
https://doi.org/10.1039/c2cc33796g
Soni,S., & Maria A. Loi. (2016). Luminesent Carbon Dots: Characteristics and
Applications. Groningen: Zernike Institute of Advanced Materials University
of Gronigen
Sun, J. X., Sun, X. F., Zhao, H., & Sun, R. C. (2004). Isolation and
characterization of cellulose from sugarcane bagasse. Polymer Degradation
and Stability, 84(2), 331–339.
https://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2004.02.008
Wang, Y., & Hu, A. (2014). Carbon quantum dots: synthesis, properties and
applications. Journal of Materials Chemistry C, 2(34), 6921.
https://doi.org/10.1039/C4TC00988F
Yang, W., Cheng, T., Feng, Y., Qu, J., He, H., & Yu, X. (2017). Isolating
cellulose nanofibers from steam-explosion pretreated corncobs using mild
mechanochemical treatments. BioResources, 12(4), 9183–9197.
https://doi.org/10.15376/biores.12.4.9183-9197
Zhai, X., Zhang, P., Liu, C., Bai, T., Li, W., Dai, L., & Liu, W. (2012). Highly
luminescent carbon nanodots by microwave-assisted pyrolysis. Chemical
Communications, 48(64), 7955. https://doi.org/10.1039/c2cc33869f
Zhou, J., Sheng, Z., Han, H., Zou, M., & Li, C. (2012). Facile synthesis of
fluorescent carbon dots using watermelon peel as a carbon source. Materials
Letters, 66(1), 222–224. https://doi.org/10.1016/j.matlet.2011.08.081
Zuluaga, R., Putaux, J. L., Restrepo, A., Mondragon, I., & Gañán, P. (2007).
Cellulose microfibrils from banana farming residues: Isolation and
characterization. Cellulose, 14(6), 585–592. https://doi.org/10.1007/s10570-
007-9118-z
LAMPIRAN
Ampas tebu yang diambi dari Serat Ampas Tebu yang telah
perkebunan Kualamadu dibersihkan dan dikeringkan
Serat ampas tebu yang direndam Serat ampas tebu sebelum masuk ke
dengan NaOH 2% autoclave
Serat ampas tebu dimasukkan kedalam Ampas tebu yang telah dikeluarkan dari
autoclave autoclave dan terbebas dari alkali
Proses hidrolisis dengan HCl 10% Serat disuspensi dengan air dan
dengan menggunakan ultrasonic bath diaduk menggunakan homogenizer
Lampiran 5 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 4 jam dengan skala 50 nm
Lampiran 6 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 8 jam dengan skala 500
nm
Lampiran 7 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 12 jam dengan skala 500
nm