Anda di halaman 1dari 77

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Kimia Skripsi Sarjana

2018

Sintesis Carbon Nanodots dari


Nanokristal Selulos yang Diisolasi dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Mennggunakan Metode Microwave

Putri, Yolandha
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8229
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
1

SINTESIS CARBON NANODOTS DARI NANOKRISTAL


SELULOSA YANG DIISOLASI DARI TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE

SKRIPSI

YOLANDHA PUTRI
140802079

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

SINTESIS CARBON NANODOTS DARI NANOKRISTAL


SELULOSA YANG DIISOLASI DARI TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT


MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS

YOLANDHA PUTRI
140802079

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

PERNYATAAN ORISINALITAS

SINTESIS CARBON NANODOTS DARI NANOKRISTAL


SELULOSA YANG DIISOLASI DARI TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2018

Yolandha Putri
140802079

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul :Sintesis Carbon Nanodots dari Nanokristal Selulos


yang Diisolasi dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
Mennggunakan Metode Microwave

Kategori : Skripsi

Nama : Yolandha Putri

Nomor Induk Mahasiswa : 140802079

Program Studi : Sarjana Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Oktober 2018

Ketua Program Studi Pembimbing 1

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Marpongahtun, M. Sc

NIP. 197404051999032001 NIP.196111151988032002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

SINTESIS CARBON NANODOTS DARI NANOKRISTAL

SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

DENGAN METODE MICROWAVE

ABSTRAK

Sintesis carbon nanodots dari nanokristal selulosa yang diisolasi dari tandan kosong
kelapa sawit dengan metode microwave telah berhasil dilakukan. Untuk memperoleh
nanokristal selulosa, dilakukan dengan metode hidrolisis dan menggunakan
membrane dialysis.,sehingga diperoleh hasil sebanyak 0,2 gram nanokristal selulosa.
Nanokristal selulosa kemudian dimasukkan kedalam microwave dan dilakukan
proses pemanasan yang bervariasi yaitu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit sehingga
menghasilkan karbon nanodots. Sampel dikarakterisasi dengan uji analisa gugus
fungsi ( FT-IR),uji morfologi dengan (TEM), dan uji spektrrum absorbansi dengan
Uv-Vis dan lampu uv. Analisa ( FT-IR) pada waktu 20 menit menunjukkan adanya
serapan gugus C=O pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1, puncak serapan pada
bilangan gelombang 2924,09 cm-1 yang mengindikasikan adanya ikatan C-H, adanya
serapan gugus C-O-C pada bilangan gelombang 1056,99 cm-1 dan panjang
gelombang 3425,58cm-1 menunjukkan adanya gugus O-H. Analisa morfologi (TEM)
Carbon nanodots dari tiga variasi yang digunakan, didapati hasil Carbon nanodots
1,61 nm (10 menit), 0,99 nm (15 menit), 0,63nm ( 20 menit), dan dimana pada
pemanasan 20 menit memiliki ukuran diameter partikel yang paling kecil. Pada uji
spektrum absorbansi (UV-Vis) pada waktu 20 menit menyerap spektrum UV pada
puncak panjang gelombang 248,00 nm dan memberikan sifat fluoresensi berwarna
biru.

Kata Kunci : Fluoresensi, Karbon Nanodot, Nanokristal Selulosa, microwave

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

SYNTHESIS OF CARBON NANODOTS FROM CELLULOSE


NANOCRYSTALS OIL PALM EMPTY FRUIT BY MICROWAVE METHOD

ABSTRACT

Synthesis of carbon nanodots from nanocrystal cellulose isolated from empty palm
oil bunches by microwave method has been successfully carried out. To obtain
nanocrystals cellulose, it is carried out by hydrolysis method and using membrane
dialysis, so as to obtain as much as 0.2 grams of cellulose nanocrystals. Cellulose
nanocrystal is then put into a microwave and the heating process is carried out
which varies from 10 minutes, 15 minutes and 20 minutes to produce carbon
nanodots. The samples were characterized by functional group analysis (FT-IR) test,
morphological test with (TEM), and absorbance spectrometer test with UV-Vis and
UV lamps. Analysis (FT-IR) at 20 minutes showed the absorption of C = O group at
wave number 1635.64 cm-1, the absorption peak at wave number 2924.09 cm-1
indicating the presence of CH bond, the absorption of COC groups in the number
waves 1056.99 cm-1 and wavelengths 3425.58cm-1 indicate the presence of OH
groups. Morphological Analysis (TEM) Carbon nanodots of the three variations
used, found the results of Carbon nanodots 1.61 nm (10 minutes), 0.99 nm (15
minutes), 0.63nm (20 minutes), and where on 20 minutes heating had the smallest
particle size. In the absorbance spectrum test (UV-Vis) at 20 minutes absorbs the UV
spectrum at a peak of 248.00 nm wavelength and gives blue fluorescence.

Keywords: Carbon Nanodots, Cellulose Nanocrystals, Fluorescent, Microwave

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul Sintesis Carbon Nanodots dari Nanokristal
Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Metode Pirolisis.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku


pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini.
Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sofia Lenny, M.Si
selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam USU, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam USU, seluruh Staf dan Dosen program studi Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pegawai dan rekan-rekan kuliah.

Ucapan terimakasih yang setulusnya Penulis berikan kepada orangtua Penulis


Herman Efendi dan ibunda Yelna Ermita yang telah membesarkan penulis dan
memberikan dukungan kepada penulis sampai sekarang ini. Dan juga penulis
mengucapkan terimakasih kepada kakak dan abang penulis Yudha Pratama dan
Yudhi Perdana yang menyemangati penulis dalam pembuatan skripsi ini.

Terimakasih Penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada teman-teman


seperjuangan stambuk 2014, khususnya T.Novita yang mana telah menyemangati
penulis serta senasib seperjuangan dalam proses pengerjaan skripsi penulis. Selain
itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Putri Faradilla, Nabilah Hanani dan
Varatya Fitri Amanda yang memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, dan
juga tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang penulis tidak
dapat tuliskan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Medan, Oktober 2018

Yolandha Putri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACK iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Metodologi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit 7

2.2 Selulosa 9

2.2.1 Pengertian Selulosa 9

2.2.2 Sumber Selulosa 9

2.2.3 Jenis-Jenis selulosa 10

2.3 Nanoteknologi 12

2.4 Nanokristal dan Nanoserat 13

2.4.1 Nanokristal 13

2.4.2Nanoserat 14

2.5 Carbon Dots 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.6Fluoresensi 16

2.7 Ultrasonikasi 17

2.8 Microwave 18

2.8.1Defenisi 18

2.9 Membran dialysis 20

2.10 Karakterisasi 21

2.10.1 Fourier Transform Infrared (FTIR) 21

2.10.2 Spectrofotometri UV-Visible 22

2.10.3 Transmission Electron Microscopy (TEM) 22

2.10.4 Scanning Electron Microscopy ( SEM) 23

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat 24
3.2. Alat dan Bahan 24
3.3. Pembuatan Larutan
3.3.1 Larutan NaOH 2% 25
3.3.2 Larutan NaOCl 5% 25
3.3.3 Larutan HNO3 0,05N 25
3.3.4 Larutan H2SO4 45% 26
3.3.5 Penyiapan Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit 26
3.3.6 Isolasi Nanokristal Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit 26
3.3.7 Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan FTIR 26
3.3.8 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa 27
3.3.9 Analisa dengan Menggunakan TEM 27
3.3.10 Sintesis C-Dots dari Nanokristal Selulosa Tandan Kosong 27
Kelapa Sawit
3.4. Bagan Penelitian 20
3.4.1 Preparasi Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit 28
3.4.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari Serbuk Tandan Kosong 29
Kelapa Sawit
3.4.3 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa 30
3.4.4 Sintesis C-Dots dari Nanokristal Selulosa Tandan Kosong 31
Kelapa Sawit

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Isolasi α-Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit 33
4.1.2 Hasil Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa 33
4.1.3 Hasil Carbon nanodots dari Nanokristal Selulosa dengan 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Metode Microwave 10 menit, 15 menit, dan 20 menit


4.2. Pembahasan
4.2.1 Isolasi α-selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit 35
4.2.2 Isolasi Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit 35
4.3 Karakterisasi
4.3.1 Analisa Gugus Fungsi dengan menggunakan FT-IR 36
4.3.2 Analisa Morfologi Nanokristal Selulosa dengan TEM 37
4.3.3 Analisa Spektrum Absorbansi dengan Spektrofotometer 38
UV-Visible 33
4.3.4 Analisa dengan Lampu UV 39
4.3.5 Analisa Morfologi Carbon Nanodots dengan TEM 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
2.1 Senyawa dan kandungan dari tandan kosong sawit 8
2.2 19
Sintesis C-Dots dengan berbagai sumber karbon
menggunakan metode microwave
4.1 Bilangan gelombang dari gugus fungsi pada α-selulosa, 35
dan Carbon dots dengan variasi waktu selama 10
menit,15 menit, dan 20 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Judul Halaman
Gambar

2.1 Reaksi Delignifikasi dengan NaOH 11

2.2 Reaksi pemutihan selulosa (Bleaching) menggunakan 12


NaOCl

2.3 Hasil sintesis menggunakan microwave selama 5-10 16


menit (Zhu dkk,2009)

2.4 Skema proses dialysis dengan menggunakan membrane 20


dialysis

4.1 Alfa selulosa yang dihasilkan 33

4.2 Nanokristal selulosa 34

4.3 Hasil Carbon Dots dengan variasi waktu 34

4.4 Spektrum FT-IR dari serat α-selulosa, dan carbon dots 36


dengan variasi waktu

4.5 Gambar Nanokristal selulosa dan distribusi ukuran 37


partikel

4.6 Distrusi ukuran partikel Nanokristal selulosa 38

4.7 Absorbansi dan fluoresensi dibawah sinar tampak dan 38


dibawah lampu uv

4.8 Carbon Nanodots dibawah sinar tampak 40

4.9 Karakterisasi TEM Carbon Nanodots 41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran
1 Foto proses pembuatan α-selulosa hingga pembuatan 50
Carbon Dots
2 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR α-selulosa 52
3 62
4 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon Dots 53
selama 10 menit
5 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon Dots 54
selama 15 menit
6 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon Dots 55
selama 20 menit
7 Analisa UV-Vis Carbon Dots selama 10 menit 56
8 Analisa UV-Vis Carbon Dots selama 15 menit 57
9 Analisa UV-Vis Carbon Dots selama 20 menit 58
10 Analisa TEM Carbon Dots selama 10 menit 59
11 Analisa TEM Carbon Dots selama 10 menit 60
12 Analisa TEM Carbon Dots selama 10 menit 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

DAFTAR SINGKATAN

TKKS = Tandan Kosong Kelapa Sawit


CPO = Cruid Palm Oil
TBS = Tandan Buah Segar

TKS =Tandan Kosong Sawit


FTIR = Fourier Transform Infrared
NaOH = Natrium Hidroksida
C-Dots = Carbon Nanodots
CH3COOH = Asam Asetat
NaOCl = Natrium Hipoklorit
HNO3 = Asam Nitrat
SEM = Scanning Electron Microscopy
H2SO4 = Asam Sulfat
NCC = Nanokristal selulosa
UV-Vis = Transmission Electron Microscopy
TEM = Tandan Kosong Kelapa Sawit
Lampu UV = Lampu Ultraviolet

BC =Bacterial Cellullose

DP =Derajat Polimerisasi

TEMPO =2,2,6,6-tetramethylpiperidine-1-oxyil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di
hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit
hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua
Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan
perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah
pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara.
Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit (Fauzi, 2003). Pencapaian
produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta
ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia
( Fauzi, 2012).
Berdasarkan statistik komoditas kelapa sawit terbitan Dirjen Perkebunan pada
tahun 2014, luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta hektar dengan produksi 29,3
juta ton CPO. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil
minyak nabati berupa crude palm oil (CPO). Selain menghasilkan CPO, dalam
proses pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah yang sangat banyak.
Diketahui untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (shell)
sebanyak 6,5 % atau 65 kg, lumpur sawit (wet decanter solid) 4% atau 40 kg, serabut
(fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50 % (Mandirim, 2012).
Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan
oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlah Tandan Kosong Kelapa Sawit mencapai 30-
35% dari berat Tandan Buah Segar setiap pemanenan. Namun hingga saat ini,
pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit belum dilakukan secara optimal.
(Hambali, 2008). Komponen terbesar dalam limbah pada Tandan Kosong Kelapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Sawit adalah selulosa 40%, hemiselulosa 24%, dan lignin 21%. Ketiga komponen
tersebut dapat dikonversikan menjadi berbagai bahan kimia, material, maupun
produk bernilai ( Herawan, 2013).
Nanoteknologi adalah pemahaman dan penguasaan materi pada dimensi
sekitar 0,2 - 100 nm, yang akan memungkinkan adanya aplikasi baru (Gardner,
2008). Nanokristal selulosa merupakan nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa,
yang sangat relevan untuk pengembangan biomaterial. Nanokristal selulosa ini dapat
dimanfaatkan dalam persiapan perangkat biomedis, implan, dan tekstil mengingat
sifatnya yang biokompatibel dan tidak beracun (Benavides, 2011).
Nanokristal sebagai bahan yang berperan dalam pembuatan obat – obatan
yang selama ini diimpor di Indonesia sehingga harga obat relatif meningkat. Dengan
adanya penelitian isolasi nano selulosa ini, dapat diketahui hasil selulosa yang
didapat dari Tandan Kosong Sawit (TKS) dengan proses ligninfikasi, pemurnian alfa
selulosa, serta hidrolisis dengan asam untuk mengendapkan nano selulosa. Setelah
itu di karakterisasi dengan menggunakan Scanning Electronic Microscopy (SEM).
Isolasi nano selulosa dari tandan kosong sawit di lakukan dengan pengendapan
melalui hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada suhu 45o C selama 30
menit (Bledzki, 1990).
Larutan alkali dapat digunakan untuk pemurnian serat selulosa dari senyawa
hemiselulosa, sisa pati, dan pektin. (Elanthikkal et al, 2010) menggunakan larutan
alkali berupa NaOH 1 M pada suhu 80oC selama 4 jam untuk mereduksi kandungan
hemiselulosa dan pektin pada serat pisang. Peningkatan konsentrasi larutan alkali
yang digunakan cenderung meningkatkan fibrilasi (Zhang et al, 2005). Isolasi
nanoserat selulosa dengan menggunakan asam kuat dapat menghasilkan whiskers.
Asam kuat lebih mudah menghidrolisis bagian amorf serat, sehingga serat
terdegradasi menjadi serat pendek. Asam kuat juga dapat menghidrolisis
hemiselulosa menjadi xilosa dan gula lain, selanjutnya xilosa terdegradasi
membentuk furfural. Selain itu polisakarida lain seperti residu pati dapat terhidrolisis
menjadi gula sederhana (Adel et al, 2011).
Carbon nanodots (C-Dots) merupakan bahan karbon baru yang berukuran di
bawah ~10 nm. Sejak ditemukannya nanopartikel C-Dots sebagai bahan baru dari
karbon, kajian intensif mengenai C-Dots terus berkembang dengan cepat hingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

saat ini. Ikatan rantai karbon sebagai sumber utama dalam pembuatan C-Dots
menjadi fokus penelitian yang dikaji dan dikembangkan penerapannya dalam
beberapa aplikasi. Banyak peneliti telah mengkaji berbagai sumber karbon seperti
(Zhai dkk ,2012) menggunakan sumber karbon dari asam sitrat, (Zhu dkk,2012)
menggunakan sumber karbon dari susu kedelai dan (Sahu dkk , 2012) menggunakan
sari jeruk.
Beragam metode telah dikembangkan untuk mensintesis C-Dots. Metode
dalam sintesis C-Dots secara umum diklasifikasikan kedalam dua cara, yaitu :
metode top-down dan bottom-up (Baker dkk, 2010). Pada metode top-down struktur-
struktur karbon yang lebih besar dipecah menjadi C-dots, contohnya oksidasi
elektrokima, arc-discharge dan teknik laser ablation. Metode bottom-up dibagi lagi
menjadi beberapa metode diantaranya metode pemanasan sederhana, supported
synthesis dan microwave.
Rahmayanti ( 2015), telah berhasil melakukan penelitian tentang Sintesis
C-Dots dengan metode microwave menggunakan bahan sulfur, urea dan asam sitrat.
Karakteristik sifat fisis C-Dots dan struktur unit C-Dots yang paling optimum yaitu
pada saat disintesis pada kondisi 450 watt dengan lama waktu pemanasan 35 menit.
Hasil pengukuran spektrum absorbansinya melebar terletak pada panjang
gelombang 582.02 nm. Spektrum FTIR dapat teramati bahwa transmitansi C-Dots
tanpa sulfur pada stretch C=C turun, nilainya rendah dibandingkan dengan
transmitansi C-Dots yang menggunakan sulfur. Hal ini terjadi mungkin karena C
yang dulu mengabsorb menjadi merefleksi dan tergantikan oleh SH.
Souza (2016), telah berhasil melakukan penelitian tentang selulosa
nanokristal (CNCs) dari kayu eukaliptus pada variasi suhu 300-1000°C
menggunakan alat tubular furnace sehingga menghasilkan carbon nanodots. Carbon
nanodots yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan FTIR, Raman, TGA, SEM,
TEM dan titrasi potensiometri. Analisa dengan TGA menunjukkan bahwa
dekomposisi termal pada suhu 300-10000C menghasilkan karbon yang
permukaannya mengandung gugus oksigen dengan morfologi yang berbeda-beda.
Nanokristal selulosa dari kayu eukaliptus menghasilkan C-Dots sebesar 4-8 nm yang
larut dalam air, menunjukkan emisi fotoluminesen dari cahaya biru ke hijau.

Kasrawati (2014), telah melakukan penelitian tentang Isolasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

karakterisasi nanokristal selulosa dari alfaselulosa yang berasal dari Tandan Kosong
Sawit (TKS) telah dilakukan. Hasil analisa morfologi dengan menggunakan
Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan nanokristal selulosa yang
diperoleh memiliki diameter sebesar 60,71 nm. Untuk preparasi nanokristal selulosa
dari serat selulosa secara umum berdasarkan hidrolisis asam. Bagian selulosa dengan
kristalinitas yang lebih rendah akan terhridolisis terlebih dahulu, sedangkan bagian
yang kristal memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan asam sehingga
diperoleh nanokristal selulosa berbentuk batang.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan mengenai materi Carbon Dots,
maka diharapkan komponen berupa nanokristal selulosa dapat digunakan sebagai
precursor untuk mensisntesis karbon tersebut.
Berdasarkan hal ini, penulis akan melakukan penelitian tentang “Sintesis
Carbon Nanodots (C-Dots) dari Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Metode Microwave”.

I.2 Perumusan Masalah


1. Apakah Carbon Dots dapat terbentuk dari nanokristal selulosa yang diisolasi
dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan metode microwave
2. Bagaimana karakterisasi sifat morfologi dari C-Dots yang diperoleh dari
nanokristal selulosa
3. Apakah Carbon Dots yang dihasilkan dapat berfluoresensi dari nanokristal
selulosa dengan metode microwave
I.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menghasilkan Carbon Dots yang terbentuk dari nanokristal selulosa


yang diisolasi dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan metode microwave
2. Untuk mengetahui karakterisasi morfologi yang dihasilkan dari karakterisasi
TEM dan FT-IR
3. Untuk mengetahui sifat fisis dari Carbon dots yang dihasilkan dari
fluoresensinya dari karakterisasi lampu uv dan Uv-vis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yaitu
1. Memanfaatkan nanokristal selulosa dari potensi bahan baku tandan kosong
kelapa sawit membentuk Carbon Dots
2. Dapat memanfaatkan sifat optik dan struktur unit Carbon Dots sehingga dapat
dijadikan acuan untuk kajian aplikasi Carbon Dots
3. Mengembangkan ilmu yang berfokus pada kajian material luminisens serta
sebagai sumber informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut

I.5 Metodologi Penelitian


Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini
dilakukan beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahapan persiapan serbuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS), dimana


proses ini serbuk TKKS yang dihasilkan dengan adanya perlakuan alkali dan
proses pemutihan akan diisolasi menjadi alfa selulosa, yang kemudian
dikarakterisasi dengan FTIR
b. Tahapan isolasi nanoserat selulosa dimana alfa selulosa yang dihasilkan
dari perlakuan alkali dan proses pemutihan akan dihidrolisis menggunakan
H2SO4 45% dan dengan menggunakan alat homogenizer dan alat sentrifugasi
untuk memisahkan berdasarkan berat molekulnya kemudian disonikasi dan
hasilnya di membrane dialysis sehingga memperoleh nanokristal selulosa.
Karakterisasi yang dilakukan menggunakan Transmisi Elektron Microscopy
(TEM)
c. Tahapan pembuatan C-Dots yaitu variasi suhu sekitar 10 menit, 15 menit,
20 menit dan kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan analisa
morfologi dengan Spektrometer UV-Vis dan Fourier Transform Infrared
(FTIR), Transmission Electron Microscopy (TEM) dan Lampu UV

Variabel-variabel yang digunakan adalah :


a. Variabel tetap :
Suhu (oC)
Volume ( mL)
Berat serbuk tandan kosong kelapa sawit (g)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

b. Variabel terikat :
Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR
Analisa menggunakan Lapu UV
Analisa spektrum absorbansinya menggunakan spektrometer UV-Vis
Analisa morfologi dan ukuran diameter menggunakan TEM
c. Variabel bebas
Waktu ( menit)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan penamaan dari
Nama Elais guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763. Berdasarkan
pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia
Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata
guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari
Guinea (Afrika).
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya mencapai 25 meter.
Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak, Buahnya kecil dan
apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat, daging dan kulit
buahnya melindungi minyak.
Taksonomi kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa (Ordo) : Spadiciflorae (Arecales)
Suku (Familia) : Palmae (Arecaceae)
Marga (Genus) : Elaeis
Jenis (Spesies) : Elaeis guineensis Jacq
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa
Inggris tanaman ini dikenal dengan namaoil palm. Tanaman kelapa sawit memiliki
bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit termasuk
tanaman pendatang yang mulai dikenal sejak sebelum perang Dunia II (Roosita,
2007).
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses
pengolaham kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu
limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Salah satu jenis limbah padat industri
kelapa sawit adalah Tandan Kosong Sawit (TKS). Tempurung kelapa sawit termasuk
juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas
pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin
(Fauzi, 2003).
Tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk
dimanfaatkan. Selama ini TKKS hanya dimanfaatkan sebagai pupuk, bahan alternatif
untuk mengisi rongga jok mobil, membuat matras atau kasur dan bahan baku
pembuatan kertas. TKKS adalah salah satu produk sampingan berupa padatan dari
industri pengolahan kelapa sawit. Secara fisik tandan kosong kelapa sawit terdiri dari
berbagai macam serat dengan komposisi antara lain, selulosa sekitar 45,95%,
hemiselulosa sekitar 16,49% dan lignin sekitar 22,84% (Darnoko, 2002). Kandungan
dari selulosa dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Senyawa dan kandungan dari tandan kosong sawit

Senyawa Kandungan (%)


Selulosa 42,7 – 65
Lignin 13,2 – 25,13
Hemiselulosa 17,1 – 33,5
Holoselulosa 68,3 – 86,3
Alfa selulosa 41,9 – 60,6

Dari pohon kelapa sawit, serat lignoselulosa dapat diekstraksi dari batang,
daun, buah dan tandan kosong sawit. Tandan kosong adalah massa fibrosa setelah
dipisahkan dari buah. Di antara berbagai serat, tandan kosong sawit memiliki potensi
untuk menghasilkan sampai 73% serat dan karena itu tandan kosong sawit
penggunaannya dalam hal jumlah dan biaya. Kandungan selulosa yang tinggi dan
sifat keras dari tandan kosong kelapa sawit menjadikannya cocok untuk pembuatan
komposit. Namun adanya gugus hidroksil membuat serat ini bersifat hidrofilik yang
menyebabkan adhesi antarmuka dengan matriks polimer hidrofob rendah. Hal ini
menyebabkan sifat fisika dan mekanik komposit menjadi rendah (Shinoj, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

2.2 Selulosa
2.2.1 Pengertian Selulosa
Selulosa merupakan komponen struktur utama dari bahan sayuran. Kayu
mengandung 30-40% selulosa, kapas mengandung lebih dari 90%. Fotosintesis
tanaman merupakan responsibilitas terhadap pembentukan 10ton per tahun selulosa.
Secara struktural, selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari unit D-glukosa
dan dihubungkan oleh ikatan (1,4)-glikosidik. Rata-rata terdiri dari 7000 unit
glukosa, tetapi dapat mencapai 12.000. Hidrolisis sempurna dari semua ikatan
glikosidik pada selulosa menghasilkan D-glukosa (Carey, 2008).
Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersusun oleh molekul
glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa.
Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4-
glikosidik. Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan biasanya
berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-
substansi mineral. Selulosa yang diperoleh dari kayu memerlukan proses yang
panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin (Bhimte dan Tayade, 2007).

2.2.2 Sumber Selulosa


Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman. Oleh karena itu
merupakan bahan yang sangat penting yang dibuat oleh organisme makhluk hidup.
Pernyataan yang sama ini berlaku pada terdapatnya selulosa secara kuantitatif.
Adapun sumber selulosa yaitu:
1. Kayu

2. Bukan Kayu

a. Serat buah/biji (Seed Fibers) : Kapas, kapuk

b. Serat kulit (Bast Fibres) : Rami, kenaf, rosela, dll

c. Serat daun (Leaf Fibres) : Nenas, pisang, dll

d. Residu pertanian (Agricultural Residues) : Bagas, jerami, merang, tandan


kosong kelapa sawit (TKKS), tongkol jagung.

e. Bambu
f. Non-vegetable : bacterial cellulose (BC) sebagai bahan akustik, kertas khusus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pembuburan kayu dengan larutan


belerang dioksida dan hidrogen sulfit dalam air pada proses sulfit atau larutan
natrium hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat (Proses kraf).
Pada proses ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh selulosa (Cowd, 1991).
Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak berlimpah di bumi,
membentuk struktur pendukung tumbuhan. Sekitar 25% dari berat pohon dan lebih
90% kapas merupakan selulosa. Secara struktural terkait dengan sellubiosa dengan
cara yang sama bahwa pati berhubungan dengan maltose. Bagian monosakarida dari
selulosa – molekul glukosa yang dihubungkan oleh 14 hubungan ke unit selubiosa,
seperti dalam unit selulosa (Solomons, 1987).

Polimer karbohidrat juga merupakan bahan struktural utama pada tumbuhan.


Komponen utama dari kayu adalah selulosa. Berat total selulosa lebih dari satu –
setengah bahan organic yang ada dalam makhluk hidup di bumi. Selulosa merupakan
polimer D – glukosa dengan unit monosakarida individu bergabung dengan ikatan
glikosidik (Widom, 1981).

2.2.3 Jenis-jenis Selulosa

Jenis selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan
kertas adalah yang sifat fisik maupun kimianya seseragam mungkin serta dapat
secara kontinu tersedia dalam jumlah yang banyak. Jumlah selulosa limbah tongkol
jagung sangat banyak sehingga bisa digunakan sebagai sumber selulosa untuk bahan
baku pembuatan pulp dan kertas (Sutiya, 2012).

Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan
dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat,
biasanya basa-amina. Selulosa membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan
intramolekuler sehingga memberikan struktur yang dapat dipecah. Mikrofibril
selulosa terdiri dari dua macam yaitu daerah kristalin dan daerah amorf.
Berdasarkan Derajat Polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

1. Selulosa alfa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%
atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 1500 sebagai
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau
basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 15 – 90 dan juga dapat mengendap
bila di netralkan.
3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi Derajat Polimerisasinya
kurang dari 15 (Widodo, 2012).
Selulosa alfa sangat menetukan sifat tahanan kertas, semakin banyak kadar α-
selulosanya menunjukkan semakin tahan lama kertas tersebut. Sifat hidrofilik yang
dimiliki γ dan β lebih besar daripada α-selulosanya. α-selulosa merupakan selulosa
yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni). Selulosa sangat stabil dalam
berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan adanya asam kuat dan sistem
pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-amina.
Tahapan pertama dari proses isolasi alfa selulosa iniadalah delignifikasi
dengan menggunakan NaOH untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa. Berikut
merupakan reaksi delignifikasi menggunakan NaOH yang ditunjukkan pada Gambar
2.1

Gambar 2.1 Reaksi Delignifikasi dengan NaOH

Setelah perlakuan alkali dilanjutkan dengan proses pemutihan dengan menggunakan


NaOCl dan asam asetat glasial untuk menghilangkan sisa-sisa lignin, sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

dihasilkan alfa selulosa yang berwarna putih (Panindia,2015). Reaksi pemutihan


selulosa ( Bleaching) menggunakan NaOCl ditunjukkan pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Reaksi pemutihan selulosa (Bleaching) menggunakan NaOCl

2.3 Nanoteknologi

Kata dari “nano” merupakan awalan dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu
yang sangat kecil dan berupa satuan 10-9 unit. Nanomaterial berupa kelas material
yang memiliki paling sedikit 1 dari dimensi nanomaterik (Murty, 2013).
Nanoteknologi adalah teknologi yang memberikan materi makro dengan struktur dan
konsituen dari fenomena fisik, kimia dan biologi yang berubah karena ukuran materi
makro menjadi materi nano (Bhatia, 2016). Nanoteknologi juga merupakan
rancangan, karakterisasi, produksi dan aplikasi dari struktur, alat dan system yang
dikontrol ukuran dan bentuknya pada skala nanometer ( Filipponi dan Sutherkand,
2010). Nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada
skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi
yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila
berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran
nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru
inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut
nanoteknologi (Mustar, 2011).
Nanoteknologi juga merupakan materi yang berdimensi antara 0,2-100 nm.
Nanomaterial berasal dari biomaterial terbarukan, terutama selulosa dan
lignoselulosa, yang berperan besar dalam upaya nanoteknologi. Untuk
memanfaatkan potensi material ini, harus dilakukan penentuan sifat nanoselulosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

dan nano-lignoselulosa, serta mengembangkan teknologi untuk memproduksi


material tersebut (Gardner, 2008).

2.4 Nanokristal dan Nanoserat


2.4 .1 Nanokristal

Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa


biasanya mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal
selulosa dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah
selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam
sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis
bentuk yang amorf dari selulosa (Rong, 2011).
Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam
banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-
lain. Modifikasi nanokristal selulosa, berbagai fungsi nanomaterial dikaitkan dengan
fisika, kimia, biologi. Nanopartikel distabilkan dalam suspensi aqua melalui proses
hidrolisis dengan asam. Suspensi nanokristal selulosa dapat dibentul menjadi suatu
fase kristallin liquid. Modifikasi kimia sederhana dalam permukaan nanokristal
selulosa dapat mengalami dispersabilitas dalam pelarut yang berbeda. Nanokristal
selulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari alfa selulosa,
diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial. Proses isolasi nanokristal
selulosa memiliki banyak peninjauan, seperti dimensi skala nano, tinggi kekuatan
spesifik dan modulus, dan tinggi daerah permukaan(Habibi, et al, 2010).

Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam


banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-
lain. Nanokristal selulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari
alfa selulosa, diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial (Habibiet al,
2010). Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik
dalam bentuk nanosphere atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang karena
faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan
reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik. Parameter utama dari nanopartikel adalah
bentuknya, ukuran dan morfologi struktur dari substansi (Liafu, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

2.4.2 Nanoserat

Serat nanoselulosa merupakan komponen terkecil dari serat yang berada di


dinding sel tanaman. Serat ini dapat diambil melalui perlakuan secara kimia dan
enzimatis dari material tanaman secara disintegrasi mekanik. Material ini sangat
berlimpah di alam dan memiliki harga yang relatif murah, dimana material ini dapat
digunakan untuk memproduksi film (Saito dan Henriksson, 2007). Nanoserat
selulosa merupakan serat yang sangat tipis, sebagai contoh, ketebalan nanoserat yang
terkandung dalam sel kayu adalah 3-4 nm. Struktur karakterisasi tersebut
memungkinkan untuk digunakan dalam aplikasi bari seperti nanomaterial penguat
pada plastik (Yano et al, 2005).
Nanoserat selulosa (CNF) mengandung dua bidang yaitu amorf dan kristalin
dengan panjang dalam ukuran mikrometer dan lebar dalam jarak nanometer yang
dapat dipisahkan dari komponen matriks serat dengan proses defibrilisasi mekanik
(Uetani Yano, 2010).
Nanoserat selulosa merupakan derivat dari tumbuhan yang partikelnya
diperlukan untuk menghasilkan produk nano. Materialnya hampir tidak terbatas
ketersediaannya, memiliki sifat biodegradasi dan biokompatibilitas yang merupakan
hasil riset perkembangan nanoteknologi (Chen et al, 2011). Oksidasi dari selulosa
menggunakan 2,2,6,6-tetramethylpiperidine-1-oxyil (TEMPO) sebagai katalis yang
memungkinkan terbentuknya gugus karboksil pada atom C6 dari gugus hidroksil
dapat mempengaruhi permukaan serat. Ketika disosiasi gugus karboksil yang
bermuatan negatif diantara mikroserat maka akan menghasilkan nanoserat selulosa
dengan diameter 3-4 nm yang memiliki sifat mekanik yang lebih baik dengan adanya
oksidasi material (Isogai et al, 2011).

2.5 Carbon Dots


Carbon nanodots (C-Dots) merupakan sebuah kelas nanomaterial karbon
baru yang berukuran dibawah ~10 nm. Material tersebut pertama kali diperoleh
selama pemurnian dari single-walled carbon nanotube melalui proses elektroforensis
pada tahun 2004. Carbon nanodots (C-dots) memiliki berbagai keunggulan sifat
seperti pancaran fotoluminisensi yang tinggi, tidak mudah larut dalam air, tidak
beracun dan keberadaannya sangat melimpah di alam (Li dkk,2012)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Nanopartikel berfluoresensi mendapatkan banyak perhatian karena


kelebihannya untuk berbagai aplikasi. Akan tetapi, nanomaterial ini mengandung
logam berat yang berbahaya misalnya ion cadmium dan timbal sehingga beberapa
pengaplikasiannya dibatasi akibat toksisitas yang dihasilkan. Fluorescent
nanopartikel denbgan emas dan perak juga dikembangkan karena tingkat toksik yang
rendah namun mahal dan oksidasinya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan.
Sehingga par peneliti kemudian mengembangkan nanopartikel yang mudah dan
murah dalam sintesis, tidak berbahaya dan memberikan efek fotostabilitas yang
bagus. Dengan senyawa organic karbon, mendapatkan fluorescent carbon
nanopartikel ( F-CNPs) yang biasa dikenal dengan caron dots. ( Guo, et al, 2012)
Metode dalam sintesis C-dots secara umum diklasifikasikan kedalam dua
cara, yaitu : metode top-down dan bottom-up (Baker dkk, 2010). Pada metode
topdown dibagi menjadi beberapa metode diantaranya metode oksidasi elektrokimia,
metode arc-discharge dan teknik laser ablation sedangkan metode bottom-up dibagi
lagi menjadi metode pemanasan sederhana, metode sintesis pendukung (supported
synthesis) dan microwave. Sintesis nanopartikel dengan cara memecah partikel
berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometerdisebut metode top-down.
Metode dengan memulai dari atom-atom atau molekul-molekul yang membentuk
partikel berukuran nanometer yang dikehendaki disebut metode bottom-up.
(Abdullah, 2008)
.Selain menggunakan metode pemanasan sederhana, metode yang sering
digunakan dalam sintesis C-Dots adalah metode microwave. Gelombang mikro telah
diakui sebagai gelombang elektromagnetik yang secara luas digunakan untuk
penelitian ilmiah sebagai metode untuk sintesis kimia. Dengan perkembangan
metode sintesis untuk nanomaterial anorganik, pendekatan melalui metode
microwave telah diperkenalkan secara bertahap dan berperan penting dalam proses
persiapan sampel dikarenakan pada proses ini menggunakan gelombang mikro yang
dapat mempermudah dan mempercepat proses sintesis.
Dibandingkan dengan metode pemanasan sederhana, hasil dari metode
microwave lebih unggul, tidak banyak mengurangi kadar air dalam larutan karena
prosesnya digetarkan (vibrasi) sedangkan dalam metode pemanasan sederhana
hasilnya air menguap lebih cepat atau mengalami proses evaporasi yaitu proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

hilangnya gugus hidroksil. Sampai saat ini, telah berhasil dilakukan berbagai
penelitian yang mengkaji sintesis nanomaterial dengan metode microwave.Tampak
dilihat hasil sintesis dengan metode microwave selama 5-10 menit ditunjukkan pada
gambar 2.3

Gambar 2.3 Hasil sintesis menggunakan microwave selama 5-10 menit


(Zhu dkk,2009)
Zhu dkk (2009) telah berhasil membuat nanomaterial C-Dots dengan
mencampurkan PEG 200 dengan sakarida (glukosa, fruktosa) dalam air untuk
membentuk larutan transparan kemudian dipanaskan dalam oven microwave 500
watt selama 2-10 menit. Untuk proses reaksi pembentukan C-Dots yang
memperlihatkan ikatan C-Dots yang berbentuk cairan dengan waktu sintesis 5 menit
dan 10 menit. Berbagai sintesis C-Dots menggunakan berbagai sumber karbon juga
telah banyak diteliti (Stefanakis dkk, 2014).

2.6 Fluoresensi
Fluoresesnsi adalah sebuah fenomena yang muncul nketika suatu senyawa
menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu atau kelompok panjang
gelombang dan kembali mengemisikan foton pada panjang gelombang yang berbeda.
Ketika senyawa tertentu menyerap cahaya, sebuah electron tereksitasi ke energy
vibrasi yang lebih tinggi. Molekul kemudian kehilangan energy melalui tumbukan
yang terjadi dan jatuh ke tingkat energy vibrasi terendah pada tingkatan energy.
Sebagai tambahan, hamper semua molekul yang mengisi tingkat energy yang lebih
tinggi dari molekul kedua akan mengalami konversi internal dan energy vibrasi
terendah dari keadaan lebih tinggi. Dari sana, molekul-molekul akan kehilangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

energy hingga mencapai tingkat energy yang terendah. Pada tingkat ini, molekul
tersebut dapat kembali ke tingkat energy vibrasi apapun pada keadaan dasar dan
mengemisikan energinya dalam bentuk fluoresensi. ( Sherly,2017)
Dengan meningkatkan keperluan serta permintaan untuk analisa kimia,
monitoring biologis dan permintaan lain dari bidang yang bersangkutan
mempercepat perkembangan fluorescent nanopartikel. Fluorescent nanopartikel
memiliki efek kuantum dan nanopartikel yang tidak didapatkan dari fluorescent
tradisional dengan zat warna. Ini mengatasi masalah yang ditemukan pada material
fluorescent tradisional, yaitu stabilitas dan identitas fluoresensi rendah serta mudah
mengalami photobleaching atau hilangnya fluoresensi ( Zuo et. al, 2015)

2.7 Ultrasonikasi
Spektrum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut
ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi
menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah (20–100 kHz), frekuensi menengah
(100 kHz–1 MHz), dan frekuensi tinggi (1–10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20
kHz – 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan
sonokimia (Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan
dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi,
sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal (Ensminger, 2009).
Ultrasonik mempunyai keunggulan yaitu proses ultrasonik tidak
membutuhkan penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain. Prosesnya cepat
dan mudah, yang berarti prosesnya tidak memerlukan biaya tinggi. Ultrasonik tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel, dan
senyawa-senyawa bahan yang digunakan (Ensminger, 2009).
Ultrasonik adalah ilmu gelombang suara di atas batas kemampuan mendengar
manusia. Frekuensi yang digunakan untuk ultrasonik berada pada 20 kHz hingga
lebih 100 kHz (Fuchs, 2002). Metode sonikasi sangat efisien dalam mereduksi
ukuran material selulosa. Hal ini merupakan pengaruh dari pecahnya gelembung
kavitasi yang terbentuk akibat gelombang ultrasonik, sehingga menimbulkan efek
kimia dan fisika ( Dipak, 2010)
Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah
emulsifikasi. Sedangkan Efek kimia dari ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

malekul berinteraksi sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan


panjang gelombang ultrasonik dengan molekul-malekul dan terjadi melalui media
cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenanga listrik diteruskan oleh media cair
kemedan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang menyebabkan kenaikan
suhu dan tekanan lokal dalam cairan (Wardiyati, 2004)

2.8 Microwave
2.8.1 Defenisi
Microwave adalah sebuah peralatan yang menggunakan radiasi
gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memanaskan molekul
terpolarisasi dalam makanan.

Aplikasi microwave diharapkan mampu mengendalikan serangan hama T.


castaneum. Prinsip pemanasan microwave yaitu menggunakan gelombang radio
untuk memanaskan material dielektrik. Material dielektrik yang dimaksud adalah air,
lemak dan gula (Das dkk., 2013). Menurut Copson (1975), frekuensi microwave
yang diizinkan penggunaannya oleh Industrial Science and Medical Frequence (ISM)
berkisar antara 900 MHz dan 2450 MHz, yang merupakan batas frekuensi yang aman
bagi manusia. Penelitian Vadivambal dkk. (2007) menyebutkan bahwa pengendalian
T. Castaneum dengan menggunakan microwave pada tingkatan daya 400 watt
dengan pemaparan microwave 56 detik mampu mencapai mortalitas 100%.
Nurbianto (2008) menemukan mortalitas T. castaneum 100% dan kemunculan
keturunan T. castaneum 0% dengan pemaparan microwave 120 detik pada energi
57.6 kJ .

.Selain menggunakan metode pemanasan sederhana, metode yang sering


digunakan dalam sintesis C-Dots adalah metode microwave. Gelombang mikro telah
diakui sebagai gelombang elektromagnetik yang secara luas digunakan untuk
penelitian ilmiah sebagai metode untuk sintesis kimia. Dengan perkembangan
metode sintesis untuk nanomaterial anorganik, pendekatan melalui metode
microwave telah diperkenalkan secara bertahap dan berperan penting dalam proses
persiapan sampel dikarenakan pada proses ini menggunakan gelombang mikro yang
dapat mempermudah dan mempercepat proses sintesis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Dibandingkan dengan metode pemanasan sederhana, hasil dari metode


microwave lebih unggul, tidak banyak mengurangi kadar air dalam larutan karena
prosesnya digetarkan (vibrasi) sedangkan dalam metode pemanasan sederhana
hasilnya air menguap lebih cepat atau mengalami proses evaporasi yaitu proses
hilangnya gugus hidroksil. Sampai saat ini, telah berhasil dilakukan berbagai
penelitian yang mengkaji sintesis nanomaterial dengan metode microwave. Berikut
ini sintesis C-Dots dengan berbagai sumber karbon menggunakan metode microwave
yang ditunjukkan pada table 2.2

Tabel 2.2 Sintesis C-Dots dengan berbagai sumber karbon menggunakan metode
microwave

Daya
Waktu
Sumber Karbon Microwave Referensi
(s)
(watt)

Karbohidrat (gliserol, glikol, glukosa, Wang dkk


750 840
sukrosa) (2011)
Karbohidrat (gliserol) dan
4,7,10-trioxa-1,13-tridecanediamine Liu dkk
700 -
(TTDA) (2011)

Jaiswal
Poly(ethylene glycol)
900 600 dkk
(PEG 200)
(2012)
Asam amino (histidine) dari Jiang dkk
700 160
orthophosphoric (2012)
Asam citric (Citric acid ) Qu dkk
750 240-300
dan urea (2012)
a) L-Arginine 800 60
monohydrochloride Philippidis
b) Citric acid monohydrate, dkk (2013)
ethanolamine

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

2.9 Membran Dialisis


Dialisis adalah pergerakan molekul dengan difusi dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah melalui membran semi-permeabel yang terbuat dari selulosa
regenerasi atau plastik. Hanya molekul-molekul yang cukup kecil untuk masuk
melalui pori-pori membran. Molekul akan bergerak melalui pori-pori masuk dan
keluar. Sebaliknya, molekul besar yang tidak dapat melewati pori-pori membran
akan tetap didalam membran karena tidak dapat melewati pori-pori membran
(Mahlicli, 2007) . Skema proses dialysis dapat dilihat pada gambar 2.4

2.4 Skema proses dialysis dengan menggunakan membrane dialysis

Membran dialisis digunakan dalam keadaan untuk memastikan aliran disaring


dari molekul, mencegah aliran molekul zat terlarut lebih besar. Molekul kecil dapat
dilewatkan melalui larutan yang dipompa ke dalam air. Larutan yang mengandung
beberapa jenis molekul, biasanya glukosa dan pati, ditempatkan ke dalam kantong
dialisis semipermeabel, seperti membran selulosa dengan pori-pori, dan ditutup
dengan simpul. Kantong dialisis disegel ditempatkan dalam wadah larutan atau
aquadest. Molekul cukup kecil untuk melewati membran (air, garam, monosakarida,
dan molekul kecil lainnya) cenderung bergerak ke dalam atau keluar dari kantong
dialisis ke arah konsentrasi yang rendah, sehingga terjadilah difusi. Molekul yang
lebih besar (seperti protein, atau polisakarida) yang memiliki dimensi jauh lebih
besar daripada diameter pori dipertahankan dalam kantong dialisis (Sarah M.
Andrew, 2000).

Larutan yang mengandung beberapa jenis molekul, biasanya glukosa dan


pati, ditempatkan ke dalam kantong dialisis semipermeabel, seperti membran
selulosa dengan pori-pori, dan ditutup dengan simpul. Kantong dialisis disegel
ditempatkan dalam wadah larutan atau aquadest. Molekul cukup kecil untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

melewati membran (air, garam, monosakarida, dan molekul kecil lainnya) cenderung
bergerak ke dalam atau keluar dari kantong dialisis ke arah konsentrasi yang rendah,
sehingga terjadilah difusi. Molekul yang lebih besar (seperti protein, atau
polisakarida) yang memiliki dimensi jauh lebih besar daripada diameter pori
dipertahankan dalam kantong dialisis (Mahlicli, 2007).

2.10 Karakterisasi
2.10.1 Fourier-Transform Infrared (FTIR)
Shimadzu telah merilis berbagai sistem FTIR membuat resolusi tinggi dan
sensitivitas tinggi dan berbagai instrumen terkait, seperti unit mikroskop inframerah,
untuk memfasilitasi otomatisasi. Ini digunakan dalam berbagai analisis struktural
atau aplikasi pengukuran non-destruktif, seperti untuk memenuhi syarat. Teknik
spektroskopi IR banyak digunakan dalam tahap karakterisasi selulosa karena metode
ini relatif mudah dan dapat memberikan informasi awal tentang komposisi kimia,
konformasi molekular serta pola ikatan hidrogen (Silverio, 2012).
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat
energy tertentu. Energy getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan
radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm-1. Terdapat dua
macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita
absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar
penafsiran spectrum inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi pada
daerah 2500 sampai 3300 cm-1 dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710 sampai
1750 cm-1. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara
berirama yang teramati di dalam inframerah (Rong, 2011).
Hasil spektrum memperlihatkan absorbsi dan transmisi molecular,
membentuk sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua
struktur molekul berbeda yang memiliki spektrum inframerah yang sama (Lawson,
2001). Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, dan masing-masing
molekul hanya menyerap sinar inframerah padafrekuensi tertentu. Hal ini
menunjukkan karakteristik khas untuk setiap molekul. Masing-masing jenis molekul
hanya menyerap pada frekuensi tertentu dan akan terbentuk pola spektrum absorpsi
yang khas atau sidik jari pada spectrum inframerah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

2.10.2 Spectrofotmetri UV-Visble

Salah satu parameter yang diukur dalam karakteristik sifat C-Dots adalah
besarnya lebar celah pita energi (energi gap). Energi gap berkaitan dengan sifat
luminisens, eksitasi tahap pertama pada semikonduktor adalah pada elektronbawah
pita konduksi dan hole pada pita valensi bagian atas (Subramanian, 2004).
Besarnya energi gap dapat diperoleh dari nilai spektrum absorbansi yangdiukur
menggunakan spektrometer UV-Vis. Besarnya energi gap bersesuaiandengan
panjang gelombang dari ultraviolet hingga cahaya tampak bahkan hinggadekat
inframerah (NIR, infrared). Oleh sebab itu pengamatan energi gap dapat dilakukan
dengan spektrometer UV-Vis atau UV-Vis-NIR
Spektrofotometer UV-Visible adalah salah satu teknik analis fisiko-kimia
yang mengamati interaksi atom atau molekul dari suatu zat kimia dengan radiasi
elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan menggunakan spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).

2.10.3 Transmission Electron Microscopy (TEM)


Resolusi untuk TEM berkisar 0,1 nm, sedangkan untuk SEM resolusi
maksimum paling baik 1 nm. Ditinjau dari aspek teknologi, satu perbedaan utama
antara SEM dan TEM adalah ketebalan spesimen yang digunakan. Ketebalan
spesimen harus berukuran kecil antara 10-100 nm. Dimana spesimen SEM dapat
menggunakan ketebalan dalam satuan cm, yang dianalisa dengan SEM dan
dikomparasikan dengan TEM, dalam hal ini, ultimasi resolusin kapabilitas TEM
tidak merupakan suatu syarat kebutuhan (Stokes, 2008).
Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan suatu teknik dimana suatu
berkas elektron berinteraksi dan melewati suatu spesimen. Elektron-elektron yang
diemisikan oleh suatu benda akan difokuskan dan akan diperbesar oleh suatu sistem
dari lensa magnetik. Berkas elektron dibatasi oleh dua lensa kondensor yang juga
mengontrol kecerahan berkas, melewati celah kondensor dan menembak permukaan
sampel. Transmisi elektron berbanding terbalik dengan ketebalan spesimen. Semua
elektron memiliki energi yang sama dan memasuki spesimen secara normal ke
permukaannya, selebaran elektron ini dapat disusun menggunakan lensa magnetik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

untuk membentuk pola bintik-bintik. Masing-masing bintiksesuai dengan jarak atom


tertentu. (Voutou, 2008).
2.10.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Prinsip yang mendasari SEM adalah elektron. Dalam SEM, digunakan sinyal
elektron BSEs (Backscettered Electrons) dan Ses (Secondary Electrons). Perbedaaan
spesimen dan topografi permukaan dipengaruhi terus-menerus, pengangkutan, dan
tempat keluarnya sinyal elektron. Gambar dibentuk sebagai hasil SEM dan variasi-
variasi intensitas sinyal elektron dikumpulkan berupa elektron beam dengan daerah
scan(Debbie J Stokes, 2008).

Resolusi untuk TEM berkisar 0,1 nm, sedangkan untuk SEM resolusi
maksimum paling baik 1 nm. Ditinjau dari aspek teknologi, satu perbedaan utama
antara SEM dan TEM adalah ketebalan spesimen yang digunakan. Ketebalan
spesimen harus berukuran kecil antara 10-100 nm. Dimana spesimen SEM dapat
menggunakan ketebalan dalam satuan cm, yang dianalisa dengan SEM dan
dikomparasikan dengan TEM, dalam hal ini, ultimasi resolusin kapabilitas TEM
tidak merupakan suatu syarat kebutuhan(Stokes, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Tandan Kosong Kelapa Sawit yang digunakan dalam penelitian berasal dari
PTPN IV Kebun Mayang ,Sumatera Utara. Penelitian sintesis C-Dots dari
nanokristal selulosa tandan kosong kelapa sawit dengan metode microwave mulai
dilaksanakan pada November 2017. Untuk preparasi kelapa sawit dilakukan di
Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU dan di Laboratorium Sentral Pertanian
USU, Dan untuk pembuatan Isolasi Nanokristal Selulosa dari Serbuk Tandan Kosong
Kelapa Sawit dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU, Laboratorium
Kimia Polimer FMIPA USU, dan untuk sentrifugasi dan ultrasonic dilakukan di
Laboratorium Ilmu Dasar ( LIDA) ,dan untuk karakterisasinya dilakukan
Laboratorium Kimia UNILA, dan Laboratorium Kimia FMIPA UGM.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah:
Nama Alat Merek
 Beaker glass Pyrex
 Neraca analitis Ohaus
 Termometer Fisher
 Hot plate Cimarec
 Oven Carbolite
 Statif dan klem Lokal
 Magnetic stirer Cimarec
 Alumunium foil Shine
 Grinder Glen Creston Ltd
 Ultrasonic bath Kudos SK3300LH
 Ultrasentrifuse THERMO SCIENTIFIC
 Seperangkat alat FTIR Shimadzu
 Seperangkat alat TEM JEOL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

 Seperangkat alat SEM TM 3000


 Microwave Panasonic
 Seperangkat UV-Vis THERMO SCIENTIFIC
 Seperangkat Hotplate Cimarec
 Lampu UV Panasonic

3.2 Bahan-Bahan Penelitian


Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Bahan Merek
 Tandan Kosong Kelapa Sawit -
 HNO3(p) Merck
 H2SO4(p) Merck
 NaOH pellet Merck
 NaOCl 12% Merck
 CH3COOH glasial Merck
 Aquadest Bratachem
 Aquabidest IKA
 Membran dialysis Spectra / Por

3.3 Pembuatan Larutan


3.3.1 Larutan NaOH 2%
Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 500 mL
hingga garis tanda, dihomogenkan

3.3.2 Larutan NaOCl 5%


Sebanyak 208 mL NaOCl 12% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.3 Larutan HNO3 0.05 N


Sebanyak 1,8 mL HNO3 65% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

3.3.4 Larutan H2SO4 45%


Sebanyak 115 mL H2SO4 98% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
250 mL hingga garis batas, dihomogenkan

3.3.5 Penyiapan serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit


Tandan Kosong Kelapa Sawit dicuci dengan air hingga bersih, kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering, dipotong kecil-kecil dan
dihaluskan.

3.3.6 Isolasi Nanokristal Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit


3.3.6.1 Perlakuan Alkali
Sebanyak 50 g serbuk tandan kosong kelapa sawit yang telah dihaluskan
dimasukkan kedalam beaker glass, ditambahkan dengan aquadest sampai serbuk
terendam dan diaduk pada suhu 50oC selama 2 jam, kemudian disaring dan diulangi
perlakuan yang sama. Residu yang dihasilkan ditambahkan dengan 500 mL NaOH
2% diaduk pada suhu 80oC selama 2 jam kemudian disaring dan dicuci hingga filtrat
netral dan diulangi perlakuan yang sama sehingga menghasilkan pulp tandan kosong
kelapa sawit. Pulp yang dihasilkan dikeringkan dengan menggunakan oven pada
suhu 50oC (Chandrahasa, 2014).

3.3.6.2 Proses Bleaching


Pulp yang sudah dikeringkan hasil dari proses alkali ditambahkan 250 mL
NaOCl 5% dan 8-10 tetes CH3COOH glasial sambil diaduk pada suhu 60-70oC
selama 1 jam, kemudian didinginkan, disaring dan dicuci dengan air. Residu yang
dihasilkan ditambahkan dengan 250 mL HNO3 0.05N sambil diaduk pada suhu 70oC
selama 1 jam kemudian disaring dan dicuci hingga filtrat netral. Setelah itu
dipanaskan dengan NaOh 17,5% selama 1 jam disaring dan dicuci hingga filtrat
netral. Kemudian diputihkan dengan NaOCl 5% maka akan menghasilkan alfa
selulosa basah, dikeringkan dengan oven sehingga menghasilkan alfa selulosa dan
dianalisa gugus fungsi dengan FTIR.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

3.3.6.3Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan FTIR


Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu
IRPrestige-21. Sampel di preparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa
dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang
datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat
sampel. Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan
ditampilkan sebagai kurva bilangan gelombang dari 4000-650 cm-1.

3.3.6.4 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa


Sebanyak 1 gram α-Selulosa dilarutkan dalam 25 ml H2SO4 45% pada suhu
45°C selama 45 menit kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan 25 ml
aquadest lalu dibiarkan satu malam hingga terbentuk suspensi. Suspensi yang
dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit hingga pH
netral kemudian diultrasonifikasi selama 10 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam
membran dialisis dan rendam dalam 100 ml aquabidest, diamkan selama 4 hari
sambil distrirer. Aquabidest kemudian diuapkan pada suhu 70°C untuk mendapatkan
nanokristal selulosa dan dianalisa gugus fungsi dengan FTIR dan analisa morfologi
dengan TEM.

3.3.6.5 Analisa dengan Menggunakan TEM


Sampel didispersikan didalam aquades lalu dihomogenkan. Kemudian
diteteskan Cu Grid, ditunggu sampai kering. Setelah itu, sampel ditetesi dengan
negatuve staining agent (Uranil asetat 2%) dan ditunggu sampai kering. Kemudian
sampel dikarakterisasi dengan TEM JEOL JEM 1400 pada 100 kV dengan berbagai
perbesaran

3.3.6.6 Sintesis C-Dots dari Nanokristal Selulosa dari Tantan Kosong Kelapa
Sawit
Dimasukkan 30 mg nanokristal selulosa kedalam cawan porselen. C-Dots
dimasukkan kedalam microwave dengan variasi waktu 10 menit, 15menit dan 20
menit sehingga menghasilkan Carbon Nanodots.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

3.3 Bagan Penelitian


3.4.1 Preparasi Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

3.4.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit
3.4.2.1 Perlakuan Alkali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

3.4.2.2 Proses Bleaching

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

3.4.2.3 Proses Pembuatan Nanokristal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

3.4.2.4 Proses pembuatan Carbon Dots

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Isolasi Nanoserat Selulosa dari TKKS


Setelah melalui serangkaian tahap isolasi nanokristal selulosa yang terdiri dari
proses perlakuan alkali, dan proses pemutihan maka diperoleh alfa selulosa yang
berwarna putih. Pada tahap ini digunakan 50 gram serbuk TKKS dan menghasilkan
alfa selulosa murni sekitar 21,05 gram (sebanyak 42,1 % dari berat awal TKKS).
Hasil alfa selulosa yang diperoleh dari proses penelitian dapat dilihat pada Gambar
4.1

Gambar 4.1 Alfa selulosa yang dihasilkan

Kemudian alfa selulosa yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan


FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada selulosa yang diperoleh
dari hasil penelitian.

4.1.2 Hasil Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa

Proses hidrolisis asam sulfat. Alfa selulosa yang diperoleh, kemudian


dihidrolisis dengan H2SO4 45%, dan disentrifugasi hingga pH netral ,dan selanjutnya
dengan proses mekanik menggunakan ultrasonikasi, kemudian di membrane dialysis
dan dilanjuti dengan proses penguapan, sehingga menghasilkan nanokristal selulosa
yang berwarna putih. Dari 21,05 gram α- selulosa yang diperoleh, didapatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

sebanyak 0,2 gram nanokristal selulosa .Nanokristal selulosa yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Nanokristal selulosa

Nanokristal selulosa yang diperoleh dianalisis dengananalisa Transmission Electron


Microscopy (TEM) untuk mengidentifikasi struktur permukaan nanokristal selulosa
yang diperoleh dari hasil penelitian.

4.1.3 Hasil Carbon Nanodots dengan variasi waktu selama 10 menit, 15 menit ,
dan 20 menit

Nanokristal Selulosa yang diperoleh dari tandan kosong kelapa sawit ,kemudian
dimasukkan kedalam microwave dengan variasi waktu selama 10 menit, 15 menit,
dan 20 menit. Hasil carbon dots yang diperoleh dengan variasi waktu yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini
(a)) (b) (c)

Gambar 4.3 (a).Hasil Carbon Dots dengan variasi waktu selama10 menit ,(b) 15
menit, (c) 20 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Gugus Ujung alfa selulosa

Analisa gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan menggunakan alat Shimadzu


IR-Prestige-21. Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa
dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang
datar. Pengujian dilakukan dengan cara menjepit film hasil campuran pada tempat
sampel. Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan
direkam kertas berskala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-500 cm-1
terhadap intensitas. Sampel yang dianalisis yaitu α-selulosa dan carbon dots dengan
variasi waktu yang berbeda-beda yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Bilangan gelombang dari gugus fungsi pada α-selulosa, dan Carbon dots
dengan variasi waktu selama 10 menit,15 menit, dan 20 menit.

Bilangan Gelombang (cm-1)

Carbon dots dengan variasi waktu selama Gugus

α-selulosa 10 menit,15 menit, dan 20 menit.


Fungsi
10 menit 15 menit 20 menit

3363,86 3448,72 3410,15 3425,58 O-H

2900,24 2924,09 2924,09 2924,09 C-H

1056,99 1056,99 1056,99 1056,99 C-O-C

1620,21 1635,64 1635,64 1635,64 C=O

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR dari serat α-selulosa, dan carbon dots dengan variasi
waktu 10 menit,15 menit, dan 20 menit

Dari Gambar 4.4 menjelaskan bahwa hasil analisa FTIR sampel α-selulosa
dan Carbon NanoDots dengan variasi waktu 10 menit, 15 menit,dan 20 menit.. Pada
daerah serapan 3363,86 cm-1, 3448,72 cm-1, 3410,15 cm-1 , 3425,58 cm-1 ,
menunjukkan adanya gugus O-H . Pada daerah serapan 2900,24 cm-1 , 2924,09 cm-1 ,
2924,09 cm-1, 2924,09 cm-1, menunjukkan adanya gugus C-H. Pada daerah serapan
1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , menunjukkan adanya
gugus C-O-C. Pada daerah serapan 1620,21 cm-1 , 1635,64 cm-1 , 1635,64 cm-1 ,
1635,64 cm-1 , menunjukkan adanya gugus C=O.

Dari spektra FTIR yang diperoleh, spektrum dari alfa selulosa terdapat pita
yang melebar pada daerah serapan 3410,15 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi
regangan gugus fungsi O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti adanya
regangan CH dari rantai alkana pada daerah serapan 2893,22 cm-1. Selain itu, puncak
vibrasi juga terlihat pada daerah serapan 1319,31 cm-1 dan 1026,133 cm-1 yang
menunjukkan adanya regangan C-O didalam cincin selulosa. Puncak serapan pada
daerah 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O-C, serapan ini
berasal dari ikatan glikosida yang terdapat dari struktur senyawa selulosa (Garside,
2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Hasil FTIR menunjukkan Carbon Nanodots telah berhasil dibuat dati


nanokristal selulosa dengan adanya gugus C=O yang merupakan penyusun dari core
pada Carbon Nanodots. Dan gugus fungsi 0-H, C-H dan COC merupaka bagian dai
surface state pada carbon nanodots.

4.2.2 Analisa Morfologi Nanokristal Selulosa dengan TEM


Analisa morfologi dengan TEM dilakukan untuk mengamati morfologi
nanokristal selulosa yang terbentuk dalam keadaan tunggal sehingga dapat diketahui
ukuran partikelnya yang bervariasi. Dari hasil TEM yang didapatkan pada
nanokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.5. Dimana bentuk dari nanokristal
yang diproleh berbentuk batang- batang seperti jarum.

Gambar 4.5 Gambar Nanokristal selulosa dan distribusi ukuran partikel

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat morfologi dari nanokristal yang dihasilkan.
Nanokristal selulosa merupakan selulosa hasil dari nanoteknologi juga merupakan
materi yang berdimensi antara 0,2-100 nm (Gardner, 2008). Berdasarkan perhitungan
ukuran diameter nanokristal selulosa yang telah dilakukan menggunakan aplikasi
imageJ, maka diperoleh ukuran diameter rata-rata nanoserat selulosa berkisar antara
3,4 nm. Dengan distribusi ukuran partikel yang ditunjukkan pada Gambar 4.6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Gambar 4.6 Distrusi ukuran partikel Nanokristal selulosa

4.2.3 Analisa Spectrofotometri UV-Visible


Karakterisasi UV-Vis dilakukan untuk mengetahui pola absoransi pada
panjang gelombang tertentu. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 200
sampai 800 nm dengan interval panjang gelombang 100nm. Hasil karakterisasi UV-
Vis yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.7

a b

d
c
.

Gambar 4.7 a) absorbansi dan fluoresensi dibawah sinar tampak dan dibawah lampu
uv untuk 10 menit b) absorbansidan fluoresensi dibawah sinar tampak dan dibawah
lampu uv untuk 15 menit c) absorbansidan fluoresensi dibawah sinar tampak dan
dibawah lampu uv untuk 20 menit d) gabungan dari spectrum uv-vis dari 10 menit,15
menit, dan 20 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Hasil pengukuran Carbon nanodots dapat menyerap spectrum UV pada


masing – masing puncak panjang gelombang 252,40 nm (10 menit ), 248,28 nm ( 15
menit), 248,00 nm ( 20 menit). Dari ketiga hasil yang diperoleh memiliki satu
puncak absorbansi pada panjag gelombang yang menunjukkan adanya transisi
electron π -> π (core).Ukuran Carbon nanodots berpengaruh terhadap pendaraan dan
panjang gelombang yang akan diserap, dimana semakin kecil ukuran dari Carbon
nanodots maka panjang gelombang yang diserap semakin kecil dan menunjukkan
pendaraan yang berwarna biru.(Li, et all, 2010). Sehingga dari hasil yang diperoleh
semakin besar pemanasan dari 10 menit, 15 menit dan 20 menit memiliki memiliki
warna pendaran atau fluorescence yang berwarna biru. Dan juga dari hasil yang
didapatkan dimana semakin lama proses pemanasan maka pemecahan antar partikel
semakin baik sehingga memiliki daya absorbansi yang semakin kecil. Puncak warna
biru kehijauan pada sampel dengan pemanasan oven microwave sudah diasumsikan
sebagai puncak emisi Carbon Nanodots. Dengan memperhatikan bentuk spektrum,
dapat diduga bahwa zat yang sama menghasilkan bentuk spektrum yang sama

4.2.4 Analisa dengan Lampu UV


Pengujin Fluoresensi dilakukan secara fisik dengan melakukan mengamatan
pada Lampu UV. Carbon Nanodots yang dilarutkan dalam aquadest memperoleh
hasil fluoresensi yang berbeda yang dapat ditunjukkan pada Gambar 4.8.

. Puncak warna biru kehijauan pada sampel dengan pemanasan oven


microwave sudah diasumsikan sebagai puncak emisi Carbon Nanodots.. Dengan
memperhatikan bentuk spektrum, dapat diduga bahwa zat yang sama menghasilkan
bentuk spektrum yang sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

C
A B

E F
D

Gambar 4.8 Carbon Nanodots dibawah sinar tampak (a) 20 menit ( b) 15 menit, (c)
10 menit dan dibawah sinar lampu UV (d) 20 menit, ( e) 15 menit dan (f) 10 menit

Dimana tampak dari Gambar 4.8 menujukkan warna yang dapat dilihat dibawah
sinar tampak berwarna bening keruh dan untuk Carbon Nanodots dibawah sinar
Lampu UV memiliki perbedaan fluorensi yang dihasilkan, dimana pada pemanasan 5
menit dan 10 menit warna fluoresensi berwarna hijau muda dan untuk pemanasan 20
menit memiliki fluorensi berwarna biru

4.2.5 Analisa Morfologi Carbon Nanodots dengan TEM


Analisa morfologi dengan TEM dilakukan untuk mengamati
morfologi Carbon Nnaodots yang terbentuk dalam keadaan tunggal sehingga dapat
diketahui ukuran partikelnya yang bervariasi. Dari hasil TEM yang didapatkan pada
nanokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.9. Dimana bentuk dari Carbon Dots
yang diperoleh berbentuk seperti titik-titik yang tersebar secara merata..

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

A D
A

B
A E
A A

A
A

C F
A

Gambar 4.9 Karakterisasi TEM Carbon Nanodots (a) 10 menit ( b) 15 menit, (c) 20
menit dan distribusi partikel carbon nanodots (d) 10 menit, ( e) 15 menit dan (f) 20
menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat morfologi dari carbon nanodots yang
dihasilkan. Carbon nanodots (C-Dots) merupakan sebuah kelas nanomaterial karbon
baru yang berukuran dibawah ~10 nm. Berdasarkan perhitungan ukuran diameter
Carbon NanoDots yang telah dilakukan menggunakan aplikasi imageJ, maka
diperoleh ukuran diameter rata-rata carbon nanodots berkisar antara 1,61 nm (10
menit), 0,99 nm (15 menit), 0,63nm ( 20 menit) .Dari hasil TEM yang didapatkan
pada Carbon nanodots telah berhasil, ddimana pemanasan lebih besar menyebabkan
adanya pemecahan antar partikel yng menyebabkan ukurannya menjadi kecil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut. :

1. Carbon nanodots telah berhasil disintesis dari nanokristal selulosa TKKS


melalui metode microwave. Dari 30 miligram nanokristal selulosa didapatkan
20 miligram Carbon nanodots yang berwarna hitam. Analisa FT-IR pada
waktu 20 menit menunjukkan adanya serapan gugus C=O pada bilangan
gelombang 1635,64 cm-1, puncak serapan pada bilangan gelombang 2924,09
cm-1 yang mengindikasikan adanya ikatan C-H, adanya serapan gugus C-O-C
pada bilangan gelombang 1056,99 cm-1 dan panjang gelombang 3425,58cm-1
menunjukkan adanya gugus O-H.
2. Melalui perbandingan morfologi TEM Carbon nanodots dari tiga variasi
yang digunakan, didapati hasil Carbon nanodots 1,61 nm (10 menit), 0,99 nm
(15 menit), 0,63nm ( 20 menit), dan dimana pada pemanasan 20 menit
memiliki ukuran diameter partikel yang paling kecil.
3. Melalui perbandingan sifat optik Carbon nanodots dari tiga suhu pirolisis
yang berbeda, didapati Carbon nanodots pada waktu 20 menit dapat
menyerap spektrum UV pada puncak panjang gelombang 248,00 nm dan
memberikan sifat fluoresensi berwarna biru.
5.2 Saran
1. Kepada peneliti selanjutnya disarankan agar menggunakan agen pasivasi
untuk meningkatkan kelarutan dalam air dan sifat pendaran pada Carbon
nanodots yang didapatkan.
2. Kepada peneliti selanjutnya disarankan agar menggunakan uji Spektra
Photoluminescence (PL) dan Raman untuk mengetahui panjang gelombang
emisi dan dapat diestimasi pancaran warna emisi Carbon nanodots.
3. Sebaiknya kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah wawasan
dan memperluas penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap aplikasi
dari Carbon nanodot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

DAFTAR PUSTAKA

Adel, A.M., El Wahab ZHA., Ibrahim AA., AL Shemy M.T. 2011. Characterization
Of Microcrystalline Cellulose Prepared From Lignocellulosic Materials. Part
II : Physiochemical Properties. Carbohyd Polym 83 : 676-687

Abdullah M, 2008. Review : Sintesis Nanomaterial. Jurnal Nanosains &


Nanoteknologi, 1 (2) : 33-57 ISSN 1979-0880

Baker, S.N. dan Baker, G.A. 2010. Luminescent Carbon Nanodots : Emergent
Nanolight, Angew. Chem. Int. 99: 6726-6744.

Bhimte, N.A and Tayade, P.T. 2007. Evaluation of Microcrystalline Cellulose


Preparation from Sisal Fibers as A tablet Excipient : A Technical Note
APRS pharmSciTech. 8 (1) : E1-E7.

Bibin, M. C., Alcides L. L., Sivoney, F., Sabu, T., Laly A. P., Kottaisamy. Isolation
of nanocellulose from pineapple leaf fibres by steam explosion 2010, 81, 729-
725.

Benavides, E. 2011. Cellulose Nanocrystals Properties and Applications in


Renewable Nanocomposites. USA: Clemson Universitas

Bledzki, A-K,Gassan J., 1990. Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres.
Prog Polym Sci.

Carey, F.A. 2008. Organic Chemistry. Seventh Edition. The Mc Graw-Hill


Companies, Inc : New York

Chandrahasa, F., Rajamane, NP., Jelayakihmi. 2014. Development Of Cellulose


Nanofibers From Coconut Husk. International Journal Of Emerging
Technology and Advanced Engineering. SRM University. India : 88-93

Chen, W., Liu, Y., Chen, P., Zang, M., Hai Y. 2011. Individualization Of Cellulose
Nanofibers from Wood Using High Intensity Ultrasonication Combined with
Chemical Pretreatments Carbohyd Polym. 83 : 1804-1811

Cowd, M, A. 1991. Kimia Polimer. Bandung: ITB.

Elanthikkal, S., Gopalakrishnapanicer, U., Varghese, S., Gtuhri, JT. 2010. Cellulose
Microfibres Produced From Banana Plant Wastes : Isolation and
Characterization Carbohyd Polym 80 : 852-859

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Das, I., Girish, K. dan Narendra, G.S. (2013). Microwave heating as an


alternative quarantine method for disinfestation of stored food gains.
International Journal of Food Science: 13.Article ID 926468

Dipak Vitthal Pinjari, Aniruddha B. Pandit. 2010. Cavitation Milling of Natural


Cellulose to Nanofibrils. Ultrasonics Sonochemistry : 845-852

Darnoko. 2002. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa S awit Melalui


Biokonversi. Berita penelitian perkebunan vol 2 (2). Medan: Puslitbun
(RISPA).

Ensminger, D. 2009. Ultrasonics Data, Equations, and Their Practical Uses. Prancis :
CRC Press

Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Fauzi, I, Y., 2003. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Gardner, D. 2008. Adhesion and Surface Issues in Cellulose and Nanocellulose.


Journal of Adhesion Science and Technology. 22 : 545-567

Habibi, Y., LA Lucia and OJ Rojas. 2010. Cellulose Nanocrystal : Chemistry. Self-
Assembly and Aplication. Chemistry Revisi

Hambali, E. 2008.Teknologi Bioenergi. Cetakan Kedua. Jakarta: Agro Media Pusaka

Henriksson, M., Henriksson G., Berglund LA., Lindstrom T. 2007. An


Environtmentally Friendly Method for Enzyme Assisted Preparation Of
Microfibrillated Cellulose (MPC) Nanofibers. European Polymer Journal 43
(8) : 3434-3447

Herawan, T. 2013. Pembuatan Mikrokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit Sebagai


Bahan Pengisi Tablet Karoten Sawit.Medan :Jurnal Farmasi

Isogai, A., Saito T., Fukuzumi H. 2011. TEMPO-Oxidized Cellulose Nanofibers,


Nanoscale. 3 :71-85

Kasrawati, 2014. Isolasi Nanokristal Selulosa dari Tongkol Jagung (Zea Mays L)
dengan Menggunakan Metode Hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil
Asetamida/ Litium Klorida (DMAc/ LiCl) [Skripsi]. Medan : Universitas
Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Lawson, D. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. USA:


Thermonicolet.

Li, H., Zhenhui K., Yang L., & Lee,s. 2012. Carbon nanodots : synthesis, properties
and application, Journal of Materials Chenistry. DOI: 10.1039/c2jm34690g

Liafu, S.C. 2005. Adsorption of Cationic Polyelectrlyte at The Solid / Liquid


Interface and Dispersion of Nanosized Silica in Water. Jool Interface. 285 :
33-40

Nurbianto, R. (2008). Pengaruh Perlakuan Oven Gelombang pada Berbagai


Tingkatan Daya dan Waktu terhadap Mortalitas Tribolium castaneum
herbst dan Kandungan Tepung Tapioka. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Mahlicli, Y.F. 2007. Preparation and Charachterizations of Hemodialysis Membrane.


Tesis

Mandirim. 2012. Manual Pelatihan Teknologi Terbarukan. Jakarta Penulis Karnal N,


Pengajar Teknik Kimia. Bandung : ITENAS

Murty, B.S. 2013. Textbook of Nanoscience and Nanotechnology. India : University


Press Private Limited. Pages 3-4

Moon, R.J., Martini A., Nain J., Simonsen J., Youngblood J. (2011). Cellulose
Nanomaterials Review : Structure, Properties and Nanocomposite, 3941-
3944

Panindia, N. 2015. Pembuatan Nanokomposit Polycaprolactone/nanokristal selulosa


Tongkol Jagung manis (Zea Mays saccarata) [skripsi]. Medan : universitas
Sumatera uatara

Rahmayanti, R. D. 2015. Sintesis Carbon Nanodots Sulfur (C-Dots Sulfur) dengan


Metode Microwave [skripsi]. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Rong, L.T. 2011. Manufacture of Cellulose Nanocrystals by Cation ExchangeResin-


Catalyzed Hydrolysis of Cellulose. Bioresource Technology.102 : 10973-
10977

Roosita, H. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL


Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta: Deputi Bidang Tata Lingkungan
Kementrian Negara Hidup

Sahu, S., Birendra, B., Tapas K., Maiti & Mohapatra, S. 2012. Simple one-step
synthesis of highly luminescent carbon dots from orange juice: application as
excellent bio-imaging agents, Chem. Commun. 48 : 8835–8837

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Saito T., Kimura S., Nishiyama Y., Isogai A. 2007. Cellulose Nanofibers Prepared
by TEMPO-Mediated Oxidation of Native Cellulose. Biomacromolecules : 8

Shinoj S., Vishuanathan R., Pangrahi S., Kochutabu M. 2011. Oil Palm Fiber (OPF)
and Its Composites : A Review. Ind. Cropsrod

Solomons, S.,1987. Introduction to General, Organic, and Biologycal Chemistry.


New York: McGraw Hill

Sutiya, B.(2012). Kandungan Kimia dan Sifat Serat Alang-alang (imperata


Cylindrica) Sebagai Gambaran Bahan Baku Pulp dan Kertas. Bioscientiae, 9:
8-9
Stokes, D.J., 2008. Principles and Practice of Variable
Pressure/Environmental.New York: John Willey and Sons, Inc

Souza, DRDS, Joao PDM, Rochel ML, Larissa DC, Fabiano VP, 2016. Cellulose
nanocrystals: A versatile precursor for the
Preparation of different carbon structures and luminescent carbon dots. Ind,
Crops Prod. DOI: 10.1016.

Voutou, B. 2008. Electron Microscopy: The Basics. Eropa: Physics of advanced


materials winter school.
Wang, X, Qu K, Xu B, Ren J, Qu X. 2011. Microwave assisted one-step green
synthesis of cell-permeable multicolour photoluminescent carbon dots
without surface passivation reagents. J Mater Chem. 21:2445-2450.

Widodo, L.U.2012. Kajian Isolasi Alpha-Selulosa Batang Tanaman Ubi Kayu Secara
Basa.alpha Selulosa. 21:12-30

Widom, J. M., 1981. Chemistry. San Fransisco: W. H. Freeman and Company.

Yano, H., Sugiyama J., Nakagaito NA., Matsuura T., Hikita M., Handa K.2005.
Optically Transparent Composite reinforced with Networks of Bacterial
Nanofibers. Adv-Mater

Zhai, X., Peng Z., Changjun L., Tao B., Li, W., Liming D, Liu W. 2012. Highly
luminescent carbon nanodots by microwave-assisted pyrolysis, Chem.
Commun. 48 : 7955–7957.

Zhang, W., Okubayashi, S., Bechtold, T. 2005. Fibrillation Tendency of Cellulosic


Fibers. Part 4. Effect Alkali Treatment of Various Cellulosic Fibers.
Carbohyd Polym 61 : 427-433

Zhu, C., Junfeng Z, Shaojun D. 2012, Bifunctional fluorescent carbon nanodots:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

green synthesisviasoy milk and application as metal-free electrocatalysts for


oxygen reduction, Chem. Commun. 48 : 9367–9369.

Zhou, L., Benzhao He , Jiachang H. 2013 Amphibious fluorescent carbon dots: one
step green synthesis and application for light-emitting polymer
nanocomposites, Chem. Commun. 49 : 8078-8080.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Lampiran 1. Gambar Proses penelitian

Pro
ses
PE
Mu
tiha
n
den
gan
Proses NaOCl
menghaluskan Ditambahkan Ditambahakan dengan
TKKS dengan dengan aquadest NaOH
alat grinder

Proses pemecahan

proses penetralan
dengan alat partikel dengan alat
sentrifugasi sonikasi
proses hidrolisis
Proses dengan H2SO4
Penambahan
HNO3

Nanokristal yang
diperoleh Dimasukkan kedalam
microwave
Proses Carbon dots yang
membrane diperoleh
dialisis

Lampiran 2. Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Alat grinder Alat TEM

Alat SEM Alat FTIR

Lampiran 3 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR α-selulosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Lampiran 4 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon Dots 10 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Lampiran 5 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon Dots 15 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Lampiran 6 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR Carbon dots 20 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Lampiran 7 Analisa Spectrofotometri UV-Vis Carbon nanodots 10 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Lampiran 8 Analisa Spectrofotometri UV-Vis Carbon nanodots 15 menit

Lampiran 9 Analisa Spectrofotometri UV-Vis Carbon nanodots 20 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Lampiran 10 Analisa morfologi dengan TEM Carbon nanodots 10 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Lampiran 11 Analisa morfologi dengan TEM Carbon nanodots 15menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Lampiran 12 Analisa morfologi dengan TEM Carbon nanodots 20menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Lampiran 13 Analisa morfologi dengan TEM Nanokristal selulosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai