2018
Putri, Yolandha
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8229
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
1
SKRIPSI
YOLANDHA PUTRI
140802079
SKRIPSI
YOLANDHA PUTRI
140802079
PERNYATAAN ORISINALITAS
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.
Yolandha Putri
140802079
PENGESAHAN SKRIPSI
Kategori : Skripsi
Disetujui di
ABSTRAK
Sintesis carbon nanodots dari nanokristal selulosa yang diisolasi dari tandan kosong
kelapa sawit dengan metode microwave telah berhasil dilakukan. Untuk memperoleh
nanokristal selulosa, dilakukan dengan metode hidrolisis dan menggunakan
membrane dialysis.,sehingga diperoleh hasil sebanyak 0,2 gram nanokristal selulosa.
Nanokristal selulosa kemudian dimasukkan kedalam microwave dan dilakukan
proses pemanasan yang bervariasi yaitu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit sehingga
menghasilkan karbon nanodots. Sampel dikarakterisasi dengan uji analisa gugus
fungsi ( FT-IR),uji morfologi dengan (TEM), dan uji spektrrum absorbansi dengan
Uv-Vis dan lampu uv. Analisa ( FT-IR) pada waktu 20 menit menunjukkan adanya
serapan gugus C=O pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1, puncak serapan pada
bilangan gelombang 2924,09 cm-1 yang mengindikasikan adanya ikatan C-H, adanya
serapan gugus C-O-C pada bilangan gelombang 1056,99 cm-1 dan panjang
gelombang 3425,58cm-1 menunjukkan adanya gugus O-H. Analisa morfologi (TEM)
Carbon nanodots dari tiga variasi yang digunakan, didapati hasil Carbon nanodots
1,61 nm (10 menit), 0,99 nm (15 menit), 0,63nm ( 20 menit), dan dimana pada
pemanasan 20 menit memiliki ukuran diameter partikel yang paling kecil. Pada uji
spektrum absorbansi (UV-Vis) pada waktu 20 menit menyerap spektrum UV pada
puncak panjang gelombang 248,00 nm dan memberikan sifat fluoresensi berwarna
biru.
ABSTRACT
Synthesis of carbon nanodots from nanocrystal cellulose isolated from empty palm
oil bunches by microwave method has been successfully carried out. To obtain
nanocrystals cellulose, it is carried out by hydrolysis method and using membrane
dialysis, so as to obtain as much as 0.2 grams of cellulose nanocrystals. Cellulose
nanocrystal is then put into a microwave and the heating process is carried out
which varies from 10 minutes, 15 minutes and 20 minutes to produce carbon
nanodots. The samples were characterized by functional group analysis (FT-IR) test,
morphological test with (TEM), and absorbance spectrometer test with UV-Vis and
UV lamps. Analysis (FT-IR) at 20 minutes showed the absorption of C = O group at
wave number 1635.64 cm-1, the absorption peak at wave number 2924.09 cm-1
indicating the presence of CH bond, the absorption of COC groups in the number
waves 1056.99 cm-1 and wavelengths 3425.58cm-1 indicate the presence of OH
groups. Morphological Analysis (TEM) Carbon nanodots of the three variations
used, found the results of Carbon nanodots 1.61 nm (10 minutes), 0.99 nm (15
minutes), 0.63nm (20 minutes), and where on 20 minutes heating had the smallest
particle size. In the absorbance spectrum test (UV-Vis) at 20 minutes absorbs the UV
spectrum at a peak of 248.00 nm wavelength and gives blue fluorescence.
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul Sintesis Carbon Nanodots dari Nanokristal
Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Metode Pirolisis.
Yolandha Putri
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACK iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan 4
2.2 Selulosa 9
2.3 Nanoteknologi 12
2.4.1 Nanokristal 13
2.4.2Nanoserat 14
2.6Fluoresensi 16
2.7 Ultrasonikasi 17
2.8 Microwave 18
2.8.1Defenisi 18
2.10 Karakterisasi 21
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Halaman
Gambar
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BC =Bacterial Cellullose
DP =Derajat Polimerisasi
TEMPO =2,2,6,6-tetramethylpiperidine-1-oxyil
BAB 1
PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di
hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit
hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua
Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan
perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah
pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara.
Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit (Fauzi, 2003). Pencapaian
produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta
ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia
( Fauzi, 2012).
Berdasarkan statistik komoditas kelapa sawit terbitan Dirjen Perkebunan pada
tahun 2014, luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta hektar dengan produksi 29,3
juta ton CPO. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil
minyak nabati berupa crude palm oil (CPO). Selain menghasilkan CPO, dalam
proses pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah yang sangat banyak.
Diketahui untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (shell)
sebanyak 6,5 % atau 65 kg, lumpur sawit (wet decanter solid) 4% atau 40 kg, serabut
(fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50 % (Mandirim, 2012).
Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan
oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlah Tandan Kosong Kelapa Sawit mencapai 30-
35% dari berat Tandan Buah Segar setiap pemanenan. Namun hingga saat ini,
pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit belum dilakukan secara optimal.
(Hambali, 2008). Komponen terbesar dalam limbah pada Tandan Kosong Kelapa
Sawit adalah selulosa 40%, hemiselulosa 24%, dan lignin 21%. Ketiga komponen
tersebut dapat dikonversikan menjadi berbagai bahan kimia, material, maupun
produk bernilai ( Herawan, 2013).
Nanoteknologi adalah pemahaman dan penguasaan materi pada dimensi
sekitar 0,2 - 100 nm, yang akan memungkinkan adanya aplikasi baru (Gardner,
2008). Nanokristal selulosa merupakan nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa,
yang sangat relevan untuk pengembangan biomaterial. Nanokristal selulosa ini dapat
dimanfaatkan dalam persiapan perangkat biomedis, implan, dan tekstil mengingat
sifatnya yang biokompatibel dan tidak beracun (Benavides, 2011).
Nanokristal sebagai bahan yang berperan dalam pembuatan obat – obatan
yang selama ini diimpor di Indonesia sehingga harga obat relatif meningkat. Dengan
adanya penelitian isolasi nano selulosa ini, dapat diketahui hasil selulosa yang
didapat dari Tandan Kosong Sawit (TKS) dengan proses ligninfikasi, pemurnian alfa
selulosa, serta hidrolisis dengan asam untuk mengendapkan nano selulosa. Setelah
itu di karakterisasi dengan menggunakan Scanning Electronic Microscopy (SEM).
Isolasi nano selulosa dari tandan kosong sawit di lakukan dengan pengendapan
melalui hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada suhu 45o C selama 30
menit (Bledzki, 1990).
Larutan alkali dapat digunakan untuk pemurnian serat selulosa dari senyawa
hemiselulosa, sisa pati, dan pektin. (Elanthikkal et al, 2010) menggunakan larutan
alkali berupa NaOH 1 M pada suhu 80oC selama 4 jam untuk mereduksi kandungan
hemiselulosa dan pektin pada serat pisang. Peningkatan konsentrasi larutan alkali
yang digunakan cenderung meningkatkan fibrilasi (Zhang et al, 2005). Isolasi
nanoserat selulosa dengan menggunakan asam kuat dapat menghasilkan whiskers.
Asam kuat lebih mudah menghidrolisis bagian amorf serat, sehingga serat
terdegradasi menjadi serat pendek. Asam kuat juga dapat menghidrolisis
hemiselulosa menjadi xilosa dan gula lain, selanjutnya xilosa terdegradasi
membentuk furfural. Selain itu polisakarida lain seperti residu pati dapat terhidrolisis
menjadi gula sederhana (Adel et al, 2011).
Carbon nanodots (C-Dots) merupakan bahan karbon baru yang berukuran di
bawah ~10 nm. Sejak ditemukannya nanopartikel C-Dots sebagai bahan baru dari
karbon, kajian intensif mengenai C-Dots terus berkembang dengan cepat hingga
saat ini. Ikatan rantai karbon sebagai sumber utama dalam pembuatan C-Dots
menjadi fokus penelitian yang dikaji dan dikembangkan penerapannya dalam
beberapa aplikasi. Banyak peneliti telah mengkaji berbagai sumber karbon seperti
(Zhai dkk ,2012) menggunakan sumber karbon dari asam sitrat, (Zhu dkk,2012)
menggunakan sumber karbon dari susu kedelai dan (Sahu dkk , 2012) menggunakan
sari jeruk.
Beragam metode telah dikembangkan untuk mensintesis C-Dots. Metode
dalam sintesis C-Dots secara umum diklasifikasikan kedalam dua cara, yaitu :
metode top-down dan bottom-up (Baker dkk, 2010). Pada metode top-down struktur-
struktur karbon yang lebih besar dipecah menjadi C-dots, contohnya oksidasi
elektrokima, arc-discharge dan teknik laser ablation. Metode bottom-up dibagi lagi
menjadi beberapa metode diantaranya metode pemanasan sederhana, supported
synthesis dan microwave.
Rahmayanti ( 2015), telah berhasil melakukan penelitian tentang Sintesis
C-Dots dengan metode microwave menggunakan bahan sulfur, urea dan asam sitrat.
Karakteristik sifat fisis C-Dots dan struktur unit C-Dots yang paling optimum yaitu
pada saat disintesis pada kondisi 450 watt dengan lama waktu pemanasan 35 menit.
Hasil pengukuran spektrum absorbansinya melebar terletak pada panjang
gelombang 582.02 nm. Spektrum FTIR dapat teramati bahwa transmitansi C-Dots
tanpa sulfur pada stretch C=C turun, nilainya rendah dibandingkan dengan
transmitansi C-Dots yang menggunakan sulfur. Hal ini terjadi mungkin karena C
yang dulu mengabsorb menjadi merefleksi dan tergantikan oleh SH.
Souza (2016), telah berhasil melakukan penelitian tentang selulosa
nanokristal (CNCs) dari kayu eukaliptus pada variasi suhu 300-1000°C
menggunakan alat tubular furnace sehingga menghasilkan carbon nanodots. Carbon
nanodots yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan FTIR, Raman, TGA, SEM,
TEM dan titrasi potensiometri. Analisa dengan TGA menunjukkan bahwa
dekomposisi termal pada suhu 300-10000C menghasilkan karbon yang
permukaannya mengandung gugus oksigen dengan morfologi yang berbeda-beda.
Nanokristal selulosa dari kayu eukaliptus menghasilkan C-Dots sebesar 4-8 nm yang
larut dalam air, menunjukkan emisi fotoluminesen dari cahaya biru ke hijau.
karakterisasi nanokristal selulosa dari alfaselulosa yang berasal dari Tandan Kosong
Sawit (TKS) telah dilakukan. Hasil analisa morfologi dengan menggunakan
Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan nanokristal selulosa yang
diperoleh memiliki diameter sebesar 60,71 nm. Untuk preparasi nanokristal selulosa
dari serat selulosa secara umum berdasarkan hidrolisis asam. Bagian selulosa dengan
kristalinitas yang lebih rendah akan terhridolisis terlebih dahulu, sedangkan bagian
yang kristal memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan asam sehingga
diperoleh nanokristal selulosa berbentuk batang.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan mengenai materi Carbon Dots,
maka diharapkan komponen berupa nanokristal selulosa dapat digunakan sebagai
precursor untuk mensisntesis karbon tersebut.
Berdasarkan hal ini, penulis akan melakukan penelitian tentang “Sintesis
Carbon Nanodots (C-Dots) dari Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Metode Microwave”.
b. Variabel terikat :
Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR
Analisa menggunakan Lapu UV
Analisa spektrum absorbansinya menggunakan spektrometer UV-Vis
Analisa morfologi dan ukuran diameter menggunakan TEM
c. Variabel bebas
Waktu ( menit)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin
(Fauzi, 2003).
Tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk
dimanfaatkan. Selama ini TKKS hanya dimanfaatkan sebagai pupuk, bahan alternatif
untuk mengisi rongga jok mobil, membuat matras atau kasur dan bahan baku
pembuatan kertas. TKKS adalah salah satu produk sampingan berupa padatan dari
industri pengolahan kelapa sawit. Secara fisik tandan kosong kelapa sawit terdiri dari
berbagai macam serat dengan komposisi antara lain, selulosa sekitar 45,95%,
hemiselulosa sekitar 16,49% dan lignin sekitar 22,84% (Darnoko, 2002). Kandungan
dari selulosa dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Dari pohon kelapa sawit, serat lignoselulosa dapat diekstraksi dari batang,
daun, buah dan tandan kosong sawit. Tandan kosong adalah massa fibrosa setelah
dipisahkan dari buah. Di antara berbagai serat, tandan kosong sawit memiliki potensi
untuk menghasilkan sampai 73% serat dan karena itu tandan kosong sawit
penggunaannya dalam hal jumlah dan biaya. Kandungan selulosa yang tinggi dan
sifat keras dari tandan kosong kelapa sawit menjadikannya cocok untuk pembuatan
komposit. Namun adanya gugus hidroksil membuat serat ini bersifat hidrofilik yang
menyebabkan adhesi antarmuka dengan matriks polimer hidrofob rendah. Hal ini
menyebabkan sifat fisika dan mekanik komposit menjadi rendah (Shinoj, 2011).
2.2 Selulosa
2.2.1 Pengertian Selulosa
Selulosa merupakan komponen struktur utama dari bahan sayuran. Kayu
mengandung 30-40% selulosa, kapas mengandung lebih dari 90%. Fotosintesis
tanaman merupakan responsibilitas terhadap pembentukan 10ton per tahun selulosa.
Secara struktural, selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari unit D-glukosa
dan dihubungkan oleh ikatan (1,4)-glikosidik. Rata-rata terdiri dari 7000 unit
glukosa, tetapi dapat mencapai 12.000. Hidrolisis sempurna dari semua ikatan
glikosidik pada selulosa menghasilkan D-glukosa (Carey, 2008).
Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersusun oleh molekul
glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa.
Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4-
glikosidik. Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan biasanya
berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-
substansi mineral. Selulosa yang diperoleh dari kayu memerlukan proses yang
panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin (Bhimte dan Tayade, 2007).
2. Bukan Kayu
e. Bambu
f. Non-vegetable : bacterial cellulose (BC) sebagai bahan akustik, kertas khusus
Jenis selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan
kertas adalah yang sifat fisik maupun kimianya seseragam mungkin serta dapat
secara kontinu tersedia dalam jumlah yang banyak. Jumlah selulosa limbah tongkol
jagung sangat banyak sehingga bisa digunakan sebagai sumber selulosa untuk bahan
baku pembuatan pulp dan kertas (Sutiya, 2012).
Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan
dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat,
biasanya basa-amina. Selulosa membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan
intramolekuler sehingga memberikan struktur yang dapat dipecah. Mikrofibril
selulosa terdiri dari dua macam yaitu daerah kristalin dan daerah amorf.
Berdasarkan Derajat Polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis :
1. Selulosa alfa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%
atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 1500 sebagai
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau
basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 15 – 90 dan juga dapat mengendap
bila di netralkan.
3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi Derajat Polimerisasinya
kurang dari 15 (Widodo, 2012).
Selulosa alfa sangat menetukan sifat tahanan kertas, semakin banyak kadar α-
selulosanya menunjukkan semakin tahan lama kertas tersebut. Sifat hidrofilik yang
dimiliki γ dan β lebih besar daripada α-selulosanya. α-selulosa merupakan selulosa
yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni). Selulosa sangat stabil dalam
berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan adanya asam kuat dan sistem
pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-amina.
Tahapan pertama dari proses isolasi alfa selulosa iniadalah delignifikasi
dengan menggunakan NaOH untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa. Berikut
merupakan reaksi delignifikasi menggunakan NaOH yang ditunjukkan pada Gambar
2.1
2.3 Nanoteknologi
Kata dari “nano” merupakan awalan dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu
yang sangat kecil dan berupa satuan 10-9 unit. Nanomaterial berupa kelas material
yang memiliki paling sedikit 1 dari dimensi nanomaterik (Murty, 2013).
Nanoteknologi adalah teknologi yang memberikan materi makro dengan struktur dan
konsituen dari fenomena fisik, kimia dan biologi yang berubah karena ukuran materi
makro menjadi materi nano (Bhatia, 2016). Nanoteknologi juga merupakan
rancangan, karakterisasi, produksi dan aplikasi dari struktur, alat dan system yang
dikontrol ukuran dan bentuknya pada skala nanometer ( Filipponi dan Sutherkand,
2010). Nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada
skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi
yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila
berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran
nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru
inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut
nanoteknologi (Mustar, 2011).
Nanoteknologi juga merupakan materi yang berdimensi antara 0,2-100 nm.
Nanomaterial berasal dari biomaterial terbarukan, terutama selulosa dan
lignoselulosa, yang berperan besar dalam upaya nanoteknologi. Untuk
memanfaatkan potensi material ini, harus dilakukan penentuan sifat nanoselulosa
2.4.2 Nanoserat
hilangnya gugus hidroksil. Sampai saat ini, telah berhasil dilakukan berbagai
penelitian yang mengkaji sintesis nanomaterial dengan metode microwave.Tampak
dilihat hasil sintesis dengan metode microwave selama 5-10 menit ditunjukkan pada
gambar 2.3
2.6 Fluoresensi
Fluoresesnsi adalah sebuah fenomena yang muncul nketika suatu senyawa
menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu atau kelompok panjang
gelombang dan kembali mengemisikan foton pada panjang gelombang yang berbeda.
Ketika senyawa tertentu menyerap cahaya, sebuah electron tereksitasi ke energy
vibrasi yang lebih tinggi. Molekul kemudian kehilangan energy melalui tumbukan
yang terjadi dan jatuh ke tingkat energy vibrasi terendah pada tingkatan energy.
Sebagai tambahan, hamper semua molekul yang mengisi tingkat energy yang lebih
tinggi dari molekul kedua akan mengalami konversi internal dan energy vibrasi
terendah dari keadaan lebih tinggi. Dari sana, molekul-molekul akan kehilangan
energy hingga mencapai tingkat energy yang terendah. Pada tingkat ini, molekul
tersebut dapat kembali ke tingkat energy vibrasi apapun pada keadaan dasar dan
mengemisikan energinya dalam bentuk fluoresensi. ( Sherly,2017)
Dengan meningkatkan keperluan serta permintaan untuk analisa kimia,
monitoring biologis dan permintaan lain dari bidang yang bersangkutan
mempercepat perkembangan fluorescent nanopartikel. Fluorescent nanopartikel
memiliki efek kuantum dan nanopartikel yang tidak didapatkan dari fluorescent
tradisional dengan zat warna. Ini mengatasi masalah yang ditemukan pada material
fluorescent tradisional, yaitu stabilitas dan identitas fluoresensi rendah serta mudah
mengalami photobleaching atau hilangnya fluoresensi ( Zuo et. al, 2015)
2.7 Ultrasonikasi
Spektrum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut
ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi
menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah (20–100 kHz), frekuensi menengah
(100 kHz–1 MHz), dan frekuensi tinggi (1–10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20
kHz – 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan
sonokimia (Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan
dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi,
sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal (Ensminger, 2009).
Ultrasonik mempunyai keunggulan yaitu proses ultrasonik tidak
membutuhkan penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain. Prosesnya cepat
dan mudah, yang berarti prosesnya tidak memerlukan biaya tinggi. Ultrasonik tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel, dan
senyawa-senyawa bahan yang digunakan (Ensminger, 2009).
Ultrasonik adalah ilmu gelombang suara di atas batas kemampuan mendengar
manusia. Frekuensi yang digunakan untuk ultrasonik berada pada 20 kHz hingga
lebih 100 kHz (Fuchs, 2002). Metode sonikasi sangat efisien dalam mereduksi
ukuran material selulosa. Hal ini merupakan pengaruh dari pecahnya gelembung
kavitasi yang terbentuk akibat gelombang ultrasonik, sehingga menimbulkan efek
kimia dan fisika ( Dipak, 2010)
Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah
emulsifikasi. Sedangkan Efek kimia dari ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-
2.8 Microwave
2.8.1 Defenisi
Microwave adalah sebuah peralatan yang menggunakan radiasi
gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memanaskan molekul
terpolarisasi dalam makanan.
Tabel 2.2 Sintesis C-Dots dengan berbagai sumber karbon menggunakan metode
microwave
Daya
Waktu
Sumber Karbon Microwave Referensi
(s)
(watt)
Jaiswal
Poly(ethylene glycol)
900 600 dkk
(PEG 200)
(2012)
Asam amino (histidine) dari Jiang dkk
700 160
orthophosphoric (2012)
Asam citric (Citric acid ) Qu dkk
750 240-300
dan urea (2012)
a) L-Arginine 800 60
monohydrochloride Philippidis
b) Citric acid monohydrate, dkk (2013)
ethanolamine
melewati membran (air, garam, monosakarida, dan molekul kecil lainnya) cenderung
bergerak ke dalam atau keluar dari kantong dialisis ke arah konsentrasi yang rendah,
sehingga terjadilah difusi. Molekul yang lebih besar (seperti protein, atau
polisakarida) yang memiliki dimensi jauh lebih besar daripada diameter pori
dipertahankan dalam kantong dialisis (Mahlicli, 2007).
2.10 Karakterisasi
2.10.1 Fourier-Transform Infrared (FTIR)
Shimadzu telah merilis berbagai sistem FTIR membuat resolusi tinggi dan
sensitivitas tinggi dan berbagai instrumen terkait, seperti unit mikroskop inframerah,
untuk memfasilitasi otomatisasi. Ini digunakan dalam berbagai analisis struktural
atau aplikasi pengukuran non-destruktif, seperti untuk memenuhi syarat. Teknik
spektroskopi IR banyak digunakan dalam tahap karakterisasi selulosa karena metode
ini relatif mudah dan dapat memberikan informasi awal tentang komposisi kimia,
konformasi molekular serta pola ikatan hidrogen (Silverio, 2012).
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat
energy tertentu. Energy getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan
radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm-1. Terdapat dua
macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita
absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar
penafsiran spectrum inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi pada
daerah 2500 sampai 3300 cm-1 dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710 sampai
1750 cm-1. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara
berirama yang teramati di dalam inframerah (Rong, 2011).
Hasil spektrum memperlihatkan absorbsi dan transmisi molecular,
membentuk sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua
struktur molekul berbeda yang memiliki spektrum inframerah yang sama (Lawson,
2001). Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, dan masing-masing
molekul hanya menyerap sinar inframerah padafrekuensi tertentu. Hal ini
menunjukkan karakteristik khas untuk setiap molekul. Masing-masing jenis molekul
hanya menyerap pada frekuensi tertentu dan akan terbentuk pola spektrum absorpsi
yang khas atau sidik jari pada spectrum inframerah.
Salah satu parameter yang diukur dalam karakteristik sifat C-Dots adalah
besarnya lebar celah pita energi (energi gap). Energi gap berkaitan dengan sifat
luminisens, eksitasi tahap pertama pada semikonduktor adalah pada elektronbawah
pita konduksi dan hole pada pita valensi bagian atas (Subramanian, 2004).
Besarnya energi gap dapat diperoleh dari nilai spektrum absorbansi yangdiukur
menggunakan spektrometer UV-Vis. Besarnya energi gap bersesuaiandengan
panjang gelombang dari ultraviolet hingga cahaya tampak bahkan hinggadekat
inframerah (NIR, infrared). Oleh sebab itu pengamatan energi gap dapat dilakukan
dengan spektrometer UV-Vis atau UV-Vis-NIR
Spektrofotometer UV-Visible adalah salah satu teknik analis fisiko-kimia
yang mengamati interaksi atom atau molekul dari suatu zat kimia dengan radiasi
elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan menggunakan spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip yang mendasari SEM adalah elektron. Dalam SEM, digunakan sinyal
elektron BSEs (Backscettered Electrons) dan Ses (Secondary Electrons). Perbedaaan
spesimen dan topografi permukaan dipengaruhi terus-menerus, pengangkutan, dan
tempat keluarnya sinyal elektron. Gambar dibentuk sebagai hasil SEM dan variasi-
variasi intensitas sinyal elektron dikumpulkan berupa elektron beam dengan daerah
scan(Debbie J Stokes, 2008).
Resolusi untuk TEM berkisar 0,1 nm, sedangkan untuk SEM resolusi
maksimum paling baik 1 nm. Ditinjau dari aspek teknologi, satu perbedaan utama
antara SEM dan TEM adalah ketebalan spesimen yang digunakan. Ketebalan
spesimen harus berukuran kecil antara 10-100 nm. Dimana spesimen SEM dapat
menggunakan ketebalan dalam satuan cm, yang dianalisa dengan SEM dan
dikomparasikan dengan TEM, dalam hal ini, ultimasi resolusin kapabilitas TEM
tidak merupakan suatu syarat kebutuhan(Stokes, 2008).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3.6.6 Sintesis C-Dots dari Nanokristal Selulosa dari Tantan Kosong Kelapa
Sawit
Dimasukkan 30 mg nanokristal selulosa kedalam cawan porselen. C-Dots
dimasukkan kedalam microwave dengan variasi waktu 10 menit, 15menit dan 20
menit sehingga menghasilkan Carbon Nanodots.
3.4.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit
3.4.2.1 Perlakuan Alkali
BAB 4
sebanyak 0,2 gram nanokristal selulosa .Nanokristal selulosa yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
4.1.3 Hasil Carbon Nanodots dengan variasi waktu selama 10 menit, 15 menit ,
dan 20 menit
Nanokristal Selulosa yang diperoleh dari tandan kosong kelapa sawit ,kemudian
dimasukkan kedalam microwave dengan variasi waktu selama 10 menit, 15 menit,
dan 20 menit. Hasil carbon dots yang diperoleh dengan variasi waktu yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini
(a)) (b) (c)
Gambar 4.3 (a).Hasil Carbon Dots dengan variasi waktu selama10 menit ,(b) 15
menit, (c) 20 menit
4.2 Pembahasan
Tabel 4.1 Bilangan gelombang dari gugus fungsi pada α-selulosa, dan Carbon dots
dengan variasi waktu selama 10 menit,15 menit, dan 20 menit.
Gambar 4.4 Spektrum FT-IR dari serat α-selulosa, dan carbon dots dengan variasi
waktu 10 menit,15 menit, dan 20 menit
Dari Gambar 4.4 menjelaskan bahwa hasil analisa FTIR sampel α-selulosa
dan Carbon NanoDots dengan variasi waktu 10 menit, 15 menit,dan 20 menit.. Pada
daerah serapan 3363,86 cm-1, 3448,72 cm-1, 3410,15 cm-1 , 3425,58 cm-1 ,
menunjukkan adanya gugus O-H . Pada daerah serapan 2900,24 cm-1 , 2924,09 cm-1 ,
2924,09 cm-1, 2924,09 cm-1, menunjukkan adanya gugus C-H. Pada daerah serapan
1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , 1056,99 cm-1 , menunjukkan adanya
gugus C-O-C. Pada daerah serapan 1620,21 cm-1 , 1635,64 cm-1 , 1635,64 cm-1 ,
1635,64 cm-1 , menunjukkan adanya gugus C=O.
Dari spektra FTIR yang diperoleh, spektrum dari alfa selulosa terdapat pita
yang melebar pada daerah serapan 3410,15 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi
regangan gugus fungsi O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti adanya
regangan CH dari rantai alkana pada daerah serapan 2893,22 cm-1. Selain itu, puncak
vibrasi juga terlihat pada daerah serapan 1319,31 cm-1 dan 1026,133 cm-1 yang
menunjukkan adanya regangan C-O didalam cincin selulosa. Puncak serapan pada
daerah 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O-C, serapan ini
berasal dari ikatan glikosida yang terdapat dari struktur senyawa selulosa (Garside,
2003).
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat morfologi dari nanokristal yang dihasilkan.
Nanokristal selulosa merupakan selulosa hasil dari nanoteknologi juga merupakan
materi yang berdimensi antara 0,2-100 nm (Gardner, 2008). Berdasarkan perhitungan
ukuran diameter nanokristal selulosa yang telah dilakukan menggunakan aplikasi
imageJ, maka diperoleh ukuran diameter rata-rata nanoserat selulosa berkisar antara
3,4 nm. Dengan distribusi ukuran partikel yang ditunjukkan pada Gambar 4.6
a b
d
c
.
Gambar 4.7 a) absorbansi dan fluoresensi dibawah sinar tampak dan dibawah lampu
uv untuk 10 menit b) absorbansidan fluoresensi dibawah sinar tampak dan dibawah
lampu uv untuk 15 menit c) absorbansidan fluoresensi dibawah sinar tampak dan
dibawah lampu uv untuk 20 menit d) gabungan dari spectrum uv-vis dari 10 menit,15
menit, dan 20 menit
C
A B
E F
D
Gambar 4.8 Carbon Nanodots dibawah sinar tampak (a) 20 menit ( b) 15 menit, (c)
10 menit dan dibawah sinar lampu UV (d) 20 menit, ( e) 15 menit dan (f) 10 menit
Dimana tampak dari Gambar 4.8 menujukkan warna yang dapat dilihat dibawah
sinar tampak berwarna bening keruh dan untuk Carbon Nanodots dibawah sinar
Lampu UV memiliki perbedaan fluorensi yang dihasilkan, dimana pada pemanasan 5
menit dan 10 menit warna fluoresensi berwarna hijau muda dan untuk pemanasan 20
menit memiliki fluorensi berwarna biru
A D
A
B
A E
A A
A
A
C F
A
Gambar 4.9 Karakterisasi TEM Carbon Nanodots (a) 10 menit ( b) 15 menit, (c) 20
menit dan distribusi partikel carbon nanodots (d) 10 menit, ( e) 15 menit dan (f) 20
menit
Dari Gambar 4.9 dapat dilihat morfologi dari carbon nanodots yang
dihasilkan. Carbon nanodots (C-Dots) merupakan sebuah kelas nanomaterial karbon
baru yang berukuran dibawah ~10 nm. Berdasarkan perhitungan ukuran diameter
Carbon NanoDots yang telah dilakukan menggunakan aplikasi imageJ, maka
diperoleh ukuran diameter rata-rata carbon nanodots berkisar antara 1,61 nm (10
menit), 0,99 nm (15 menit), 0,63nm ( 20 menit) .Dari hasil TEM yang didapatkan
pada Carbon nanodots telah berhasil, ddimana pemanasan lebih besar menyebabkan
adanya pemecahan antar partikel yng menyebabkan ukurannya menjadi kecil.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut. :
DAFTAR PUSTAKA
Adel, A.M., El Wahab ZHA., Ibrahim AA., AL Shemy M.T. 2011. Characterization
Of Microcrystalline Cellulose Prepared From Lignocellulosic Materials. Part
II : Physiochemical Properties. Carbohyd Polym 83 : 676-687
Baker, S.N. dan Baker, G.A. 2010. Luminescent Carbon Nanodots : Emergent
Nanolight, Angew. Chem. Int. 99: 6726-6744.
Bibin, M. C., Alcides L. L., Sivoney, F., Sabu, T., Laly A. P., Kottaisamy. Isolation
of nanocellulose from pineapple leaf fibres by steam explosion 2010, 81, 729-
725.
Bledzki, A-K,Gassan J., 1990. Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres.
Prog Polym Sci.
Chen, W., Liu, Y., Chen, P., Zang, M., Hai Y. 2011. Individualization Of Cellulose
Nanofibers from Wood Using High Intensity Ultrasonication Combined with
Chemical Pretreatments Carbohyd Polym. 83 : 1804-1811
Elanthikkal, S., Gopalakrishnapanicer, U., Varghese, S., Gtuhri, JT. 2010. Cellulose
Microfibres Produced From Banana Plant Wastes : Isolation and
Characterization Carbohyd Polym 80 : 852-859
Ensminger, D. 2009. Ultrasonics Data, Equations, and Their Practical Uses. Prancis :
CRC Press
Habibi, Y., LA Lucia and OJ Rojas. 2010. Cellulose Nanocrystal : Chemistry. Self-
Assembly and Aplication. Chemistry Revisi
Kasrawati, 2014. Isolasi Nanokristal Selulosa dari Tongkol Jagung (Zea Mays L)
dengan Menggunakan Metode Hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil
Asetamida/ Litium Klorida (DMAc/ LiCl) [Skripsi]. Medan : Universitas
Sumatera Utara.
Li, H., Zhenhui K., Yang L., & Lee,s. 2012. Carbon nanodots : synthesis, properties
and application, Journal of Materials Chenistry. DOI: 10.1039/c2jm34690g
Moon, R.J., Martini A., Nain J., Simonsen J., Youngblood J. (2011). Cellulose
Nanomaterials Review : Structure, Properties and Nanocomposite, 3941-
3944
Sahu, S., Birendra, B., Tapas K., Maiti & Mohapatra, S. 2012. Simple one-step
synthesis of highly luminescent carbon dots from orange juice: application as
excellent bio-imaging agents, Chem. Commun. 48 : 8835–8837
Saito T., Kimura S., Nishiyama Y., Isogai A. 2007. Cellulose Nanofibers Prepared
by TEMPO-Mediated Oxidation of Native Cellulose. Biomacromolecules : 8
Shinoj S., Vishuanathan R., Pangrahi S., Kochutabu M. 2011. Oil Palm Fiber (OPF)
and Its Composites : A Review. Ind. Cropsrod
Souza, DRDS, Joao PDM, Rochel ML, Larissa DC, Fabiano VP, 2016. Cellulose
nanocrystals: A versatile precursor for the
Preparation of different carbon structures and luminescent carbon dots. Ind,
Crops Prod. DOI: 10.1016.
Widodo, L.U.2012. Kajian Isolasi Alpha-Selulosa Batang Tanaman Ubi Kayu Secara
Basa.alpha Selulosa. 21:12-30
Yano, H., Sugiyama J., Nakagaito NA., Matsuura T., Hikita M., Handa K.2005.
Optically Transparent Composite reinforced with Networks of Bacterial
Nanofibers. Adv-Mater
Zhai, X., Peng Z., Changjun L., Tao B., Li, W., Liming D, Liu W. 2012. Highly
luminescent carbon nanodots by microwave-assisted pyrolysis, Chem.
Commun. 48 : 7955–7957.
Zhou, L., Benzhao He , Jiachang H. 2013 Amphibious fluorescent carbon dots: one
step green synthesis and application for light-emitting polymer
nanocomposites, Chem. Commun. 49 : 8078-8080.
LAMPIRAN
Pro
ses
PE
Mu
tiha
n
den
gan
Proses NaOCl
menghaluskan Ditambahkan Ditambahakan dengan
TKKS dengan dengan aquadest NaOH
alat grinder
Proses pemecahan
proses penetralan
dengan alat partikel dengan alat
sentrifugasi sonikasi
proses hidrolisis
Proses dengan H2SO4
Penambahan
HNO3
Nanokristal yang
diperoleh Dimasukkan kedalam
microwave
Proses Carbon dots yang
membrane diperoleh
dialisis