Anda di halaman 1dari 163

BIODEGRADASI VULKANISAT PRODUK LATEKS KARET

ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG


DENGAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

TESIS

OLEH :

YUNITA KRISTINA TAMBUNAN

127022005 / TK

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


BIODEGRADASI VULKANISAT PRODUK LATEKS KARET
ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG
DENGAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Pada Program Studi Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

YUNITA KRISTINA TAMBUNAN

127022005 / TK

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : BIODEGRADASI VULKANISAT PRODUK LATEKS


KARET ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT
SINGKONG DENGAN PENYERASI
ALKANOLAMIDA
Nama : YUNITA KRISTINA TAMBUNAN
NIM : 127022005
Program Studi : MAGISTER TEKNIK KIMIA

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II

Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc Dr. Ir. Iriani, M.Si


NIP. 19671029 1995012001 NIP. 19640613 199003 2 001

Ketua Program Studi Dekan FT - USU

Dr. Ir. Taslim, M.Si Ir. Seri Maulina, M.Si, PhD

NIP. 196501151990031002 NIP. 19610141988112001

Tanggal Disetujui/lulus : 25 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara


PANITIA PENGUJI TESIS

Komisi Pembimbing : - Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc

- Dr. Ir. Iriany M.Si

Komisi Penguji : - Dr. Ir. Taslim, M.Si

- Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tepung kulit singkong digunakan sebagai pengisi dalam produk lateks karet
alam. Tepung kulit singkong dibuat ke dalam sistem dispersi alkanolamida. Lateks
karet alam dicampur dengan kuratif dan tepung kulit singkong sebagai pengisi untuk
persenyawaan kompon lateks. Pra-vulkanisasi pada suhu 70 oC dengan proses
pencelupan. Proses pencelupan dilakukan dengan metode mencelupkan sampel dan
dikeringkan pada suhu 100 oC dan 120 oC selama 20 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa NR film lateks menunjukkan analisis morfologi yang
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), kekuatan tarik menggunakan
tensiometer sebesar 19,983 MPa, pemanjangan saat putus sebesar 1.004,74 %,
densitas sambung silang 7,993 Mc-1 x 10+5 g mol/g karet dan proses biodegradasi
dilakukan dengan menggantung sampel di udara dan ditanam dalam tanah tanpa
pemupukan dan dengan pemupukan NPK selama 14 minggu. Produk lateks karet
alam menunjukkan peningkatan persentase penurunan berat yang hilang setelah
dikuburkan selama 14 minggu dibandingkan dengan tanpa pengisi. Dari karakteristik
FT-IR menunjukkan bahwa adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O)
dan ester (COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang
menandakan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi, mampu terdegradasi
dengan baik di lingkungan.

Kata kunci : alkanolamida, tepung kulit singkong, sifat mekanik, biodegradasi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Peel cassava powder used as filler in natural rubber latex products. Peel
cassava powder was made into dispersion system alkanolamine. Natural rubber latex
is mixed with the curatives and peel cassava powder as filler for compounding the
latex compound. Prevulcanised latex compound at a temperature of 70 °C and the
dipping process was done. Dipping process was performed by the method of dipping
samples and dried at vulcanized temperature at 100 ºC and 120 ºC for 20 minutes.
Results indicated that the NR latex films showed to morphological analysis test
using Scanning Electron Microscope (SEM). Tensile strength test using a test
tensometer properties of 19.983 MPa, breaking elongation properties of 1004.74 %,
crosslink density properties of 7.993 (Mc-1 x 10+5 g mol/g rubber) and the process of
biodegradation is carried by hanging samples in the air and soil burial test without
fertilizer and with NPK fertilizer for 14 weeks. Product NR latex films showed
an obvious increment of weight loss percentages after buried for 14 weeks
compared to the without fillers. From the characteristics of FT-IR showed that the
group hikroksida (O-H), carbonyl (C-O) and ester (COOH) is a group - the group is
hydrophilic which indicates that the product is modification natural rubber latex, is
able to degradation both the environment.

Keywords: alkanolamine, cassava flour skin, mechanical properties, biodegradability

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan kemulian hanya kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala limpahan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini yang berjudul “Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi kulit
singkong dengan penyerasi alkanolamida”. Penyusunan tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang keahlian Teknik Kimia
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan dalam
penyelesaiannya tidak lepas dari bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak,
dalam kesempatan ini perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada yang terhormat :
1. Dr. Ir. Taslim, M.Si selaku ketua jurusan Magister Teknik Kimia, atas
kesediaan waktu memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah
demi terselesaikannya tesis ini
2. Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc selaku pembimbing, atas kesediaan waktu
berbagi pikiran memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah
demi terselesaikannya tesis ini.
3. Dr. Ir. Iriany, MT selaku pembimbing, atas kesediaan waktu berbagi pikiran
memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah demi
terselesaikannya tesis ini.
4. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si dan Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc. selaku
Dosen Penguji yang telah memberi masukan, arahan dan pandangan dalam
sudut tinjau ilmiah demi terselesaikannya tesis ini.
5. Staf pegawai jurusan Teknik Kimia, kak Sri, Bang Rahmad, atas bantuan dan
informasi serta dukungannya.
6. Tesis ini dipersembahkan untuk Ibunda R. Pasaribu,Amd., Ayahanda T.
Tambunan, S.Pd serta Abang dan adikku tersayang dan juga suamiku tercinta
Gusnaidi Situmorang, ST atas segala doa dan kasih sayangnya yang menjadi
inspirasi dan semangatku.
Dengan selesainya tesis ini semoga sebagian amanat yang dipercayakan
kepada penulis dapat terlaksanakan. Terimakasih dan Kiranya kasih Tuhan Yesus
Kristus menyertai kita semua. Amin

Medan, Oktober 2016

Yunita Kristina Tambunan

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis lahir di Sirihit – rihit, 24 Juni 1982, merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara dari pasangan Bapak Timbul Tambunan, S.Pd dan Ibu Rasmi Pasaribu,
Amd. Pendidikan sekolah dasar di Negeri 1 Pahae – Jae, tahun 1989 – 1995,
kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Pahae – Jae, tahun 1995 – 1998, dan SMA
Bintang Timur Balige (BTB), tahun 1998 – 2001, kemudian melanjutkan ke
Universitas Muslim Nusantara, tahun 2008 – 2009. Pada tahun 2001 Penulis
melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknik Institut
Teknologi Medan (ITM), tahun 2001 – 2006 dan lulus pada tahun 2006. Setelah itu
Penulis mengambil program Magister Teknik Kimia di Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Judul Halaman
Abstrak ……………………………...………...……………...... i
Abstract ………………………………...…..……….………… ii
Kata Pengantar …………………………………...……...…………… iii
Riwayat Hidup ……………………………………...………...……… iv
Daftar Isi ………………………………………...…………...….. v
Daftar Gambar ……………………………………...……….…….…... xii
Daftar Tabel ………………………………………...…….………… xvi
Daftar Lampiran ………………………………………...……….…........ xvii
Daftar Singkatan ……………………………………………...….…........ xviii
Daftar Simbol …………………………………………….……........... xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
1.1 Latar Belakang …………………...……..…............ 1
1.2 Perumusan Masalah …………………….....……............ 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………..…............... 7
1.4 Lingkup Penelitian ……………………..……............... 8
1.5 Manfaat Penelitian ……………………..…................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………..……............... 11
2.1 Lateks Karet Alam ……………………..…………....... 11
2.1.1 Komposisi Kimia Lateks Karet Alam .................... 12
2.1.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam …………… 13
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Karet … 13
2.3 Bahan Kimia Kompon Lateks Karet Alam …………… 14
2.3.1 Bahan Pemvulkanisasi (Vulcanizing Agent) ........ 15
2.3.2 Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators) ........ 16
2.3.3 Bahan Penggiat Vulkanisasi(Activators
Accelerators) ......................................................... 16
2.3.4 Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant) ............ 16
2.3.3 Bahan Pemantap (Stabilizer) .................................. 17
2.3.6 Bahan Pengisi (Filler) ........................................... 17
2.3.7 Bahan Pewarna ..................................................... 18
2.4 Formulasi Lateks Karet Alam …………..............………. 18
2.5 Proses Pencelupan ………………………………..…….. 20
2.6 Pengisi …………………………………………….…….. 21
2.7 Kulit Singkong Sebagai Pengisi ……….……..………... 23
2.8 Pengujian / Karakteristik ………………….………...….. 26
2.8.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strenght) …………. 26

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Uji Swelling Index Untuk Mendapatkan Kerapatan
Sambung Silang (Crosslink Density) ………… 27
2.8.3 Karakteristik Fourier Transform Infra Red …… 29
2.8.4 Karakteristik Scanning Electron Microscopy …. 29
2.9 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam …. 31
2.10 Dietanolamida ……………………………..…........…... 34
2.11 Alkanolamida Sebagai Bahan Pengisi ………….…… 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………...………….………… 38
3.1 Tempat Dan Waktu ……………….……….…….……. 38
3.2 Bahan Dan Peralatan ……………………………….….. 38
3.2.1 Bahan ................................................................. 38
3.2.1.1 Bahan Untuk Pembuatan Penyerasi
Alkanolamida ……………………..… 38
3.2.1.2 Bahan Untuk Pembuatan Tepung Kulit
Singkong ………………………......… 39
3.2.1.3 Bahan Untuk Pembuatan Senyawa
Lateks Karet alam ….……………..… 39
3.2.2 Peralatan ……………………………………... 40
3.2.2.1 Peralatan Untuk Pembuatan Penyerasi
Alkanolamida ….………………...….. 40
3.2.2.2 Peralatan Untuk Pembuatan Tepung
Kulit Singkong ………………….…... 41
3.2.2.3 Peralatan Untuk Pembuatan
Persenyawaan Lateks Karet Alam ..… 41
3.3 Formulasi Bahan ……………………...…….……..….. 41
3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan
Kuratif …………………………..…………….. 42
3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong
Dengan Penyerasi Alkanolamida ……………. 42
3.4 Prosedur Penelitian ……………………………….......... 43
3.4.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi
Alkanolamida …………………………….…… 43
3.4.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong … 45
3.4.3 Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong
Dengan Alkanolamida ……………………….. 46
3.4.4 Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit
Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida .… 47
3.4.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total
(TSC) Lateks Karet Alam ………………...… 48

Universitas Sumatera Utara


3.4.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam … 49
3.4.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet
Alam Pra- Vulkanisasi ………………...…..... 50
3.4.8 Flowchart Vulkanisasi Dan Pembuatan Produk
Lateks Karet Alam ………………………… 51
3.4.9 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat
Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penyerasi Alkanolamida Tanpa
Pemupukan …………………………………
52
3.4.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat
Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Pemupukan ………………………………… 53
3.4.11 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat
Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Cara Gantung ……………………………….. 54
3.5 Pengujian Produk Lateks Karet Alam …………….…… 55
3.5.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strenght) Dengan
ASTM D-412 …………………………...……. 55
3.5.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)
ASTM D 47 ……....................................……. 56
3.5.3 Karakteristik Fourier Transform Infra Red …… 57
3.5.4 Karakteristik Scanning Electron Microscopy …. 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN …….….…… 60
4.1 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Bahan Penyerasi Alkanolamida ……………………..… 60
4.2 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dan
Alkanolamida ………………………………….….…. 63
4.3 Karakteristik SEM Patahan Produk Tepung Kulit
Singkong ………………………………….….…..….. 69
4.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Berpengisi Tepung Kulit
Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida Terhadap
Sifat -Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi ………………………………………… 70
4.4.1 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Terhadap Densitas Sambung
Silang (Crosslink Density) ………………..… 70

Universitas Sumatera Utara


4.4.2 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Terhadap Kekuatan Tarik
(Tensile Strength) ……………………………….. 72
4.4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Terhadap Pemanjangan
Putus ……………………………………………. 70
4.2 Morfologi Sampel Patahan Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Analisis SEM (Scanning Electron
Microscope) ……………………………………………. 76
4.6 Biodegradasi Vukanisat Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung KulitSingkong Dengan Penyeras
Alkanolamida ………………………………………… 80
4.6.1 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penanaman Tanpa
Pemupukan …………………………………….. 80
4.6.2 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penanaman Menggunakan
Pemupukan ………………………………….…. 82
4.6.3 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan ...…. 86
4.7 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Penggantungan, Penanaman
Dengan Pemupukan Dan Tanpa Pemupukan Produk
Lateks Karet Alam Termodifikasi ….…………….….… 89
4.7.1 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan 89
4.7.2 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Pemupukan ……….……. 90
4.7.3 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan ………...……. 91
4.8 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk
Lateks Karet Alam Termodifikasi Tanpa Pemupukan …. 92
4.9 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk
Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Menggunakan
Pemupukan ………………………………………….…... 89
4.10 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk
Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Cara
Digantung ……………………………………….…… 99

Universitas Sumatera Utara


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ….……………,…………….. 102
5.1 Kesimpulan …………………………………………... 102
5.2 Saran …………………………………………... 102
DAFTAR PUSTAKA ………………….……………………………........ 104
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN ................................................ 109
A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang ………...……… 109
A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik ……………..……….….. 109
A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus ………...……...... 110
A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi …………………………... 110
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN ...................................... 116
B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang Produk Lateks
Karet Alam ………………………………….………. 116
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN ............................. 118
C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi …………………. 118
C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida …… 118
C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida …………..………….. 119
C.4 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi …………………. 119
C.5 Proses Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Alkanolamida ………..…………………………..….. 119
C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Alkanolamida …………………………...…...……… 120
C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam …………… 120
C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam .… 120
C.9 Proses Uji Kloroform Lateks Karet Alam …………… 121
C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks
Karet Alam ……………………………………..…… 121
C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam …….. 121
C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ……… 122
C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam …….. 122
C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong Dengan Bahan Penyerasi Alkanolamida …. 122
C.15 Pupuk NPK ………………………………………...… 123
C.16 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Bahan Penyerasi Dengan Cara
Pengantungan …………………………..................… 123
C.17 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Pemupukan, Tanpa Pemupukan,
Pengantungan Dan Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam ……………………………………………….... 125
LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN
INSTRUMEN ............................................................... 126

Universitas Sumatera Utara


D.1 Hasil FT-IR Alkanolamida …………………………... 126
D.2 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Alam ……..……… 126
D.3 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Ala Berpengisi
Tepung Kulit Singkong ………………………………. 127
D.4 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penyerasi Alkanolamida …………………… 127
D.5 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Dengan Cara Penggantungan …………… 128
D.6 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida Dengan Cara Penggantungan ……...… 128
D.7 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Cara Penggantungan …………………………………. 129
D.8 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan …….…. 129
D.9 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Pemupukan ……………………………..…………….. 130
D.10 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Tanpa Pemupukan …………………….… 130
D.11 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida 10 (Gram) Tanpa Pemupukan ………. 131
D.12 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida 15 (gram) Tanpa Pemupukan ………… 131
D.13 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Dengan Pemupukan …………………..… 132
D.14 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Pemupukan ………………………………………...…. 132
D.15 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan …………….. 133
D.16 Hasil SEM Tepung Kulit Singkong …………………. 133
D.17 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam ……………… 134
D.18 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penyerasi Alkanolamida …………………………….. 134
D.19 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Berpengisi
Tepung Kulit Singkong ……………………………… 135

Universitas Sumatera Utara


D.20 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penyerasi Alkanolamida …………………….. 135
D.21 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida Dengan Cara Digantung ………….…. 136
D.22 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan .……….…. 136
D.23 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Alkanolamida
Dengan Cara Tanpa Pemupukan …………………….. 137

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.1 Proses Penyadapan Karet …………………………………………... 11
2.2 Struktur Molekul Polyisoprene Karet Alam …………….…………. 12
2.3 Limbah Kulit Singkong ……………………………………....… 23
2.4 Alat Universal Testing Machine (UTM) GOTECH Al-7000M Grid
Tensile …………..……. 26
2.5 Scanning Electron Microscopy ……………...…………………... 30
2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida Dengan Dietanolamida Membentuk
Alkanolamida (Surya et al, 2013) ..….……. 35
3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida …………..… 44
3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong ……………..……… 45
3.3 Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Alkanolamida ………...………….………………………………….. 46
3.4 Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Penyerasi Alkanolamida ………....……………………………….… 47
3.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks
Karet Alam ………...……….………. 46
3.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam …….…………….… 49
3.7 Flowchart Uji Kloroform Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi …… 50
3.8 Flowchart Vulkanisasi Pembuatan Lateks Karet Alam ……….….. 51
3.9 Flowchart Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan ……………………………….… 52
3.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Pemupukan ………………………………………………………..… 53
3.11 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Cara Digantung ……...………………………………………………. 54
3.12 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D-412 …….…………………… 55
4.1 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Bahan Penyerasi
Alkanolamida ……………………………………………………..… 60
4.2 Reaksi Amidasi Trigliserida Dengan Dietanolamina Menjadi
Alkanolamida (Surya et al, 2013) ………………………….....…… 62
4.3 Karakteristik FTIR Lateks Karet Alam Dan Lateks Karet Alam
Termodifikasi ………………………..............................................… 63
4.4 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Bahan Kuratif 65
(Stelescu M. D et al, 2010 …………………………………………...…

Universitas Sumatera Utara


4.5 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Dan
Bahan Kuratif (Abraham et al, 2013) ………………………………… 66
4.6 Analisis Tepung Kulit Singkong …………..……………………...….. 69
4.7 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Densitas Sambung
Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet Alam ……………... 70
4.8 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Kekuatan Tarik
(Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam …………………….…. 73
4.9 Skema Fasa Di Dalam Campuran Lateks Karet Alam Dengan Bahan
Pengisi Dengan Pendispersi (Boondamnoen et al, 2010) ………….…. 74
4.10 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Terhadap Pemanjangan Putus …………………………………..…….. 75
4.11 (a,b,c,d,e,f,g,h) Morfologi SEM Patahan Produk Lateks Karet …… 77
4.12 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
(a,b) Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan ……………………….…….. 80
4.13 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
(a,b) Dengan Menggunakan Pemupukan NPK ………………………….… 82
4.14 Mekanisme Penguraian Pupuk NPK Dengan Air Didalam Tanah …... 84
4.15 Mekanisme Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan
(Trenkel, M. E, 2010) ……………………………………….……… 85
4.16 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
(a,b) Dengan Cara Penggantungan ………………………………………… 86
4.17 Mekanisme Reaksi Degradasi Lateks Karet Alam Terhadap Serangan
Ozon Dan Foto Oksida (Aguela et al, 2015) ………………………… 88
4.18 Morfologi SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk lateks Karet alam
Termodifikasi Dengan Penggantungan ……………………………….. 89
4.19 Morfologi SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan ………………………….… 90
4.20 Morfologi SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Tanpa Pemupukan ……………………… 91
4.21 Hasil spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Tanpa Pemupukan …………………………...… 92
4.22 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Menggunakan Pemupukan …………….. 95
4.23 Hasil FTIR Dari Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Alkanolamida …………………..……….….. 98
4.24 Hasil Analisis FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung ……………………..... 99
C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi ……………………..……….. 118
C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida ………..……..… 118
C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida …………..…………..………...….. 119
C.4 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi ………………………...……. 119

Universitas Sumatera Utara


C.5 Proses Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida … 119
C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Alkanolamida ………..............................................................……... 120
C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam ………..………..……… 120
C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam …….………… 120
C.9 Proses Uji Kloroform Lateks Karet Alam …………….…..……… 121
C10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 121
C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam ……….…………. 121
C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ……….….……...… 122
C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam ……….………..... 122
C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan
Bahan Penyerasi Alkanolamida ……………………...…………….. 122
C.15 Pupuk NPK …………………………………………………….....… 123
C.16 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Bahan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Pengantungan …………………………………………………….… 123
C.17 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Pemupukan, Tanpa Pemupukan, Pengantungan Dan
Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam ……………………………. 124
D.1 Hasil FT-IR Alkanolamida ……………………………...……...…... 125
D.2 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Alam ……..………..………...… 125
D.3 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong ………………………………………………………...…. 126
D.4 Hasil FT-IR Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan
Penyerasi Alkanolamida ……………………….………..……...…. 126
D.5 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Cara Penggantungan ……………………………….……..... 127
D.6 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Penggantungan …………………………………………………...… 127
D.7 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan
Penggantungan ……………………………………………………... 128
D.8 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Cara Penggantungan ……………………………………..… 128
D.9 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan ………….…. 129
D.10 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan …………………………………... 129

Universitas Sumatera Utara


D.11 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 (gram) Tanpa
Pemupukan ………………………………………………………….. 130
D.12 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 15 (gram) Tanpa
Pemupukan …………………………………………………………. 130
D.13 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Pemupukan ………………………………………………… 131
D.14 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan ……………. 131
D.15 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Pemupukan ………………………………………………………….. 132
D.16 Hasil SEM Tepung Kulit Singkong ……….………………………. 132
D.17 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam …………...……….………… 133
D.18 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Dengan Alkanolamida …….. 133
D.19 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong ……………………………………………...…………….. 134
D.20 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan
Penyerasi Alkanolamida ………………………………...….............. 134
D.21 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Digantung ………………………………………………………..… 135
D.22 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Pemupukan ………………………………………………………..… 135
D.23 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Tanpa
Pemupukan ……………………………………………………….…. 136
.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1.1 Ringkasan Penelitian – Penelitian Terdahulu …………...….……… 4
1.2 Variabel Yang Dilakukan Dalam Penelitian ………….……...…… 8
1.3 Formulasi Lateks Karet Alam ……………………………..………. 9
1.4 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dengan Tepung Kulit
Singkong ………...………………………………………….…..… 9
2.1 Komposisi Lateks Hevea Brasiliensis ……...…………………...….. 12
2.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam ………...………………………..… 13
2.3 Kandungan Kulit Singkong …………………...………...………… 25
2.4 Sifat – Sifat Dietanolamida ……………………..………….…...… 34
3.1 Formulasi Lateks Karet Alam Dengan Bahan Kuratif …..……….... 42
3.2 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dengan Tepung Kulit
Singkong ……………..…………………………………...….…… 42
4.1 Nilai Densitas Sambung Silang Produk Lateks Karet Alam Dan
Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi ………………….….… 72
A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ……....... 109
A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) …………..……....… 109
A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) …...…. 110
A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan …………………………….…… 110
A.5 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan …………..…………….. 112
A.6 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Termodifikasi Dengan Penggantungan ……………………....…... 112
B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang Produk Lateks Karet Alam . 116

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman
A DATA PENELITIAN …...…………………………………………. 109
B CONTOH PERHITUNGAN ……………………………………… 116
C DOKUMENTASI PENELITIAN …………………………….…. 118
D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN …... 125

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

FT-IR Fourier Transform Infra Red


SEM Scanning Electron Microscope
RBDPS Refined Bleached Deoderized Palm Stearin
ASTM American Society for Testing and Materials
KKK Kadar Karet Kering
ZnO Zinc Oxide
ZDMC Zinc Dimethyldithio Carbamate
ZDEC Zinc Diethyldithio Carbamate
ZDBC Zinc Dibuthyldithio Carbamate
KOH Kalium Hidroksida
AO Antioksidan
TSC Kandungan Padatan Total
S Sulfur
bsk Bagian Per-Seratus Karet
HCN Hidrogen Sianida
pH Potensial Hidrogen
MBT Marcapto Banzhoathizole
TMTD Tetra Metil Thiura Disulfarat
PLKA Produk lateks karet alam
PLKA &P Produk lateks karet alam dan penyerasi
PLKA &T.K.S Produk lateks karet alam dan tepung kulit singkong
T 100 PLKA Penambahan 5 gram produk lateks karet alam
T.K.S 5gram &P termodifikasi pada suhu 100 oC
T 120 PLKA, Penambahan 5 gram produk lateks karet alam
T.K.S 5gram &P termodifikasi pada suhu 120 oC
T 120 PLKA, Penambahan 10 gram produk lateks karet alam
T.K.S 10gram &P termodifikasi pada suhu 120 oC
T 120 PLKA, Penambahan 15 gram produk lateks karet alam
T.K.S 15gram &P termodifikasi pada suhu 120 oC
T 120 PLKA, Penambahan 20 gram produk lateks karet alam
T.K.S 20gram &P termodifikasi pada suhu 120 oC

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi


o
T Suhu C
Ao Luas penampang awal mm2
F maks Beban maximum kgf
t Waktu menit
m Berat sampel g
m Berat sampel phr
σ Kekuatan tarik kg. f/mm2
t Menit s
2M C -1 Densitas sambung silang g.cm-3
Wd Massa awal produk lateks karet alam g
ρd Densitas lateks karet alam tervulkanisasi g.cm-3
ρsol Densitas cairan (toluena) g.cm-3
ρ NRL Densitas lateks karet alam g.cm-3
Wsol Massa cairan g
Ws Berat sampel sebelum mengembang mm
Wi Berat sampel setelah direndam mm
V0 Volume molar mol.cm-3

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tepung kulit singkong digunakan sebagai pengisi dalam produk lateks karet
alam. Tepung kulit singkong dibuat ke dalam sistem dispersi alkanolamida. Lateks
karet alam dicampur dengan kuratif dan tepung kulit singkong sebagai pengisi untuk
persenyawaan kompon lateks. Pra-vulkanisasi pada suhu 70 oC dengan proses
pencelupan. Proses pencelupan dilakukan dengan metode mencelupkan sampel dan
dikeringkan pada suhu 100 oC dan 120 oC selama 20 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa NR film lateks menunjukkan analisis morfologi yang
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), kekuatan tarik menggunakan
tensiometer sebesar 19,983 MPa, pemanjangan saat putus sebesar 1.004,74 %,
densitas sambung silang 7,993 Mc-1 x 10+5 g mol/g karet dan proses biodegradasi
dilakukan dengan menggantung sampel di udara dan ditanam dalam tanah tanpa
pemupukan dan dengan pemupukan NPK selama 14 minggu. Produk lateks karet
alam menunjukkan peningkatan persentase penurunan berat yang hilang setelah
dikuburkan selama 14 minggu dibandingkan dengan tanpa pengisi. Dari karakteristik
FT-IR menunjukkan bahwa adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O)
dan ester (COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang
menandakan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi, mampu terdegradasi
dengan baik di lingkungan.

Kata kunci : alkanolamida, tepung kulit singkong, sifat mekanik, biodegradasi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Peel cassava powder used as filler in natural rubber latex products. Peel
cassava powder was made into dispersion system alkanolamine. Natural rubber latex
is mixed with the curatives and peel cassava powder as filler for compounding the
latex compound. Prevulcanised latex compound at a temperature of 70 °C and the
dipping process was done. Dipping process was performed by the method of dipping
samples and dried at vulcanized temperature at 100 ºC and 120 ºC for 20 minutes.
Results indicated that the NR latex films showed to morphological analysis test
using Scanning Electron Microscope (SEM). Tensile strength test using a test
tensometer properties of 19.983 MPa, breaking elongation properties of 1004.74 %,
crosslink density properties of 7.993 (Mc-1 x 10+5 g mol/g rubber) and the process of
biodegradation is carried by hanging samples in the air and soil burial test without
fertilizer and with NPK fertilizer for 14 weeks. Product NR latex films showed
an obvious increment of weight loss percentages after buried for 14 weeks
compared to the without fillers. From the characteristics of FT-IR showed that the
group hikroksida (O-H), carbonyl (C-O) and ester (COOH) is a group - the group is
hydrophilic which indicates that the product is modification natural rubber latex, is
able to degradation both the environment.

Keywords: alkanolamine, cassava flour skin, mechanical properties, biodegradability

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan

ganda dalam konfigurasi cis yang memiliki sifat kelenturan atau elastisitas. Polimer

karet alam terdiri dari 97 % polimer cis – 1,4 polyisoprene digunakan dalam industri

karet (Berekaa et al, 2000; Fachry et al, 2012). Lateks karet alam terdiri atas partikel

karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks

merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang

tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat.

Penggunaan lateks karet alam di industri karet sangat berpotensi untuk

dikembangkan tetapi industri karet tersebut justru selalu menghasilkan limbah.

Limbah lateks karet alam diperoleh dari produk yang sudah cacat dan produk yang

sudah digunakan. Limbah lateks karet alam dibuang menjadi bahan yang tidak

berguna dan menyebabkan masalah lingkungan (Tandy et al, 2012). Limbah karet

alam tidak akan hancur walaupun ditimbun dengan waktu yang lama, sehingga

menyebabkan penumpukan limbah karet, pencemaran dan kerusakan untuk

lingkungan hidup. Untuk mengurangi terjadinya penimbunan limbah karet alam maka

dilakukan pengisi terhadap lateks karet alam. Pengisi yang digunakan umumnya

Universitas Sumatera Utara


diambil dari bahan organik yang dapat terbiodegradasi dan tersedia melimpah juga

dapat diperbaharui.

Pengisi yang digunakan pada lateks karet alam merupakan limbah kulit

singkong. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek,

tapioka, tape dan pangan yang berbahan dasar singkong. Potensi kulit singkong di

Indonesia sangat melimpah. Untuk mengatasi pencemaran lingkungan pada limbah

lateks karet alam dan limbah kulit singkong maka dilakukan ”biodegradasi vulkanisat

produk lateks karet berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida”. Biodegradasi merupakan proses penguraian molekul organik yang

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana oleh mikroorganisme.

Untuk menghasilkan produk lateks karet alam yang ramah lingkungan perlu

mengkaji bahan pengisi yang dapat terbiodegradasi secara alami. Pada kajian ini

digunakan pengisi dari limbah kulit singkong yang ramah lingkungan dan

mengandung serat kasar 15,20 % di dalam campuran karet setelah karet itu sendiri

yang dapat meningkatkan sifat fisik produk lateks karet alam. Limbah kulit singkong

mempunyai sifat yang berbeda, untuk itu digunakan penyerasi alkanolamida;

(Tampubolon et al, 2012); (Sitorus et al, 2013); (Surya et al, 2013); (Harahap et al,

2015); (Tambunan et al, 2015). Alkanolamida merupakan turunan dari asam lemak

yang memiliki gugus hidroksil yang digunakan sebagai bahan pelunak pada

pembuatan tekstil, pencegahan korosi dan sebagai bahan foam boosting dalam

campuran bahan surfaktan yang berguna sebagai cairan pencuci piring dan

pembuatan shampo. Oleh karena itu, alkanolamida memiliki potensi untuk digunakan

Universitas Sumatera Utara


sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam seperti penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa penambahan alkanolamida hingga 5 bsk ke dalam lateks

karet alam berpengisi kaolin akan menghasilkan vulkanisat dengan modulus tensil

yang lebih tinggi, kerapatan sambung silang dan kekerasan. Apabila penambahan

alkanolamida lebih lanjut akan menyebabkan kekuatan tarik dan kerapatan sambung

silang menurun (Tampubolon et al, 2012); (Sitorus et al, 2013).

Lateks karet alam tanpa pengisi dan penyerasi alkanolamida mempunyai sifat

mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan lateks karet alam yang sudah

termodifikasi antara pengisi dan penyerasi alkanolamida (Tambunan et al, 2015).

Untuk meningkatkan sifat mekanik dari lateks karet alam perlu mengkaji bahan

pengisi ke dalam formulasi lateks karet alam, sehingga dapat memberikan nilai

ketegangan tarik yang tinggi. Penambahan pengisi dan penyerasi alkanolamida di

dalam lateks karet alam dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga

kekuatan tarik (tensile strength), swelling index, pemanjangan saat putus (Elongation

at Break), serta analisis Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dan Scanning Electron

Microscope (SEM) menjadi meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, maka tepung kulit singkong sebagai salah satu

pengisi yang ramah lingkungan. Penggunaan tepung kulit singkong berukuran 100

mesh sebagai pengisi yang dapat terbiodegradasi dan dapat meningkatkan sifat-sifat

produk lateks karet alam dan diharapkan dapat meningkatkan interaksi antarfasa

(interfacial adhesion) antara pengisi tepung kulit singkong dengan lateks karet alam

yang termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida.

Universitas Sumatera Utara


Salah satu bahan yang digunakan dalam pencampuran produk lateks karet

alam adalah bahan pengisi. Bahan organik yang digunakan sebagai pengisi pada

penelitian sebelumnya seperti pengisi tapioka (Harahap et al, 2010); kulit pisang

(Harahap et al, 2012); silika (Tampubolon et al, 2012); kaolin (Sitorus et al, 2012);

tepung kulit singkong (Hamidah et al, 2015); bentonite clay (Tambunan et al, 2015)..

Bahan pengisi yang ditambahkan pada lateks karet alam akan mempengaruhi

keelastisan dan kekuatan produk lateks karet alam. Keelastisan dan kekuatan karet

alam dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan pengisi sebagai penguat (Surya et

al, 2012). Adapun penelitian – penelitian lateks karet alam yang sudah dilakukan

dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian – Penelitian Terdahulu


Judul Penelitian Peneliti Hasil
Pengaruh Tampubolon et  Penambahan 5 bsk alkanolamida akan
penambahan al, 2012; Sitorus menyebabkan peningkatan perbedaan
alkanolamida et al, 2013 tork, modulus tensile, kekuatan tarik
terhadap karakteristik dan kerapatan sambung silang
pematangan dan  Penambahan alkanolamida lebih lanjut
kekerasan vulkanisat akan menurunkan modulus tensil,
karet alam berpengisi kekuatan tarik dan kerapatan sambung
silika silang
Pengaruh lateks Harahap, 2006  Pembuatan film lateks karet alam
kompon dan difusi dengan metode dipping
kuratif pada sifat  Sifat kekuatan tarik film meningkat
tarik film lateks alam dengan bertambahnya suhu dan waktu
perendaman.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Judul Penelitian Peneliti Hasil
Pengaruh rasio Thitihammawong  Fraksi peroksida disebabkan sambung
sulfur/peroksida et al, 2012 silang dari NR dan pemotongan rantai
dalam sistem molekul PP
vulkanisasi campuran  Perubahan fraksi disebabkan sifat
terhadap sifat - sifat reologi makroskopik, morfologi dan
dinamik vulkanisasi kristalisasi NR/PP TPVs
karet alam (NR) dan  Sistem campuran vulkanisasi dinamika
campuran menggunakan sulfur untuk rasio
polipropylena (PP) peroksida 70/30 dengan sifat optimal
TPV yang dihasilkan.
Busa Lateks Alam Roslim et al,  Produk lateks karet alam yang
2012 dihasilkan memiliki alergenitas protein
(Tipe I) dan sensitivitas kimia (Tipe IV)
yang sangat rendah.
 Sifat fisik busa lateks karet alam
menunjukkan bahwa busa memiliki
struktur sel terbuka.
 Busa lateks karet alam dapat
terdegradasi secara alami
Sifat – sifat tensile Alalkawi et al,  Peningkatan suhu akan menurunkan
dan kekakuan karet 2010 sifat – sifat tensile dan kekakuan
lateks tervulkanisasi  Meningkatnya jumlah karbon akan
pada suhu kamar mempengaruhi sifat – sifat tensile dan
kekakuan
Pengaruh temperatur Harahap et al,  Kaolin yang termodifikasi dengan
pengeringan pada 2013 alkanolamida menghasilkan dispersi
sifat mekanik produk pengisi
lateks karet alam  Alkanolamida terhubung dengan
berpengisi kaolin densitas sambung silang untuk
dengan modifikasi meningkatkan sifat mekanik
alkanolamida  Densitas sambung silang meningkat
dengan meningkatkannya temperatur
pengeringan produk lateks

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Judul penelitian Peneliti Hasil
Biodegradasi produk Harahap et al,  Sifat-sifat mekanik seperti kekuatan
latex karet alam 2014 tarik, pemanjangan pada saat putus
berpengisi organik menurun bila pembebanan ditingkatkan.
tepung tapioka  Modulus meningkat dengan
peningkatan pembebanan dan menurun
kembali apabila pembebanan pengisi
ditingkatkan
 Proses biodegradasi dalam tanah
menyebabkan penurunan pada sifat-sifat
sampel filem lateks karet alam

Berdasarkan penelitian - penelitian diatas, maka diuji pemanfaatan limbah

kulit dalam singkong sebagai pengisi yang dapat terbiodegradasi. Penyerasi

alkanolamida yang termodifikasi dengan pengisi dapat menekan biaya dan produk

yang ramah lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sifat-sifat mekanik dari

produk lateks karet alam dapat ditingkatkan jika fasa karet divulkanisasi dengan

menggunakan bahan kuratif pada persenyawaan lateks karet alam dan dengan

menambahkan komponen pengisi dan penyerasi alkanolamida dalam campuran lateks

karet alam. Pemanfaatan tepung kulit singkong sebagai bahan pengisi atau penguat

untuk meningkatkan sifat mekanik produk lateks karet alam perlu dilakukan. Maka

penelitian ini akan dilihat bagaimana sifat mekanik produk lateks karet alam dengan

penambahan pengisi tepung kulit singkong dan memvariasikan kadar tepung kulit

singkong dan penyerasi alkanolamida sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap

Universitas Sumatera Utara


produk lateks karet alam. Sehingga dapat diketahui pada kadar berapa pengisi tepung

kulit singkong menghasilkan produk lateks karet alam yang memiliki sifat mekanik

suatu bahan karet vulkanisat seperti nilai kekuatan tarik (tensile strength), densitas

sambung silang, pemanjangan saat putus (elongation at break), serta analisis Fourier

Transform Infra-Red (FT-IR) dan Scanning Electron Microscope (SEM) yang

dihasilkan serta produk lateks karet alam yang terbiodegradasi.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu vulkanisasi terhadap sifat mekanik dan

karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dengan adanya perbandingan

lama suhu vulkanisasi.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit singkong termodifikasi

dengan penyerasi alkanolamida sebagai pengisi terhadap sifat mekanik dan

karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

termodifikasi terhadap penyerasi alkanolamida dengan adanya perbandingan

jumlah tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida

yang digunakan.

3. Untuk mengetahui pengaruh waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi

alkanolamida terhadap berat yang hilang produk lateks karet alam berpengisi

Universitas Sumatera Utara


tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida yang

terbiodegradasi.

1.4 Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen

Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia

Organik Departemen Kimia F-MIPA Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan

baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

 High Ammonia Lateks dengan kandungan 60 % karet basah.

 Tepung Kulit Singkong dengan ukuran 100 mesh

 Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPS (Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin) yang diperoleh dari PT. Socfin Indonesia.

Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :


Tabel 1.2 Variabel - Variabel Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No Variabel Yang Digunakan Keterangan
1 Suhu pra-vulkanisasi 70 °C
2 Waktu pra-vulkanisasi 10 menit
3 Ukuran partikel tepung kulit singkong 100 mesh
4 Kadar alkanolamida 2,5 %
5 Kadar Tepung Kulit Singkong 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15
gram dan 20 gram
6 Suhu vulkanisasi 100 oC dan 120 oC
7 Waktu vulkanisasi 20 menit
8 Penanaman dalam tanah dan 14 minggu
penggantungan di udara bebas

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.3 Formulasi Lateks Karet Alam Terhadap Persenyawaan
Bahan Berat basah (gr)
High Ammonia Lateks 166,67
Larutan Sulfur 50 % 3
Larutan ZDEC 50 % 3
Larutan ZnO 30 % 0,83
Larutan Antioksidan 50 % 2
Larutan KOH 10 % 3
Pengisi (tepung kulit singkong) 0, 5, 10, 15 dan 20

Tabel 1.4 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dan Tepung Kulit Singkong
Bahan Persentase (Gram)
Tepung Kulit Singkong 0 5 10 15 20
Alkanolamida 0 2,5 2,5 2,5 2,5
Air 100 92,5 87,5 82,5 77,5

Analisis pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :


1. Analisis kekuatan tarik (tensile strength) dengan ASTM D 412.
2. Analisis swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang
(crosslink density) dengan ASTM D471.
3. Analisis pemanjangan putus (Elongation at Break)
4. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dan
Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan.
5. Analisis Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) di Laboratorium
Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara dan Kimia Organik
Universitas Gajah Madah.
6. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam yang termodifikasi di tanam
dalam tanah dengan pemupukan, tanpa pemupukan dan dengan penggantungan
di udara bebas.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian.

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh tepung kulit singkong yang

dimodifikasi dengan penyerasi alkanolamida sebagai pengisi terhadap

persenyawaan lateks karet alam sehingga menghasilkan sifat – sifat

produk lateks karet alam.

2. Memberikan nilai tambah dari pemanfaatan limbah kulit singkong

sebagai pengisi yang ramah lingkungan dan yang dapat terbiodegradasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks Karet Alam

Lateks karet alam adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet

(Havea Brasiliensis) berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks karet alam

hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20 – 35 %, serta

bersifat kurang mantaf sehingga harus segara diolah. Cara penyadapan dan

penanganan karet alam sangat berpengaruh pada sifat bekuan sekaligus tingkat

kebersihannya. Penyadapan getah lateks karet alam dapat diperoleh 200 - 400 ml

yang mengandung berbagai komponen non karet seperti Gambar 2.1 menunjukkan

proses penyadapan karet (Andriyanti et al, 2010).

Tapping area

Havea brasiliensis area

Latex drop

Latex

Gambar 2.1 Proses Penyadapan Karet

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Komposisi Kimia Lateks Karet Alam

Lateks karet alam (LKA) merupakan cairan berwarna putih yang diperoleh

dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit tanaman karet

(Hevea Brasiliensis). Komposisi kandungan lateks karet alam dapat ditunjukkan pada

Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1. Komposisi Lateks Hevea Brasiliensis (Andriyanti et al, 2010)


No Kandungan Kadar (%)
1 Karet 30 - 40
2 Resin 1.0 – 2.0
3 Protein 2.0 – 2.5
4 Gula 1.0 – 1.5
5 Abu / Ash 0.7 – 0.9
6 Air 55 - 60

Partikel karet murni (Isoprene) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung

membentuk rantai panjang yang disebut Polyisoprene (C 5 H 8 ) m, dimana m merupakan

koefisien polimerisasi yang dirumuskan CH 2 -C=CH(CH 3 )-CH 2 . Gambar 2.2 di

bawah ini menunjukkan struktur molekul polyisoprene karet alam (Fachry et al,

2012).

CH3 H CH3 H
C=C C=C
� �
CH2 CH2 CH2 CH2 m

Gambar 2.2 Struktur Molekul Polyisoprene Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam

Karet alam memiliki keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal

elastisitas, daya rendam getaran dan sifat lekukan lentur (flex-cracking). Data – data

sifat fisik lateks karet alam dapat dilihat pada Tabel 2.2 seperti di bawah ini:

Tabel 2.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam (Andriyanti et al, 2010)
No Kandungan Keterangan
1 Berat Molekul 68,12 g/mol
2 Titik Leleh -145.95 oC
3 Titik Didih 34.067 oC
4 Viskositas 48,6. 10-2 N.s/m2
5 Rapat Jenis 913 kg/m3
6 Konduktivitas Termal 0,134 W.m K
7 Difusivitas Termal 7. 10-8 m/detik2
8 Kapasitas Panas 1905 J/kg K

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks yaitu: (Purbaya et al, 2011)

1. Iklim

Musim hujan akan mendorong terjadinya prakoagulasi, sedangkan musim

kemarau akan mengakibatkan keadaan lateks menjadi tidak stabil.

2. Peralatan

Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan terbuat dari

aluminium dan baja tahan karat. Peralatan yang digunakan harus dijaga

kebersihannya agar kualitas lateks tetap terjaga.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengaruh pH

Pengaruh pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau karena

penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan menggangu

kestabilan atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan menggumpal.

4. Mikroorganisme/Jasad Renik

Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad

renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad

renik tersebut mula – mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang

terdapat dalam serum dan akan menghasilkan asam lemak yang mudah

menguap (asam eteris). Terbentuknya asam lemak eteris ini secara berlahan –

lahan akan menurunkan pH lateks akibatnya lateks akan menggumpal, sehingga

makin tinggi jumlah asam – asam lemak eteris akan semakin buruk kualitas

lateks.

5. Pengaruh Mekanis

Jika lateks sering tergoncang akan menggangu gerakan brown dalam sistem

koloid lateks, sehingga partikel akan bertubrukan satu sama lain. Tubrukan –

tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung dan akan

mengakibatkan penggumpalan.

2.3 Bahan Kimia Kompon Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


Lateks karet alam divulkanisasi untuk mendapatkan karakteristik produk karet

dengan kualitas tinggi. Proses vulkanisasi lateks memerlukan belerang (sulfur)

sebagai bahan utama untuk mempercepat proses terjadinya vulkanisat. Bahan - bahan

kimia yang ditambahkan ke dalam lateks karet alam dapat digolongkan kedalam 6

kategori dengan kegunaannya masing – masing yaitu sebagai berikut (Fachry et al,

2012) :

1. Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent)

2. Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators)

3. Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activators Accelerators )

4. Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant)

5. Bahan Pemantap (Stabilizer)

6. Bahan Pengisi (Filler)

7. Bahan kimia tambahan adalah bahan pewangi dan bahan pewarna.

2.3.1 Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent)

Vulkanisasi adalah reaksi sambung silang (cross-linking) molekul-molekul

karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis

dan kuat (Tampubolon et al, 2012). Tanpa proses vulkanisasi (cross-linking), karet

alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Karet

tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu

dingin. Hal ini karena unsur karet terdiri dari karet isoprene yang panjang. Rantai

polimer karet yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi

Universitas Sumatera Utara


perubahan bentuk. Sifat fisik lateks karet alam akan meningkatkan kekuatan tarik,

pemanjangan saat putus dan modulus young.

2.3.2 Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators)

Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur berlansung sangat lambat.

Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara

tidak lansung, menambah biaya dan kekuatan produk film yang dihasilkan rendah.

Kekuatan produk film yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan

– bahan pencepat seperti Zinc dibuthyldithio carbamate (ZDBC), Zinc diethyldithio

carbamate (ZDEC) dan Zinc dimethyldithio carbamate (ZDMC) (Fachry et al, 2012).

2.3.3 Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activators Accelerators )

Bahan pencepat vulkanisasi (accelerator) membutuhkan bahan penggiat

(activator accelerator) untuk mempercepat proses vulkanisasi secara maksimal.

Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat vulkanisasi karena bahan

pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tampa adanya bahan pengiat

(Nola, 2001). Bahan penggiat yang umum digunakan adalah ZnO (Zinc Oxide),

senyawa lain yang bisa digunakan sebagai Activator Accelerator adalah asam stearat,

(Fachry et al, 2012).

2.3.4 Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant)

Bahan penangkal oksidasi adalah bahan kimia yang digunakan untuk

mencegah terjadinya proses oksidasi pada produk karet alam. Bahan antioksidasi

dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang

Universitas Sumatera Utara


dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan

radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada produk karet. Selain untuk

mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidasi juga dapat

melindungi produk karet terhadap ion – ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan

dan ion besi. Sehingga produk lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi,

sinar matahari, keretakan dan mempunyai sifat lentur (Fachry et al, 2012).

2.3.5 Bahan Pemantap (Stabilizer)

Bahan pemantap berfungsi untuk mencegah pengentalan lateks yang terlalu

cepat. Penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap

beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan pendispersi. Pencampuran dispersi

lateks harus dilakukan dengan cepat, karena bahan mudah menggumpal (Fachry et al,

2012).

2.3.6 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi merupakan material paling besar di dalam campuran karet

setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat

karet, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemprosesan. Penggunaan

bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer karet alam. Bahan

pengisi yang digunakan secara luas oleh industri karet alam adalah tanah liat dan

kalsium karbonat (Moonchai et al, 2012) ; (Ugbesia et al, 2011), silika (Tampubolon

et al, 2012), kaolin (Fachry et al, 2012); (Harahap et al, 2013); (Sitorus et al, 2013);

tepung kulit singkong (Harahap, 2015); bentonite clay (Tambunan, 2015).

Universitas Sumatera Utara


Bahan pengisi tradisional termasuk karbon hitam, silika, kalsium karbonat,

kalsium silikat dan tanah liat. Karbon hitam adalah pengisi yang paling populer

karena kemampuannya untuk meningkatkan sifat tertentu, terutama sifat mekanik.

Tanah liat adalah salah satu pengisi non arang dan kalsium karbonat dianggap sebagai

pengisi yang berguna dalam senyawa karet karena biaya murah dan ekonomis.

Pengisi yang digunakan pada penelitian ini diambil dari limbah kulit singkong yang

merupakan pengisi organik yang dapat terbiodegradasi.

2.3.7 Bahan Pewarna

Bahan pewarna dicampurkan untuk memberikan warna pada produk film yang

akan dihasilkan. Bahan pewarna yang digunakan adalah zat warna organik yang larut

dalam air, tidak mengandung logam tembaga, tidak mengandung unsur mangan dan

tidak beracun. Penggunaan bahan pewarna tergantung dari jenis warna yang

diinginkan, misalnya Genedyne Black untuk memberikan warna hitam (Fachry et al,

2012).

2.4 Formulasi Latesk Karet Alam

Formulasi lateks karet alam dilakukan pada saat pra-vulkanisasi berlansung

dan sebelum proses vulkanisasi produk lateks karet alam dan sejumlah bahan kuratif

mengalami proses pencampuran sehingga membentuk formulasi lateks karet alam.

Pencampuran persenyawaan kompon lateks karet alam pada penelitian ini adalah:

1. Lateks karet alam 60 % sebagai bahan dasar

2. Bahan penggiat vulkanisasi (accelerator activator) yaitu dispersi ZnO.

Universitas Sumatera Utara


ZnO sebagai agen penghubung antara matriks dan pengisi

3. Bahan penyambung silang (crosslinker) yaitu dispersi sulfur

4. Bahan pencepat reaksi sambung silang (accelerator) yaitu dispersi ZDEC.

Setelah pencampuran sulfur pada persenyawaan maka ditambahkan ZDEC

untuk meningkatkan kekuatan film lateks karet alam. Bahan pencepat

(accelerator) memerlukan bantuan dari bahan pencepat (accelerator

activator) untuk mengoptimalkan kerjanya accelerator.

5. Bahan penggiat / pemantap vulkanisasi yaitu larutan kalium hidroksida

(KOH) disebut dengan (accelerator coactivator) yang bertujuan supaya tidak

terjadi penggumpalan awal pada lateks karet alam. Kandungan KOH

ditambahkan untuk menstabilkan lateks karet alam pada persenyawaan.

6. Bahan antioksidan / Penstabil Antioksidan

Fungsi Antioksidan (AO) adalah untuk melindungi karet dari kerusakan

karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur –

unsur yang terkandung dalam udara tersebut dan dapat menurunkan sifat fisik

atau menimbulkan retak – retak di permukaan produk lateks karet alam.

7. Bahan penyerasi pada lateks karet alam

Bahan penyerasi pada lateks karet alam adalah alkanolamida. Bahan penyerasi

dapat merubah permukaan pengisi pada matriks dengan menggunakan

alkanolamida. Alkanolamida digunakan sebagai bahan penggandeng atau

penyerasi yang dapat bereaksi dengan senyawaa – senyawa kimia yang

terdapat pada permukaan pengisi atau matriks. Tujuan penambahan bahan

Universitas Sumatera Utara


pengandeng/penyerasi adalah untuk mengurangi kepolaran dari serat kasar

limbah kulit singkong sehingga yang dapat berinteraksi dengan lateks karet

alam.

8. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi yang digunakan dari limbah kulit singkong. Bahan pengisi

ditambahkan ke dalam kompon, untuk menambah berat, mengurangi biaya

dan tanpa mengurangi kwalitas dari produk film lateks karet alam. Bahan

pengisi dapat mempengaruhi sifat – sifat vulkanisat ke dalam kompon lateks.

Tepung kulit singkong merupakan pengisi yang termodifikasi dengan

alkanolamida sebagai agen penghubung yang dapat meningkatkan adhesi

antarmuka tepung kulit singkong dengan lateks karet alam.

2.5 Proses Pencelupan

Pembentukan produk lateks karet alam menggunakan teknik pencelupan

(Sasidharan et al, 2000). Teknik pencelupan lateks karet alam sering dijumpain di

industri karet. Proses pencelupan lateks terdiri dari 4 cara yaitu pencelupan terus

(straight dipping), pencelupan berkoagulan (coagulant dipping), pencelupan

pengaktifan panas (heat sensitized dipping) dan elektrodeposisi (electrodeposition)

(Sasidharan et al, 2000). Pencelupan terus dimana cetakan (former) dicelupkan ke

dalam lateks karet secara perlahan – lahan kemudian ditarik dari maktris dan diputar

selanjutnya dikeringkan. Pencelupan koagulan merupakan pencelupan former ke

dalam larutan koagulan (misalnya kalsium nitrat, kalsium klorida dan amonium nitrat

Universitas Sumatera Utara


dengan melarutkan ke dalam air atau etanol) ditarik dan dibiarkan kering sebagian

dan kembali dimasukkan ke dalam kompon lateks sambil dikontrol waktu pencelupan

former dan ditarik perlahan – lahan secara terbalik kemudian dikeringkan (Sasidharan

et al, 2000. Larutan kalsium nitrat merupakan larutan koagulan yang baik digunakan

pada pencelupan koagulan.

Pencelupan secara langsung akan menghasilkan produk film yang sangat tipis

sedangkan pencelupan koagulan menghasilkan produk film yang lebih tebal pada

former (Sasidharan et al, 2000). Pencelupan pengaktifan panas dimana former

dipanaskan dan dicelupkan ke dalam lateks karet alam untuk membentuk lapisan

karet dengan ketebalan tertentu, kemudian ditarik dan dicelupkan langsung kedalam

lateks termoplastik yang mengandung panas membentuk lapisan termoplastik yang

baru. Beberapa faktor ketebalan film lateks karet alam pada former adalah:

1. Sifat – sifat senyawa lateks

2. Jenis dan temperatur former

3. Konsentrasi dan sifat koagulan

4. Tingkat penarikan

5. Waktu tinggal former

2.6 Pengisi

Komposisi karet terdiri dari lateks karet alam dan pengisi mineral yang

memiliki kandungan cairan protein kurang dari 100 mikrogram per gram yang diukur

sesuai dengan American Society for Testing and Materials (ASTM) D 5712.

Universitas Sumatera Utara


Berbagai jenis pengisi mineral yang terdiri dari wollastonite, silika amorf,

alumina amorf, alumina trihydrate, barit (barium sulfat), kalsium karbonat tanah,

endapan kalsium karbonat, kalsium sulfat, gipsum, karbon hitam, tanah liat, klorit,

dolomit, feldspar, grafit, huntite, hydromagnesite, hydrotacite, magnesium,

magnesium karbonat, magnesium hidroksida, magnetit (Fe304), nepheline syenite,

olivin, pseudoboehmites (mikrokristalin aluminium hidroksida), pyrophyllite,

smectites (bentonit atau montmorilonit), resin, titania, titanium dioksida (rutil), lilin,

zeolit (Y-zeolit dealuminasi dan Y-zeolit), dan seng oksida (Moncino et al, 2014).

Bahan pengisi terbagi 2 seperti:

1. Bahan pengisi aktif

Bahan pengisi yang meningkatkan kekerasan, modulus, ketahanan sobek dan

ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan pada bahan pengisi ditentukan oleh

ukuran partikel, keadaan permukaan dan butiran halus. Untuk memperoleh penguatan

yang optimum maka partikel bahan pengisi tersebut harus tersebar secara merata

dalam komponen karet. Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka kekuatan

tarik, perpanjangan putus serta modulus karet akan bertambah sedangkan daya

pantulnya akan berkurang.

2. Bahan pengisi tidak aktif

Bahan ini akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan karet sedangkan

kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, dan harga bahan pengisi ini relatif murah

sehingga digunakan untuk menekan harga produk karet.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan faktor yang mempengaruhi pengisi mineral pada sifat mekanik

karet yaitu: 1. Konsentrasi pengisi

2. Ukuran partikel dan bentuk

3. Adhesi karet / pengisi

4. Dispersi pengisi dalam matriks polimer

5. Proses komposit karet

Ukuran partikel rata – rata sebesar 5 pM adalah konstan untuk seluruh jenis

pengisi (Gregorova, 2012).

2.7 Kulit Singkong Sebagai Pengisi

Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tape,

tapioka dan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong yang kaya

akan karbohidrat. Kulit singkong diperoleh dari produk tanaman singkong (Manihot

Esculenta Cranz) dan termasuk famili Euphorbiaceae.

Gambar 2.3 Limbah Kulit Singkong

Penghasil singkong terbesar adalah Nigeria, Brazil, Thailand, Zaire dan

Indonesia (Ubalua, 2007; Hidayat, 2009; Ugbesia et all, 2011). Singkong merupakan

makanan pokok di bagian Barat dan Afrika Tengah dengan mengkomsumsi ± 500

kal/hari singkong sehingga Nigeria menghasilkan kulit singkong 450.000 ton / tahun.

Universitas Sumatera Utara


Limbah kulit singkong merupakan limbah yang tidak bermamfaat yang dibuang ke

tanah sehingga menyebabkan terjadinya tumpukan dan pencemaran lingkungan,

tumpukan tersebut akan membusuk dengan aroma yang bau sehingga udara akan

tercemar ketika dihirup oleh manusia yang dapat mengakibatkan penyakit. Tumpukan

kulit singkong yang tidak produktif hancur karena reaksi biologi dan kimia yang

terjadi di dalam tanah dan lingkungan (Ubalua, 2007).

Limbah kulit singkong cepat mengalami pembusukan, pencemaran

lingkungan, kerusakan kandungan protein yang rendah, serat kasar yang tinggi dan

memiliki kandungan HCN (asam sianida / racun sianida) di dalamnya yang berfungsi

zat anti nutrisi yang merugikan terhadap ternak (Hidayat, 2009). Limbah kulit

singkong dapat diproses dan diubah menjadi nilai tambah seperti metana (biogas),

makanan ternak, etanol, surfaktan, pengisi dan pupuk. Bahkan perhatian sekarang ini

terfokus pada limbah kulit singkong anaerobik dalam biodigester yang merupakan

fraksi cair disebut biol dan fraksi padat disebut bioso yang digunakan untuk pupuk

berbagai tanaman. Limbah kulit singkong diolah dan mempunyai nilai tambah karena

dapat dibiodegradasi dengan biaya yang murah (Ubalua, 2007).

Kecanggihan teknologi telah membuka akses untuk penggunaan kulit

singkong sebagai nilai tambah suatu produk seperti biofuel, biokimia dan biomaterial.

Bioproses agro industri dapat membantu memecahkan masalah di lingkungan dalam

pembuangan limbah kulit singkong. Berbagai penelitian yang sudah dilakukan pada

kulit singkong dapat di daur ulang melalui pengomposan (Ubalua, 2007), bio-

teknologi (Obadina et al, 2006), fermentasi (Oboh et al, 2003), surfaktan (Marcia et

Universitas Sumatera Utara


al, 2006) dan sebagai pengisi (Oladipo et al, 2013; Harahap et al, 2012; Harahap et al

2015).

Pengomposan kulit singkong mempercepat degradasi bahan organik heterogen

dengan campuran mikroba dalam tanah. Pengomposan biodegradasi produk film

lateks karet alam dapat dilakukan pada limbah kulit singkong, limbah kertas dan

bahan kompos organik lainnya seperti makanan dan limbah pertanian.

Komponen kimia dan gizi daging singkong dalam 100 gram adalah protein

1 gram, kalori 154 gram, karbohidrat 36,8 gram dan lemak 0,1 gram. Selain itu kulit

singkong juga mengandung tannin, enzim peroksida, glukosa, kalsium oksalat,

serat dan HCN (Akbar et al, 2013). Kandungan kulit singkong dapat dilihat pada

Gambar 2.3 di bawah (Akbar et al, 2013).

Tabel 2.3 Kandungan Kulit Singkong (Akbar et al, 2013)


No Kandungan Komposisi (%)
1 Protein 8,11
2 Serat Kasar 15,20
3 Pektin 0,22
4 Lemak Kasar 1,44
5 Karbohidrat 16,72
6 Kalsium 1,86
7 Air 67,74
8 Abu 1,86

Limbah kulit singkong akan diolah menjadi tepung kulit singkong sebagai

pengisi yang termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida terhadap persenyawaan

produk lateks karet alam. Penggunaan limbah kulit singkong sebagai pengisi yang

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dan terbiodegradasi di dalam tanah

dengan cara pemupukan dan tanpa pemupukan serta penggantungan produk film di

Universitas Sumatera Utara


bawah terik matahari.

2.8 Pengujian/Karakteristik

2.8.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Stength)

Uji kekuatan tarik menggunakan alat tensometer. Kekuatan tarik salah satu

sifat dasar dari bahan polimer yang sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan

polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban

maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi

dengan luas penampang awal (Ao) yang ditunjukkan pada persamaan 2.1.

F maks
σ=
Ao

Dimana :
σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2)
F maks = beban maximum (kgf)
Ao = luas penampang awal (mm2).

Gambar 2.4 Alat Universal Testing Machine (UTM) GOTECH Al-7000M Grid Tensile

Universitas Sumatera Utara


Kekuatan tarik film lateks karet alam digunakan pada berbagai aplikasi,

contohnya pembuatan sarung tangan dan kondom. Kekuatan tarik merupakan ukuran

kualitas yang tinggi produk karet dengan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah.

Kekuatan tarik pada karet memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang

serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik

karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan

meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada

densitas ikat silang yang lebih tinggi.

2.8.2 Uji Swelling Index Untuk Mendapatkan Kerapatan Sambung Silang


(Crosslink Density)

Swelling Index digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer.

Swelling index merupakan perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan

volume suatu faktor yang tidak dapat diabaikan, seperti perubahan mekanik dan

pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai

derajat keseimbangan swelling. Pada titik keseimbangan, energi bebas berkurang

diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan yang meningkat seiring

dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah

yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan

rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi.

Uji Swelling dilakukan dengan memotong produk lateks karet alam yang

dibentuk dengan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam sikloheksana

pada suhu kamar selama 24 jam untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai

Universitas Sumatera Utara


kesetimbangan difusi. Permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

Ws
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 =
Wi

Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan

setelah perendaman selama selang waktu. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung

dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.

Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) juga dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut:

(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r − χ .Vr2
r ]
2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )

Dimana :

(2M C -1) = densitas sambung silang

V 0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut

(untuk toluene, V 0 = 108,5 mol.cm-3 and χ = 0,39)

ρ NRL = densitas karet = 0,932

V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan

2.3 dibawah ini :

Wd / ρ d
Vr =
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol

Dimana :
Wd = massa dari karet kering
ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρ d = 0,9203 g.cm-3)
W sol = massa cairan
ρsol = densitas cairan (untuk toluene, ρ sol = 0,87 g.cm-3)

Universitas Sumatera Utara


2.8.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa identifikasi suatu senyawa.

Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas,

artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi

ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah

spektrum IR 4000-450 cm-1.

Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti

pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum

infra merah. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif,

panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat

digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan

munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.

2.8.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang dapat membentuk

bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter

5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen

menghasilkan beberapa fenomena hamburan balik elektron, Sinar X, elektron

sekunder dan absorbsi elektron.

Universitas Sumatera Utara


Teknik SEM pada hakikatnya merupakan analisis permukaan. Data atau

tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya

sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan

tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan .

Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang

dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh

detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas

yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor

dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke

dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan

konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan

perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa

digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik

digunakan emas atau campuran emas dan palladium .

Gambar 2.5 Scanning Electron Microscop

Universitas Sumatera Utara


2.9 Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam

Biodegradasi adalah proses pengomposan sampah dimana unsur organik akan

terurai dengan bantuan mikroba (Rose at all, 2005; Cerian et all, 2005). Biodegradasi

merupakan pembusukan fungsional bahan, misalnya kehilangan kekuatan, substansi,

transparansi atau sifat dielektrik yang baik, sehingga terinfikasi bahan ke lingkungan

itu sendiri dengan sangat kompleks dan kehilangan sifat fisik atau kimia (Lake,

2013).

Masalah yang sering dihadapi adalah masalah pencemaran lingkungan karena

limbah pertanian dan limbah karet yang dibuang begitu saja, sehingga menimbulkan

pencemaran lingkungan dan udara jika dibiarkan menumpuk dalam waktu yang

sangat lama. Pencemaran tersebut akan merusak lingkungan ekosistem dan

menghasilkan bau busuk. Limbah karet tidak terurai dengan mudah di lingkungan,

sehingga limbah karet tersebut merupakan masalah yang serius (Lake, 2013).

Untuk mencegah pencemaran lingkungan, maka dilakukan penelitian

biodegradasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan

penyerasi alkanolamida yang akan terurai di alam dengan bantuan mikroorganisme

dengan proses penanaman dengan menggunakan pemupukan, tanpa pemupukan dan

dengan penggantungan di bawah terik matahari. Biodegradasi dari kulit singkong

dapat dicapai dengan mengaktifkan mikroorganisme di lingkungan untuk struktur

Universitas Sumatera Utara


metabolisme produk film produk lateks karet alam (Sanjaya et al, 2010); (Prenraj et

al, 2005); (Cherian et al, 2009); (Kamil et al, 2012).

Lateks karet alam yang berpengisi kulit singkong akan terdegradasi oleh

mikroba. Mikroba pendegradasi karet adalah bakteri dan jamur di dalam tanah seperti

bakteri streptomyces sp dan xanthomonas sp sehingga sifat – sifat mekanik karet alam

dan karet sintesis dapat terdegradasi. Degradasi produk karet dan karet sintesis

menunjukkan pembelahan ikatan rangkap pada karet (Shah, 2013).

Proses degradasi oleh mikroba dapat mempengaruhi produk lateks karet alam

yang mencakup kerusakan mekanis yang disebabkan oleh sel-sel tumbuh. Pengaruh

enzimatik langsung merusak struktur karet dan efek biokimia sekunder yang

disebabkan oleh zat di dalam tanah, selain enzim yang secara langsung dapat

mempengaruhi karet atau mengubah kondisi lingkungan, kondisi pH atau redoks juga

ikut berperan. Mikroorganisme seperti bakteri umumnya sangat spesifik terhadap

substrat untuk pertumbuhan yang mampu beradaptasi dengan substrat lain dari waktu

ke waktu. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang mengkatalisis reaksi dengan

menggabungkan substrat tertentu atau kombinasi substrat. Enzim ini menentukan

reaktivitas katalitik terhadap karet. Perubahan enzim ini dapat disebabkan oleh

perubahan pH, suhu, dan aditif kimia lainnya (Lake, 2013). Faktor yang

mempengaruhi mikroba (Lake, 2013) seperti:

1. Suhu

2. Ketersediaan oksigen atau kurangnya oksigen

3. Penanaman dalam tanah

Universitas Sumatera Utara


4. Kedalaman produk ditanam sehingga mengakibatkan mikroba akan mati

5. Kelembaban atau basah

6. Curah hujan

7. Ukuran

8. Berat dari produk yang ditanam terhadap lingkungan.

Pada penelitian sebelumnya pada proses biodegradasi produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit pisang yang telah diputihkan dengan hidrogen

peroksida ditanam dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, dengan cara

pemupukan dan tanpa pemupukan. Proses penanaman dan penggantungan sampel

dilakukan dari 1 hingga 16 minggu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

persentase kehilangan berat yang paling besar adalah karet alam dengan pembebanan

pengisi 10 bsk. Persentase kehilangan berat yang paling kecil adalah lateks karet

alam yang tidak berpengisi. Penambahan pembebanan tepung kulit pisang yang

diputihkan akan meningkatkan kemampuan biodegradasi produk lateks karet alam.

Pembebanan pengisi 10 bsk adalah pembebanan dengan sifat biodegradasi yang

paling bagus, sementara pembebanan pengisi lebih lanjut malah menurunkan

kemampuan biodegradasi. Proses biodegradasi produk yang ditanam dengan

pemupukan lebih cepat dibanding produk yang tanpa pemupukan (Kamil et al,

2012). Maka hasil FT-IR menunjukan bahwa cis-1,4-Poliisoprena berhasil digunakan

sebagai sumber karbon dan diuraikan oleh mikroba (Kamil et al, 2012).

Universitas Sumatera Utara


2.10 Dietanolamida

Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol.

Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Tabel 2.5

Menunjukkan Sifat - sifat dietanolamina sebagai berikut (E Merck, 2008):

Tabel 2.4 Sifat – Sifat Dietanolamida


No Kandungan Keterangan
1 Rumus Molekul C 4 H 11 NO 2
2 Berat Molekul 105,1364 gr/mol
3 Densitas 1,090 gr/cm3
4 Titik Lebur 48,6. 10-2 N.s/m2
5 Titik Didih 269 – 270 oC (1 atm)
6 Kelarutan H 2 O, alkohol dan ater

Sintesis alkanolamida dari dietanolamina akan menghasilkan alkanolamida yang

memiliki tingkat kepolaran yang lebih baik dibandingkan amida lainnya karena

adanya dua gugus hidroksil dalam molekul alkanolamida yang dihasilkan.

2.11 Alkanolamida Sebagai Bahan Penyerasi

Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung

menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa

alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi atau poliol. Tahap awal dari reaksi

ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya

penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera

berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamina dan natrium

Universitas Sumatera Utara


metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencuci dengan menggunakan

larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga

diperoleh senyawa alkanolamida.

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam

palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin). RBDPS dipilih sebagai sumber trigliserida karena

memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kecoklatan serta mudah

dipucatkan.

Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.6 Reaksi amidasi trigliserida dengan dietanolamina membentuk


alkanolamida (Surya et al, 2013)

Alkanolamida dapat bertindak sebagai bahan aditif yang membantu untuk

meningkatkan interaksi antara pengisi dengan matriks. Bahan tersebut merupakan

senyawa amida tersier yang diperoleh melalui proses sintesa amidasi yaitu dengan

mereaksikan asam – asam lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit

seperti RBDPS (Refined Bleached Deoderized Palm Stearin) dengan menggunakan

pelarut CH 3 OH dan katalis CH 3 ONa pada kondisi refluks dan setelah tercapai reaksi

yang sempurna pelarutnya diuapkan dengan rotari evaporator dan diperoleh

alkanolamida campuran dan dietanolamida yang berlebih. Dietanolamida merupakan

Universitas Sumatera Utara


senyawa organik dengan rumus HN(CH 2 CH 2 OH) 2 . molekul – molekul amida asam

lemak tersebut memiliki sifat gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya

yang panjang bersifat non – polar sedangkan gugus sangat polar amidanya bersifat

sangat polar.untuk meningkatkan efek penguatan. Dengan metode ini diharapkan

tepung kulit singkong dapat dipakai sebagai penguat alternative dengan efisien

penguatan yang lebih baik. Untuk meningkatkan efek penguatan dari pengisi terhadap

maktris dengan cara mengurangi kepolarannya yaitu dengan menambahkan

alkanolamida kedalam kompon karet alam berpengisi tepung kulit singkong.

Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau lateks

karet alam dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan

permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan

perubahan lateks karet alam dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan

penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi

dengan senyawa – senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau lateks

karet alam.

Alkanolamida sebagai bahan penyerasi untuk meningkatkan laju pematangan

kompon karet alam berpengisi silika, peningkatan laju pematangan tersebut dari

kompon karet alam berpengisi silika disebabkan oleh senyawa yang bersifat basa.

Senyawa yang bersifat basa tersebut dapat mempercepat proses pemantangan atau

vulkanisat karet. Kekerasan vulkanisat karet berpengisi dapat meningkat dengan

ditambahkannya alkanolamida ke dalam kompon karet alam berpengisi silika dengan

Universitas Sumatera Utara


kadar 5.0 bsk, penambahan yang lebih banyak memyebabkan kekerasan vulkanisat

menjadi turun (Tampubolon et al, 2012).

Alkanolamida dapat digunakan sebagai anti-slip dan anti–block yang aditif

untuk film polyethlene, penolak air untuk tekstil, pelapisan kertas, agen pelepas

cetakan, pelumas aditif, tinta cetak aditif dan agent penghilang busa (Salleh et al,

2001) dan juga sebagai penyerasi pada lateks karet alam (Harahap, 2015; Tambunan

et al, 2015)

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera

Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia,

Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan Dan Peralatan

3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang

digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit

singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 Bahan Untuk Pembuatan Penyerasi Alkanolamida

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan penyerasi alkanolamida

adalah sebagai berikut:

1. Dietanolamina (C 4 H 11 NO 2 )

2. Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS)

3. Natrium Metoksida (CH 3 ONa)

Universitas Sumatera Utara


4. Metanol (CH 3 OH)

5. Dietil eter ((C 2 H 5 ) 2 O)

6. Natrium Sulfat Anhidrat (Na 2 SO 4 )

7. Natrium Klorida (NaCl)

3.2.1.2 Bahan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah

sebagai berikut: 1. Kulit singkong

2. Aquadest (H 2 O)

3.2.1.3 Bahan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam

adalah sebagai berikut:

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering

2. Zinc Oksida (ZnO)

3. Zinc Diethyl Dithiocarbamate (ZDEC)

4. Kalium Hidroksida (KOH)

5. Sulfur (S)

6. Kloroform (CHCl 3 )

7. Kalsium Karbonat (CaCO 3 )

8. Kalsium Nitrat (Ca(NO 3 ) 2 )

9. Tepung kulit singkong ukuran 100 mesh

10. Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang

digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit

singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 Peralatan Untuk Pembuatan Penyerasi Alkanolamida

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan penyerasi alkanolamida adalah

sebagai berikut:

1. Rotary Evaporator

2. Oven

3. Hot Plate

4. Neraca Analitik

5. Refluks Kondensor

6. Termometer

7. Selang

8. Magnetic Stirer
9. Labu Leher Tiga
10. Gelas Ukur

11. Beaker Glass

12. Corong Gelas

13. Kertas Saring

Universitas Sumatera Utara


14. Spatula

3.2.2.2 Peralatan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah

sebagai berikut:

1. Neraca Analitik

2. Oven

3. Blender

4. Ayakan 100 mesh

3.2.2.3 Peralatan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam

adalah sebagai berikut:

1. Vessel Flask
2. Cawan Penguap
3. Stirrer
4. Penangas Air
5. Termometer
6. Neraca Elektrik
7. Plat Seng
8. Oven

3.3 Formulasi Bahan

Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam

dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida.

Universitas Sumatera Utara


3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan Kuratif

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif terdiri dari campuran lateks

karet alam dengan bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil,

antioksidan dan pengisi seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif


Bahan Berat (gram)
High Ammonia Lateks 60% karet kering 166,7
Larutan Sulfur 50 % 3
Larutan ZDEC 50 % 3
Larutan ZnO 30 % 0,83
Larutan Antioksidan 50 % 2
Larutan KOH 10 % 3
Pengisi 0, 5, 10, 15, 20

3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida

Formulasi dispersi tepung kulit singkong dengan alkanolamida terdiri dari

campuran lateks karet alam, air dan alkanolamida seperti yang ditunjukkan pada tabel

3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dan Tepung Kulit Singkong
Bahan Persentase (gram)
Tepung Kulit Singkong 0 5 10 15 20
Alkanolamida 0 2,5 2,5 2,5 2,5
Air 100 92,5 87,5 82,5 77,5

Universitas Sumatera Utara


3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Flowchart pembuatan bahan penyerasi alkanolamida dalam pembuatan

biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

dengan penyerasi alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Mulai

Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached


Deodorized Palm Stearin (RBDPS) dalam labu leher tiga

Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram)


dietanolamina

Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium


metoksida (dilarutkan dalam 20 ml metanol)

Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk


dengan magnetic stirrer selama 5 jam

Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary


evaporator untuk menguapkan pelarutnya

Apakah semua pelarut Tidak


telah teruapkan ?

Ya

Universitas Sumatera Utara


A

Residu yang diperoleh dilarutkan


dalam 100 ml dietil eter

Dicuci dengan larutan NaCl jenuh


sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml

Apakah sudah terbentuk Tidak


dua lapisan ?

Ya
Diambil lapisan atas dan ditambahkan
natrium sulfat anhidrat, kemudian
didiamkan selama ± 45 menit

Filtrat disaring dengan menggunakan


kertas saring

Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan


alat rotary evaporator

Apakah semua pelarut Tidak


telah teruapkan?

Ya
Residu yang diperoleh dianalisa
dengan analisa FTIR

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Flowchart pembuatan tepung kulit singkong dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Kulit singkong dibersihkan dari kotoran

Kulit singkong yang telah bersih dipotong dengan


ukuran lebih kurang 1 cm2

Kulit singkong dikeringkan dalam oven hingga


beratnya konstan

Kulit singkong yang telah kering diblender hingga


halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh

Tepung kulit singkong yang lolos ayakan 100 mesh


disimpan dalam wadah kering dan ditutup

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Universitas Sumatera Utara


3.4.3 Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida
Flowchart pembuatan pendispersi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Tepung kulit singkong dimasukkan


ke dalam ball mill

Ditambahkan aquadest dan alkanolamida


dengan perbandingan formulasi yang
telah ditentukan

Ball mill dihidupkan dan campuran didispersi


selama beberapa waktu

Tidak
Apakah tepung kulit singkong
telah terdispersi semua ?

Ya

Ball mill dihentikan dan larutan dispersi


ditampung dalam wadah

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


3.4.4 Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Penyerasi
Alkanolamida
Flowchart Analisis Dispersi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Diambil beberapa tetes tepung kulit singkong yang


telah didispersikan

Ditambahkan ke dalam cawan yang telah berisi air

Didispersikan
kembali

Apakah hasil dispersi langsung Tidak


menyebar dalam air?

Ya
Tepung kulit singkong telah terdispersi dengan baik

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan


Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


3.4.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Lateks Karet Alam

Flowchart Analisis kandungan padatan total (TSC) lateks karet alam dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Dimasukkan 5 gram lateks pekat dalam cawan


porselin

Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga


lateks pekat mengering

Didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dicatat


massanya

Tidak
Apakah massa yang diperoleh
telah konstan ?

Ya

Dihitung kadar kandungan padatan total (TSC)

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


3.4.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Seluruh bahan kuratif ditimbang dengan


formulasi tertentu

Bahan kuratif, lateks, dan dispersi tepung kulit


singkong dan alkanolamida dimasukan dalam
vessel flask dan ditutup rapat

Campuran diaduk selama ± 1 jam

Campuran diaduk di atas penangas air


pada suhu ± 70 °C

Setiap selang waktu 5 menit, campuran diuji


dengan tes kloroform

Tidak
Apakah tes kloroform telah
mencapai tingkat 3 ?

Ya
Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan
didiamkan selama ± 24 jam

Apakah ada variasi dispersi Ya


tepung kulit singkong dan
alkanolamida yang lain ?

Tidak

Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


3.4.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
Flowchart uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Mulai

Tiap 5 menit pemanasan, diambil


10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi

Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukkan


dalam cawan yang berisi 10 ml kloroform

Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan


dan dibiarkan selama 2-3 menit

Apakah kematangan Tidak


campuran telah mencapai
tingkat 3 ?

Ya

Lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

Universitas Sumatera Utara


3.4.8 Flowchart Vulkanisasi Pembuatan Produk Lateks Karet Alam
Flowchart vulkanisasi pembuatan produk lateks karet alam dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Mulai

Disiapkan larutan asam asetat 10 %, kalium


hidroksida 10 %, aquadest dan kalsium nitrat 10 %

Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara


berurutan ke dalam keempat larutan diatas

Dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C


selama 5 menit

Didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam


lateks karet alam pra-vulkanisasi

Divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C


selama 20 menit

Plat seng didinginkan dan ditaburkan


kalsium karbonat

Apakah ada variasi suhu Ya


yang lain ?

Tidak

Selesai

Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


3.4.9 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Tanpa Pemupukan

Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida penanaman di dalam tanah

tanpa pemupukan dapat dilihat dibawah ini.

Mulai

Produk film lateks karet alam dipotong membentuk


spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam ditanam dalam tanah dengan


kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama 14 minggu dengan
pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil dari tanah, dibersihkan


dengan aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Apakah produk sudah Tidak


terdegradasi?

ya

Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai

Gambar 3.9 Flowchart Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


3.4.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan

Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dengan penanaman dengan

menggunakan pupuk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Produk film lateks karet alam dipotong membentuk


spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam ditanam dalam tanah dengan pemberian
pupuk NPK dengan kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama 14
minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil dari tanah, dibersihkan


dengan aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?

ya

Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai

Gambar 3.10 Flowchart Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Dengan Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


3.4.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Digantung

Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dengan penggantungan film di bawah

terik matahari, dapat dilihat dibawah ini.

Mulai

Produk film lateks karet alam dipotong membentuk


spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam digantung di bawah terik matahari dan
dibiarkan selama 14 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil, dibersihkan dengan


aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?

ya

Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai

Gambar 3.11 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks


Karet Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung

Universitas Sumatera Utara


3.5 Pengujian Produk Lateks Karet Alam

3.5.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D 412

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk lateks karet

alam yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk

lateks karet alam. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban

maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi

dengan luas penampang awal (Ao).

Gambar 3.12 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412

Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk

pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian

kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer

terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit,

kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan

spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan

maksimum dan regangannya.

Universitas Sumatera Utara


3.5.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM D 471

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink

density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga

massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan

menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut ini.

(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r r− χ .Vr2 ] ......................................(3.1)
2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )
Dimana :

(2M C -1) = densitas sambung silang

V 0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut

(untuk toluene, V 0 = 108,5 mol.cm-3 and χ = 0,39)

ρ NRL = densitas karet = 0,932 [45]

V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan 2.3 berikut

ini [44].

Wd / ρ d
Vr = .........................................(3.2)
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol

Dimana :

Wd = massa awal karet

ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρ d = 0,9203 g.cm-3) [45]

W sol = massa pelarut yang terserap dalam karet

ρsol = densitas pelarut (untuk toluene, ρ sol = 0,87 g.cm-3)

Universitas Sumatera Utara


3.5.3 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Sampel yang akan dianalisis dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

yaitu berupa :

1. Produk lateks karet alam

2. Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

3. Produk lateks karet alam dengan penyerasi alkanolamida

4. Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida

5. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan cara penggantungan

6. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong dan penyerasi alkanolamida dengan cara penggantungan

7. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi

tepung kulit singkong dengan cara penggantungan

8. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penanaman tanpa

pemupukan

9. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong dan penyerasi alkanolamida 10 gram dengan penanaman tanpa

pemupukan

10. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan berpengisi tepung

kulit singkong dan penyerasi alkanolamida 15 gram dengan penanaman tanpa

pemupukan

Universitas Sumatera Utara


11. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida

tanpa pemupukan

12. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penyerasi

alkanolamida dengan penanaman cara pemupukan

13. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida

dengan penanaman cara pemupukan

14. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan cara pemupukan.

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak

terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru

dalam produk lateks karet alam tanpa biodegradasi dengan terbiodegradasi dengan

penambahan pengisi tepung kulit singkong dan bahan penyerasi alkanolamida.

Analisa Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dilakukan di Laboratorium Penelitian

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Kimia

Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada.

3.5.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)


Sampel yang akan dianalisis dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

yaitu berupa :

1. Tepung kulit singkong

2. Produk lateks karet alam

3. Produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida

4. Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong 10 gram

Universitas Sumatera Utara


5. Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 5 gram pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

6. Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 10 gram pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

7. Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 15 gram pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

8. Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 20 gram pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat morfologi tepung kulit

singkong, morfologi penyebaran pengisi dalam lateks karet alam dengan dan tanpa

penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Analisis Scanning Electron Microscope

(SEM) dilakukan di Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM),

Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Fisika

Universitas Negeri Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik FT-IR Bahan Penyerasi Alkanolamida

Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) bahan penyerasi

alkanolamida ((RCN(CH 2 CH 2 OH) 2 )) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus

fungsi dari senyawa alkanolamida seperti Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Bahan Penyerasi Alkanolamida

Alkanolamida diperoleh dari hasil esterifikasi antara RBDPS dan

Dietanolamida dalam pelarut natrium metoksida yang sudah dilarutkan dengan

metanol pada suhu 60 – 70 oC. Rendemen ester amida 84,7 %. Hasil yang diperoleh

kemudian dianalisa dengan spektrofotometer FT-IR, memberikan spektrum dengan

puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3417,86 cm-1, 2924,09 cm-1,

2854,65 cm-1, 1627,92 cm-1, 1558,48 cm-1, 1465,90 cm-1, 1373,32 cm-1, 1072,42 cm-1

dan 717,52 cm-1.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.1 menunjukkan vibrasi stretching gugus (O-H) bebas yang

diperkuat oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 merupakan

vibrasi bending (O-H). Hal ini didukung dengan munculnya pita serapan pada daerah

bilangan gelombang 1072,42 cm-1 merupakan vibrasi streaching (C-O) dari (C-C-O)

alkohol primer. Serapan khas dari gugus karbonil amida tersier yang terbentuk oleh

serapan kuat uluran (C=O) sebagai pita amida I dan serapan uluran (C-N) sebagai pita

amida II, masing – masing pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 dan 1558,48 cm-1.

Serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 melebar pada bilangan gelombang

2854,65 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi streaching (C-H) sp3 yang

didukung dengan vibrasi bending pada daerah 1465,90 cm-1. Munculnya pita serapan

pada bilangan gelombang 717,52 cm-1 menunjukkan puncak vibrasi rocking (CH 2 ) n

(alkil) merupakan rantai hidrokarbon rantai panjang. Gambar 4.1.

Dari spektrum karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) senyawa

alkanolamida diperoleh dari proses sintesa amidasi dengan mereaksikan asam – asam

lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit seperti RBDPS (Refined

Bleached Deoderized Palm Stearin) dengan menggunakan pelarut CH 3 OH dan

katalis CH 3 ONa pada kondisi refluks, kemudian dipisahkan dengan mencuci larutan

NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter. Setelah tercapai reaksi

yang sempurna, pelarutnya diuapkan dengan rotari evaporator dan diperoleh 2 lapisan

antara gliserol (padatan) dan senyawa alkanolamida yang berwarna coklat dengan

menunjukkan mekanisme reaksi pada Gambar 4.2 berikut.

Universitas Sumatera Utara


O

H2C O C C15H11 CH 3 -CH 2 -OH


Na+-OCH3
O
+3 H N
Katalis
HC O C R2 CH 3 -CH 2 -OH
O RBDPS melepaskan karbonil Metoksi menyerang
akibat adanya abstraksi oleh Dietanolamida yang
H2C O C C15H11 atom nitrogen terprotonasi menjadi
intermediet tetrahedral
RBDPS akan menerima
atom H+ terikat oleh
atom O

H2C OH
O CH 3 -CH 2 -OH
3CH 3 -(CH 2 ) 14 -C-N + HC OH
CH 3 -CH 2 -OH
H2C OH
(RCN(CH3CH2OH)2)
(C3H8O3)
Alkanolamida
Gliserol

Gambar 4.2 Reaksi Amidasi Trigliserida Dengan Dietanolamina Menjadi


Alkanolamida (Surya et al., 2013)

Dietanolamida merupakan senyawa organik dengan rumus

HN(CH 2 CH 2 OH) 2 . Molekul – molekul amida asam lemak tersebut memiliki sifat

gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya yang panjang dan bersifat non –

polar sedangkan amidanya bersifat sangat polar. Penggunaan penyerasi alkanolamida

ini untuk meningkatkan efek penguatan terhadap produk lateks karet alam

termodifikasi. Efek penguatan dari produk lateks karet alam termodifikasi dengan

cara mengurangi kepolarannya yaitu dengan menambahkan alkanolamida kedalam

Universitas Sumatera Utara


kompon lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong. Alkanolamida dapat

bertindak sebagai bahan aditif, untuk meningkatkan interaksi antara pengisi dengan

produk lateks karet alam.

4.2 Karakteristik FT-IR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung


Kulit Singkong Dan Alkanolamida

Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam, produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong, produk lateks karet alam dengan penyerasi

alkanolamida dan produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan

penyerasi alkanolamida untuk mengidentifikasi gugus fungsi setiap senyawa.

Keterangan analisis gugus fungsi :


* 3942,50 - 3290,56 cm-1 : regang alkohol (O–H); * 1076,28 cm-1 : regang alkohol (C–O)
* 3032,10 – 1593,20 cm-1 : regang C-H ; * 1666,50 cm-1 : regang amida (C=O)
* 2360,87 – 2511,32 cm : regang C-H metil ; * 1076,28 cm-1 : regang alkohol (C–O)
-1

* 3032,10 cm-1 : regang N-H; * 1662,64 cm-1 : regang cincin aromatik (C=C)
-1
* 1581,63 cm : regang amina * 1076,28 cm-1 : regang alkana (CH 2 )

Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Lateks Karet Alam Dan Lateks Karet Alam
Termodifikasi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam menunjukkan bahwa

terdapat perubahan pada gugus fungsi produk lateks karet alam. Terdapat puncak

serapan pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus O-

H. Puncak serapan O-H melebar pada bilangan gelombang 3290,56 cm-1 dan tumpang

tindih dengan gugus C-H pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1 serta gugus C-H sp3

pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal

ini didukung dengan adanya bilangan gelombang 1662,64 cm-1 pada gugus C=C,

merupakan gugus lateks karet alam. Munculnya perubahan gugus C-H pada bilangan

gelombang 1593,20 cm-1, (CH 2 ) n alkena pada bilangan gelombang 837,11 cm-1 dan

CH sp3 alkana merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal ini didukung adanya

serapan pada gugus C-O pada bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Mekanisme reaksi

lateks karet alam dengan bahan – bahan kuratif, ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 menunjukkan kemungkinan mekanisme pembentukan ikatan

silang sulfur dengan polimer karet. Bahan pencepat dengan sulfur berinteraksi

terhadap panas untuk membentuk agen sulfur aktif (R-S x -S x -R). Rantai polimer karet

(RH) berinteraksi dengan sulfur aktif untuk membentuk group polisulfida terminal

oleh akselerator. Group polisulfida berinteraksi dengan rantai polimer lainnya untuk

membentuk ikatan sulfur dengan polimer karet. Pada penelitian ini menggunakan

kalium hidroksida (KOH), zinc diethyl dithiocarbamate (ZDEC) sebagai bahan

pencepat merupakan akselerator pada lateks karet alam. Penambahan bahan – bahan

pencepat untuk meningkatkan produk lateks karet alam yang dihasilkan lebih elastis

dan kuat.

Universitas Sumatera Utara


Mekanisme reaksi lateks karet alam dengan bahan – bahan kuratif.

S S S S

S S + KOH + N S + Zn=O

S S S Zn N

S S
Sulfur Accelerator (KOH dan ZDEC)

R Sx Sx R

CH 3 CH 3

[ CH 2 CH C CH 2 ] [ CH 2 CH C CH 2 ]

S x-1 K+OH-
+ NR
H2O

H2O CH 3

CH 3 [CH 2 C CH CH 2 ]
[ CH 2 CH C CH 2 ] H2O
S x-1 S x-1
S x-1 CH 3
[ CH 2 C CH CH 2
]
[ CH 2 CH C CH 2 ]
CH 3
CH 3 CH 3

[ CH 2 CH C CH CH 2 CH C CH ]
S x-1

Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Bahan Kuratif
(Stelescu. M. D et al., 2010)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam dengan pengisi

tepung kulit singkong menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada gugus fungsi

produk lateks karet alam. Puncak serapan pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1

menunjukkan gugus OH merupakan rantai selulosa dan lignin pada kulit singkong.

Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1

bersifat polar dan telah berikatan dengan gugus O-H pada kulit singkong, sehingga

menghasilkan C=O (eter) pada bilangan gelombang 1666,50 cm-1. Munculnya vibrasi

C-H sp3 pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1. Munculnya puncak serapan kuat

merupakan gugus (CH 2 ) n pada bilangan gelombang 840,96 cm-1 untuk tekukan

(bending).

Gambar 4.5 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Dan
Bahan Kuratif (Abraham et al., 2013)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.5 menunjukkan kemungkinan reaksi antara lateks karet alam,

pengisi selulosa kulit singkong dan agen sambung silang (crosslinking agents) seperti

sulfur (S) dan zink oksida (ZnO). Reaksi antara sulfur dan lateks karet alam

membentuk ikatan sambung silang dan membuat putusnya ikatan rangkap C=C.

Selain pembentukan ikatan sambung silang tersebut, selulosa kulit singkong juga

membentuk ikatan yang baru dengan zink oksida (ZnO) membentuk Zn-cell complex.

Oleh karena adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complex tersebut,

bahan kuratif dan selulosa kulit singkong dapat terdispersi dalam lateks karet alam

dan membentuk interaksi kimia (chemical bonding) yang kuat satu sama lain. Selain

itu, bahan pencepat seperti zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC) tidak hanya

mempercepat reaksi sambung silang dan mempercepat putusnya ikatan rangkap C=C

dalam lateks karet alam. Bahan pencepat berperan penting dalam mengikutsertakan

bahan pengisi selulosa kulit singkong dalam jaringan sambung silang (crosslink

network) produk lateks karet alam.

Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam dengan penyerasi

alkanolamida, menunjukkan bahwa terdapat perubahan gugus fungsi produk lateks

karet alam dengan penyerasi alkanolamida. Munculnya puncak serapan gugus O-H

pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang

3294,42 cm-1. Melebarnya gugus O-H sehingga munculnya keberadaan gugus N-H

pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1. Hal ini karena adanya senyawa alkanolamida

yang menurunkan peptida (N-H) dalam protein produk lateks karet alam yang

diperkuat dengan gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1. Munculnya

Universitas Sumatera Utara


perubahan gugus C-O pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1 yang menunjukkan

keberadaan lignin dan hemiselulosa. Munculnya perubahan gugus C=O amida pada

bilangan gelombang 1662,64 cm-1 dan tekukan C-N pada bilangan gelombang

1581,63 cm-1 merupakan pita amida I dan pita amida II pada lateks karet alam. Reaksi

membentuk senyawa eter (C-O-C) merupakan penyerasi tepung kulit singkong

dengan alkanolamida yang ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) pada

bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Munculnya puncak serapan yang kuat yang

menunjukkan keberadaan gugus (CH 2 ) n alkena untuk tekukan (bending) merupakan

rantai hidrokarbon alkil rantai panjang pada bilangan gelombang 833,25 cm-1.

Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong dengan penyerasi alkanolamida, menunjukkan bahwa terdapat perubahan

gugus fungsi produk lateks karet alam termodifikasi. Munculnya puncak serapan

gugus O-H pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1 merupakan gugus fungsi utama

selulosa pada kulit singkong. Munculnya gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang

2360,87 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1 dimana pengisi

tepung kulit singkong telah terdispersi pada lateks karet alam. Hal ini disebabkan

gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1 dan senyawa alkohol

bersifat polar, yang berikatan dengan gugus O-H pada gugus kulit singkong sehingga

menghasilkan eter. Perubahan gugus C=O amida pada bilangan gelombang 1743,65

cm-1 merupakan adanya alkanolamida. Munculnya gugus eter (C-O-C) pada bilangan

gelombang 1666,50 cm-1 merupakan dispersi tepung kulit singkong dan modifikasi

penyerasi alkanolamida. Hal ini ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) dan

Universitas Sumatera Utara


puncak serapan kuat yang menunjukkan keberadaan gugus (CH 2 ) n alkena untuk

tekukan (bending).

4.3 Karakteristik SEM Patahan Produk Tepung Kulit Singkong

Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) patahan tepung kulit

singkong ditunjukkan pada Gambar 4.6 dibawah ini.

Gambar 4.6 Analisis Tepung Kulit Singkong

Gambar 4.6 menunjukkan analisis SEM pengisi tepung kulit singkong dengan

ayakan yang berukuran 100 mesh dan perbesaran 3000x. Hasil analisis SEM

menunjukkan bahwa terdapat partikel berukuran 4,02 µm, 5,01 µm dan 7,30 µm pada

struktur permukaan tepung kulit singkong. Struktur permukaan memiliki bentuk yang

tidak teratur dan ukuran partikel – partikel pengisi tepung kulit singkong yang

berbeda.

Universitas Sumatera Utara


4.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan
Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat-Sifat Mekanik Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi

Pengaruh suhu vulkanisasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida terhadap sifat-sifat mekanik

produk lateks karet alam sebagai berikut :

4.4.1 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Densitas Sambung


Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet Alam

Gambar 4.7 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi dengan waktu

vulkanisasi 20 menit dan penambahan tepung kulit singkong pada densitas sambung

silang (crosslink density) produk lateks karet alam. Densitas sambung silang

(crosslink density) merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya ikatan sambung

silang (crosslinking) yang terjadi dalam produk lateks karet alam. Sambung silang

Universitas Sumatera Utara


(crosslinking) membuat produk lateks karet alam menjadi lebih elastis, keras dan

kuat.

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai densitas sambung silang pada suhu

vulkanisasi 120 °C lebih besar dibandingkan pada suhu vulkanisasi 100 °C untuk

semua variasi penambahan pengisi tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan karena

pada suhu vulkanisasi yang lebih tinggi, jumlah partikel-partikel seperti bahan

kuratif, pengisi dan alkanolamida akan lebih mudah berdifusi dalam produk lateks

karet alam dan meningkatkan terjadinya ikatan sambung silang. Nilai densitas

sambung silang (crosslink density) dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu

100 oC sebesar 6,582 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) namun tanpa pengisi (0 gram)

sebesar 5,101 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet), lebih kecil dibandingkan dengan

penambahan pengisi. Sedangkan pada suhu 120 oC sebesar 7,166 (Mc-1 x 10+5 g

mol/g karet) dan tanpa pengisi sebesar 5,892 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet).

Penambahan bahan pengisi juga meningkatkan nilai densitas sambung silang

hingga 10 gram tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan alkanolamida merupakan

senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi (co-curing agent). Nilai

densitas sambung silang (crosslink density) pada pengisi 10 gram pada suhu 120 oC

sebesar 7,847 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar

7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Namun penambahan pengisi lebih lanjut (diatas 10

gram pengisi) menurunkan nilai densitas sambung silang produk lateks karet alam.

Hal ini disebabkan karena alkanolamida dapat melarutkan bahan kuratif seperti sulfur

dan partikel pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam. Nilai

Universitas Sumatera Utara


densitas sambung silang (crosslink density) dengan penambahan pengisi 15 gram

pada suhu 100 oC sebesar 7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar

7,408 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC

sebesar 6,587 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar 7,056 ((Mc-1 x

10+5 g mol/g karet). Tepung kulit singkong memiliki sifat dapat menyerap jumlah

partikel bahan kuratif sehingga kemampuan pembentukan ikatan sambung silang

akan menurun yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet
Alam Dan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Suhu 100 (oC) Suhu 120 (oC)
Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
Gram gram gram gram gram gram gram gram gram gram
5,102 6,583 7,447 7,374 6,587 5,891 7,167 7,993 7,408 7,056

4.4.2 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Gambar 4.8 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi terhadap kekuatan tarik

(tensile strength) produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan

penyerasi alkanolamida. Uji tarik dilakukan sesuai dengan ASTM D412. Kekuatan

tarik merupakan besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk

memutuskan sampel per luas penampang awal (Ao).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Kekuatan Tarik
(Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam

Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh suhu vulkanisasi terhadap kekuatan tarik

(tensile strength) produk lateks karet alam termodifikasi dengan waktu vulkanisasi 20

menit. Kekuatan tarik akan mencapai nilai maksimum pada nilai densitas sambung

silang yang paling besar. Hal ini disebabkan karena reaksi sambung silang akan

menahan sebagian besar gaya yang diberikan pada produk lateks karet alam. Semakin

banyak reaksi sambung silang yang terjadi, maka semakin banyak gaya yang

diperlukan untuk memutuskan produk lateks karet alam. Hal ini dibuktikan dengan

nilai kekuatan tarik optimum terdapat pada penambahan 10 gram pengisi pada suhu

120 oC sebesar 19,983 MPa dan suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 17,932 MPa.

Nilai kekuatan tarik dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu 100 oC

sebesar 16,941 MPa namun tanpa pengisi (0 gram) sebesar 15,584 MPa. Sedangkan

pada suhu 120 oC sebesar 18,538 MPa dan tanpa pengisi sebesar 16,836 MPa. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


disebabkan ketidakmampuan pengisi meregangkan lateks karet alam akibat kekakuan

produk lateks karet alam. Nilai kekuatan tarik juga menurun seiring dengan

bertambahnya bahan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram yang ditunjukkan

dengan menurunnya nilai densitas sambung silang. Nilai kekuatan tarik dengan

penambahan pengisi 15 gram pada suhu 100 oC sebesar 16,826 MPa dan suhu 120 oC

sebesar 17,842 MPa. Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC sebesar 14,732

MPa dan suhu 120 oC sebesar 15,723 MPa. Nilai kekuatan tarik dapat dipengaruhi

oleh jumlah partikel – partikel dalam fasa campuran lateks karet alam, pengisi dan

alkanolamida yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Skema Fasa Di Dalam Campuran Lateks Karet Alam Dengan Bahan
Pengisi Dan Pendispersi (Boondamnoen et al, 2010)

Gambar 4.9 menunjukkan hubungan antar fasa di dalam campuran lateks karet

alam, fasa kompatibilitas berpengisi tepung kulit singkong dan fasa pendispersi

alkanolamida. Fasa kompatibilitas bergerak membentuk lapisan (layer) pada

permukaan fasa lateks karet alam dan fasa terdispersi. Hal ini untuk meningkatkan

adhesi antar fasa antara jumlah partikel pengisi dan lateks karet alam dengan

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan sifat uji tarik. Lapisan antarmuka yang tebal pada fasa terdispersi akan

menyebabkan cacat pada permukaan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan

sifat kekerasan dan kekakuan lateks karet alam.

4.4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Terhadap Pemanjangan Putus

Gambar 4.10 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi terhadap pemanjangan

putus (elongation at break), produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong dengan penyerasi alkanolamida. Pemanjangan putus merupakan besarnya

pertambahan panjang sampel yang diuji hingga sampel tepat putus.

Gambar 4.10 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Terhadap Pemanjangan Putus

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa penambahan pengisi tepung kulit singkong

dalam produk lateks karet alam akan membuat nilai pemanjangan saat putus semakin

menurun. Hal ini disebabkan kulit singkong masih mengandung lignin yang dapat

memberikan kekakuan (stiffening effect) pada produk lateks karet alam. Penambahan

Universitas Sumatera Utara


5 gram pengisi pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 941,358 % dan tanpa pengisi

sebesar 983,037 % sedangkan suhu vulkanisasi 120 oC 998,006 % dan tanpa pengisi

1004,74%. Nilai pemanjangan putus 10 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar

875,934 % dan suhu vulkanisasi 120 oC sebesar 942,405 %.

Penambahan pengisi lebih lanjut menyebabkan mobilitas molekul menurun,

karena pembentukan ikatan fisik antara partikel pengisi dengan rantai lateks karet

alam menyebabkan kekakuan pada lateks karet alam dan dapat menurunkan

regangan. Nilai pemanjangan putus pada pengisi 15 gram pada suhu vulkanisasi 100
o
C sebesar 867,934 % dan suhu vulkanisasi 120 oC 934,834 % sedangkan pada

pengisi 20 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 783,374 % dan suhu

vulkanisasi 120 oC 824,884 %. Hal ini disebabkan kulit singkong mengandung

selulosa yang dapat memberikan efek kekakuan pada produk lateks karet alam. Nilai

densitas sambung silang pada suhu vulkanisat yang lebih tinggi akan meningkatkan

terjadinya reaksi sambung silang dan pembentukan ikatan sambung silang yang

menyebabkan pemanjangan putus menurun pada produk lateks karet alam

termodifikasi.

4.5 Morfologi Sampel Patahan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Analisis SEM (Scanning Electron Microscope)

Patahan produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 4.11

dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Partikel karet & alkanolamida
Partikel karet Partikel karet & pengisi
Zona kosong
2,73 µm
6,32 µm 2,02 µm 3,32 µm
3,90 µm 2,71 µm

4,30 µm 3,00 µm
1,90 µm 4,20 µm
2,91 µm
4,50 µm

a. PLKA b. PLKA&P c. PLKA &


TKS
Partikel karet + pengisi +penyerasi
Partikel karet + pengisi + penyerasi Partikel karet + pengisi +penyerasi

3,22 µm
1,00 µm Zona kosong
6,70 µm
12,3 µm
4,42 µm
6,00 µm
4,20 µm 4,10 µm 5,92 µm

d. T 100 PLKA, TKS 5 Gram & P e. T 120 PLKA, TKS 5 Gram & P f. T 120 PLKA,
TKS 10 Gram & P
Partikel karet+pengisi+penyerasi
Partikel karet+pengisi+penyerasi
5,84 µm 7,04 µm
4,10 µm
3,86 µm
6,44 µm
3,12 µm 3,70 µm 2,94 µm

5,96 µm 6,06 µm

g. T 120 PLKA, TKS 15 Gram & P h. T 120 PLKA, TKS 20 Gram & P

Gambar 4.11 (a,b,c,d,e,f,g,h) Morfologi SEM Patahan Produk Lateks Karet


Alam Termodifikasi

Gambar 4.11 (a) terlihat hasil analisis SEM produk lateks karet alam

menunjukkan ukuran partikel yang berbeda dengan perbesaran 3000x pada suhu 120

Universitas Sumatera Utara


o
C, pada permukaan produk lateks karet alam terdapat agregat pada produk lateks

karet alam hanya sedikit. Gambar 4.11 (b) terlihat morfologi produk lateks karet alam

dengan penyerasi alkanolamida dengan perbesaran 3000x pada suhu 120 oC, terdapat

ukuran partikel karet yang berbeda dan adanya zona kosong yang memperkecil luas

permukaan sehingga melemahkan interaksi antara penyerasi alkanolamida dan lateks

karet alam yang mengakibatkan penurunan sifat fisik dari produk lateks karet alam.

Gambar 4.11 (c) terlihat morfologi produk lateks karet alam dengan pengisi

tepung kulit singkong 10 gram pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran

3000x, terlihat bahwa adanya partikel pengisi tepung kulit singkong pada lateks karet

alam. Namun pengisi tidak terdispersi dengan baik dan cenderung mengalami

aglomerasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan sifat kepolaran antara pengisi dan

lateks karet alam. Gambar 4.11 (d) terlihat morfologi produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida pada pembebanan

pengisi 5 gram dan suhu vulkanisasi 100 oC dengan perbesaran 3000x, terdapat

ukuran partikel hampir sama besar dan adanya zona kosong yang menyebabkan

pengisi tepung kulit singkong tidak terdispersi dalam lateks karet alam dengan

sempurna. Hal ini menyebabkan tingkat penguatan menurun dalam interaksi antara

lateks karet alam dengan pengisi karena tidak memiliki kekuatan antarfasa yang baik.

Gambar 4.11 (e) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 5 gram

TKS dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran

3000x, menunjukkan bahwa terjadi aglomerasi (penggumpalan) pada lateks karet

alam dengan penambahan senyawa alkanolamida hingga 2,5%. Hal ini disebabkan

Universitas Sumatera Utara


alkanolamida dapat bertindak seperti lapisan yang dapat menyerap partikel bahan

kuratif dan pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam.

Gambar 4.11 (f) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 10 gram TKS

dan penyerasi alkanolamida, dengan ukuran yang sama besar pada pada suhu

vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran 3000x, terdispersi dengan baik sehingga

interaksi antara lateks karet alam dengan pengisi dapat meningkatkan permukaan

patahan yang mulus pada penguatan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan

interaksi antara pengisi dan lateks karet alam dapat menembus masuk ke dalam

permukaan yang meningkatkan kekuatan antarfasa antara lateks karet alam dan

pengisi TKS. Gambar 4.11 (g) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi

15 gram dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran

3000x, menunjukkan terjadi aglomerasi (penggumpalan) yang meningkat pada

permukaan produk lateks karet alam. Gambar 4.11 (h) terlihat morfologi produk

lateks karet alam berpengisi 20 gram dan penyerasi alkanolamida, pada suhu
o
vulkanisasi 120 C dengan perbesaran 3000x menunjukkan terjadi aglomerasi

(penggumpalan) yang meningkat pada produk lateks karet alam dan memperlihatkan

permukaan yang lebih kasar dan aglomerasi yang terbentuk lebih besar dibandingkan

dengan pembebanan pengisi 15 gram.

Universitas Sumatera Utara


4.6 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida

4.6.1 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan

Uji biodegradasi dilakukan dengan mengkaji pengaruh suhu vulkanisasi dan

dan pembebanan pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet alam termodifikasi dengan proses tanpa pemupukan. Proses penanaman tanpa

pemupukan ditanam dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, selama 14

minggu dan ditimbang seminggu sekali untuk memperoleh produk akhir dari produk

lateks karet alam.

a. Suhu 100 oC Tanpa Pupuk b. Suhu 120 oC Tanpa Pupuk

Gambar 4.12 (a,b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Proses Penanaman Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.12 (a,b) dapat dilihat bahwa produk lateks karet alam

termodifikasi menunjukkan peningkatan persentase kehilangan berat dari penanaman

1 minggu hingga 14 minggu cenderung meningkat pada suhu 100 oC dan 120 oC.

Produk lateks karet alam tanpa pengisi menunjukkan kehilangan berat yang paling

kecil dibandingkan dengan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi. Hal

ini karena produk lateks karet alam tahan terhadap serangan mikroorganisme.

Penambahan pengisi 5 gram meningkatkan laju biodegradasi dibandingkan dengan

tanpa pengisi (0 gram). Hal ini disebabkan pengisi yang digunakan merupakan

pengisi organik yang dapat dibiodegradasi dengan mudah oleh mikroorganisme,

sehingga penambahan pengisi dapat meningkatkan laju biodegradasi produk lateks

karet alam.

Penambahan pengisi 10 gram menunjukkan peningkatan laju biodegradasi

yang signifikan dibandingkan penambahan pengisi 5 gram. Hal ini disebabkan

penambahan pengisi dapat meningkatkan laju biodegradasi. Penambahan pengisi

lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi laju biodegradasi produk

lateks karet alam. Hal ini disebabkan tepung kulit singkong mudah berinteraksi

dengan sesamanya sehingga ketika dilakukan penambahan pembebanan pengisi,

tepung kulit singkong akan mengalami aglomerasi membentuk partikel yang

berukuran lebih besar, sehingga memperkecil luas permukaan untuk pertumbuhan

mikroba, sehingga biodegradasi akan menurun. Laju dan lama biodegradasi karet

dipengaruhi oleh kandungan pengisi tepung kulit singkong sebagai sumber karbon

dan energy bagi mikroba di dalam tanah dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


Proses penanaman tanpa menggunakan pupuk mengalami laju biodegradasi yang

lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan pemupukan. Hal ini disebabkan

mikroba mendapatkan subsidi energy dari pupuk NPK.

4.6.2 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan

Gambar 4.13 (a,b) menunjukkan pengaruh suhu vulkanisasi dan pembebanan

pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam

termodifikasi dengan proses dengan menggunakan pemupukan NPK. Waktu

biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi 14 minggu dengan

kedalaman tanah 20 cm dari permukaan tanah dan ditimbang secara berkala selama

seminggu sekali, untuk memperoleh produk akhir dari produk lateks karet alam.

a. Suhu 100 oC Dengan Pemupukan b. Suhu 120 oC Dengan Pemupukan

Gambar 4.13 (a.b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan NPK

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.13 (a.b) menunjukkan waktu biodegradasi dari 1 minggu hingga 14

minggu terhadap persentase berat yang hilang. Secara keseluruhan produk lateks

karet alam dengan penambahan pengisi 10 gram memiliki persentase kehilangan

berat yang paling besar pada suhu 120 oC dibandingkan dengan suhu 100 oC. Hal ini

disebabkan pengaruh suhu vulkanisasi terhadap produk lateks karet alam

termodifikasi yang tahan terhadap serangan mikroba basilus sp, bakteri, jamur dan zat

yang tidak berbahaya di dalam tanah, sehingga berat yang hilang produk lateks karet

alam menurun. Degradasi produk lateks karet alam termodifikasi dengan penyerasi

alkanolamida yang dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK didalam tanah dengan

terkoyaknya permukaan produk lateks karet alam termodifikasi dengan warna gelap

kehitaman.

Penambahan pengisi 5 gram meningkatkan laju biodegradasi dibandingkan

dengan penambahan pengisi 0 gram. Penambahan beban pengisi hingga 10 gram juga

meningkatkan laju biodegradasi. Hal ini karena penambahan pupuk NPK di dalam

tanah mengakibatkan jumlah nutrisi dalam tanah lebih banyak, sehingga jumlah

mikroba basillus sp yang membantu proses degradasi dalam tanah lebih cepat

menyerang permukaan produk lateks karet alam yang memutus rantai polimer. Hal

ini karena kemampuan pupuk NPK yang terurai di dalam tanah dengan air, sehingga

bakteri basillus sp, unsur hara mampu menyerang dan mendegradasi produk lateks

karet alam yang termodifikasi. Sedangkan produk karet alam yang tidak berpengisi

memiliki kehilangan berat yang paling kecil. Penguraian pupuk NPK dengan air di

dalam tanah sebelum diserang oleh bakteri ditunjukkan dengan Gambar 4.14.

Universitas Sumatera Utara


 NH 3 + H 2 O NH 4 + + OH- NH 4 + +O 2 NH 2 OH

NH 2 OH + ½ O 2 2HNO NO 2 - NO 2 - + O 2 2NO 3 -

 P2O5 + H2O H 3 PO 4

 K2O + H2O 2KOH

Gambar 4.14 Mekanisme Penguraian Pupuk NPK Dengan Air Didalam Tanah

Peningkatan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi

laju biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi. Hal ini

disebabkan aktivitas mikroba basillus sp pada permukaan produk lateks karet alam

yang berongga dengan adanya celah kecil pada permukaan produk lateks karet alam

termodifikasi, maka memperkecil luas permukaan untuk pertumbuhan mikroba,

sehingga laju biodegradasi akan menurun.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.15 Mekanisme Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan
(Trenkel, M.E, 2010)

Gambar 4.15 menunjukkan mekanisme biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet alam termodifikasi di tanam dengan pemberian pupuk NPK yang sudah terurai

di dalam tanah dengan air. Penambahan pupuk di dalam tanah lebih disukai bakteri

basillus sp dan unsur hara karena mendapatkan nutrisi tambahan dibandingkan tanpa

pemupukan. Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba sehingga

terjadi pemutusan ikatan jaringan karbon yang memutuskan rantai polimer menjadi

monomer – monomernya yang berakibat pada kerusakan sampel produk lateks karet

alam terbiodegradasi secara total akibat pengaruh suhu dan lingkungan. Produk film

lateks karet alam setelah terbiodegradasi di dalam tanah akan berwarna coklat tua

kehitaman.

Universitas Sumatera Utara


4.6.3 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Cara Penggantungan

Gambar 4.16 (a,b) menunjukkan pengaruh suhu vulkanisasi dan waktu

biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi TKS termodifikasi

dengan penyerasi alkanolamida terhadap berat yang hilang pada saat penggantungan

produk di bawah terik matahari. Waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida selama 14

minggu digantung dibawah terik matahari dan ditimbang secara berkala selama

seminggu sekali. Tujuan penggantungan produk dibawah terik matahari, untuk

memperoleh produk akhir dari produk lateks karet alam.

a. Suhu 100 oC Penggantungan b. Suhu 120 oC Penggantungan

Gambar 4.18 (a,b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Cara Penggantungan

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.16 (a,b) menunjukkan hasil biodegradasi dari penggantungan 1

minggu hingga 14 minggu produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida pada suhu 100 oC dan 120 oC. Pada

suhu 120 oC produk lateks karet alam lebih cepat terbiodegradasi dibandingkan

dengan suhu vulkanisasi 100 oC. Produk lateks karet alam tanpa pengisi (0 gram) dan

5 gram setelah digantung selama 14 minggu menunjukkan sifat lengket dan lembek

karena perusakan sambung silang oleh oksidasi oksigen dan ultraviolet sinar matahari

serta perubahan warna menjadi semakin gelap.

Penambahan pengisi lebih lanjut (10 gram, 15 gram dan 20 gram) akan

mengakibatkan produk lateks karet alam lebih cepat rusak karena faktor panas

matahari dan serangan ozon yang menembus permukaan produk lateks karet alam.

Produk lateks karet alam apabila teroksidasi (foto oksidasi) oleh oksigen dan sinar

radiasi dari sinar matahari akan mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, jika

ditarik akan rapuh dan lengket, sehingga degradasi hanya terjadi pada permukaan

produk dan timbul keretakan pada permukaan karet. Semakin banyak pembebanan

pengisi, maka semakin kecil persentase kehilangan berat. Degradasi menyebabkan

peningkatan kekerasan, kerapuhan, pengurangan kekuatan tarik dan kehilangan

warna. Hal ini disebabkan produk lateks karet alam akan gampang putus dan retak

akibat serangan ozon dan sengatan terik matahari yang lansung menembus

permukaan produk lateks karet alam sehingga gampang rapuh dan kehilangan berat.

Mekanisme reaksi pada biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida yang

Universitas Sumatera Utara


terbiodegradasi dengan proses penggantungan produk di bawah terik matahari

ditunjukkan pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Mekanisme Reaksi Degradasi Lateks Karet Alam Terhadap Serangan
Ozon Dan Foto Oksidasi (Aguela et al, 2015)

Gambar 4.17 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam terdegradasi oleh

serangan ozon dan foto oksidasi mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap terhadap

produk lateks karet alam. Degradasi oksidasi karena reaksi oksigen (ikatan rangkap)

terhadap ultraviolet sinar matahari. Apabila lateks karet alam teroksida dengan

oksigen yang mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, maka produk lateks karet

alam akan lengket. Sifat lengket karena perusakan sambung silang oleh oksidasi

oksigen dan ultraviolet sinar matahari.

Universitas Sumatera Utara


4.7 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penggantungan, Penanaman Dengan Pemupukan,
Dan Tanpa Pemupukan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi

4.7.1 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Cara Penggantungan

Karaktersitik SEM (Scanning Electron Microscope) produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada

gambar dibawah ini.

Gambar 4.18 Morfologi SEM Patahan Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan

Gambar 4.18 menunjukkan bahwa penggantungan produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida

mengalami perubahan pada permukaan produk. Hal ini karena serangan ozon, ultra

violet dan foto oksida yang menembus permukaan produk lateks karet alam

termodifikasi. Hal ini menyebabkan keretakan yang terjadi pada permukaan produk

lateks karet alam sehingga rentan putus. Hal ini menyebabkan perubahan warna

Universitas Sumatera Utara


coklat tua dan berlobang kecil kehitaman pada permukaan produk lateks karet alam

termodifikasi.

4.7.2 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Cara Penanaman Pemupukan

Karaktersitik SEM (Scanning Electron Microscope) produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada

gambar dibawah ini.

Gambar 4.19 Morfologi SEM Patahan Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan

Gambar 4.19 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung

kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida mengalami perubahan

bentuk permukaan dan terdapat zona kosong/lubang pada permukaan produk lateks

karet alam termodifikasi. Hal ini karena adanya subsidi makanan dari penambahan

pupuk NPK dan pengisi organik T.K.S sehingga bakteri Basillus sp dan unsur hara

dapat menyerang permukaan produk lateks karet alam termodifikasi di dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara


4.7.3 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan

Karaktersitik SEM (Scanning Electron Microscope) produk lateks karet alam

berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada

gambar dibawah ini.

Gambar 4.20 Morfologi SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Tanpa Pemupukan

Gambar 4.20 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung

kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida mengalami perubahan

bentuk permukaan dan gugus fungsi yang tidak begitu besar dibandingkan

biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi dengan pemupukan.

Hal ini diambil kesimpulan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi mengalami

serangan bakteri dan unsur hara yang tidak terlalu besar karena tidak ada makanan

tambahan terhadap bakteri/unsur hara dibandingkan dengan pemupukan produk

lateks karet alam termodifikasi.

Universitas Sumatera Utara


4.8 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Tanpa Pemupukan

Gambar 4.21 menunjukkan hasil analisis FT-IR biodegradasi vulkanisat

produk lateks karet alam termodifikasi tanpa pemupukan dengan waktu 14 minggu di

dalam tanah.

Gambar 4.21 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks


Karet Alam Termodifikasi Tanpa Pemupukan

Gambar 4.21 hasil spektrum FT-IR biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet alam termodifikasi, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus

fungsi yang dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet

alam termodifikasi, gugus fungsi O-H dengan panjang gelombang 3938,64 cm-1

Setelah penanaman pada pengisi 10 gram dengan panjang gelombang 3942,50 cm-1

dan melebar hingga 3541,31 cm-1 dan 15 gram dengan panjang gelombang 3938,64

Universitas Sumatera Utara


cm-1 dan melebar hingga 3278,99 cm-1. Munculnya gugus fungsi sebelum penanaman

C-H sp3 pada bilangan gelombang 2515,18 cm-1 dimana pengisi TKS telah terdispersi

pada lateks karet alam. Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan

gelombang 1743,65 cm-1 dan senyawa alkohol bersifat polar yang berikatan dengan

gugus O-H pada gugus kulit singkong sehingga menghasilkan eter. Setelah

penanaman gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2457,31 cm-1. Hal ini

disebabkan gugus C=O (karbonil) pada bilangan gelombang 1670,35 cm-1 dan gugus

C-O pada bilangan gelombang 1381,03 cm-1.

Menunjukkan analisis FT-IR setelah penanaman terhadap biodegradasi

vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan

penyerasi alkanolamida 10 gram dan 15 gram yang menunjukkan intensitas serapan

gugus bilangan gelombang 1735,93 cm-1 yang menunjukkan serapan C=O (gugus

karbonil) yang menandakan terjadinya proses biodegradasi. Adanya serapan pada

3278,99 cm-1 dan 3387,00 pada gugus fungsi O-H yang menunjukkan adanya

mikroorganisme yang terlibat. Intensitas yang semakin berkurang disebabkan oleh

gugus O-H dari pengisi film yang semakin berkurang. Munculnya puncak serapan

pada 2727,35 cm-1 yang menunjukkan serapan gugus O-H (asam karboksilat) pada

setiap gugus fungsi, adanya serapan gugus C≡C (alkin) pada puncak serapan 2237,43

cm-1, Selanjutnya muncul gugus C=C pada serapan 2036,83 cm-1 Munculnya serapan

pada 1666,50 cm-1 yang menunjukkan serapan gugus C=O (gugus karbonil). Hal ini

menunjukkan adanya ester alkanolamida karena ikatan dari karbonil pada ester

alkanolamida. Munculnya serapan pada 848,68 cm-1 menunjukkan adanya gugus ester

Universitas Sumatera Utara


dan mengindikasikan keberadaan lignin dan hemiselulosa. Adanya gugus hikroksida

(O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) maka film tersebut dapat terdegradasi.

Gambar 4.21 menunjukkan hasil FT-IR setelah penanaman terhadap produk

lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan dengan lateks karet alam

dengan penyerasi alkanolamida pada puncak serapan 2241,28 cm-1 dan 2231,43 cm-1

dimana gugus tersebut merupakan gugus fungsi utama selulosa pada kulit singkong

dan munculnya gugus fungsi O-H yang menunjukkan adanya mikroorganisme yang

terlibat 3541,31 cm-1 dan 3298,28 cm-1 selanjutnya muncul serapan 2040,69 cm-1

yang menunjukkan C≡C dan muncul serapan pada 1678,07 cm-1 menunjukkan gugus

C=C. Hal ini menunjukkan adanya ester alkanolamida karena ikatan dari karbonil

pada ester alkanolamida. Munculnya serapan pada 848,68 cm-1 menunjukkan adanya

gugus ester dan mengindikasikan keberadaan lignin dan hemiselulosa. Adanya gugus

hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) maka film tersebut dapat

terdegradasi.

Universitas Sumatera Utara


4.9 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Menggunakan Pemupukan

Gambar 4.22 Hasil spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks


Karet Alam Termodifikasi Dengan Menggunakan Pemupukan

Gambar 4.22 hasil spektrum FT-IR biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet dengan penyerasi alkanolamida, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun

intensitas gugus fungsi yang dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman

produk lateks karet alam termodifikasi, gugus fungsi O-H sebelum penanaman produk

lateks karet alam termodifikasi dengan panjang gelombang 3942,50 – 3294,42 cm-1.

Setelah penanaman produk lateks karet alam termodifikasi, gugus fungsi menurun

dari 3938,64 cm-1 menjadi 2974,23 cm-1. Sebelum penanaman muncul gugus C-H sp3

pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan

gelombang 2457,31 cm-1 merupakan gugus fungsi utama selulosa pada kulit singkong.

Sebelum penanaman muncul gugus C-H pada bilangan gelombang 3032,10 – 2831,35

cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 2812,21 cm-1 merupakan cis

1,4 isoprena Munculnya perubahan gugus C-O pada bilangan gelombang 1743,65

Universitas Sumatera Utara


cm-1 yang menunjukkan keberadaan lignin dan hemiselulosa dan setelah penanaman

pada bilangan gelombang 1739,79 cm-1. Munculnya perubahan gugus C=O amida

pada bilangan gelombang 1662,64 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan

gelombang 1662,64 cm-1. Munculnya perubahan gugus C-N pada bilangan gelombang

1581,63 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 1550,77 cm-1

merupakan pita amida I dan pita amida II pada lateks karet alam. Reaksi membentuk

senyawa eter (C-O-C) merupakan penyerasi tepung kulit singkong dengan

alkanolamida yang ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) pada bilangan

gelombang 1087,85 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 1033,85

cm-1. Munculnya puncak serapan yang kuat sebelum penanaman pada gugus (CH 2 ) n

alkena untuk tekukan (bending) merupakan rantai hidrokarbon rantai panjang pada

bilangan gelombang 833,25 cm-1. Setelah penanaman gugus (CH 2 ) n alkena untuk

tekukan (bending) pada bilangan gelombang 744,25 cm-1. Melemahnya ikatan setelah

penanaman produk lateks karet alam dapat terbiodegradasi oleh mikroba. Hal ini

didukung dengan foto permukaan pada sampel yang menunjukkan adanya

lubang/rongga setelah dilakukan penanaman.

Gambar 4.22 hasil spektrum FT-IR biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus fungsi yang

dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet alam, gugus

fungsi O-H sebelum penanaman dengan panjang gelombang 3942,50 – 3290,56 cm-1.

Setelah penanaman gugus fungsi menurun dari 3938,64 cm-1 menjadi 3282,84 cm-1.

Gugus O-H dan C-O pada bilangan gelombang 1076,28 cm-1 menunjukkan adanya

Universitas Sumatera Utara


molekul air yang terabsorbsi pada produk lateks karet alam sehingga mikroba dapat

menembus produk lateks karet alam dan menguraikan polisakarida menjadi alkohol.

Sebelum penanaman puncak serapan gugus dengan gugus C-H pada bilangan

gelombang 3032,10 cm-1 dan setelah penanaman menjadi 2808,36 cm-1 merupakan

gugus serta gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 dan setelah

penanaman menjadi 2457,31 cm-1. Hal ini didukung dengan adanya bilangan gugus C-

H sp3 sebelum penanaman produk film terbiodegradasi pada bilangan gelombang

1593,20 cm-1, (CH 2 ) n alkena pada bilangan gelombang 837,11 cm-1. Setelah

penanaman terdapat gugus C-H pada bilangan gelombang 1546,91 cm-1, (CH 2 ) n

alkena pada bilangan gelombang 744,52 cm-1 merupakan gugus fungsi cis 1,4

isoprena. Melemahnya ikatan setelah penanaman produk lateks karet alam dapat

terbiodegradasi oleh mikroba. Hal ini didukung dengan foto permukaan pada sampel

yang menunjukkan adanya lubang/rongga setelah dilakukan penanaman.

Gambar 4.23 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida

Gambar 4.23 hasil spektrum FT-IR biodegradasi vulkanisat produk lateks

karet alam termodifikasi, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus

fungsi yang dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet

Universitas Sumatera Utara


alam termodifikasi, gugus fungsi O-H dengan panjang gelombang 3938,64 cm-1

Setelah penanaman gugus fungsi O-H menurun dari 3938,64 cm-1 dan melebar hingga

3217,27 cm-1. Munculnya gugus fungsi sebelum penanaman C-H sp3 pada bilangan

gelombang 2515,18 cm-1 dimana pengisi T.K.S telah terdispersi pada lateks karet

alam. Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1

dan senyawa alkohol bersifat polar yang berikatan dengan gugus O-H pada gugus

kulit singkong sehingga menghasilkan eter. Setelah penanaman gugus C-H sp3 pada

bilangan gelombang 2457,31 cm-1. Hal ini disebabkan gugus C=O (karbonil) pada

bilangan gelombang 1670,35 cm-1 dan gugus C-O pada bilangan gelombang 1381,03

cm-1. Dengan adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester

(COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang menandakan bahwa

film mampu terdegradasi dengan baik di dalam tanah. Kemampuan gugus tersebut

dalam mengikat molekul – molekul air yang berasal dari lingkungan mengakibatkan

mikroorganisme dapat memasuki produk lateks karet alam pada saat penguburan dan

semakin tinggi intensitas gugus – gugus yang bersifat hidrofilik maka produk lateks

karet alam tersebut dapat terdegradasi.

Universitas Sumatera Utara


4.10 Hasil Spektrum FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung

Gambar 4.24 Hasil Analisis FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung

Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR lateks karet alam digantung dibawah terik

matahari terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1

menunjukkan keberadaan gugus O-H (alkohol) dimana gugus N-H tumpang tindih

pada puncak serapan 3614,60 cm-1. Munculnya puncak serapan 2727,35 cm-1

menunjukkan keberadaan gugus C-H sp3 dan gugus C=C pada bilangan gelombang

2519,03 cm-1 menunjukkan gugus lateks karet alam. Munculnya puncak serapan

2040,69 cm-1 menunjukkan gugus O-H karboksilat dan puncak serapan 1589,34 cm-1

merupakan gugus C=O.

Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR biodegradasi vulkanisat produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida. Munculnya

puncak serapan pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 menunjukkan gugus O-H dan

tumpang tindih dengan gugus N-H pada serapan 3545,16 cm-1. Munculnya puncak

Universitas Sumatera Utara


serapan 2727,35 cm-1 menunjukkan gugus C-H sp3 dan serapan 2040,69 cm-1 pada O-

H asam karboksilat didukung dengan munculnya serapan 1029,99 cm-1 menunjukkan

C-O dan serapan 1666,50 cm-1 dengan gugus C=O. Munculnya serapan 840,96 cm-1

menunjukkan C-H sp3.

Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR biodegradasi vulkanisat produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong terdapat puncak serapan pada bilangan

gelombang 3938,64 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus O-H (alkohol) dimana

gugus N-H tumpang tindih pada puncak serapan 2974,23 cm-1. Munculnya serapan

pada panjang gelombang 1370,35 cm-1 dan 1670,35 dimana gugus N-H tumpang

tindih pada puncak serapan 3614,60 cm-1 yang merupakan keberadaan gugus C–O

dari C–OH (alkohol primer). Munculnya puncak serapan pada 2036,83 cm-1 yang

menunjukkan serapan gugus O-H (asam karboksilat) pada setiap gugus fungsi.

Munculnya puncak serapan pada 744,52 cm-1 menunjukkan tidak adanya gugus N-H

diluar bidang. Produk lateks karet alam yang digantung mempunyai kemampuan

untuk mengikat kelembaban dari udara, sehingga produk lateks karet alam yang

dihasilkan lebih cepat terdegradasi karena sinar matahari. Hal ini karena serangan

ozon yang mengakibatkan terbentuknya ozonida yang tidak stabil yang membentuk

produk yang beragam berupa asam, ester, keton, dan aldehida. Kemampuan gugus

hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) dalam mengikat molekul –

molekul air yang berasal dari lingkungan mengakibatkan mikroorganisme dapat

menembus produk lateks karet alam termodifikasi sehingga terdegradasi dengan baik

dengan cara penggantungan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis spektrum Fourier Transform Infra Red (FT-IR), analisis

Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisa biodegradasi vulkanisat produk

lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi

alkanolamida dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) alkanolamida sebagai bahan

penyerasi yang memiliki gugus polar yang termodifikasi dengan pengisi tepung

kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi produk lateks

karet alam yang termodifikasi

2. Pengaruh suhu vulkanisasi terhadap sifat – sifat mekanik produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi yang paling tinggi

terhadap densitas sambung silang pada pengisi 10 gram dengan suhu 120 oC

sebesar 7,993 (Me-1 x 10-5 g mol/g karet), kekuatan tarik pada pengisi 10 gram

dengan suhu 120 oC sebesar 19,983 MPa dan pemanjangan putus pada pengisi 0

gram dengan suhu 120 oC sebesar 1004,74 %.

Universitas Sumatera Utara


3. Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) patahan tepung kulit singkong

menunjukkan bahwa tampak partikel – partikel dengan ukuran 4,02 µm, 5,01

µm dan 7,30 µm pada struktur permukaan tepung kulit singkong.

4. Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) patahan terhadap produk lateks

karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi

alkanolamida yang optimum pada pengisi 10 gram dengan suhu 120 oC.

5. Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) patahan biodegradasi vulkanisat

produk lateks karet alam termodifikasi pada penanaman dengan menggunakan

pupuk NPK, tanpa pemupukan dan penggantungan pada suhu 120 oC.

6. Penambahan senyawa alkanolamida telah meningkatkan kekuatan antarfasa

(interfacial adhesion) antara produk lateks karet alam dan pengisi tepung kulit

singkong.

7. Produk lateks karet alam yang terbiodegradasi dengan baik di dalam tanah

dengan pemupukan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah :

1. Perlunya dilakukan uji alerginitas pada produk lateks karet alam untuk

meninjau efek penggunaan produk karet dan uji protein di dalam produk lateks

karet alam.

2. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan ukuran tepung kulit singkong

nano partikel agar bisa dibandingkan hasilnya dengan ukuran 100 mesh.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Andriyanti, W, Darsono, Wisjachudin Faisal “Kajian Metode Vulkanisasi Lateks


Karet Alam Bebas Nitrosamin dan Protein Alergen”. Pusat Teknologi Akseelerator
dan Proses Bahan – BATAN. ISSN 0216 – 3128, hal: 161 : 169, 2010.

Awang, Roila, Cheong Kok Whye, Mahiran Basri, Rosnah Ismail, Razmah Ghazali
and Salmiah Ahmad. “Alkanolamides from 9, 10 - Dihydroxystearic Acid”. Journal
of Oil Palm Research, Vol. 18, hal 231 – 238, 2006.

Alalkawi, Hussain J. M, Zainab K. Hantoosh and Raad H. Majid. “The Tensile and
Fatigue Properties of Vulcanized Natural Rubber Under Ambiant Temperatures”
Diyala Journal of Engineering Sciences. Vol. 03, No. 02, hal 16 – 24, 2010.

Akbar Fauzi, Zulisman Anita, Hamidah Harahap “ Pengaruh Waktu Simpan Film
Plastic Biodegradasi Pati Kulit Singkong Terhadapp Sifat Mekanikanya”. Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol. 2. No. 2. 2013.

Ahmad Azizan, Dahlan Hj. Mohd and Ibrahim Abdullah. “Electron Beam
Crosslingking of NR/LLDPE Blends”. Iranian Polymer Journal Vol. 14, No. 6, hal
505-510, 2005.

Abraham, E., Deepa, B., Pothan, L. A., John, M., Narine, S. S., Thomas, S., and
Anandjiwala, R. “Physicomechanical properties of nanocomposites based on
cellulose nanofibre and natural rubber latex”. Cellulose, 20(1), 417-427. 2013

Ahmad Azizan, Dahlan Hj. Mohd and Ibrahim Abdullah. “Electron Beam
Crosslingking of Carbon Black (CB) Filled NR/LLDPE Blends I. Effects of Fileer
Loading”. Journal Sains Nuklear Malaysia. Vol. 20, No. 1&2, hal 70-84, 2002

Aguele Felix Osarumhense, Justice Agbonayinma Idiaghe, Tochukwu Uzoma


Apugo-Nwosu. “A Study of Quality Improvement of Natural Rubber Products by
Drying Method”. Journal of materials science and chemical engineering, No. 3, hal:
7-1, 2015.

Boondamnoen. O, Azlan Ariffin, Azura A. Rashid, Masahiro Ohshima, Saowaroj


Chuayjuljit3. “Effect Of Polystyrene-Modified Natural Rubber (SNR) On Mechanial
Properties Of Waste Natural Rubber Latex/Polystyrene Blend (WNRL/PS)”. 2010.

Berekaa, M. M., Linos, A., Reichelt, R., Keller, U. and Steinbuchel, A. “Effect of
pretreatment of rubber material on its biodegradability by various rubber degrading
bacteria”. FEMS Microbiology Letters 184:199-206. 2000

Universitas Sumatera Utara


Cherian, E. and Jayachandran, K. “Microbial Degradation of Natural Rubber Latex
by a Novel Species of Bacillus Sp. SBS25 isolated from soil. Int. J. Environ. Res.,
3(4): 599 – 604, Autumn 2009.

Dewi Indah Ratna, Herminiwati. “Lateks Karet Alam Untuk Sol Sepatu: Metode
Pembuatan Sifat Mekanik dan Morfologi”. 2014.

Fachry, A Rasyidi, Tuti Indah Sari, Bobi Andika Putra dan Dwi Aji Kristianto.
“Pengaruh Penambahan Filler Kaolin Terhadap Elastisitas dan Kekerasan Produk
Souvenir dari Karet (Havea Brasiliense)”. Prosiding SNTK TOPI. ISSN. 1907 –
0500, 2012.

Gregorova, Adriana, Michal Machovsky and Rupert Wimmer. “Viscoelastic


Properties of Mineral-Filled Poly(lactic acid) Composites”. International Journal of
Polymer Science, Vol. 6, 2012.

Hidayat Cecep. “ Peluang penggunaan kulit singkong sebagai pakan unggas”.


Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner, 2009.

Harahap. H, “A Comparative Study on The Effect of Compounded Latex and


Diffusion of Curatives on Tensile Properties of Natural Latex Film”. Jurnal
Teknologi Proses, Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia. ISSN 1412-7814,
hal 27-30, 2006.

H. Harahap, K. Hadinatan, A. Hartanto, I. Surya, M. Ginting. “The Effect Of Drying


Temperature On Mechanical Properties Of Natural Rubber Latex Products With
Cassava Peel Waste Powder Modified Alkanolamide”. Journal of engineering
science and technology special issue on SOMCHE 2014 & RSCE 2014 Conference,
January (2015) 53 – 63 @ School of Engineering, Taylor’s University.

Kamil. E, Emelya Khoesoema, Hamidah Harahap “pengaruh pencuacaan alami


terhadap produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit pisang yang diputihkan
dengan hydrogen peroksida”. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 1. No. 2. 2012.

Kamil, Erick, Emelya Khoesoema, dan Hamidah Harahap. “Pengaruh Biodegradasi


dengan Teknik Penanaman terhadap Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Pisang yang Diputihkan dengan hidrogen Peroksida”. Jurnal Teknik Kimia
USU, Vol. 1. No. 2, hal: 11 – 15, 2012.

K.K Sasidharan, Rani Joseph, G. Rajammal, P. Viswanatha Pillai. K. S.


Gopalakrishnan. “ Studies on the Dipping Cgaracteristics of RVNRL and NR Latex
Compounds”. 2000.

Universitas Sumatera Utara


Lake J. A, Cedar Crest, NM (US), Samuel David Adams, Albuquerque, NM(US).
“Chemical Additives to Make Polymeric Materials Biodegradable” United States
Patent. No. US 8,513,329 B2. 2008.

Lake J. A, Cedar Crest, NM (US); Samuel David Adams, Albuquerque, NM (US).


‘Chemical additives to make polymeric materials biodegradable”. Patent No. US
8,513,329 B2. 2013.

Marcia, Nitschke and Glaucia Maria Pastore. “Production and Properties of a


Surfactant Obtained From Bacillus Subtilis Grown On Cassava Wastewater”.
Bioresource technology. Vol. 9, hal: 336-341, 2006.

Muhammad N. H, Ibrahim Abdullah & Dahlan Hj. Mohd. “Effect of Electron Beam
Irradiation on Natural Rubber/Linier Low Density Polyethylene Blends with M-
Phenylenebismaleimide”. Sains malaysiana 40 (7)2011, 685-689, 2011.

Moncino et al. “Reduced Allergenicity of Natural Latex Product”. United States


Patent Application Publication. Pub. No. US 2014/0148553 A1. 2014.

Moonchai, Darinya, Natthapong Moryadee and Nipon Poosodsang. “Comparative


Properties Of Natural Rubber Vulcanisates Filled with Defatted Rice Bran, Clay and
Calcium Carbonate” Maejo International Journal of Science and Technology. Vol. 6.
No. 02, hal 249 – 258, 2012.

M.M. Afiq. A.R. Azura. “Effect of Sago Starch Loadings on Soil Decomposition of
Natural Rubber Latex (NRL) Composite Films Mechanical Properties”. International
biodeterioration & biodegradation. Vol 85, hal : 139 - 149, 2013.

Nuraya A.S. Siti, A.Baharin, A.R. Azura, M.H. Mas Rosemal Hakim, I. Mazlan, M.
Adnan and A.A. Nooraziah “Reinforcement of Prevulcanized Natural Rubber Latex
Film by Banana Stem Powder and Comparison and Calcium Carbonate”. J. Rubb.
Res., Vol. 15, No. 2. hal: 124-140, 2012.

Oladipo J.D, Adams J.D and Akinwande J. T. “Using Cassava Peelings to Reduce
Input Cost of Concrete: A Waste to Wealth Initiative in Southwestern Nigeria”. Vol.
3. No. 4, hal: 511-516, 2013.

Oboh. G, A.A. Akindahunsi. “Biochemical Changes in Cassava Products (Flour &


Gari) Subjected To Saccharomyces Cerevisae Solid Media Fermentation”. Vol. 82
No.4, hal: 599-602, 2003.

Universitas Sumatera Utara


Obadina A.O, Oyewole O.B, Sanni L. O and Abiola S.S. “Fungal Enrichment Of
Cassava Peels Proteins”. African Journal of Biotechnology Vol. 5. No. 3. hal: 302-
305. 2006.

Purbaya, Mili, Tuti Indah Sari, Chessa Ayu Saputri dan Mutia Tama Fajriaty
“Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks dan Hubungannya dengan
Susut Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas”. Prosiding seminar Nasional
AvoER ke-3. 2011.

Premraj R and Mukesh Doble. “Biodegradation of Polymers”. Indian journal of


biotechnology. Vol. 4. No. 186-193. 2005

Rho, Ho Sik, Heung Soo Baek, Duck Hee Kim and Ih Seop Chang. “A Convenient
Method for the Preparation of Alkanolamides”. Bull Korean Chem. Soc. Vol. 27. No.
4, hal: 584 – 586, 2006.

Roslim, R, M. Y, Amir Hasyim and P. T. Augurio. “Natural Latex Foam” Journal of


Engineering Science. Vol. 8, hal: 15 – 27, 2012.

Rifaat. H.M., M.A. Yosery. ”Identification And Characterization Of Rubber


Degrading Actinobacteria”. Applied ecology and environmental research, Vol. 2.
No.1, hal: 63-70, 2004.

Rose S.M.L and Evelise Fonseca Santos. “Studies on the Properties of Rice-Husk-
Filled - PP Composite- Effect of Maleated PP”. Material Research, Vol 12, No.3,
333-338, 2009.

Rose and Steinbuchel. “Biodegradation of Natural Rubber and Related Compounds:


Recent Insights into a Hardly Understood Catabolic Capability of Microorganisms”.
Appl. Environ. Microbiol. Vol. 71, No. 6, 2803-2812, June 2005.

Sarkhel G & Sanjay Manihi, 2013. “Compatibilizier on the Dynamic Mechanical and
Electrical Properties of Kaolin Clay Reinforced EPDM Rubber”. Sains Malaysiana
42(2), 495-501, 2013.

Surya. I, H. Ismail, A.R. Azura. “Alkanolamide As An Accelerator, Filler-Dispersant


And A Plasticizer In Silica-Filled Natural Rubber Compounds”. Jurnal homepage:
www.elsevier.com/locate/polytest. Vol. 32, hal 1313-1321, 2013.

Sitorus I. M. S, Yudha Widyanata, Indra Surya. “Pengaruh Penambahan


Alkanolamida Terhadap Karakteristik Pematangan Dan Kekerasan Vulkanisat Karet
Alam Berpengisi Kaolin. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4, 2013.

Universitas Sumatera Utara


Stellescu M. D, Mihai Georgescu and Elena Manaila. “Aspects Regarding
Crosslinking of a Natural Rubber Blend”. Icams 2010-3th Internasional Comference
On Advanced Material And System. 2010.

Tandy E, Ismail Fahmi Hasibuan, Hamidah Harahap. “Kemampuan asorben limbah


lateks karet alam terhadap minyak pelumas dalam air”. Jurnal Teknik Kimia USU,
Vol. 1. No. 2. 2012.

Tampubolon H. R, Darwis Syarifuddin Hutapea dan Indra Surya. “Pengaruh


Penambahan Alkanolamida Terhadap Karakteristik Pematangan dan Kekerasan
Vulkanisat Karet Alam Berpengisi Silika”. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 1. No. 2,
Hal: 7 – 10, 2012.

Tambunan F. E dan Hamidah Harahap. “Pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi


bentonite clay yang dimodifikasi dengan alkanolamida dari bahan baku RBDPKO
pada produk lateks karet alam”. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4. No. 4. 2015.

Trenkel, M. E. “Slow- and Controlled-Release and Stabilized Fertilizers: An Option


for Enhancing Nutrient Use Efficiency in Agriculture”. International Fertilizer
Industry Association (IFA). Paris, France, 2010.

Thitithammawong, Anoma, Nattapon Uthaipan and Adisai Rungvichaniwat. “The


Effect of The Rations of Sulfur to Peroxide in Mixed Vulcanization System on The
Properties of Dynamic Vulcanized Natural Rubber and Polypropylene Blends”.
Songklanakarin Journal of Science and Technology. Vol. 34. No. 6, hal: 653 – 662,
2012.

Ugbesia, Stella, M. Sc, Lawrence O. Ekebafe, M.Sc dan M. D. Ayo, M. Sc. “Effect of
Carbonization Temperature of Filler on The Tensile Properties of Natural Rubber
Compounds Filled With Cassava (Manihot Esculenta) Peel Carbon” The Pasific
Journal of Science and Technology. Vol. 12. No. 1, hal: 339-343, 2011.

Ubalua A.O. “Cassava Wastes: Treatment Options And And Value Addition
Alternatives”. African Journal of Biotehnology. Vol. 6. No. 18. pp. 2065-2073. 19
September 2007.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN A
DATA PENELITIAN

A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang

Tabel A-1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)


Kadar Suhu Kadar Sampel Sampel Sampel Rata-Rata
Alkanolamida Vulkanisasi Pengisi 1 x 105 2 x 105 3 x 105 x 105
0 4,718 4,979 5,608 5,102
5 7,946 6,795 5,009 6,583
100°C 10 8,86 6,921 6,561 7,447
15 7,2 7,994 6,928 7,374
20 6,746 5,547 7,468 6,587
2,5 %
0 4,541 4,741 8,392 5,891
5 6,184 9,471 5,846 7,167
120°C 10 9,106 8,068 6,804 7,993
15 6,202 8,504 7,518 7,408
20 7,92 6,886 6,363 7,056

A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength)


Kadar Alkanolamida Suhu Vulkanisasi Kadar Pengisi Sampel
0 15,584
5 16,941
100°C 10 17,932
15 16,826
2,5 % 20 14,732
0 16,836
5 18,538
120°C 10 19,983
15 17,842
20 15,723

Universitas Sumatera Utara


A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus

Tabel A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)


Kadar Pengisi Suhu Vulkanisasi Kadar Alkanolamida Sampel
0 983,037
5 941,358
100 °C 10 875,934
15 867,934
20 783,374
2,5
0 1004,74
5 998,006
120 °C 10 942,405
15 934,834
20 824,884

A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi

Tabel A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 2,383 4,329 9,310 8,889 7,936
2 2,836 6,387 10,280 9,036 9,374
3 3,063 8,374 12,389 10,374 11,284
4 4,283 10,386 13,243 12,478 14,046
5 4,783 11,443 15,966 14,957 15,094
6 6,951 13,871 18,692 17,043 17,355
7 9,259 14,762 19,231 19,688 19,231
100 ºC 2,5
8 10,526 16,458 21,717 21,656 21,633
9 12,761 18,878 22,865 23,359 23,406
10 13,820 21,720 25,197 25,356 25,740
11 14,365 22,803 27,944 27,609 27,731
12 14,972 24,054 30,233 29,137 28,374
13 15,714 26,866 31,548 30,291 29,268
14 15,802 27,311 33,428 30,500 29,273

Universitas Sumatera Utara


Tabel A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan (Lanjutan)

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 2,041 3,284 10,619 8,989 7,255
2 2,659 6,276 12,903 11,333 10,459
3 3,005 10,486 14,607 12,133 12,773
4 5,486 13,065 17,045 14,013 14,557
5 7,489 14,428 19,277 15,506 15,548
6 8,85 15,142 22,232 16,939 16,942
7 9,346 15,958 24,299 19,639 19,157
120 ºC 2,5
8 10,569 17,576 25,381 21,222 21,589
9 12,791 19,697 27,273 23,106 23,248
10 14,093 21,525 28,98 24,519 24,836
11 16,531 23,877 30,324 26,531 25,214
12 18,768 26,478 32,836 28,102 27,384
13 20,045 28,571 33,485 28,39 29,836
14 21,226 31,486 35,934 32,485 31,384

Universitas Sumatera Utara


Tabel A.5 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 2,612 3,418 10,223 9,887 7,839
2 3,28 6,667 12,013 13,48 10,549
3 3,922 8,621 13,900 14,628 12,621
4 4,386 10,811 15,889 16,772 14,029
5 6,792 12,381 17,889 18,992 16,884
6 8,805 14,533 18,923 19,94 18,750
7 10,762 17,541 21,461 22,556 21,875
100 ºC 2,5
8 11,325 18,224 23,445 24,998 23,871
9 14,019 20,128 25,446 26,665 25,785
10 15,909 22,821 27,664 28,509 26,364
11 16,875 24,638 29,446 30,998 27,465
12 18,8 27,660 32,664 31,905 30,482
13 20,264 28,374 34,667 33,846 32,742
14 22,17 29,247 35,204 34,845 33,478

Universitas Sumatera Utara


Tabel A.5 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan (Lanjutan)

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 2,401 4,947 9,023 10,773 9,514
2 3,368 9,677 13,402 12,945 10,213
3 4,488 10,744 15,342 13,9 12,298
4 4,873 12,468 17,392 16,415 14,079
5 6,993 14,927 20,347 18,058 16,87
120 ºC 2,5 6 8,861 15,845 23,351 22,069 19,468
7 10,738 18,745 25,385 24,219 21,951
8 12,833 20,385 27,348 26,027 23,794
9 13,986 22,901 29,424 27,686 25,676
10 15,766 25,837 31,834 29,557 26,818
11 17,263 27,57 33,485 31,307 29,034
12 19,841 29,032 35,835 35,176 31,385
13 21,834 32,653 38,742 36,341 33,482
14 24,036 34,524 41,485 39,806 35,357

Universitas Sumatera Utara


Tabel A.6 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 4,196 3,215 2,997 2,655 2,595
2 4,995 3,89 3,551 3,551 3,704
3 5,635 4,813 4,819 5,042 5,149
4 7,115 5,446 5,439 5,45 6,024
5 7,766 5,997 5,844 5,835 6,538
6 8,861 6,69 6,526 6,382 6,767
7 9,694 7,015 6,902 7,188 7,115
100 ºC 2,5
8 11,82 7,853 7,018 7,813 7,547
9 13,928 8,24 7,843 8,203 7,895
10 14,815 9,735 9,492 8,909 8,227
11 16,14 11,951 9,774 9,091 8,661
12 16,958 13,928 10,864 9,859 9,163
13 17,765 14,796 12,371 10,152 9,375
14 19,954 15,344 14,439 10,44 9,627

Universitas Sumatera Utara


Tabel A.6 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan (Lanjutan)

Kadar Lama Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi


Suhu Alkanolamida Inkubasi 0 5 10 15 20
Vulkanisasi (gram) (Minggu) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
1 4,382 2,303 3,187 3,717 2,783
2 4,807 3,855 3,342 3,955 3,467
3 5,430 4,072 4,206 4,71 4,36
4 6,561 4,808 5,556 4,975 5,242
5 7,122 5,189 6,259 5,27 5,61
120 ºC 2,5 6 7,595 6,699 6,936 5,912 6,038
7 8,674 7,036 7,066 6,556 6,337
8 9,006 8,036 7,411 7,031 6,554
9 10,748 9,211 8,147 7,109 7,143
10 13,865 10,612 8,370 7,759 7,306
11 15,238 12,597 10,893 8,04 7,451
12 17,400 13,793 12,598 9,278 7,843
13 19,878 15,534 13,514 9,541 8,081
14 21,888 15,902 15,403 10,356 8,482

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk pengujian kekuatan tarik (tensile strength), modulus tarik (tensile

modulus), dan pemanjangan saat putus (elongation at break) telah dihitung oleh

Universal Testing Machine AL-GOTECH 7000 M.

B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang Produk Lateks Karet Alam

Dari persamaan Flory Rehner :

Vr =
Wd / ρ d
(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r − χ .Vr2
r ]
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol 2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )

Dimana :

Wd = Massa awal produk lateks karet alam

Wsol = Massa pelarut yang terjerap dalam produk lateks karet alam

ρd = ρ lateks karet alam tervulkanisasi = 0,9203 gr/cm3

ρsol = ρ toluena = 0,87 gr/cm3

ρ NRL = ρ lateks karet alam = 0,932 gr/cm3

Vo toluena = 108,5 mol.cm-3

X toluena = 0,39

(2M C -1) = Densitas sambung silang (gram.mol/gram karet)

Untuk perhitungan sampel produk lateks karet alam :


Massa awal produk lateks karet alam (Wd) = 0,2032 gram
Massa botol kosong = 50,4638 gram

Universitas Sumatera Utara


Massa produk lateks karet alam yang membengkak + massa botol = 51,4571 gram
Massa produk lateks karet alam yang membengkak = 0,9933 gram
Massa produk lateks karet alam setelah pengeringan konstan = 0,1915gram
Dari informasi tersebut diatas, maka dapat diperoleh perhitungan seperti Tabel B.1

dibawah ini :

Tabel LB-1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks
Karet Alam
Rumus Perhitungan Hasil
Wd 0,2208
0,2035 cm3
ρd 1,0848
Wsol 0,9933 – 0,1915
0,9216 cm3
ρsol 0,87
0,2208
Vr 0,1933
0,2208 + 0,9216
1-Vr 1- 0,1933 0,8067
-ln(1-Vr) -ln(0,8067) 0,2148
2 2
(Vr) (0,1736) 0,0301
(Vr)1/3 (0,1933)1/3 0,5782
2 2
-ln(1-Vr) – Vr – X. (Vr) 0,2148 – 0,1933 – 0,39 (0,1933) 0,0069
2. ρ NRL .Vo. (Vr)1/3 2 * 0,932 * 108,5 *(0,5782)1/3 116,9320
[ ]
− ln(1 − V r ) − V r − χ .Vr2 0,0069
5,1018 x 10-5
2.ρ NRL .V0 (V r )
1/ 3
116,9320

Berdarsarkan perhitungan diatas, nilai densitas sambung silang produk lateks

karet alam adalah sebesar 5,1018 x 10-5 gram.mol/gram karet. Perhitungan diatas

dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali untuk setiap sampel produk lateks karet alam dan

nilai yang diambil adalah rata-rata dari ketiga nilai tersebut.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Gambar C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida

Gambar C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida

Gambar C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida

C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh

Gambar C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh

Universitas Sumatera Utara


C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

Gambar C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida

Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam

C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


C.9 Proses Uji Kloroform Lateks Karet Alam

Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam

C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam

Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam

C.14 Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Alkanolamida

Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


C.15 Pupuk NPK

Gambar C.15 Pupuk NPK

C.16 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Pengantungan

Gambar C.16 Proses Penggantungan Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


C.17 Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan
Pemupukan, Tanpa Pemupukan, Pengantungan Dan Vulkanisat Produk
Lateks Karet Alam

Gambar C.17 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Pemupukan, Tanpa Pemupukan, Penggantungan Dan
Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN

D.1 Hasil FTIR Alkanolamida

Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida

D.2 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam

Gambar D.2 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara


D.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong

Gambar D.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong

D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida

Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


D.5 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Cara Penggantungan

Gambar D.5 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Cara Penggantungan

D.6 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Penggantungan

Gambar D.6 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 % Dengan Cara
Penggantungan

Universitas Sumatera Utara


D.7 Hasil FTIR Biodegrasdasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Penggantungan

Gambar D.7 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Penggantungan

D.8 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan Cara Penggantungan

Gambar D.8 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan Cara Penggantungan

Universitas Sumatera Utara


D.9 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan

Gambar D.9 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan

D.10 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan

Gambar D.10 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


D.11 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 gram Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan

Gambar D.11 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 gram Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan

D.12 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 15 gram Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan

Gambar LD-12 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 15 gram
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


D.13 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Pemupukan

Gambar D.13 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Pemupukan

D.14 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan

Gambar D.14 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


D.15 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan

Gambar D.15 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan

D.16 Hasil SEM Tepung Kulit Singkong

Gambar D.16 Hasil SEM Tepung Kulit Singkong

Universitas Sumatera Utara


D.17 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam

Gambar D.17 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam

D.18 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida

Gambar D.18 Produk Lateks Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


D.19 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong

Gambar D.19 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong

D.20 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida

Gambar D.20 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Termodifikasi Dengan


Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara


D.21 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Digantung

Gambar D.21 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Digantung

LD-22 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam


Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara
Pemupukan

Gambar LD-22 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan

Universitas Sumatera Utara


LD-23 Hasil SEM Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Alkanolamida Dengan Tanpa Cara Pemupukan

Gambar LD-23 Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi


Dengan Alkanolamida Dengan Tanpa Cara Pemupukan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai