TESIS
OLEH :
127022005 / TK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
TESIS
OLEH
127022005 / TK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Tepung kulit singkong digunakan sebagai pengisi dalam produk lateks karet
alam. Tepung kulit singkong dibuat ke dalam sistem dispersi alkanolamida. Lateks
karet alam dicampur dengan kuratif dan tepung kulit singkong sebagai pengisi untuk
persenyawaan kompon lateks. Pra-vulkanisasi pada suhu 70 oC dengan proses
pencelupan. Proses pencelupan dilakukan dengan metode mencelupkan sampel dan
dikeringkan pada suhu 100 oC dan 120 oC selama 20 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa NR film lateks menunjukkan analisis morfologi yang
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), kekuatan tarik menggunakan
tensiometer sebesar 19,983 MPa, pemanjangan saat putus sebesar 1.004,74 %,
densitas sambung silang 7,993 Mc-1 x 10+5 g mol/g karet dan proses biodegradasi
dilakukan dengan menggantung sampel di udara dan ditanam dalam tanah tanpa
pemupukan dan dengan pemupukan NPK selama 14 minggu. Produk lateks karet
alam menunjukkan peningkatan persentase penurunan berat yang hilang setelah
dikuburkan selama 14 minggu dibandingkan dengan tanpa pengisi. Dari karakteristik
FT-IR menunjukkan bahwa adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O)
dan ester (COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang
menandakan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi, mampu terdegradasi
dengan baik di lingkungan.
Peel cassava powder used as filler in natural rubber latex products. Peel
cassava powder was made into dispersion system alkanolamine. Natural rubber latex
is mixed with the curatives and peel cassava powder as filler for compounding the
latex compound. Prevulcanised latex compound at a temperature of 70 °C and the
dipping process was done. Dipping process was performed by the method of dipping
samples and dried at vulcanized temperature at 100 ºC and 120 ºC for 20 minutes.
Results indicated that the NR latex films showed to morphological analysis test
using Scanning Electron Microscope (SEM). Tensile strength test using a test
tensometer properties of 19.983 MPa, breaking elongation properties of 1004.74 %,
crosslink density properties of 7.993 (Mc-1 x 10+5 g mol/g rubber) and the process of
biodegradation is carried by hanging samples in the air and soil burial test without
fertilizer and with NPK fertilizer for 14 weeks. Product NR latex films showed
an obvious increment of weight loss percentages after buried for 14 weeks
compared to the without fillers. From the characteristics of FT-IR showed that the
group hikroksida (O-H), carbonyl (C-O) and ester (COOH) is a group - the group is
hydrophilic which indicates that the product is modification natural rubber latex, is
able to degradation both the environment.
Segala puji syukur dan kemulian hanya kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala limpahan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini yang berjudul “Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi kulit
singkong dengan penyerasi alkanolamida”. Penyusunan tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang keahlian Teknik Kimia
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan dalam
penyelesaiannya tidak lepas dari bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak,
dalam kesempatan ini perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada yang terhormat :
1. Dr. Ir. Taslim, M.Si selaku ketua jurusan Magister Teknik Kimia, atas
kesediaan waktu memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah
demi terselesaikannya tesis ini
2. Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc selaku pembimbing, atas kesediaan waktu
berbagi pikiran memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah
demi terselesaikannya tesis ini.
3. Dr. Ir. Iriany, MT selaku pembimbing, atas kesediaan waktu berbagi pikiran
memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah demi
terselesaikannya tesis ini.
4. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si dan Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc. selaku
Dosen Penguji yang telah memberi masukan, arahan dan pandangan dalam
sudut tinjau ilmiah demi terselesaikannya tesis ini.
5. Staf pegawai jurusan Teknik Kimia, kak Sri, Bang Rahmad, atas bantuan dan
informasi serta dukungannya.
6. Tesis ini dipersembahkan untuk Ibunda R. Pasaribu,Amd., Ayahanda T.
Tambunan, S.Pd serta Abang dan adikku tersayang dan juga suamiku tercinta
Gusnaidi Situmorang, ST atas segala doa dan kasih sayangnya yang menjadi
inspirasi dan semangatku.
Dengan selesainya tesis ini semoga sebagian amanat yang dipercayakan
kepada penulis dapat terlaksanakan. Terimakasih dan Kiranya kasih Tuhan Yesus
Kristus menyertai kita semua. Amin
Penulis lahir di Sirihit – rihit, 24 Juni 1982, merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara dari pasangan Bapak Timbul Tambunan, S.Pd dan Ibu Rasmi Pasaribu,
Amd. Pendidikan sekolah dasar di Negeri 1 Pahae – Jae, tahun 1989 – 1995,
kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Pahae – Jae, tahun 1995 – 1998, dan SMA
Bintang Timur Balige (BTB), tahun 1998 – 2001, kemudian melanjutkan ke
Universitas Muslim Nusantara, tahun 2008 – 2009. Pada tahun 2001 Penulis
melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknik Institut
Teknologi Medan (ITM), tahun 2001 – 2006 dan lulus pada tahun 2006. Setelah itu
Penulis mengambil program Magister Teknik Kimia di Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Judul Halaman
Abstrak ……………………………...………...……………...... i
Abstract ………………………………...…..……….………… ii
Kata Pengantar …………………………………...……...…………… iii
Riwayat Hidup ……………………………………...………...……… iv
Daftar Isi ………………………………………...…………...….. v
Daftar Gambar ……………………………………...……….…….…... xii
Daftar Tabel ………………………………………...…….………… xvi
Daftar Lampiran ………………………………………...……….…........ xvii
Daftar Singkatan ……………………………………………...….…........ xviii
Daftar Simbol …………………………………………….……........... xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
1.1 Latar Belakang …………………...……..…............ 1
1.2 Perumusan Masalah …………………….....……............ 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………..…............... 7
1.4 Lingkup Penelitian ……………………..……............... 8
1.5 Manfaat Penelitian ……………………..…................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………..……............... 11
2.1 Lateks Karet Alam ……………………..…………....... 11
2.1.1 Komposisi Kimia Lateks Karet Alam .................... 12
2.1.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam …………… 13
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Karet … 13
2.3 Bahan Kimia Kompon Lateks Karet Alam …………… 14
2.3.1 Bahan Pemvulkanisasi (Vulcanizing Agent) ........ 15
2.3.2 Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators) ........ 16
2.3.3 Bahan Penggiat Vulkanisasi(Activators
Accelerators) ......................................................... 16
2.3.4 Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant) ............ 16
2.3.3 Bahan Pemantap (Stabilizer) .................................. 17
2.3.6 Bahan Pengisi (Filler) ........................................... 17
2.3.7 Bahan Pewarna ..................................................... 18
2.4 Formulasi Lateks Karet Alam …………..............………. 18
2.5 Proses Pencelupan ………………………………..…….. 20
2.6 Pengisi …………………………………………….…….. 21
2.7 Kulit Singkong Sebagai Pengisi ……….……..………... 23
2.8 Pengujian / Karakteristik ………………….………...….. 26
2.8.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strenght) …………. 26
Judul Halaman
A DATA PENELITIAN …...…………………………………………. 109
B CONTOH PERHITUNGAN ……………………………………… 116
C DOKUMENTASI PENELITIAN …………………………….…. 118
D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN …... 125
Tepung kulit singkong digunakan sebagai pengisi dalam produk lateks karet
alam. Tepung kulit singkong dibuat ke dalam sistem dispersi alkanolamida. Lateks
karet alam dicampur dengan kuratif dan tepung kulit singkong sebagai pengisi untuk
persenyawaan kompon lateks. Pra-vulkanisasi pada suhu 70 oC dengan proses
pencelupan. Proses pencelupan dilakukan dengan metode mencelupkan sampel dan
dikeringkan pada suhu 100 oC dan 120 oC selama 20 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa NR film lateks menunjukkan analisis morfologi yang
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), kekuatan tarik menggunakan
tensiometer sebesar 19,983 MPa, pemanjangan saat putus sebesar 1.004,74 %,
densitas sambung silang 7,993 Mc-1 x 10+5 g mol/g karet dan proses biodegradasi
dilakukan dengan menggantung sampel di udara dan ditanam dalam tanah tanpa
pemupukan dan dengan pemupukan NPK selama 14 minggu. Produk lateks karet
alam menunjukkan peningkatan persentase penurunan berat yang hilang setelah
dikuburkan selama 14 minggu dibandingkan dengan tanpa pengisi. Dari karakteristik
FT-IR menunjukkan bahwa adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O)
dan ester (COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang
menandakan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi, mampu terdegradasi
dengan baik di lingkungan.
Peel cassava powder used as filler in natural rubber latex products. Peel
cassava powder was made into dispersion system alkanolamine. Natural rubber latex
is mixed with the curatives and peel cassava powder as filler for compounding the
latex compound. Prevulcanised latex compound at a temperature of 70 °C and the
dipping process was done. Dipping process was performed by the method of dipping
samples and dried at vulcanized temperature at 100 ºC and 120 ºC for 20 minutes.
Results indicated that the NR latex films showed to morphological analysis test
using Scanning Electron Microscope (SEM). Tensile strength test using a test
tensometer properties of 19.983 MPa, breaking elongation properties of 1004.74 %,
crosslink density properties of 7.993 (Mc-1 x 10+5 g mol/g rubber) and the process of
biodegradation is carried by hanging samples in the air and soil burial test without
fertilizer and with NPK fertilizer for 14 weeks. Product NR latex films showed
an obvious increment of weight loss percentages after buried for 14 weeks
compared to the without fillers. From the characteristics of FT-IR showed that the
group hikroksida (O-H), carbonyl (C-O) and ester (COOH) is a group - the group is
hydrophilic which indicates that the product is modification natural rubber latex, is
able to degradation both the environment.
merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan
ganda dalam konfigurasi cis yang memiliki sifat kelenturan atau elastisitas. Polimer
karet alam terdiri dari 97 % polimer cis – 1,4 polyisoprene digunakan dalam industri
karet (Berekaa et al, 2000; Fachry et al, 2012). Lateks karet alam terdiri atas partikel
karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks
merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang
Limbah lateks karet alam diperoleh dari produk yang sudah cacat dan produk yang
sudah digunakan. Limbah lateks karet alam dibuang menjadi bahan yang tidak
berguna dan menyebabkan masalah lingkungan (Tandy et al, 2012). Limbah karet
alam tidak akan hancur walaupun ditimbun dengan waktu yang lama, sehingga
lingkungan hidup. Untuk mengurangi terjadinya penimbunan limbah karet alam maka
dilakukan pengisi terhadap lateks karet alam. Pengisi yang digunakan umumnya
dapat diperbaharui.
Pengisi yang digunakan pada lateks karet alam merupakan limbah kulit
tapioka, tape dan pangan yang berbahan dasar singkong. Potensi kulit singkong di
lateks karet alam dan limbah kulit singkong maka dilakukan ”biodegradasi vulkanisat
Untuk menghasilkan produk lateks karet alam yang ramah lingkungan perlu
mengkaji bahan pengisi yang dapat terbiodegradasi secara alami. Pada kajian ini
digunakan pengisi dari limbah kulit singkong yang ramah lingkungan dan
mengandung serat kasar 15,20 % di dalam campuran karet setelah karet itu sendiri
yang dapat meningkatkan sifat fisik produk lateks karet alam. Limbah kulit singkong
(Tampubolon et al, 2012); (Sitorus et al, 2013); (Surya et al, 2013); (Harahap et al,
2015); (Tambunan et al, 2015). Alkanolamida merupakan turunan dari asam lemak
yang memiliki gugus hidroksil yang digunakan sebagai bahan pelunak pada
pembuatan tekstil, pencegahan korosi dan sebagai bahan foam boosting dalam
campuran bahan surfaktan yang berguna sebagai cairan pencuci piring dan
pembuatan shampo. Oleh karena itu, alkanolamida memiliki potensi untuk digunakan
karet alam berpengisi kaolin akan menghasilkan vulkanisat dengan modulus tensil
yang lebih tinggi, kerapatan sambung silang dan kekerasan. Apabila penambahan
alkanolamida lebih lanjut akan menyebabkan kekuatan tarik dan kerapatan sambung
Lateks karet alam tanpa pengisi dan penyerasi alkanolamida mempunyai sifat
mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan lateks karet alam yang sudah
Untuk meningkatkan sifat mekanik dari lateks karet alam perlu mengkaji bahan
pengisi ke dalam formulasi lateks karet alam, sehingga dapat memberikan nilai
dalam lateks karet alam dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga
kekuatan tarik (tensile strength), swelling index, pemanjangan saat putus (Elongation
at Break), serta analisis Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dan Scanning Electron
Berdasarkan uraian di atas, maka tepung kulit singkong sebagai salah satu
pengisi yang ramah lingkungan. Penggunaan tepung kulit singkong berukuran 100
mesh sebagai pengisi yang dapat terbiodegradasi dan dapat meningkatkan sifat-sifat
produk lateks karet alam dan diharapkan dapat meningkatkan interaksi antarfasa
(interfacial adhesion) antara pengisi tepung kulit singkong dengan lateks karet alam
alam adalah bahan pengisi. Bahan organik yang digunakan sebagai pengisi pada
penelitian sebelumnya seperti pengisi tapioka (Harahap et al, 2010); kulit pisang
(Harahap et al, 2012); silika (Tampubolon et al, 2012); kaolin (Sitorus et al, 2012);
tepung kulit singkong (Hamidah et al, 2015); bentonite clay (Tambunan et al, 2015)..
Bahan pengisi yang ditambahkan pada lateks karet alam akan mempengaruhi
keelastisan dan kekuatan produk lateks karet alam. Keelastisan dan kekuatan karet
alam dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan pengisi sebagai penguat (Surya et
al, 2012). Adapun penelitian – penelitian lateks karet alam yang sudah dilakukan
alkanolamida yang termodifikasi dengan pengisi dapat menekan biaya dan produk
produk lateks karet alam dapat ditingkatkan jika fasa karet divulkanisasi dengan
menggunakan bahan kuratif pada persenyawaan lateks karet alam dan dengan
karet alam. Pemanfaatan tepung kulit singkong sebagai bahan pengisi atau penguat
untuk meningkatkan sifat mekanik produk lateks karet alam perlu dilakukan. Maka
penelitian ini akan dilihat bagaimana sifat mekanik produk lateks karet alam dengan
penambahan pengisi tepung kulit singkong dan memvariasikan kadar tepung kulit
kulit singkong menghasilkan produk lateks karet alam yang memiliki sifat mekanik
suatu bahan karet vulkanisat seperti nilai kekuatan tarik (tensile strength), densitas
sambung silang, pemanjangan saat putus (elongation at break), serta analisis Fourier
yang digunakan.
alkanolamida terhadap berat yang hilang produk lateks karet alam berpengisi
terbiodegradasi.
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia
Tabel 1.4 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dan Tepung Kulit Singkong
Bahan Persentase (Gram)
Tepung Kulit Singkong 0 5 10 15 20
Alkanolamida 0 2,5 2,5 2,5 2,5
Air 100 92,5 87,5 82,5 77,5
TINJAUAN PUSTAKA
Lateks karet alam adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet
(Havea Brasiliensis) berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks karet alam
bersifat kurang mantaf sehingga harus segara diolah. Cara penyadapan dan
penanganan karet alam sangat berpengaruh pada sifat bekuan sekaligus tingkat
kebersihannya. Penyadapan getah lateks karet alam dapat diperoleh 200 - 400 ml
yang mengandung berbagai komponen non karet seperti Gambar 2.1 menunjukkan
Tapping area
Latex drop
Latex
Lateks karet alam (LKA) merupakan cairan berwarna putih yang diperoleh
dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit tanaman karet
(Hevea Brasiliensis). Komposisi kandungan lateks karet alam dapat ditunjukkan pada
Partikel karet murni (Isoprene) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung
bawah ini menunjukkan struktur molekul polyisoprene karet alam (Fachry et al,
2012).
CH3 H CH3 H
C=C C=C
� �
CH2 CH2 CH2 CH2 m
Karet alam memiliki keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal
elastisitas, daya rendam getaran dan sifat lekukan lentur (flex-cracking). Data – data
sifat fisik lateks karet alam dapat dilihat pada Tabel 2.2 seperti di bawah ini:
Tabel 2.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam (Andriyanti et al, 2010)
No Kandungan Keterangan
1 Berat Molekul 68,12 g/mol
2 Titik Leleh -145.95 oC
3 Titik Didih 34.067 oC
4 Viskositas 48,6. 10-2 N.s/m2
5 Rapat Jenis 913 kg/m3
6 Konduktivitas Termal 0,134 W.m K
7 Difusivitas Termal 7. 10-8 m/detik2
8 Kapasitas Panas 1905 J/kg K
1. Iklim
2. Peralatan
Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan terbuat dari
aluminium dan baja tahan karat. Peralatan yang digunakan harus dijaga
4. Mikroorganisme/Jasad Renik
Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad
renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad
renik tersebut mula – mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang
terdapat dalam serum dan akan menghasilkan asam lemak yang mudah
menguap (asam eteris). Terbentuknya asam lemak eteris ini secara berlahan –
makin tinggi jumlah asam – asam lemak eteris akan semakin buruk kualitas
lateks.
5. Pengaruh Mekanis
Jika lateks sering tergoncang akan menggangu gerakan brown dalam sistem
koloid lateks, sehingga partikel akan bertubrukan satu sama lain. Tubrukan –
mengakibatkan penggumpalan.
sebagai bahan utama untuk mempercepat proses terjadinya vulkanisat. Bahan - bahan
kimia yang ditambahkan ke dalam lateks karet alam dapat digolongkan kedalam 6
kategori dengan kegunaannya masing – masing yaitu sebagai berikut (Fachry et al,
2012) :
karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis
dan kuat (Tampubolon et al, 2012). Tanpa proses vulkanisasi (cross-linking), karet
alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Karet
tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu
dingin. Hal ini karena unsur karet terdiri dari karet isoprene yang panjang. Rantai
polimer karet yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi
Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara
tidak lansung, menambah biaya dan kekuatan produk film yang dihasilkan rendah.
Kekuatan produk film yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan
carbamate (ZDEC) dan Zinc dimethyldithio carbamate (ZDMC) (Fachry et al, 2012).
Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat vulkanisasi karena bahan
pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tampa adanya bahan pengiat
(Nola, 2001). Bahan penggiat yang umum digunakan adalah ZnO (Zinc Oxide),
senyawa lain yang bisa digunakan sebagai Activator Accelerator adalah asam stearat,
mencegah terjadinya proses oksidasi pada produk karet alam. Bahan antioksidasi
radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada produk karet. Selain untuk
mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidasi juga dapat
melindungi produk karet terhadap ion – ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan
dan ion besi. Sehingga produk lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi,
sinar matahari, keretakan dan mempunyai sifat lentur (Fachry et al, 2012).
cepat. Penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap
lateks harus dilakukan dengan cepat, karena bahan mudah menggumpal (Fachry et al,
2012).
setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat
bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer karet alam. Bahan
pengisi yang digunakan secara luas oleh industri karet alam adalah tanah liat dan
kalsium karbonat (Moonchai et al, 2012) ; (Ugbesia et al, 2011), silika (Tampubolon
et al, 2012), kaolin (Fachry et al, 2012); (Harahap et al, 2013); (Sitorus et al, 2013);
kalsium silikat dan tanah liat. Karbon hitam adalah pengisi yang paling populer
Tanah liat adalah salah satu pengisi non arang dan kalsium karbonat dianggap sebagai
pengisi yang berguna dalam senyawa karet karena biaya murah dan ekonomis.
Pengisi yang digunakan pada penelitian ini diambil dari limbah kulit singkong yang
Bahan pewarna dicampurkan untuk memberikan warna pada produk film yang
akan dihasilkan. Bahan pewarna yang digunakan adalah zat warna organik yang larut
dalam air, tidak mengandung logam tembaga, tidak mengandung unsur mangan dan
tidak beracun. Penggunaan bahan pewarna tergantung dari jenis warna yang
diinginkan, misalnya Genedyne Black untuk memberikan warna hitam (Fachry et al,
2012).
dan sebelum proses vulkanisasi produk lateks karet alam dan sejumlah bahan kuratif
Pencampuran persenyawaan kompon lateks karet alam pada penelitian ini adalah:
karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur –
unsur yang terkandung dalam udara tersebut dan dapat menurunkan sifat fisik
Bahan penyerasi pada lateks karet alam adalah alkanolamida. Bahan penyerasi
limbah kulit singkong sehingga yang dapat berinteraksi dengan lateks karet
alam.
Bahan pengisi yang digunakan dari limbah kulit singkong. Bahan pengisi
dan tanpa mengurangi kwalitas dari produk film lateks karet alam. Bahan
(Sasidharan et al, 2000). Teknik pencelupan lateks karet alam sering dijumpain di
industri karet. Proses pencelupan lateks terdiri dari 4 cara yaitu pencelupan terus
dalam lateks karet secara perlahan – lahan kemudian ditarik dari maktris dan diputar
dalam larutan koagulan (misalnya kalsium nitrat, kalsium klorida dan amonium nitrat
dan kembali dimasukkan ke dalam kompon lateks sambil dikontrol waktu pencelupan
former dan ditarik perlahan – lahan secara terbalik kemudian dikeringkan (Sasidharan
et al, 2000. Larutan kalsium nitrat merupakan larutan koagulan yang baik digunakan
Pencelupan secara langsung akan menghasilkan produk film yang sangat tipis
sedangkan pencelupan koagulan menghasilkan produk film yang lebih tebal pada
dipanaskan dan dicelupkan ke dalam lateks karet alam untuk membentuk lapisan
karet dengan ketebalan tertentu, kemudian ditarik dan dicelupkan langsung kedalam
baru. Beberapa faktor ketebalan film lateks karet alam pada former adalah:
4. Tingkat penarikan
2.6 Pengisi
Komposisi karet terdiri dari lateks karet alam dan pengisi mineral yang
memiliki kandungan cairan protein kurang dari 100 mikrogram per gram yang diukur
sesuai dengan American Society for Testing and Materials (ASTM) D 5712.
alumina amorf, alumina trihydrate, barit (barium sulfat), kalsium karbonat tanah,
endapan kalsium karbonat, kalsium sulfat, gipsum, karbon hitam, tanah liat, klorit,
smectites (bentonit atau montmorilonit), resin, titania, titanium dioksida (rutil), lilin,
zeolit (Y-zeolit dealuminasi dan Y-zeolit), dan seng oksida (Moncino et al, 2014).
ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan pada bahan pengisi ditentukan oleh
ukuran partikel, keadaan permukaan dan butiran halus. Untuk memperoleh penguatan
yang optimum maka partikel bahan pengisi tersebut harus tersebar secara merata
dalam komponen karet. Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka kekuatan
tarik, perpanjangan putus serta modulus karet akan bertambah sedangkan daya
kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, dan harga bahan pengisi ini relatif murah
Ukuran partikel rata – rata sebesar 5 pM adalah konstan untuk seluruh jenis
tapioka dan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong yang kaya
akan karbohidrat. Kulit singkong diperoleh dari produk tanaman singkong (Manihot
Indonesia (Ubalua, 2007; Hidayat, 2009; Ugbesia et all, 2011). Singkong merupakan
makanan pokok di bagian Barat dan Afrika Tengah dengan mengkomsumsi ± 500
kal/hari singkong sehingga Nigeria menghasilkan kulit singkong 450.000 ton / tahun.
tumpukan tersebut akan membusuk dengan aroma yang bau sehingga udara akan
tercemar ketika dihirup oleh manusia yang dapat mengakibatkan penyakit. Tumpukan
kulit singkong yang tidak produktif hancur karena reaksi biologi dan kimia yang
lingkungan, kerusakan kandungan protein yang rendah, serat kasar yang tinggi dan
memiliki kandungan HCN (asam sianida / racun sianida) di dalamnya yang berfungsi
zat anti nutrisi yang merugikan terhadap ternak (Hidayat, 2009). Limbah kulit
singkong dapat diproses dan diubah menjadi nilai tambah seperti metana (biogas),
makanan ternak, etanol, surfaktan, pengisi dan pupuk. Bahkan perhatian sekarang ini
terfokus pada limbah kulit singkong anaerobik dalam biodigester yang merupakan
fraksi cair disebut biol dan fraksi padat disebut bioso yang digunakan untuk pupuk
berbagai tanaman. Limbah kulit singkong diolah dan mempunyai nilai tambah karena
singkong sebagai nilai tambah suatu produk seperti biofuel, biokimia dan biomaterial.
pembuangan limbah kulit singkong. Berbagai penelitian yang sudah dilakukan pada
kulit singkong dapat di daur ulang melalui pengomposan (Ubalua, 2007), bio-
teknologi (Obadina et al, 2006), fermentasi (Oboh et al, 2003), surfaktan (Marcia et
2015).
lateks karet alam dapat dilakukan pada limbah kulit singkong, limbah kertas dan
Komponen kimia dan gizi daging singkong dalam 100 gram adalah protein
1 gram, kalori 154 gram, karbohidrat 36,8 gram dan lemak 0,1 gram. Selain itu kulit
serat dan HCN (Akbar et al, 2013). Kandungan kulit singkong dapat dilihat pada
Limbah kulit singkong akan diolah menjadi tepung kulit singkong sebagai
produk lateks karet alam. Penggunaan limbah kulit singkong sebagai pengisi yang
dengan cara pemupukan dan tanpa pemupukan serta penggantungan produk film di
2.8 Pengujian/Karakteristik
Uji kekuatan tarik menggunakan alat tensometer. Kekuatan tarik salah satu
sifat dasar dari bahan polimer yang sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan
dengan luas penampang awal (Ao) yang ditunjukkan pada persamaan 2.1.
F maks
σ=
Ao
Dimana :
σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2)
F maks = beban maximum (kgf)
Ao = luas penampang awal (mm2).
Gambar 2.4 Alat Universal Testing Machine (UTM) GOTECH Al-7000M Grid Tensile
contohnya pembuatan sarung tangan dan kondom. Kekuatan tarik merupakan ukuran
kualitas yang tinggi produk karet dengan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah.
Kekuatan tarik pada karet memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang
serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik
karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan
meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada
Swelling index merupakan perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan
volume suatu faktor yang tidak dapat diabaikan, seperti perubahan mekanik dan
dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah
Uji Swelling dilakukan dengan memotong produk lateks karet alam yang
pada suhu kamar selama 24 jam untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai
Ws
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 =
Wi
Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan
setelah perendaman selama selang waktu. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung
dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.
Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) juga dapat dihitung dengan
(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r − χ .Vr2
r ]
2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )
Dimana :
V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan
Wd / ρ d
Vr =
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol
Dimana :
Wd = massa dari karet kering
ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρ d = 0,9203 g.cm-3)
W sol = massa cairan
ρsol = densitas cairan (untuk toluene, ρ sol = 0,87 g.cm-3)
Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas,
artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi
ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah
infra merah. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif,
panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat
munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.
tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh
detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
terurai dengan bantuan mikroba (Rose at all, 2005; Cerian et all, 2005). Biodegradasi
transparansi atau sifat dielektrik yang baik, sehingga terinfikasi bahan ke lingkungan
itu sendiri dengan sangat kompleks dan kehilangan sifat fisik atau kimia (Lake,
2013).
limbah pertanian dan limbah karet yang dibuang begitu saja, sehingga menimbulkan
pencemaran lingkungan dan udara jika dibiarkan menumpuk dalam waktu yang
menghasilkan bau busuk. Limbah karet tidak terurai dengan mudah di lingkungan,
sehingga limbah karet tersebut merupakan masalah yang serius (Lake, 2013).
biodegradasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
Lateks karet alam yang berpengisi kulit singkong akan terdegradasi oleh
mikroba. Mikroba pendegradasi karet adalah bakteri dan jamur di dalam tanah seperti
bakteri streptomyces sp dan xanthomonas sp sehingga sifat – sifat mekanik karet alam
dan karet sintesis dapat terdegradasi. Degradasi produk karet dan karet sintesis
Proses degradasi oleh mikroba dapat mempengaruhi produk lateks karet alam
yang mencakup kerusakan mekanis yang disebabkan oleh sel-sel tumbuh. Pengaruh
enzimatik langsung merusak struktur karet dan efek biokimia sekunder yang
disebabkan oleh zat di dalam tanah, selain enzim yang secara langsung dapat
mempengaruhi karet atau mengubah kondisi lingkungan, kondisi pH atau redoks juga
substrat untuk pertumbuhan yang mampu beradaptasi dengan substrat lain dari waktu
reaktivitas katalitik terhadap karet. Perubahan enzim ini dapat disebabkan oleh
perubahan pH, suhu, dan aditif kimia lainnya (Lake, 2013). Faktor yang
1. Suhu
6. Curah hujan
7. Ukuran
alam berpengisi tepung kulit pisang yang telah diputihkan dengan hidrogen
persentase kehilangan berat yang paling besar adalah karet alam dengan pembebanan
pengisi 10 bsk. Persentase kehilangan berat yang paling kecil adalah lateks karet
alam yang tidak berpengisi. Penambahan pembebanan tepung kulit pisang yang
pemupukan lebih cepat dibanding produk yang tanpa pemupukan (Kamil et al,
sebagai sumber karbon dan diuraikan oleh mikroba (Kamil et al, 2012).
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol.
Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Tabel 2.5
memiliki tingkat kepolaran yang lebih baik dibandingkan amida lainnya karena
alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi atau poliol. Tahap awal dari reaksi
ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya
penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera
larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga
palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached
memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kecoklatan serta mudah
dipucatkan.
senyawa amida tersier yang diperoleh melalui proses sintesa amidasi yaitu dengan
mereaksikan asam – asam lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit
pelarut CH 3 OH dan katalis CH 3 ONa pada kondisi refluks dan setelah tercapai reaksi
lemak tersebut memiliki sifat gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya
yang panjang bersifat non – polar sedangkan gugus sangat polar amidanya bersifat
tepung kulit singkong dapat dipakai sebagai penguat alternative dengan efisien
penguatan yang lebih baik. Untuk meningkatkan efek penguatan dari pengisi terhadap
perubahan lateks karet alam dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan
penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi
dengan senyawa – senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau lateks
karet alam.
kompon karet alam berpengisi silika, peningkatan laju pematangan tersebut dari
kompon karet alam berpengisi silika disebabkan oleh senyawa yang bersifat basa.
Senyawa yang bersifat basa tersebut dapat mempercepat proses pemantangan atau
untuk film polyethlene, penolak air untuk tekstil, pelapisan kertas, agen pelepas
cetakan, pelumas aditif, tinta cetak aditif dan agent penghilang busa (Salleh et al,
2001) dan juga sebagai penyerasi pada lateks karet alam (Harahap, 2015; Tambunan
et al, 2015)
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang
1. Dietanolamina (C 4 H 11 NO 2 )
2. Aquadest (H 2 O)
Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam
5. Sulfur (S)
6. Kloroform (CHCl 3 )
10. Alkanolamida
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang
sebagai berikut:
1. Rotary Evaporator
2. Oven
3. Hot Plate
4. Neraca Analitik
5. Refluks Kondensor
6. Termometer
7. Selang
8. Magnetic Stirer
9. Labu Leher Tiga
10. Gelas Ukur
sebagai berikut:
1. Neraca Analitik
2. Oven
3. Blender
1. Vessel Flask
2. Cawan Penguap
3. Stirrer
4. Penangas Air
5. Termometer
6. Neraca Elektrik
7. Plat Seng
8. Oven
Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam
dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida.
Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif terdiri dari campuran lateks
antioksidan dan pengisi seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini.
campuran lateks karet alam, air dan alkanolamida seperti yang ditunjukkan pada tabel
Tabel 3.2 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dan Tepung Kulit Singkong
Bahan Persentase (gram)
Tepung Kulit Singkong 0 5 10 15 20
Alkanolamida 0 2,5 2,5 2,5 2,5
Air 100 92,5 87,5 82,5 77,5
biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong
Ya
Ya
Diambil lapisan atas dan ditambahkan
natrium sulfat anhidrat, kemudian
didiamkan selama ± 45 menit
Ya
Residu yang diperoleh dianalisa
dengan analisa FTIR
Selesai
Flowchart pembuatan tepung kulit singkong dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Selesai
Mulai
Tidak
Apakah tepung kulit singkong
telah terdispersi semua ?
Ya
Selesai
Mulai
Didispersikan
kembali
Ya
Tepung kulit singkong telah terdispersi dengan baik
Selesai
Flowchart Analisis kandungan padatan total (TSC) lateks karet alam dapat
Mulai
Tidak
Apakah massa yang diperoleh
telah konstan ?
Ya
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Lateks Karet Alam
Flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Tidak
Apakah tes kloroform telah
mencapai tingkat 3 ?
Ya
Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan
didiamkan selama ± 24 jam
Tidak
Selesai
Mulai
Ya
Selesai
Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
Mulai
Tidak
Selesai
Mulai
ya
Selesai
Mulai
Produk film lateks karet alam ditanam dalam tanah dengan pemberian
pupuk NPK dengan kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama 14
minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu
Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?
ya
Selesai
Mulai
Produk film lateks karet alam digantung di bawah terik matahari dan
dibiarkan selama 14 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu
Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?
ya
Selesai
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk lateks karet
alam yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk
lateks karet alam. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban
Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk
pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian
terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit,
kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan
spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan
mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink
density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga
massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan
(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r r− χ .Vr2 ] ......................................(3.1)
2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )
Dimana :
V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan 2.3 berikut
ini [44].
Wd / ρ d
Vr = .........................................(3.2)
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol
Dimana :
yaitu berupa :
4. Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi
alkanolamida
pemupukan
pemupukan
10. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan berpengisi tepung
pemupukan
tanpa pemupukan
13. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida
14. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan cara pemupukan.
Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak
terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru
dalam produk lateks karet alam tanpa biodegradasi dengan terbiodegradasi dengan
Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada.
yaitu berupa :
Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat morfologi tepung kulit
singkong, morfologi penyebaran pengisi dalam lateks karet alam dengan dan tanpa
metanol pada suhu 60 – 70 oC. Rendemen ester amida 84,7 %. Hasil yang diperoleh
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3417,86 cm-1, 2924,09 cm-1,
2854,65 cm-1, 1627,92 cm-1, 1558,48 cm-1, 1465,90 cm-1, 1373,32 cm-1, 1072,42 cm-1
diperkuat oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 merupakan
vibrasi bending (O-H). Hal ini didukung dengan munculnya pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 1072,42 cm-1 merupakan vibrasi streaching (C-O) dari (C-C-O)
alkohol primer. Serapan khas dari gugus karbonil amida tersier yang terbentuk oleh
serapan kuat uluran (C=O) sebagai pita amida I dan serapan uluran (C-N) sebagai pita
amida II, masing – masing pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 dan 1558,48 cm-1.
Serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 melebar pada bilangan gelombang
2854,65 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi streaching (C-H) sp3 yang
didukung dengan vibrasi bending pada daerah 1465,90 cm-1. Munculnya pita serapan
pada bilangan gelombang 717,52 cm-1 menunjukkan puncak vibrasi rocking (CH 2 ) n
alkanolamida diperoleh dari proses sintesa amidasi dengan mereaksikan asam – asam
lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit seperti RBDPS (Refined
katalis CH 3 ONa pada kondisi refluks, kemudian dipisahkan dengan mencuci larutan
NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter. Setelah tercapai reaksi
yang sempurna, pelarutnya diuapkan dengan rotari evaporator dan diperoleh 2 lapisan
antara gliserol (padatan) dan senyawa alkanolamida yang berwarna coklat dengan
H2C OH
O CH 3 -CH 2 -OH
3CH 3 -(CH 2 ) 14 -C-N + HC OH
CH 3 -CH 2 -OH
H2C OH
(RCN(CH3CH2OH)2)
(C3H8O3)
Alkanolamida
Gliserol
HN(CH 2 CH 2 OH) 2 . Molekul – molekul amida asam lemak tersebut memiliki sifat
gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya yang panjang dan bersifat non –
ini untuk meningkatkan efek penguatan terhadap produk lateks karet alam
termodifikasi. Efek penguatan dari produk lateks karet alam termodifikasi dengan
bertindak sebagai bahan aditif, untuk meningkatkan interaksi antara pengisi dengan
Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam, produk lateks karet
alam berpengisi tepung kulit singkong, produk lateks karet alam dengan penyerasi
alkanolamida dan produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
* 3032,10 cm-1 : regang N-H; * 1662,64 cm-1 : regang cincin aromatik (C=C)
-1
* 1581,63 cm : regang amina * 1076,28 cm-1 : regang alkana (CH 2 )
Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Lateks Karet Alam Dan Lateks Karet Alam
Termodifikasi
terdapat perubahan pada gugus fungsi produk lateks karet alam. Terdapat puncak
H. Puncak serapan O-H melebar pada bilangan gelombang 3290,56 cm-1 dan tumpang
tindih dengan gugus C-H pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1 serta gugus C-H sp3
pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal
ini didukung dengan adanya bilangan gelombang 1662,64 cm-1 pada gugus C=C,
merupakan gugus lateks karet alam. Munculnya perubahan gugus C-H pada bilangan
gelombang 1593,20 cm-1, (CH 2 ) n alkena pada bilangan gelombang 837,11 cm-1 dan
CH sp3 alkana merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal ini didukung adanya
serapan pada gugus C-O pada bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Mekanisme reaksi
lateks karet alam dengan bahan – bahan kuratif, ditunjukkan pada Gambar 4.4.
silang sulfur dengan polimer karet. Bahan pencepat dengan sulfur berinteraksi
terhadap panas untuk membentuk agen sulfur aktif (R-S x -S x -R). Rantai polimer karet
(RH) berinteraksi dengan sulfur aktif untuk membentuk group polisulfida terminal
oleh akselerator. Group polisulfida berinteraksi dengan rantai polimer lainnya untuk
membentuk ikatan sulfur dengan polimer karet. Pada penelitian ini menggunakan
pencepat merupakan akselerator pada lateks karet alam. Penambahan bahan – bahan
pencepat untuk meningkatkan produk lateks karet alam yang dihasilkan lebih elastis
dan kuat.
S S S S
S S + KOH + N S + Zn=O
S S S Zn N
S S
Sulfur Accelerator (KOH dan ZDEC)
R Sx Sx R
CH 3 CH 3
[ CH 2 CH C CH 2 ] [ CH 2 CH C CH 2 ]
S x-1 K+OH-
+ NR
H2O
H2O CH 3
CH 3 [CH 2 C CH CH 2 ]
[ CH 2 CH C CH 2 ] H2O
S x-1 S x-1
S x-1 CH 3
[ CH 2 C CH CH 2
]
[ CH 2 CH C CH 2 ]
CH 3
CH 3 CH 3
[ CH 2 CH C CH CH 2 CH C CH ]
S x-1
Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Bahan Kuratif
(Stelescu. M. D et al., 2010)
tepung kulit singkong menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada gugus fungsi
produk lateks karet alam. Puncak serapan pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1
menunjukkan gugus OH merupakan rantai selulosa dan lignin pada kulit singkong.
Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1
bersifat polar dan telah berikatan dengan gugus O-H pada kulit singkong, sehingga
menghasilkan C=O (eter) pada bilangan gelombang 1666,50 cm-1. Munculnya vibrasi
C-H sp3 pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1. Munculnya puncak serapan kuat
merupakan gugus (CH 2 ) n pada bilangan gelombang 840,96 cm-1 untuk tekukan
(bending).
Gambar 4.5 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Dan
Bahan Kuratif (Abraham et al., 2013)
pengisi selulosa kulit singkong dan agen sambung silang (crosslinking agents) seperti
sulfur (S) dan zink oksida (ZnO). Reaksi antara sulfur dan lateks karet alam
membentuk ikatan sambung silang dan membuat putusnya ikatan rangkap C=C.
Selain pembentukan ikatan sambung silang tersebut, selulosa kulit singkong juga
membentuk ikatan yang baru dengan zink oksida (ZnO) membentuk Zn-cell complex.
Oleh karena adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complex tersebut,
bahan kuratif dan selulosa kulit singkong dapat terdispersi dalam lateks karet alam
dan membentuk interaksi kimia (chemical bonding) yang kuat satu sama lain. Selain
mempercepat reaksi sambung silang dan mempercepat putusnya ikatan rangkap C=C
dalam lateks karet alam. Bahan pencepat berperan penting dalam mengikutsertakan
bahan pengisi selulosa kulit singkong dalam jaringan sambung silang (crosslink
Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam dengan penyerasi
karet alam dengan penyerasi alkanolamida. Munculnya puncak serapan gugus O-H
pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang
3294,42 cm-1. Melebarnya gugus O-H sehingga munculnya keberadaan gugus N-H
pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1. Hal ini karena adanya senyawa alkanolamida
yang menurunkan peptida (N-H) dalam protein produk lateks karet alam yang
diperkuat dengan gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1. Munculnya
keberadaan lignin dan hemiselulosa. Munculnya perubahan gugus C=O amida pada
bilangan gelombang 1662,64 cm-1 dan tekukan C-N pada bilangan gelombang
1581,63 cm-1 merupakan pita amida I dan pita amida II pada lateks karet alam. Reaksi
dengan alkanolamida yang ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) pada
bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Munculnya puncak serapan yang kuat yang
rantai hidrokarbon alkil rantai panjang pada bilangan gelombang 833,25 cm-1.
Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
gugus fungsi produk lateks karet alam termodifikasi. Munculnya puncak serapan
gugus O-H pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1 merupakan gugus fungsi utama
selulosa pada kulit singkong. Munculnya gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang
2360,87 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1 dimana pengisi
tepung kulit singkong telah terdispersi pada lateks karet alam. Hal ini disebabkan
gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1 dan senyawa alkohol
bersifat polar, yang berikatan dengan gugus O-H pada gugus kulit singkong sehingga
menghasilkan eter. Perubahan gugus C=O amida pada bilangan gelombang 1743,65
cm-1 merupakan adanya alkanolamida. Munculnya gugus eter (C-O-C) pada bilangan
gelombang 1666,50 cm-1 merupakan dispersi tepung kulit singkong dan modifikasi
penyerasi alkanolamida. Hal ini ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) dan
tekukan (bending).
Gambar 4.6 menunjukkan analisis SEM pengisi tepung kulit singkong dengan
ayakan yang berukuran 100 mesh dan perbesaran 3000x. Hasil analisis SEM
menunjukkan bahwa terdapat partikel berukuran 4,02 µm, 5,01 µm dan 7,30 µm pada
struktur permukaan tepung kulit singkong. Struktur permukaan memiliki bentuk yang
tidak teratur dan ukuran partikel – partikel pengisi tepung kulit singkong yang
berbeda.
Pengaruh suhu vulkanisasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
vulkanisasi 20 menit dan penambahan tepung kulit singkong pada densitas sambung
silang (crosslink density) produk lateks karet alam. Densitas sambung silang
silang (crosslinking) yang terjadi dalam produk lateks karet alam. Sambung silang
kuat.
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai densitas sambung silang pada suhu
vulkanisasi 120 °C lebih besar dibandingkan pada suhu vulkanisasi 100 °C untuk
semua variasi penambahan pengisi tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan karena
pada suhu vulkanisasi yang lebih tinggi, jumlah partikel-partikel seperti bahan
kuratif, pengisi dan alkanolamida akan lebih mudah berdifusi dalam produk lateks
karet alam dan meningkatkan terjadinya ikatan sambung silang. Nilai densitas
sambung silang (crosslink density) dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu
100 oC sebesar 6,582 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) namun tanpa pengisi (0 gram)
sebesar 5,101 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet), lebih kecil dibandingkan dengan
penambahan pengisi. Sedangkan pada suhu 120 oC sebesar 7,166 (Mc-1 x 10+5 g
mol/g karet) dan tanpa pengisi sebesar 5,892 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet).
hingga 10 gram tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan alkanolamida merupakan
senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi (co-curing agent). Nilai
densitas sambung silang (crosslink density) pada pengisi 10 gram pada suhu 120 oC
sebesar 7,847 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar
7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Namun penambahan pengisi lebih lanjut (diatas 10
gram pengisi) menurunkan nilai densitas sambung silang produk lateks karet alam.
Hal ini disebabkan karena alkanolamida dapat melarutkan bahan kuratif seperti sulfur
dan partikel pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam. Nilai
pada suhu 100 oC sebesar 7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar
7,408 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC
sebesar 6,587 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar 7,056 ((Mc-1 x
10+5 g mol/g karet). Tepung kulit singkong memiliki sifat dapat menyerap jumlah
Tabel 4.1 Nilai Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet
Alam Dan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Suhu 100 (oC) Suhu 120 (oC)
Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi Pengisi
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
Gram gram gram gram gram gram gram gram gram gram
5,102 6,583 7,447 7,374 6,587 5,891 7,167 7,993 7,408 7,056
(tensile strength) produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
penyerasi alkanolamida. Uji tarik dilakukan sesuai dengan ASTM D412. Kekuatan
(tensile strength) produk lateks karet alam termodifikasi dengan waktu vulkanisasi 20
menit. Kekuatan tarik akan mencapai nilai maksimum pada nilai densitas sambung
silang yang paling besar. Hal ini disebabkan karena reaksi sambung silang akan
menahan sebagian besar gaya yang diberikan pada produk lateks karet alam. Semakin
banyak reaksi sambung silang yang terjadi, maka semakin banyak gaya yang
diperlukan untuk memutuskan produk lateks karet alam. Hal ini dibuktikan dengan
nilai kekuatan tarik optimum terdapat pada penambahan 10 gram pengisi pada suhu
120 oC sebesar 19,983 MPa dan suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 17,932 MPa.
Nilai kekuatan tarik dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu 100 oC
sebesar 16,941 MPa namun tanpa pengisi (0 gram) sebesar 15,584 MPa. Sedangkan
pada suhu 120 oC sebesar 18,538 MPa dan tanpa pengisi sebesar 16,836 MPa. Hal ini
produk lateks karet alam. Nilai kekuatan tarik juga menurun seiring dengan
bertambahnya bahan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram yang ditunjukkan
dengan menurunnya nilai densitas sambung silang. Nilai kekuatan tarik dengan
penambahan pengisi 15 gram pada suhu 100 oC sebesar 16,826 MPa dan suhu 120 oC
sebesar 17,842 MPa. Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC sebesar 14,732
MPa dan suhu 120 oC sebesar 15,723 MPa. Nilai kekuatan tarik dapat dipengaruhi
oleh jumlah partikel – partikel dalam fasa campuran lateks karet alam, pengisi dan
Gambar 4.9 Skema Fasa Di Dalam Campuran Lateks Karet Alam Dengan Bahan
Pengisi Dan Pendispersi (Boondamnoen et al, 2010)
Gambar 4.9 menunjukkan hubungan antar fasa di dalam campuran lateks karet
alam, fasa kompatibilitas berpengisi tepung kulit singkong dan fasa pendispersi
permukaan fasa lateks karet alam dan fasa terdispersi. Hal ini untuk meningkatkan
adhesi antar fasa antara jumlah partikel pengisi dan lateks karet alam dengan
menyebabkan cacat pada permukaan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan
putus (elongation at break), produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
dalam produk lateks karet alam akan membuat nilai pemanjangan saat putus semakin
menurun. Hal ini disebabkan kulit singkong masih mengandung lignin yang dapat
memberikan kekakuan (stiffening effect) pada produk lateks karet alam. Penambahan
sebesar 983,037 % sedangkan suhu vulkanisasi 120 oC 998,006 % dan tanpa pengisi
1004,74%. Nilai pemanjangan putus 10 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar
karena pembentukan ikatan fisik antara partikel pengisi dengan rantai lateks karet
alam menyebabkan kekakuan pada lateks karet alam dan dapat menurunkan
regangan. Nilai pemanjangan putus pada pengisi 15 gram pada suhu vulkanisasi 100
o
C sebesar 867,934 % dan suhu vulkanisasi 120 oC 934,834 % sedangkan pada
pengisi 20 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 783,374 % dan suhu
selulosa yang dapat memberikan efek kekakuan pada produk lateks karet alam. Nilai
densitas sambung silang pada suhu vulkanisat yang lebih tinggi akan meningkatkan
terjadinya reaksi sambung silang dan pembentukan ikatan sambung silang yang
termodifikasi.
Patahan produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi
tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 4.11
dibawah ini.
4,30 µm 3,00 µm
1,90 µm 4,20 µm
2,91 µm
4,50 µm
3,22 µm
1,00 µm Zona kosong
6,70 µm
12,3 µm
4,42 µm
6,00 µm
4,20 µm 4,10 µm 5,92 µm
d. T 100 PLKA, TKS 5 Gram & P e. T 120 PLKA, TKS 5 Gram & P f. T 120 PLKA,
TKS 10 Gram & P
Partikel karet+pengisi+penyerasi
Partikel karet+pengisi+penyerasi
5,84 µm 7,04 µm
4,10 µm
3,86 µm
6,44 µm
3,12 µm 3,70 µm 2,94 µm
5,96 µm 6,06 µm
g. T 120 PLKA, TKS 15 Gram & P h. T 120 PLKA, TKS 20 Gram & P
Gambar 4.11 (a) terlihat hasil analisis SEM produk lateks karet alam
menunjukkan ukuran partikel yang berbeda dengan perbesaran 3000x pada suhu 120
karet alam hanya sedikit. Gambar 4.11 (b) terlihat morfologi produk lateks karet alam
dengan penyerasi alkanolamida dengan perbesaran 3000x pada suhu 120 oC, terdapat
ukuran partikel karet yang berbeda dan adanya zona kosong yang memperkecil luas
karet alam yang mengakibatkan penurunan sifat fisik dari produk lateks karet alam.
Gambar 4.11 (c) terlihat morfologi produk lateks karet alam dengan pengisi
tepung kulit singkong 10 gram pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
3000x, terlihat bahwa adanya partikel pengisi tepung kulit singkong pada lateks karet
alam. Namun pengisi tidak terdispersi dengan baik dan cenderung mengalami
aglomerasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan sifat kepolaran antara pengisi dan
lateks karet alam. Gambar 4.11 (d) terlihat morfologi produk lateks karet alam
pengisi 5 gram dan suhu vulkanisasi 100 oC dengan perbesaran 3000x, terdapat
ukuran partikel hampir sama besar dan adanya zona kosong yang menyebabkan
pengisi tepung kulit singkong tidak terdispersi dalam lateks karet alam dengan
sempurna. Hal ini menyebabkan tingkat penguatan menurun dalam interaksi antara
lateks karet alam dengan pengisi karena tidak memiliki kekuatan antarfasa yang baik.
Gambar 4.11 (e) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 5 gram
TKS dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
alam dengan penambahan senyawa alkanolamida hingga 2,5%. Hal ini disebabkan
kuratif dan pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam.
Gambar 4.11 (f) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 10 gram TKS
dan penyerasi alkanolamida, dengan ukuran yang sama besar pada pada suhu
interaksi antara lateks karet alam dengan pengisi dapat meningkatkan permukaan
patahan yang mulus pada penguatan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan
interaksi antara pengisi dan lateks karet alam dapat menembus masuk ke dalam
permukaan yang meningkatkan kekuatan antarfasa antara lateks karet alam dan
pengisi TKS. Gambar 4.11 (g) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi
15 gram dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
permukaan produk lateks karet alam. Gambar 4.11 (h) terlihat morfologi produk
lateks karet alam berpengisi 20 gram dan penyerasi alkanolamida, pada suhu
o
vulkanisasi 120 C dengan perbesaran 3000x menunjukkan terjadi aglomerasi
(penggumpalan) yang meningkat pada produk lateks karet alam dan memperlihatkan
permukaan yang lebih kasar dan aglomerasi yang terbentuk lebih besar dibandingkan
dan pembebanan pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks
karet alam termodifikasi dengan proses tanpa pemupukan. Proses penanaman tanpa
minggu dan ditimbang seminggu sekali untuk memperoleh produk akhir dari produk
Gambar 4.12 (a,b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Proses Penanaman Tanpa Pemupukan
1 minggu hingga 14 minggu cenderung meningkat pada suhu 100 oC dan 120 oC.
Produk lateks karet alam tanpa pengisi menunjukkan kehilangan berat yang paling
kecil dibandingkan dengan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi. Hal
ini karena produk lateks karet alam tahan terhadap serangan mikroorganisme.
tanpa pengisi (0 gram). Hal ini disebabkan pengisi yang digunakan merupakan
karet alam.
lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi laju biodegradasi produk
lateks karet alam. Hal ini disebabkan tepung kulit singkong mudah berinteraksi
mikroba, sehingga biodegradasi akan menurun. Laju dan lama biodegradasi karet
dipengaruhi oleh kandungan pengisi tepung kulit singkong sebagai sumber karbon
dan energy bagi mikroba di dalam tanah dalam berinteraksi dengan lingkungan.
pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam
kedalaman tanah 20 cm dari permukaan tanah dan ditimbang secara berkala selama
seminggu sekali, untuk memperoleh produk akhir dari produk lateks karet alam.
Gambar 4.13 (a.b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan NPK
minggu terhadap persentase berat yang hilang. Secara keseluruhan produk lateks
berat yang paling besar pada suhu 120 oC dibandingkan dengan suhu 100 oC. Hal ini
termodifikasi yang tahan terhadap serangan mikroba basilus sp, bakteri, jamur dan zat
yang tidak berbahaya di dalam tanah, sehingga berat yang hilang produk lateks karet
alam menurun. Degradasi produk lateks karet alam termodifikasi dengan penyerasi
alkanolamida yang dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK didalam tanah dengan
terkoyaknya permukaan produk lateks karet alam termodifikasi dengan warna gelap
kehitaman.
dengan penambahan pengisi 0 gram. Penambahan beban pengisi hingga 10 gram juga
meningkatkan laju biodegradasi. Hal ini karena penambahan pupuk NPK di dalam
tanah mengakibatkan jumlah nutrisi dalam tanah lebih banyak, sehingga jumlah
mikroba basillus sp yang membantu proses degradasi dalam tanah lebih cepat
menyerang permukaan produk lateks karet alam yang memutus rantai polimer. Hal
ini karena kemampuan pupuk NPK yang terurai di dalam tanah dengan air, sehingga
bakteri basillus sp, unsur hara mampu menyerang dan mendegradasi produk lateks
karet alam yang termodifikasi. Sedangkan produk karet alam yang tidak berpengisi
memiliki kehilangan berat yang paling kecil. Penguraian pupuk NPK dengan air di
dalam tanah sebelum diserang oleh bakteri ditunjukkan dengan Gambar 4.14.
NH 2 OH + ½ O 2 2HNO NO 2 - NO 2 - + O 2 2NO 3 -
P2O5 + H2O H 3 PO 4
Gambar 4.14 Mekanisme Penguraian Pupuk NPK Dengan Air Didalam Tanah
Peningkatan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi
laju biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi. Hal ini
disebabkan aktivitas mikroba basillus sp pada permukaan produk lateks karet alam
yang berongga dengan adanya celah kecil pada permukaan produk lateks karet alam
karet alam termodifikasi di tanam dengan pemberian pupuk NPK yang sudah terurai
di dalam tanah dengan air. Penambahan pupuk di dalam tanah lebih disukai bakteri
basillus sp dan unsur hara karena mendapatkan nutrisi tambahan dibandingkan tanpa
pemupukan. Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba sehingga
terjadi pemutusan ikatan jaringan karbon yang memutuskan rantai polimer menjadi
monomer – monomernya yang berakibat pada kerusakan sampel produk lateks karet
alam terbiodegradasi secara total akibat pengaruh suhu dan lingkungan. Produk film
lateks karet alam setelah terbiodegradasi di dalam tanah akan berwarna coklat tua
kehitaman.
dengan penyerasi alkanolamida terhadap berat yang hilang pada saat penggantungan
produk di bawah terik matahari. Waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks karet
minggu digantung dibawah terik matahari dan ditimbang secara berkala selama
Gambar 4.18 (a,b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Cara Penggantungan
minggu hingga 14 minggu produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong
termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida pada suhu 100 oC dan 120 oC. Pada
suhu 120 oC produk lateks karet alam lebih cepat terbiodegradasi dibandingkan
dengan suhu vulkanisasi 100 oC. Produk lateks karet alam tanpa pengisi (0 gram) dan
5 gram setelah digantung selama 14 minggu menunjukkan sifat lengket dan lembek
karena perusakan sambung silang oleh oksidasi oksigen dan ultraviolet sinar matahari
Penambahan pengisi lebih lanjut (10 gram, 15 gram dan 20 gram) akan
mengakibatkan produk lateks karet alam lebih cepat rusak karena faktor panas
matahari dan serangan ozon yang menembus permukaan produk lateks karet alam.
Produk lateks karet alam apabila teroksidasi (foto oksidasi) oleh oksigen dan sinar
radiasi dari sinar matahari akan mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, jika
ditarik akan rapuh dan lengket, sehingga degradasi hanya terjadi pada permukaan
produk dan timbul keretakan pada permukaan karet. Semakin banyak pembebanan
warna. Hal ini disebabkan produk lateks karet alam akan gampang putus dan retak
akibat serangan ozon dan sengatan terik matahari yang lansung menembus
permukaan produk lateks karet alam sehingga gampang rapuh dan kehilangan berat.
Gambar 4.17 Mekanisme Reaksi Degradasi Lateks Karet Alam Terhadap Serangan
Ozon Dan Foto Oksidasi (Aguela et al, 2015)
Gambar 4.17 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam terdegradasi oleh
serangan ozon dan foto oksidasi mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap terhadap
produk lateks karet alam. Degradasi oksidasi karena reaksi oksigen (ikatan rangkap)
terhadap ultraviolet sinar matahari. Apabila lateks karet alam teroksida dengan
oksigen yang mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, maka produk lateks karet
alam akan lengket. Sifat lengket karena perusakan sambung silang oleh oksidasi
Gambar 4.18 Morfologi SEM Patahan Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Penggantungan
mengalami perubahan pada permukaan produk. Hal ini karena serangan ozon, ultra
violet dan foto oksida yang menembus permukaan produk lateks karet alam
termodifikasi. Hal ini menyebabkan keretakan yang terjadi pada permukaan produk
lateks karet alam sehingga rentan putus. Hal ini menyebabkan perubahan warna
termodifikasi.
Gambar 4.19 Morfologi SEM Patahan Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Cara Pemupukan
Gambar 4.19 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung
bentuk permukaan dan terdapat zona kosong/lubang pada permukaan produk lateks
karet alam termodifikasi. Hal ini karena adanya subsidi makanan dari penambahan
pupuk NPK dan pengisi organik T.K.S sehingga bakteri Basillus sp dan unsur hara
dapat menyerang permukaan produk lateks karet alam termodifikasi di dalam tanah.
Gambar 4.20 Morfologi SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Tanpa Pemupukan
Gambar 4.20 menunjukkan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung
bentuk permukaan dan gugus fungsi yang tidak begitu besar dibandingkan
Hal ini diambil kesimpulan bahwa produk lateks karet alam termodifikasi mengalami
serangan bakteri dan unsur hara yang tidak terlalu besar karena tidak ada makanan
produk lateks karet alam termodifikasi tanpa pemupukan dengan waktu 14 minggu di
dalam tanah.
karet alam termodifikasi, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus
fungsi yang dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet
alam termodifikasi, gugus fungsi O-H dengan panjang gelombang 3938,64 cm-1
Setelah penanaman pada pengisi 10 gram dengan panjang gelombang 3942,50 cm-1
dan melebar hingga 3541,31 cm-1 dan 15 gram dengan panjang gelombang 3938,64
C-H sp3 pada bilangan gelombang 2515,18 cm-1 dimana pengisi TKS telah terdispersi
pada lateks karet alam. Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan
gelombang 1743,65 cm-1 dan senyawa alkohol bersifat polar yang berikatan dengan
gugus O-H pada gugus kulit singkong sehingga menghasilkan eter. Setelah
penanaman gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2457,31 cm-1. Hal ini
disebabkan gugus C=O (karbonil) pada bilangan gelombang 1670,35 cm-1 dan gugus
vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
gugus bilangan gelombang 1735,93 cm-1 yang menunjukkan serapan C=O (gugus
3278,99 cm-1 dan 3387,00 pada gugus fungsi O-H yang menunjukkan adanya
gugus O-H dari pengisi film yang semakin berkurang. Munculnya puncak serapan
pada 2727,35 cm-1 yang menunjukkan serapan gugus O-H (asam karboksilat) pada
setiap gugus fungsi, adanya serapan gugus C≡C (alkin) pada puncak serapan 2237,43
cm-1, Selanjutnya muncul gugus C=C pada serapan 2036,83 cm-1 Munculnya serapan
pada 1666,50 cm-1 yang menunjukkan serapan gugus C=O (gugus karbonil). Hal ini
menunjukkan adanya ester alkanolamida karena ikatan dari karbonil pada ester
alkanolamida. Munculnya serapan pada 848,68 cm-1 menunjukkan adanya gugus ester
(O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) maka film tersebut dapat terdegradasi.
lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan dengan lateks karet alam
dengan penyerasi alkanolamida pada puncak serapan 2241,28 cm-1 dan 2231,43 cm-1
dimana gugus tersebut merupakan gugus fungsi utama selulosa pada kulit singkong
dan munculnya gugus fungsi O-H yang menunjukkan adanya mikroorganisme yang
terlibat 3541,31 cm-1 dan 3298,28 cm-1 selanjutnya muncul serapan 2040,69 cm-1
yang menunjukkan C≡C dan muncul serapan pada 1678,07 cm-1 menunjukkan gugus
C=C. Hal ini menunjukkan adanya ester alkanolamida karena ikatan dari karbonil
pada ester alkanolamida. Munculnya serapan pada 848,68 cm-1 menunjukkan adanya
gugus ester dan mengindikasikan keberadaan lignin dan hemiselulosa. Adanya gugus
hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) maka film tersebut dapat
terdegradasi.
karet dengan penyerasi alkanolamida, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun
produk lateks karet alam termodifikasi, gugus fungsi O-H sebelum penanaman produk
lateks karet alam termodifikasi dengan panjang gelombang 3942,50 – 3294,42 cm-1.
Setelah penanaman produk lateks karet alam termodifikasi, gugus fungsi menurun
dari 3938,64 cm-1 menjadi 2974,23 cm-1. Sebelum penanaman muncul gugus C-H sp3
pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan
gelombang 2457,31 cm-1 merupakan gugus fungsi utama selulosa pada kulit singkong.
Sebelum penanaman muncul gugus C-H pada bilangan gelombang 3032,10 – 2831,35
cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 2812,21 cm-1 merupakan cis
1,4 isoprena Munculnya perubahan gugus C-O pada bilangan gelombang 1743,65
pada bilangan gelombang 1739,79 cm-1. Munculnya perubahan gugus C=O amida
pada bilangan gelombang 1662,64 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan
gelombang 1662,64 cm-1. Munculnya perubahan gugus C-N pada bilangan gelombang
1581,63 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 1550,77 cm-1
merupakan pita amida I dan pita amida II pada lateks karet alam. Reaksi membentuk
alkanolamida yang ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) pada bilangan
gelombang 1087,85 cm-1 dan setelah penanaman pada bilangan gelombang 1033,85
cm-1. Munculnya puncak serapan yang kuat sebelum penanaman pada gugus (CH 2 ) n
alkena untuk tekukan (bending) merupakan rantai hidrokarbon rantai panjang pada
bilangan gelombang 833,25 cm-1. Setelah penanaman gugus (CH 2 ) n alkena untuk
tekukan (bending) pada bilangan gelombang 744,25 cm-1. Melemahnya ikatan setelah
penanaman produk lateks karet alam dapat terbiodegradasi oleh mikroba. Hal ini
karet, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus fungsi yang
dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet alam, gugus
fungsi O-H sebelum penanaman dengan panjang gelombang 3942,50 – 3290,56 cm-1.
Setelah penanaman gugus fungsi menurun dari 3938,64 cm-1 menjadi 3282,84 cm-1.
Gugus O-H dan C-O pada bilangan gelombang 1076,28 cm-1 menunjukkan adanya
menembus produk lateks karet alam dan menguraikan polisakarida menjadi alkohol.
Sebelum penanaman puncak serapan gugus dengan gugus C-H pada bilangan
gelombang 3032,10 cm-1 dan setelah penanaman menjadi 2808,36 cm-1 merupakan
gugus serta gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 dan setelah
penanaman menjadi 2457,31 cm-1. Hal ini didukung dengan adanya bilangan gugus C-
1593,20 cm-1, (CH 2 ) n alkena pada bilangan gelombang 837,11 cm-1. Setelah
penanaman terdapat gugus C-H pada bilangan gelombang 1546,91 cm-1, (CH 2 ) n
alkena pada bilangan gelombang 744,52 cm-1 merupakan gugus fungsi cis 1,4
isoprena. Melemahnya ikatan setelah penanaman produk lateks karet alam dapat
terbiodegradasi oleh mikroba. Hal ini didukung dengan foto permukaan pada sampel
Gambar 4.23 Hasil FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida
karet alam termodifikasi, tidak ditemukan adanya gugus baru, namun intensitas gugus
fungsi yang dihasilkan menjadi melemah. Sebelum penanaman produk lateks karet
Setelah penanaman gugus fungsi O-H menurun dari 3938,64 cm-1 dan melebar hingga
3217,27 cm-1. Munculnya gugus fungsi sebelum penanaman C-H sp3 pada bilangan
gelombang 2515,18 cm-1 dimana pengisi T.K.S telah terdispersi pada lateks karet
alam. Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1
dan senyawa alkohol bersifat polar yang berikatan dengan gugus O-H pada gugus
kulit singkong sehingga menghasilkan eter. Setelah penanaman gugus C-H sp3 pada
bilangan gelombang 2457,31 cm-1. Hal ini disebabkan gugus C=O (karbonil) pada
bilangan gelombang 1670,35 cm-1 dan gugus C-O pada bilangan gelombang 1381,03
cm-1. Dengan adanya gugus hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester
(COOH) merupakan gugus – gugus yang bersifat hidrofilik yang menandakan bahwa
film mampu terdegradasi dengan baik di dalam tanah. Kemampuan gugus tersebut
dalam mengikat molekul – molekul air yang berasal dari lingkungan mengakibatkan
mikroorganisme dapat memasuki produk lateks karet alam pada saat penguburan dan
semakin tinggi intensitas gugus – gugus yang bersifat hidrofilik maka produk lateks
Gambar 4.24 Hasil Analisis FT-IR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung
Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR lateks karet alam digantung dibawah terik
menunjukkan keberadaan gugus O-H (alkohol) dimana gugus N-H tumpang tindih
pada puncak serapan 3614,60 cm-1. Munculnya puncak serapan 2727,35 cm-1
menunjukkan keberadaan gugus C-H sp3 dan gugus C=C pada bilangan gelombang
2519,03 cm-1 menunjukkan gugus lateks karet alam. Munculnya puncak serapan
2040,69 cm-1 menunjukkan gugus O-H karboksilat dan puncak serapan 1589,34 cm-1
Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR biodegradasi vulkanisat produk lateks karet
puncak serapan pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 menunjukkan gugus O-H dan
tumpang tindih dengan gugus N-H pada serapan 3545,16 cm-1. Munculnya puncak
C-O dan serapan 1666,50 cm-1 dengan gugus C=O. Munculnya serapan 840,96 cm-1
Gambar 4.24 hasil spektrum FTIR biodegradasi vulkanisat produk lateks karet
alam berpengisi tepung kulit singkong terdapat puncak serapan pada bilangan
gugus N-H tumpang tindih pada puncak serapan 2974,23 cm-1. Munculnya serapan
pada panjang gelombang 1370,35 cm-1 dan 1670,35 dimana gugus N-H tumpang
tindih pada puncak serapan 3614,60 cm-1 yang merupakan keberadaan gugus C–O
dari C–OH (alkohol primer). Munculnya puncak serapan pada 2036,83 cm-1 yang
menunjukkan serapan gugus O-H (asam karboksilat) pada setiap gugus fungsi.
Munculnya puncak serapan pada 744,52 cm-1 menunjukkan tidak adanya gugus N-H
diluar bidang. Produk lateks karet alam yang digantung mempunyai kemampuan
untuk mengikat kelembaban dari udara, sehingga produk lateks karet alam yang
dihasilkan lebih cepat terdegradasi karena sinar matahari. Hal ini karena serangan
ozon yang mengakibatkan terbentuknya ozonida yang tidak stabil yang membentuk
produk yang beragam berupa asam, ester, keton, dan aldehida. Kemampuan gugus
hikroksida (O-H), gugus karbonil (C-O) dan ester (COO) dalam mengikat molekul –
menembus produk lateks karet alam termodifikasi sehingga terdegradasi dengan baik
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis spektrum Fourier Transform Infra Red (FT-IR), analisis
lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi dengan penyerasi
penyerasi yang memiliki gugus polar yang termodifikasi dengan pengisi tepung
kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi produk lateks
2. Pengaruh suhu vulkanisasi terhadap sifat – sifat mekanik produk lateks karet
terhadap densitas sambung silang pada pengisi 10 gram dengan suhu 120 oC
sebesar 7,993 (Me-1 x 10-5 g mol/g karet), kekuatan tarik pada pengisi 10 gram
dengan suhu 120 oC sebesar 19,983 MPa dan pemanjangan putus pada pengisi 0
menunjukkan bahwa tampak partikel – partikel dengan ukuran 4,02 µm, 5,01
alkanolamida yang optimum pada pengisi 10 gram dengan suhu 120 oC.
pupuk NPK, tanpa pemupukan dan penggantungan pada suhu 120 oC.
(interfacial adhesion) antara produk lateks karet alam dan pengisi tepung kulit
singkong.
7. Produk lateks karet alam yang terbiodegradasi dengan baik di dalam tanah
dengan pemupukan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah :
1. Perlunya dilakukan uji alerginitas pada produk lateks karet alam untuk
meninjau efek penggunaan produk karet dan uji protein di dalam produk lateks
karet alam.
nano partikel agar bisa dibandingkan hasilnya dengan ukuran 100 mesh.
Awang, Roila, Cheong Kok Whye, Mahiran Basri, Rosnah Ismail, Razmah Ghazali
and Salmiah Ahmad. “Alkanolamides from 9, 10 - Dihydroxystearic Acid”. Journal
of Oil Palm Research, Vol. 18, hal 231 – 238, 2006.
Alalkawi, Hussain J. M, Zainab K. Hantoosh and Raad H. Majid. “The Tensile and
Fatigue Properties of Vulcanized Natural Rubber Under Ambiant Temperatures”
Diyala Journal of Engineering Sciences. Vol. 03, No. 02, hal 16 – 24, 2010.
Akbar Fauzi, Zulisman Anita, Hamidah Harahap “ Pengaruh Waktu Simpan Film
Plastic Biodegradasi Pati Kulit Singkong Terhadapp Sifat Mekanikanya”. Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol. 2. No. 2. 2013.
Ahmad Azizan, Dahlan Hj. Mohd and Ibrahim Abdullah. “Electron Beam
Crosslingking of NR/LLDPE Blends”. Iranian Polymer Journal Vol. 14, No. 6, hal
505-510, 2005.
Abraham, E., Deepa, B., Pothan, L. A., John, M., Narine, S. S., Thomas, S., and
Anandjiwala, R. “Physicomechanical properties of nanocomposites based on
cellulose nanofibre and natural rubber latex”. Cellulose, 20(1), 417-427. 2013
Ahmad Azizan, Dahlan Hj. Mohd and Ibrahim Abdullah. “Electron Beam
Crosslingking of Carbon Black (CB) Filled NR/LLDPE Blends I. Effects of Fileer
Loading”. Journal Sains Nuklear Malaysia. Vol. 20, No. 1&2, hal 70-84, 2002
Berekaa, M. M., Linos, A., Reichelt, R., Keller, U. and Steinbuchel, A. “Effect of
pretreatment of rubber material on its biodegradability by various rubber degrading
bacteria”. FEMS Microbiology Letters 184:199-206. 2000
Dewi Indah Ratna, Herminiwati. “Lateks Karet Alam Untuk Sol Sepatu: Metode
Pembuatan Sifat Mekanik dan Morfologi”. 2014.
Fachry, A Rasyidi, Tuti Indah Sari, Bobi Andika Putra dan Dwi Aji Kristianto.
“Pengaruh Penambahan Filler Kaolin Terhadap Elastisitas dan Kekerasan Produk
Souvenir dari Karet (Havea Brasiliense)”. Prosiding SNTK TOPI. ISSN. 1907 –
0500, 2012.
Muhammad N. H, Ibrahim Abdullah & Dahlan Hj. Mohd. “Effect of Electron Beam
Irradiation on Natural Rubber/Linier Low Density Polyethylene Blends with M-
Phenylenebismaleimide”. Sains malaysiana 40 (7)2011, 685-689, 2011.
M.M. Afiq. A.R. Azura. “Effect of Sago Starch Loadings on Soil Decomposition of
Natural Rubber Latex (NRL) Composite Films Mechanical Properties”. International
biodeterioration & biodegradation. Vol 85, hal : 139 - 149, 2013.
Nuraya A.S. Siti, A.Baharin, A.R. Azura, M.H. Mas Rosemal Hakim, I. Mazlan, M.
Adnan and A.A. Nooraziah “Reinforcement of Prevulcanized Natural Rubber Latex
Film by Banana Stem Powder and Comparison and Calcium Carbonate”. J. Rubb.
Res., Vol. 15, No. 2. hal: 124-140, 2012.
Oladipo J.D, Adams J.D and Akinwande J. T. “Using Cassava Peelings to Reduce
Input Cost of Concrete: A Waste to Wealth Initiative in Southwestern Nigeria”. Vol.
3. No. 4, hal: 511-516, 2013.
Purbaya, Mili, Tuti Indah Sari, Chessa Ayu Saputri dan Mutia Tama Fajriaty
“Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks dan Hubungannya dengan
Susut Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas”. Prosiding seminar Nasional
AvoER ke-3. 2011.
Rho, Ho Sik, Heung Soo Baek, Duck Hee Kim and Ih Seop Chang. “A Convenient
Method for the Preparation of Alkanolamides”. Bull Korean Chem. Soc. Vol. 27. No.
4, hal: 584 – 586, 2006.
Rose S.M.L and Evelise Fonseca Santos. “Studies on the Properties of Rice-Husk-
Filled - PP Composite- Effect of Maleated PP”. Material Research, Vol 12, No.3,
333-338, 2009.
Sarkhel G & Sanjay Manihi, 2013. “Compatibilizier on the Dynamic Mechanical and
Electrical Properties of Kaolin Clay Reinforced EPDM Rubber”. Sains Malaysiana
42(2), 495-501, 2013.
Ugbesia, Stella, M. Sc, Lawrence O. Ekebafe, M.Sc dan M. D. Ayo, M. Sc. “Effect of
Carbonization Temperature of Filler on The Tensile Properties of Natural Rubber
Compounds Filled With Cassava (Manihot Esculenta) Peel Carbon” The Pasific
Journal of Science and Technology. Vol. 12. No. 1, hal: 339-343, 2011.
Ubalua A.O. “Cassava Wastes: Treatment Options And And Value Addition
Alternatives”. African Journal of Biotehnology. Vol. 6. No. 18. pp. 2065-2073. 19
September 2007.
Tabel A.4 Data Hasil Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan
CONTOH PERHITUNGAN
modulus), dan pemanjangan saat putus (elongation at break) telah dihitung oleh
Vr =
Wd / ρ d
(2M C−1 ) =
[− ln(1 − V ) − V
r − χ .Vr2
r ]
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol 2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )
Dimana :
Wsol = Massa pelarut yang terjerap dalam produk lateks karet alam
X toluena = 0,39
dibawah ini :
Tabel LB-1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks
Karet Alam
Rumus Perhitungan Hasil
Wd 0,2208
0,2035 cm3
ρd 1,0848
Wsol 0,9933 – 0,1915
0,9216 cm3
ρsol 0,87
0,2208
Vr 0,1933
0,2208 + 0,9216
1-Vr 1- 0,1933 0,8067
-ln(1-Vr) -ln(0,8067) 0,2148
2 2
(Vr) (0,1736) 0,0301
(Vr)1/3 (0,1933)1/3 0,5782
2 2
-ln(1-Vr) – Vr – X. (Vr) 0,2148 – 0,1933 – 0,39 (0,1933) 0,0069
2. ρ NRL .Vo. (Vr)1/3 2 * 0,932 * 108,5 *(0,5782)1/3 116,9320
[ ]
− ln(1 − V r ) − V r − χ .Vr2 0,0069
5,1018 x 10-5
2.ρ NRL .V0 (V r )
1/ 3
116,9320
karet alam adalah sebesar 5,1018 x 10-5 gram.mol/gram karet. Perhitungan diatas
dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali untuk setiap sampel produk lateks karet alam dan
Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida
Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam
Gambar C.16 Proses Penggantungan Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida
Gambar D.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong
D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida
Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida
Gambar D.5 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Cara Penggantungan
Gambar D.6 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 % Dengan Cara
Penggantungan
Gambar D.7 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Penggantungan
Gambar D.8 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan Cara Penggantungan
Gambar D.9 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan
D.10 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan
Gambar D.10 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan
Gambar D.11 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 10 gram Dengan
Penanaman Tanpa Pemupukan
Gambar LD-12 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida 15 gram
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan
Gambar D.13 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Pemupukan
D.14 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Dengan
Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan
Gambar D.14 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan
Gambar D.15 Hasil FTIR Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Alkanolamida Dengan Cara Pemupukan
D.18 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Dengan Penyerasi Alkanolamida
Gambar D.19 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong
D.20 Hasil SEM Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi Dengan Penyerasi
Alkanolamida