Oleh :
Latar Belakang
Asam sitrat mempunyai edaran penggunaan yang sangat luas dari berbagai
kegiatan, mulai dari bahan makanan sampai industri. Asam sitrat merupakan asam
organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-
jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain
digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan.
Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat
yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup.
Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan
sebagai antioksidan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran,
namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering,
pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia
asam sitrat adalah C6H8O7. Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam
2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat (Ali et al 2002).
Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa
dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Kode asam sitrat
sebagai zat aditif makanan (E number) adalah E330. Garam sitrat dengan berbagai
jenis logam digunakan untuk menyediakan logam tersebut (sebagai bentuk biologis)
dalam banyak suplemen makanan. Sifat sitrat sebagai larutan penyangga digunakan
sebagai pengendali pH dalam larutan pembersih dalam rumah tangga dan obat-
obatan. Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat logam menjadikannya berguna
sebagai bahan sabun dan deterjen. Dengan mengkelat logam pada air sadah, asam
sitrat memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan berfungsi dengan baik
tanpa penambahan zat penghilang kesadahan. Demikian pula, asam sitrat digunakan
untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat penghilang
kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada bahan
penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat. Asam sitrat digunakan di dalam
industri bioteknologi dan obat-obatan untuk melapisi (passivate) pipa mesin dalam
proses kemurnian tinggi sebagai ganti asam nitrat, karena asam sitrat dapat menjadi
zat berbahaya setelah digunakan untuk keperluan tersebut, sementara asam sitrat
tidak. Asam sitrat dapat pula ditambahkan pada es krim untuk menjaga terpisahnya
gelembung-gelembung lemak. Dalam resep makanan, asam sitrat dapat digunakan
sebagai pengganti sari jeruk (Mangunwidjaja et al 1994).
Pada saat ini asam sitrat diproduksi secara komersial menggunakan strain
mutan A. niger, dan dengan jumlah yang signifikan oleh Saccharomycopsis
lipolytica, Pencillium simplicissimum dan A. foeitidus. Karbohidrat dan limbah
lainnya yang telah dipertimbangkan, eksperimental, untuk menghasilkan asam sitrat
oleh A. niger termasuk inulin, sirup buah tanggal, tetes tebu, kedelai whey, kumara,
carob pod dan keju whey (El-Holi and Khalaf S. Al-Delaimy 2003). Lebih lanjut,
Sikander Ali, Ikram-ul-Haq, Qadeer, M.A., Javed Iqbal (2002) mengatakan bahwa
tetes tebu/ molases merupakan substrat dasar untuk fermentasi asam sitrat
menggunakan teknik terendam fermentasi. Mengingat pesatnya perkembangan
teknologi dan luasnya kebutuhan asam sitrat pada berbagai sector, maka praktikum
ini penting dilakukan sebagai pengetahuan dasar agroindustri terhadap proses
produksi asam sistrat.
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari produksi asam sitrat baik
dengan kultivasi padat maupun cair.
METODOLOGI
Metode
Hasil fermentasi
2. Pengukuran pH
pH hasil pembacaan pH
meter
3. Biomassa
Kultivasi cair
Ditimbang
Bobot
biomassa
4. Gula Sisa (Metode DNS)
1 ml sampel
Dimasukkan dalam
tabung reaksi bersih
3 ml DNS
Dipanaskan dalam air
mendidih 5 menit
absorbansi
5. Total Asam
10 ml cairan dari
kultivasi cair
NaOH
0,1 N
terstanda
Dititrasi sampai risasi +
terbentuk warna merah indikator
muda PP 3
tetes
Hasil ml titrasi dihitung
Dicampur
Ditambah aquades
sampai terendam
Hasil fermentasi
7. Uji Asam Sitrat
10 gram sampel
Dimasukkan erlenmeyer
300 ml
Aquades
200 ml Dipanaskan hingga mendidih
Diambil filtrat 10 ml
Dilakukan perhitungan
kandungan asam sitrat
Hasil titrasi
PEMBAHASAN
Hasil
[Terlampir]
Pembahasan
Asam sitrat merupakan asam organik yang larut dalam air dengan citarasa
yang menyenangkan dan banyak digunakan dalam industri pangan, kosmetik,
farmasi dan lain-lain. Industri makanan dan farmasi menggunakan asam sitrat
dikarenakan alasan keamanan secara umum, dapat memberikan rasa asam yang
memuaskan, kelarutannya yang tinggi didalam air dan sebagai buffering dan
chelating agent. Untuk industri kosmetik dan wewangian digunakan sebagai
buffering agent. Serta secara luas digunakan sebagai buffering dan chelating agent di
berbagai macam industri (Wehner 1893).
Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)-COH(COOH)-
CH2(COOH), struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-
1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus
karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion
yang dihasilkan adalah ion sitrat (Ali et al. 2001). Berikut adalah struktur kimia
asam sitrat:
Demirel et al. (2004) menyebutkan, Beberapa sifat kimia asam sitrat adalah pada
pemanasan 175oC, asam sitrat berubah menjadi aconitic acid. Aconitic acid jika
ditambah dengan hydrogen berubah menjadi tricarballylic acid. Sifat kedua, pada
pemanasan 175oC jika dieliminasi dengan oksigen dan menghilangkan karbon
dioksida berubah menjadi acetonedicarboxylic acid. Acetonedicarboxylic acid jika
diuapkan karbon dioksidanya berubah menjadi acetone. Sifat ketiga, pada pemanasan
175oC, jika karbon dioksida pada asam sitrat dihilangkan maka berubah menjadi
itaconic acid. Sifat keempat, larutan asam sitrat bila dicampur dengan asam
sulfat atau oksidasi dengan larutan potassium permanganate menghasilkan asam
acetonedicarboxylic. Sifat kelima, pada suhu 35oC, jika asam sitrat dioksidasi dengan
potassium permanganate akan menghasilkan asam oksalat. Sifat keenam, asam sitrat
terdekomposisi menjadi asam oksalat dan asam asetat jika dibakar dengan
potassium hydroxide atau dioksidasi dengan asam nitrit. Sifat ketujuh, asam sitrat
dalam bentuk larutan sedikit korosif terhadap karbon steel dan tidak korosif
terhadap stainless steel. Sifat kedelapan, asam sitrat sebagai asam polybasic dapat
membentuk berbagai macam garam termasuk garam alkali metal dan alkali tanah,
selain itu dapat pula membentuk berbagai macam ester, amida dan acyl klorida.
Beberapa sifat fisik asam sitrat yaitu berbentuk kristal berrwarna putih, tidak berbau,
dan memiliki rasa asam. Pada titik didihnya, asam sitrat terurai (terdekomposisi).
Sifat fisik lainnya terdapat pada tabel berikut:
Siklus asam sitrat merupakan jalur akhir dengan oksidasi dari molekul-molekul
bahan bakar. Selain itu siklus ini bertindak sebagai sumber bahan untuk proses
biosintesa. Siklus dimulai dengan kondensasi antara oksaloasetat (C4) dengan asetil-
KoA (C2) menghasilkan asam sitrat (C6), selanjutnya terjadi isomerisasi membentuk
isositrat (C6). Dua kali proses dekarboksilasi oksidatif (pembentukan CO2)
menghasilkan berturut-turut alfa-ketoglutarat (C5) kemudian suksinil-KoA (C4).
Pemecahan ikatan thioester dari suksinil-KoA menghasikan asam suksinat dan
disertai pembentukan GTP. Selanjutnya asam suksinat (C4) akan dioksidasi menjadi
asam fumarat (C4), yang kemudian akan mengalami hidrasi membentuk malat (C4).
Asam malat akan dioksidasi menjadi asam oksaloasetat kembali. Jadi pada satu kali
putaran siklus asam sitrat, 2 atom C dari asetil-KoA masuk kedalam siklus dan 2
atom C dikeluarkan dari siklus sebagai CO2. Perlu diperhatikan bahwa kedua atom C
yang berasal dari asetil-KoA akan menjadi bagian dari oksaloasetat yang baru,
sedangkan ke 2 atom C yang dikeluarkan sebagai CO2 berasal dari molekul
oksaloasetat. Empat reaksi oksidasi-reduksi dalam siklus ini menghasilkan 3 molekul
NADH dan 1 molekul FADH2 yang oleh oksidasi selanjutnya dalam sistim rantai
respirasi dapat menghasilkan 11 molekul ATP. Satu molekul ATP lainnya dihasilkan
dari GTP dalam reaksi yang dikatalisi enzim fosfokinase, sehingga total satu kali
siklus ini dapat menghasilkan 12 molekul ATP. Siklus asam sitrat ini hanya
berlangsung dalam keadaan aerobik, sebab keperluannya akan NAD+ dan FAD
hanya bisa terpenuhi apabila sistim antai respirasi berjalan (Ali et al. 2001).
Aspergillus niger merupakan mikroba (fungi) yang sering ditemukan sebagai
kontaminan dalam makanan (black mould). Klasifikasi ilmiahnya sebagai berikut:
Domain : Eukariot
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Subfilum : Pezizomycotina
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : A. niger
Aspergillus niger merupakan fungi dari Ascomycota yang berfilamen,
mempunyai hifa, bercabang-cabang dan bersekat, berwarna terang atau tidak
berwarna, dan ditemukan melimpah di alam. Fungi diisolasi dari tanah, sisa
tumbuhan, dan udara di dalam ruangan. Aspergillus niger tumbuh optimum pada
suhu 35-37°C, dengan suhu minimum 6-8°C, dan suhu maksimum 45-47°C. Proses
pertumbuhan fungi ini adalah aerobik. Aspergillus niger memiliki warna dasar putih
atau kuning dengan lapisan Aspergillus niger tumbuh optimum pada suhu 35-37°C,
dengan suhu minimum 6-8°C, dan suhu maksimum 45-47°C. Proses pertumbuhan
fungi ini adalah aerobik. Aspergillus niger memiliki warna dasar putih atau kuning
dengan lapisan konidiospora yang tebal berwarna coklat gelap. Dalam metabolisme
Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat. Aspergillus niger dapat tumbuh
dengan cepat sehingga banyak digunakan secara komersial dalam produksi asam
sitrat, asam glukonat, dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosida, dan selulosa. Pada umumnya Aspergillus niger dapat ditemui
dimana-mana, terutama pada tanah di daerah tropis dan subtropis serta diisolasi dari
bermacam substrat, termasuk biji-bijian (Schlegel dan Hans 1986).
Terdapat mikroba lain yang mampu menghasilkan asam sitrat, yaitu:
Mikroba Referensi
Fungi
Khamir
Saccharomicopsis lipolytica Ikeno et al. 1975, Maddox et al. 1985, Rane &
Sims 1993.
Bacteria
Meski begitu banyak mikroba lainnya yang mampu menghasilkan asam sitrat,
A. niger tetap menjadi pilihan terbaik karena penanganannya yang mudah,
kemampuannya yang luas untuk fermentasi berbagai bahan baku/substrat, serta
rendemen yang tinggi. Produksi asam sitrat juga bergantung pada strain/galur yang
sesuai, berikut aerasi, sumber nutrisi (karbon, nitrogen, dan fosfat), pH, serta unsur
kelumit (mikromolekul). Morfologi mikroba yang digunakan juga berperan dalam
mengontrol dan membantu pembentukan asam sitrat (Agumeenal 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi dalam produksi asam
sitrat adalah pemilihan strain, konsentrasi substrat, dan beberapa pengaruh kondisi
proses fermentasi yang meliputi temperatur, derajat keasaman, serta luas permukaan.
Dalam proses fermentasi asam sitrat, pemilihan strain yang digunakan harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain murni, unggul, stabil, dan bukan patogen
(Gupta 1976). Konsentrasi substrat dalam proses fermentasi asam sitrat harus diatur
dengan tepat (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Substrat yang terlalu
pekat dapat mengakibatkan naiknya tekanan osmosis. Tekanan osmosis lingkungan
fermentasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sitoplasma sel kehilangan air yang
selanjutnya isi sel akan mengecil dan struktur sel akan hancur. Sedangkan apabila
substrat terlalu encer, akan mengakibatkan laju pertumbuhan menjadi lambat
(Agustian 2005).
Temperatur sangat berpengaruh terhadap proses produksi asam sitrat. Agar
dihasilkan asam sitrat yang tinggi, maka fermentasi harus berlangsung pada
temperatur yang optimal, yaitu berkisar antara 25-30oC. Temperatur yang terlalu
tinggi akan mempengaruhi membran sel mikroorganisme dimana membrane sel akan
menjadi cair, sehingga sel kehilangan strukturnya. Sedangkan, pada temperatur yang
rendah akan menyebabkan membran sel menjadi padat. Hal ini berkaitan dengan
struktur membran yang terdiri dari lapisan lemak dan protein yang akan mengeras
pada temperatur rendah, sehingga proses pemasukan makanan melalui lapisan
membran sel tidak terjadi, selanjutnya dapat menyebabkan kematian dari sel
mikroorganisme tesebut (Surest 2013).
Kandungan gula juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan asam sitrat. Berdasarkan penelitian, 15-25% larutan gula dapat diubah
secara fermentasi. Berdarsarkan penelitian, produksi asam sitrat maksimum biasanya
dicapai pada konsentrasi gula 14-22% (b/v). Sumber karbon yang digunakan juga
berpengaruh pada aktivitas mikroba (Narayana et al 2006).
Untuk keberhasilan proses fermentasi asam sitrat, penting dilakukannya
pengaturan pH. pH optimum untuk fermentasi asam sitrat adalah 3, sedangkan pH
optimum untuk pertumbuhan Aspergillus niger adalah 2,5-3,5. Penurunan pH
menyebabkan produksi asam sitrat berkurang. Hal ini disebabkan pada pH rendah
ion ferosinida lebih toksik bagi pertumbuhan miselium. Pada pH yang tinggi terjadi
akumulasi asam oksalat (Rehman 2003).
Pada metode fermentasi permukaan, faktor luas permukaan juga harus
diperhatikan karena proses fermentasi hanya berlangsung pada permukaan bidang
media, maka untuk mendapatkan hasil yang maksimal, luas permukaan diusahakan
seluas mungkin dengan memperkecil ketebalan cairan (pada media cari) atau
memperkecil ukuran partikel pada media padat (Manfaati 2011). Parameter lain yang
menentukan produksi asam sitrat maksimum adalah adanya oksigen. Oleh karena itu,
proses aerasi saat fermentasi harus dikontrol untuk dapat menghasilkan rendemen
asam sitrat yang maksimum. Kadar oksigen harus antara 20-25%, dengan laju aerasi
0,2-1 vvm (Schlegel dan Hans 1986).
Propagasi merupakan tahap penyesuaian mikroba terhadap lingkungannya
atau ,media tumbuhnya sebelum benar-benar ditanam atau diinokulasikan ke
media tumbuh yang sebenarnya untuk memproduksi bioproduk, termasuk
bioinsektisida. Pada proses propagasi mikroba melakukan penyesuaian secara
fisiologis dan morfologis. Propagasi sebenarnya bertujuan untuk mendapatkan
inokulum yang sehat dan aktif serta dalam jumlah yang mencukupi. Terkadang
dilakukan propagasi ulang untuk mendapatkan sel yang mencukupi untuk
inokulasi ke dalam media fermentasi. Jadi dalam proses propagasi mikroba
mengalami perubahan masaa dan jumlah sel, yaitu semakin banyak. Selain itu
pada proses propagasi juga memfasilitasi biomassa untuk mengaktifkan kembali
fungsi fisiologis maupaun metaboliknya untuk persiapan sebelum inokulasi ke
kultur media fermentasi. Perubahan lingkungan yang terjadi pada saat propagasi
adalah berkurangnya konsentrasi media propagasi, yaitu nutrient broth.
Lingkungan propagasi tidak mengalami perubahan kondisi yang signifikan
karena biomassa sel yang ditanam pada media propagasi hanya melakukan
penggandaan sel dan aktivasi beberapa fungsi fisiologis dan metaboliknya.
Keasaman lingkungan juga tidak berubah secara signifikan (Darwis 2009).
Komponen utama yang dibutuhkan dalam propagasi yaitu, bahan awal,
medium yang sesuai, serta tempat pengkulturan. Medium yang digunakan dalam
propagasi bisa berupa media cair ataupun media padat. Komposisi medium yang
digunakan untuk propagasi meliputi lima komponen utama, yaitu senyawa
anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, serta suplemen
organik. Medium umumnya mengandung nitrat dan kalium. Sumber karbon yang
digunakan bisa berupa glukosa, fruktosa, maltosa, serta sukrosa yang paling
sering digunakan. Vitamin yang sangat penting adalah tiamin. Piridoksin, asam
nikotinat, dan mio-inositol dapat meningkatkan pertumbuhan sel (Murashige dan
Skoog 1962).
Komponen medium propagasi yang digunakan pada praktikum adalah
gula pasir, (NH4)2SO4, KH2PO4, dan ekstrak tauge. Pemberian gula pasir dan
ekstrak tauge digunakan sebagai sumber karbohidrat dan mineral. Pada saat
tauge dipanaskan, terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak menjadi
molekul yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna. (NH4)2SO4 digunakan
sebagai sumber nitrogen, dan KH2PO4 sebagai unsur kelumit yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inokulum. Nitrogen mempengaruhi pembentukan
asam sitrat karena nitrogen tidak hanya penting untuk laju metabolit dalam sel
tetapi juga bagi pembentukan protein sel (Judoamidjojo et al 1989).
Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jenis media, pH media, waktu fermentasi, suhu, aerasi,
dan mikroorganisme yang digunakan. Faktor yang paling menentukan adalah 2
media tumbuh (substrat) dan mikroorganisme yang digunakan (Friedrich et al
1994). Karena media termasuk hal yang mempengaruhi produksi asam sitrat
makan perlu dialakukan media propagasi. Propagasi dilakukan dengan
menyiapkan medium seperti gula pasir, ekstrak tauge, (NH4)2SO4,dan KH2PO4.
Dalam persiapan media terdapat hal yang harus diperhatikan yaitu , komposisi
nutrisi media, kandungan logam, pH, kondisi lingkungan, tipe dan konsentrasi
gula, pengaruh senyawa pengkhelat terhadap ion logam, amonium nitrat, dan
aerasi. Media untuk produksi asam sitrat harus menyediakan semua kebutuhan
zat gizi mikroba, yang meliputi sumber karbon, nitrogen, dan mineral seperti
kalium, fosfor, belerang dan magnesium untuk pertumbuhan Aspergillus niger
sendiri.
Menurut Kubicek dan Rohr (1989), sukrosa baik untuk dijadikan sebagai
sumber glukosa oleh A. niger karena memiliki ikatan intervase miselium
ekstraseluler yang kuat dan aktif pada pH rendah sehingga hidrolisis sukrosa
relatif lebih cepat. Sehingga digunakan gula pasir atau sebagai sumber karbon.
Kemudian medium (NH4)2SO4 memiliki manfaat sebagai penyedia sumber
nitrogen dan juga pembuat kondisi asamyang dibutuhkan oleh Aspergillus niger.
Sedangkan medium KH2PO4 memiliki manfaat sebagai penyedia sumber fosfat.
Pada media fermentasi padat, sumber karbon yang digunakan dalam
proses fermentasi selain gula dapat berupa hasil pertanian. Pada umumnya hasil
samping pertanian dan perkebunan seperti umbi-umbian (misalnya ubi kayu,
talas dan singkong) sirup glukosa yang berasal dari pati yang dihidrolisa dengan
asam, sukrosa, molase (baik dari gula maupun bit), onggok, dedak padi atau
gandum, limbah pengolahan kopi dan limbah pengolahan nenas, bagas, dan
kulit kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon. Penggunaan dedak pada
media padat berfungsi sebagai sumber vitamin, asam amino dan mineral. Pada
dasarnya, vitamin akan berperan dalam pembentukan koenzim, Vitamin B dan
asam amino tertentu diperlukan sebagai factor pertumbuhan mikroorganisme
sedangkan mineral berfungsi sebagai makro-nutrien dan mikro-nutrien dalam
pertumbuhannya.
Menurut Papagianni (1995), bahwa pH mempengaruhi morfologi dan
produktivitas asam sitrat dari A. niger dari hasil data kuantitatif. Morfologi dengan
agregat yang kecil dan filament yang pendek berkaitan dengan meningkatnya
produksi asam sitrat pada pH sekitar 2,0 ± 0,2. Pada pH 1,6 morfologi akan
berkembang abnormal (bulbous hyphae) dan produksi asam sitrat akan menurun
secara drastis. Pada pH 3,0 agregat mempunyai bentuk perimeter yang lebih panjang
danter bentuk asam oksalat. Pada data yang didapat untuk PH dari kelompok ke 0,ke
1, ke 2, ke 3, 4 dan ke 5 adalah 4.4, 3.8, 3.1, 3.2, 5.3, dan 3.8. Data tersebut berarti
menunjukan pada kelompok lima pada hari kelempat, mengalami kenaikan pH
sebesar 5.3 yang menyebabkan kenaaikan hasil asam sitrat dan menurun pada hari
kelima menjadi 3.8, namun jumlah asam sitrat semakin meningkat. Kesalahan ini
dapat disebabkan karena kecerobohan praktikan dan kurangnya keahlian dalam
praktikum kali ini. Pada biomassa yang terbentuk yakni 0.03, 0.88, 0.33, 0.36, 0.44
dan 0.20. Dari data yang didapat total biomassa menunjukan biomassa yang
terbentuk pada pengolahan asam sitrat dan yang terbanyak adalah pada hari ke
empat. Seharusnya biomassa yang terbentuk akan lebih banyak dengan semakin
bertambahnya hari. Kejadian ini dikarenakan kesalahan praktikan dan kurang
termpilnya praktikan.
Pada uji total asam didapatkan hasil yaitu pada hari pertama hingga hari
kelima berturut-turut adalah 0.384, 4.992, 5.952, 5.952, 5.76 dan 6.14 (mg/ml).
Menurut (Mattey 1992), semakin lama pengujian yang dilakukan, maka akan
semakin banyak juga total asam yang terbentuk. Namun, hasil yang didapat terjadi
kesalahan yaitu pada hari ketiga, yakni tidak ada penambahan jumlah total asam dan
pada hari keempat terjadi penurunan jumlah total asam. Hal ini dikarenakan sifat dari
biomassa yang mungkin telah tercemar oleh kontaminan atau mati karena salah
perlakuan yang menyebabkan tidak terbentuknya asam.
Kadar gula (gula sisa) yang diperoleh dari hari ke-0 hingga hari ke-5 berturut
turut adalah 0.007 , 0.893, 1.234, 1.418, 0.578 dan 0.872 (abs). Menurut (Mattey
1992), semakin lama hari maka jumlah kadar gula pada substrat akan berkurang
namun pada data yang didapat terjadi kesalahan dikarenakan jumlah kadar gula yang
naik turun. Ini disebabkan karena kesalah praktikan dalam menghitung dan alat yang
tidak memadai.
Pada kultivasi padat jumlah total asam dari hari ke-0 hingga hari ke-5
berturut-turut adalah 3.84, 5.76, 5.76, 30.72, 7.68, 23.06 (mg/ml). Semakin lama
perlakuan semakin banyak pula total asam yang dihasilkan bila nutrisi dan keadaan
lingkungan sesuai dengan syarat berkembangnya biomassa (Mattey 1992). Namun
pada hasil didapati hasil yang tidak sesuai yaitu pada hari keempat jumlah total asam
menurun hal ini dapat disebabkan karena perlakuan yang salah dan keadaan
lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya biomassa.
PENUTUP
Simpulan
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan
buah tumbuhan. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah
lingkungan dan sebagai antioksidan. Kapang Aspergillus niger merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan banyak digunakan secara komersial dalam
produksi asam sitrat, asam glukonat, dan beberapa enzim seperti pektinase dan
amylase. Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jenis media, pH, media, waktu fermentasi, suhu, aerasi, dan
mikroorganisme yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam
sitrat adalah pemilihan strain, konsentrasi substrat, dan pengaruh kondisi fermentasi
yang meliputi temperatur, derajat keasaman, serta luas permukaan. Pemilihan strain
dalam industry fermentasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu murni,
unggul, stabil dan bukan pathogen. Mekanisme pembentukan asam sitrat seperti
dinyatakan dengan siklus Krebs atau siklus asam trikarboksilat, yaitu bahwa asam
piruvat yang diperoleh ari glukosa menghasilkan Asetil Koa yang berkondensasi
dengan asam oxalo-asetat yang telah terbentuk dalam siklus menghasilkan asam
sitrat.
Kultivasi yang menghasilkan biomassa terbanyak yaitu kultivasi pada hari
pertama dengan pH 3,8. Nilai gula sisa (absorbansi) terbesar yaitu ketika kultivasi
hari ke-3 dengan pH 3,2. Total asam dengan kultivasi menggunakan substrat padat
lebih besar dibandingkan dengan menggunakan substrat cair. Semakin tinggi
produksi biomassa yang dihasilkan maka akan menurunkan jumlah asam sitrat yang
dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi nutrisi maka jumlah asam sitrat yang
diperoleh juga akan semakin tinggi. Aplikasi asam sitrat selain untuk pangan,
digunakan juga dalam industri farmasi dan kimia.
Saran