Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari/Tanggal :

Teknologi Bahan Penyegar Golongan : P1


Dosen : Dr. Indah Yuliasih, S.TP.
Asisten :
1. Candra Kalikapitan F34140064
2. Nadwy Fahlevi Abrar F34140084

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI

Oleh:

Qismah Aunilah F34160011

Havis Muhammad Ridho F34160019

Shinta Dewi F34160020

Rezki Gunadi F34160021


Muhammad Iqbal Muzakki F34160023

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu minuman paling populer di dunia dikarenakan


memiliki kandungan kafein yang dapat memberikan energi lebih ketika bekerja di
malam hari. Selain itu, kopi juga memiliki berbagai macam khasiat, salah satunya
adalah antioksidan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Sifat antioksidan dari kopi
dikarenakan kandungan bahan aktif diantaranya seperti polifenol yang sangat
bermanfaat sebagai antioksidan. Kandungan Polyphenol yang terdapat dalam kopi
dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas gugus hidroksil sehingga tidak
mengoksidasi lemak, protein dan DNA dalam sel. Kandungan polyphenol sebagai
senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan (Pradipta dan Fibrianto
2017).
Komposisi kimia biji kopi tergantung dari jenis kopi, tanah atau tempat
tumbuh, dan proses pengolahannya. Proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk
kopi komersial melewati beberapa tahapan seperti penyangraian (roasted),
pendinginan dan penggilingan (penghalusan). Pengolahan kopi sangat berperan
penting dalam menentukan kualitas dan citarasa kopi (Rahardjo 2012). Aroma dan
cita rasa kopi dalam produk minuman kopi komersial telah banyak dieksplor dan
dikembangkan selama ini. Pemrosesan biji kopi yang paling diakui paling banyak
mempengaruhi pembentukan cita rasa dan aroma produk kopi tersebut adalah
tahap penyangraian.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan menganalisis mutu kopi beras, mengetahui cara


pengolahan kopi bubuk, menganalisis kandungan yang ada didalam kopi bubuk
hasil praktikum, menganalisis kesesuaian kopi bubuk hasil praktikum sebagai
bahan baku pembuatan makanan (coffe chiffon cake, bolu kukus kopi, dan bika
karamel kopi) berdasarkan uji organoleptik (uji kesukaan) serta mengetahui hasil
seduhan kopi bubuk menggunakan brewing machine.

METODOLOGI
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah milimeterblock, jangka sorong, plastik, alat


grinding, timbangan, kuali, kompor, labu aerasi, erlenmeyer, gelas piala, labu
ukur, pipet, penangas air, oven, desikator, brewing machine, gelas, whisk, wadah
(baskom), loyang, mixer, cetakan bolu, sendok. Bahan yang digunakan adalah
kopi beras, tepung terigu, gula pasir, baking powder, garam, telur, susu cair, kopi
bubuk, minyak sayur, tepung maizena, kental manis, air panas, vanili, sp, soda
kue, margarin.
Metode
a. Analisa mutu kopi beras
Kopi beras

Kopi dipilah menurut kelompoknya

Hasil pemilahan ditimbang

Hasil

Kopi beras

Kopi dipilah berdasarkan kerusakannya

Hasil pemilahan ditimbang

Hasil

b. Pengolahan sangrai
Kopi beras

Kopi beras robusta disangrai selama 30 menit di kuali

Hasil
c. Pengolahan Kopi Bubuk
Kopi yang
sudah disangrai

Digiling

Ditimbang

Hasil
d. Uji VRS
1 g contoh

Dimasukkan ke dalam labu aerasi “VRS apparatus”

Ditambahkan 10 ml KMnO4 0,02 N ke dalam labu reaksi

Dipasang alat VRS selama 40 menit

Tambahkan H2SO4 6 N dan 3 KI 20% ke dalam tabung aerasi

Labu aerasi diisi lalu dituang ke Erlenmeyer, dan dibilas juga

Titrasi dengan Na2S2O3 0.02 N dengan indikator kanji yang ditambahkan pada labu aerasi

Hasil
e. Uji Kadar Sari

2 g contoh

Dimasukkan ke gelas piala dan ditambahkan 200 ml air mendidih, didiamkan 1 jam

Larutan contoh disaring ke labu ukur 500 ml, dibilas dengan air panas sampai larutan jernih

Diamkan sampai suhu kamar, tambahkan air sampai tepat pada garis

Larutan dipipet 50 ml ke pinggan porselin

Dipanaskan di penangas air sampai kering, dimasukkan ke oven, 105℃ selama 2


jam

Dinginkan di desikator dan ditimbang hingga bobot tetap

Hasil
f. Produk Olahan Kopi (Minuman kopi)

Kopi bubuk dengan waktu


sangrai 30 menit dan 15 menit

Masing-masing diseduh dengan brewing machine

Tiap seduhan dibagi menjadi 3 gelas dengan 3 perlakuan berbeda

Gelas pertama tanpa tambahan apapun, gelas kedua ditambahkan


gula cair, dan gelas ketiga ditambahkan gula cair dan creamer

Hasil
Dilakukan uji organoleptic dengan 12 panelis

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

[Terlampir]

Pembahasan

Kopi merupakan salah satu komoditi subsektor pertanian. Kopi merupakan


produk yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Menurut International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan
negara penghasil kopi terbanyak ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Kopi
merupakan spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family
Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi terdiri dari beberapa jenis, yaitu kopi robusta,
arabica, dan liberica (Sitanggang 2013). Kopi khususnya jenis robusta
mengandung senyawa alkaloid, tannin, saponin dan polifenol. Senyawa polifenol
yang dominan ada pada kopi adalah asam klorogenat dan asam kafeat. Jumlah
asam klorogenat mencapai 90% dari total fenol yang terdapat pada kopi atau 9,0
g/100 g. Ekstrak kopi memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat
aktivitas senyawa radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrihidrazil. Ekstrak kopi memiliki
aktivitas antioksidan dengan parameter IC50 pengujian DPPH sebesar 55.13 ppm
(Wigati et al. 2018)
Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di
dunia. Konsumsi kopi di Indonesia terus meningkat sebesar 36% dari tahun 2010-
2014 dengan konsumsi 1.03 kg/kapita/tahun pada tahun 2014 (AEKI dalam
Pradipta dan Fibrianto 2017). Meningkatnya konsumsi kopi disebabkan oleh sifat
konsumtif dan perubahan gaya hidup masyarakat. Kopi bukan lagi minuman
penghilang rasa kantuk, namun juga menjadi gaya hidup (Pradipta dan Fibrianto
2017). Kualitas kopi dinilai dari rasa, aroma, dan flavor. Ketiga faktor tersebut
merupakan sifat yang mempengaruhi persepsi multisensoris manusia. Hal ini
ditentukan berdasarkan uji organoleptik. Selain jenis kopi yang digunakan,
persepsi multisensoris kopi dapat dipengaruhi oleh cara penyeduhan, proses dan
suhu penyangraian, penyimpanan, proses grinding, dan jenis air yang digunakan
(Pradipta dan Fibrianto 2017).
Kopi robusta biasanya tumbuh di dataran dengan ketinggian 400-700 m di
atas permukaan laut dan masih toleran pada ketinggian di bawah 400 m di atas
permukaan laut (Ryan et.al 2016). Budidayanya membutuhkan waktu 11 bulan
terhitung dari proses berbunga sampai berbuah. Biji kopi robusta berwarna gelap
dengan ukuran yang besar, berbentuk bulat dan garis pada bagian tengah kopi
memanjang ke bawah. Kopi robusta umumnya digunakan sebagai kopi instant
atau cepat saji. Kandungan kafein pada kopi robusta mencapai 2,8 %. Kelebihan
kopi ini adalah kekentalan yang lebih dan warna yang kuat (Yuwono et.al 2017).
Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik.
Secara umum tumbuh di negara beriklim subtropis. Kopi ini biasa dibudidayakan
pada ketinggian 1000-1750 m di atas permukaan laut. Membutuhkan waktu 9
bulan mulai dari proses berbunga sampai berbuah dalam membudidayakannya.
Biji kopi arabika memiliki warna yang terang atau cerah, berbentuk lonjong, dan
garis pada bagian tengah biji kopi tidak memanjang ke bawah. Kopi arabika
memiliki kandungan kafein tidak lebih dari 1,5%. Ciri khas kopi ini memiliki
aroma yang khas dan rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta
(Yuwono et.al 2017). Ciri khas lainnya adalah beraroma wangi yang sedap
menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah, saat disesap dimulut akan terasa
kental. Cita rasanya akan jauh lebih halus (mild) dari kopi robusta dan terkenal
pahit. Keunggulan kopi arabika antara lain bijinya berukuran besar, beraroma
harum, dan memiliki citarasa yang baik. Namun, tidak hanya keunggulan, kopi ini
memiliki kelemahan. Kelemahan kopi arabika adalah rentan terhadap penyakit
HV. Hal ini yang menyebabkan dominasi kopi arabika mulai tergantikan dengan
kopi robusta. Karena kopi robusta tahan terhadap penyakit HV (Afriliana 2018).
Kopi dampit Malang merupakan kopi berjenis robusta. Kopi Robusta
Dampit tentunya sudah sangat populer di lidah pecinta kopi. Salah satu kopi
robusta unggulan dari Indonesia ini memang di budidayakan di Malang.
Kabupaten Malang merupakan kawasan dataran tinggi. Disekelilingnya terdapat
beberapa gunung, sebut saja gunung Semeru, gunung Bromo, Gunung Kawi, dan
Gunung Arjuno, sehingga suhu rata-rata 20 hingga 26 derajat celcius. Dengan
kondisi geografis seperti itu tentunya menjadikan Kabupaten Malang merupakan
wilayah yang cocok di jadikan perkebunan kopi. Wilayah yang dimaksud tersebut
di kabupaten Malang adalah kecamatan Dampit. Untuk mendapatkan citarasa dan
aroma Kopi Robusta Dampit yang maksimal tentunya diperlukan proses panen
dan pasca panen yang tepat. Dimana untuk Kopi Robusta Dampit ini diproses
dengan merode kering atau disebut juga sebagai dry process. Pemilihan kopi yang
telah merah gelap menjadikan Kopi Robusta Dampit memiliki citarasa yang khas.
Aroma Kopi Robusta Dampit tersebut bisa langsung tercium walaupun masih
dalam tahap disangrai. Tidak hanya itu pada saat proses penggilingan pun aroma
yang kuat dan memiliki ciri khas tersendiri langsung tercium. Aroma yang
dimiliki Kopi Robusta Dampit ini adalah aroma karamel yang lembut. Saat
diseduh, kekentalan Kopi Robusta Dampit ini terbilang pas dan sedang dengan
tingkat acidity yang cukup rendah. Disisi lain sensasi gurih juga akan terasa di
lidah saat diminum. Disisi lain terdapat pendapat yang mengatakan kopi Robusta
Dampit yang berkelas ini memiliki karakter yang kiat, woody, dan tidak memiliki
cacar rasa. Sedangkan Robusta Dampit ini juga memiliki profil yang di cirikan
sebagai bodi biji kopi yang tebal,dengan aroma kacang, coklat, karamel dan long
after taste (Anonim 2017).

Penyangraian
Selama proses penyangraian berlangsung, terjadi perpindahan panas dari
permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk ke bahan menyebabkan
perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan perubahan temperatur
bahan tersebut dinamakan panas sensible. Kondisi ini akan berakhir ketika
keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan terus meningkat sampai mendekati
suhu penyangraian. Keadaan seperti ini diakibatkan adanya panas latent
penguapan yang menyebabkan terjadinya perubahan massa (air) yang terkandung
dalam bahan
Penyangraian dapat dilakukan dengan menggunakan panci yang terbuat
dari steinless steel atau logamdan menggunakan kwali yang terbuat dari tanah liat.
Penggunaan peralatan Wajan yang terbuat dari gerabah tanah liat memberikan
hasil sangrai dilihat dari karakter kopi bubuk yang berbeda dibandingkan Wajan
dari bahan logam. Perbedaan dapat dilihat dari indikator warna biji kopi, aroma
kopi bubuk dan cita rasa kopi seduhan. Hal ini sesuai dengan pedoman dalam
menentukan mutu kopi yang baik ( Ismayadi, 1985).
Sesuai dengan pedoman dalam menentukan mutu kopi yang baik (
Ismayadi, 1985). Faktor pertama dalam menentukan mutu kopi adalah warna.
Warna kopi bubuk yang ditunjukkan dari proses sangrai menggunakan Wajan
Logam menghasilkan biji warna hitam mendekati gosong (over –roast), sementara
kopi yang menggunakan Wajan Gerabah memberikan warna kopi yang lebih
terang kecoklatan tidak sampai berwarna hitam. Hal ini disebabkan material
logam wajan yang lebih cepat menghantarkan panas dibandingkan gerabah,
sehingga biji kopi juga lebih cepat menjadi matang. Menurut skala warna
kematangan kopi “Roast Meter” (Gambar 1) menunjukkan warna sangrai kopi
dengan Wajan Gerabah cenderung mendekati warna ViennaRoast sementara
dengan Wajan Logam berwarna Burnt Roast. Hasil ini sesuai dengan hasil
pengujian tingkat kesukaan panelis bahwa kopi yang berwarna burn roast
(gosong) kurang disukai. Dengan demikian proses sangrai dengan menggunakan
wajan gerabah lebih disukai dibandingkan wajan logam.

Gambar 1. Skala Kematangan Kopi Sangrai (Roast Meter)


sumber : http://southstreetcoffee.com

Faktor kedua yang menentukan mutu kopi adalah aromanya. Terbentuknya


aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh adanya kandungan kimia kafeol dan
senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya, seperti aseton,
furfural, asam formiat dan asam asetat (Sivetz, 1963). Panelis yang berasal dari
penduduk setempat, lebih menyukai aroma kopi sangrai menggunakan wajan
gerabah. Aroma kopi menurut mereka mampu memberikan bau yang khas kopi,
dikarenakan masih adanya ikatan senyawa yang masih terikat dalam struktur sel
biji kopi. Sementara pada proses sangrai wajan logam karena panas yang lebih
tinggi diduga telah menyebabkan penguapan ke udara pada alkaloid senyawa
kafein pembentuk aroma khas kopi. Faktor ketiga merupakan komponen yang
paling menentukan penerimaan kopi pada tingkat konsumen, yaitu rasa kopi
bubuk seduhan. Rasa seduhan kopi sangrai merupakan kombinasi rasa pahit,
manis dan asam yang membentuk suatu kesatuan yang menimbulkan sensasi rasa
kopi yang disukai konsumen. Hasil uji kesukaan rasa panelis menunjukkan bahwa
kopi sangrai menggunakan wajan gerabah lebih disukai dibandingkan pemakaian
wajan logam. Rasa kopi seduhan hasil sangrai wajan logam kurang memberikan
rasa khas kopi, justru cenderung mendekati rasa arang kayu. Hal ini dapat
dipahami karena pada proses penyangraian yang terlalu panas akan terjadi banyak
kehilangan senyawa kimia akibat terdegradasi. Kondisi ini sejalan dengan
(Clifford dan Wilson, 1985), bahwa rasa kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi
beberapa senyawa kimia, diantaranya alkoloid, asam klorogenat, trigonelin dan
senyawa volatil lainnya. Rasa pahit yang dimiliki kopi ditimbulkan oleh
kandungan kafein, asam khlorogenat dan trigonelin yang merupakan senyawa
volatil, yang akan terjadi proses ini pada saat suhu penyangraian mencapai 200
0Celcius atau pada menit-menit terakhir penyangraian. Pada saat itu akan terjadi
proses pyrolisis (Clarke dan Macrae, 1985).

DAFTAR PUSTAKA
Afriliana S. 2018. Teknologi Pengolahan Kopi Terkini. Yogyakarta(ID):
Deepublish.
Anonim. 2017. Kopi Robusta Dampit Khas Malang. www.lintaskopi.com. 26
November 2018.
Clarke, R,J dan R.. Macrae, 1985, Coffee, Volume I Chemistry, Elsevier Applied
Science, London and New York USA
Clifford, M,N, KC Wilson, 1985, , The Avi Publishing Company Inc, Westport,
Connecticut, USA
Ismayadi, C, 1985. Kopi dan Mutunya di Mata konsumen. Warta Balai Penelitian
Perkebunan Jember, No. 1 : 19-21, Jember
Pradipta K, Fibrianto K. 2017. Jurnal review perbedaan air seduh terhadap
persepsi multisensoris kopi. J Pangan dan Agroindustri. 5(1): 85-91.
Rahardjo. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Jakarta(ID). Penebar Swadaya.
Ryan MS, Soemarno. 2016. Pengolahan Lahan untuk Kebun Kopi. Malang(ID):
Gunung Samudera.
Sitanggang J. 2013. Pengembangan potensi kopi sebagai komoditas unggulan
kawasan agropolitan kabupaten dairi. J Ekonomi dan Keuangan. 1(6): 33-
48.
Sivetz, M, 1963, Coffee Processing Technology, Vol I. The Avi Publishing
CompanyInc,Westport
Wigati E, Pratiwi E, Nissa T, Utami N.2018. Uji karakteristik fitokimia dan
aktivitas antioksidan biji kopi robusta (coffea canephora pierre) dari bogor,
bandung, dan garut dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl). Fitofarmaka. 8(1): 53-59.
Yuwono SS, Waziiroh E. 2017. Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan.
Malang(ID): UB Press.

Anda mungkin juga menyukai